Anda di halaman 1dari 187

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN


JALAN KOTO TINGGI NO 9 PADANG

DOKUMEN FINAL
RENCANA ZONASI
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

T AH UN
20 2 2 - 20 42
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

KATA PENGANTAR

Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi


Sumatera Barat ini merupakan amanat Pasal 7 ayat (3) dari Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2007 yang berbunyi: “Pemerintah Daerah wajib menyusun semua rencana
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Rencana Strategis, Rencana
Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil) sesuai dengan kewenangan masing-masing. UU No 23 tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan ruang laut
dan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan sampai 12 mil.
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi
Sumatera Barat disusun melalui rangkaian kegiatan yang panjang dan intensif mulai
dari tahap pembentukan kelompok kerja, sosialisasi, konsultasi publik, rapat kelompok
kerja, dan penyusunan Dokumen Final serta berlaku selama 20 (dua puluh) tahun.
Penyusunan Dokumen Final RZWP-3-K Provinsi Sumatera Barat ini berpedoman
pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021. Dokumen
Final ini terdiri dari 11 Bab, yaitu Bab 1. Pendahuluan; Bab 2. Deskripsi Potensi
Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Kegiatan Pemanfaatan; Bab 3. Isu
Strategis Wilayah Perencanaan; Bab 4. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengelolan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; Bab 5. Rencana Struktur Ruang Laut; Bab 6.
Rencana Pola Ruang Laut; Bab 7. Skenario Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi
Kelautan; Bab 8. Arahan Kebijakan Peruntukan Ruang Sempadan Pantai; Bab 9.
Arahan Pemanfaatan Ruang Perairan Pesisir; Bab 10. Peraturan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Dalam Zonasi; dan Bab 11. Arahan Pengendalian, Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang Perairan Pesisir.
Dokumen ini bersifat dinamis dan terbuka, sehingga segenap kritik, saran dan
masukan yang bersifat membangun akan sangat bermanfaat dalam proses
implementasinya.
Berbagai pihak telah terlibat secara aktif mulai tahap perencanaan sampai
finalisasi penyusunan Dokumen Final ini. Oleh karenanya, ucapan terima kasih
disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan
Dokumen Final ini. Semoga secara bersama-sama kita dapat mewujudkan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat yang
lestari dan berkelanjutan.
Padang, Mei 2022

Tim Penyusun

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


iii
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR viii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang I-1
1.2 Maksud dan Tujuan I-3
1.3 Dasar Hukum I-4
1.4 Profil Wilayah KSN I-8
1.4.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah I-8
1.4.2 Kawasan Pulau-Pulau Kecil I-14
1.4.3 Batimetri I-19
1.4.4 Kondisi Demografi I-20
1.5 Peta Wilayah Perencanaan 1-21

BAB 2 DESKRIPSI POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-


PULAU KECIL DAN KEGIATAN PEMANFAATAN
2.1 Kondisi Hidro-oseanografi II-1
2.1.1 Arus Laut II-1
2.1.2 Gelombang II-7
2.1.3 Suhu Permukaan Laut II-10
2.1.4 Salinitas II-14
2.1.5 Khlorofil II-18
2.2 Ekosistem Pesisir II-21
2.2.1 Mangrove II-21
2.2.2 Terumbu Karang II-29
2.2.3 Padang Lamun II-35
2.3 Sumberdaya Ikan II-39
2.3.1 Daerah Penangkapan II-39
2.3.2 Jenis Ikan II-40
2.3.3 Potensi Hasil Perikanan II-42
2.4 Pemanfaatan Ruang Yang Telah Ada II-44
2.4.1 Perikanan Tangkap II-44
2.4.2 Perikanan Budidaya II-45
2.4.3 Pariwisata II-46
2.4.4 Alur Pelayaran II-54
2.4.5 Pipa dan Kabel Bawah Laut II-55
2.4.6 Alur Migrasi Biota Laut II-56
2.4.7 Kawasan Konservasi Laut II-57
2.4.8 Wilayah Pertahanan Negara di Laut II-59
2.4.9 Pelabuhan II-60
2.4.10 Bangunan dan Instansi Laut II-62
2.4.11 Barang Muatan Kapal Tenggelam II-63
2.5 Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya II-65
2.5.1 Ekonomi Kelautan II-65

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


iii
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

2.5.2 Kondisi Sosial II-67


2.5.3 Kondisi Budaya II-69
2.6 Potensi Rawan Bencana II-73
2.6.1 Gempa Bumi II-73
2.6.2 Tsunami II-74
2.6.3 Gelombang Pasang dan Abrasi Pantai II-75
BAB 3 ISU STRATEGIS WILAYAH PERENCANAAN
3.1 Dinamika Perubahan Garis Pantai dan Hak Atas Tanah di
Perairan Pesisir III-1
3.2 Degradasi Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil III-2
3.3 Marjinalisasi dan Kemiskinan Masyarakat Pesisir III-3
3.4 Ketimpangan Ekonomi Wilayah Pesisir III-5
3.5 Mata Pencaharian Penduduk di Wilayah Pesisir III-7
3.6 Konflik Pemanfaatan dan/atau Konflik Kewenangan III-9
3.7 Bencana Alam dan/atau Bencana Akibat Tindakan Manusia III-10
3.8 Kekosongan dan Kepastian Hukum III-12
3.9 Potensi Sumberdaya Pesisir III-13

BAB 4 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN WP3K


4.1 Visi dan Misi IV-1
4.2 Tujuan Perencanaan IV-1
4.3 Kebijakan IV-2
4.4 Strategi IV-3

BAB 5 RENCANA STRUKTUR RUANG LAUT


5.1 Susunan Pusat Pertumbuhan Kelautan V-1
5.1.1 Pusat Pertumbuhan Kelautan dan Perikanan V-1
5.1.2 Pusat Industri Kelautan dan Perikanan V-4
5.2 Jaringan Sarana dan Prasarana Laut V-5
5.2.1 Transportasi V-5
5.2.2 Telekomunikasi V-6

BAB 6 Rencana Pola Ruang Laut


6.1 Kawasan Pemanfaatan Umum VI-1
6.1.1 Pariwisata VI-1
6.1.2 Pelabuhan Laut VI-3
6.1.3 Pelabuhan Perikanan VI-5
6.1.4 Perikanan Tangkap VI-6
6.1.5 Perikanan Budidaya VI-7
6.1.6 Industri VI-8
6.1.7 Sea Plane VI-9
6.1.8 Pertahanan dan Keamanan VI-9
6.1.9 Fasilitas Umum VI-9
6.2 Kawasan Konservasi Laut VI-10
6.2.1 Suaka VI-10
6.2.2 Taman VI-10
6.2.3 Kawasan Konservasi Lainnya VI-11

BAB 7 SKENARIO PERTUMBUHAN DAN PEMERATAAN EKONOMI


KELAUTAN
7.1 Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru VII-1
7.2 Ekonomi Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat VII-2
7.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Kelautan dan Perikanan VII-2
7.2.2 Ketimpangan Pendapatan Masyarakat Kelautan VII-5

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


iv
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

dan Perikanan
7.3 Skenario Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan
Pendapatan VII-6

BAB 8 ARAHAN KEBIJAKAN PERUNTUKAN RUANG SEMPADAN


PANTAI
8.1 Batas Sempadan Pantai VIII-1
8.2 Arahan Pemanfaatan Sempadan Pantai VIII-2

BAB 9 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG PERAIRAN PESISIR

BAB 10 PERATURAN KESESUAIAN KEGIATAN PEMANFAATAN


DALAM ZONASI
10.1 Peraturan Pemanfaatan Kawasan Pemanfaatan Umum X-1
10.1.1 Pariwisata X-1
10.1.2 Pelabuhan Laut X-2
10.1.3 Pelabuhan Perikanan X-3
10.1.4 Perikanan Tangkap X-4
10.1.5 Perikanan Budidaya X-5
10.1.6 Industri X-6
10.1.7 Sea Plane X-7
10.1.8 Pertahanan dan Keamanan X-8
10.1.9 Fasilitas Umum X-8
10.2 Peraturan Pemanfaatan Kawasan Konservasi Laut X-9

BAB 11 ARAHAN PENGENDALIAN, KESESUAIAN KEGIATAN PEMAN-


FAATAN RUANG PERAIRAN PESISIR
11.1 Indikasi Arahan Zonasi XI-1
11.2 Insentif dan Disinsentif XI-2
11.3 Pengenaan Sanksi XI-3
11.4 Penyelesaian Sengketa Penataan Ruang XI-3

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


v
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


Tabel 1.1. Luas Wilayah Daratan Provinsi Sumatera Barat Dirinci
Menurut Kabupaten/Kota I–9
Tabel 1.2. Nama dan Lokasi Pulau-Pulau Kecil di Sumatera Barat I – 14
Tabel 1.3. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di
Tujuh Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2017-2021 I – 21
Tabel 2.1. Suhu Permukaan Perairan Laut Provinsi Sumatera Barat II – 11
Tabel 2.2. Salinitas Perairan Laut Provinsi Sumatera Barat II – 14
Tabel 2.3. Klorofil Perairan Laut Provinsi Sumatera Barat II – 18
Tabel 2.4. Luas Hutan Mangrove di Provinsi Sumatera Barat II – 21
Tabel 2.5. Penghitungan Struktur Komunitas Mangrove II – 22
Tabel 2.6. Penghitungan Struktur Komunitas Mangrove di Batang
Gasan II – 24
Tabel 2.7. Penghitungan Struktur Komunitas Spesies Mangrove II – 27
Tabel 2.8. Penghitungan Struktur Komunitas Spesies Mangrove
Kab. Mentawai. II – 28
Tabel 2.9. Luas Terumbu Karang Provinsi Sumatera Barat II – 30
Tabel 2.10. Kondisi Penutupan Karang Kabupaten Pesisir Selatan II – 30
Tabel 2.11. Kondisi Penutupan Karang Kota Padang II – 31
Tabel 2.12. Kondisi Penutupan Karang Kabupaten Padang Pariaman II – 33
Tabel 2.13. Kondisi Penutupan Karang Kota Pariaman II – 33
Tabel 2.14. Kondisi Penutupan Kabupaten Agam II – 34
Tabel 2.15. Kondisi Penutupan Kabupaten Pasaman Barat II – 34
Tabel 2.16. Kondisi Persentase Tutupan Terumbu Karang Hidup Kab. II – 34
Kep. Mentawai
Tabel 2.17. Luasan Padang Lamun Menurut Kabupaten/Kota II – 37
Tabel 2.18. Kepadatan lamun Thalassia hemprichii di Kabupaten II – 37
Pesisir Selatan
Tabel 2.19. Kepadatan lamun Thallasia hemprichii di Kota Padang II – 37
Tabel 2.20. Lokasi dan Potensi Padang Lamun di Kabupaten II – 38
Pasaman Barat
Tabel 2.21. Sebaran Padang Lamun di Kabupaten Kepulauan II – 38
Mentawai
Tabel 2.22. Kuota Sumberdaya Ikan dan Kuota Usaha Penangkapan II – 39
Ikan Provinsi Sumatera Barat di WPP-NRI 572

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


vi
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 2.23. Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Perairan II – 42


Laut Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2021
Tabel 2.24. Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Perairan II – 43
Laut Menurut Jenis Biota Tahun 2021.
Tabel 2.25. Lokasi Budidaya Kerapu Provinsi Sumatera Barat II – 45
Tabel 2.26. Wisata Pantai di Pesisir Provinsi Sumatera Barat II – 46
Tabel 2.27. Nagari Yang Termasuk Dalam Kawasan Mandeh II – 49
Tabel 2.28. Titik Titik Wisata Selancar di Kabupaten Kepulauan II – 52
Mentawai
Tabel 2.29. Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) dan II – 59
Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) di
Provinsi Sumatera Barat pada Tahun 2015
Tabel 2.30. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga II – 66
Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Tahun
2017 – 2021
Tabel 2.31. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto II – 67
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota,
Tahun 2017-2021
Tabel 2.32. Jumlah Penduduk Miskin pada Tahun 2021 di Tujuh II – 68
Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2.33. Garis Kemiskinan, Indek Kedalaman Kemiskinan dan II – 69
Indek Keparahan Kemiskinan di Tujuh Kabupaten/Kota
Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat Tahun 2021
Tabel 2.34. Luas Daerah Terkena Gempa Bumi Menurut Tingkat II – 74
Resikonya di Masing-masing Kabupaten/Kota Wilayah
Pesisir Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2.35. Luas Daerah Terkena Tsunami Menurut Tingkat II – 75
Resikonya di Masing-masing Kabupaten/Kota Wilayah
Pesisir Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2.36. Luas Daerah Terkena Gelombang Pasang dan Abrasi II – 75
Menurut Tingkat Resikonya di Masing-masing
Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat
Tabel 3.1. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja III – 8
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Kabupaten/
Kota Wilayah Pesisir di Provinsi Sumatera Barat Tahun
2021
Tabel 3.2. Jumlah Nelayan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi III – 9
Sumatera Barat Tahun 2019
Tabel 7.1. Nilai koefisien GINI berdasarkan pada distribusi 7–5
pendapatan
Tabel 9.1. Indikasi Program Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan 9–3
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


vii
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 1.1. Peta Administrasi Provinsi Sumatera Barat I – 11


Gambar 1.2. Peta Batimetri Perairan Provinsi Sumatera Barat I – 19
Gambar 1.3. Grafik Jumlah Penduduk Tahun 2017 – 2021 di Tujuh
Kabupaten/ Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera
Barat. I – 21
Gambar 1.4. Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk di Tujuh
Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat I – 21
Gambar 1.5. Peta Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan RZWP3K
Provinsi Sumatera Barat I – 22
Gambar 2.1. Peta Pola Arus Surut Menuju Pasang Musim Barat II – 3
di Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.2. Peta Pola Arus Surut Menuju Pasang Musim Timur II – 4
di Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.3. Peta Pola Arus Pasang Menuju Surut Musim Barat II – 5
di Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.4. Peta Pola Arus Pasang Menuju Surut Musim Timur II – 6
di Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.5. Peta Tinggi Gelombang pada Musim Barat Sumatera II – 8
Barat
Gambar 2.6. Peta Tinggi Gelombang pada Musim Timur Sumatera II – 9
Barat
Gambar 2.7. Peta Suhu Permukaan Laut Sumatera Barat II – 13
Gambar 2.8. Peta Sebaran Salinitas Sumatera Barat II – 17
Gambar 2.9. Peta Sebaran Klorofil a Provinsi Sumatera Barat II – 20
Gambar 2.10. Peta Sebaran Mangrove Provinsi Sumatera Barat II – 26
Gambar 2.11. Peta Sebaran Terumbu Karang di Provinsi Sumatera II – 32
Barat
Gambar 2.12. Sebaran Lamun di Provinsi Sumatera Barat II – 36
Gambar 2.13. Peta Daerah Penangkapan Ikan Tradisional Provinsi II – 41
Sumatera Barat
Gambar 2.14. Budidaya Mutiara di Pulau Bintangor II – 46
Gambar 2.15. Peta Obyek Wisata Kawasan Wisata Bahari Terpadu II – 50
Mandeh
Gambar 2.16. Jenis ombak Telescopes dan Turuns di Kabupaten II – 52
Kepulauan Mentawai

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


viii
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.17. Peta Pemanfaatan Ruang Provinsi Sumatera Barat Yang II – 58


Telah Ada
Gambar 2.18. Markas Komando Lantamal II Teluk Bayur II – 60
Gambar 2.19. Gambar Kapal MV. Boelongan Nederland (Sumber Loka II – 64
Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir
(LPSDKP) Bungus, 2014)
Gambar 3.1 Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Tujuh III – 3
Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Sumatera Barat Tahun
2021
Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di III – 6
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2019
Gambar 3.3 Persentase jumlah penduduk umur 15 tahun ke-atas III – 8
menurut jenis mata pencaharian di kabupaten/kota
wilayah pesisir Sumatera Barat tahun 2021
Gambar 5.1 Kabel Laut (Kepmen Kelautan dan Perikanan No 14 tahun V–6
2021)
Gambar 5.2 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau- V–7
Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat
Gambar 6.1 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau- VI – 12
Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat
Gambar 7.1 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera VII – 2
Barat Tahun 2011-2021
Gambar 7.2 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di VII – 3
Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-
2021
Gambar 7.3 Histogram Nilai Koefisien GINI Menurut Kabupaten/ Kota VII – 6
Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-
2021

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


ix
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


(RZWP-3-K) merupakan upaya untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam
yang ada di wilayah pesisir dan laut secara lestari dan berkelanjutan (sustainable).
Upaya pemanfaatan tersebut sangat terkait dengan sifat dan karakteristik wilayah
pesisir dan laut sebagai common property resources dan fluida yang selalu
bergerak.Common property resources artinya bahwa potensi sumberdaya laut
merupakan sumberdaya milik bersama dimana setiap orang dapat
memanfaatkannya. Sedangkan sifat fluida berkaitan erat dengan sifat perairan laut
dimana pergerakan ekosistemnya tidak dapat dibatasi dan merupakan sumber
konflik kepentingan berbagai sektor dalam pemanfaatannya.
Penyebab konflik yang paling sering terjadi adalah konflik dalam hal
pengelolaannya. Potensi wilayah pesisir dan laut seperti potensi perikanan, wisata
bahari dan perhubungan laut merupakan potensi yang memiliki nilai tinggi dalam
upaya peningkatan pendapatan daerah dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Potensi sumberdaya tersebut masing–masing mendapat perhatian serius dalam
agenda pengelolaan sektor yang bersangkutan. Semua dilakukan dengan tujuan
sosial ekonomi yang sama, yaitu peningkatan pendapatan daerah dan
kesejahteraan masyarakat.
Dari segi ekologi, karakteristik dan sifat ekosistem pesisir dan laut yang
beragam memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan bukan saja
kesinambungan ekonomi, tetapi juga bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Hal yang paling utama adalah peran dan fungsi ekosistem pesisir sebagai daerah
asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning ground) berbagai biota laut
yang memiliki nilai ekonomi tinggi, menjamin berlangsungnya siklus hidrologi dan
biogeokimia, menyerap limbah, sumber plasma nutfah dan penunjang sistem
kehidupan lainnya di daratan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya wilayah

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

pesisir dan laut harus diiringi dengan upaya konservasi sehingga semua fungsi
dan peran tersebut dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.
Kawasan pesisir Sumatera Barat dengan segenap potensi yang dimilikinya
telah menjadi magnet yang menarik berbagai pihak para pemangku kepentingan
untuk melakukan kegiatan ekploitasi sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Salah satu dampak negatif yang mengemuka dan perlu mendapat perhatian akibat
berlangsungnya kegiatan ekploitasi tersebut adalah ancaman terhadap kelestarian
wilayah pesisir. Ancaman tersebut dapat berasal dari pencemaran perairan laut
akibat limbah domestik maupun limbah industri, kegiatan wisata bahari yang
semakin meningkat, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, serta
terjadinya konflik antar masyarakat yang saling berbeda kepentingan dalam
pemanfaatan ruang pesisir.
Semakin meningkatnya pemanfaatan ruang di wilayah pesisir, dengan
berbagai aktivitas kegiatan manusia, tentu akan memberikan tekanan bagi
kawasan-kawasan habitat hidup bagi berbagai organisme pesisir, seperti
komunitas hutan mangrove, terumbu karang (coral reef) dan padang lamun (sea
grass). Jika terjadi degradasi pada kawasan ini tentu juga akan berpengaruh bagi
keberlangsungan daya dukung lingkungan terhadap kehidupan masyarakat.
Provinsi Sumatera Barat terletak di pantai barat pulau Sumatera dan
berada antara 0o 54’ Lintang Utara dan 3o 30’ Lintang Selatan serta antara 98o 36’
dan 101o 53’ Bujur Timur. Sebelah Timur berbatas dengan Provinsi Riau dan
Provinsi Jambi, sebelah Barat dengan Samudera Indonesia, sebelah Utara
dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu.
Provinsi Sumatera Barat mempunyai 19 kabupaten / kota, dan dari sembilan belas
kabupaten / kota, ada 7 (tujuh) kabupaten / kota yang mempunyai wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir
Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman
Barat, Kota Padang dan Kota Pariaman.
Berdasarkan Peta dari Badan Informasi Geospasial (BIG), luas
pengelolaan ruang laut Sumatera Barat 0 – 12 mil seluas 37.355,46 Km dan
panjang pantai pesisir dan pulau-pulau kecil 2.312,71 Km. Sedangkan Data
Kementrian Kelautan dan Perikanan (Tahun 2009) bahwa hasil penamaan
(toponimi) pulau-pulau di Sumatera Barat berjumlah 185 buah.
Pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sumatera
Barat secara langsung dan tidak langsung telah memunculkan beberapa isu.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

Secara umum, isu pengelolaan ini yang ada adalah Sumberdaya manusia yang
masih rendah menghambat penyerapan keterampilan dan teknologi yang
diperlukan untuk peningkatan pembangunan; Belum terintegrasinya dengan baik
penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengakibatkan
pembanguanannya dilakukan secara parsial; Pengembangan sarana dan
prasarana yang belum memadai mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
eknomi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; Pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang belum optimal memperlambat laju
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; Bencana Alam
Berdampak merusak sumberdaya alam dan lingkungan serta kehidupan
masyarakat; Penataan, kesadaran, kepastian, penegakan dan kedaulatan hukum
belum optimal mengancam kelestarian sumberdaya alam, lingkungan, dan
kehidupan masyarakat; Pengelolaan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau
kecil belum optimal sehingga belum terjaganya kelestarian sumberdaya kawasan.
Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Dokumen Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Periode 2014-2033 pada Tahun 2013, dan
Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten/Kota. Sejalan dengan
amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
terjadi perubahan kewenangan Provinsi dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir
dimana semula 4-12 mil menjadi 0-12 mil. Berkaitan dengan hal tersebut
diperlukan Dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan
Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar
perizinan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

1.2 Maksud dan Tujuan


Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Sumatera Barat 2022-2042 dimaksudkan adalah sebagai
pedoman bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam melakukan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari dan
berkelanjutan.
Adapun tujuan Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat 2022-2042 adalah:
a) Melakukan Identifikasi, inventarisasi, dan analisis karakteristik
Wilayah, Potensi, Isu Permasalahan Sumbedaya Kelautan dan
Perikanan di Wilayah Pesisir dan Laut, dalam rangka untuk

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-3
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan pusat


perekonomian di wilayah pesisir berdasarkan daya dukung dan
kesesuaiannya.
b) Meningkatkan upaya pengelolaan wilayah pesisir secara optimal,
efisien, lestrari dan berkelanjutan.
c) Memberikan panduan bagi instansi-instansi di lingkungan
pemerintah Provinsi Sumatera Barat, dunia usaha, masyarakat dan
pihak-pihak lainnya tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil yang sesuai dengan peruntukannya berdasarkan
potensi, kondisi, dan daya dukung perairan di kawasan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat.

