Dosen Pembimbing:
Dra. Bitta Pigawati, M.T
Ir. Parfi Khadiyanto, M.Si
Ir. Wahju Krisna Hidajat, M.T
Disusun oleh :
Menyetujui
Dosen Koordinator
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ...........................................................................................................................3
Gambar 2 ...........................................................................................................................4
Gambar 3 .........................................................................................................................21
Gambar 4 .........................................................................................................................22
Gambar 5 .........................................................................................................................23
Gambar 6 .........................................................................................................................24
Gambar 7 .........................................................................................................................25
Gambar 8 .........................................................................................................................26
Gambar 9 .........................................................................................................................27
Gambar 10 .......................................................................................................................28
Gambar 11 .......................................................................................................................29
Gambar 12 .......................................................................................................................30
Gambar 13 .......................................................................................................................31
Gambar 14 .......................................................................................................................32
Gambar 15 .......................................................................................................................33
Gambar 16 .......................................................................................................................34
Gambar 17 .......................................................................................................................35
Gambar 18 .......................................................................................................................36
Gambar 19 .......................................................................................................................37
Gambar 20 .......................................................................................................................38
Gambar 21 .......................................................................................................................39
Gambar 22 .......................................................................................................................40
Gambar 23 .......................................................................................................................41
Gambar 24 .......................................................................................................................42
Gambar 25 .......................................................................................................................43
Gambar 26 .......................................................................................................................44
Gambar 27 .......................................................................................................................45
Gambar 28 .......................................................................................................................46
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ...............................................................................................................................9
Tabel 2 .............................................................................................................................10
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kandungan batuan breksi tersebut diperoleh dari abu letusan gunung purba
Nglanggeran yang mengendap.
1.2 Tujuan
Menganalisis kesesuaian lahan Bukit Bintang, Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunungkidul berdasarkan aspek-aspek geologi.
1.3 Sasaran
2
Gambar 1. Peta Topografi Kabupaten Gunungkidul
Sumber: PETA SRTM DEM D.I. YOGYAKARTA
3
Gambar 2. Daerah Wilayah studi Kelompok 2C
Sumber : Badan Informasi Geospasial Tahun 2008
Ruang lingkup wilayah studi mikro pada laporan penelitian ini adalah
di Kecamatan Patuk daerah Bukit Bintang tepatnya di bagian tebing
breksi. Luas dari area wilayah studi pada laporan penelitian ini yaitu + 2,48
Ha.
4
1. BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
sasaran, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. Bab ini menjelaskan
secara rinci tentang alasan dasar pengambilan wilayah Bukit Bintang, dan
menjelaskan keadaan-keadaan dasar dari wilayah studi.
2. BAB II KAJIAN PUSTAKA
Berisi teori-teori geologi lingkungan sebagai dasar analisis-
analisis yang digunakan sebagai acuan proses analisis, pembahasan
masalah, dan rekomendasi yang tepat bagi wilayah studi. Berisi konsep
dan pengertian geologi lingkungan, aspek-aspek geologi lingkungan, tata
guna lahan
3. BAB II BAHAN DAN METODE
Bab ini menjelaskan objek, data penelitian berupa data primer
dan sekunder, alat dan bahan, dan metode penelitian.
4. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Meliputi analisis potensi dan kendala, dan analisis kesesuaian
lahan di wilayah studi.
5. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Meliputi kesimpulan, arahan dan rekomendasi mengenai
pemanfaatan tata guna lahan di wilayah studi.
5
1.6 Kerangka Pikir
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
7
f. Dampak dari penggunaan lahan akan semakin menumpuk, oleh karena
itu kita berkewajiban melestarikannya untuk generasi selanjutnya.
g. Komponen pokok dari setiap lingkungan manusia merupakan suatu
faktor geologi, dan pemahaman terhadap ilmu bumi dan disiplin-
disiplin ilmu lain yang masih berkaitan.
2.2.1 Morfologi
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentang alam
yang terdapat di permukaan bumi. Verstappen (1983) menyatakan
bahwa morfologi adalah iIlmu yang berkaitan dengan bentuk lahan
sebagai pembentuk muka bumi di atas maupun di bawah muka laut,
meliputi studi tentang genesa, perkembangan masa depan dan kaitannya
dengan lingkungan. Bentang alam di permukaan bumi dapat terbentuk
melalui:
A. Tenaga Eksogen
Tenaga eksogen merupakan tenaga yang berasal dari
bagian luar bumi, tenaga eksogen terjadi akibat interaksi antara
selaput hidrosfer, atmosfer, litosfer, dan biosfer. Tenaga eksogen
bersifat merombak bentuk permukaan bumi.
