DOKUMEN FINAL
RENCANA ZONASI
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT
T AH UN
20 2 2 - 20 42
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang I-1
1.2 Maksud dan Tujuan I-3
1.3 Dasar Hukum I-4
1.4 Profil Wilayah KSN I-8
1.4.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah I-8
1.4.2 Kawasan Pulau-Pulau Kecil I-14
1.4.3 Batimetri I-19
1.4.4 Kondisi Demografi I-20
1.5 Peta Wilayah Perencanaan 1-21
dan Perikanan
7.3 Skenario Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan
Pendapatan VII-6
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
pesisir dan laut harus diiringi dengan upaya konservasi sehingga semua fungsi
dan peran tersebut dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.
Kawasan pesisir Sumatera Barat dengan segenap potensi yang dimilikinya
telah menjadi magnet yang menarik berbagai pihak para pemangku kepentingan
untuk melakukan kegiatan ekploitasi sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Salah satu dampak negatif yang mengemuka dan perlu mendapat perhatian akibat
berlangsungnya kegiatan ekploitasi tersebut adalah ancaman terhadap kelestarian
wilayah pesisir. Ancaman tersebut dapat berasal dari pencemaran perairan laut
akibat limbah domestik maupun limbah industri, kegiatan wisata bahari yang
semakin meningkat, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, serta
terjadinya konflik antar masyarakat yang saling berbeda kepentingan dalam
pemanfaatan ruang pesisir.
Semakin meningkatnya pemanfaatan ruang di wilayah pesisir, dengan
berbagai aktivitas kegiatan manusia, tentu akan memberikan tekanan bagi
kawasan-kawasan habitat hidup bagi berbagai organisme pesisir, seperti
komunitas hutan mangrove, terumbu karang (coral reef) dan padang lamun (sea
grass). Jika terjadi degradasi pada kawasan ini tentu juga akan berpengaruh bagi
keberlangsungan daya dukung lingkungan terhadap kehidupan masyarakat.
Provinsi Sumatera Barat terletak di pantai barat pulau Sumatera dan
berada antara 0o 54’ Lintang Utara dan 3o 30’ Lintang Selatan serta antara 98o 36’
dan 101o 53’ Bujur Timur. Sebelah Timur berbatas dengan Provinsi Riau dan
Provinsi Jambi, sebelah Barat dengan Samudera Indonesia, sebelah Utara
dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu.
Provinsi Sumatera Barat mempunyai 19 kabupaten / kota, dan dari sembilan belas
kabupaten / kota, ada 7 (tujuh) kabupaten / kota yang mempunyai wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir
Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman
Barat, Kota Padang dan Kota Pariaman.
Berdasarkan Peta dari Badan Informasi Geospasial (BIG), luas
pengelolaan ruang laut Sumatera Barat 0 – 12 mil seluas 37.355,46 Km dan
panjang pantai pesisir dan pulau-pulau kecil 2.312,71 Km. Sedangkan Data
Kementrian Kelautan dan Perikanan (Tahun 2009) bahwa hasil penamaan
(toponimi) pulau-pulau di Sumatera Barat berjumlah 185 buah.
Pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sumatera
Barat secara langsung dan tidak langsung telah memunculkan beberapa isu.
Secara umum, isu pengelolaan ini yang ada adalah Sumberdaya manusia yang
masih rendah menghambat penyerapan keterampilan dan teknologi yang
diperlukan untuk peningkatan pembangunan; Belum terintegrasinya dengan baik
penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengakibatkan
pembanguanannya dilakukan secara parsial; Pengembangan sarana dan
prasarana yang belum memadai mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
eknomi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; Pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang belum optimal memperlambat laju
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; Bencana Alam
Berdampak merusak sumberdaya alam dan lingkungan serta kehidupan
masyarakat; Penataan, kesadaran, kepastian, penegakan dan kedaulatan hukum
belum optimal mengancam kelestarian sumberdaya alam, lingkungan, dan
kehidupan masyarakat; Pengelolaan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau
kecil belum optimal sehingga belum terjaganya kelestarian sumberdaya kawasan.
Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Dokumen Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Periode 2014-2033 pada Tahun 2013, dan
Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten/Kota. Sejalan dengan
amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
terjadi perubahan kewenangan Provinsi dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir
dimana semula 4-12 mil menjadi 0-12 mil. Berkaitan dengan hal tersebut
diperlukan Dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan
Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar
perizinan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing. Izin
Lokasi diberikan dalam luasan dan waktu tertentu.
II-21
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT
Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
36 Pulau Babi Bayang 010 19’ 24” 1000 28’ 29”
37 Pulau Babi Ketek Bayang 010 19’ 50” 1000 28’ 23”
38 Pulau Nibuang Api-Api Bayang 010 18’ 08” 1000 29’ 09”
39 Pulau Batu Puti Bayang 010 18’ 40” 1000 29’ 39”
40 Pulau Semangki Gadang Bayang 010 20’ 44” 1000 31’ 11”
41 Pulau Semangki Ketek Bayang 010 20’ 32” 1000 31’ 09”
42 Pulau Batu Dandang Bayang 010 20’ 47” 1000 31’ 07”
43 Pulau Aua Gadang IV Jurai 010 23’ 34” 1000 29’ 24”
44 Pulau Aua Ketek IV Jurai 010 24’ 32” 1000 29’ 29”
45 Pulau Batu Kereta IV Jurai 010 21’ 14” 1000 33’ 51”
46 Pulau Cingkuak IV Jurai 010 21’ 14” 1000 33’ 33”
Pulau Batu Dandang
47 IV Jurai 010 22’ 30” 1000 33’ 31”
Selatan
48 Pulau Batu Badatuih IV Jurai 010 24’ 41” 1000 29’ 33”
49 Pulau Batu Mandi Ateh IV Jurai 010 24’ 06” 1000 29’ 32”
50 Pulau Batu Mandi Tangah IV Jurai 010 24’ 12” 1000 29’ 30”
Pulau Niabuang Sungai
51 IV Jurai 010 22’ 29” 1000 33’ 32”
Nipah
52 Pulau Batu Nago Batang Kapas 010 24’ 27” 1000 33’ 21”
53 Pulau Penyu Sutera 010 30’ 02” 1000 26’ 18”
Pulau Gosong Ampiang
54 Sutera 010 43’ 13” 1000 35’ 24”
Parak
55 Pulau Karabak Gadang Sutera 010 39’ 45” 1000 30’ 29”
56 Pulau Karabak Ketek Sutera 010 36’ 18; 1000 33’ 16”
57 Pulau Kasiak Taratak Sutera 010 35’ 10” 1000 37’ 43”
Linggo Sari
58 Pulau Katang-Katang 010 53’ 19” 1000 34’ 14”
Baganti
Linggo Sari
59 Pulau Baringin 010 54’ 34” 1000 38’ 20”
Baganti
60 Pulau Pieh Ulakan Tapakis 000 52’ 27” 1000 06’ 01”
61 Pulau Anso Pariaman Tengah 000 38’ 31” 1000 05’ 57”
62 Pulau Kasiak Pariaman Utara 000 35’ 47” 1000 04’ 29”
63 Pulau Tangah Pariaman Tengah 000 38’ 51” 1000 06’ 05”
64 Pulau Ujuang Pariaman Tengah 000 39’ 37” 1000 06’ 39”
65 Pulau Amanna Siberut Utara 010 02’ 28” 980 56’ 60”
66 Pulau Atei Pagai Utara 020 35’ 06” 990 57’ 53”
67 Pulau Bakatmenuang Sikakap 020 46’ 37” 1000 13’ 35”
68 Pulau Bakatpeigu Sikakap 020 47’ 57” 1000 10’ 07”
Siberut Barat
69 Pulau Barekai 010 41’ 15” 990 17’ 21”
Daya
70 Pulau Berikopek Pagai Selatan 030 15’ 46” 1000 26’ 17”
71 Pulau Berikuret Pagai Selatan 030 17’ 10” 1000 27’ 26”
72 Pulau Beriloga Sabeu Pagai Selatan 030 28’ 46” 1000 39’ 35”
73 Pulau Beriloga Sigoiso Pagai Selatan 030 27’ 12” 1000 41’ 02”
74 Pulau Beriulou Pagai Selatan 030 14’ 42” 1000 25’ 56”
Siberut Barat
75 Pulau Beuasak 010 44’ 10” 990 17’ 42”
Daya
76 Pulau Bitoyat Sabeu Pagai Selatan 030 01’ 02” 1000 09’ 08”
77 Pulau Bitoyat Sigoiso Pagai Selatan 030 00’ 02” 1000 09’ 57”
Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
Siberut Barat
78 Pulau Botiek 010 51’ 00” 990 18’ 42”
Daya
79 Pulau Bugeisabeu Siberut Tengah 030 29’ 09” 990 10’ 26”
80 Pulau Bugeisigoiso Siberut Tengah 010 29’ 42” 990 11’ 01”
Pulau Bukkusimapususitka
81 Sipora Utara 010 59’ 32” 990 33’ 15”
Yaman
82 Pulau Bulak Pagai Utara 020 33’ 27” 1000 03’ 14”
83 Pulau Ibanlaut Sikakap 020 50’ 51” 1000 09’ 02”
Siberut Barat
84 Pulau Jujuat 010 48’ 37” 990 02’ 45”
Daya
Siberut Barat
85 Pulau Karamajat 010 55’ 05” 990 18’ 15”
Daya
86 Pulau Kasik Pagai Selatan 030 04’ 03” 1000 14’ 44”
Siberut Barat
87 Pulau Koroniki 010 50’ 11” 990 08’ 46”
Daya
88 Pulau Labatjau Pagai Selatan 310 05’ 04” 1000 28’ 08”
89 Pulau Langgairak Siberut Utara 010 03’ 51” 980 57’ 25”
90 Pulau Laplap Siberut Tengah 010 28’ 10” 990 10’ 16”
91 Pulau Lebuat Sabeu Pagai Selatan 030 07’ 29” 1000 14’ 38”
92 Pulau Lebuat Sigoiso Pagai Selatan 030 07’ 06” 1000 14’ 02”
Siberut Barat
93 Pulau Libbut 010 46’ 18” 990 16’ 00”
Daya
Siberut Barat
94 Pulau Logui 010 43’ 09” 990 15’ 25”
Daya
95 Pulau Lumut Sikakap 020 49’ 30” 1000 10’ 25”
Siberut Barat
96 Pulau Mainu 010 51’ 00” 990 18’ 42”
Daya
97 Pulau Malitau Pagai Selatan 030 12’ 19” 1000 30’ 06”
Siberut Barat
98 Pulau Maseai 010 41’ 18” 990 14’ 26”
Daya
99 Pulau Masusu Sikakap 020 48’ 57” 1000 10’ 05”
100 Pulau Maturugougou Pagai Selatan 030 11’ 31” 1000 29’ 08”
Siberut Barat
101 Pulau Niau 010 51’ 50” 990 05’ 10”
Daya
102 Pulau Nukok Sipora Utara 020 13’ 01” 990 32’ 26”
Siberut Barat
103 Pulau Nyangnyang 010 49’ 35” 990 16’ 04”
Daya
104 Pulau Pacabla Pagai Selatan 030 12’ 50” 1000 27’ 35”
105 Pulau Pacabla Sigoiso Pagai Selatan 030 12’ 23” 1000 26’ 59”
Kab. Kep
106 Pulau Pagai Selatan 030 00’ 05” 1000 19’ 52”
Mentawai
Kab. Kep
107 Pulau Pagai Utara 020 42’ 41” 1000 05’ 31”
Mentawai
Siberut Barat
108 Pulau Pananggalat Sabeu 010 54’ 09” 990 18’ 55”
Daya
Siberut Barat
109 Pulau Pananggalat Sigoiso 010 53’ 48” 990 18’ 52”
Daya
Siberut Barat
110 Pulau Panderai 010 38’ 05” 990 12’ 59”
Daya
Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
111 Pulau Panjangsaibi Siberut Tengah 010 21’ 38” 990 06’ 59”
112 Pulau Pela Siberut Utara 010 00’ 57” 980 57’ 45”
113 Pulau Pubagguuat Sipora Selatan 020 22’ 17” 990 44’ 45”
Pulau Bukkusimapususima
114 Sipora Utara 010 59’ 35” 990 33’ 19”
Barek
Pulau Bukkusimapususima
115 Sipora Utara 010 39’ 35” 990 36’ 13”
Piok
116 Pulau Pitoiat Sabeu Sipora Utara 020 07’ 51” 990 31’ 58”