1.3 Dasar Hukum


1.3.1 UU No 27 tahun 2007 jo UU No 1 Tahun 2014
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang rentan berkembangnya konflik
dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau
kecil, perlu dikelola secara baik agar dampak aktivitas manusia dapat dikendalikan
dan sebagian wilayah pesisir dipertahankan untuk konservasi. Masyarakat perlu
didorong untuk mengelola wilayah pesisirnya dengan baik dan yang telah berhasil
perlu diberi insentif, tetapi yang merusak perlu diberi sanksi.
UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil. Pasal 7 menyatakan bahwa Perencana Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil terdiri Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau
Kecil (RSWP-3-K), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil
(RZWP-3-K), Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RPWP-3- dan Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RAPWP-3-K). Pemerintah Daerah wajib menyusun semua rencana pengelolaan
diatas. Pemerintah Daerah menyusun rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dengan melibatkan masyarakat berdasarkan norma, standar,
dan pedoman berlaku.
Bagian Ketiga, pasal 9 RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan
sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pemerintah Provinsi
dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota. RZWP-3-K diserasikan, diselaraskan, dan
diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah
Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-4
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

Perencanaan RZWP-3-K dilakukan dengan mempertimbangkan:


1. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dengan daya dukung
ekosistem, fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan
waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan
keamanan;
2. Keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya, fungsi, estetika
lingkungan, dan kualitas lahan pesisir; dan
3. Kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses Masyarakat dalam
pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai fungsi
sosial dan ekonomi.
Jangka waktu berlakunya RZWP-3-K selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat
ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. RZWP-3-K ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
UU No 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 27
Tahun 2017 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 14
menyatakan Usulan penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan
RAPWP-3-K dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan dunia usaha.
Mekanisme penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilakukan dengan melibatkan
Masyarakat. Pemerintah Daerah berkewajiban menyebarluaskan konsep RSWP-
3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K untuk mendapatkan masukan,
tanggapan, dan saran perbaikan. Bupati/wali kota menyampaikan dokumen final
perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil kabupaten/kota
kepada gubernur dan Menteri untuk diketahui. Gubernur menyampaikan dokumen
final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil provinsi
kepada Menteri dan Bupati/wali kota di wilayah provinsi yang bersangkutan.
Gubernur atau Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap usulan
dokumen final perencanaan. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 16, Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari
sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara
menetap wajib memiliki Izin Lokasi. Izin Lokasi menjadi dasar pemberian Izin
Pengelolaan. Pasal 17, Izin Lokasi diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemberian Izin Lokasi wajib mempertimbangkan
kelestarian Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, Masyarakat, nelayan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-5
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing. Izin
Lokasi diberikan dalam luasan dan waktu tertentu.

1.3.2 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.


Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada Daerah dilaksanakan
berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya
ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada
kedaulatan pada Daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan
kepada Daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akan
tetap ada ditangan Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintahan Daerah pada negara
kesatuan merupakan satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional. Sejalan
dengan itu, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan
bagian integral dari kebijakan nasional. Pembedanya adalah terletak pada
bagaimana memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas
Daerah untuk mencapai tujuan nasional tersebut di tingkat lokal yang pada
gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional secara keseluruhan.
UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memberi amanat
Pengelolaan ruang laut 0-12 mil menjadi kewenangan Provinsi, sehingga Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjadi kewenangan Pemerintah
Provinsi. Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang telah disyahkan oleh Kabupaten / Kota tidak berlaku lagi.
Lampiran UU No 23 Tahun 2014, Matrik Pembagian Urusan Pemerintahan
Konkuren antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota Bidang Kelautan dan Perikanan:
1. Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pemerintah Provinsi mempunyai wenang Pengelolaan ruang laut sampai dengan
12 mil di luar minyak dan gas bumi, Penerbitan izin dan pemanfaatan ruang laut
di bawah 12 mil di luar minyak dan gas bumi, dan Pemberdayaan masyarakat
pesisir dan pulau-pulau kecil.
2. Perikanan Tangkap
Pemerintah Provinsi mempunyai wenang Pengelolaan penangkapan ikan di
wilayah laut sampai dengan 12 mil, Penerbitan izin usaha perikanan tangkap
untuk kapal perikanan berukuran di atas 5 GT sampai dengan 30 GT, Penetapan
lokasi pembangunan serta pengelolaan pelabuhan perikanan provinsi, Penerbitan
izin pengadaan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-6
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

di atas 5 GT sampai dengan 30 GT, dan Pendaftaran kapal perikanan di atas 5


GT sampai dengan 30 GT.
3. Perikanan Budidaya
Pemerintah Provinsi mempunyai wenang Penerbitan IUP di bidang
pembudidayaan ikan yang usahanya lintas Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu)
Daerah provinsi.
4. Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Pemerintah Provinsi mempunyai wenang Pengawasan sumber daya kelautan dan
perikanan sampai dengan 12 mil.
5. Pengolahan dan Pemasaran
Pemerintah Provinsi mempunyai wenang Penerbitan izin usaha pemasaran dan
pengolahan hasil perikanan lintas Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah
provinsi.

1.3.3 UU No 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan


Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga,
naskah Konvensi ditandatangani oleh 119 negara dan resmi menjadi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 yang terdiri atas 17 Bab
dan 320 Pasal. Konvensi tersebut mengakui konsep hukum negara kepulauan
dan menetapkan bahwa negara kepulauan berhak untuk menarik garis pangkal
kepulauan untuk mengukur laut teritorial, zona tambahan, Zona Ekonomi
Eksklusif, dan landas kontinen, sedangkan perairan yang berada di sisi darat garis
pangkal diakui sebagai perairan pedalaman dan perairan lainnya yang berada di
antara pulau-pulau yang berada di sisi dalam garis pangkal diakui sebagai
perairan kepulauan.
Bagian Ke Satu, Pengelolaan Ruang Laut, pasal 42, Pengelolaan ruang
Laut dilakukan untuk: a. melindungi sumber daya dan lingkungan dengan
berdasar pada daya dukung lingkungan dan kearifan lokal; b. memanfaatkan
potensi sumberdaya dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang berskala nasional
dan internasional; dan c. mengembangkan kawasan potensial menjadi pusat
kegiatan produksi, distribusi, dan jasa. Pengelolaan ruang Laut meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian. Pengelolaan ruang
Laut dilaksanakan dengan berdasarkan karakteristik Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai negara kepulauan dan mempertimbangkan potensi sumber
daya dan lingkungan Kelautan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-7
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

Pasal 43, Perencanaan ruang Laut meliputi: a. perencanaan tata ruang


Laut nasional; b. perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan c.
perencanaan zonasi kawasan Laut. Perencanaan tata ruang Laut Nasional
merupakan proses perencanaan untuk menghasilkan rencana tata ruang Laut
nasional. Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan zonasi
kawasan Laut merupakan perencanaan untuk menghasilkan rencana zonasi
kawasan strategis nasional, rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu,
dan rencana zonasi kawasan antar wilayah.
Pasal 44, Pemanfaatan ruang Laut dilakukan melalui: a. perumusan
kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang Laut nasional dan rencana
zonasi kawasan Laut; b. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan
rencana tata ruang Laut nasional dan rencana zonasi kawasan Laut; dan c.
pelaksanaan program strategis dan sektoral dalam rangka mewujudkan rencana
tata ruang Laut nasional dan zonasi kawasan Laut.
Pasal 45, Pengawasan dilakukan melalui tindakan pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengendalian pemanfaatan ruang
Laut dilakukan melalui perizinan, pemberian insentif, dan pengenaan sanksi.
Pasal 47, Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut secara
menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki izin lokasi. Izin
lokasi yang berada di wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang melakukan
pemanfaatan ruang Laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan dikenai sanksi administratif
berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penutupan
lokasi; d. pencabutan izin; e. pembatalan izin; dan/atau f. denda administratif.
Ketentuan mengenai izin lokasi di Laut yang berada di wilayah perairan dan
wilayah yurisdiksi dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Pasal 48, Setiap orang yang melakukan pemanfaatan
ruang Laut sesuai dengan rencana zonasi dapat diberi insentif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.4 Profil Wilayah


1.4.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-8
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

Secara geografis Provinsi Sumatera Barat terletak antara 0º54’ LU - 3º30’


LS serta 98º36’ BT - 101º53’ BT dan dilalui garis Katulistiwa. Wilayah ini
mempunyai batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara;


• Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Bengkulu;
• Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau dan Jambi; dan
• Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Provinsi Sumatera Barat mempunyai 19 kabupaten/kota, dan dari sembilan


belas kabupaten/kota, ada 7 (tujuh) kabupaten/kota yang mempunyai wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten
Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten
Pasaman Barat, Kota Padang dan Kota Pariaman. Dengan letak tersebut
menjadikan provinsi ini sebagai gerbang masuk wilayah barat Indonesia yang
didukung oleh prasarana baik transportasi darat, laut dan udara yang memadai,
seperti jalan nasional Trans Sumatera, Bandara Internasional Minangkabau (BIM),
maupun pelabuhan laut Internasional Teluk Bayur. Provinsi ini juga termasuk
dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Sub Regional (KESR) segitiga
pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT-GT).

Sumatera Barat mempunyai 7 (tujuh) kabupaten/kota yang merupakan


kabupaten/kota pesisir mempunyai luas wilayah daratan 20.023,48 km2 atau
sekitar 47,34 % dari luas wilayah daratan Provinsi Sumatera Barat. Untuk lebih
jelasnya mengenai letak dan luas wilayah Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat
pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1
Tabel 1.1 Luas Wilayah Daratan Provinsi Sumatera Barat Dirinci Menurut
Kabupaten/Kota
No. Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km2) 1)
1. Kep. Mentawai 6,011.35
2. Pesisir Selatan 5,794.95
3. Kab. Solok 3,738.00
4. Sijunjung 3,130.80
5. Tanah Datar 1,336.00
6. Padang Pariaman 1,328.79
7. Agam 2,232.30
8. Lima Puluh Kota 3,354.30
9. Pasaman 4,447.63
10. Solok Selatan 3,346.20

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I-9
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT 2022-2042

No. Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km2) 1)


11. Dharmasraya 2,961.13
12. Pasaman Barat 3,387.77
13. Padang 694.96
14. Solok 57.64
15. Sawahlunto 273.45
16. Padang Panjang 23.00
17. Bukittinggi 25.24
18. Payakumbuh 80.43
19. Pariaman 73.36
Provinsi Sumatera Barat 42,297.30
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat (2022)

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 10
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 1.1 : Peta Administrasi Provinsi Sumbar.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 11
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang


Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, telah dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang meliputi daerah pertemuan antara pengaruh perairan
dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke
arah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah
laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Dengan merujuk pada penjelasan
Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, maka secara administratif yang masuk wilayah pesisir adalah
sebagai berikut :
1. Kabupaten Kepulauan Mentawai, yaitu :
a. Kecamatan Pagai Selatan.
b. Kecamatan Pagai Utara.
c. Kecamatan Sikakap.
d. Kecamatan Sipora Selatan.
e. Kecamatan Sipora Utara.
f. Kecamatan Siberut Selatan.
g. Kecamatan Siberut Barat Daya.
h. Kecamatan Siberut Tengah.
i. Kecamatan Siberut Utara.
j. Kecamatan Siberut Barat.
2. Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu :
a. Kecamatan Koto XI Tarusan.
b. Kecamatan Bayang.
c. Kecamatan IV Jurai.
d. Kecamatan Batang Kapas.
e. Kecamatan Sutera.
f. Kecamatan Lengayang.
g. Kecamatan Ranah Pesisir.
h. Kecamatan Linggo Sari Baganti.
i. Kecamatan Pancung Soal.
j. Kecamatan Lunang Silaut.
k. Kecamatan Air Pura
3. Kabupaten Padang Pariaman, yaitu :
a. Kecamatan Batang Anai

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 12

II-21
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

b. Kecamatan Batang Gasan.


c. Kecamatan Sungai Limau.
d. Kecamatan V Koto Kampung Dalam.
e. Kecamatan Nan Sabaris.
f. Kecamatan Ulakan Tapakis.
4. Kabupaten Agam, yaitu :
a. Kecamatan Tanjung Mutiara.
5. Kabupaten Pasaman Barat, yaitu :
a. Kecamatan Sungai Beremas.
b. Kecamatan Koto Balingka.
c. Kecamatan Sungai Aua.
d. Kecamatan Sasak Ranah Pasisie.
e. Kecamatan Luhak Nan Duo
f. Kecamatan Kinali.
6. Kota Padang, yaitu :
a. Kecamatan Bungus Teluk Kabung.
b. Kecamatan Lubuk Begalung.
c. Kecamatan Padang Selatan.
d. Kecamatan Padang Barat.
e. Kecamatan Padang Utara.
f. Kecamatan Koto Tangah.
7. Kota Pariaman, yaitu :
a. Kecamatan Pariaman Utara.
b. Kecamatan Pariaman Tengah.
c. Kecamatan Pariaman Selatan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tersebut, maka luas


Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat adalah 13.750,43
km2 atau sekitar 32,51 % dari luas wilayah daratan Provinsi Sumatera Barat.
Kabupaten/Kota yang mempunyai wilayah pesisir terluas adalah Kabupaten
Kepulauan Mentawai yaitu 6.011,35 km2, kemudian Kabupaten Pesisir Selatan
yaitu 4.860,22 km2, Kabupaten Pasaman Barat yaitu 1.807,77 km2, Kabupaten
Padang Pariaman yaitu 420,46 km2, Kota Padang 389,05 km2, dan Kabupaten
Agam 205,73 km2. Kabupaten/Kota yang mempunyai wilayah pesisir terkecil
adalah Kota Pariaman yaitu 55,85 km2.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 13
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

1.4.2 Kawasan Pulau-Pulau Kecil


Dari 19 kota/kabupaten yang ada di Sumatera Barat, 7 Kota/Kabupaten
berada di daerah pesisir dan pada umumnya kota dan kabupaten yang berada di
daerah pesisir memiliki pulau-pulau kecil. Pulau-pulau tersebut umumnya milik
kaum, ada pulau yang berpenghuni (ada yang di tinggali/didiami oleh penduduk)
dan ada juga pulau yang tidak ada penghuninya. Berdasarkan data Departemen
Kelautan dan Perikanan Tahun 2009, jumlah pulau menurut kota/kabupaten di
Sumatera Barat sebanyak 185 buah dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Nama dan Lokasi Pulau-Pulau Kecil di Sumatera Barat
Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
1 Pulau Batubalaie Sungai Beremas 000 12’ 06” 990 15’ 49”
2 Pulau Batuula Sungai Beremas 000 12’ 49” 990 17’ 51”
3 Pulau Ikan Sungai Beremas 000 13’ 26” 990 18’ 03”
0
4 Pulau Harimau Sungai Beremas 00 13’ 08” 990 17’ 17”
0
5 Pulau Nibung Bawah Sungai Beremas 00 14’ 04” 990 11’ 29”
6 Pulau Nibung Ateh Sungai Beremas 000 12’ 49” 990 11’ 29”
0
7 Pulau Pangka Sungai Beremas 00 08’ 30” 990 17’ 39”
0
8 Pulau Panjang Sungai Beremas 00 11’ 17” 990 18’ 27”
0
9 Pulau Pigago Sungai Beremas 00 10’ 32” 990 16’ 52”
10 Pulau Taluo Sungai Beremas 000 07’ 30” 990 21’ 40”
0
11 Pulau Tamiang Sungai Beremas 00 11’ 10” 990 17’ 54”
0
12 Pulau Unggeh Sungai Beremas 00 15’ 26” 990 15’ 43”
13 Pulau Batu Basanggua Koto XI Tarusan 010 14’ 48” 1000 25’ 53”
0
14 Pulau Batu Dandang Utara Koto XI Tarusan 01 09’ 32” 1000 22’ 09”
0
15 Pulau Batu Ajuang Ketek Koto XI Tarusan 01 16’17” 1000 25’09”
Pulau Sibunta Sungai
16 Koto XI Tarusan 010 12’ 50” 1000 20’22”
Pinang
17 Pulau Cubadak Koto XI Tarusan 010 13’ 0” 1000 23’19”
0
18 Pulau Batu Rimau Koto XI Tarusan 01 14’ 48” 1000 25’ 25”
0
19 Pulau Kapo-Kapo Koto XI Tarusan 01 11’ 51” 1000 23’ 39”
20 Pulau Karanggo Koto XI Tarusan 010 10’ 11” 1000 20’ 16”
0
21 Pulau Si Kumbang Koto XI Tarusan 01 18’ 56” 1000 26’ 08”
0
22 Pulau Labuhan Sundai Koto XI Tarusan 01 5’ 52” 1000 24’ 01”
23 Pulau Marak Koto XI Tarusan 010 11’ 55” 1000 20’ 03”
0
24 Pulau Nibuang Batu Kalang Koto XI Tarusan 01 16’ 17” 1000 24’ 05”
0
25 Pulau Nibuang Cubadak Koto XI Tarusan 01 13’ 50” 1000 23’ 45”
0
26 Pulau Nibuang Utara Koto XI Tarusan 01 13’ 51” 1000 23’ 45”
27 Pulau Nyamuk Koto XI Tarusan 010 15’ 58” 1000 17’ 51”
0
28 Pulau Pagang Koto XI Tarusan 01 09’ 34” 1000 20’ 55”
0
29 Pulau Setan Ketek Koto XI Tarusan 01 13’ 07” 1000 25’ 00”
30 Pulau Setan Gadang Koto XI Tarusan 010 12’ 56” 1000 25’ 00”
0
31 Pulau Batu Rakikrakik Koto XI Tarusan 01 11’ 52” 1000 20’ 29”
0
32 Pulau Batu Sironjong Koto XI Tarusan 01 16’ 37” 1000 25’ 09”
0
33 Pulau Sironjong Gadang Koto XI Tarusan 01 13’ 46” 1000 24’ 26”
34 Pulau Sironjong Ketek Koto XI Tarusan 010 13’ 30” 1000 24’ 11”
0
35 Pulau Taraju Koto XI Tarusan 01 10’ 56” 1000 23’ 47”

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 14
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
36 Pulau Babi Bayang 010 19’ 24” 1000 28’ 29”
37 Pulau Babi Ketek Bayang 010 19’ 50” 1000 28’ 23”
38 Pulau Nibuang Api-Api Bayang 010 18’ 08” 1000 29’ 09”
39 Pulau Batu Puti Bayang 010 18’ 40” 1000 29’ 39”
40 Pulau Semangki Gadang Bayang 010 20’ 44” 1000 31’ 11”
41 Pulau Semangki Ketek Bayang 010 20’ 32” 1000 31’ 09”
42 Pulau Batu Dandang Bayang 010 20’ 47” 1000 31’ 07”
43 Pulau Aua Gadang IV Jurai 010 23’ 34” 1000 29’ 24”
44 Pulau Aua Ketek IV Jurai 010 24’ 32” 1000 29’ 29”
45 Pulau Batu Kereta IV Jurai 010 21’ 14” 1000 33’ 51”
46 Pulau Cingkuak IV Jurai 010 21’ 14” 1000 33’ 33”
Pulau Batu Dandang
47 IV Jurai 010 22’ 30” 1000 33’ 31”
Selatan
48 Pulau Batu Badatuih IV Jurai 010 24’ 41” 1000 29’ 33”
49 Pulau Batu Mandi Ateh IV Jurai 010 24’ 06” 1000 29’ 32”
50 Pulau Batu Mandi Tangah IV Jurai 010 24’ 12” 1000 29’ 30”
Pulau Niabuang Sungai
51 IV Jurai 010 22’ 29” 1000 33’ 32”
Nipah
52 Pulau Batu Nago Batang Kapas 010 24’ 27” 1000 33’ 21”
53 Pulau Penyu Sutera 010 30’ 02” 1000 26’ 18”
Pulau Gosong Ampiang
54 Sutera 010 43’ 13” 1000 35’ 24”
Parak
55 Pulau Karabak Gadang Sutera 010 39’ 45” 1000 30’ 29”
56 Pulau Karabak Ketek Sutera 010 36’ 18; 1000 33’ 16”
57 Pulau Kasiak Taratak Sutera 010 35’ 10” 1000 37’ 43”
Linggo Sari
58 Pulau Katang-Katang 010 53’ 19” 1000 34’ 14”
Baganti
Linggo Sari
59 Pulau Baringin 010 54’ 34” 1000 38’ 20”
Baganti
60 Pulau Pieh Ulakan Tapakis 000 52’ 27” 1000 06’ 01”
61 Pulau Anso Pariaman Tengah 000 38’ 31” 1000 05’ 57”
62 Pulau Kasiak Pariaman Utara 000 35’ 47” 1000 04’ 29”
63 Pulau Tangah Pariaman Tengah 000 38’ 51” 1000 06’ 05”
64 Pulau Ujuang Pariaman Tengah 000 39’ 37” 1000 06’ 39”
65 Pulau Amanna Siberut Utara 010 02’ 28” 980 56’ 60”
66 Pulau Atei Pagai Utara 020 35’ 06” 990 57’ 53”
67 Pulau Bakatmenuang Sikakap 020 46’ 37” 1000 13’ 35”
68 Pulau Bakatpeigu Sikakap 020 47’ 57” 1000 10’ 07”
Siberut Barat
69 Pulau Barekai 010 41’ 15” 990 17’ 21”
Daya
70 Pulau Berikopek Pagai Selatan 030 15’ 46” 1000 26’ 17”
71 Pulau Berikuret Pagai Selatan 030 17’ 10” 1000 27’ 26”
72 Pulau Beriloga Sabeu Pagai Selatan 030 28’ 46” 1000 39’ 35”
73 Pulau Beriloga Sigoiso Pagai Selatan 030 27’ 12” 1000 41’ 02”
74 Pulau Beriulou Pagai Selatan 030 14’ 42” 1000 25’ 56”
Siberut Barat
75 Pulau Beuasak 010 44’ 10” 990 17’ 42”
Daya
76 Pulau Bitoyat Sabeu Pagai Selatan 030 01’ 02” 1000 09’ 08”
77 Pulau Bitoyat Sigoiso Pagai Selatan 030 00’ 02” 1000 09’ 57”

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 15
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
Siberut Barat
78 Pulau Botiek 010 51’ 00” 990 18’ 42”
Daya
79 Pulau Bugeisabeu Siberut Tengah 030 29’ 09” 990 10’ 26”
80 Pulau Bugeisigoiso Siberut Tengah 010 29’ 42” 990 11’ 01”
Pulau Bukkusimapususitka
81 Sipora Utara 010 59’ 32” 990 33’ 15”
Yaman
82 Pulau Bulak Pagai Utara 020 33’ 27” 1000 03’ 14”
83 Pulau Ibanlaut Sikakap 020 50’ 51” 1000 09’ 02”
Siberut Barat
84 Pulau Jujuat 010 48’ 37” 990 02’ 45”
Daya
Siberut Barat
85 Pulau Karamajat 010 55’ 05” 990 18’ 15”
Daya
86 Pulau Kasik Pagai Selatan 030 04’ 03” 1000 14’ 44”
Siberut Barat
87 Pulau Koroniki 010 50’ 11” 990 08’ 46”
Daya
88 Pulau Labatjau Pagai Selatan 310 05’ 04” 1000 28’ 08”
89 Pulau Langgairak Siberut Utara 010 03’ 51” 980 57’ 25”
90 Pulau Laplap Siberut Tengah 010 28’ 10” 990 10’ 16”
91 Pulau Lebuat Sabeu Pagai Selatan 030 07’ 29” 1000 14’ 38”
92 Pulau Lebuat Sigoiso Pagai Selatan 030 07’ 06” 1000 14’ 02”
Siberut Barat
93 Pulau Libbut 010 46’ 18” 990 16’ 00”
Daya
Siberut Barat
94 Pulau Logui 010 43’ 09” 990 15’ 25”
Daya
95 Pulau Lumut Sikakap 020 49’ 30” 1000 10’ 25”
Siberut Barat
96 Pulau Mainu 010 51’ 00” 990 18’ 42”
Daya
97 Pulau Malitau Pagai Selatan 030 12’ 19” 1000 30’ 06”
Siberut Barat
98 Pulau Maseai 010 41’ 18” 990 14’ 26”
Daya
99 Pulau Masusu Sikakap 020 48’ 57” 1000 10’ 05”
100 Pulau Maturugougou Pagai Selatan 030 11’ 31” 1000 29’ 08”
Siberut Barat
101 Pulau Niau 010 51’ 50” 990 05’ 10”
Daya
102 Pulau Nukok Sipora Utara 020 13’ 01” 990 32’ 26”
Siberut Barat
103 Pulau Nyangnyang 010 49’ 35” 990 16’ 04”
Daya
104 Pulau Pacabla Pagai Selatan 030 12’ 50” 1000 27’ 35”
105 Pulau Pacabla Sigoiso Pagai Selatan 030 12’ 23” 1000 26’ 59”
Kab. Kep
106 Pulau Pagai Selatan 030 00’ 05” 1000 19’ 52”
Mentawai
Kab. Kep
107 Pulau Pagai Utara 020 42’ 41” 1000 05’ 31”
Mentawai
Siberut Barat
108 Pulau Pananggalat Sabeu 010 54’ 09” 990 18’ 55”
Daya
Siberut Barat
109 Pulau Pananggalat Sigoiso 010 53’ 48” 990 18’ 52”
Daya
Siberut Barat
110 Pulau Panderai 010 38’ 05” 990 12’ 59”
Daya