B. Tenaga Endogen
Merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi. Tenaga
ini bersifat membangun. Proses-proses keberlangsungan tenaga
endogen menyebabkan perubahan dari permukaan bumi. Proses-
proses tenaga endogen sebagai berikut:
2.2.2 Topografi
Topografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai keadaan muka bumi pada suatu kawasan atau daerah.
Permukaan bumi jika diamati, maka ditemukan berbagai macam
perbedaan bentuk. Berbagai bentuk ini dapat digolongkan berdasarkan
perbedaan ketinggian ataupun berdasarkan karakteristik wilayahnya.
Klasifikasi kelerangan menurut kelas adalah sebagai berikut:
8
No Kelas Lereng (%) Deskripsi
1 I 0–8 Datar
2 II > 8– 15 Landai
3 III > 15 – 25 Agak curam
4 IV > 25 – 45 Curam
5 V > 45 Sangat curam
Tabel 1. Kelas Kelerengan
Sumber: SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981
9
f. Angin
Schmidt–Ferguson mengklasifikasikan iklim berdasarkan
perhitungan jumlah rata-rata bulan kering yang dibagi dengan jumlah
rata-rata bulan basah. Suatu bulan disebut bulan kering, jika dalam satu
bulan terjadi curah hujan kurang dari 60 mm. Disebut bulan basah, jika
dalam satu bulan curah hujannya lebih dari 100 mm.Nilai Schmidt-
Ferguson atau nilai Q dirumuskan sebagai berikut.
2.2.4 Litologi
Bates dan Jackson (1985) mendefinisikan litologi menjadi 2 hal
yaitu litologi adalah deskripsi batuan pada singkapan berdasarkan
karakteristiknya dan litologi adalah karakteristik fisik dari batuan. Secara
umum litologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari dan
menjelaskan batuan dan tanah berkenaan dengan sifat kimia, fisik, serta
strukturnya yang ada di litosfer yaitu bagian kerak bumi yang paling luar.
2.2.4.1 Batuan
10
Batuan adalah kumpulan alamiah dari satu jenis atau
lebih mineral dan merupakan material dari kerak bumi
(Nugroho, 2008). Mineral-mineral penting pembentuk
batuan diantaranya adalah kuarsa, felspar, mika, amfibol,
piroksen, dan olivin. Batuan dibedakan menjadi 3 kelompok
besar, yaitu:
a. Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang berasal dari
pembekuan larutan silikat cair pijar yang disebut magma.
Larutan ini pada kondisi tekanan dan suhu tertentu mampu
menerobos ke luar permukaan bumi sebagai bumi (ekstrusif)
atau menyusup ke dalam sela batuan di kulit bumi (intrusif)
(Nugroho, 2008).
b. Batuan Sedimen
Batuan Sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari
sedimentasi atau pengendapan setelah terangkut dan
mengalami proses geologi. Batuan ini mula-mula lunak,
tetapi lama-kelamaan akan menjadi keras. Dilihat dari
perantara atau mediumnya, batuan sedimen dapat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu :
Batuan sedimen aris, yang media pengangkutannya
berupa angin
Batuan sedimen glasial, yang media pengangkutannya
berupa es
Batuan sedimen aquatis, yang media
pengangkutannya berupa air
Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari
batuan sedimen dapat dibedakan menjadi dua macam:
Batuan Sedimen Klastik yaitu batuan yang terbentuk
berasal dari hancuran batuan lain.
Batuan Sedimen Non Klastik yaitu batuan sedimen
yang tidak mengalami proses transportasi. Pada
11
pengendapan terjadi proses kimia seperti
penguapan, pelarutan, dehidrasi dan sebagainya
c. Batuan Metamorf
Batuan metamorf terbentuk melalui kejadian ekstrim.
Perubahan itu disebabkan oleh suhu yang tinggi karena
berdekatan dengan dapur magma. Contohnya marmer batu
kapur disebabkan oleh tekanan dan suhu tinggi akibat
pelipatan dan geseran saat pembentukan batu asbak, schist
dan shale.