117 Pulau Pitoiat Sigoiso Sipora Utara 020 07’ 06” 990 31’ 26”
118 Pulau Rangehrangerak Siberut Tengah 010 22’ 54” 990 06’ 49”
119 Pulau Putoutougat Sipora Utara 020 00’ 43” 990 33’ 42”
120 Pulau Raggi Sikakap 020 50’ 00” 1000 10’ 36”
121 Pulau Raggi Pagai Selatan 030 10’ 31” 1000 24’ 44”
122 Pulau Rarabugei Pagai Selatan 030 30’ 39” 1000 24’ 23”
123 Pulau Rausabeu Sipora Utara 010 57’ 56” 990 34’ 09”
124 Pulau Rausimaipok Sipora Utara 010 57’ 55” 990 34’ 12”
125 Pulau Rausitkalaut Sipora Utara 010 57’ 53” 990 34’ 15”
126 Pulau Sanding Pagai Selatan 030 34’ 06” 1000 46’ 57”
127 Pulau Siamila Pagai Selatan 030 13’ 45” 1000 29’ 32”
128 Pulau Siatanusa Pagai Selatan 030 13’ 01” 1000 29’ 03”
129 Pulau Siatjak Bulat Sigoiso Pagai Utara 020 37’ 41” 990 58’ 33”
130 Pulau Siatjak Sabeu Pagai Utara 020 37’ 37” 990 58’ 31”
131 Pulau Siatjak Sigoiso Pagai Utara 020 37’ 41” 990 58’ 33”
132 Pulau Sibarubaru Pagai Selatan 030 17’ 20” 1000 20’ 30”
133 Pulau Sibigeu Pagai Selatan 030 04’ 00” 1000 11’ 08”
Siberut Barat
134 Pulau Sibiti 010 43’ 49” 990 18’ 33”
Daya
135 Pulau Siburu Sipora Utara 010 58’ 59” 990 35’ 30”
136 Pulau Sigogoa Pagai Utara 020 36’ 00” 990 58’ 18”
137 Pulau Sikatsila Pagai Selatan 030 09’ 23” 1000 26’ 25”
138 Pulau Silabulabu Sabeu Pagai Utara 020 45’ 08” 990 58’ 06”
139 Pulau Silabulabu Sigoiso Pagai Utara 020 45’ 24” 990 59’ 25”
Siberut Barat
140 Pulau Siloina 010 46’ 49” 990 17’ 45”
Daya
141 Pulau Simaileppet Siberut Selatan 010 33’ 44” 990 12’ 07”
142 Pulau Simasingitngit Pagai Selatan 020 58’ 56” 1000 25’ 31”
143 Pulau Simakakkang Sipora Utara 010 59’ 29” 990 34’ 18”
144 Pulau Simaleguk Sabeu Pagai Selatan 030 512’ 29” 1000 24’ 05”
145 Pulau Simaleguk Sigoiso Pagai Selatan 030 13’ 36” 1000 24’ 50”
Siberut Barat
146 Pulau Simasit 000 57’ 11” 980 57’ 19”
Daya
147 Pulau Simungguk Pagai Selatan 030 15’ 57” 1000 34’ 15”
148 Pulau Siniai Pagai Utara 020 46’ 50” 990 58’ 52”
149 Pulau Siopa Sabeu Sikakap 020 52’ 41” 1000 10’ 00”
150 Pulau Siopa Sigoiso Sikakap 020 53’ 23” 1000 10’ 44”
Kab. Kep
151 Pulau Sipora 020 11’ 14” 990 38’ 46”
Mentawai
152 Pulau Siroso Sikakap 020 51’ 13” 1000 08’ 33”
153 Pulau Siruamata Sipora Selatan 020 22’ 11” 990 43’ 47”
Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
154 Pulau Sitkaleleu Sipora Utara 010 57’ 51” 990 34’ 03”
155 Pulau Solaut Pagai Selatan 030 12’ 41” 1000 17’ 58”
156 Pulau Soumang Pagai Selatan 030 14’ 26” 1000 31’ 24”
157 Pulau Sigulagula Pagai Selatan 030 12’ 24” 1000 30’ 46”
Pulau Soumang Pagai
158 Pagai Selatan 030 07’ 48” 1000 18’ 16”
Selatan
159 Pulau Tanopo Pagai Selatan 030 11’ 25” 1000 30’ 35”
160 Pulau Tobbou Sipora Selatan 020 20’ 17” 990 43’ 20”
161 Pulau Tumbang Siberut Utara 010 02’ 31” 980 57’ 31”
162 Pulau Umatsiteut Sipora Utara 020 01’ 19” 990 36’ 42”
163 Pulau Tangahtiku Tanjung Mutiara 000 24’ 43” 990 54’ 08”
164 Pulau Ujuangtiku Tanjung Mutiara 000 25’ 23” 990 53’ 59”
165 Pulau Aie Koto Tangah 01o 52′ 29″ 100o 12′ 18″
166 Pulau Bindalang Padang Selatan 00o 59′ 04″ 100o 12′ 30″
167 Pulau Kasiak Gadang Lubuk Bagaluang 01o 01′ 09″ 100o 21′ 45″
Bungus Teluk
168 Pulau Kasiakbungus 01o 02′ 04″ 100o 23′ 50″
Kabung
169 Pulau Kasiak Sibonta Padang Barat 00o 57′ 17″ 100o 14′ 08″
170 Pulau Pandan Padang Barat 00o 56′ 58″ 100o 08′ 23″
Bungus Teluk
171 Pulau Pasumpahan 01o 07′ 04″ 100o 22′ 03″
Kabung
172 Pulau Pisang Gadang Padang Selatan 00o 59′ 35″ 100o 20′ 22″
173 Pulau Pisang Ketek Padang Selatan 00o 59′ 28″ 100o 21′ 12″
174 Pulau Sao Koto Tangah 00o 51′ 31″ 100o 18′ 06″
Bungus Teluk
175 Pulau Setan 01o 07′ 10″ 100o 22′ 53″
Kabung
176 Pulau Sibonta Padang Barat 00o 57′ 22″ 100o 13′ 49″
Bungus Teluk
177 Pulau Sikuai 01o 07′ 40″ 100o 21′ 10″
Kabung
Bungus Teluk
178 Pulau Sinyaru 01o 04′ 32″ 100o 17′ 49″
Kabung
Bungus Teluk
179 Pulau Sirandah 01o 07′ 20″ 100o 20′ 27″
Kabung
180 Pulau Toran Lubuk Bagaluang 01o 12′ 16″ 100o 10′ 25″
181 Pulau Talena Lubuk Bagaluang 01o 00′ 02″ 100o 22′ 32″
Bungus Teluk
182 Pulau Ula 01o 07′ 09″ 100o 21′ 23″
Kabung
183 Pulau Bando Sumatera Barat 00o 45′ 38″ 99o 59′ 48″
184 Pulau Bintangua Sumatera Barat 01o 08′ 54″ 100o 19′ 50″
185 Pulau Sironjong Sumatera Barat 01o 08′ 38″ 100o 21′ 29″
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2009).
1.4.3 Batimetri
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2017 2018 2019 2020 2021
Tahun
Kep. Mentawai Pes. Selatan Pdg. Pariaman
Agam Series5 Padang
Pariaman
Gambar 1.3. Grafik Jumlah Penduduk Tahun 2017 – 2021 di Tujuh Kabupaten/
Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat.
Pariaman 2,28
Padang -0,37
Kabupaten / Kota
Agam 2,34
Gambar 1.5 Peta Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan RZWP3K Provinsi Sumatera Barat.
BAB II
Pola arus musim barat dan musim timur di Sumatera Barat berturut-turut
disajikan dalam Gambar 2.1, Gambar 2.2, Gambar 2.3 dan Gambar 2.4. Secara
umum pola arus hasil simulasi berdasarkan musim terlihat bervariasi baik secara
spasial maupun temporal, namun secara tegas terlihat terdapat dua arah arus
dominan pada keempat musim tersebut. Pada saat musim barat dan musim
peralihan 1 arah arus dominan bergerak menuju barat hingga tenggara, sebaliknya
ketika musim timur dan musim peralihan 2 arah arus dominan bergerak menuju
timur hinga timur laut. Secara kasat mata rata-rata kecepatan arus secara spasial
terlihat bervariasi, baik di perairan Kepulauan Mentawai maupun di pesisir barat
Pulau Sumatera. Kecepatan arus surut menuju pasang musim barat berkisar
antara 0,05-0,35 m/det, kecepatan arus surut menuju pasang musim timur
berkisar antara 0,05- 0,3 m/det, arus pasang menuju surut musim barat berkisar
antara 0,05 -0,2 m/det, dan arus pasang menuju surut musim timur berkisar antara
0,05-0,2 m/det.
Kecepatan arus rata-rata di Kota Padang sebesar 20,41cm/det (BPSPL
Padang, 2011), dan kecepatan arus di perairan Kota Pariaman pada bagian
permukaan bervariasi antara 3.00 – 29,00 cm/dtk dengan rata-rata 14 cm/det
(BPSPL Padang, 2011) Kecepatan arus yang bergerak di perairan Kepulauan
Mentawai berkisar antara 0,21-0,67 m/s. Sedangkan arus permukaan bergerak
dari arah utara menuju selatan yang terjadi sepanjang tahun. Hal ini berpengaruh
pada pola distribusi komposisi kimia dan biologi perairan.
Penelitian Sugianto dan Agus (2007) bahwa pola pergerakan arus di
perairan pantai Sumatera Barat di pengaruhi oleh pasut serta pola arus regional di
Samudera Hindia. Dari hasil pengamatan lapangan, kecepatan arus terbesar
terjadi pada musim peralihan dengan kecepatan maksimal mencapai 0,358 -0,397
m/det dengan arah dominan ke tenggara hingga selatan. Pada musim timur
kecepatan arus maksimal mencapai 0,22-0,24 m/det dengan arah dominan
tenggara. Sedangkan pada musim barat kecepatan arus maksimal 0,22-0,29
m/det dengan arah dominan kearah utara hingga selatan.
Gambar 2.1 Peta Pola Arus Surut Menuju Pasang Musim Barat di Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.2 Peta Pola Arus Surut Menuju Pasang Musim Timur di Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.3 Peta Pola Arus Pasang Menuju Surut Musim Barat di Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.4 Peta Pola Arus Pasang Menuju Surut Musim Timur di Provinsi Sumatera Barat
2.1.2 Gelombang
Gelombang laut adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah
tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal.
Gelombang laut disebabkan oleh angin. Tinggi gelombang signifikan (significant
wave height) adalah rata-rata tinggi gelombang (dari puncak ke lembah) dari
sepertiga gelombang laut tertinggi Tinggi gelombang signifikan didefinisikan
sebagai rata – rata 1/3 tinggi gelombang tertinggi. Tinggi gelombang ini dapat
digunakan untuk menunjukkan sea state (kondisi stabil laut).
Input utama yang digunakan dalam pemodelan gelombang adalah
batimetri dan angin. Data batimetri di peroleh dari C-Map Maxsea Norway,
selanjutnya data batimetri diinterpolasi ulang untuk memperoleh data yang lebih
halus. Data angin diperoleh dari ECMWF (European Centre for Medium-Range
Weather Forecasts) yang merupakan data reanalisis dari gabungan data seluruh
Badan Meteorologi dunia. Data angin mempunyai inverval waktu tiap 6 jam
dengan resolusi spasial 1.50 x 1.50 dengan cakupan global. Data angin yang
digunakan merupakan data musim barat, musim peralihan 1, mewakili musim timur
dan musim peralihan 2. Hasil model gelombang berupa rata-rata tinggi gelombang
signifikan dan arahnya disajikan dalam Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Gambar 2.5 merupakan hasil model pada musim barat, dan Gambar 2.6
merupakan gelombang musim timur.
Gambar 2.5 Peta Tinggi Gelombang pada Musim Barat Sumatera Barat
Gambar 2.6 Peta Tinggi Gelombang pada Musim Timur Sumatera Barat
2 27 22 29 42 28
3 28 23 27 43 28
4 28 24 28 44 27
5 28 25 27 45 27
6 28 26 27 46 27
7 28 27 27 47 29
8 28 28 28 48 29
9 28 29 28 49 27
10 28 30 27 50 27
11 28 31 29 51 28
12 28 32 27 52 28
13 28 33 28 53 28
14 28 34 28 54 27
15 28 35 28 55 27
16 29 36 27 56 27
17 27 37 27 57 28
18 27 38 29 58 28
19 28 39 27 59 28
20 28 40 27 60 28
2.1.4 Salinitas
Berdasarkan hasil pengukuran salinitas perairan yang telah dilakukan pada
stasiun pengamatan di perairan laut di Provinsi Sumatera Barat salinitas terukur
berkisar mulai dari 15 ppm hingga 34,5 ppm, dimana salinitas terendah dan
tertinggi ini terdapat pada perairan laut yang sama yaitu kabupaten Pesisir
Selatan. Jika dilihat dari rata-rata salinitas terukur pada kawasan laut Provinsi
Sumatera Barat salinitas yang ada mendukung untuk kehidupan biota laut sesuai
pada acuan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang
baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut, yaitu berkisar antara 33 ppm – 34
ppm (Tabel 2.2 dan Gambar 2.8).