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 16
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
111 Pulau Panjangsaibi Siberut Tengah 010 21’ 38” 990 06’ 59”
112 Pulau Pela Siberut Utara 010 00’ 57” 980 57’ 45”
113 Pulau Pubagguuat Sipora Selatan 020 22’ 17” 990 44’ 45”
Pulau Bukkusimapususima
114 Sipora Utara 010 59’ 35” 990 33’ 19”
Barek
Pulau Bukkusimapususima
115 Sipora Utara 010 39’ 35” 990 36’ 13”
Piok
116 Pulau Pitoiat Sabeu Sipora Utara 020 07’ 51” 990 31’ 58”
117 Pulau Pitoiat Sigoiso Sipora Utara 020 07’ 06” 990 31’ 26”
118 Pulau Rangehrangerak Siberut Tengah 010 22’ 54” 990 06’ 49”
119 Pulau Putoutougat Sipora Utara 020 00’ 43” 990 33’ 42”
120 Pulau Raggi Sikakap 020 50’ 00” 1000 10’ 36”
121 Pulau Raggi Pagai Selatan 030 10’ 31” 1000 24’ 44”
122 Pulau Rarabugei Pagai Selatan 030 30’ 39” 1000 24’ 23”
123 Pulau Rausabeu Sipora Utara 010 57’ 56” 990 34’ 09”
124 Pulau Rausimaipok Sipora Utara 010 57’ 55” 990 34’ 12”
125 Pulau Rausitkalaut Sipora Utara 010 57’ 53” 990 34’ 15”
126 Pulau Sanding Pagai Selatan 030 34’ 06” 1000 46’ 57”
127 Pulau Siamila Pagai Selatan 030 13’ 45” 1000 29’ 32”
128 Pulau Siatanusa Pagai Selatan 030 13’ 01” 1000 29’ 03”
129 Pulau Siatjak Bulat Sigoiso Pagai Utara 020 37’ 41” 990 58’ 33”
130 Pulau Siatjak Sabeu Pagai Utara 020 37’ 37” 990 58’ 31”
131 Pulau Siatjak Sigoiso Pagai Utara 020 37’ 41” 990 58’ 33”
132 Pulau Sibarubaru Pagai Selatan 030 17’ 20” 1000 20’ 30”
133 Pulau Sibigeu Pagai Selatan 030 04’ 00” 1000 11’ 08”
Siberut Barat
134 Pulau Sibiti 010 43’ 49” 990 18’ 33”
Daya
135 Pulau Siburu Sipora Utara 010 58’ 59” 990 35’ 30”
136 Pulau Sigogoa Pagai Utara 020 36’ 00” 990 58’ 18”
137 Pulau Sikatsila Pagai Selatan 030 09’ 23” 1000 26’ 25”
138 Pulau Silabulabu Sabeu Pagai Utara 020 45’ 08” 990 58’ 06”
139 Pulau Silabulabu Sigoiso Pagai Utara 020 45’ 24” 990 59’ 25”
Siberut Barat
140 Pulau Siloina 010 46’ 49” 990 17’ 45”
Daya
141 Pulau Simaileppet Siberut Selatan 010 33’ 44” 990 12’ 07”
142 Pulau Simasingitngit Pagai Selatan 020 58’ 56” 1000 25’ 31”
143 Pulau Simakakkang Sipora Utara 010 59’ 29” 990 34’ 18”
144 Pulau Simaleguk Sabeu Pagai Selatan 030 512’ 29” 1000 24’ 05”
145 Pulau Simaleguk Sigoiso Pagai Selatan 030 13’ 36” 1000 24’ 50”
Siberut Barat
146 Pulau Simasit 000 57’ 11” 980 57’ 19”
Daya
147 Pulau Simungguk Pagai Selatan 030 15’ 57” 1000 34’ 15”
148 Pulau Siniai Pagai Utara 020 46’ 50” 990 58’ 52”
149 Pulau Siopa Sabeu Sikakap 020 52’ 41” 1000 10’ 00”
150 Pulau Siopa Sigoiso Sikakap 020 53’ 23” 1000 10’ 44”
Kab. Kep
151 Pulau Sipora 020 11’ 14” 990 38’ 46”
Mentawai
152 Pulau Siroso Sikakap 020 51’ 13” 1000 08’ 33”
153 Pulau Siruamata Sipora Selatan 020 22’ 11” 990 43’ 47”

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 17
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Administrasi Koordinat
No Nama Pulau
Kecamatan LS BT
154 Pulau Sitkaleleu Sipora Utara 010 57’ 51” 990 34’ 03”
155 Pulau Solaut Pagai Selatan 030 12’ 41” 1000 17’ 58”
156 Pulau Soumang Pagai Selatan 030 14’ 26” 1000 31’ 24”
157 Pulau Sigulagula Pagai Selatan 030 12’ 24” 1000 30’ 46”
Pulau Soumang Pagai
158 Pagai Selatan 030 07’ 48” 1000 18’ 16”
Selatan
159 Pulau Tanopo Pagai Selatan 030 11’ 25” 1000 30’ 35”
160 Pulau Tobbou Sipora Selatan 020 20’ 17” 990 43’ 20”
161 Pulau Tumbang Siberut Utara 010 02’ 31” 980 57’ 31”
162 Pulau Umatsiteut Sipora Utara 020 01’ 19” 990 36’ 42”
163 Pulau Tangahtiku Tanjung Mutiara 000 24’ 43” 990 54’ 08”
164 Pulau Ujuangtiku Tanjung Mutiara 000 25’ 23” 990 53’ 59”
165 Pulau Aie Koto Tangah 01o 52′ 29″ 100o 12′ 18″
166 Pulau Bindalang Padang Selatan 00o 59′ 04″ 100o 12′ 30″
167 Pulau Kasiak Gadang Lubuk Bagaluang 01o 01′ 09″ 100o 21′ 45″
Bungus Teluk
168 Pulau Kasiakbungus 01o 02′ 04″ 100o 23′ 50″
Kabung
169 Pulau Kasiak Sibonta Padang Barat 00o 57′ 17″ 100o 14′ 08″
170 Pulau Pandan Padang Barat 00o 56′ 58″ 100o 08′ 23″
Bungus Teluk
171 Pulau Pasumpahan 01o 07′ 04″ 100o 22′ 03″
Kabung
172 Pulau Pisang Gadang Padang Selatan 00o 59′ 35″ 100o 20′ 22″
173 Pulau Pisang Ketek Padang Selatan 00o 59′ 28″ 100o 21′ 12″
174 Pulau Sao Koto Tangah 00o 51′ 31″ 100o 18′ 06″
Bungus Teluk
175 Pulau Setan 01o 07′ 10″ 100o 22′ 53″
Kabung
176 Pulau Sibonta Padang Barat 00o 57′ 22″ 100o 13′ 49″
Bungus Teluk
177 Pulau Sikuai 01o 07′ 40″ 100o 21′ 10″
Kabung
Bungus Teluk
178 Pulau Sinyaru 01o 04′ 32″ 100o 17′ 49″
Kabung
Bungus Teluk
179 Pulau Sirandah 01o 07′ 20″ 100o 20′ 27″
Kabung
180 Pulau Toran Lubuk Bagaluang 01o 12′ 16″ 100o 10′ 25″
181 Pulau Talena Lubuk Bagaluang 01o 00′ 02″ 100o 22′ 32″
Bungus Teluk
182 Pulau Ula 01o 07′ 09″ 100o 21′ 23″
Kabung
183 Pulau Bando Sumatera Barat 00o 45′ 38″ 99o 59′ 48″
184 Pulau Bintangua Sumatera Barat 01o 08′ 54″ 100o 19′ 50″
185 Pulau Sironjong Sumatera Barat 01o 08′ 38″ 100o 21′ 29″
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2009).

1.4.3 Batimetri

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 18
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Batimetri adalah gambaran bentuk konfigurasi dasar laut yang dinyatakan


dengan angka-angka kedalaman dan garis kedalaman. Peta batimetri adalah peta
yang memberi informasi mengenai kedalaman laut, baik mengenai ukuran tentang
elevasi berdasarkan kondisi maupun topografi dasar laut. Gambaran kondisi
bathimetri suatu wilayah memiliki pengaruh penting dalam penentuan
pemanfaatan suatu wilayah perairan.
Batimetri perairan dari perairan daratan Sumatera hingga pulau pulau kecil
seperti Pulau Pieh, Pulau Toran, Pulau Pandan, Pulau Penyu, Pulau dan Baringin
berkisar antara 50-250 meter. Batimetri perairan Selat Mentawai berkisar antara
460- 1800 meter. Batimetri Kepulauan Mentawai di sekitar Pulau Siberut, Sipora,
Pulau Pagai Utara, Pulau Pagai Selatan dan selat antar pulau tersebut memiliki
kedalaman kurang dari 750 meter di sebelah barat dan kurang dari 200 meter
di sebelah timurnya. Batimetri bervariasi antara 750 meter sampai 1300 meter.
Batimetri perairan di sebelah barat Kepulauan Mentawai bervariasi antara
1300 sampai 5400 meter, karena berhadapan langsung dengan Samudra Hindia.
Wilayah perairan Kepulauan Mentawai berada pada zona subduksi yakni zona
pertemuan dua lempeng (lempeng benua dan samudra) sehingga wilayah ini
termasuk dalam wilayah rawan gempa. Peta Batimetri terdapat di Gambar 1.2.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 19
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 1.2 Peta Batimetri Perairan Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 19
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

1.4.4 Kondisi Demografi


Jumlah penduduk setiap tahun secara umum terus meningkat dari tahun
ke tahun. Tahun 2021 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat tercatat
5.580.232 jiwa dan yang berdomisili di 7 (tujuh) kabupaten/kota wilayah pesisir
adalah 3.010.282 jiwa atau sekitar 53,95 % dari total jumlah penduduk Provinsi
Sumatera Barat (di 19 kabupaten/kota). Untuk lebih jelas, jumlah penduduk yang
berada di 7 (tujuh) kabupaten/kota wilayah pesisir dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Dari Tabel 1.3 terlihat bahwa dari 7 (tujuh) kabupaten/kota wilayah pesisir,
jumlah penduduk terbanyak berada di Kota Padang yaitu 913.448 jiwa, sedangkan
jumlah penduduk yang paling sedikit berada Kabupaten Kepulauan Mentawai,
yaitu 88.389 jiwa. Kemudian bila dilihat antar tahun, ternyata pada tahun 2020
terjadi pernurunan jumlah penduduk yaitu di Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat
dan Kota Padang. Hal ini dikarenakan diantaranya pada tahun 2020 tersebut
terjadinya pandemi Covid-19. Disamping itu akibat dari pandemi Covid-19 tersebut
juga terjadinya migrasi atau perpindahan penduduk dari satu daerah
kabupaten/kota ke daerah kabupaten/kota lainnya dalam Provinsi Sumatera Barat.
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Tujuh
Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat Tahun
2017-2021
Jumlah Penduduk Laju Pert.
Kabupaten/Kota
2017 2018 2019 2020 2021 Pddk ( % )
Kabupaten
Kep. Mentawai 88.692 90.373 92.021 87.623 88.389 –0,09
Pesisir Selatan 457.285 460.716 463.923 504.418 509.618 2,57
Padang Pariaman 411.003 413.272 415.613 430.626 433.018 1,27
Agam 484.288 487.914 491.282 529.138 534.202 2,34
Pasaman Barat 427.295 435.612 443.722 431.672 436.313 0,52
Kota
Padang 927.011 939.112 950.871 909.040 913.448 –0,37
Pariaman 86.618 87.626 88.501 94.224 95.294 2,28
Jumlah 2.882.192 2.914.625 2.945.933 2.986.741 3.010.282 1,06
Sumber : BPS Prov. Sumatera Barat (2018, 2019, 2020, 2021, 2022).

Pada Tabel 1.3, terlihat juga bahwa Laju Pertumbuhan Rata-rata


Penduduk di kabupaten/kota wilayah pesisir Provinsi Sumatera Barat adalah
1,06 % pertahun, dimana laju pertumbuhan terendah terdapat pada Kota Padang,
yaitu –0,37 % pertahun (terjadi penurunan jumlah penduduk), sedangkan yang
tertinggi terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu 2,57 % pertahun.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 20
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Grafik jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di tujuh kabupaten/kota wilayah


pesisir Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Gambar 1.3 dan Gambar 1.4.
1.000.000
900.000
800.000
Jumlah Penduduk (Jiwa)

700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2017 2018 2019 2020 2021
Tahun
Kep. Mentawai Pes. Selatan Pdg. Pariaman
Agam Series5 Padang
Pariaman

Gambar 1.3. Grafik Jumlah Penduduk Tahun 2017 – 2021 di Tujuh Kabupaten/
Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat.

Pariaman 2,28

Padang -0,37
Kabupaten / Kota

Pasaman Barat 0,52

Agam 2,34

Pdg. Pariaman 1,27

Pes. Selatan 2,57

Kep. Mentawai -0,09

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00


Laju Pertumbuhan Penduduk (% pertahun)

Gambar 1.4. Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk di Tujuh Kabupaten/Kota


Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat

1.5 Peta dan ruang lingkup wilayah perencanaan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang


Nomor 1 Tahun 2014 dan UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
ruang lingkup wilayah perencanaan RZWP3K Provinsi Barat yaitu ruang laut 0-12
mil diukur dari pasang tertinggi.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 21
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 1.5 Peta Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan RZWP3K Provinsi Sumatera Barat.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN I - 22
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB II

DESKRIPSI POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN


PULAU-PULAU KECIL DAN KEGIATAN PEMANFAATAN

2.1 Kondisi Hidro-oseanografi


2.1.1 Arus Laut
Ditinjau dari letak wilayah perairan Propinsi Sumatera Barat, yaitu terletak
dinatara pertemuan perairan Samudera Hindia di sebelah Barat dan Laut
Andaman di sebelah Utara. Fluktuasi muka air laut (pasut) merupakan hasil
perjalanan dari massa air yang berpengaruh di pesisir pantai Sumatera Barat yaitu
Samudera Hindia dan Laut Andaman (Wyrtki, 1961). Secara umum, arus laut yang
mempengaruhi karakteristik perairan di Indonesia adalah arus laut yang
dibangkitkan oleh angin dan pasut. Pada musim barat, di Samudera Hindia
sebelah barat Sumatera Barat bertiup angin dari barat ke timur, sehingga arus laut
secara umum mengalir dari barat ke timur. Sedangkan pada musim timur arus laut
mengalir sebaliknya.

Dalam pemodelan hidrodinamika ada 3 paramater utama yang


digunakansebagai input ataupun pembangkit model, yakni batimetri, pasang surut
dan angin. Data batimetri di peroleh dari C-Map Maxsea Norway, selanjutnya data
batimetri diinterpolasi ulang untuk memperoleh data yang lebih halus. Model ini
merupakan suatu model peramalan pasang surut global dengan resolusi 0.125ºX
0.125º yang merupakan data asimilasi dari data TOPEX/Poseidon. Data angin
masukan model diperoleh dari ECMWF (European Centre for Medium-Range
Weather Forecasts) yang merupakan data reanalisis dari gabungan data seluruh
Badan Meteorologi Dunia. Data angin mempunyai inverval waktu tiap 3 jam
dengan resolusi spasial 1,5° x 1,5° dengan cakupan global. Data angin yang
digunakan merupakan data musim barat, mewakili musim peralihan 1, mewakili
musim timur dan mewakili musim peralihan 2.

Pola arus musim barat dan musim timur di Sumatera Barat berturut-turut
disajikan dalam Gambar 2.1, Gambar 2.2, Gambar 2.3 dan Gambar 2.4. Secara
umum pola arus hasil simulasi berdasarkan musim terlihat bervariasi baik secara

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

spasial maupun temporal, namun secara tegas terlihat terdapat dua arah arus
dominan pada keempat musim tersebut. Pada saat musim barat dan musim
peralihan 1 arah arus dominan bergerak menuju barat hingga tenggara, sebaliknya
ketika musim timur dan musim peralihan 2 arah arus dominan bergerak menuju
timur hinga timur laut. Secara kasat mata rata-rata kecepatan arus secara spasial
terlihat bervariasi, baik di perairan Kepulauan Mentawai maupun di pesisir barat
Pulau Sumatera. Kecepatan arus surut menuju pasang musim barat berkisar
antara 0,05-0,35 m/det, kecepatan arus surut menuju pasang musim timur
berkisar antara 0,05- 0,3 m/det, arus pasang menuju surut musim barat berkisar
antara 0,05 -0,2 m/det, dan arus pasang menuju surut musim timur berkisar antara
0,05-0,2 m/det.
Kecepatan arus rata-rata di Kota Padang sebesar 20,41cm/det (BPSPL
Padang, 2011), dan kecepatan arus di perairan Kota Pariaman pada bagian
permukaan bervariasi antara 3.00 – 29,00 cm/dtk dengan rata-rata 14 cm/det
(BPSPL Padang, 2011) Kecepatan arus yang bergerak di perairan Kepulauan
Mentawai berkisar antara 0,21-0,67 m/s. Sedangkan arus permukaan bergerak
dari arah utara menuju selatan yang terjadi sepanjang tahun. Hal ini berpengaruh
pada pola distribusi komposisi kimia dan biologi perairan.
Penelitian Sugianto dan Agus (2007) bahwa pola pergerakan arus di
perairan pantai Sumatera Barat di pengaruhi oleh pasut serta pola arus regional di
Samudera Hindia. Dari hasil pengamatan lapangan, kecepatan arus terbesar
terjadi pada musim peralihan dengan kecepatan maksimal mencapai 0,358 -0,397
m/det dengan arah dominan ke tenggara hingga selatan. Pada musim timur
kecepatan arus maksimal mencapai 0,22-0,24 m/det dengan arah dominan
tenggara. Sedangkan pada musim barat kecepatan arus maksimal 0,22-0,29
m/det dengan arah dominan kearah utara hingga selatan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 2
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.1 Peta Pola Arus Surut Menuju Pasang Musim Barat di Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 3
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.2 Peta Pola Arus Surut Menuju Pasang Musim Timur di Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 4
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.3 Peta Pola Arus Pasang Menuju Surut Musim Barat di Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 5
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.4 Peta Pola Arus Pasang Menuju Surut Musim Timur di Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 6
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
ROVINSI SUMATERA BARAT

2.1.2 Gelombang
Gelombang laut adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah
tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal.
Gelombang laut disebabkan oleh angin. Tinggi gelombang signifikan (significant
wave height) adalah rata-rata tinggi gelombang (dari puncak ke lembah) dari
sepertiga gelombang laut tertinggi Tinggi gelombang signifikan didefinisikan
sebagai rata – rata 1/3 tinggi gelombang tertinggi. Tinggi gelombang ini dapat
digunakan untuk menunjukkan sea state (kondisi stabil laut).
Input utama yang digunakan dalam pemodelan gelombang adalah
batimetri dan angin. Data batimetri di peroleh dari C-Map Maxsea Norway,
selanjutnya data batimetri diinterpolasi ulang untuk memperoleh data yang lebih
halus. Data angin diperoleh dari ECMWF (European Centre for Medium-Range
Weather Forecasts) yang merupakan data reanalisis dari gabungan data seluruh
Badan Meteorologi dunia. Data angin mempunyai inverval waktu tiap 6 jam
dengan resolusi spasial 1.50 x 1.50 dengan cakupan global. Data angin yang
digunakan merupakan data musim barat, musim peralihan 1, mewakili musim timur
dan musim peralihan 2. Hasil model gelombang berupa rata-rata tinggi gelombang
signifikan dan arahnya disajikan dalam Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Gambar 2.5 merupakan hasil model pada musim barat, dan Gambar 2.6
merupakan gelombang musim timur.

Secara umum karakteristik gelombang yang merambat di perairan pesisir


Sumatera Barat cukup bervariasi secara spasial maupun temporal. Secara spasial
tinggi gelombang signifikan di Kabupaten Kepulauan Mentawai sepanjang musim
lebih tinggi dibandingkan dengan pesisir daratan Sumatera. Tingginya gelombang
signifikan di pesisir Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak lepas dari pengaruh
rambatan gelombang dari Samudera Hindia yang memang sepanjang tahun cukup
tinggi. Rata-rata tinggi gelombang signifikan pada saat musim barat di pesisir
Sumatera Barat berkisar 0,2-2,4 m, saat musim musim peralihan 1 tidak berbeda
siginfikan dengan kondisi musim barat, yakni masih berkisar 1.8-2 m. Saat musim
timur rata-rata tinggi gelombang signifikan nampak lebih tinggi dibandingkan
dengan kedua musim sebelumnya berkisar 0,4 - 2.5 m. Demikian juga yang terlihat
pada musim peralihan 2, rata-rata tinggi gelombang signifikan yang terlihat di
pesisir Sumatera Barat masih tergolong tinggi yakni berkisar 2-2.5 m.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 7
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.5 Peta Tinggi Gelombang pada Musim Barat Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II- 8
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.6 Peta Tinggi Gelombang pada Musim Timur Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II- 9
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gelombang yang terjadi di perairan Sumatera Barat, sangat dipengaruhi


oleh angin yang bertiup dari Samudera Hindia. Angin yang bertiup pada bulan Juli
dan Desember menimbulkan gelombang dengan ketinggian maksimum 3 – 5
meter. Secara umum pola sirkulasi air laut di perairan ini bergerak dari utara dan
barat laut ke arah tenggara. Pola tersebut dapat dikatakan tetap sepanjang tahun,
kecuali bulan Agustus, karena berbalik ke arah sebaliknya (DISHIDROS, 1977).
Gelombang maksimum perairan Kota Padang setinggi 3 meter (BPSPL Padang,
2011), dan gelombang di Perairan Kota Pariaman dengan ketinggian gelombang
tidak lebih 2 meter (BPSPL Padang, 2011).
Berdasarkan hasil pengukuran lapangan menggunakan ADCP, Kepulauan
Mentawai Tahun 2015, memiliki gelombang dengan arah dominan dari barat.
Karakteristik gelombang dapat digambarkan dengan tinggi dan periode signifikan
gelombang, yaitu tinggi signifikan 0.67 meter dan periode signifikan 20 detik.
Dinamika gelombang yang terjadi di Kepulauan Mentawai yaitu refraksi atau
perubahan tinggi dan arah gelombang akibat perubahan kedalaman dan difraksi
atau pembelokan arah gelombang terhalang pulau. Energi gelombang yang sudah
sampai ke perairan dangkal telah terendam oleh kondisi topografi, misalnya
adanya pulau.
Tinggi gelombang di perairan barat Sumatera tergolong cukup besar.
Tinggi gelombang mencapai 3-4 meter. Dari analisis ini dapat di duga bahwa arus
yang mengalir di wilayah ini juga besar. Besarnya gelombang dan kencangnya
arus dapat menyebabkan tingkat erosi di perairan ini cukup tinggi.

2.1.3 Suhu Permukaan Laut


Berdasarkan hasil pengukuran suhu permukaan perairan yang telah
dilakukan pada stasiun pengamatan di perairan laut di Provinsi Sumatera Barat
memiliki suhu berkisar mulai dari 27 0C hingga 31,60 0C, dimana suhu permukaan
perairan terendah terdapat pada perairan laut Kabupaten Kepulauan Mentawai
dan suhu perairan permukaan tertinggi pada kawasan laut Kabupaten Agam. Jika
dilihat dari rata-rata suhu permukaan perairan yang ada pada perairan laut
Sumatera Barat maka suhu permukaan perairan di kawasan laut Provinsi
Sumatera Barat sesuai dengan acuan pada SK Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut, yaitu
suhu optimal yang baik untuk kehidupan biota laut 28 0C.- 32 0C (Tabel 2.1 dan
Gambar 2.7). Gambar Peta Arus berdasarkan data hasil survey dan Citra Satelit
Aqua Modis Tahun 2015 terdapat pada gambar di bawah ini.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 10
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 2.1 Suhu Permukaan Perairan Laut Provinsi Sumatera Barat.