2.2.4.2 Tanah
Tanah merupakan material hasil pelapukan dari
batuan di bagian permukaan bumi yang mempunyai sifat –
sifat tertentu sesuai dengan batuan induknya (Nugroho,
2008). Tanah terdiri dari material lempung sampai dengan
berangkal. Pengertian lain tentang tentang tanah yaitu
merupakan kumpulan dari butiran–butiran mineral yang
dengan mudah dapat dipisahkan, misal agitasi dengan air.
Iklim, topografi, bahan induk, waktu, dan aktivitas organik
adalah faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan
tanah. Tanah pembentuk litosfer diantaranya:
1. Alluvial
Tanah ini biasanya memiliki topografi datar maupun
sedikit bergelombang. Tekstur tanah ini liat dengan tingkat
permeabilitas yang rendah, bersifat plastis saat basah, dan
keras saat waktu kering. Jenis tanah ini cocok dimanfaatkan
sebagai daerah pertanian seperti sawah, kebun kelapa dan
kebun lainnya karena memiliki sifat yang menyuburkan
tanaman.
2. Mediteran
Tanah ini biasanya memiliki topografi berombak dan
berbukit. Tekstur tanah ini lempung liat dengan tingkat
permeabilitas sedang. Batuan induk penyusunnya berupa
12
batu kapur, batu endapan, dan tuff vulkanik. Sifatnya
gembur dan teguh sehingga dapat digunakan sebagai
kawasan terbangun.
3. Hidromorf Kelabu
Tanah ini biasanya memiliki topografi datar hingga
bergelombang. Tekstur tanah ini liat sampai berlempung
dengan tingkat permeabilitas lambat. Batuan induk
penyusunnya berupa tuff vulkanik masam dan abu vulkanik.
Sifatnya teguh dan keras.
4. Latosol Merah
Merupakan proses pembentukan tanah latosol, dengan
syarat daerah memiliki suhu dan curah hujan yang tinggi.
Tanah latosol terdapat di daerah iklim humid-tropik tanpa
bulan kering hingga subhumid dengan musim kemarau agak
lama dan meluas di daerah iklim tropik hingga iklim basah
tropik dengan curah hujan 2.500-7.000 mm/th. tanah
dengan jenis latosol bervegetasi hutan basah sampai sabana,
bertopografi dataran, bergelombang hingga pegunungan.
Umumnya tersusun bahan induk vulkanik baik tuff maupun
batuan beku. Meliputi tanah-tanah yang telah mengalami
pelapukan intensif dan telah mengalami pencucian unsur-
unsur basa, bahan organik dan silika. Tanah latosol memiliki
tekstur lempung hingga geluh, struktur remah hingga
gumpal lemah, dan konsistensi gembur.
2.2.5 Stratigrafi
Stratigrafi berasal dari kata strata (stratum) yang berarti lapisan
(tersebar) yang berhubungan dengan batuan, dan grafik (graphic) yang
berarti pemerian/ gambaran atau urut-urutan lapisan. Komposisi dan
umur relatif serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-
lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan
atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut
studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi),
13
dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). Jadi stratigrafi
adalah ilmu yang mempelajari pemerian perlapisan batuan pada kulit
bumi. Secara luas stratigrafi merupakan salah satu cabang ilmu geologi
yang membahas tentang urut-urutan, hubungan dan kejadian batuan di
alam (sejarahnya) dalam ruang dan waktu geologi.
Ada beberapa prinsip stratigrafi, antara lain:
a. Superposisi
b. Hukum Datar Asal (Original Horizontality)
c. Azas Pemotongan (Cross Cutting)
d. Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions)
e. Teori Katastrofisme (Catastrophism)
f. Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism)
g. Siklus Geologi
2.2.6 Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang membahas karakteristik kuantitas dan
kualitas air di bumi menurut ruang serta waktu, termasuk proses
hidrologi, pergerakan, penyebaran, sirkulasi tampungan, eksplorasi,
pengembangan maupun manajemen (Singh, 1992). Sementara Martha
dan Adidarma (1983) mengatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang terjadinya distribusi juga pergerakan air, baik itu
diatas maupun di bawah permukaan bumi, menyangkut reaksi sifat fisika
maupun kimia air terhadap kehidupan serta lingkungan. Siklus hidrologi
adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan
kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan
transpirasi. Siklus ini bersifat terus menerus.