Tabel 2.2 Salinitas Perairan Laut Provinsi Sumatera Barat.
Kabupaten Pesisir Selatan
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas 0/00 ppm) No. Salinitas 0/00 ppm)
ppm)
1. 20 13. 33 25. 29
2. 30 14. 33 26. 31
3. 33 15. 29 27. 31
4. 34 16. 29 28. 32
5. 31 17. 30 29 30
6. 32 18. 30 30. 29
7. 34,5 19. 31 31. 31
8. 31 20. 33 32. 30
9. 15 21. 31 33. 30
10. 31 22. 31 34. 31
11. 32 23. 30 35. 32
12. 31 24. 32
Kota Padang
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas (0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1. 33 9. 34 17. 33
2. 34 10 34 18. 34
3. 34 11. 31 19. 30
4. 32 12. 31 20. 22
5. 32 13. 33 21. 32
6. 33 14. 32 22. 33
7. 34 15. 33 23. 34
8. 33 16. 34 24. 35
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas (0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1. 32 10. 34 19. 31
2. 31 11. 33 20. 34
3. 31 12. 34 21. 20
4. 34 13. 34 22. 28
5. 31 14. 32 23. 34
6. 31 15. 32 24. 34
7. 33 16. 32 25. 32
8. 32 17. 33
9. 34 18. 30
Kabupaten Agam
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas 0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1. 32 9. 30 17. 32
2. 32 10. 30 18. 31
3. 32 11. 32 19. 30
4. 32 12. 30 20. 31
5. 32 13. 30 21. 30
6. 30 14. 32 22. 32
7. 30 15. 28 23. 30
8. 18 16. 28
Kabupaten Pasaman Barat
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas (0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1 30 14 27 27 29
2 29 15 30 28 31
3 32 16 32 29 31
4 28 17 30 30 30
5 30 18 28 31 26
6 31 19 31 32 29
7 25 20 10 33 32
8 25 21 32 34 31
9 28 22 26 35 32
10 32 23 30 36 30
11 29 24 30 37 30
12 28 25 27 38 31
13 31 26 28 39 30
Kabupaten Kepulauan Mentawai
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas (0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1 33 21 33 41 32
2 33 22 34 42 33
3 34 23 34 43 32
4 33 24 32 44 33
5 34 25 33 45 33
6 32 26 33 46 32
7 33 27 33 47 33
8 32 28 34 48 34
9 33 29 33 49 32
10 33 30 32 50 33
11 32 31 32 51 32
12 32 32 32 52 33
13 32 33 32 53 33
14 33 34 33 54 32
15 34 35 32 55 33
16 33 36 33 56 34
17 33 37 33 57 34
18 32 38 32 58 33
19 32 39 32 59 33
20 32 40 32 60 34
2.1.5 Khlorofil
Klorofil
Berdasarkan hasil pengukuran klorofil perairan yang telah dilakukan pada
stasiun pengamatan di perairan laut di Provinsi Sumatera Barat klorofil terukur
berkisar mulai dari 0,047 mg/l – 32,51 mg/l, dimana klorofil paling rendah terdapat
pada kawasan laut Kabupaten Pasaman Barat dan klorofil tertinggi terdapat pada
perairan laut Kota Padang. Jika dilihat dari rata-rata klorofil terukur pada kawasan
laut Provinsi Sumatera Barat maka klorofil yang ada pada perairan menyatakan
perairan tersebut subur dan sangat baik bagi hidup biota laut di perairan tersebut
(Tabel 2.3 dan Gambar 2.9). Gambar Peta Arus berdasarkan data hasil survey
dan Citra Satelit Aqua Modis Tahun 2015 terdapat pada gambar di bawah ini.
Teluk R.a 94 3133,33 94,95 1,00 50,00 4119,73 13,73 71,80 216,75
Betung
S.a 2 66,67 2,02 0,33 16,67 1443,94 4,81 25,17 43,85
Panasahan R.a 235 7833,33 99,58 1,00 75,00 6611,96 22,04 91,57 266,14
Jumlah 236 7866,67 100,00 1,33 100,00 7220,99 24,07 100,00 300,0
Pulau R.a 75 2500.00 70.09 1.00 25.00 3359.92 11.20 72.02 167.11
Marak
S.a 2 66.67 1.87 0.67 16.67 730.02 2.43 15.65 34.18
Jumlah 107 3566.67 100 4.00 100 4665.42 15.55 100 300
Kapo Kapo R.a 84 2800,00 61,76 1,00 50,00 2387,92 7,96 58,33 170,10
Jumlah 136 4533,33 100,00 2,00 100,00 4093,56 13,65 100,00 300,0
Pulau R.a 156 5200.00 98.73 1.00 75.00 4625.95 15.42 99.22 272.95
Cubadak
B.g 2 66.67 1.27 0.33 25.00 36.43 0.12 0.78 27.05
Jumlah 160 5266.67 100.00 1.33 100.00 4696.19 15.54 100.00 300.0
Teluk R.a 224 7466,67 98,68 1,00 75,00 4876,32 16,25 99,11 272,79
Mandeh
C.t 3 100,00 1,32 0,33 25,00 43,61 0,15 0,89 27,21
Jumlah 227 7566,67 100,00 1,33 100,00 4919,93 16,40 100,00 300,0
Teluk R.a 287 9566,67 89,41 1,00 42,86 3210,12 10,70 84,35 216,61
Betung
R.s 32 1066,67 9,97 1,00 42,86 587,18 1,96 15,43 68,25
Jumlah 321 10700,00 100 2,33 100 3805,72 12,69 100,00 300
Teluk R.a 235 7833,33 100,00 1,00 100 8016,84 26,72 100 300,00
Mandeh II
Jumlah 235 7833,33 100 1,00 100 8016,84 26,72 100,00 300
Sungai R.a 113 3766.67 40.65 1.00 18.75 3854.37 12.85 66.39 125.79
Nyalo
S.h 73 2433.33 26.26 1.00 18.75 809.67 2.70 13.95 58.96
Jlh 278 9266.67 100.00 5.33 100.00 5805.63 19.35 100.00 300.00
Sungai R.a 176 5866,67 81,86 1,00 42,86 5976,06 19,92 89,71 214,42
Pinang
L.l 7 233,33 3,26 0,67 28,57 351,78 1,17 5,28 37,11
Jumlah 215 7166,67 100,00 2,33 100,00 6661,74 22,21 100,00 300,00
Keteragan :
K : Kerapatan KR : Kerapatan Relatif
F : Frequensi FR : Frequen Relatif
BA : Basal Area D : Dominasi
DR : Dominasi Relatif NP : Nilai Penting
Kondisi mangrove yang diteliti adalah di Batang Gasan. Dilihat dari nilai
(NP) Nilai Penting maka yang tertinggi yaitu dari jenis Aegiceras floridum dengan
persentase 250,00 dengan kerapatan individu 666,67 (ind/ha) dan di lokasi
pertama ini hanya di dominasi oleh jenis tersebut sedangkan di lokasi lain terdiri
dari beberapa jenis seperti Sonneratia alba dan Hibiscus tiliaceus namun
kepadatan yang tertinggi ada pada dilokasi ke tiga sebesar 2600,00 (ind/ha) dapat
dilihat pada Tabel 2.6.
Pulau Panjang dengan nilai kerapatan relatif 93,33 jenis ini juga terdapat pada
pulau - pulau lain memiliki tingkat kapadatan yang cukup tinggi dan dapat dilihat
pada Tabel 2.7.
Kabupaten Mentawai
Dari hasil pengukuran di setiap lokasi Rhizophora mucronata mendominasi
dengan nilai tertinggi pada kepadatan mencapai 1900 (ind/ha) jenis ini berada
pada barisan terdepat pada ekosistem yang langsung berhadapan dengan laut
lepas sedangkan nilai terendah yaitu Rhizophora apiculata dan Ceriops tagal
dengan nilai kerapatan 100 (ind/ha) hal ini mempengaruhi nilai penting dari
dominasi beberapa jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Penghitungan Struktur Komunitas Spesies Mangrove Kab.
Mentawai.
Pulau Pagai Utara dan Selatan
No Lokasi/Jenis K (ind/ha) KR (%) DR (%) NP (%)
Desa Sikakap
1 Rhizophora mucronata 1200 100 100 200
Desa Sikakap
1 Rhizophora mucronata 900 81.8 82.6 164.4
2 Ceriops tagal 200 18.2 17.4 35.6
Desa Sinakak
1 Rhizophora mucronata 700 63.6 83.6 147.2
2 Bruguiera gymnorrhiza 300 27.3 9.7 36.9
3 Bruguiera cylindrical 100 9.1 6.8 15.9
Pulau Siberut
No Lokasi/Jenis K (ind/ha) KR (%) DR (%) NP (%)
Desa Katurai
1 Rhizophora mucronata 1000 58.8 53.5 112.3
2 Rhizophora stylosa 700 41.2 46.5 87.7
1. Desa Katurai
1 Rhizophora mucronata 100 5.9 9.4 15.3
2 Rhizophora stylosa 400 23.5 18.2 41.7
3 Rhizophora apiculata 1200 70.6 72.4 143.0
2. Desa Katurai
1 Rhizophora mucronata 1000 58.8 53.5 112.3
2 Rhizophora stylosa 700 41.2 46.5 87.7
1 3. Desa Katurai
2 Rhizophora mucronata 1900 100 100 200
1 Desa Muara Siberut
2 Bruguiera cylindrica 600 40 44.1 84.1
3 Rhizophora stylosa 900 60 55.9 115.9
1 Desa Maileppet
2 Rhizophora mucronata 1200 85.7 88.6 174.3
3 Ceriops decandra 200 14.3 11.4 25.7
Pulau Siberut
No Lokasi/Jenis K (ind/ha) KR (%) DR (%) NP (%)
Desa Cimpungan
1 Rhizophora mucronata 1700 100 100 200
Desa Saibi Samukop
1 Rhizophora mucronata 200 25.0 2.6 27.6
2 Rhizophora stylosa 200 25.0 3.2 28.2
3 Rhizophora apiculata 100 12.5 0.8 13.3
4 Sonneratia caseolaris 200 25.0 91.8 116.8
5 Ceriops tagal 100 12.5 1.5 14.0
Desa Saibi Samukop
1 Rhizophora mucronata 600 37.5 40.4 77.9
2 Rhizophora stylosa 500 31.3 32.8 64.0
3 Ceriops tagal 400 25.0 21.0 46.0
4 Bruguiera cylindrica 100 6.3 5.8 12.1
Desa Silaguma
1 Sonneratia caseolaris 200 25.0 91.8 116.8
2 Ceriops tagal 100 12.5 1.5 14.0
Sumber: BPSPL Padang (2015).
Keterangan :
Kerapatan (K),
Kerapatan Relatif (KR)
Dominansi Relatif (DR)
Nilai Penting (NP)
Dari kondisi terumbu karang yang ada di pulau – pulau diatas maka dapat
dilihat kondisi dalam tergolong sedang namun di Pulau Bindalang persen
penutupan sangat baik dengan 77,83, Pulau Sibonta 34,2 %, Pulau Pasumpahan
47,90 %, Pulau Toran 36,27 %, Pulau Pandan 48,87 % dan Pulau Air 27,33 %
dapat dilihat pada Tabel 2.11.
Kabupaten Agam hanya memiliki Dua Pulau yaitu Pulau Tangah dan Pulau
Ujuang dengan persentase penutupan tergolong kondisi baik dengan penutupan
berkisar antara 48 – 55,5 persen (Tabel 2.14). Luas terumbu karang di perairan
kabupaten Agam adalah 16.20 ha.
Tabel 2.14 Kondisi Penutupan Kabupaten Agam
No Lokasi Persen penutupan Kondisi
1 Pulau Tangah 48, Baik
2 Pulau Ujuang 55,5 Baik
Sumber: BPSPL Padang (2011).