Kabupaten Pesisir Selatan
No. Suhu (0C) No. Suhu (0C) No. Suhu (0C)
1. 30 13. 29 25. 28
2. 30 14. 29 26. 30
3. 29 15. 29 27. 30
4. 29 16. 29 28. 29
5. 29 17. 29 29 30
6. 30 18. 29 30. 30
7. 30 19. 29 31. 30
8. 28 20. 29 32. 30
9. 26 21. 29 33. 31
10. 30 22. 30 34. 31
11. 29 23. 29 35. 29
12. 29 24. 30
Kota Padang
No. Suhu (0C) No. Suhu (0C) No. Suhu (0C)
1. 29,3 9. 28,8 17. 29
2. 28,7 10 28,3 18. 28,8
3. 28,6 11. 28,6 19. 28,7
4. 28,8 12. 28,7 20. 28,6
5. 29,8 13. 28,8 21. 28,7
6. 28,8 14. 28,7 22. 28,8
7. 28,5 15. 28,8 23. 28,8
8. 29,2 16. 28,8 24. 28,9
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
No. Suhu (0C) No. Suhu (0C) No. Suhu (0C)
1. 30.60 10. 31.10 19. 31.50
2. 30.60 11. 30.10 20. 30.80
No. Suhu (0C) No. Suhu (0C) No. Suhu (0C)
3. 30.40 12. 30.40 21. 31.50
4. 30.80 13. 30.20 22. 31.60
5. 30.50 14. 30.50 23. 31.60
6. 30.30 15. 30.70 24. 29.10
7. 30.40 16. 29.60 25. 31.20
8. 31.30 17. 29.10
9. 31.30 18. 31.10
Kabupaten Agam
No. Suhu (0C) No. Suhu (0C) No. Suhu (0C)
1. 29,8 9. 29 17. 29,7
2. 29,8 10. 29,9 18. 30
3. 29,5 11. 29 19. 29
4. 29,5 12. 29,8 20. 29,8
5. 29,5 13. 30 21. 30
6. 30 14. 30,5 22. 29,7
7. 30,6 15. 30,2 23. 30,2
8. 30 16. 30
Kabupaten Kepulauan Mentawai
No. Suhu (0C) No. Suhu (0C) No. Suhu (0C)
1 27 21 27 41 28

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II- 11
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

2 27 22 29 42 28
3 28 23 27 43 28
4 28 24 28 44 27
5 28 25 27 45 27
6 28 26 27 46 27
7 28 27 27 47 29
8 28 28 28 48 29
9 28 29 28 49 27
10 28 30 27 50 27
11 28 31 29 51 28
12 28 32 27 52 28
13 28 33 28 53 28
14 28 34 28 54 27
15 28 35 28 55 27
16 29 36 27 56 27
17 27 37 27 57 28
18 27 38 29 58 28
19 28 39 27 59 28
20 28 40 27 60 28

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II- 12
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.7 Peta Suhu Permukaan Laut Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 13
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

2.1.4 Salinitas
Berdasarkan hasil pengukuran salinitas perairan yang telah dilakukan pada
stasiun pengamatan di perairan laut di Provinsi Sumatera Barat salinitas terukur
berkisar mulai dari 15 ppm hingga 34,5 ppm, dimana salinitas terendah dan
tertinggi ini terdapat pada perairan laut yang sama yaitu kabupaten Pesisir
Selatan. Jika dilihat dari rata-rata salinitas terukur pada kawasan laut Provinsi
Sumatera Barat salinitas yang ada mendukung untuk kehidupan biota laut sesuai
pada acuan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang
baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut, yaitu berkisar antara 33 ppm – 34
ppm (Tabel 2.2 dan Gambar 2.8).
Tabel 2.2 Salinitas Perairan Laut Provinsi Sumatera Barat.
Kabupaten Pesisir Selatan
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas 0/00 ppm) No. Salinitas 0/00 ppm)
ppm)
1. 20 13. 33 25. 29
2. 30 14. 33 26. 31
3. 33 15. 29 27. 31
4. 34 16. 29 28. 32
5. 31 17. 30 29 30
6. 32 18. 30 30. 29
7. 34,5 19. 31 31. 31
8. 31 20. 33 32. 30
9. 15 21. 31 33. 30
10. 31 22. 31 34. 31
11. 32 23. 30 35. 32
12. 31 24. 32
Kota Padang
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas (0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1. 33 9. 34 17. 33
2. 34 10 34 18. 34
3. 34 11. 31 19. 30
4. 32 12. 31 20. 22
5. 32 13. 33 21. 32
6. 33 14. 32 22. 33
7. 34 15. 33 23. 34
8. 33 16. 34 24. 35
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas (0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1. 32 10. 34 19. 31
2. 31 11. 33 20. 34
3. 31 12. 34 21. 20
4. 34 13. 34 22. 28
5. 31 14. 32 23. 34
6. 31 15. 32 24. 34

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 14
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

7. 33 16. 32 25. 32
8. 32 17. 33
9. 34 18. 30

Kabupaten Agam
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas 0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1. 32 9. 30 17. 32
2. 32 10. 30 18. 31
3. 32 11. 32 19. 30
4. 32 12. 30 20. 31
5. 32 13. 30 21. 30
6. 30 14. 32 22. 32
7. 30 15. 28 23. 30
8. 18 16. 28
Kabupaten Pasaman Barat
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas (0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1 30 14 27 27 29
2 29 15 30 28 31
3 32 16 32 29 31
4 28 17 30 30 30
5 30 18 28 31 26
6 31 19 31 32 29
7 25 20 10 33 32
8 25 21 32 34 31
9 28 22 26 35 32
10 32 23 30 36 30
11 29 24 30 37 30
12 28 25 27 38 31
13 31 26 28 39 30
Kabupaten Kepulauan Mentawai
No. Salinitas (0/00 No. Salinitas (0/00 ppm) No. Salinitas (0/00 ppm)
ppm)
1 33 21 33 41 32
2 33 22 34 42 33
3 34 23 34 43 32
4 33 24 32 44 33
5 34 25 33 45 33
6 32 26 33 46 32
7 33 27 33 47 33
8 32 28 34 48 34
9 33 29 33 49 32
10 33 30 32 50 33
11 32 31 32 51 32
12 32 32 32 52 33
13 32 33 32 53 33
14 33 34 33 54 32

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II- 15
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

15 34 35 32 55 33
16 33 36 33 56 34
17 33 37 33 57 34
18 32 38 32 58 33
19 32 39 32 59 33
20 32 40 32 60 34

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II- 16
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.8 Peta Sebaran Salinitas Sumatera Barat.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 17
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

2.1.5 Khlorofil
Klorofil
Berdasarkan hasil pengukuran klorofil perairan yang telah dilakukan pada
stasiun pengamatan di perairan laut di Provinsi Sumatera Barat klorofil terukur
berkisar mulai dari 0,047 mg/l – 32,51 mg/l, dimana klorofil paling rendah terdapat
pada kawasan laut Kabupaten Pasaman Barat dan klorofil tertinggi terdapat pada
perairan laut Kota Padang. Jika dilihat dari rata-rata klorofil terukur pada kawasan
laut Provinsi Sumatera Barat maka klorofil yang ada pada perairan menyatakan
perairan tersebut subur dan sangat baik bagi hidup biota laut di perairan tersebut
(Tabel 2.3 dan Gambar 2.9). Gambar Peta Arus berdasarkan data hasil survey
dan Citra Satelit Aqua Modis Tahun 2015 terdapat pada gambar di bawah ini.

Tabel 2.3 Klorofil Perairan Laut Provinsi Sumatera Barat.


Kabupaten Pesisir Selatan
No. Klorofil No. Klorofil No. Klorofil
1. 1,8338 13. 1,4267 25. 1,5526
2. 1,7874 14. 1,738 26. 1,541
3. 1,7521 15. 1,595 27. 1,5692
4. 1,4732 16. 1,586 28. 1,1556
5. 1,8505 17. 1,5664 29 1,7704
6. 1,5584 18. 1,7201 30. 1,567
7. 1,4905 19. 1,7126 31. 1,5892
8. 1,0405 20. 1,5999 32. 1,586
9. 1,7816 21. 1,0925 33. 1,3008
10. 1,5611 22. 1,4509 34. 1,5204
11. 1,2572 23. 1,5008 35. 1,2169
12. 1,1307 24. 1,5831
Kota Padang
No. Klorofil No. Klorofil No. Klorofil
1. 11,12 9. 3,57 17. 13,63
2. 24,1 10 28,74 18. 8,59
3. 30,94 11. 24,96 19. 21,18
4. 12,37 12. 17,4 20. 25,29
5. 32,51 13. 15,47 21. 11,6
6. 16,15 14. 18,66 22. 19,92
7. 26,48 15. 9,85 23. 25,59
8. 5,65 16. 16,75 24. 17,85
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
No. Klorofil No. Klorofil No. Klorofil
1. 2.20 10. 2.91 19. 2.37
2. 1.14 11. 0.53 20. 3.01
3. 2.54 12. 1.52 21. 1.04
4. 3.16 13. 2.04 22. 2.61
5. 1.51 14. 1.74 23. 3.00
6. 2.88 15. 2.17 24. 2.58
7. 3.37 16. 2.05 25. 2.34

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 18
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

No. Klorofil No. Klorofil No. Klorofil


8. 0.54 17. 2.13
9. 2.00 18. 1.63
Kabupaten Pasaman Barat
No. Klorofil No. Klorofil No. Klorofil
1 0.047 14 0.068 27 0.071
2 0.056 15 0.071 28 0.069
3 0.057 16 0.058 29 0.068
4 0.063 17 0.057 30 0.084
5 0.061 18 0.069 31 0.089
6 0.068 19 0.073 32 0.088
7 0.100 20 0.069 33 0.069
8 0.056 21 0.075 34 0.083
9 0.027 22 0.078 35 0.071
10 0.027 23 0.072 36 0.071
11 0.047 24 0.068 37 0.068
12 0.087 25 0.079 38 0.072
13 0.089 26 0.077 39 0.079
Kabupaten Kepulauan Mentawai
No. Klorofil No. Klorofil No. Klorofil
1 4.76 21 4.76 41 3.094
2 1.19 22 1.19 42 7.14
3 5.474 23 4.046 43 4.76
4 2.38 24 6.902 44 2.38
5 2.38 25 2.38 45 3.332
6 4.76 26 5.236 46 6.664
7 1.19 27 4.522 47 2.38
8 2.38 28 7.378 48 3.332
9 5.236 29 4.76 49 4.76
10 1.428 30 6.664 50 6.664
11 2.38 31 2.38 51 4.998
12 5.474 32 2.142 52 6.188
13 2.38 33 1.19 53 6.902
14 3.332 34 2.618 54 2.38
15 6.664 35 5.474 55 5.236
16 4.76 36 4.284 56 6.664
17 4.046 37 5.474 57 2.856
18 4.998 38 4.284 58 3.094
19 6.188 39 5.236 59 7.14
20 7.378 40 2.856 60 4.76

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II- 19
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.9 Peta Sebaran Klorofil a Provinsi Sumatera Barat.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 20
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

2.2 Ekosistem Pesisir


2.2.1 Mangrove
Mangrove (hutan bakau) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,
yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Dalam tinjauan siklus
biomassa, hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem
air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan,
tempat kawin/pemijahan, sumber makanan utama bagi organisme air di daerah
mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik (detritus) yang dihasilkan
dari dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting dan bunga) dan
lainnya. Selama proses dekomposisi, serasah mangrove berangsur-angsur
meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber makanan bagi
berbagai organisme pemakan deposit seperti moluska, kepiting dang cacing
polychaeta. Konsumen primer ini menjadi makanan bagi konsumen tingkat dua,
biasanya didominasi oleh ikan-ikan buas berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh
juvenil ikan predator besar yang membentuk konsumen tingkat tiga. Hutan
mangrove berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragam jenis-
jenis komoditi penting perikanan baik secara keseluruhan maupun sebagian dari
siklus hidupnya. Jadi jelaslah bahwa Mangrove mempunyai peranan ekologis,
ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan
wilayah pesisir.
Berdasarkan Data BIG dari analisis citra satelit Alos tahun 2010 luas hutan
mangrove Sumatera Barat seluas 39.619,157 Ha. Berdasarkan data dari Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat (2015) menunjukan bahwa total
luas ekosistem mangrove di wilayah pesisir Provinsi Sumatera Barat 43.186,71
ha. Wilayah kabupaten/kota pesisir yang memiliki ekonsistem mangrove terluas
adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu 32.600,00 ha. Sedangkan wilayah
kabupaten/kota yang memiliki luas ekosistem mangrove terkecil adalah Kota
Pariaman yaitu dengan luas 18,25 ha. Untuk lebih jelasnya tentang luas kondisi
ekosistem mangrove di masing-masing kabupaten/kota pesisir Provinsi Sumatera
Barat disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Luas Hutan Mangrove di Provinsi Sumatera Barat.
No Kabupaten/ Kota Luas Mangrove (ha)
1 Kabupaten Pesisir Selatan 2.549,55
2 Kota Padang 1.250,16
3 Kabupaten Padang Pariaman 190,00
4 Kota Pariaman 10,00

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 21
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

5 Kabupaten Agam 313,50


6 Kabupaten Pasaman Barat 6.273,50
7 Kabupaten Kep. Mentawai 32.600,00
Jumlah 43.186,71
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar ( 2015).

Secara umum mangrove di dominasi oleh Rhizophora apiculata dari setiap


lokasi pengambilan data sampling nilai yang tertinggi dapat ditemukan di lokasi
Teluk Betung dengan Kepadatan 9566,67 (ind/ha) sedangkan yang terendah
terdapat pada Pulau Marak dengan kepadatan 2500,00 (ind/ha) distribusi nilai
disajikan dengan (KR) Kerapatan Relatif dan (NP) Nilai Penting, hal ini di
pengaruhi oleh substrat dasar yang kebanyakan lumpur berpasir yang secara
ekologi cocok untuk jenis tersebut dapat disajikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Penghitungan Struktur Komunitas Mangrove.


Lokasi Jenis Jumlah K KR F FR BA D DR NP (%)
(ind/ha)

Teluk R.a 94 3133,33 94,95 1,00 50,00 4119,73 13,73 71,80 216,75
Betung
S.a 2 66,67 2,02 0,33 16,67 1443,94 4,81 25,17 43,85

B.g 3 100,00 3,03 0,67 33,33 173,81 0,58 3,03 39,39

Jumlah 99 3300,00 100,00 2,00 100,00 5737,48 19,12 100,00 300,00

Panasahan R.a 235 7833,33 99,58 1,00 75,00 6611,96 22,04 91,57 266,14

S.a 1 33,33 0,42 0,33 25,00 609,03 2,03 8,43 33,86

Jumlah 236 7866,67 100,00 1,33 100,00 7220,99 24,07 100,00 300,0

Pulau R.a 75 2500.00 70.09 1.00 25.00 3359.92 11.20 72.02 167.11
Marak
S.a 2 66.67 1.87 0.67 16.67 730.02 2.43 15.65 34.18

B.g 18 600.00 16.82 1.00 25.00 307.21 1.02 6.58 48.41

A.c 4 133.33 3.74 0.67 16.67 59.20 0.20 1.27 21.67

L.r 8 266.67 7.48 0.67 16.67 209.07 0.70 4.48 28.62

Jumlah 107 3566.67 100 4.00 100 4665.42 15.55 100 300

Kapo Kapo R.a 84 2800,00 61,76 1,00 50,00 2387,92 7,96 58,33 170,10

R.m 52 1733,33 38,24 1,00 50,00 1705,64 5,69 41,67 129,90

Jumlah 136 4533,33 100,00 2,00 100,00 4093,56 13,65 100,00 300,0

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 22
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Lokasi Jenis Jumlah K KR F FR BA D DR NP (%)


(ind/ha)

Pulau R.a 156 5200.00 98.73 1.00 75.00 4625.95 15.42 99.22 272.95
Cubadak
B.g 2 66.67 1.27 0.33 25.00 36.43 0.12 0.78 27.05

C.t 2 66.67 1.27 0.33 25 33.81 0.11 0.73 26.99

Jumlah 160 5266.67 100.00 1.33 100.00 4696.19 15.54 100.00 300.0

Teluk R.a 224 7466,67 98,68 1,00 75,00 4876,32 16,25 99,11 272,79
Mandeh
C.t 3 100,00 1,32 0,33 25,00 43,61 0,15 0,89 27,21

Jumlah 227 7566,67 100,00 1,33 100,00 4919,93 16,40 100,00 300,0

Teluk R.a 287 9566,67 89,41 1,00 42,86 3210,12 10,70 84,35 216,61
Betung
R.s 32 1066,67 9,97 1,00 42,86 587,18 1,96 15,43 68,25

C.t 2 66,67 0,62 0,33 14,29 8,43 0,03 0,22 15,13

Jumlah 321 10700,00 100 2,33 100 3805,72 12,69 100,00 300

Teluk R.a 235 7833,33 100,00 1,00 100 8016,84 26,72 100 300,00
Mandeh II
Jumlah 235 7833,33 100 1,00 100 8016,84 26,72 100,00 300

Sungai R.a 113 3766.67 40.65 1.00 18.75 3854.37 12.85 66.39 125.79
Nyalo
S.h 73 2433.33 26.26 1.00 18.75 809.67 2.70 13.95 58.96

C.t 31 1033.33 11.15 1.00 18.75 353.27 1.18 6.08 35.99

L.l 29 966.67 10.43 1.00 18.75 447.29 1.49 7.70 36.89

A.c 30 1000.00 10.79 0.67 12.50 322.16 1.07 5.55 28.84

P.p 1 33.33 0.36 0.33 6.25 12.43 0.04 0.21 6.82

A.f 1 33.33 0.36 0.33 6.25 6.44 0.02 0.11 6.72

Jlh 278 9266.67 100.00 5.33 100.00 5805.63 19.35 100.00 300.00

Sungai R.a 176 5866,67 81,86 1,00 42,86 5976,06 19,92 89,71 214,42
Pinang
L.l 7 233,33 3,26 0,67 28,57 351,78 1,17 5,28 37,11

A.c 31 1033,33 14,42 0,33 14,29 316,00 1,05 4,74 33,45

B.a 1 33,33 0,47 0,33 14,29 17,90 0,06 0,27 15,02

Jumlah 215 7166,67 100,00 2,33 100,00 6661,74 22,21 100,00 300,00

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 23
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Sumber: Bappeda Kab. Pesisir (2015)

Keteragan :
K : Kerapatan KR : Kerapatan Relatif
F : Frequensi FR : Frequen Relatif
BA : Basal Area D : Dominasi
DR : Dominasi Relatif NP : Nilai Penting

Kabupaten Padang Pariaman

Kondisi mangrove yang diteliti adalah di Batang Gasan. Dilihat dari nilai
(NP) Nilai Penting maka yang tertinggi yaitu dari jenis Aegiceras floridum dengan
persentase 250,00 dengan kerapatan individu 666,67 (ind/ha) dan di lokasi
pertama ini hanya di dominasi oleh jenis tersebut sedangkan di lokasi lain terdiri
dari beberapa jenis seperti Sonneratia alba dan Hibiscus tiliaceus namun
kepadatan yang tertinggi ada pada dilokasi ke tiga sebesar 2600,00 (ind/ha) dapat
dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Penghitungan Struktur Komunitas Mangrove di Batang Gasan


Lokasi Jenis Jumlah K KR F FR BA D DR NP (%)
(ind/ha)
Aegiceras
40 666,67 100,00 0,50 50,00 894,227 1,49 100,00
floridum 250,00
1 - 0 0,00 0,00 0,50 50,00 0,00 0,00 0,00 50,00
Jumlah 40 666,67 100,00 1,00 100,00 894,227 1,49 100,00 300,00
Aegiceras
85 1416,67 96,59 1,00 75,00 1623,95 2,71 41,35
floridum 212,94
2 Sonneratia
3 50,00 3,41 0,33 25,00 2303,30 3,84 58,65
alba 87,06
Jumlah 88 1466,67 100,00 1,33 100,00 3927,25 6,55 100,00 300,0
Aegiceras
156 2600,00 89,14 1,00 50,00 3711,7 6,19 35,70
floridum 174,84
Sonneratia
16 266,67 9,14 0,83 41,67 6596,50 10,99 63,44 114,25
3 alba
Hibiscus
3 50,00 1,71 0,17 8,33 89,11 0,15 0,86 10,90
tiliaceus
Jumlah 175 2916,67 100,00 2,00 100,00 10397,3 17,33 100,00 300,00
Sumber: KKPD Kab. Padang Pariaman (2015).
Keteragan :
K : Kerapatan KR : Kerapatan Relatif
F : Frequensi FR : Frequen Relatif
BA : Basal Area D : Dominasi
DR : Dominasi Relatif NP : Nilai Penting

Kabupaten Pasaman Barat


Pada Struktur vegetasi mangrove sejati dan bukan mangrove sejati yang
terdapat di Pulau Tamiang, Pulau Harimau, dan Pulau Panjang di Kabupaten
Pasaman Barat memiliki tingkatan nilai yang tertinggi 260,10 pada nilai penting
dengan jenis R. Stylosa terdapat pada Pulau Tamiang yang berdekatan dengan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 24
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Pulau Panjang dengan nilai kerapatan relatif 93,33 jenis ini juga terdapat pada
pulau - pulau lain memiliki tingkat kapadatan yang cukup tinggi dan dapat dilihat
pada Tabel 2.7.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 25
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.10 Peta Sebaran Mangrove Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 26
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 2.7 Penghitungan Struktur Komunitas Spesies Mangrove.