2.2.7 Hidrogeologi
Definisi air tanah ialah sejumlah air di bawah permukaan bumi
yang dapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem
drainase (aliran) yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui
pancaran atau rembesan (Bouwer,1978). Air tanah mengalir dari daerah
yang lebih tinggi menuju ke daerah yang lebih rendah dan berakhir di laut.
Daerah yang lebih tinggi merupakan daerah tangkapan (rechange area)
14
dan daerah yang lebih rendah merupakan daerah buangan (dischange
area), biasanya daerah ini sering digambarkan dengan daerah pantai atau
lembah dengan suatu system aliran sungai. Secara lebih spesifik daerah
tangkapan didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
(watershed) dimana aliran air tanah menjauhi muka air tanah. Sedangkan
daerah buangan didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
(watershed) dimana aliran air tanah menuju muka air tanah.
2.2.8 Bahaya Geologi
Proses-proses geologi baik yang bersifat endogenik maupun
eksogenik dapat menimbulkan bahaya bahkan bencana bagi kehidupan
manusia. Bahaya geologi merupakan aktivitas geologi yang dapat
menimbulkan perubahan-perubahan keadaan geologi dari keadaan
geologi semula. Gerakan tanah, banjir, dan erosi adalah contoh-contoh
dari bahaya geologi yang dapat berdampak pada aktivitas manusia di
berbagai wilayah di muka bumi.
2.2.9 Struktur Geologi
Merupakan struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat
kerja kekuatan tektonik, sehingga tidak lagi memenuhi hukum
superposisi disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak
bumi produk deformasi tektonik.
1. Sesar (Faults)
Sesar adalah suatu rekahan pada batuan yang telah
mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara
bagian-bagian yang berhadapan dengan arah yang sejajar dengan
bidang patahan. Hal ini terjadi apabila blok batuan yang dipisahkan
oleh rekahan telah bergeser sedemikian rupa hingga lapisan
batuan sediment pada blok yang satu terputus atau terpisah dan
tidak bersambungan lagi dengan lapisan sediment pada blok yang
lainnya. Ukuran panjang maupun kedalaman sesar dapat berkisar
antara beberapa centimeter saja sampai mencapai ratusan
kilometer.
15
Istilah-istilah penting yang berhubungan dengan gejala
sesar antara lain :
1) Bidang Sesar
Merupakan bidang rekahan pada batuan yang telah
mengalami pergeseran.
2) Bagian-bagian yang tersesarkan (tergeser)
a. Hanging Wall (Atap sesar)
Adalah bongkahan patahan yang berada
dibagian atas bidang sesar.
b. Foot Wall (Alas sesar)
Adalah bongkahan patahan yang berada
dibagian bawah bidang sesar.
3) Throw dan Heave
a. Throw
Adalah jarak yang memisahkan lapisan
atau vein yang terpatahkan yang diukur pada sesar
dalam bidang tegak lurus padanya.
b. Heave
Adalah jarak horizontal yang diukur normal
(tegak lurus) pada sesar yang memisahkan bagian-
bagian dari lapisan yang terpatahkan.
Berdasarkan pada sifat geraknya,sesar dapat dibedakan
menjadi 3 jenis yaitu :
a. Sesar Normal (Gravity Fault), yaitu gerak relatif
Hanging Wall turun terhadap Foot Wall. Disebut
juga sebagai Sesar Turun.
b. Sesar Naik (Reverse Fault), yaitu gerak relatif
Hanging Wall naik terhadap Foot Wall. Posisi
Hanging Wall lebih tinggi daripada Foot Wall.
Namun jika Hanging Wall bergeser naik hingga
menutupi Foot Wall, maka sesar tersebut disebut
16
Thrust Fault yang bergantung pada kuat stress
horizontal dan dip (kemiringan bidang sesar).
c. Sesar Mendatar (Horizontal Fault), yaitu gerak
relative mendatar pada bagian-bagian yang
tersesarkan. Hanging Wall dan Foot Wall bergeser
horizontal yang diakibatkan oleh kerja shear stress.