Tabel 2.16 Kondisi Persentase Tutupan Terumbu Karang Hidup Kep. Mentawai.
No Lokasi Persentase Penutupan Karang Kriteria
Hidup (%)
1 Pesisir Timur Pagai 35,50 Sedang
Selatan
Pada Tabel 2.16 di atas kondisi karang masih tergolong kondisi baik dan
sedang dan rusak nilai berkisar antara 11,00 – 53,50 persen yang baik pada Pulau
Karangmajat karena kondisi perairan yang baik. Pada Pulau Siberut bagian
selatan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, Karang Pocillopora verrucosa
merupakan jenis yang paling dominan, diikuti oleh karang dari marga Porites dan
Favia.
Kota Padang
Lamun di Kota Padang terdapat di Pulau Pasumpahan dan Taman
Nirwana. Jenis yang ada adalah Thalassia hemprichii (Tabel 2.19).
Kabupaten Mentawai
Lamun di Kabupaten Kepulauan Mentawai di Saumanganyak, Sinakak,
Matobe, Mara, Bosua, Katurai, Mailepet, Cimpungan dan beberapa daerah pesisir
lainnya. Lokasi dan sebaran lamun terdapat pada Tabel dibawah ini (Tabel 2.21).
Tabel 2.21 Sebaran Padang Lamun di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Pulau Desa Jenis Tutupan Kerapatan Kondisi
(%) (Ind/m 2)
Pagai Saumanganyak Enhalus acoroides 35 318 Kurang
Cymodocea 25 Kaya
rotundata
Sinakak Enhalus acoroides 46 325 Kurang
Kaya
Sipora Matobe Enhalus acoroides 42 165 Kurang
Kaya
Tabel 2.22 Kuota Sumberdaya Ikan dan Kuota Usaha Penangkapan Ikan
Provinsi Sumatera Barat di WPP-NRI 572.
No. Jenis SDI Kuota SDI Kuota UPI
(ton/tahun) (ton/tahun)
1. Ikan pelagis besar 453 267
2. Ikan pelagis kecil 2.565 1.973
3. Ikan demersal 2.241 2.241
4. Lobster 34 67
5. Cumi-cumi 83 110
6. Kepiting 399 782
c) Ikan hias, yang umum dijumpai di perairan Sumatera Barat adalah suku
Pomacentridae (29 jenis), Labridae (17 jenis), Chaetodontidae (2 jenis),
Labridae (11 jenis),dan Achanturidae (13 jenis).
Gambar 2.13 Peta Daerah Penangkapan Ikan Tradisional Provinsi Sumatera Barat
Perikanan Tangkap
Produksi ikan laut Sumatera Barat pada tahun 2021 sebesar 199 063,50
ton dengan nilai produksi Rp. 4.764.101.011.000,- (Tabel 2.23). Daerah yang
mempunyai hasil tangkapan ikan laut terbanyak adalah Kabupaten Pasaman Barat
yaitu 94.615,77 ton dengan nilai Rp 2.183.528.682.000,- dan paling rendah adalah
Kota Pariaman yaitu 6.229,81 ton dengan nilai Rp 133.989.813.000,-. Kemudian
produksi perikanan tangkap berdasarkan jenis ikan disajikan pada Tabel 2.24.
Tabel 2.23 Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2021.
No Kabupaten/Kota Produksi (ton) Nilai Produksi
(000 Rp)
1 Kab. Kepulauan Mentawai 9.047,00 289.799.716
2 Kab. Pesisir Selatan 37.721,18 923.996.509
3 Kab. Padang Pariaman 17.920,70 356.073.300
4 Kab. Agam 7.805,95 174.532.563
5 Kabupaten Pasaman Barat 94.615,77 2.183.528.682
6 Kota Padang 25.723,08 702.180.428
Tabel 2.24 Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut
Menurut Jenis Biota Tahun 2021.
No. Jenis Ikan Produksi (ton) Nilai Produksi (000Rp)
A. Ikan : 192.797,25 8.329.756.622
1. Sebelah 1.416,94 35.113.075
2. Lidah 2.887,29 53.542.720
3. Peperek 6.552,78 34.477.556
4. Manyung 1.191,07 19.18.620
5. Biji Nangka 3.121,07 42.153.490
6. Kakap Merah/Bambangan 2.496,38 145.742.845
7. Kerapu 5.714,39 333.466.452
8. Lencam 73,57 1.544.730
9. Kakap Putih 1.046,43 49.575.700
10. Kurisi 3.465,62 60.530.476
11. Sewanggi/Mata Besar 121,61 3.887.670
12. Gulamah/Tigawaja 3.443,56 52.121.370
13. Cucut 101,85 1.883.100
14. Pari 1.787,22 33.353.115
15. Bawal Hitam 1.903,91 87.501.180
16. Bawal Putih 855,68 64.540.680
17. Sunglir 77,45 1.544.480
18. Layang 3.754,80 83.738.610
19. Selar 6.480,28 153.830.204
20. Kuwe 6.029,92 219.135.349
21. Tetengkek 4.143,19 77.496.742
22. Belanak 1.667,38 18.613.940
23. Kuro/Senangi 1.840,08 51.686.661
24. Julung- julung 1.928,99 8.752.943
25. Teri 5.612,31 90.378.647
26. Japuh 2.386,63 14.587.147
27. Tembang 4.853,96 74.683.498
28. Albakora 120,98 3.197.265
29. Golok-golok/Parang-parang 1.271,10 15.647.940
30. Kembung 20.450,21 561.281.586
31. Tenggiri Papan 2.707,55 118.454.848
32. Tenggiri 2.607,28 136.637.570
33. Layur 4.249,93 105.749.866
34. Tuna 4.200,59 144.769.327
35. Cakalang 9.264,98 211.806.325
36. Tongkol 19.754,30 382.868.720
37. Talang-Talang 1.974,70 45.519.940
38. Siro 288,65 7.134.805
39. Setuhuk Hitam 1.033,58 32.049.588
Kerang Mutiara
2.4.3 Pariwisata
di perairan Samudera Hindia, perairan laut yang tenang di kawasan teluk dalam,
serta kawasan berbukti dan bergunung di wilayah bagian Barat.
Tabel 2.27 Nagari Yang Termasuk Dalam Kawasan Mandeh
No Kota / Kabupaten Kecamatan Nagari yang menjadi
Kawsan Perencanaan
1 Kabupaten Pesisir Koto XI Tarusan Nagari Ampang Pulai
Selatan Ngari Carocok Anu
Nagari Mandeh
Nagari Sungai Nyalo
Nagari Sungai Pinang
Nagari Kapuh
Gambar 2.15 Peta Obyek Wisata Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh
Gambar 2.16 Jenis ombak Telescopes dan Turuns di Kab. Kep. Mentawai
merupakan alur strategis bagi migrasi ikan diantara dua daratan pulau Sumatera
dan Mentawai yang berjarak lebih kurang 85 mil.
Ada tiga (3) jenis penyu yang selalu singgah di sepanjang pantai Sumatera
Barat yaitu Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Hijau (Chelonia mydas)
dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Lokasi persarangan (bertelur)
penyu tersebut adalah di pantai pulau dan pantai daratan dengan pusat
konsentrasinya adalah di Pulau Penyu, Pulau Karabak Ketek, Pulau Karabak
Gadang (di Kab. Pesisir Selatan); Pulau Toran, Pulau Pandan (di Kota Padang);
Pulau Pieh (di Kabapaten Padang Pariaman); Pulau Kasiek, dan Pantainya (di
Kota Pariaman); Pulau Telur (di Kabupaten Pasaman Barat), dan Pulau Sanding
(di Kabupaten Kepulauan Mentawai).
Gambar 2.17 Peta Pemanfaatan Ruang Provinsi Sumatera Barat Yang Telah Ada
2.4.9 Pelabuhan
Pelabuhan Perikanan
Provinsi Sumatera Barat telah cukup banyak mempunyai prasana
perikanan dalam hal ini pelabuhan perikanan, yaitu 1 (satu) buah Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS), 2 (dua) buah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dan
12 (dua belas) buah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Di Kota Padang prasarana
perikanan (pelabuhan perikanan) yang ada adalah PPS Bungus, PPI Batang Anai,
TPI Batang Arau, TPI Kampung Batu, TPI Gaung, TPI Mini Ulak Karang, TPI Mini
Teluk Kabung, dan TPI Mini Batung. Di Kabupaten Pesisir Selatan adalah PPP
Carocok Tarusan, PPI Carocok Painan, PPI Surantih, TPI Muaro Gadang, TPI
Muaro Jambu dan TPI Api-api. Di Kabupaten Padang Pariaman adalah PPI Pasir
Baru, TPI Batang Gasan, TPI Ulakan Tapakis dan TPI Batang Anai Ketaping. Di
Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah PPP Sikakap, PPI Tua Pejat dan PPI
Muara Siberut. Di Kabupaten Agam adalah PPI Tiku dan TPI Muaro Putus. Di
Kabupaten Pasaman Barat adalah PPI Air Bangis, dan PPI Sasak. Di Kota
Pariaman adalah PPI Muaro Pariaman, TPI Nareh, TPI Karan Aur, dan TPI Padang
Birik-birik.
Walaupun Provinsi Sumatera Barat sudah memiliki prasarana pelabuhan
perikanan yang cukup, namun prasarana-prasarana tersebut masih ada yang
belum dapat beroperasi secara optimal. Hal ini dikarenakan fasilitas pendukung
yang ada masih belum memadai, oleh sebab itu perlu dilengkapinya fasilitas-
fasilitas pendukung yang dibutuhkan oleh pelabuhan perikanan tersebut.
Pelabuhan Laut
Disamping pelabuhan perikanan, Provinsi Sumatera Barat memiliki
Pelabuhan Laut Umum yang berfungsi untuk angkutan penumpang dan bongkar
muat barang, dan Pelabuhan Laut Khusus yang berfungsi untuk kebutuhan
khusus, seperti dalam pengangkutan barang-barang tambang. Pelabuhan laut
umum yang ada di Sumatera Barat diantaranya terdapat di :
1. Kota Padang :
a) Pelabuhan Teluk Bayur, yang terletak di Kecamatan Bungus Teluk
Kabung. Pelabuhan ini memiliki luas perairan sekitar 6.470 Ha, 434 Ha
daratan, dan 30,89 Ha kolam pelabuhan dengan kedalaman antara
9 – 11 meter. Pelabuhan ini melayani kapal dari dalam dan luar negeri.
Disamping melayani kapal-kapal penumpang dan kargo (barang),
Pelabuhan Teluk Bayur juga melayani bongkar muat dari kapal-kapal
pengangkut barang tambang seperti Semen dan Batu Bara. Pelabuhan
ini dikelola oleh PT Pelindo II.
b) Pelabuhan Bungus, yang terletak di Kecamatan Bungus Teluk
Kabung. Pelabuhan ini melayani kapal yang mengangkut penumpang
dan barang dari Kota Padang ke Kabupaten Kepulauan Mentawai
seperti Tua Pejat, Sikakap dan Siberut dan Sikabaluan maupun
sebaliknya. Pelabuhan ini dikelola PT. Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan (ASDP) Indonesia Persero.
Laut baik yang menempel pada daratan maupun yang tidak menempel pada
daratan serta didirikan di Wilayah Perairan dan Wilayah Yurisdiksi. Kriteria
Bangunan dan Instalasi di Laut meliputi: a. wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi;
b. berada di atas dan/atau di bawah permukaan Laut secara menetap; c.
menempel atau tidak menempel pada daratan; dan d. memiliki fungsi tertentu.
Fungsi tertentu dari bangunan dan instalasi laut meliputi: a. hunian,
keagamaan, sosial, dan budaya; b. perikanan; c. pergaraman; d. wisata bahari; e.
pelayaran; f. perhubungan darat; g. telekomunikasi; h. pengamanan Pantai; i.
kegiatan usaha minyak dan gas bumi; j. kegiatan usaha pertambangan mineral
dan batubara; k. instalasi ketenagalistrikan; l. pengumpulan data dan penelitian;
m. pertahanan dan keamanan; n. penyediaan sumber daya air; dan o.
pemanfaatan air Laut selain energi.
Bangunan dan Instalasi laut di perairan Provinsi Sumatera Barat meliputi:
a. Masjid Terapung Kota Pariaman
b. Masjid Terapung Painan, Kabupaten Pesisir Selatan
c. Jembatan Lolong di Kota Padang
d. Kabel Telekomunikasi Padang- Mentawai.
oleh pesawat tempur Jepang pada serangan udara tahun 1942 di Kampung
Mandas Taroesan di dekat Padang.