No Spesies KR RF DR NP (%)
Tamiang
Pohon
1 R. stylosa 71,15 51,87 69,69 192,98
2 R. apiculata 7,14 10,00 8,08 25,22
3 R. mucronata 4,28 10,00 8,08 22,36
4 B. asiatica 4,28 10,00 5,05 19,33
5 P. tectorius 4,28 10,00 4,04 18,32
6 C. nucifera 1,42 10,00 3,03 14,45
Sapling
1 R. stylosa 93,33 71,55 95,22 260,10
2 P. apiculata 2,00 13,79 3,49 19,28
3 B. asiatica 2,00 13,79 1,16 16,95
4 Seedling:
5 R. stylosa 100,00 100,00 - 200,00
Pulau Harimau
1 Pohon:
2 R. apiculata 83,11 14,05 92,66 229,82
3 R. mucrona 9,06 7,56 13,76 30,41
4 R.stylosa 2,59 7,56 4,58 14,73
5 X. granatum 2,59 7,56 3,66 13,81
Sapling:
1 R. apiculata 47,36 29,33 53,77 130,46
2 R. mucronata 26,31 23,55 21,69 79,55
3 S. frustescens 1,83 5,78 10,37 17,98
4 D. umbellatum 5,26 5,78 4,71 15,21
5 G. speciosa 2,63 5,78 1,88 10,29
6 F. rukam 1,05 5,78 1,88 8,71
7 D. heterophyllacea 1,05 5,78 0,94 7,77
8 X. granatum 1,05 5,78 0,94 7,77
Seedling:
1 X. granatum 20,61 36,84 - 57,54
2 S. hydrophyllacea 13,49 36,84 - 50,33
3 L. littorea 13,49 12,28 - 25,77
4 R. apiculata 2,88 12,28 - 15,16
Pulau Panjang
Pohon:
1 R. mucronata 35,89 18,03 39,06 92,98
2 R. stylosa 32,05 27,32 16,74 76,11
4 S. alba 6,41 27,32 26,51 60,24
5 R. apiculata 14,10 18,08 6,97 39,10
6 H. tilliaceus 7,69 8,74 5,58 22,01
Sapling:
1 R. stylosa 44,44 79,51 52,00 175,95
2 R. apiculata 24,44 39,27 48,00 111,71
Seedling:
1 R. apiculata 100,00 100,00 - 200,00
Sumber : Bappeda Kab. Pasaman Barat
Keterangan :
K : Kerapatan KR : Kerapatan Relatif
F : Frequensi FR : Frequen Relatif
BA : Basal Area D : Dominasi
DR : Dominasi Relatif NP : Nilai Penting

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 27
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Kabupaten Mentawai
Dari hasil pengukuran di setiap lokasi Rhizophora mucronata mendominasi
dengan nilai tertinggi pada kepadatan mencapai 1900 (ind/ha) jenis ini berada
pada barisan terdepat pada ekosistem yang langsung berhadapan dengan laut
lepas sedangkan nilai terendah yaitu Rhizophora apiculata dan Ceriops tagal
dengan nilai kerapatan 100 (ind/ha) hal ini mempengaruhi nilai penting dari
dominasi beberapa jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Penghitungan Struktur Komunitas Spesies Mangrove Kab.
Mentawai.
Pulau Pagai Utara dan Selatan
No Lokasi/Jenis K (ind/ha) KR (%) DR (%) NP (%)
Desa Sikakap
1 Rhizophora mucronata 1200 100 100 200
Desa Sikakap
1 Rhizophora mucronata 900 81.8 82.6 164.4
2 Ceriops tagal 200 18.2 17.4 35.6
Desa Sinakak
1 Rhizophora mucronata 700 63.6 83.6 147.2
2 Bruguiera gymnorrhiza 300 27.3 9.7 36.9
3 Bruguiera cylindrical 100 9.1 6.8 15.9
Pulau Siberut
No Lokasi/Jenis K (ind/ha) KR (%) DR (%) NP (%)
Desa Katurai
1 Rhizophora mucronata 1000 58.8 53.5 112.3
2 Rhizophora stylosa 700 41.2 46.5 87.7
1. Desa Katurai
1 Rhizophora mucronata 100 5.9 9.4 15.3
2 Rhizophora stylosa 400 23.5 18.2 41.7
3 Rhizophora apiculata 1200 70.6 72.4 143.0
2. Desa Katurai
1 Rhizophora mucronata 1000 58.8 53.5 112.3
2 Rhizophora stylosa 700 41.2 46.5 87.7
1 3. Desa Katurai
2 Rhizophora mucronata 1900 100 100 200
1 Desa Muara Siberut
2 Bruguiera cylindrica 600 40 44.1 84.1
3 Rhizophora stylosa 900 60 55.9 115.9
1 Desa Maileppet
2 Rhizophora mucronata 1200 85.7 88.6 174.3
3 Ceriops decandra 200 14.3 11.4 25.7
Pulau Siberut
No Lokasi/Jenis K (ind/ha) KR (%) DR (%) NP (%)

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 28
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Desa Cimpungan
1 Rhizophora mucronata 1700 100 100 200
Desa Saibi Samukop
1 Rhizophora mucronata 200 25.0 2.6 27.6
2 Rhizophora stylosa 200 25.0 3.2 28.2
3 Rhizophora apiculata 100 12.5 0.8 13.3
4 Sonneratia caseolaris 200 25.0 91.8 116.8
5 Ceriops tagal 100 12.5 1.5 14.0
Desa Saibi Samukop
1 Rhizophora mucronata 600 37.5 40.4 77.9
2 Rhizophora stylosa 500 31.3 32.8 64.0
3 Ceriops tagal 400 25.0 21.0 46.0
4 Bruguiera cylindrica 100 6.3 5.8 12.1
Desa Silaguma
1 Sonneratia caseolaris 200 25.0 91.8 116.8
2 Ceriops tagal 100 12.5 1.5 14.0
Sumber: BPSPL Padang (2015).
Keterangan :
Kerapatan (K),
Kerapatan Relatif (KR)
Dominansi Relatif (DR)
Nilai Penting (NP)

2.2.2 Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat kompleks dan
produktif dengan keanekaragaman jenis biota sangat tinggi. Karang membentuk
kerangka kapur yang terdiri dari CaCO3 dan di dalam polyp karang terdapat
zooxanthella yang merupakan symbion karang. Zooxanthelia ini berupa algae
bersel satu yang membantu dalam pembentukan kerangka kapur.
Terumbu karang merupakan salah satu potensi sumber daya laut yang
sangat penting. Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai
tempat memijah, mencari makanan, daerah asuhan dari berbagai biota laut dan
sebagai sumber plasma nutfah serta merupakan sumber berbagai makanan dan
bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam bidang farmasi dan
kedokteran. Terumbu karang juga mempunyai nilai estetika sangat tinggi yang
dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata bahari. Disamping itu secara fisik,
terumbu karang melindungi pantai dari degradasi dan abrasi. Oleh karena itu perlu
adanya konservasi dan pengelolaan untuk menjaga dan memelihara ekosistem
terumbu karang tersebut dan habitat yang berasosiasi di sekitarnya agar berada
dalam kondisi yang baik. Pengelolaan terumbu karang secara lestari dan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 29
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

berkesinambungan sangat penting, artinya ekosistem terumbu karang yang


sangat produktif dapat mendukung kehidupan nelayan di wilayah pesisir.
Berdasarkan data BIG dari analisis citra satelit landsat tahun 2009 luas
total terumbu karang Sumatera Barat seluas 39.619,157 ha. Berdasarkan data
dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat (2015) menunjukan
bahwa luas terumbu karang di wilayah perairan laut Sumatera Barat adalah
36.693,27 ha. Luas tutupan terumbu karang terluas berada di Kabupaten
Kepulauan Mentawai yaitu 35.218,00 ha, sedangkan yang terendah terdapat di
Kota Pariaman, yaitu 10,95 ha. Untuk lebih jelasnya kondisi luas tutupan terumbu
karang dimasing-masing kabupaten/kota pesisir Provinsi Sumatera Barat disajikan
pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Luas Terumbu Karang Provinsi Sumatera Barat.
No Kabupaten/ Kota Areal (ha)
1 Kabupaten Pesisir Selatan 1.065,37
2 Kota Padang 83,65
3 Kabupaten Padang Pariaman 54,60
4 Kota Pariaman 10,95
5 Kabupaten Agam 16,20
6 Kabupaten Pasaman Barat 244,50
7 Kabupaten Kep. Mentawai 35,218,00
Jumlah 36.693,27
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar ( 2015)

Kondisi Karang di Kabupaten Pesisir Selatan

Kondisi karang yang terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan tergolong


dalam kondisi baik persen penutupan yang tertinggi terdapat pada Pulau Baringin
dengan penutupan 83,00 persen sedangkan yang terendah terdapat di pulau Aua
Gadang bagian timur dengan persen penutupan 5,00 hal ini dikarenakan kondisi
dasar perairan yang dipengaruhi oleh substrat dasar yang berpasir dan pecahan
karang yang sudah mati, selain itu juga dipengaruhi dengan kompetisi ruang
dalam perebutan makana yang di dominasi oleh karang yang lebih besar. Untuk
data rinci kondisi teruumbu karang di Kabupaten Pesisir Selatan dapat dilihat pada
Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Kondisi Penutupan Karang Kabupaten Pesisir Selatan.


No Lokasi Persen penutupan (%) Kondisi
1 Pulau Aua Gadang
Barat 74,27 Baik
Selatan 41,40 Sedang
Timur 5,00 Buruk
Utara 18,80 Buruk

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 30
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

2 Pulau Aua Ketek 31.97 Sedang


3 Pulau Baringin 85,63 Sangat baik
4 Pulau Karabak Gadang - -
5 Pulau Karabak Ketek
Barat 52,53 Baik
Selatan 83,00 Sangat Baik
Timur 57,07 Baik
Utara 59,13 Baik
7 Pulau Katang-Katang 70,30 Baik
8 Pulau Penyu
Barat 12,13 Buruk
Selatan 22,20 Buruk
Timur 78,47 Sangat bauk
Timur 59,07 Baik
9 Pulau Gosong 39,20 Sedang
Sumber: Bappeda Kabupaten Pesisir Selatan (2015).

Kondisi Karang Kota Padang

Dari kondisi terumbu karang yang ada di pulau – pulau diatas maka dapat
dilihat kondisi dalam tergolong sedang namun di Pulau Bindalang persen
penutupan sangat baik dengan 77,83, Pulau Sibonta 34,2 %, Pulau Pasumpahan
47,90 %, Pulau Toran 36,27 %, Pulau Pandan 48,87 % dan Pulau Air 27,33 %
dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Kondisi Penutupan Karang Kota Padang.


No Lokasi Persen penutupan Kondisi
1 Pulau Bindalang 77,83 sangat baik
2 Pulau Sibonta 34,2 Sedang
3 Pulau Sikuwai - -
4 Pulau Sironjong - -
5 Pulau Pasumpahan 47,90 Sedang
7 Pulau Setan - -
8 Pulau Ula - -
9 Pulau Sirandah - -
10 Pulau Toran* 36,27 Sedang
11 Pulau Pandan* 48,87 Sedang
12 Pulau Air* 27,33 Sedang
Sumber: DKP Provinsi Sumbar (2015) dan Loka KKPN Pekanbaru (2015)*

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 31
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.11 Peta Sebaran Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 32
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Kondisi karang Kabupaten Padang Pariaman


Terumbu karang yang ditemukan di perairan Kecamatan Batang Gasan
adalah terumbu karang tepi (fringring reef) dan terumbu karang penghalang
(barrier reff). berbentuk gosong. Kedalamannya berkisar antara 3 sampai 15 meter
pada kondisi pasang naik terbesar dan dapat muncul kepermukaan pada saat
surut terendah terbesar. Diperkirakan ada lebih kurang 15 gosong terumbu karang
di kawasan ini yang terletak membujur dari utara ke selatan sepanjang Kecamatan
Batang Gasan, dengan sendirinya berperan sebagai benteng dari pengerusan
pantai, hal ini dibuktikan bahwa kawasan pantai di depan terumbu karang
mengalami penambahan lahan (abrasi) (Tabel 2.12).
Tabel 2.12 Kondisi Penutupan Karang Kabupaten Padang Pariaman
No Lokasi Persen penutupan Kondisi
1 Stasiun 1 Gosong Kariang 46 Baik
2 Stasiun 2 Gosong Kariang 56 Baik
3 Stasiun 3 Gosong Kariang 27 Sedang
4 Stasiun 4 Gosong Kariang 42 Sedang
5 Pulau Pieh 46,20 Sedang
7 Pulau Bando 44,73 Sedang
Sumber: DKP Provinsi Sumbar (2015).

Pada kondisi terumbu karang di Kabupaten Padang Pariaman banyak


terdapat di daerah Gosong yang mana pada daerah ini biasanya kondisi karang
relatif bagus ini buktikan dari empat gosong dua gosong dalan kondisi baik dan
yang dua lagi kondisi sedang.

Kondisi Karang Kota Pariaman


Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Kasiak tergolong kategori buruk
dan sedang dengan persentase dari 17,90 sampai 26,30 di karenakan kondisi
perairan yang tidak mendukung dari segi ekologi dan aktifitas masyarakat yang di
luar kontrol dapat mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang dapat dilihat
pada Tabel 2.13.

Tabel 2.13 Kondisi Penutupan Karang Kota Pariaman.


No Lokasi Persen penutupan Kondisi
Pulau Kasiak
1 Selatan 22,80 Buruk
2 Timur 17,90 Buruk
3 Utara 30,40 Sedang
4 Barat 26.30 Sedang
Sumber: DKP Provinsi Sumbar (2014).

Kondisi Karang Kabupaten Agam

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 33
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Kabupaten Agam hanya memiliki Dua Pulau yaitu Pulau Tangah dan Pulau
Ujuang dengan persentase penutupan tergolong kondisi baik dengan penutupan
berkisar antara 48 – 55,5 persen (Tabel 2.14). Luas terumbu karang di perairan
kabupaten Agam adalah 16.20 ha.
Tabel 2.14 Kondisi Penutupan Kabupaten Agam
No Lokasi Persen penutupan Kondisi
1 Pulau Tangah 48, Baik
2 Pulau Ujuang 55,5 Baik
Sumber: BPSPL Padang (2011).

Kondisi Karang Kabupaten Pasaman Barat

Dari hasil survey kondisi terumbu karang di Kabupaten Pasaman Barat


tergolong kondisi buruk dan sangat buruk dari persen penutupan berkisar antara
4,5 sampai dengan 21,13 tergolong pada kategori kondisi yang sangat buruk
untuk kondisi terumbu karang. Namun ada pulau lainnya hampir sama dengan
Pulau Batu Balaia, Pulau Batu Ular ini terdiri dari dua buah batu besar yang terletak
diantara Pulau Harimau dengan Pulau Unggas (Tabel 2.15).

Tabel 2.15 Kondisi Penutupan Kabupaten Pasaman Barat


No Lokasi Persen penutupan Kondisi
1 Pulau Tamiang 21,13 Buruk
2 Pulau Pigago 17,23 Buruk
3 Pulau Harimau 4,5 Sangat Buruk
4 Pulau Batu Balaia 10,7 Sangat Buruk
5 Pulau Ikan - -
6 Pulau Ula - -
7 Pulau Unggas - -
Sumber: Bapeda Pasaman Barat (2015).

Kondisi Karang Kabupaten Mentawai


Secara umum perairan pantai Kepulauan Mentawai banyak dijumpai
sebaran terumbu karang. Pada perairan Pantai Timur Mentawai umumnya
dijumpai terumbu karang tepi (freengings reefs) yang tidak merata. Sementara
pada beberapa desa pesisir juga dijumpai terumbu karang yang bersifat tersebar
(patchy reefs). Pada sisi barat perairan kepulauan Mentawai dijumpai terumbu
karang tepi (freenging reefs) yang relatif merata. Kondisi terumbu karang di
Kabupaten Kepulauan Mentawai dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Kondisi Persentase Tutupan Terumbu Karang Hidup Kep. Mentawai.
No Lokasi Persentase Penutupan Karang Kriteria
Hidup (%)
1 Pesisir Timur Pagai 35,50 Sedang
Selatan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 34
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

No Lokasi Persentase Penutupan Karang Kriteria


Hidup (%)
2 Bagian Utara Pagai 52,00 Baik
Selatan
3 Desa Sikakap 37,00 Sedang
4 P. Patotogat (Tua Peijat) 44,00 Sedang
5 P. Aira (Tua Peijat) 11,00 Rusak
6 P. Sikubu (Tua Peijat) 11,80 Rusak
7 Desa Bosua, Sipora 22,00 Rusak
8 P. Panjang ( Tua Peijat) 16,40 Rusak
9 P.Nyangnyang 15,80 Rusak
10 P.Karangmajat 53,50 Baik
11 P. Mainu 50,50 Baik
12 P.Masilok 17,00 Rusak
13 Desa Saibi Samukop, P. 20,50 Rusak
Siberut
14 Pesisir Timur Desa 24,00 Rusak
Saliguma Siberut
Sumber : BPSPL Padang ( 2015).

Pada Tabel 2.16 di atas kondisi karang masih tergolong kondisi baik dan
sedang dan rusak nilai berkisar antara 11,00 – 53,50 persen yang baik pada Pulau
Karangmajat karena kondisi perairan yang baik. Pada Pulau Siberut bagian
selatan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, Karang Pocillopora verrucosa
merupakan jenis yang paling dominan, diikuti oleh karang dari marga Porites dan
Favia.

2.2.3 Padang Lamun


Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga, berbuah, berdaun dan
berakar sejati yang telah menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut dangkal.
Lamun tumbuh pada dasar perairan laut yang berlumpur, berpasir dan berbatu.
Hamparan tumbuhan lamun biasanya ditemui di tepi pantai, membentuk sebuah
ekosistem tersendiri yang disebut padang lamun. Umumnya ekosistem padang
lamun terletak diantara ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang.
Manfaat ekosistem padang lamun antara lain adalah sebagai tempat mencari
makan, hidup dan memijah bagi berbagai jenis biota bentik dan ikan, dan juga
merupakan daerah yang kaya bahan organik yang berasal dari serasah daun
lamun. Secara ekologis, ekosistem lamun berfungsi sebagai penyaring sampah
daratan dan meredam energi gelombang sehingga bisa mengurangi tingkat erosi
pantai.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 35
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.12 Sebaran Lamun di Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 36
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera


Barat (2015) menunjukan bahwa luas padang lamun yang ada di perairan laut
Provinsi Sumatera Barat adalah sekitar 532 ha, dan yang terluas terdapat di
Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu sekitar 500 ha. Sedangkan yang terkecil
terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 2 ha. Luasan ekosistem padang lamun
di beberapa perairan laut kabupaten/kota Pesisir Provinsi Sumatera Barat
disajikan pada Tabel 2.17.
Tabel.2.17 Luasan Padang Lamun Menurut Kabupaten/Kota.
No Kabupaten/ Kota Luas Lamun (ha)
1 Kabupaten Pesisir Selatan 2
2 Kota Padang 5
3 Kabupaten Padang Pariaman -
4 Kota Pariaman -
5 Kabupaten Agam -
6 Kabupaten Pasaman Barat 25
7 Kabupaten Kep. Mentawai 500
Jumlah 532
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar ( 2015).

Kabupaten Pesisir Selatan

Lamun (seagrass) yang merupakan salah satu sistem ekologi di wilayah


laut atau pesisIr merupakan tumbuhan berbunga (angiospermae) memiliki rhizome
daun dan akar sejati yang hidup terendam dalam laut, berkolonisasi pada suatu
daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan secara seksual
Lamun yang ada di Pesisir Selatan hanya ada di Batu Kalang (Tabel 2.18), namun
keberadaan lamun dahulunya ada di beberapa titik seperti Pulau Cubadak dan
Pulau Setan.

Tabel 2.18 Kepadatan Lamun Thalassia hemprichii di Kabupaten Pesisir Selatan


No Kabupaten/ Kota Persen Penutupan Kondisi

1 Batu kalang 25,10% Miskin

Kota Padang
Lamun di Kota Padang terdapat di Pulau Pasumpahan dan Taman
Nirwana. Jenis yang ada adalah Thalassia hemprichii (Tabel 2.19).

Tabel 2.19 Kepadatan Lamun Thallasia hemprichii di Kota Padang.


No Kabupaten/ Kota Persen Penutupan Kondisi
1 Pulau Pasumpahan 15,23 % Miskin

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 37
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

No Kabupaten/ Kota Persen Penutupan Kondisi


2 Taman Nirwana 42,25 % Kurang Kaya/Kurang Sehat

Kabupaten Pasaman Barat


Potensi padang lamun di perairan Kabupaten Pasaman Barat relatif sedikit,
hanya dibeberapa kawasan terutama di pulau-pulau kecil dan di daerah Teluk
Tapang dengan luas mencapai 60 ha dengan jenis yang didominasi oleh Hallodule
sp, Halophylla sp serta jenis lainnya yang ditemukan adalah Enhalus sp,
Cymmodocea sp, dan Thalassia sp, dan tipe vegetasi campuran dimana tegakan
lamun yang disusun oleh dua atau lebih jenis lamun yang tumbuh bersamaan pada
satu substrat. Dari tabel dibawah keragaman jenis lamun terdiri dari empa jenis
yaitu Thalassia sp. Enhallus sp. dan Hallodule sp. Hallophylla sp lamun yang
terbanyak berada di Teluk Tapang. Di Pulau Panjang yang di dominasi oleh
Thalassia sp. sedangkan pada Pulau Tamiang tergolong sangat rendah di
bandingkan dengan pulau-pulau lainnya namun jenisnya lebih beragam dapat
dilihat pada Tabel 2.20.
Tabel 2.20 Lokasi dan Potensi Padang Lamun di Kabupaten Pasaman Barat
No. Lokasi Potensi Padang Jenis
Lamun (ha)
1. Teluk Tapang 60 Hallophylla sp. Thalassia sp,
2. Pulau Panjang 7,5 Hallodule sp. Thalassia sp,
3. Pulau Unggas 2,5 Hallodule sp. Hallophylla sp
4. Pulau Harimau 0,5 Hallodule sp. Hallophylla sp
5. Pulau Tamiang 1,0 Thalassia sp. Enhallus sp
Hallodule sp. Hallophylla sp
6. Pulau Pigogo 2,0 Hallodule sp. Hallophylla sp
7. Mandiangin 1,5 Hallodule sp. Hallophylla sp
Sumber: BPSPL Padang (2011).

Kabupaten Mentawai
Lamun di Kabupaten Kepulauan Mentawai di Saumanganyak, Sinakak,
Matobe, Mara, Bosua, Katurai, Mailepet, Cimpungan dan beberapa daerah pesisir
lainnya. Lokasi dan sebaran lamun terdapat pada Tabel dibawah ini (Tabel 2.21).
Tabel 2.21 Sebaran Padang Lamun di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Pulau Desa Jenis Tutupan Kerapatan Kondisi
(%) (Ind/m 2)
Pagai Saumanganyak Enhalus acoroides 35 318 Kurang
Cymodocea 25 Kaya
rotundata
Sinakak Enhalus acoroides 46 325 Kurang
Kaya
Sipora Matobe Enhalus acoroides 42 165 Kurang
Kaya

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 38
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Pulau Desa Jenis Tutupan Kerapatan Kondisi


(%) (Ind/m 2)
Mara Enhalus acoroides 36 266 Kurang
Thalassia hempricii 55 kaya
Bosua Enhalus acoroides 51 468 Kurang
Thalassia hempricii 23 Kaya
Cymodocea 42
rotundata
Siberut Katurai Thalassia hempricii 79 598 Kaya/sehat
Enhalus acoroides 89
Maileppet Enhalus acoroides 53 460 Kurang
Kaya
Cimpungan Enhalus acoroides 87 563 Sehat
Cymodocea 45
rotundata
Sumber :BPSPL Padang 2015.

2.3 Sumberdaya Ikan


2.3.1 Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan nelayan Provinsi Sumatera Barat berada di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) yaitu
WPP-NRI 572, yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera
sampai dengan Selat Sunda. WPP-NRI 572 berbatasan dengan perairan
internasional dan mayoritas adalah laut dalam. Berdasarkan Kepmen No.
50/KEPMEN-KP/2018, potensi Sumberdaya Ikan di perairan WPP-NRI 572 ini adalah
1.240.975 ton/tahun, dengan Jumlah Tangkap Boleh (JTB) adalah 992.779
ton/tahun. Potensi sumberdaya ikan tersebut terdiri dari ikan Pelagis Besar, ikan
Pelagis Kecil, ikan Demersal, ikan Karang, Udang Penaeid, Lobster, Kepiting,
Rajungan dan Cumi-cumi. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Perikanan
Tangkap No. 28/KEP-DJPT/2020, maka Kuota Sumberdaya Ikan dan Kuota
Usaha Penagkapan Ikan Provinsi Sumatera Barat di WPP-NRI 572 dapat dilihat
pada Tabel 2.22.

Tabel 2.22 Kuota Sumberdaya Ikan dan Kuota Usaha Penangkapan Ikan
Provinsi Sumatera Barat di WPP-NRI 572.
No. Jenis SDI Kuota SDI Kuota UPI
(ton/tahun) (ton/tahun)
1. Ikan pelagis besar 453 267
2. Ikan pelagis kecil 2.565 1.973
3. Ikan demersal 2.241 2.241
4. Lobster 34 67
5. Cumi-cumi 83 110
6. Kepiting 399 782

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 39
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Kemampuan atau jangkauan nelayan Sumatera Barat dalam melakukan


penangkapan di WPP-NRI 572 tergantung pada jenis armada tangkap yang
dimiliki oleh nelayan. Bila melihat dari jenis armada, maka sebahagian besar
nelayan Sumatera Barat hanya mampu sampai perairan laut dengan kedalam
lebih kurang 200 meter. Untuk meningkatkan kemampuan atau jangkauan daerah
penangkapan, maka sangat diperlukan sekali dilakukan peningkatan kemampuan
jangkauan armada tangkap nelayan, melalui modernisasi armada tangkap dan alat
tangkap. Bila dilihat dari alat tangkap, alat tangkap utama yang dimiliki oleh
nelayan Sumatera Barat adalah payang, bagan, bagan 2 perahu, long line, pukat
pantai, purse seine dan pancing.