2. Lipatan (Folds)
Lipatan adalah perubahan bentuk dan volume pada
batuan yang ditunjukkan oleh lengkungan atau melipatnya
batuan tersebut akibat pengaruh suatu tegangan (gaya) yang
bekerja pada batuan tersebut yang umunya refleksi
perlengkungannya ditunjukkan oleh perlapisan pada batuan
sedimen serta bisa juga pada foliasi batuan metamorf.
Secara umum,jenis-jenis lipatanyang terpenting adalah
sebagai berikut:
1) Antiklin, yaitu lipatan yang kedua sayapnya mempunyai
arah kemiringan yang saling berlawanan.
2) Sinklin, yaitu lipatan yang kedua sayapnya mempunyai
arah kemiringan yang menuju ke satu arah yang sama.
Beberapa defenisi tentang lipatan :
a. Sayap Lipatan, yaitu bagian sebelah
menyebelah dari sisi lipatan
b. Puncak Lipatan, yaitu titik atau garis yang
tertinggi dari sebuah lipatan
c. Bidang Sumbu Lipatan, yaitu suatu bidang
yang memotong lipatan,membagi sama
besar sudut yang dibentuk oleh lipatan
tersebut.
d. Garis Sumbu Lipatan, yaitu perpotongan
antara bidang sumbu dengan bidang
horizontal.
17
e. Jurus (Strike), yaitu arah dari garis horizontal
dan merupakan perpotongan antara bidang
yang bersangkutan dengan bidang
horizontal.
f. Kemiringan (Dip), yaitu sudut kemiringan
yang tersebar dan dibentuk oleh suatu
bidang miring dengan bidang horizontal dan
diukur dengan tegak lurus dengannya.
3. Kekar (Joint)
Struktur rekahan dalam blok batuan dimana tidak ada
atau sedikit sekali mengalami pergeseran (hanya retak saja),
umumnya terisi oleh sedimen setelah beberapa lama terjadinya
rekahan tersebut. Rekahan atau struktur kekar dapat terjadi pada
batuan beku dan batuan sedimen. Pada batuan beku, kekar
terjadi karena pembekuan magma dengan sangat cepat (secara
mendadak).
Pada batuan sedimen, kekar terjadi karena:
a. Intrusi/ekstrusi
b. Pengaruh iklim/musim Lapisan (Bedding)
Hasil proses tektonik yang menghasilkan ‘kedudukan
lapisan dengan orientasi miring, tegak, atau horisontal.
18
BAB III
BAHAN DAN METODE
19
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus.
Konsep dari metode studi kasus adalah untuk mencapai pemahaman mendalam
mengenai penelitian, penulis haruslah mengumpulkan data informasi yang
terkait dengan penelitian. Dalam metode studi kasus penulis menggunakan
pengumpulan data berupa observasi lapangan dan dokumentasi.
Setelah pengumpulan data dilanjutkan dengan analisis data kuantitatif
yaitu dengan menggunakan skoring. Skoring merupakan metode perhitungan
(menentukan ketetapan) lahan. Skor ini bertujuan untuk menentukan fungsi
suatu kawasan sesuai dengan ketetapan yang berlaku
20
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
21
Gambar 4. Peta Jenis Tanah Kecamatan Patuk
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
22
Kidul. Rendzina digunakan untuk budidaya tanaman keras semusim dan juga
tanaman palawija.
23
Gambar 6. Peta Rawan Bencana Kecamatan Patuk
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
24
sehingga pembangunan beton tersebut dilaksanakan. Wilayah bukit bintang
sendiri terdiri dari formasi batuan vulkanis yang menyebabkan wilayah ini sangat
subur untuk tanaman dan sangat tidak direkomendasikan untuk wilayah
permukiman mengingat terdapatnya wilayah bahaya geologi di daerah ini.
Wilayah Kecamatan Patuk didominasi oleh akuifer celah dan ruang antar
butir yang memiliki produktifitas rendah. Akuifer celah dan ruang antar butir yang
memiliki produktifitas sedang sebagian kecil terdapat di bagian utara tak jauh dari
daerah wilayah studi. Dominasi akuifer celah dan ruang antar butir menunjukan
bahwa Kecamatan Patuk memiliki tingkat air tanah yang rendah.