Berdasarkan kajian Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir
(LPSDKP) Bungus pada tanggal 13 – 14 Desember 2014 bahwa bangkai kapal
MV. Boelongan Nederland secara keseluruhan masih relatif utuh dengan
kerusakan di beberapa bagian dan sebagian badan kapal telah terbenam di dalam
substrat lumpur dan berada di kedalaman 17 hingga 29 meter. Bangkai kapal
karam terbuat dari material besi dan bagian-bagian kapalnya seperti lambung,
lubang palka, jendela-jendela, haluan, dan buritan masih dapat terlihat jelas dan
masih dapat diidentifikasi. Bangkai kapal karam ini secara fisik hampir patah dua
pada bagian lambung. Di bagian dinding-dinding kapal dan lambung bagian depan
sebagian rusak berat dan terlihat adanya bekas lubang hasil pengeboman oleh
pesawat udara. Kapal ini terdiri dari 2 lantai, antara lantai 1 dan lantai 2 dipisahkan
oleh jendela-jendela. Kapal ini mempunyai 2 tiang besar yang terbuat dari besi dan
sudah patah dan rubuh ke arah ke belakang (buritan) dan posisinya membujur dari
arah timur ke barat. Dinding kabin anjungan tampak rebah ke atas dek di
kedalaman sekitar 20 meter. Bagian kiri dan kanan kapal masih terlihat banyak
tiang-tiang besi yang tinggi melengkung yang diperkirakan sebagai tempat untuk
menggantungkan sekoci (life boat).
Gambar 2.19 Gambar Kapal MV. Boelongan Nederland (Sumber Loka Penelitian
Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LPSDKP) Bungus, 2014)
Tabel 2.30 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Tahun 2017 – 2021
1. Pertanian, Kehutanan, Perikanan 50 587 431,71 52 874 019,45 54 816 149,51 54 368 338,06 55 839 898,04
2. Pertambangan dan Penggalian 9 186 557,56 9 803 520,62 10 567 678,70 10 336 879,51 10 622 607,98
3. Industri Pengolahan 20 956 076,54 21 295 360,64 20 631 171,25 20 733 205,98 22 111 618,16
4. Pengadaan Listrik dan Gas 218 069,66 233 968,81 263 799,83 249 030,56 259 456,99
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
193 177,06 206 923,53 222 639,02 230 273,07 240 289,85
dan Daur Ulang
6. Kontruksi 20 089 937,73 22 295 788,61 24 787 418,50 24 644 988,58 25 810 347,76
7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
32 442 042,29 35 375 218,87 38 247 080,21 38 164 473,46 39 711 300,03
Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 26 444 645,48 29 170 560,84 30 989 097,89 25 277 444,45 25 998 977,45
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2 808 541,62 3 099 719,43 3 502 195,88 2 978 630,99 3 244 764,74
10. Informasi dan Komunikasi 11 036 110,01 12 462 014,53 14 308 768,04 15 583 911,11 16 746 185,17
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 6 483 593,83 6 748 656,04 7 144 680,30 7 347 412,56 8 266 343,48
12. Real Estat 4 240 395,72 4 544 737,40 4 942 307,48 4 997 339,30 5 181 421,34
13. Jasa Perusahaan 925 388,68 989 612,43 1 102 603,83 1 069 382,72 1 086 314,47
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
12 412 793,08 13 323 532,92 15 012 226,55 16 230 468,85 17 325 704,26
Jaminan Sosial Wajib
15. Jasa Pendidikan 8 531 376,13 9 408 403,61 10 699 632,40 11 392 564,43 11 804 693,69
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2 805 325,87 3 111 785,64 3 502 445,14 3 930 966,34 4 249 986,98
17. Jasa Lainnya 3 805 434,58 4 291 182,38 4 922 198,43 4 544 953,49 4 891 080,74
Jumlah 213 166 897,56 229 235 005,75 246 326 411,19 242 080 263,43 253 390 991,14
Dari Tabel 2.32, terlihat bahwa jumlah penduduk miskin tertinggi terdapat
di Kota Padang yaitu sebanyak 48.440 orang, sedangkan yang terendah terdapat
di Kota Pariaman yaitu 3.990 orang. Tetapi bila dilihat dari persentase terhadap
jumlah penduduk di masing-masing kabupaten/kota wilayah pesisir, maka
persentase penduduk miskin tertinggi terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai
yaitu 16,19 % dan yang terendah terdapat di Kota Pariaman yaitu 4,19 %.
khas bagi daerah dengan mengangkat posisi kompetitif sebuah suku bangsa di
tengah keberagaman budaya daerah secara nasional.
Sumatera Barat diakui memiliki kekayaan budaya spesifik di antara
keragaman budaya nasional. Meningkatkan apresiasi seni dan budaya daerah
adalah wujud dari sebuah pengakuan bahwa budaya lokal Sumatera Barat mampu
mengangkat modal sosial yang diperlukan untuk kemajuan pembangunan
masyarakat. Filosofi adat Minangkabau Adat basandi Syarak, Syarak basandi
Kitabullah, dapat dijadikan landasan dalam penetapan kebijakan dan keputusan
publik di Sumatera Barat. Sebagai sebuah filosofi yang merupakan ciri masyarakat
Sumatera Barat, perlu direformulasi agar bisa diimplementasikan.
Dari segi kesenian, secara garis besarnya seni tari dari Sumatera Barat
adalah dari adat budaya etnis Minangkabau dan etnis Mentawai. Kekhasan seni
tari Minangkabau umumnya dipengaruhi oleh agama Islam, keunikan adat
matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar
dalam jiwa sebuah tari tradisi yang bersifat klasik, di antaranya Tari Pasambahan,
Tari Piring, Tari Payung, dan Tari Indang. Sementara itu terdapat pula suatu
pertunjukan khas etnis Minangkabau lainnya berupa perpaduan unik antara seni
bela diri yang disebut silek dengan tarian, nyanyian dan seni peran (acting) yang
dikenal dengan nama Randai. Sedangkan untuk tarian khas etnis Mentawai
disebut Turuk Laggai. Tarian Turuk Langai ini umumnya bercerita tentang tingkah
laku hewan, sehingga judulnya pun disesuaikan dengan nama-nama hewan
tersebut, misalnya tari burung, tari monyet, tari ayam, tari ular dan sebagainya.
Disamping seni tari tersebut, Sumatera Barat memiliki seni budaya lainnya
yaitu Tabuik. Tabuik adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura,
gugurnya Imam Husain, cucu nabi Muhammad, yang dilakukan oleh masyarakat
Minangkabau di daerah pantai Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman.
Festival ini termasuk menampilkan kembali Pertempuran Karbala, dan memainkan
drum tassa dan dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang
dibawa selama prosesi upacara tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan
upacara Syi'ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang
melakukan upacara serupa, kebanyakan penganut Sunni. Upacara melabuhkan
Tabuik ke laut dilakukan setiap tahun yaitu pada tanggal 10 Muharam sejak 1831.
Upacara ini diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi'ah dari
India, yang ditempatkan di sini dan kemudian bermukim pada masa kekuasaan
Inggris di Sumatera bagian barat.
Kearifan Lokal
Berkaitan dengan upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau
kecil, selain hukum formal yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, pada
masyarakat pesisir pantai Provinsi Sumatera Barat juga telah lama memiliki
aturan-aturan yang tidak tertulis (kearifan lokal) yang digunakan sebagai upaya
dalam pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya pesisir dan laut.
Kearifan lokal yang ada di masyarakat pesisir Sumatera Barat dalam kaitannya
dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut antara lain adalah :
1. Tuo Pasie, yaitu orang yang dipercaya oleh masyarakat adat untuk menjadi
penanggung jawab dan memiliki pengaruh terhadap kelestarian sumberdaya
alam laut, dimana kondisi ekosistem termasuk perilaku dalam komunitas
daerah pesisir (pantai). Tahun 1996, dengan kelancaran arus informasi dan
semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi memicu masyarakat yang
bermukim di wilayah pesisir untuk memperoleh pendapatan lebih, peran Tuo
Pasie telah mulai ditinggalkan.
3. Larangan Membuang Ikan Busuk ke Laut, karena laut akan sial dan ikan
tidak mau mendekat ke perairan pantai.
5. Tolak Bala atau Malimau Pasie, yaitu rangkaian upacara untuk mengobati
atau membersihkan perairan pantai dan laut karena ikan-ikan sudah tidak
mau mendekat ke daerah tangkapan, sehingga hasil tangkapan yang
diperolehpun jauh menurun.
7. Musim Anggau. Anggau adalah sejenis kepiting yang memiliki habitat pantai
berpasir yang musimnya setiap tahun bisa terjadi pada bulan Juli-Agustus-
September, dimana pada saat itu cuaca di laut sedang musim badai dan
ombak besar. Penduduk asli Kepulauan Mentawai akan pergi ke pantai
untuk menangkap anggau tersebut yang hasilnya digunakan sebagai
persediaan makanan mereka.
Bila dilihat nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat pesisir
Sumatera Barat, baik dalam bentuk pantangan atau penolak bala, semuanya
mengandung nilai-nilai untuk penyemalatan ekosistem pesisir dan laut. Untuk
penegakan hukum hukum yang tidak tertulis ini (kearifan lokal), masyarakat pesisir
mengangkat seorang yang dipercaya yang disebut “Tuo Pasie“. Walaupun Tuo
Pasie dituakan sebagai pemimpin dalam setiap upacara, namun semua rencana
dan kegiatan Tuo Pasie harus melibatkan seluruh masyarakat pesisir. Adapun
tugas dari Tuo Pasie diantaranya adalah :
a. Mengupayakan kelestarian sumberdaya pesisir dan laut.
b. Menerapkan atau mengontrol pelaksanaan aturan pengelolaan
sumberdaya laut dan pantai yang telah disepakati bersama oleh warga
masyarakat pesisir.
c. Memimpin upacara yang berkaitan dengan kegiatan eksploitasi
sumberdaya pesisir dan laut (Balimau atau Tolak Bala).
tentang luas daerah yang kena gempa menurut tingkat resikonya di masing-
masing kabupaten/kota wilayah pesisir Provinsi Sumatera Barat disajikan pada
Tabel 2.34.
Tabel 2.34 Luas Daerah Terkena Gempa Bumi Menurut Tingkat Resikonya
di Masing-masing Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera
Barat.
Gempa Bumi ( Ha )
No Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
1. Kep. Mentawai - 217.795,98 237.527,17 455.323,15
2. Pesisir Selatan 84.008,21 159.685,98 271.039,15 514.733,34
3. Pdg. Pariaman 45.525,01 19.823,79 767,25 66.116,05
4. Agam 9,70 21.842,67 4.536,01 26.388,38
5. Pasaman Barat 63.311,05 97.483,43 31.869,76 192.664,24
6. Padang 24,33 0,16 31.539,65 31.564,14
7. Pariaman 8.075,77 - - 8.075,77
Jumlah 200.954,07 516.632,01 577.278,99 1.294.865,07
Sumber : Data diolah dari Peta Resiko Bencana Provinsi Sumatera Barat, UNDP, BPBD Sumatera
Barat dan PT Waindo Specterra, 2011.
2.6.2 Tsunami
Tsunami merupakan bencana ikutan dari gempa bumi dengan kekuatan
gempa bumi yang cukup besar yaitu lebih dari 6 SR, dengan pergerakan blok ke
arah tegak (vertikal). Bencana tsunami telah beberapa kali terjadi di kawasan
pesisir pantai Provinsi Sumatera Barat dengan tinggi gelombang tsunami yang
bervariasi. Peristiwa Tsunami terakhir yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat
pada bulan Oktober 2010 adalah di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Sumatera Barat memiliki 3 tingkatan resiko Tsunami, yaitu tingkat resiko
rendah, sedang dan tinggi. Daerah yang memiliki tingkat resiko rendah terhadap
bencana Tsunami di Provinsi Sumatera Barat ini mencapai luas 87.084,46 ha atau
6,33 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat, dengan luasan terluas terdapat
di Kabupaten Pasaman Barat. Resiko Tsunami pada tingkat sedang mencapai
luasan 91.980,71 ha atau 6,69 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat.
Sedangkan pada tingkat Resiko tinggi, memiliki luasan 119.868,95 ha atau sekitar
9,85 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat. Jadi total luas daerah yang
memiliki resiko Tsunami di Sumatera Barat adalah 298.934,12 ha atau sekitar 8,72
% dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat yaitu 1.375.043 ha. Perbandingan luas
daerah beresiko Tsunami pada masing-masing kabupaten/kota di wilayah pesisir
Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Tabel 2.35.