2.3.2 Jenis Ikan


Sumberdaya jenis ikan laut di Provinsi Sumatera Barat meliputi jenis ikan
Pelagis dan Demersal, ikan Hias, Krustasea dan Moluska, yaitu sebagai berikut:
a) Ikan Pelagis, yang terdiri dari:

Ikan Pelagis besar, yaitu diantaranya Madidihang (yellow fin tuna),


Tuna mata besar (big eye tuna), Albacore, Tuna abu-abu dan Tuna
sirip-sirip biru (blue fin tuna).
Ikan Pelagis kecil, yaitu diantaranya Cakalang, Tongkol besar dan
Tongkol kecil. Jenis ikan pelagis kecil yang umum dijumpai di perairan
Sumatera Barat yaitu ikan Layang, Selar, Teri, Jepuh, Tembang,
Lemuru dan Kembung. Tetapi yang paling dominan ditemukan adalah
Teri (Stolephorus sp).

b) Ikan demersal, diantaranya yaitu ikan Kakap merah, Mayung, Gerot-gerot,


Kurisi, Beloso, Layur, ikan Sebelah, Lidah, Peperek, Pari, Bawal hitam dan
Bawal putih. Potensi lestari ikan demersal di Sumatera Barat diperkirakan
lebih kurang 270.000 ton.

c) Ikan hias, yang umum dijumpai di perairan Sumatera Barat adalah suku
Pomacentridae (29 jenis), Labridae (17 jenis), Chaetodontidae (2 jenis),
Labridae (11 jenis),dan Achanturidae (13 jenis).

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 40
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.13 Peta Daerah Penangkapan Ikan Tradisional Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 41
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

d) Krustasea atau Udang-udangan, seperti Penaeus merguiensis, P. indicus,


P. orientalis (kelompok udang jerbung); Penaeus monodon, P. semisulcatus
(kelompok udang windu); Metapenaeus ensis, M. monoceros, M. dobsoni
(kelompok udang dogol). Kemudian dari kelompok krustasea lainnya, seperti
kepiting bakau, rajungan, udang ronggeng, udang kipas, udang karang (udang
barong) atau lazim dinamakan udang lobster (spiny lobster).

e) Moluska, seperti kelompok kerang-kerangan yang meliputi tiram, simping,


remis dan kerang darah serta kelompok cumi-cumi yang meliputi cumi-cumi,
sotong dan gurita. Daerah penyebaran kerang-kerangan meliputi seluruh
perairan pantai yang berlumpur, terutama daerah kawasan hutan bakau
(mangrove) di sepanjang pantai Provinsi Sumatera Barat, sementara
penyebaran cumi-cumi meliputi seluruh perairan Sumatera Barat dan
biasanya tertangkap bersama-sama dengan jenis ikan pelagis kecil.
Disamping itu selain moluska di perairan Sumatera Barat juga di temukan
teripang. Teripang merupakan salah satu sumberdaya kelautan yang
mempunyai nilai ekonomis penting dan cukup potensial untuk dikembangkan.
Teripang cukup banyak ditemui di perairan Sumatera Barat pada perairan
berpasir sampai perairan berpasir dan berkarang serta perairan berpasir dan
berlumpur.

2.3.3 Potensi Hasil Perikanan

Perikanan Tangkap
Produksi ikan laut Sumatera Barat pada tahun 2021 sebesar 199 063,50
ton dengan nilai produksi Rp. 4.764.101.011.000,- (Tabel 2.23). Daerah yang
mempunyai hasil tangkapan ikan laut terbanyak adalah Kabupaten Pasaman Barat
yaitu 94.615,77 ton dengan nilai Rp 2.183.528.682.000,- dan paling rendah adalah
Kota Pariaman yaitu 6.229,81 ton dengan nilai Rp 133.989.813.000,-. Kemudian
produksi perikanan tangkap berdasarkan jenis ikan disajikan pada Tabel 2.24.
Tabel 2.23 Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2021.
No Kabupaten/Kota Produksi (ton) Nilai Produksi
(000 Rp)
1 Kab. Kepulauan Mentawai 9.047,00 289.799.716
2 Kab. Pesisir Selatan 37.721,18 923.996.509
3 Kab. Padang Pariaman 17.920,70 356.073.300
4 Kab. Agam 7.805,95 174.532.563
5 Kabupaten Pasaman Barat 94.615,77 2.183.528.682
6 Kota Padang 25.723,08 702.180.428

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 42
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

7 Kota Pariaman 6.229,81 133.989.813


Total 199.063,50 4.764.101.011
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sumatera Barat 2022.

Tabel 2.24 Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut
Menurut Jenis Biota Tahun 2021.
No. Jenis Ikan Produksi (ton) Nilai Produksi (000Rp)
A. Ikan : 192.797,25 8.329.756.622
1. Sebelah 1.416,94 35.113.075
2. Lidah 2.887,29 53.542.720
3. Peperek 6.552,78 34.477.556
4. Manyung 1.191,07 19.18.620
5. Biji Nangka 3.121,07 42.153.490
6. Kakap Merah/Bambangan 2.496,38 145.742.845
7. Kerapu 5.714,39 333.466.452
8. Lencam 73,57 1.544.730
9. Kakap Putih 1.046,43 49.575.700
10. Kurisi 3.465,62 60.530.476
11. Sewanggi/Mata Besar 121,61 3.887.670
12. Gulamah/Tigawaja 3.443,56 52.121.370
13. Cucut 101,85 1.883.100
14. Pari 1.787,22 33.353.115
15. Bawal Hitam 1.903,91 87.501.180
16. Bawal Putih 855,68 64.540.680
17. Sunglir 77,45 1.544.480
18. Layang 3.754,80 83.738.610
19. Selar 6.480,28 153.830.204
20. Kuwe 6.029,92 219.135.349
21. Tetengkek 4.143,19 77.496.742
22. Belanak 1.667,38 18.613.940
23. Kuro/Senangi 1.840,08 51.686.661
24. Julung- julung 1.928,99 8.752.943
25. Teri 5.612,31 90.378.647
26. Japuh 2.386,63 14.587.147
27. Tembang 4.853,96 74.683.498
28. Albakora 120,98 3.197.265
29. Golok-golok/Parang-parang 1.271,10 15.647.940
30. Kembung 20.450,21 561.281.586
31. Tenggiri Papan 2.707,55 118.454.848
32. Tenggiri 2.607,28 136.637.570
33. Layur 4.249,93 105.749.866
34. Tuna 4.200,59 144.769.327
35. Cakalang 9.264,98 211.806.325
36. Tongkol 19.754,30 382.868.720
37. Talang-Talang 1.974,70 45.519.940
38. Siro 288,65 7.134.805
39. Setuhuk Hitam 1.033,58 32.049.588

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 43
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

No. Jenis Ikan Produksi (ton) Nilai Produksi (000Rp)


40. Layaran 1.884,27 51.404.404
41. Kapas-kapas 5.055,63 124.185.924
42. Lisong 1.509,25 33.909.400
43. Kerong-kerong 3.139,43 13.384.206
44. Gerot-gerot 854,79 13.383.909
45. Nomei/Lomei - -
46. Beloso/Buntut Kerbo 725,50 8.947.784
47. Bentong 2.274,13 48.563.429
48. Selanget - -
49. Serinding - -
50. Ikan Lainnya 34.476,05 4.457.795.786
B. Krustasea: 3.731,4 160.096.362
1. Udang Putih Jerbung 2.470,4 14.867.810
2. Udang Dogol - -
3. Udang Windu 58,9 4.707.600
4. Udang Barong/Udang Karang 62,3 2.492.000
5. Udang Krosok 133,2 5.030.025
6. Udang Ratu/Raja 0,8 39.000
7. Udang Lainnya -
8. Kepiting 558,4 12.348.090
9. Rajungan 447,4 20.611.837
10. Lainnya - -
C. Moluska: 2.534,9 146.208.863
1. Cumi-cumi 2.075,9 119.953.063
2. Sotong 1,6 80.000
3. Gurita 324,1 12.856.500
4. Tiram - -
5. Tripang 133,2 13.319.300
6. Lainya - -
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sumatera Barat (2022).

2.4 Pemanfaatan Ruang Laut Yang Telah Ada


2.4.1 Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang utama
bagi masyarakat yang bermukim di kawasan pesisir dan kegiatan ini mempunyai
prospek yang masih baik untuk dikembangkan. Bila dilihat dari jenis armada yang
dimiliki oleh nelayan, ini menunjukan bahwa jangkauan areal penangkapan
nelayan Provinsi Sumatera Barat masih sangat terbatas, yaitu sebagian besar
(78,05 %) kurang dari 4 (empat) mil, dan hanya 21,95 % yang dapat melakukan
penangkapan diatas 4 (empat) mil.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 44
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Sumatera Barat 2012,


jumlah armada tangkap yang ada di Provinsi Sumatera Barat adalah 8.712 unit,
yang terdiri dari 2.329 unit (26,73 %) perahu tanpa motor, 4.471 unit (51,32 %)
motor tempel dan 1.912 unit (21,95 %) kapal motor.
2.4.2 Perikanan Budidaya
Jenis usaha perikanan budidaya yang telah ada di Provinsi Sumatera Barat
adalah budidaya ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung (KJA). Pembesaran
ikan kerapu dalam KJA bertujuan untuk mencapai produksi maksimal secara
berkesinambungan, baik dalam jumlah, mutu maupun ukuran. Untuk mencapai
tujuan tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain pemilihan lokasi,
Konstruksi KJA, benih ikan (ukuran, padat penebaran dan teknik penebaran),
pakan dan pemberian pakan serta pengendalian hama penyakit. Data Dinas
Kelautan dan Perikanan tahun 2014 menunjukkan produksi ikan kerapu
186,20 ton Tabel 2.25 dibawah ini adalah daerah budidaya ikan kerapu di Provinsi
Sumatera Barat .

Tabel 2.25 Lokasi Budidaya Kerapu Provinsi Sumatera Barat


No Kabupaten/Kota Lokasi
1 Kab. Pesisir Selatan Sungai Nipah, Kapo-Kapo, Pulau Setan
2 Kota Padang Pulau Sironjong, Teluk Buo
3 Agam Jorong Ujung Labung Nagari Tiku V Jorong
4 Kabupaten Pasaman Pulau Panjang
Barat
5 Kab. Kepulauan Kecamatan Pagai Selatan (Teluk Sinakak,
Mentawai Bungo Rayo, Tubeket, Pmatete), Kecamatan
Sikakap (Selat Sikakap), Kecamatan Sipora
Utara (Siteut, Gosoinan, Pukarayat,
Betumonga), Kecamatan Siberut Selatan
(Siruamata), Kecamatan Siberut Barat Daya
(Teluk Katurai), Kecamatan Siberut Tengah
(Teluk Saliguma), Kecamatan Siberut Utara
(Teluk Gurukna, Sibeleng), Sipora Utara
(Siteut, Gosoinan, Pukarayat, Betumonga).

Kerang Mutiara

Budidaya kerang mutiara juga telah mulai dilakukan oleh investor di


Sumatera Barat yaitu perairan laut Pulau Sironjong (Kota Padang) dan Pulau
Bintangor. Pada tahun 2016 di Pulau Bintangor telah dibudidayakan 60.000 benih
mutiara ukuran 8 cm oleh PT. Tirta Mas. Budidaya ini melibatkan pemilik Pulau
Bintangua, suku Chaniago, Nagari Sungai Pinang.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 45
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.14 Budidaya Mutiara di Pulau Bintangor

2.4.3 Pariwisata

Wilayah pesisir Sumatera Barat merupakan kawasan untuk kawasan


pariwisata bahari, mempunyai berbagai lokasi wisata yang memiliki daya tarik
terutama sebagai lokasi olah raga laut, misalnya memancing, menyelam, dayung,
selancar, ski air serta wisata lainnya. Dengan kondisi wilayah yang sangat
beragam dan topografi yang berbeda tersebut menyebabkan wilayah pesisir
Sumatera Barat mempunyai lokasi yang beraneka ragam. Beberapa kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil telah dikembangkan sebagai daerah wisata bahari
dapat dilihat pada (Tabel 2.26) berikut. Adapun jenis kegiatan wisata di WP3K
Provinsi Sumatera Barat terdiri dari wisata pantai dan bahari yang meliputi :
Tabel 2.26 Wisata Pantai di Pesisir Provinsi Sumatera Barat
No Kabupaten/Kota Lokasi Wisata
1 Kabupaten Pesisir Selatan Wisata Pantai
Kawasan Carocok Tarusan, Batu Kalang,
Carocok Painan, Bukit Langkisau, Pasir putih
Kambang, Pantai Sago, Pantai Salido, Pulau
Cingkuak, Muaro Bayang, Pantai Sumedang,
Pantai Sambungo (Silaut), Pulau Kereta, Pulau
Aua Gadang, Pulau Aua Ketek, Pulau Penyu,
Pantai Teluk Kasai, Pantai Sungai Nipah,
Pamutusan, Pantai Sungai Pinang
Wisata menyelam (Diving)
Pulau Pulau Kecil Kawasan Mandeh, Pulau Aua
Gadang, Pulau Aua Ketek, Pulau Penyu, Pulau
Pagang, Pulau Marak, Pulau Cubadak, Pulau
Keraba Gadang
Wisata snokling
Pulau Pulau Kecil Kawasan Mandeh, Pulau Aua
Gadang, Pulau Aua Ketek, Pulau Penyu, Pulau

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 46
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

No Kabupaten/Kota Lokasi Wisata


Pagang, Pulau Marak, Pulau Cubadak, Pulau
Keraba Gadang
2 Kota Padang Wisata Pantai
Pantai Air Manis, Pantai Padang, Pantai Carolina,
Pantai Bungus, Pantai Pasir Jambak, Pulau
Pasumpahan, Pulau Sikuai, Pulau Sirojong, Pulau
Sao, Pulau Padan, Pulau Toran, Bintangor
Wisata menyelam (Diving)
Pulau Pasumpahan, Pulau Sikuai, Pulau Sirojong,
Pulau Sao, Pulau Padan, Pulau Toran, Bintangor
Wisata snokling
Pulau Pasumpahan, Pulau Sikuai, Pulau Sirojong,
Pulau Sao, Pulau Padan, Pulau Toran, Bintangor
3 Kabupaten Padang Wisata Pantai
Pariaman Pantai Arta Sungai Limau, Pantai Arga Gasan
Gadang, Pantai Tiram
Wisata menyelam (Diving)
Pulau Bando
Pulau Pieh
Wisata Snorkling
Pulau Bando
Pulau Pieh
4 Kota Pariaman Wisata Pantai
Pantai Gandoriah, Pantai Kata, Pantai Sanur,
Pantai Talao Belibis, Talao Pauh, Talao
Manggung, Pantai Muara Pariaman, Pantai
Karang Awur
Wisata menyelam (Diving
Pulau Angso
Pulau Ujung
Wisata Snorkling
Pulau Bando
Pulau Pieh
5 Kabupaten Agam Wisata Pantai
Bandar Gadang, Pasir Tiku
Wisata menyelam (Diving
Pulau Tangah
Pulau Ujung
Wisata Snorkling
Pulau Tangah
Pulau Ujung
6 Kabupaten Pasaman Wisata Pantai
Barat Pulau Panjang, Pantai Air Bangis, Pantai Sasak,
Pantai Muaro Binguang, Pantai Sasak, Pantai
Sikabau, Pulau Pigogo, Pulau Tamiang, Pulau
Pangka
Wisata menyelam (Diving
Pulau Panjang
Wisata Snorkling
Pulau Panjang

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 47
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

No Kabupaten/Kota Lokasi Wisata


7 Kabupaten Kepulauan Wisata Pantai
Mentawai Pantai Mabolak, Pantai Tumalei, Pantai
Sabeugunggung, Teluk Sikakap, Mapadegat,
Katiet, Pantai Dusun Jati, Pantai Pulau Awera,
Pantai Pulau Simakakang, Pantai Pulau
Pukarajat, Pantai Pokai, Pantai Pulau Simasin,
Pantai Cimpungan, Pantai Sirilogui
Wisata menyelam (Diving
Pulau Sanding, Sibigeu, Simasi-ngit ngit,
Labatjau, Katiet, Tanjung Kinapat, Pulau
Siruamata, Pulau Panjang, Pulau Libbut, Pulau
Barekai, Pulau Nyang Nyang, Pulau Mainuk,
Pulau Botiek, Pulau Pananggalat Sabeu, Pulau
Karamajat, Pulau Pananggalat Sigoiso, Pulau
Roniki, Dusun Logoui, Dusun Maseai
Wisata Snorkling
Pulau Sanding, Sibigeu, Simasi-ngit , Labatjau,
Katiet, Tanjung Kinapat, Pulau Siruamata, Pulau
Panjang, Pulau Libbut, Pulau Barekai, Pulau
Nyang Nyang, Pulau Mainuk, Pulau Botiek, Pulau
Pananggalat Sabeu, Pulau Karamajat, Pulau
Pananggalat Sigoiso, Pulau Roniki, Dusun
Logoui, Dusun Maseai
Wisata Selancar
Pulau Roniki, Pulau Mosokut, Pulau Karangmajat,
Pulau Potoutougat, Desa Mapadegat, Pulau
Potoijat, Tanjung Matabaairak, Pulau Muko, Desa
Betumonga, Desa Bosua, Desa Gobi Bosua,
Dusun Katiet, Desa Silabu, Pulau Sibigau, Pulau
Sibarubaru, Desa Malakopa

Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh


Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh diresmikan oleh Presiden Joko
Widodo pada tanggal 10 Oktober 2015. Kawasan Mandeh DI Kabupaten Pesisir
Selatan, yaitu Kecamatan Kota XI . Kawasan Mandeh dapat dicapai melalui jalan
darat, yaitu arteri primer yang menghubungkan Padang dengan Provinsi Bengkulu
atau disebut sebagai Lintas Barat jarak ± 60 Km hingga Simpang Tarusan. Dari
Simpang Tarusan dihubungkan oleh jalan ke arah Selatan berjarak sekitar 2 Km
hingga mencapai pertigaan menuju Carocok di Utara atau Ampang Pulai dicapai
dengan jarak 1,5 km. Selain melalui jalan darat, Kawasan Mandeh dapat dicapai
melalui transportasi laut dari Kota Padang. Dengan daratan seluas 15.620 Ha dan
perairan laut seluas 18.650 Ha, kawasan ini mencakup wilayah merupakan bagian
dari 6 (enam) nagari di Kecamatan Koto XI Tarusan.

Secara geografis Kawasan Mandeh terletak antara 00059’00” – 01011’05”


dan 100019’00” – 100026’55” BT. Kawasan ini meliputi kawasan pesisir dengan
teluk yang relatif terlindungi dengan daratan yang relatif sempit, pulau – pulau kecil

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 48
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

di perairan Samudera Hindia, perairan laut yang tenang di kawasan teluk dalam,
serta kawasan berbukti dan bergunung di wilayah bagian Barat.
Tabel 2.27 Nagari Yang Termasuk Dalam Kawasan Mandeh
No Kota / Kabupaten Kecamatan Nagari yang menjadi
Kawsan Perencanaan
1 Kabupaten Pesisir Koto XI Tarusan Nagari Ampang Pulai
Selatan Ngari Carocok Anu
Nagari Mandeh
Nagari Sungai Nyalo
Nagari Sungai Pinang
Nagari Kapuh

Gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh


terdiri atas 11 (sebelas) pulau yaitu Pulau Nyamuk,Pulau Marak, Pulau Cubadak,
Pulau Sironjong Kecil, Pulau Sironjong Gadang, Pulau Setan Kecil, Pulau Setan
Gadang, Pulau Taraju Pulau Pagang, Pulau Ular, dan Pulau Nibung. Diantara
pulau-pulau tersebut telah dikembangkan sebagian resort area atau dihuni oleh
masyarakat setempat. Pulau-pulau yang termasuk wilayah pengelolaan tradisional
masyarakat, antara lain adalah Pulau Marak, Pulau Cubadak, Pulau Sironjong
Kecil, Pulau Sironjong Gadang, Pulau Setan Kecil, Pulau Setan Gadang, Pulau
Taraju, Pulau Pagang dan Pulau Ular.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 49
REVIEW RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.15 Peta Obyek Wisata Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 50
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Wisata Selancar di Kabupaten Kepulauan Mentawai


Perairan Mentawai dikenal sebagai tempat paling menantang untuk pecinta
olah raga selancar air atau surfing. Potensi pantai terkenal untuk olahraga selancar
ini menjadi incaran wisatawan mancanegara. Hampir 95% wisatawan yang datang
ke Mentawai adalah wisatawan mancanegara dengan tujuan selancar dengan
lama tinggal per kunjungan antara 10-15 hari. Wisatawan mancanegara sebagian
besar berasal dari Australia, Amerika Serikat, Brazil, New Zealand dan Perancis.
Wisatawan yang berkunjung ke Mentawai umumnya berasal dari kelas menengah
ke atas karena tidak murah dan lokasi jauh dan terisolasi.
Tinggi gelombang adalah jarak menegak secara vertikal antara lembah dan
puncak gelombang. Semakin tinggi suatu gelombang maka akan semakin ideal
untuk dilakukan selancar karena para peselancar dapat semakin berbagai
penetrasi yang diinginkan. Gelombang dengan ketinggian diatas 1.5 meter
merupakan gelombang yang dianggap ideal untuk kegiatan ini (Surfing Time,
2005). Tinggi gelombang di Kabupaten Kepulauan Mentawai rata-rata 3- 4.5
meter, beberapa lokasi tingginya bisa mencapai 6 meter. Dua titik selancar terbaik
ada di Mentawai, dari sepuluh titik selancar terbaik di dunia yaitu Spot Lanches
Right di Katiet Pulau Sipora dan Macaronies di Silabu Pulau Pagai Utara. Nama-
nama titik selancar yang terkenal di Kabupaten Mentawai adalah Maccaronies, E-
Bay, Nipusi, KFC, Buger World, Pitstops Hill, Bang-Bang dan lain-lain. Ada pula
yang diberi nama lokal yaitu Karambak, Ombak Tikus, Ombak Tidur, Muko, Ombak
Ular, Pukarayak, dan bintang. Musim selancar di Kabupaten Kepulauan Mentawai
mempunyai waktu panjang mencapai 8 bulan dalam setahun. Musim puncak
selancar antara bulan April- Agustus yang dipengaruhi oleh angin musim peralihan
musim timur dan musim timur. Titik-titik selancar dan nama–nama Ombak di
Kabupaten Kepulauan Mentawai dapat dilihat pada peta dibawah ini.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 51
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.16 Jenis ombak Telescopes dan Turuns di Kab. Kep. Mentawai

Tabel 2.28 Titik Titik Wisata Selancar di Kabupaten Kepulauan Mentawai.