25
Gambar 8. Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Patuk
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
Peta di atas merupakan peta tata guna lahan Kecamatan Patuk yang
menggambarkan bentuk penggunaan tanah yang ada hubungannya antara
lingkungan geografi dengan aktivitas manusia. Kecamatan Patuk memiliki tujuh
tata guna lahan, yaitu meliputi belukar, kebun, pemukiman, rumput, sawah,
tegalan, tubuh air. Area Kecamatan Patuk secara keseluruhan, umumnya
didominasi oleh lahan tegalan yang disimbolkan berwarna merah pada peta.
Lahan area tegalan merupakan lahan kering luas dan rata yang ditanami dengan
tanaman musiman atau tahunan yang bergantung pada pengairan air hujan.
Area wilayah studi penulis terdiri dari area lahan tegalan dan pemukiman.
Area pemukiman terletak di sepanjang ruas jalan. Sesuai ketentuannya, area
tersebut sudah sangat cocok untuk dijadikan pemukiman karena tanahnya yang
sukar tererosi dengan permukaan yang landai. Kekurangan dari area wilayah studi
tersebut hanyalah dari segi pemanfaatan lahan dimana masyarakat setempat
belum memaksimalkan potensi lahan yang ada yaitu dengan membuat
26
perkebunan. Disekitar pemukiman kebanyakan masih terdapat area lahan tegalan
yang sebagian sudah dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
27
Gambar 10. Peta Kelerengann Kecamatan Patuk
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
28
Gambar 11. Peta Geomorfologi Kecamatan Patuk
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
29
Gambar 12. Peta Kesesuaian Lahan Kecamatan Patuk
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
30
Gambar 13. Peta Kelayakan Kecamatan Patuk
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
31
Gambar 14. Peta Struktur Geologi Kecamatan Patuk
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
32
4.2 Analisis Wilayah Mikro
Peta di atas adalah peta Kawasan Wisata Bukit Bintang. Kawasan wisata
Bukit Bintang secara administratif terletak di Kecamatan Patuk, Kabupaten
Gunungkidul, Provinsi Yogyakarta. Kawasan Bukit Bintang menjadi kawasan
wisata karena indahnya pemandangan dibawah Bukit BIntang apabila dilihat dari
Bukit Bintang. Selain itu, kawasan ini menjadi kawasan wisata edukasi geologi
karena jenis batuannya yang berupa breksi.
Secara admisitratif, area wilayah studi yang penulis pilih terletak di Jalan
Ngoro Ngoro Ombo, Desa Srimulyo Kecamatan Patuk. Area tersebut merupakan
suatu area yang sudah terbangun namun masih asri. Keasrian ini bertahan karena
perbedaan topografi area terbangun dengan area hijaunya. Area wilayah studi ini
bahkan memiliki ketinggian melebihi area pusat wisata Bukit Bintang namun
masih berada dalam kawasan tebing breksi Bukit Bintang. Hal inilah yang
mendorong kelompok 2C untuk melakukan analisis kesesuaian lahan sehingga
dapat ditentukan cocok tidaknya area terebut menjadi area terbangun.
33
Gambar 16. Peta Jenis Tanah Wilayah Studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
34
Gambar 17. Peta Curah Hujan Wilayah studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
35
Gambar 18. Peta Kelerengan Wilayah studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
36
Gambar 19. Peta Rawan Bencana Wilayah studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
37
Gambar 20. Peta Tata Guna Lahan Wilayah studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
38
Gambar 21. Peta Hidrogeologi Wilayah studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
Wilayah wilayah studi seluruhnya diisi oleh akuifer celah dan ruang antar
butir yang memiliki produktifitas rendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
kawasan Bukit Bintang adalah daerah dengan kandungan air tanah yang rendah.
Kandungan air tanah yang rendah bukanlah hal yang menguntungkan bagi
pertanian.
39
Gambar 22. Peta Fungsi Kawasan Wilayah Studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
40
diambil manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan demikian,
area wilayah studi penulis adalah sebuah area yang sangat potensial untuk
dikembangkan, dapat berupa pemukiman, maupun perkebunan.
41
Gambar 24. Peta Kelayakan Wilayah studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
42
Gambar 25. Peta Geomorfologi Wilayah studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
43
Gambar 26. Peta Struktur Geologi Wilayah studi
Sumber: Badan Informasi Geospasial 2008
Pada wilayah studi tidak terdapat struktur geologi apapun. Lokasi wilayah
studi berada diatas bukit yang memiliki daerah datar dan terdapat persebaran
pemukiman. Tetapi tak jauh dari lokasi wilayah studi terdapat daerah yang diduga
merupakan sesar atau patahan.