Tabel 2.36 Luas Daerah Terkena Gelombang Pasang dan Abrasi Menurut
Tingkat Resikonya di Masing-masing Kabupaten/Kota Wilayah
Pesisir Provinsi Sumatera Barat.
Gelombang Pasang dan Abrasi ( Ha )
No Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
1. Kep. Mentawai 50.310,61 10.413,34 30.598,12 91.322,07
2. Pesisir Selatan 11.841,61 3.293,78 6.790,59 21.925,98
3. Pdg. Pariaman 3.908,44 459,73 588,00 4.956,17
4. Agam 2.185,03 971,49 1.222,42 4.378,94
5. Pasaman Barat 5.805,70 2.412,78 1.755,30 9.973,78
6. Padang 1,54 4.799,12 334,16 5.134,82
BAB III
3.1 Isu : Dinamika Perubahan Garis Pantai dan Hak Atas Tanah di Perairan
Pesisir.
Perubahan garis pantai pantai di Sumatera Barat diakibatkan oleh abrasi dan
akresi. Abrasi adalah suatu proses alam berupa pengikisan tanah pada daerah pesisir
pantai yang diakibatkan oleh ombak dan arus laut yang sifatnya merusak terkadang juga
disebut dengan erosi pantai. Akresi pantai adalah perubahan garis pantai menuju laut
lepas karena adanya proses sedimentasi dari daratan atau sungai menuju arah laut.
Berdasarkan penelitian Haryani et al. (2018) bahwa terdapat 32 titik terpantau
terjadi abrasi dan akresi di sepanjang pantai Sumatera Barat periode tahun 2003 sampai
dengan tahun 2016. Di Kabupaten Pasaman Barat selama periode 2003 – 2016
terpantau terjadi abrasi ditiga (3) titik. Adapun abrasi terjadi rata-rata sejauh 25,46 m,
abrasi menggerus pantai terjauh 28,98 m dan yang terdekat 22,69 m. Sedangkan akresi
tidak terdapat di Kabupaten Pasaman Barat. Di Kabupaten Agam terdapat 5 lokasi
terpantau abrasi maupun akresi dimana 4 lokasi terjadi abrasi dan 1 lokasi akresi. Abrasi
terjadi sejauh 23,40 m sedangkan akresi terjadi sejauh 27,22 m. Berbeda dengan
Kabupaten Pasaman Barat yang hanya terjadi abrasi, di Kabupaten Agam terjadi abrasi
rata-rata sejauh 19,97 m sekaligus terjadi akresi. Akresi dan abrasi terjadi juga di
Kabupaten Padang Pariaman. Rata-rata abrasi terjadi sejauh 17,61 m, dimana abrasi
terjadi pada 5 titik, sedangkan akresi terjadi di 1 titik sejauh 26,63 m. Hampir sama
dengan Kota Pariaman terjadi 1 titik akresi sejauh 21,30 m dan 1 titik abrasi sejauh
18.77 m. Di Kota Padang abrasi terjadi di 2 titik yaitu sejauh 10,5 m dan 15,68 m
sedangkan akresi terdapat di 1 titik sejauh 13,55 m. Dibandingkan dengan
Kota/Kabupaten di Sumatera Barat, sebaran abrasi dan akresi yang terbanyak adalah di
Kabupaten Pesisir Selatan. Terdapat 14 lokasi abrasi dan akresi dengan 5 titik akresi
dan 9 titik abrasi pantai. Akresi terjauh 36,91 m sedangan abrasi terjauh 45,7 m dan
terdekat 16,35 m.
Abrasi pantai terluas yang terjadi di pesisir Sumatera Barat 13 tahun terakhir
adalah di Kabupaten Pasaman Barat yaitu 265,90 Ha dan di Kabupaten Pesisir Selatan
108.97 Ha. Ini sangat mengkhawatirkan jika terus-menerus daratan akan berkurang
luasnya terutama di wilayah pesisir. Dengan luas daratan yang semakin hari semakin
berkurang, akan memicu terjadinya permasalahan pemanfaatan lahan maupun status
kepemilikan lahan. Sedangkan akresi yaitu penambahan daratan terluas yaitu terdapat
di Kabupaten Pesisir Selatan seluas 10.28 Ha dan Kabupaten Agam seluas 9.86 Ha.
Luas akresi yaitu penambahan luas daratan pesisir di wilayah Sumatera Barat hanya
sebesar 55,4 Ha dan jauh lebih kecil hilangnya daratan akibat abrasi pantai yaitu
sebesar 732,69 Ha. Perubahan garis pantai yang terjadi antara tahun 2003 sampai
tahun 2016 lebih banyak mengalami abrasi jika dibandingkann dengan akresi. Abrasi
yang terjadi sebesar 732,69 ha, sedangkan akresi hanya sebesar 55,4 ha. Abrasi yang
tejadi disebabkan oleh kuatnya arus laut dan ombak yang menghantam pantai dan
pantai yang landau/datar, sedangkan Akresi disebabkan oleh banyaknya sungai yang
bermuara di Samudera Hindia (pesisir Provinsi Sumatera Barat). Air dari aliran sungai
membawa sedimen darat dan terendapkan di daerh pantai. Daerah akresi yang terjadi
akibat perubahan garis pantai ini biasanya dimanfaatkan masyarakat sekitar
dimanfaatkan menjadi tambak udang maupun ikan serta obyek wisata pantai.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara dan Tata Ruang /Kepala Badan
Pertanahan Nasional No 17 tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pada pasal 15, bahwa tanah timbul merupakan tanah
yang dikuasai langsung oleh negara.
Tabel 3.1 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama dan Kabupaten/ Kota Wilayah Pesisir di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2021.
Jenis Pekerjaan Utama Jumlah
Kabupaten/Kota
Jenis A Jenis B Jenis C (Orang)
Kabupaten:
Kep. Mentawai 32.590 3.830 15.248 51.668
Pesisir Selatan 79.927 18.898 113.979 212.804
Padang Pariaman 50.894 29.702 97.298 177.894
Agam 92.242 29.759 108.638 230.639
Pasaman Barat 104.755 12.885 87.351 204.991
Kota:
Padang 17.097 44.989 354.004 416.090
Pariaman 3.510 5.641 30.044 39.195
Jumlah (Orang) 381.015 145.704 806.562 1.333.281
Persentase (%) 28,58 10,93 60,49 100,00
Keterangan:
A. Pertanian, Kehutanan, Perikanan.
B. Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air;
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; Konstruksi.
C. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi;
Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib;
Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya.
Sumber : Sumatera Barat Dalam Angka 2022
Gambar 3.3 Persentase jumlah penduduk umur 15 tahun ke-atas menurut jenis mata
pencaharian di kabupaten/kota wilayah pesisir Sumatera Barat tahun
2021.
Bila dilihat dari jenis mata pencaharian menangkap ikan atau nelayan pada
Tabel 3.2, maka jumlah nelayan atau masyarakat pesisir yang mempunyai mata
pencaharian menangkap ikan adalah 41.854 orang atau sekitar 3,14 % dari penduduk
wilayah pesisir yang berumur 15 tahun ke-atas. Banyaknya masyarakat pesisir yang
beralih bekerja ke sektor lain seperti berdagang, buruh atau sektor jasa lainnya, sebab
pekerjaannya sebagai nelayan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk
pangan, sandang, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Hal ini disebabkan karena
sebahagian besar dari nelayan yang ada di Sumatera Barat merupakan nelayan
trandisional yang menggunakan alat tangkap dan armada sederhana, sehingga hasil
tangkap mereka sedikit dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
c. Konflik nelayan osoh (pukat harimau mini) dan pukat payang di Pasie Nan Tigo,
Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang pada tanggal 13 Desember 2016.
d. Nelayan Sibolga sering membuat resah nelayan Sumatera Barat karena sering
melakukan pemboman dan pemutasan. Pada tanggal 4 februari 2021, Polres
Mentawai menangkap melakukan 7 nelayan sedang melakukan pengeboman
ikan di Pulau Rua Mata, Desa Beriulou, Kecamatan Sipora Selatan.
e. Nelayan osoh masih beroperasi di Muara Batang Anai dan sering berkonflik
dengan alat tangkap lain.
Konflik kewenangan yang terjadi adalah status kepemilikan pulau-pulau kecil di
perbatasan antar Kabupaten dan Kota. Pulau Bando menjadi pulau sengketa antara
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Pulau Sironjong dan Pulau
Bintangor menjadi sengketa antara Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan dan
sengketa ini sampai sekarang belum selesai.
jembatan 68 unit, pasar 58 unit, dan tempat ibadah 2.851 unit. Perkiraan anggaran
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi tanggal 30 September 2009 sebesar
Rp 3.624.425.013.124.
Demikian pula gempa bumi pada tanggal 25 Oktober 2010 di Mentawai pada
skala 7,2 SR yang disusul dengan tsunami dengan ketinggian mencapai 12 m dan
jarak dari pantai ke daratan 600 m. Korban yang meninggal sebanyak 444 jiwa dan
hilang 50 jiwa, luka berat 133 jiwa dan luka ringan 325 jiwa. Kerusakan rumah penduduk
sebanyak 721 unit (517 unit rusak berat, dan 204 unit rusak ringan), rumah dinas 6 unit,
fasilitas pendidikan 6 unit, fasilitas ibadah 7 unit, jembatan 7 unit, pasar 58 unit, dan
resort 2 unit (Pusdalop BPBD Provinsi Sumbar, 2010).
Secara klimatologi, musim panas dan hujan di Provinsi Sumatera Barat
mengalami perubahan yang drastis dan ekstrim. Perubahan yang drastis dan ekstrim ini
mengakibatkan Provinsi Sumatera Barat rawan terhadap bencana tanah longsor, banjir
dan gelombang pasang serta abrasi. Bersadarkan data dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat, untuk becana alam gempa bumi,
41,98 % wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada tingkat resiko tinggi, 37,57 %-nya
berada pada tingkat resiko sedang, dan 14,61 % berada pada tingkat resiko rendah.
Kemudian untuk bencana tsunami 9,85 % wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada
tingkat resiko tinggi, 6,69 % berada pada tingkat resiko sedang, dan 6,33 %-nya berada
pada tingkat resiko rendah. Untuk becana alam gelombang pasang dan abrasi 3,00 %
wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada tingkat resiko tinggi, 1,71 % berada pada
tingkat resiko sedang dan 5,41 %-nya berada pada tingkat resiko rendah. Untuk
bencana alam banjir 6,39 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada
tingkat resiko tinggi, 6,41 % berada pada tingkat resiko sedang dan 2,56 %-nya berada
pada tingkat resiko rendah. Kemudian untuk bencana alam tanah longsor 35,60 % dari
luas wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada tingkat resiko tinggi, 55,41 % berada
pada tingkat resiko sedang, dan 13,10 %-nya berada pada tingkat resiko rendah.
Selanjutnya untuk bencana alam kebakaran hutan dan lahan, 44,91 % dari luas
wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada tingkat resiko tinggi, 42,14 % berada pada
tingkat resiko sedang, dan 17,07 %-nya berada pada tingkat resiko rendah.
Isu ini muncul didasari oleh kondisi geografis, geotektonik, klimatologi, dan
banyaknya kejadian bencana yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat, sehingga isu ini
harus segera mendapat perhatian dan ditindak lanjuti guna menghindari korban jiwa dan
kerugian materi.
sumberdaya yang sudah dimiliki oleh Provinsi Sumatera Barat, namun pengoptimalan
dan pemanfaatan yang akan dilakukan harus sesuai dengan daya dukung dan
kemampuan masyarakat lokal agar manfaatnya segera dapat digunakan untuk
mengangkat kesejahteraan masyarakat secara bersama.
BAB IV
4.1. Visi dan Misi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Visi dan Misi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disusun
berdasarkan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2014-
2033.
Visi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sumatera Barat
adalah: “Terwujudnya Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sumatera Barat
yang Sejahtera, Tangguh dan Madani secara Berkelanjutan“ .
Misi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sumatera Barat
adalah:
1. Meningkatkan peran serta masyarakat di dalam pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
2. Menjadikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai aset dan menumbuh
kembangkan dunia usaha.
3. Menciptakan harmonisasi dan sinergi antar antar pemangku kepentingan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
4. Mewujudkan keamanan dan stabilitas sosial serta ketahanan terhadap bencana.
5. Mewujudkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang beriman dan
berkearifan lokal.
6. Melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan keanekaragaman
hayati di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.