A. Kecamatan Sipora Utara
No
Lokasi Nama Ombak Jenis Ombak Lintang Bujur

1 P. Putoutogat Suiciders Kanan -2.0284 99.5630

2 P. Putoutogat Stone kiri -2.0298 99.5558

3 P. Putoutogat Ombak Tidur Kanan -2.0263 99.5503

4 Pesisir Barat P. Ice Lands Kiri -2.0156 99.5453


Potoutogat
5 P. Siburu Ombak Tikus Kiri -1.9684 99.5731

6 P.Rau Ombak Setan Kiri -1.9695 99.5715

7 P. Pinilok Pinilok Kiri -2.0390 99.5580

8 P. Simakakkang Aloita Backyard Kiri -1.9843 99.6072

9 Dusun Mapaddegat Twigis Kiri -2.0451 99.5536

10 Dusun Mapaddegat Telescope Kiri -2.0635 99.5433

11 Pulau Pittoijat Scare Crows Kiri -2.1176 99.5251

12 Tanjung Ombak Ular Kiri -2.1504 99.5251


Matabbairak

13 Puau Nuko Nuko’ Kanan -2.2183 99.5479

14 Desa Betumonga Beach Break Kanan dan -2.2518 99.5744


kiri
15 Desa Betumonga Pukarayat Kiri -2.2528 99.5829

16 Ujung Tanjung Bintang Kanan -2.3690 99.8288


P.Sibesua

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 52
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

B. Kecamatan Sipora Selatan


No
Lokasi Nama Ombak Jenis Ombak Lintang Bujur
1 Lances Kiri -2.3821 99.8374
Dusun Gobi Bosua
Left/Paselatat
2 Lances Right / Kanan -2.3780 99.8267
Dusun Katiet
Puserepangan
3 Hollowtrees/Sikkai Kanan -2.3738 99.8601
Dusun Katiet
lo
4 Bosowa Break / Kanan dan Kiri -2.3726 99.8176
Dusun Gobi Bosua
Puloinakat
C. Kecamatan Pagai Utara
1 P. Tumalei Tumalei Kanan dan kiri -2.6072 99.9839
2 Rags Kiri -2.7870 99.9885
Desa Silabu
Left/Matorobbibit
3 Rags Right/ Kanan -2.7870 99.9881
Desa Silabu
Mangau-ngau
4 Baby Deres/Nusa -2.7407 99.9902
P. Silabu Sabeu
Sabeu
5 Teluk Silabu Deres/ Blasting -2.8185 99.9923

6 Maccaronies/Sinla Kiri -2.7891 99.9885


Desa Silabu
i Pasongan
7 Desa Silabu KFC Kiri -2.7932 99.9901

8 Colombus/Tunang Kiri -2.8257 100.0584


P. Sabeuguggung
Sarei
9 Greenbush/Tunan Kiri -2.8367 100.0646
P. Sabeuguggung
g Sitoubo
10 Barat Pulau Nusa Pulau Nusa Right Kanan -2.8424 100.1101
D. Kecamatan Pagai Selatan
1 Desa Malakopa Roxy I Kiri -2.9527 100.185
‘ 3
2 Desa Malakopa Roxy II Kanan -2.9478 100.188
5
3 Pulau Pittoijat Besar Thunder Right Kanan -3.0263 100.158
1
4 Pulau Sibigeu Thunder Left Kiri -3.0506 100.173
3
5 Pulau Solaui P. Solaui Kiri -3.2044 100.296
4
6 Selatan Pulau Solaui The Hole Kanan -3.2141 100.305
2
7 P.Sibaru-Baru Lighthouse Kanan -3.2904 100.352
0
8 Selatan P. Siumang Siumang Timur Kanan -3.2514 100.527
Timur Right 4
E. Kecamatan Siberut Barat Daya
1 Selatan Pulau 4 Bobs Kanan -1.9199 99.3211
Karamajat
2 Selatan Pulau No kandui Kiri -1.9078 99.3155
Punanggalan Besar
3 Tenggara Puau Rifles Kanan -1.9067 99.3132
Karamajat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 53
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

4 Timur Tenggara P. Karambak Kiri -1.9058 99.3126


Karamajat
5 Pulau Pananggalan Sand Island Kanan -1.8953 99.3098
Kecil
6 Barat Laut Pulau Jhon Kendi Kiri -1.8961 99.2912
Karamajat
7 Sisi Selatan Pulau P. Botik Kiri -1.8856 99.2823
Botik
8 Sisi Barat Daya Pulau P. Mainu Kiri -1.8488 99.3001
Mainu
9 Sisi Barat Laut P. Gosong Pasir P. Kiri -1.8452 99.3008
Mainu Mainu
10 Pantai Selatan P. Pitstop Hill Kanan -1.8450 99.2644
Nyangnyang
11 Sisi Selatan P. Bank Faults & Kanan -1.8498 99.2548
Nyangnyang Nipussy
12 Sisi barat laut Pulau Bugger World Kanan -1.8365 99.1521
Koraniki
13 Sisi Selatan Pulau Bugger World Kiri -1.8315 99.1413
Koraniki
14 Barat daya Pulau E-bay Kanan -1.8331 99.2508
Nyangnyang
15 Barat daya Pulau E-bay Kiri -1.8290 99.2508
Nyangnyang
16 Barat daya Pulau Bang-bang Kiri -1.8198 99.2571
Nyangnyang
17 Barat daya Pulau Hideaway Kiri -1.8133 99.2620
Nyangnyang
18 Ujung Tanjung Malilimok Kiri -1.7561 99.2870
Selatan P. Beusag
19 Pulau Karamajat Karamajat Kecil Kanan -1.9083 99.3142
Kecil
20 Pulau Karamajat Karamajat besar -1.9027 99.3115
Besar
21 Pulau Pasir Pulau Pasir Kanan -1.8933 99.3121

22 Karamajat Karamajat -1.8932 99.3011

23 Pulau Mainu Baby Kandui Kiri -1.8603 99.3046

24 Pulau Mainu Nipusi Kiri -1.8373 99.3006

25 Pulau Botik Nipusi Kanan -1.8463 99.2661

26 Pulau Muaro Limo Muaro limo Kanan -1.7880 99.2494

27 Pulau Libbut Libbut Left Kiri -1.7599 99.2806

28 Pulau Libbut Libbut Right Kanan -1.7589 99.2891

F. Kecamatan Siberut Barat


1 Dusun Sakaladdat Sakaladdat - - -

Sumber : Perda Pemerintah Kabupaten Mentawai No 2 Tahun 2015.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 54
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

2.4.4 Alur Pelayaran


Alur-Pelayaran di Laut adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal
angkutan laut. Alur pelayaran laut diatur oleh Peraturan Menteri Perhubungan No
PM 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut. Di Provinsi Sumatera Barat
terdapat alur pelayaran 1. Alur Pelayaran Nasional 2. Alur Pelayaran Regional 3.
Alur Pelayaran Lokal.
Alur pelayaran di Teluk Bayur telah telah ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Perhubungan No KP 443 Tahun 2015 tentang Penetapan Alur Pelayaran,
Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai
Kepentingannya di Pelabuhan Teluk Bayur.

2.4.5 Pipa dan Kabel Bawah Laut


Kabel bawah laut merupakan kabel adalah kabel yang digunakan terutama
untuk tujuan komunikasi karena dapat mengirimkan sinyal secara instan. Kabel itu
telah dianggap sebagai kabel terbaik untuk telekomunikasi. Kabel bawah laut saat
ini sudah menggunakan teknologi serat optik. Sehingga, transmisi data dapat
bergerak dengan kecepatan yang sangat cepat melalui serat kaca tipis ke reseptor
di ujung kabel lainnya. Kabel ini memiliki bentuk selebar selang untuk menyiram
tanaman dan memiliki filamen yang membawa sinyal cahaya pada kabel itu juga
sangat tipis, diameternya seukuran rambut manusia.
Jenis dan konstruksi kabel bawah laut jauh berbeda dengan kabel
kelistrikan pada umumnya. Kabel bawah laut secara fungsi mempunyai dua jenis,
yaitu menghantarkan daya atau data. Namun, banyak ditemukan juga satu kabel
dapat menghantarkan daya dan data sekaligus. Pembuatan kabel bawah laut
wajib sesuai dengan aturan dari IEC Standard 60288, dimana desain dan
pembuatannya memang ditujukan untuk penggunaan di dalam air, seperti:
diletakkan diatas dasar laut atau di tanam dibawah dasar laut. Sesuai standar IEC
60288, kabel bawah laut wajib tahan terhadap aktivitas gempa, aktivitas gunung
berapi bawah laut, hewan laut dan ranjau atau jaring pelaut. Di samping itu standar
IEC 60288 juga menyebutkan kabel bawah laut harus mampu tahan terhadap
topografi dasar laut yang kasar dan berbatu.
Berdasarkan data Kantor Telkom wilayah Sumatera Barat bahwa kabel
laut yang terpasang adalah kabel bawah laut telekomunikasi dari Padang ke

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 55
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Kabupaten Mentawai dengan koordinat di Kota Padang 00o55’.4975“ LS dan


100021’.0154 “ BT dan di Mentawai 02003.6820 LS dan 099o34’.0445” BT.

2.4.6 Alur Migrasi Biota Laut


Migrasi biota laut adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu
tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi
alam yang menguntungkan untuk eksistensi hidup dan keturunannya. Banyak
spesies biota laut bermigrasi pada skala waktu yang berjarak dari harian hingga
tahunan, dan melalui jarak dari yang hanya beberapa meter hingga ribuan
kilometer. Ikan mengadakan migrasi dengan tujuan untuk pemijahan, mencari
makanan dan mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya,
meskipun terdapat alasan migrasi beberapa ikan yang tidak diketahui. Migrasi
biota laut dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor eksternal (berupa faktor
lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi
ikan) maupun internal (faktor yang terdapat dalam tubuh ikan).
Alur migrasi biota merupakan koridor atau jalur di perairan yang biasa
dilalui oleh biota laut untuk berpindah tempat secara rutin atau diindikasikan
melalui pola rute tertentu. Ada 4 (empat) faktor biota laut bermigrasi, yaitu: 1) untuk
berkembang biak atau nesting (spawning) migration; 2) Fase hidup atau age
migration; 3) untuk mencari makan atau food migration; dan 4) karena perubahan
ekosistem/habitat tempat hidup biota (rusak) atau environmental migration. Jenis-
jenis biota laut (mega fauna akuatik) yang melakukan migrasi antara lain penyu
(sea turtle), mamalia laut atau setasean (humpback whale, dolphin), hiu (whale
shark), Pari (manta rays) dan ikan mola-mola (sunfish).
Alur migrasi biota laut di perairan Provinsi Sumatera Barat meliputi:
a. Alur migrasi tuna meliputi perairan bagian selatan barat Kabupaten
Kepulauan Mentawai.
b. Alur migrasi setasean di perairan Taman Wisata Perairan Pulau Pieh dan
laut sekitarnya.
Alur migrasi biota merupakan jalur yang biasa dilalui oleh biota laut untuk
berpindah tempat secara rutin atau diindikasikan melalui pola rute tertentu.
Perairan laut Provinsi Sumatera Barat merupakan jalur migrasi biota laut yaitu
penyu untuk bertelur di beberapa pantai Sumatera Barat. Sebagai daerah pesisir
yang berbatasan langsung dengan samudera di dukung oleh banyaknya pulau-
pulau kecil merupakan kawasan peneluran penyu yang potensial dan juga

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 56
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

merupakan alur strategis bagi migrasi ikan diantara dua daratan pulau Sumatera
dan Mentawai yang berjarak lebih kurang 85 mil.
Ada tiga (3) jenis penyu yang selalu singgah di sepanjang pantai Sumatera
Barat yaitu Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Hijau (Chelonia mydas)
dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Lokasi persarangan (bertelur)
penyu tersebut adalah di pantai pulau dan pantai daratan dengan pusat
konsentrasinya adalah di Pulau Penyu, Pulau Karabak Ketek, Pulau Karabak
Gadang (di Kab. Pesisir Selatan); Pulau Toran, Pulau Pandan (di Kota Padang);
Pulau Pieh (di Kabapaten Padang Pariaman); Pulau Kasiek, dan Pantainya (di
Kota Pariaman); Pulau Telur (di Kabupaten Pasaman Barat), dan Pulau Sanding
(di Kabupaten Kepulauan Mentawai).

2.4.7 Kawasan Konservasi Laut


Luas perairan laut Provinsi Sumatera Barat 186.500 km², pada umumnya
dimanfaatan sebagai daerah penangkapan ikan (perikanan tangkap) dan jalur
pelayaran transportasi laut. Sedangkan yang dimanfaatkan sebagai kawasan
budidaya laut, kawasan konservasi dan kawasan wisata bahari hanya sebahagian
kecil saja. Untuk kawasan konservasi perairan laut, Provinsi Sumatera Barat telah
menetapkan Kawasan Konservasi Perairan Daerah seluas 381,090.95 ha, dan
sudah memliki SK Pencadangan dari Bupati/Walikota. Kawasan konservasi
Perairan Nasional yang berupa Taman Wisata Perairan Pulau Pieh dan Sekitarnya
dengan luasan 39.900,00 ha telah ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan
Perikanan. Untuk lebih jelasnya tentang luas Kawasan Konservasi Perairan
Daerah di masing-masing kabupaten/kota pesisir dan Kawasan Konservasi
Nasional di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 2.29.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 57
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 2.17 Peta Pemanfaatan Ruang Provinsi Sumatera Barat Yang Telah Ada

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 58
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 2.29 Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) dan Kawasan


Konservasi Perairan Nasional (KKPN) di Provinsi Sumatera Barat
pada Tahun 2015
Nama Kawasan SK Bupati/Walikota
No Kabupaten/Kota Luas (Ha)
Konservasi (Pencadangan)
A. KKPD
1 Pesisir Selatan Kawasan Konservasi 174.899,30 523/311/Kpts/BPT-
Perairan Daerah PS/2011
2 Padang Taman Pulau Kecil 2.274,96
397 Tahun 2014
Kota Padang
3 PadangPariaman Kawasan Konservasi 684 02/Kep/BPP-2010
Suaka Alam Perairan
Kec. Batang Gasan
4 Kota Pariaman Kawasan Konservasi 11.525,89
Pesisir dan Pulau- 334/523/2010
Pulau Kecil
5 Agam Kawasan Konservasi 12.000,00 348 Tahun 2014
Perairan Daerah
6 Pasaman Barat Kawasan Konservasi 6.795,80 188.45/456/BUP-
Pesisir dan Pulau- PASBAR/2012
Pulau Kecil (KKP3K)
7 Mentawai Kawasan Perairan 172.911,00
Selat Bunga Laut dan 188-45-142/2012
Sekitarnya
Luas 381.090,95
B KKPN
8 Padang dan Pdg. 39.900,00
Pariaman TWP Pieh
Luas Total 420.990,95
Sumber : DKP Prov. Sumatera Barat (2015).

2.4.8 Wilayah Pertahanan Negara di Laut

Pangkalan Utama TNI AL II merupakan pemekaran dari Pangkalan TNI


Angkatan Laut (Lanal) Kelas B Teluk Bayur. Seiring dengan pemekaran
organisasi , pada bulan Agustus 2008, Markas Komando Lantamal II dipindahkan
ke gedung baru Tanjung Priok Bukit Peti Teluk Bayur. Dasar dari pemekaran
Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Kelas B Teluk Bayur menjadi Pangkalan
Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) adalah :
1. Surat Panglima TNI Nomor B/2100-08/16/02/Sru tanggal 5 Juli 2006 tentang
Persetujuan Peningkatan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) menjadi
Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal).
2. Keputusan Kasal Nomor Kep/9/VII/2006 tanggal 6 Juli 2006 tentang Likuidasi
Pangkalan TNI Angkatan Laut Kelas B Teluk Bayur.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 59
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

3. Keputusan Kasal Nomor Kep/11/VII/2006 tanggal 18 Juli 2006 tentang


Pembentukan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) II.
Dengan dasar tersebut diatas maka pada tanggal 1 Agustus 2006
dilaksanakan Upacara Peresmian berdirinya Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut
(Lantamal) dengan nama Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) II yang
diresmikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Slamet
Subiyanto. Wilayah kerja Lantamal II meliputi pesisir Barat Pulau Sumatera
mencakup 3 propinsi (Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bengkulu) dengan
membawahi 3 Pangkalan TNI Angkatan Laut : Lanal Nias (Tipe B), Lanal Sibolga
(Tipe C) dan Lanal Bengkulu (Tipe C) serta terdapat 7 pos TNI Angkatan Laut
(Posal) dan 15 Pos Pengamat (Pomat).

Gambar 2.18 Markas Komando Lantamal II Teluk Bayur

2.4.9 Pelabuhan
Pelabuhan Perikanan
Provinsi Sumatera Barat telah cukup banyak mempunyai prasana
perikanan dalam hal ini pelabuhan perikanan, yaitu 1 (satu) buah Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS), 2 (dua) buah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dan
12 (dua belas) buah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Di Kota Padang prasarana
perikanan (pelabuhan perikanan) yang ada adalah PPS Bungus, PPI Batang Anai,
TPI Batang Arau, TPI Kampung Batu, TPI Gaung, TPI Mini Ulak Karang, TPI Mini

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 60
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Teluk Kabung, dan TPI Mini Batung. Di Kabupaten Pesisir Selatan adalah PPP
Carocok Tarusan, PPI Carocok Painan, PPI Surantih, TPI Muaro Gadang, TPI
Muaro Jambu dan TPI Api-api. Di Kabupaten Padang Pariaman adalah PPI Pasir
Baru, TPI Batang Gasan, TPI Ulakan Tapakis dan TPI Batang Anai Ketaping. Di
Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah PPP Sikakap, PPI Tua Pejat dan PPI
Muara Siberut. Di Kabupaten Agam adalah PPI Tiku dan TPI Muaro Putus. Di
Kabupaten Pasaman Barat adalah PPI Air Bangis, dan PPI Sasak. Di Kota
Pariaman adalah PPI Muaro Pariaman, TPI Nareh, TPI Karan Aur, dan TPI Padang
Birik-birik.
Walaupun Provinsi Sumatera Barat sudah memiliki prasarana pelabuhan
perikanan yang cukup, namun prasarana-prasarana tersebut masih ada yang
belum dapat beroperasi secara optimal. Hal ini dikarenakan fasilitas pendukung
yang ada masih belum memadai, oleh sebab itu perlu dilengkapinya fasilitas-
fasilitas pendukung yang dibutuhkan oleh pelabuhan perikanan tersebut.

Pelabuhan Laut
Disamping pelabuhan perikanan, Provinsi Sumatera Barat memiliki
Pelabuhan Laut Umum yang berfungsi untuk angkutan penumpang dan bongkar
muat barang, dan Pelabuhan Laut Khusus yang berfungsi untuk kebutuhan
khusus, seperti dalam pengangkutan barang-barang tambang. Pelabuhan laut
umum yang ada di Sumatera Barat diantaranya terdapat di :
1. Kota Padang :
a) Pelabuhan Teluk Bayur, yang terletak di Kecamatan Bungus Teluk
Kabung. Pelabuhan ini memiliki luas perairan sekitar 6.470 Ha, 434 Ha
daratan, dan 30,89 Ha kolam pelabuhan dengan kedalaman antara
9 – 11 meter. Pelabuhan ini melayani kapal dari dalam dan luar negeri.
Disamping melayani kapal-kapal penumpang dan kargo (barang),
Pelabuhan Teluk Bayur juga melayani bongkar muat dari kapal-kapal
pengangkut barang tambang seperti Semen dan Batu Bara. Pelabuhan
ini dikelola oleh PT Pelindo II.
b) Pelabuhan Bungus, yang terletak di Kecamatan Bungus Teluk
Kabung. Pelabuhan ini melayani kapal yang mengangkut penumpang
dan barang dari Kota Padang ke Kabupaten Kepulauan Mentawai
seperti Tua Pejat, Sikakap dan Siberut dan Sikabaluan maupun
sebaliknya. Pelabuhan ini dikelola PT. Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan (ASDP) Indonesia Persero.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 61
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

c) Pelabuhan Muara Padang, yang terletak di Kecamatan Padang Barat.


Pelabuhan ini melayani kapal yang mengangkut penumpang dan
barang dari Kota Padang ke Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan juga
kabupaten provinsi tetangga lainnya.
2. Kabupaten Kepulauan Mentawai :
Untuk transportasi laut baik penumpang maupun barang, di Kabupaten
Kepulauan Mentawai telah tersedia 6 (enam) buah pelabuhan laut, yaitu
Pelabuhan Tua Pejat, Pelabuhan Muara Siberut, Pelabuhan Muara
Sikabaluan, Pelabuhan Pagai, Pelabuhan Siuban, Pelabuhan Pasapuat,
dan Pelabuhan Sikakap.
3. Kabupaten Pesisir Selatan :
Di Kabupaten Pesisir Selatan terdapat 2 (dua) buah pelabuhan laut, yaitu
Pelabuhan Panasahan Painan dan Pelabuhan Muara Haji. Pelabuhan
Panasahan Painan adalah pelabuhan untuk bongkar muat barang
termasuk penganggutan hasil pertanian yaitu sebagai pelabuhan ekspor
dan transit hasil bumi terutama kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO).
Disamping itu di Kabupaten Pesisir Selatan juga terdapat dermaga
penyeberangan untuk kapal (boat) penumpang, yaitu Dermaga Carocok
Tarusan dan Dermaga Muara Sakai.
4. Kabupaten Pasaman Barat :
Di Kabupaten Pasaman Barat juga terdapat 3 (tiga) buah pelabuhan, yaitu
Pelabuhan Air Bangis, Pelabuhan Teluk Tapang dan Pelabuhan Sasak.
Pelabuhan Teluk Tapang sekarang ini masih dalam tahap pembangunan
dan nantinya khusus digunakan untuk pengangkutan hasil pertanian yaitu
sebagai pelabuhan ekspor dan transit hasil bumi terutama kelapa sawit
atau Crude Palm Oil (CPO).
Untuk Pelabuhan Laut Khusus yang berfungsi untuk kebutuhan khusus,
seperti dalam pengangkutan barang-barang tambang, pelabuhan ini terdapat di
Kota Padang, yaitu Pelabuhan Pertamina, yang terletak di Kecamatan Bungus
Teluk Kabung. Pelabuhan ini melayani kapal-kapal tanker yang mengangkut
Bahan Bakar Minyak dan Gas untuk suplai daerah pemasaran Provinsi Sumatera
Barat.

2.4.10 Bangunan dan Instalasi di Laut


Berdasarkan PP No 6 tahun 2020 tentang Bangunan dan Instalasi di Laut
adalah setiap konstruksi, baik yang berada di atas dan/atau di bawah permukaan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 62
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Laut baik yang menempel pada daratan maupun yang tidak menempel pada
daratan serta didirikan di Wilayah Perairan dan Wilayah Yurisdiksi. Kriteria
Bangunan dan Instalasi di Laut meliputi: a. wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi;
b. berada di atas dan/atau di bawah permukaan Laut secara menetap; c.
menempel atau tidak menempel pada daratan; dan d. memiliki fungsi tertentu.
Fungsi tertentu dari bangunan dan instalasi laut meliputi: a. hunian,
keagamaan, sosial, dan budaya; b. perikanan; c. pergaraman; d. wisata bahari; e.
pelayaran; f. perhubungan darat; g. telekomunikasi; h. pengamanan Pantai; i.
kegiatan usaha minyak dan gas bumi; j. kegiatan usaha pertambangan mineral
dan batubara; k. instalasi ketenagalistrikan; l. pengumpulan data dan penelitian;
m. pertahanan dan keamanan; n. penyediaan sumber daya air; dan o.
pemanfaatan air Laut selain energi.
Bangunan dan Instalasi laut di perairan Provinsi Sumatera Barat meliputi:
a. Masjid Terapung Kota Pariaman
b. Masjid Terapung Painan, Kabupaten Pesisir Selatan
c. Jembatan Lolong di Kota Padang
d. Kabel Telekomunikasi Padang- Mentawai.