Terdapat daerah yang diperkirakan penulis berupa sesar yakni pada
sebelah barat wilayah studi. Saat melakukan observasi lapangan, daerah ini
berada di batas kiri jalan, yakni tebing terjal yang ditahan oleh bangunan beton.
Diperkirakan wilayah curam ini merupakan sesar menyebabkan longsor besar.
Oleh sebab itu dibangunlah sebuah penopang yang menahan pergerakan tanah
dari jalan wilayah observasi dan daerah dibawahnya.
44
Gambar 27. Kolom Startigrafi Wilayah studi
Sumber: www.sm-iagi.ft.ugm.ac.id
45
Pada stasiun pengamatan kawasan Bukti Bintang, tim penulis
menemukan batuan breksi. Batuan breksi menandakan bahwa daerah tersebut
terbentuk akibat aktivitas vulkanis. Batuan breksi yang penulis temukan berasal
dari formasi nglanggeran. Formasi ini dicirikan oleh penyusun utama terdiri dari
breksi dengan penyusun material vulkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang
baik dan memiliki ketebalan cukup besar. Breksi hampir seluruhnya tersusun oleh
bongkahan –bongkahan lava andesit dan juga bom andesit.
Umur formasi ditafsirkan sebagai hasil pengendapan aliran rombakan
yang berasal dari gunung api bawah laut, dalam lingkungan laut yang dalam dan
proses pengendapan berjalan cepat, yaitu selama awal Miosen. Formasi ini
berumur miosen tengah bagian bawah dengan ketebalan lapisan kira-kira 750
meter (Van bammelen, 1949). Berikut adalah batuan breksi yang tim penulis
temukan.
Batu breksi pada gambar di atas hanyalah sampel yang berhasil penulis
ambil. Ukuran sebenarnya dari batuan breksi yang terdapat disana melebihi
seorang manusia dewasa. Dengan adanya batuan breksi raksasa di lokasi
pengamatan, penulis menyimpulkan bahwa Kecamatan Patuk terdiri dari batuan
breksi vulkanis. Adanya batuan breksi raksasa tersebut juga menunjukkan bahwa
formasi geologi di Kecamatan Patuk adalah formasi Nglanggeran.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Ilmu Perencaanaan Wilayah dan Kota merupakan ilmu yang memiliki
pandangan jauh ke depan guna mencapai perencanaan yang baik bagi
kesejahteraan masyarakatnya. Untuk merencanakan kawasan yang baik maka
perlu mempertimbangkan berbagai aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik
merupakan aspek geologi lingkungan yang meliputi topografi, litologi,
klimatologi, geomorfologi, hidrologi, struktur geologi, stratigrafi, hidrogeologi,
dan bahaya geologi. Aspek non-fisik meliputi sosial, ekonomi, budaya, dan politik.
Dari aspek fisik dan non-fisik tersebut kemudian dianalisis sehingga menghasilkan
produk perencanaan yang berupa arahan dan rekomendasi perencanaan
kawasan.
Kabupaten Gunungkidul yang terletak dibagian selatan Kota Semarang ini
mempunyai luas sebesar 1.485,36 km2 yang mencakup 18 kecamatan dan 144
desa. Salah satunya adalah Kecamatan Patuk, dimana di daerah tersebut terdapat
kawasan bukit Bintang. Di kawasan bukit Bintang diketahui terdapat kandungan
batuan breksi.
Dari hasil analisis Kecamatan Patuk diketahui memiliki kondisi alam yang
tidak homogen. Hal tersebut tentunya membuat Kecamatan Patuk memiliki
berbagai macam potensi untuk dikembangkan, apalagi jika melihat wilayah
Kecamatan Patuk yang didominsasi kawasan budidaya. Tetapi peluang tersebut
mendapat halangan dari minimnya kandungan air tanah di Kecamatan Patuk serta
rendah curah hujan.
Di Kecamatan Patuk tepatnya kawasan bukit Bintang, keseluruhan
tanahnya berjenis latosol. Tanah latosol adalah tanah yang memiliki unsur hara
yang tinggi serta daya tahan air yang cukup baik. Hal tersebut menjadikan tanah
latosol cocok untuk dijadikan perkebunan. Tetapi curah hujan dan kandungan air
tanah yang rendah akhirnya membuat kawasan ini lebih banyak menjadi tegalan.