BAB V
5.2.1 Transportasi
Transportasi laut memegang peranan penting dalam arus barang dan
penumpang bagi Provinsi Sumatera Barat untuk menghubungkan kota/kabupaten
di daratan Sumatera Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai.
A. Tatanan Kepelabuhan Nasional
Sistem jaringan transportasi meliputi tatanan kepelabuhan nasional, alur
pelayaran umum dan perlintasan, dan bagan pemisah lalu lintas. Tatanan
kepelabuhan nasional dikembangkan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan
Nasional (RIPN) KP. 432 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Kementerian
Perhubungan. Pelabuhan Laut yang terdapat pada di Provinsi Barat Sumatera
antara lain Pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat;
Pelabuhan Sikakap di Kabupaten Kepulauan Mentawai ; Pelabuhan Panasehan di
Kabupaten Pesisir Selatan; Pelabuhan Muara Padang di Kota Padang; Pelabuhan
Muara Siberut/Simailepet di Kabupaten Kepulauan Mentawai; Pelabuhan Air
Bangis di Kabupaten Pasaman Barat; dan Pelabuhan Pasapuat di Kabupaten
Kepulauan Mentawai.
B. Alur Pelayaran
Alur pelayaran umum dan perlintasan yang terdapat di Provinsi
Sumatera Barat antara lain berada di sebagian perairan sebelah barat Sumatera
Barat, alur pelayaran antara Padang ke Sikakap, alur pelayaran Padang ke
Tuapeijat.
5.2.3 Telekomunikasi
A. Kabel Bawah Laut untuk Telekomunikasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 14 tahun
2021 tentang Alur Pipa dan /Kabel Bawah Laut bahwa kabel bawah laut untuk
rencana telekomunikasi melintas di sebagian perairan sebelah barat sepanjang
Pulau Sumatera di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Lampung dan Banten. Selain itu juga terdapat pipa bawah laut di sebagian
perairan sebelah utara Provinsi Aceh dan sebelah selatan Provinsi Banten.
Di perairan Sumatera Barat, kabel laut ini melintas di pantai timur perairan
laut Kabupaten Kepulauan Mentawai mulai dari timur perairan Pulau Pagai
Selatan, Pulau Pagai Utara, timur Pulau Sipora dan timur Pulau Siberut. Kabel laut
juga melintas antara Padang dan Pulau Sipora.
Gambar 5.1 Kabel Laut (Kepmen Kelautan dan Perikanan No 14 tahun 2021)
Gambar 5.2 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat
BAB VI
b. Sub zona wisata alam bawah laut (KPU-W-ABL), yaitu ruang dalam zona
pariwisata yang dimanfaatkan untuk rekreasi snorkeling dan menyelam.
c. Sub zona wisata olah raga air (KPU-W-ORA), yaitu ruang dalam zona
pariwisata yang dimanfaatkan untuk rekreasi kite surfing, board surfing,
dan wind/sailing surfing.
Arahan pengembangan zona pariwisata adalah:
Sub zona wisata alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil (KPU-W-P3K)
meliputi:
Kabupaten Pesisir Selatan terdiri dari Pantai Muaro Bayang, Pantai Pasir Batu
Putih, Pantai Timur Pulau Cubadak, Pantai Barat Pulau Cubadak, Pantai
Sambungo, Pantai Salido, Pantai Pamutusan, Pantai Sago, Pantai Sungai
Pinang, Pantai Pulau Karam, Pantai Bukit Ameh, Pantai Mandeh, Pantai Bukit
Rangsam, Pantai Batu Kalang, Pantai Sungai Nyalo, Pulau Semangki Gadang,
Pulau Semangki Ketek, Pulau Marak, Pulau Pagang, Pulau Setan Gadang. Pulau
Setan Ketek, Pulau Sironjong Gadang, Pulau Sironjong Ketek, Pulau Traju,
Pulau Nyamuk, Pulau Batu Rimau, Pulau Batu Basanggua, Pulau Batu Dandang
Utara, Pulau Batu Ajuang Ketek, Pulau Sibunta Sungai Pinang, Pulau Karanggo,
Pulau Kumbang, Pulau Labuhan Sundai, Pulau Nibuang Utara, Pulau Batu
Rakik-Rakik, Pulau Batu Sironjong, Pulau Babi, Pulau Babi Ketek, Pulau Nibuang
Api-api, Pulau Batu Puti, Pulau Batu Dandang dan Pulau Batu Dandang Selatan.
Kota Padang terdiri dari Pantai Padang, Pantai Pasir Jambak, Ujung Batu, Pasie
Nan Tigo; dan Pulau Sao. Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari Pantai Arga,
Pantai Arta, Pantai Ketaping dan Pantai Tiram. Kabupaten Agam terdiri dari
Pantai Bandar Gadang, Pantai Muaro Putuih, Pantai Pasie Paneh, Pantai Pasie
Tiku, Pantai Jorong Ujuang Labung, Pantai Masang, Pantai Gasan Kaciak,
Pantai Labuhan dan Pantai Subang-Subang. Kabupaten Pasaman Barat terdiri
dari Pantai Muara Binguang, Pantai Sikabau, Pantai Sasak, Pantai Maligi, Pantai
Sikilang, Pantai Air Bangis, Pulau Panjang, Pulau Unggeh, Pulau Harimau, Pulau
Nibung Ateh, Pulau Nibung Bawah dan Pulau Tamiang. Kabupaten Kepulauan
Mentawai terdiri dari Pantai Sibigau, Desa Malakopak, Pantai Silabu, Desa
Silabu; Pantai Lobajat, Desa Sigapokna; Pantai Masilok, Desa Katurai; Pantai
Tanjung Malilimok, Desa Katurai; Pantai Teluk Sarabua, Desa Saliguma; Pantai
Teluk Pokai; Pantai Katiet, Desa Bosua; Pulau Tenopo; dan Pulau Siruamata,
Desa Beriuleu.
Sub zona wisata alam bawah laut (KPU-W-ABL).
dan Pelabuhan Marina Batang Anai . Kabupaten Agam adalah Pelabuhan Tiku.
Kabupaten Pasaman Barat meliputi Pelabuhan Sasak, Pelabuhan Air Bangis,
dan Pelabuhan Teluk Tapang. Kabupaten Kepulauan Mentawai meliputi
Pelabuhan Bake, Pelabuhan Boriai/Sinakak, Pelabuhan Lakkau, Pelabuhan
Makalo, Pelabuhan Malakopak, Pelabuhan Parak Batu, Pelabuhan Pasapuat,
Pelabuhan Sakaladat, Pelabuhan Mabukuk, Pelabuhan Malilimok, Pelabuhan
Penyeberangan Siberut, Pelabuhan Siberut/Mailepet, Pelabuhan Subelen,
Pelabuhan Labuhan Bajau, Pelabuhan Pokai/Sikalabuan, Pelabuhan Sikakap-1,
Pelabuhan Sikakap-2, Pelabuhan Sikakap-3, Pelabuhan Sagitci, Pelabuhan
Sioban, Pelabuhan Tuapejat, Pelabuhan Sirilogui/Muara Sikabaluan dan
Pelabuhan Marina Kawasan Ekonomi Khusus Mentawai.
dari PPI Air Bangis, dan PPI Sasak. Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari
adalah PPP Sikakap, PPI Tua Pejat dan PPI Muara Siberut.
Arahan pengembangan zona pelabuhan dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan pelayanan kepelabuhanan;
b. Merevitalisasi sarana dan prasarana pelabuhan;
c. Meningkatkan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang pelabuhan;
d. Mengatur dan membina, mengendalikan dan melaksanakan pengawasan
kegiatan kepelabuhanan; dan
e. Meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran.
6.2.1 Suaka
Suaka, yaitu: Suaka Alam Perairan Kabupaten Pesisir Selatan
(KKL-SAP-KPS) terdiri dari Pulau Aua Gadang, Pulau Aua Ketek, Pulau Penyu,
Pulau Kerabak Ketek, Pulau Kerabak Gadang, Pulau Gosong, Pulau
Katangkatang, Pulau Beringin, Pulau Cingkuak, Pulau Batu Kereta, Pulau Batu
Badatuih, Pulau Batu Mandi Ateh, Pulau Batu Mandi Tangah dan Pulau Nibuang
Sungai Nipah.
6.2.2 Taman
Kawasan Konservasi Laut (Taman) ini, terdiri dari:
a) Taman Pulau Kecil di Kota Padang (KKL-TPK-PDG) terdiri dari Pulau
Pasumpahan, Pulau Sikuai, Pulau Sirandah, Pulau Sironjong, Pulau Ular,
Pulau Bindalang, Pulau Sibonta, dan Pulau Setan.
b) Taman Pesisir Batang Gasan di Kabupaten Padang Pariaman (KKL-TP-
BG) terdiri dari Gosong Kariang, Gosong Penyu, Gosong Sirundang Ketek,
Pantai Korong Batang Gasan, dan Pantai Korong V Malai Suku.
c) Taman Wisata Perairan Pulau Pieh dan laut sekitarnya di Kota Padang,
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman (KKL-TWP-PIEH) terdiri
dari Pulau Toran, Pulau Pandan, Pulau Air, Pulau Pieh dan Pulau Bando.
d) Taman Wisata Perairan Selat Bunga Laut di Kabupaten Kepulauan
Mentawai (KKL-TWP-SBL) terdiri dari Pulau Jujuat, Pulau Niau, Pulau
Gambar 6.1 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat
BAB VII
pengembangan ekonomi biru membutuhkan sinergi antar aktor dan sektor untuk
dapat menangani beberapa peluang dan tantangan dalam mencapai
keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir
untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Dengan penerapan blue economy, setidaknya ada empat sasaran yang
dapat dituju yakni lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan
masyarakat, dan penyehatan lingkungan. Beberapa program di sektor kelautan
dan perikanan yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan, antara lain perikanan tangkap, perikanan
budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi,
pertambangan dan energi, pariwisata bahari, perhubungan laut, industri dan jasa
maritim, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, hutan mangrove (coastal
forestry), dan non-conventional resources.
7
6,31
6,08 5,88
6
Laju Pertumbuhan Ekonomi ( % )
4 3,29
3
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
-1
Tahun
-2 -1,62
-3
Gambar 7.1 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun
2011-2021
Dari Gambar 7.1, terlihat bahwa terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Sumatera Barat, yang mana pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Sumatera
Barat 6,34 %, kemudian terus menurun sampai tahun 2020 yaitu minus 1,62 %.
Laju penurunan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dari tahun 2011 sampai
2019 (dalam 8 tahun), rata-rata 0,17 % per-tahun, tetapi kemudian pada tahun
2020 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dengan drastis
sampai mencapai minus 1,62 % (atau turun 6,63 % dari 5,01 % pada tahun 2019
menjadi –1,62 % pada tahun 2020). Hal ini disebabkan pada tahun 2020 tersebut
terjadi kasus pandemi Covid-19 yang sangat membatasi aktifitas masyarakat
sehari-hari yaitu dengan dikeluarkannya aturan PPKM Level IV. Namun kemudian
mulai membaik/meningkat kembali pada tahun 2021, yaitu dengan
dilaksanakannya program vaksinasi, dan pengawasan dengan ketas aturan
protokol kesehatan (prokes), sehingga jumlah kasus masyarakat terkonfirmasi
Covid-19 menurun, yang diikuti dengan persentase kematian akibat Covid-19 juga
menurun, dan jumlah masyarakat yang sembuh dari terinfeksi Covid juga
meningkat. Hal ini mendorong pemerintah untuk menurunkan level PPKM,
sehingga dengan demikian aktifitas ekonomi masyarakat mulai membaik kembali.
Yang mana pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat
mencapai 3,29 %.