Selain berakhir menjadi tegalan, kawasan ini juga dijadikan kawasan
pemukiman. Hal tersebut dikarenakan tanahnya yang landai sehingga cocok
47
untuk pemukiman. Dengan tanah yang landai maka risiko akan terjadinya tanah
longsor akan berkurang.
5.2 Rekomendasi
Setelah melakukan analisis dengan mempertimbangkan beberapa aspek
fisik maupun non-fisik di wilayah Bukit Bintang, Kecamatan Patuk, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta maka diperoleh beberapa rekomendasi yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam pemanfaatan lahan di wilayah tersebut sehingga
dapat dilakukan pembangunan berkelanjutan.
Penulis menyimpulkan bahwa wilayah studi dapat dimanfaatkan sebagai
kawasan pemukiman atau pertokoan mengingat kontur tanah yang landai serta
minimnya kerawanan bencana alam seperti longsor. Selain sebagai kawasan
pemukiman dan pertokoan, kami juga merekomendasikan untuk memanfaatkan
wilayah studi untuk budidaya tanaman yang tidak memerlukan banyak air seperti
singkong. Penulis juga menyarankan agar pemerintah setempat memberikan
sosialisasi penggunaan lahan yang tepat kepada masyarakat.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ali, U. (2016). Pengertian dan Sejarah Perencanaan Tata Guna Lahan. Dari
www.pengertianpakar.com. Diakses pada 10 Mei, 2018.
Beckman, S. (2004). Mencari Keseimbangan Pengelolaan Interaksi Antara Masyarakat
dan Kawasan Taman Nasional Alas Purwo. FISIP, Universitas Muhammadiyah
Malang, Malang
Bemmelen, V. (1949). The Geology of Indonesia. Amsterdam: Netherlands Goverment
Printing
Geost, F. (2016). 3 Pengertian Hidrologi Menurut Para Ahli. Dari www.geologinesia.com.
Diakses pada 19 Mei, 2018.
Geost, F. (2018). Apa itu Patahan (Sesar) ?. Dari www.geologinesia.com. Diakses pada 27
Mei, 2018.
Graha, G. (2015). Pengertian Tanah Renzina. Dari www.pengertianilmu.com. Diakses
pada 19 Mei, 2018.
Menteri Kehutanan Republik Indonesia. (1980). No. 837/UM/II/1980 . Sekretariat
Negara RI. Jakarta:
Menteri Kehutanan Republik Indonesia. (1981). No. 683/KPTS/UM/1981. Sekretariat
Negara RI. Jakarta:
Musnanda. (2011). Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung. Dari musnanda.com.
Diakses pada 19 Mei, 2018.
Noor, D. (2006). Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Noor, D. (2009). Pengantar Geologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Putra. (n.d.). Apa Itu Geologi Lingkungan. Dari www.scribd.com. Diakses pada 10 Mei,
2018.
Ragan, D. M. (1973). Structural Geology, an Introduction to Geometrical Techniques.
New York: John Wiles & Sons.
Siswapedia. (2012). Iklim Menurut Schmidt–Ferguson, Oldeman dan Junghuhn. Dari
www.siswapedia.com. Diakses pada 10 Mei, 2018.
Verstappen. (1983). Applied geomorphology: Geomorphological Surveys for
Environmental Development. Amsterdam: Elsevier.
49
Zuidam, V. (1983). Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and
Mapping. . Enschede: ITC.
50
LAMPIRAN
51
3. Peta Curah Hujan Kecamatan Patuk
52
5. Peta Hidrogeologi Kecamatan Patuk
53
7. Peta Fungsi Kawasan Kecamatan Patuk
54
9. Peta Struktur Geologi Kecamatan Patuk
55
11. Peta Kesesuaian Lahan Kecamatan Patuk
56
13. Peta Wilayah Studi Bukit Bintang
57
15. Peta Curah Hujan Bukit Bintang
58
17. Peta Rawan Bencana Bukit Bintang
59
19. Peta Hidrogeologi Bukit Bintang
60
21. Peta Kesesuain Lahan Bukit Bintang
61
23. Peta Geomorfologi Bukit Bintang
62
25. Kolom Stratigrafi
63