7
Laju Pertumbuhan Ekonomi ( % )
5
3
1
-1
-3
-5
Tahun
-7
-9
-11
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Kep. Mentawai 5,28 5,37 5,77 5,57 5,20 5,02 5,12 4,89 4,73 -1,85 2,89
Pesisir Selatan 5,78 5,82 5,90 5,80 5,73 5,33 5,41 5,32 4,78 -1,11 3,37
Pdg. Pariaman 5,85 5,94 6,20 6,05 6,14 5,52 5,58 5,44 2,40 -10,46 2,18
Agam 6,01 6,18 6,15 5,92 5,52 5,51 5,43 5,23 4,78 -1,38 3,70
Pasaman Barat 6,33 6,33 6,40 6,04 5,70 5,34 5,34 5,21 4,45 -1,34 3,75
Padang 6,23 6,17 6,66 6,46 6,41 6,17 6,23 6,06 5,64 -1,86 3,66
Pariaman 5,94 6,13 6,06 5,99 5,79 5,59 5,61 5,47 5,30 -1,32 3,53
RATAAN KAB./KOTA 5,92 5,99 6,16 5,98 5,78 5,50 5,53 5,37 4,58 -2,76 3,30
Dari Gambar 7.2, terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi rata-rata antara
kabupaten/kota pesisir dengan provinsi Sumatera Barat sendiri hampir sama, yang
mana laju pertumbuhan ekonomi rata untuk Provinsi Sumatera Barat adalah
4,78 %, dan kabupaten/kota pesisir adalah 4,67 %. Laju pertumbuhan ekonomi
antar tujuh kabupaten/kota pesisir relatif sama, kecuali pada Kabupaten Padang
Pariaman di tahun 2019, 2020 dan 2021, persentase laju pertumbuhan
ekonominya dibawah laju pertumbuhan ekonomi enam kabupaten/kota lainnya,
yang mana pada tahun 2020, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Padang
Pariaman sangat rendah sekali yaitu minus 10,46 %. Dari sini terlihat bahwa
dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian masyarakat di Kabupaten
Padang Pariaman sangat besar sekali.
0,400
Koefisien GINI
0,350
0,300
0,250
0,200
Kep. Pesisir Pdg. Agam Pasaman Padang Pariama Prov.
Mentaw Selatan Pariama Barat n SumBar
ai n
2011 0,326 0,264 0,314 0,277 0,268 0,304 0,349 0,329
2012 0,336 0,282 0,310 0,314 0,277 0,328 0,382 0,350
2013 0,326 0,259 0,284 0,265 0,255 0,365 0,401 0,338
2014 0,309 0,294 0,293 0,265 0,256 0,331 0,301 0,321
2015 0,280 0,280 0,300 0,310 0,290 0,350 0,330 0,340
2016 0,310 0,270 0,260 0,290 0,300 0,350 0,340 0,330
2017 0,319 0,299 0,280 0,279 0,260 0,338 0,301 0,318
2018 0,306 0,255 0,296 0,257 0,266 0,344 0,316 0,321
2019 0,336 0,246 0,297 0,251 0,283 0,312 0,300 0,306
2020 0,273 0,264 0,257 0,278 0,258 0,312 0,310 0,305
2021 0,321 0,253 0,269 0,272 0,261 0,343 0,301 0,306
Rata-Rata 0,313 0,270 0,287 0,278 0,270 0,334 0,330 0,324
Gambar 7.3 Histogram nilai koefisien GINI menurut kabupaten/kota wilayah esisir
Provinsi Sumatera Barat tahun 2011-2021
Dari Gambar 7.3, terlihat bahwa nilai koefisien GINI di kabupaten/kota wilayah
pesisir Sumatera Barat berkisar antara 0,270 – 0,334, sedangkan untuk provinsi
Sumatera Barat berkisar antara 0,305 – 0,350. Hal ini menunjukan bahwa tingkat
ketimpangan pendapatan masyarakat di kabupaten/kota pesisir khususnya dan
provinsi Sumatera Barat umumnya berada pada tingkat ketimpangan rendah.
Kemudian bila dibandingkan pula antara kabupaten/kota pesisir dengan provinsi
Sumatera Barat, ternyata tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat pesisir
lebih rendah dari masyarakat berada diwilayah daratan provinsi Sumatera Barat.
A.1.3. Eksport :
Standarisasi kualitas produk kelautan dan perikanan.
Perluasan pasar eksport dari produk-produk kelautan dan
perikanan.
pendingin ikan. Dengan demikian, maka jumlah hasil tangkapan yang diperoleh
juga tinggi dan jenis ikan tangkapan juga memiliki nilai ekonomi tinggi.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu pengaturan area penangkapan
dalam peraturan RZWP3K ini nantinya. Disamping itu pelu juga pembinaan dan
pengawasan dari instansi terkait atau yang berwenang dalam implementasi
peraturan tersebut, serta kepatuhan para nelayan trandisonal dan nelayan modern
dalam aturan fishing ground (area penangkapan). Disamping itu dengan adanya
aturan ini, akan memperkecil terjadinya konflik dalam pemanfatan potensi
sumberdaya kelautan dan perikanan antara nelayan tradisional dengan nelayan
modern.
BAB VIII
BAB IX
Indikasi program disusun berdasarkan arahan dari tujuan, kebijakan, dan strategi
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sumatera Barat. Oleh
karena itu indikasi program dalam RZWP3K Provinsi Sumatera Barat berfungsi sebagai
pedoman bagi pemerintah setempat dalam rangka penyusunan program-program
pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan sektor kelautan dan perikanan di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap menyelaraskan dan menyerasikan
dengan RTRW yang telah ada.
Indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Provinsi Sumatera Barat meliputi :
a. Usulan program utama
Usulan program utama adalah program-program utama pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil provinsi yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama
atau diprioritaskan untuk mewujudkan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Provinsi.
b. Lokasi
Lokasi pelaksanaan program berada di seluruh kabupaten/kota sesuai arahan
pemanfaatan alokasi ruang.
c. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan berasal dari APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota,
swasta, dan/atau masyarakat.
d. Instansi Pelaksana
Instansi pelaksana program utama meliputi pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota (sesuai dengan kewenangan masing-masing
pemerintahan), swasta, serta masyarakat.
e. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan
Tabel 9.1 Indikasi Program Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat
1 paket Perguraun
Tinggi, DKP,
Pengembangan Pusat APBD,
Swasta,
d Restorasi dan Pembelajaran 10.000 APBN,
Masyarakat,
Mangrove di Sumatera Barat CSR
dan lain-
lain
20 Perguraun
Penyadaran masyarakat
paket Tinggi, DKP,
untuk terlibat aktif dalam
KKP, Dinas
upaya perlindungan dan APBD,
Pariwisata,
e pelestarian mangrove melalui 10.000 APBN,
Swasta,
sosialisasi, pemasangan CSR
Masyarakat,
papan himbauan, dan
dan lain-
sejenisnya
lain
10 Perguraun
paket Tinggi, DKP,
KKP, Dinas
Pengelolaan kawasan APBD,
Pariwisata,
f mangrove secara terintegrasi 2.000 APBN,
Swasta,
dan lintas sektoral CSR
Masyarakat,
dan lain-
lain
2 Konservasi
Pengelolaan dan
Pengembangan kawasan
konservasi pesisir dan
2.1
pulau-pulau kecil dan
kawasan konservasi
perairan Nasional dan
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 12
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT
5 paket
Harmonisasi kelembagaan
APBN,
kawasan konservasi pesisir KKP, DKP
APBD,
a. dan pulau-pulau kecil dan 500 Provinsi,
CSR,
kawasan konservasi perairan Masyarakat,
LSM
Nasional dan Daerah
Monitoring dan evaluasi 4 paket
pengelolaan kawasan APBN,
konservasi pesisir dan pulau- APBD, KKP, DKP
b. 1.000
pulau kecil dan kawasan CSR, Provinsi
konservasi perairan Nasional LSM
dan Daerah
10
paket APBN,
Pengembangan jejaring
APBD, KKP, DKP
c. kawasan konservasi pesisir 1.000
CSR, Provinsi
dan pulau-pulau
LSM
20
Membangun kemitraan
paket APBN,
pengelolaan kawasan
APBD, KKP, DKP
d. konservasi pesisir dan pulau- 1.000
CSR, Provinsi
pulau kecil dan kawasan
LSM
konservasi perairan
Sosialisasi kawasan 20
APBN,
konservasi pesisir dan pulau- paket
APBD, KKP, DKP
j pulau kecil dan kawasan 1.000
CSR, Provinsi
konservasi perairan Nasional
LSM
dan Daerah
Penataan tanda batas 7 lokasi
APBN,
kawasan konservasi pesisir
APBD, KKP, DKP
k dan pulau-pulau kecil dan 5.000
CSR, Provinsi
kawasan konservasi perairan
LSM
Nasional dan Daerah
BAB X
PERATURAN KESESUAIAN
PEMENFAATAN RUANG DALAM ZONASI
zona wisata alam bawah laut (KPU-W-ABL) dan sub zona wisata olah raga air
(KPU-W-ORA) adalah:
a. Penelitian dan pendidikan; dan
b. Monitoring dan evaluasi.
c. Kegiatan penunjang di zona pariwisata yang bersifat menetap.
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona pariwisata/sub zona alam pantai/pesisir dan pulau-
pulau kecil (KPU-W-P3K), sub zona wisata alam bawah laut (KPU-W-ABL) dan
sub zona wisata olah raga air (KPU-W-ORA) adalah:
a. Tersedia pantai sebagai ruang terbuka untuk umum; dan
b. tersedianya fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan wisata, rumah
ibadah, tempat parkir, dermaga/tambat kapal/perahu, tanda batas zona,
bangunan pengaman pantai dan fasilitas umum lainnya.
Kegiatan khusus sebagaimana dimaksud di zona pariwisata/sub zona alam
pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil (KPU-W-P3K), sub zona wisata alam bawah
laut (KPU-W-ABL) dan sub zona wisata olah raga air (KPU-W-ORA) adalah:
a. Pengendalian kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan di
daratan maupun perairan;
b. Melakukan mitigasi bencana di WP3K; dan
c. Tersedia tim keamanan dan penyelamatan wisatawan.
d. Pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon
serta terumbu karang buatan;
e. Pembuangan sampah dan limbah.
f. Kegiatan lainnya yang mengganggu/menghalangi penyelenggaraan
kegiatan pelabuhan.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di zona
pelabuhan laut/sub zona Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (KPU-PL/sub zona KPU-PL-DLK) adalah:
a. penelitian dan pendidikan;
b. wisata bahari;
c. pengerukan alur pelabuhan;
d. salvage; dan
e. monitoring dan evaluasi.
b. Kegiatan penangkapan ikan skala kecil pada saat tidak terdapat kegiatan
budidaya.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona perikanan budidaya
( KPU-BD) adalah:
a. Kegiatan budidaya yang menggunakan metode, alat dan teknologi yang
dapat merusak ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. Pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon
serta terumbu karang buatan;
c. Penangkapan ikan dengan alat menetap dan/atau bergerak yang
mengganggu kegiatan budidaya laut;
d. Penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, bius
dan atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat
merusak ekosistem di wilayah pesisir; dan
e. Pembuangan sampah dan limbah.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di zona
perikanan budidaya ( KPU-BD) adalah:
a. Budidaya laut skala menengah sampai besar dengan metode, alat dan
teknologi yang tidak merusak ekosistem di wilayah pesisir;
b. Penelitian dan pendidikan;
c. Pengembangan pariwista dan rekreasi; dan
d. Monitoring dan evaluasi.
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona perikanan budidaya adalah :
a. Koefisien pemanfaatan perairan untuk budidaya laut adalah 80%, dimana
terdapat ruang sebesar 20% untuk alur-alur/lalu lintas perahu yang
mendukung kegiatan budidaya; dan
b. Prasarana budidaya laut tidak bersifat permanen.
Ketentuan khusus di zona perikanan budidaya adalah:
a. Kegiatan pembudidayaan harus menghindari areal terumbu karang; dan
b. Pengembangan budidaya laut disertai dengan kegiatan pengembangan/
peremajaan bibit.
a. Kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona industri/sub zona industri maritim
(Zona KPU-ID/sub zona KPU-ID-MR) adalah industri pembuatan,
pemeliharaan, perbaikan dan perawatan kapal-kapal perikanan untuk
penangkap ikan.
b. Kegiatan yang tidak boleh dilakukan dalam zona industri/sub zona industri
maritim (Zona KPU-ID/sub zona KPU-ID-MR) kegiatan diluar yang telah
ditentukan diatas dan pembuangan limbah kapal pada lingkungan sekitar
perairan.
c. Kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin dalam zona
industri/sub zona industri maritim (Zona KPU-ID/sub zona KPU-ID-MR) adalah
industri pembuatan, pemeliharaan, perbaikan dan perawatan kapal-kapal jenis
lainnya atau selain kapal penangkap ikan.
(6) Kegiatan yang tidak boleh dilakukan dalam zona KPU-FU/sub zona KPU-FU-
LN adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan kerusakan
pada fasilitas umum/jembatan terbangun dan lingkungan/ekosistem perairan
pesisir.
BAB XI
kecil.
a. Pemberian disinsentif disusun berdasarkan:
1. rencana pemanfaatan ruang WP-3-K;
2. ketentuan umum pemanfaatan kawasan/zona/ subzona;
3. kriteria pemberian akreditasi; dan
4. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pemberian
disinsentif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.