2.4.11 Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT)


Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT adalah harta karun, atau
sebagai kekayaan budaya/ cultural resources merupakan milik negara yang perlu
dikelola secara terpadu dan optimal. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi barang
muatan kapal tenggelam harus memperhatikan prinsip-prinsip akademis,
penelitian, dan pelestarian supaya tidak hanya mengacu pada kepentingan
ekonomi semata. BMKT yang sudah ditemukan terdapat di Kawasan Mandeh,
Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan dan diperairan Pulau
Sanding, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai.
BMKT di Kawasan Mandeh berupa kapal tenggelam yang diberi nama
Kapal MV. Boelongan Nederland. Di dalam arsip perusahaan pelayaran pemilik
kapal MV. Boelongan Nederland ini yaitu Koninklijke Paketvaart Mij (KPM) dan
arsip pemerintah Belanda yang terdapat di Kantor National Archive di The Hague,
disebutkan bahwa kapal MV Boelongan Nederland yang dibuat pada tahun 1915
tersebut berdimensi 72,6 x 11,63 x 3,7 m dengan tonase kapal seberat 1053 gross
ton dan dinakhodai oleh Kapten ML. Beverling tersebut tenggelam karena dibom

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 63
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

oleh pesawat tempur Jepang pada serangan udara tahun 1942 di Kampung
Mandas Taroesan di dekat Padang.
Berdasarkan kajian Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir
(LPSDKP) Bungus pada tanggal 13 – 14 Desember 2014 bahwa bangkai kapal
MV. Boelongan Nederland secara keseluruhan masih relatif utuh dengan
kerusakan di beberapa bagian dan sebagian badan kapal telah terbenam di dalam
substrat lumpur dan berada di kedalaman 17 hingga 29 meter. Bangkai kapal
karam terbuat dari material besi dan bagian-bagian kapalnya seperti lambung,
lubang palka, jendela-jendela, haluan, dan buritan masih dapat terlihat jelas dan
masih dapat diidentifikasi. Bangkai kapal karam ini secara fisik hampir patah dua
pada bagian lambung. Di bagian dinding-dinding kapal dan lambung bagian depan
sebagian rusak berat dan terlihat adanya bekas lubang hasil pengeboman oleh
pesawat udara. Kapal ini terdiri dari 2 lantai, antara lantai 1 dan lantai 2 dipisahkan
oleh jendela-jendela. Kapal ini mempunyai 2 tiang besar yang terbuat dari besi dan
sudah patah dan rubuh ke arah ke belakang (buritan) dan posisinya membujur dari
arah timur ke barat. Dinding kabin anjungan tampak rebah ke atas dek di
kedalaman sekitar 20 meter. Bagian kiri dan kanan kapal masih terlihat banyak
tiang-tiang besi yang tinggi melengkung yang diperkirakan sebagai tempat untuk
menggantungkan sekoci (life boat).

Gambar 2.19 Gambar Kapal MV. Boelongan Nederland (Sumber Loka Penelitian
Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LPSDKP) Bungus, 2014)

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 64
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BMKT di diperairan Pulau Sanding, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten


Kepulauan Mentawai berada di sebelah selatan Pulau Sanding berupa Kapal
tenggelam besi yang sudah banyak tertutup oleh karang.

2.5 Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya


2.5.1. Kondisi Ekonomi
Struktur ekonomi Provinsi Sumatera Barat dilihat dari tahun ke tahun masih
didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Kinerja perekonomian
diukur dari kenaikan PDRB dari tahun sebelumnya berdasarkan harga konstan
2010. Struktur perekonomian ditunjukkan melalui distribusi presentase nilai PDRB
atas dasar harga berlaku persektor. PDRB dihitung menggunakan pendekatan
produksi/lapangan usaha dan PDRB pendekatan pengeluaran/penggunaan.
Dalam PDRB atas dasar harga berlaku Tabel 2.30, Sektor yang
memberikan kontribusi terbesar adalah pertanian, kehutanan dan perikanan
sekitar 22% dari jumlah total PDRB Sumatera Barat tahun 2021, yaitu
Rp 55.839.898.040.000,- dari jumlah total PDRB Rp 253.390.991.140.000,-. Untuk
lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 2.30.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 65
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 2.30 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Tahun 2017 – 2021

Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**

1. Pertanian, Kehutanan, Perikanan 50 587 431,71 52 874 019,45 54 816 149,51 54 368 338,06 55 839 898,04
2. Pertambangan dan Penggalian 9 186 557,56 9 803 520,62 10 567 678,70 10 336 879,51 10 622 607,98
3. Industri Pengolahan 20 956 076,54 21 295 360,64 20 631 171,25 20 733 205,98 22 111 618,16
4. Pengadaan Listrik dan Gas 218 069,66 233 968,81 263 799,83 249 030,56 259 456,99
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
193 177,06 206 923,53 222 639,02 230 273,07 240 289,85
dan Daur Ulang
6. Kontruksi 20 089 937,73 22 295 788,61 24 787 418,50 24 644 988,58 25 810 347,76
7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
32 442 042,29 35 375 218,87 38 247 080,21 38 164 473,46 39 711 300,03
Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 26 444 645,48 29 170 560,84 30 989 097,89 25 277 444,45 25 998 977,45
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2 808 541,62 3 099 719,43 3 502 195,88 2 978 630,99 3 244 764,74
10. Informasi dan Komunikasi 11 036 110,01 12 462 014,53 14 308 768,04 15 583 911,11 16 746 185,17
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 6 483 593,83 6 748 656,04 7 144 680,30 7 347 412,56 8 266 343,48
12. Real Estat 4 240 395,72 4 544 737,40 4 942 307,48 4 997 339,30 5 181 421,34
13. Jasa Perusahaan 925 388,68 989 612,43 1 102 603,83 1 069 382,72 1 086 314,47
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
12 412 793,08 13 323 532,92 15 012 226,55 16 230 468,85 17 325 704,26
Jaminan Sosial Wajib
15. Jasa Pendidikan 8 531 376,13 9 408 403,61 10 699 632,40 11 392 564,43 11 804 693,69
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2 805 325,87 3 111 785,64 3 502 445,14 3 930 966,34 4 249 986,98
17. Jasa Lainnya 3 805 434,58 4 291 182,38 4 922 198,43 4 544 953,49 4 891 080,74
Jumlah 213 166 897,56 229 235 005,75 246 326 411,19 242 080 263,43 253 390 991,14

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 66
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Jika dilihat dari distribusi persentase produk domestik regional menurut


kabupaten/kota, tujuh kabupaten/kota wilayah pesisir memberikan kontribusi lebih
dari setengah (sekitar 58 %) PDRB Sumatera Barat. Dari tujuh kabupaten/kota
tersebut, Kota Padang memberikan kontribusi yang paling tinggi dibandingkan
daerah lainnya, yaitu sekitar 25 % PDRB Sumatera Barat, kemudian diikuti
Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pasaman Barat dan
Kabupaten Pesisir Selatan dengan konstribusi 5-8 %. Sedangkan Kabupaten
Kepulauan Mentawai, dan Kota Pariaman hanya memberikan kontribusi sekitar
2 %. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 2.31.
Tabel 2.31 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2017-2021.
No Kab/Kota 2017 2018 2019 2020* 2021**
1. Kep. Mentawai 1,88 1,86 1,89 1,92 1,91
2. Pesisir Selatan 5,66 5,69 5,70 5,82 5,89
3. Padang Pariaman 8,93 8,92 8,63 7,41 7,28
4. Agam 8,37 8,35 8,34 8,42 8,42
5. Pasaman Barat 6,43 6,37 6,25 6,30 6,29
6. Padang 24,91 25,09 25,34 25,69 25,72
7. Pariaman 2,02 2,01 2,03 2,06 2,08
Jumlah 58,20 58,29 58,18 57,62 57,59
Catatan:
* Angka sementara
** Angka Sangat Sementara
Sumber : BPS Prov. Sumatera Barat dalam Angka (2022).

2.5.2. Kondisi Sosial


Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal dan melakukan
aktifitas sosial ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya wilayah pesisir dan
lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki
ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumber daya pesisir
dan lautan. Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat (nelayan,
pembudidaya ikan, pedagang ikan, dan lan-lain) yang hidup bersama-sama
mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang
terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir.
Masyarakat pesisir termasuk masyarakat yang masih berada dalam posisi
marginal. Selain itu banyak dimensi kehidupan yang tidak diketahui oleh orang luar
tentang karakteristik masyarakat pesisir. Mereka mempunyai cara berbeda dalam
aspek pengetahuan, kepercayaan, peranan sosial, dan struktur sosialnya.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 67
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Sementara itu dibalik kemarginalannya masyarakat pesisir tidak mempunyai


banyak cara dalam mengatasi masalah yang hadir ditengah mereka.
Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir yaitu bahwa sebagian
besar pada umumnya masyarakat pesisir bermata pencaharian di sektor kelautan
seperti nelayan, pembudidaya ikan dan transportasi laut. Dari segi tingkat
pendidikan masyarakat pesisir sebagian besar masih rendah. Serta kondisi
lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum
tertata dengan baik dan terkesan kumuh, dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah.
Berdasarkan data BPS tahun 2022, bahwa jumlah penduduk miskin di
Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2021 adalah 370.670 orang atau 6,64 % dari
jumlah penduduk Sumatera Barat. Kemudian jumlah penduduk miskin di tujuh (7)
kabupaten/kota wilayah pesisir Sumatera Barat disajikan pada Tabel 2.32.
Tabel 2.32 Jumlah Penduduk Miskin pada Tahun 2021 di Tujuh Kabupaten/Kota
Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat.
Jumlah Jumlah Penduduk Miskin
Kabupaten/Kota
Penduduk Orang Persentase
Kabupaten
Kep. Mentawai 88.389 14.310 16,19
Pesisir Selatan 509.618 37.410 7,34
Padang Pariaman 433.018 30.410 7,02
Agam 534.202 34.260 6,41
Pasaman Barat 436.313 34.970 8,01
Kota
Padang 913.448 48.440 5,30
Pariaman 95.294 3.990 4,19
Jumlah 3.010.282 203.790 6,77
Sumber: BPS Prov. Sumatera Barat (2022)

Dari Tabel 2.32, terlihat bahwa jumlah penduduk miskin tertinggi terdapat
di Kota Padang yaitu sebanyak 48.440 orang, sedangkan yang terendah terdapat
di Kota Pariaman yaitu 3.990 orang. Tetapi bila dilihat dari persentase terhadap
jumlah penduduk di masing-masing kabupaten/kota wilayah pesisir, maka
persentase penduduk miskin tertinggi terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai
yaitu 16,19 % dan yang terendah terdapat di Kota Pariaman yaitu 4,19 %.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 68
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 2.33 Garis Kemiskinan, Indek Kedalaman Kemiskinan dan Indek


Keparahan Kemiskinan di Tujuh Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2021
Garis Kemiskinan Indek Kedalaman Indek Keparahan
Kabupaten/Kota
(Rp/Kapita/Bulan) Kemiskinan (P1) Kemiskinan (P2)
Kabupaten
Kep. Mentawai 356.403 2,43 0,63
Pesisir Selatan 491.573 0,87 0,15
Padang Pariaman 475.342 0,81 0,16
Agam 444.711 0,98 0,23
Pasaman Barat 492.467 1,24 0,29
Kota
Padang 602.540 0,67 0,13
Pariaman 495.386 0,36 0,08
Sumatera Barat 568.703 1,04 0,24
Sumber: BPS Prov. Sumatera Barat (2022)

Dari Tabel 2.33 terlihat bahwa berdasarkan pada Indek Kedalaman


Kemiskinan dan Indek Keparahan Kemiskinan, maka tingkat kemiskinan yang
paling tinggi terjadi pada masyarakat pesisir yang berada di Kabupaten Kepulauan
Mentawai (P1=2,43 dan P2=0,63), kemudian diikuti oleh Kabupaten Kabupaten
Pasaman Barat (P1=1,24 dan P2=0,29). Tingkat kemiskinan di kedua kabupaten
tersebut bahkan lebih tinggi dari tingkat kemiskinan Provinsi Sumatera Barat.
Tingkat kemiskinan terendah terjadi pada masyarakat pesisir yang berada di Kota
Pariaman dengan indek kedalaman kemiskinan 0,36 dan indek keparahan
kemiskinan 0,08. Semakin tinggi nilai Indek Kedalaman Kemiskinan (P1), maka
semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan, dan semakin
tinggi nilai Indek Keparahan Kemiskinan (P2), maka semakin tinggi ketimpangan
pengeluaran di antara penduduk miskin.

2.5.3. Kondisi Budaya


Seni Budaya
Seni dan budaya daerah dapat menjadi basis akumulasi modal sosial
dalam pembangunan. Melalui akumulasi modal sosial, seni dan budaya daerah
dapat mempercepat kemajuan pembangunan. Seni dan budaya daerah tidak
hanya berperan sebagai objek yang bersifat produktif, tetapi dapat berperan
menjadi subjek yang bersifat produktif dalam mendorong kemajuan kehidupan
masyarakat. Seni dan budaya mampu memberi makna dan corak kemajuan yang

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 69
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

khas bagi daerah dengan mengangkat posisi kompetitif sebuah suku bangsa di
tengah keberagaman budaya daerah secara nasional.
Sumatera Barat diakui memiliki kekayaan budaya spesifik di antara
keragaman budaya nasional. Meningkatkan apresiasi seni dan budaya daerah
adalah wujud dari sebuah pengakuan bahwa budaya lokal Sumatera Barat mampu
mengangkat modal sosial yang diperlukan untuk kemajuan pembangunan
masyarakat. Filosofi adat Minangkabau Adat basandi Syarak, Syarak basandi
Kitabullah, dapat dijadikan landasan dalam penetapan kebijakan dan keputusan
publik di Sumatera Barat. Sebagai sebuah filosofi yang merupakan ciri masyarakat
Sumatera Barat, perlu direformulasi agar bisa diimplementasikan.
Dari segi kesenian, secara garis besarnya seni tari dari Sumatera Barat
adalah dari adat budaya etnis Minangkabau dan etnis Mentawai. Kekhasan seni
tari Minangkabau umumnya dipengaruhi oleh agama Islam, keunikan adat
matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar
dalam jiwa sebuah tari tradisi yang bersifat klasik, di antaranya Tari Pasambahan,
Tari Piring, Tari Payung, dan Tari Indang. Sementara itu terdapat pula suatu
pertunjukan khas etnis Minangkabau lainnya berupa perpaduan unik antara seni
bela diri yang disebut silek dengan tarian, nyanyian dan seni peran (acting) yang
dikenal dengan nama Randai. Sedangkan untuk tarian khas etnis Mentawai
disebut Turuk Laggai. Tarian Turuk Langai ini umumnya bercerita tentang tingkah
laku hewan, sehingga judulnya pun disesuaikan dengan nama-nama hewan
tersebut, misalnya tari burung, tari monyet, tari ayam, tari ular dan sebagainya.
Disamping seni tari tersebut, Sumatera Barat memiliki seni budaya lainnya
yaitu Tabuik. Tabuik adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura,
gugurnya Imam Husain, cucu nabi Muhammad, yang dilakukan oleh masyarakat
Minangkabau di daerah pantai Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman.
Festival ini termasuk menampilkan kembali Pertempuran Karbala, dan memainkan
drum tassa dan dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang
dibawa selama prosesi upacara tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan
upacara Syi'ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang
melakukan upacara serupa, kebanyakan penganut Sunni. Upacara melabuhkan
Tabuik ke laut dilakukan setiap tahun yaitu pada tanggal 10 Muharam sejak 1831.
Upacara ini diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi'ah dari
India, yang ditempatkan di sini dan kemudian bermukim pada masa kekuasaan
Inggris di Sumatera bagian barat.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 70
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Kearifan Lokal
Berkaitan dengan upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau
kecil, selain hukum formal yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, pada
masyarakat pesisir pantai Provinsi Sumatera Barat juga telah lama memiliki
aturan-aturan yang tidak tertulis (kearifan lokal) yang digunakan sebagai upaya
dalam pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya pesisir dan laut.
Kearifan lokal yang ada di masyarakat pesisir Sumatera Barat dalam kaitannya
dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut antara lain adalah :

1. Tuo Pasie, yaitu orang yang dipercaya oleh masyarakat adat untuk menjadi
penanggung jawab dan memiliki pengaruh terhadap kelestarian sumberdaya
alam laut, dimana kondisi ekosistem termasuk perilaku dalam komunitas
daerah pesisir (pantai). Tahun 1996, dengan kelancaran arus informasi dan
semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi memicu masyarakat yang
bermukim di wilayah pesisir untuk memperoleh pendapatan lebih, peran Tuo
Pasie telah mulai ditinggalkan.

2. Larangan Menangkap Jenis-jenis Ikan Tertentu, antara lain :


a. Larangan menangkap atau menyakiti ikan Hiu Paus (kanca-kanca),
karena perlakuan tersebut akan dibalas oleh kawanan kanca-kanca
yang lain.

b. Larangan menangkap ikan Pari Elang (Juang), dimana masyarakat


percaya kalau nelayan melakukan hal ini akan celaka karena perahu
mereka akan dilarikan oleh Juang dan terbalik.

c. Larangan menangkap ikan Lumba-lumba, karena perahu dan jaring


yang digunakan akan menimbulkan bau ikan lumba-lumba tersebut. Jika
perahu dan jaring tersebut digunakan lagi untuk menangkap ikan, maka
ikan-ikan yang jadi sasaran tangkapan tidak akan mendekat.

d. Larangan menangkap Penyu (Katuang), karena ikan tidak akan mau


mendekat ke alat tangkap tersebut, karena alat tangkap dan perahu
berbau aroma penyu.

3. Larangan Membuang Ikan Busuk ke Laut, karena laut akan sial dan ikan
tidak mau mendekat ke perairan pantai.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 71
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

4. Kepercayan Tentang Adanya Hari Na`as. Maysrakat pesisir percaya bahwa


hari Jum`at siang dan Selasa merupakan hari na`as, sehingga pada hari
tersebut masyarakat pesisir dilarang turun ke laut. Sampai saat ini
kepercayaan tersebut masih dipegang oleh sebagian masyarakat pesisir.

5. Tolak Bala atau Malimau Pasie, yaitu rangkaian upacara untuk mengobati
atau membersihkan perairan pantai dan laut karena ikan-ikan sudah tidak
mau mendekat ke daerah tangkapan, sehingga hasil tangkapan yang
diperolehpun jauh menurun.

6. Upacara Membuat dan Menurunkan Sampan. Upacara ini sering dilakukan


oleh masyarakat pesisir di Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan hal ini
didasari oleh pola fikir mereka bahwa setiap benda yang ada di atas bumi
ini ada pemiliknya. Berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam
pesisir dan laut harus minta izin kepada roh penunggu atau pemilik dari
sumberdaya alam tersebut.

7. Musim Anggau. Anggau adalah sejenis kepiting yang memiliki habitat pantai
berpasir yang musimnya setiap tahun bisa terjadi pada bulan Juli-Agustus-
September, dimana pada saat itu cuaca di laut sedang musim badai dan
ombak besar. Penduduk asli Kepulauan Mentawai akan pergi ke pantai
untuk menangkap anggau tersebut yang hasilnya digunakan sebagai
persediaan makanan mereka.

8. Otcai dan Roman, merupakan cerminan nilai kebersamaan dan pandangan


masyarakat asli Kepulauan Mentawai bahwa sumberdaya alam laut
bukanlah hak individu. Semangat dan nilai Otcai dan Roman ini dapat
dimodifikasi menjadi alat pemersatu dalam mengatasi berbagai masalah
kehidupan masyarakat adat, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut.

Bila dilihat nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat pesisir
Sumatera Barat, baik dalam bentuk pantangan atau penolak bala, semuanya
mengandung nilai-nilai untuk penyemalatan ekosistem pesisir dan laut. Untuk
penegakan hukum hukum yang tidak tertulis ini (kearifan lokal), masyarakat pesisir
mengangkat seorang yang dipercaya yang disebut “Tuo Pasie“. Walaupun Tuo
Pasie dituakan sebagai pemimpin dalam setiap upacara, namun semua rencana

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 72
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

dan kegiatan Tuo Pasie harus melibatkan seluruh masyarakat pesisir. Adapun
tugas dari Tuo Pasie diantaranya adalah :
a. Mengupayakan kelestarian sumberdaya pesisir dan laut.
b. Menerapkan atau mengontrol pelaksanaan aturan pengelolaan
sumberdaya laut dan pantai yang telah disepakati bersama oleh warga
masyarakat pesisir.
c. Memimpin upacara yang berkaitan dengan kegiatan eksploitasi
sumberdaya pesisir dan laut (Balimau atau Tolak Bala).

2.6 Potensi Rawan Bencana


2.6.1 Gempa Bumi
Secara geotektonik, Provinsi Sumatera Barat yang terletak di kawasan
pantai bagian barat Pulau Sumatera berhadapan langsung dengan zona tumbukan
(subduksi) antara Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Euro-Asia. Lempeng
Euro-Asia Hindia-Australia dari arah selatan yang bergerak relatif ke arah utara,
sedangkan Lempeng bergerak relatif ke arah selatan. Dari kedua pergerakan yang
saling mendekat ini mengakibatkan daerah subduksi ini sebagai sumber gempa
bumi. Kemudian didaratnya Provinsi Sumatera Barat juga dilewati oleh Sesar
Sumatera yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera. Disamping itu Provinsi
Sumatera Barat juga mempunyai gunung api yang masih aktif, yaitu Gunung
Marapi, Gunung Talang, Gunung Tandikat, dan Gunung Sago. Keadaan ini
menyebabkan Provinsi Sumatera Barat rawan terhadap bencana gempa bumi,
tsunami, dan letusan gunung api, mulai dari yang berkekuatan kecil sampai besar.
Sumatera Barat memiliki 3 tingkatan resiko gempa bumi, yaitu tingkat
resiko rendah, sedang dan tinggi. Untuk wilayah pesisir Provinsi Sumatera Barat
yang luasnya 13.750,43 km2, daerahnya memiliki tingkat resiko gempa bumi
rendah sampai tinggi. Daerah yang mempunyai tingkat resiko rendah adalah
seluas 200.954,07 ha atau sekitar 14,61 % dari luas wilayah pesisir Sumatera
Barat, tingkat resiko sedang adalah seluas 516.632,01 ha atau sekitar 37,57 %
dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat dan tingkat resiko tinggi adalah seluas
577.278,99 ha atau sekitar 41,98 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat.
Bila dilihat dari luas daerah yang kena resiko gempa, maka Kabupaten
Pesisir Selatan merupakan wilayah pesisir yang paling luas kena resiko gempa
dengan tingkat resiko tinggi yaitu 271.039,15 ha, dan yang terendah adalah Kota
Pariaman yaitu 8.075,77 ha dengan tingkat resiko rendah. Untuk lebih jelasnya

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 73
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

tentang luas daerah yang kena gempa menurut tingkat resikonya di masing-
masing kabupaten/kota wilayah pesisir Provinsi Sumatera Barat disajikan pada
Tabel 2.34.

Tabel 2.34 Luas Daerah Terkena Gempa Bumi Menurut Tingkat Resikonya
di Masing-masing Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera
Barat.
Gempa Bumi ( Ha )
No Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
1. Kep. Mentawai - 217.795,98 237.527,17 455.323,15
2. Pesisir Selatan 84.008,21 159.685,98 271.039,15 514.733,34
3. Pdg. Pariaman 45.525,01 19.823,79 767,25 66.116,05
4. Agam 9,70 21.842,67 4.536,01 26.388,38
5. Pasaman Barat 63.311,05 97.483,43 31.869,76 192.664,24
6. Padang 24,33 0,16 31.539,65 31.564,14
7. Pariaman 8.075,77 - - 8.075,77
Jumlah 200.954,07 516.632,01 577.278,99 1.294.865,07
Sumber : Data diolah dari Peta Resiko Bencana Provinsi Sumatera Barat, UNDP, BPBD Sumatera
Barat dan PT Waindo Specterra, 2011.

2.6.2 Tsunami
Tsunami merupakan bencana ikutan dari gempa bumi dengan kekuatan
gempa bumi yang cukup besar yaitu lebih dari 6 SR, dengan pergerakan blok ke
arah tegak (vertikal). Bencana tsunami telah beberapa kali terjadi di kawasan
pesisir pantai Provinsi Sumatera Barat dengan tinggi gelombang tsunami yang
bervariasi. Peristiwa Tsunami terakhir yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat
pada bulan Oktober 2010 adalah di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Sumatera Barat memiliki 3 tingkatan resiko Tsunami, yaitu tingkat resiko
rendah, sedang dan tinggi. Daerah yang memiliki tingkat resiko rendah terhadap
bencana Tsunami di Provinsi Sumatera Barat ini mencapai luas 87.084,46 ha atau
6,33 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat, dengan luasan terluas terdapat
di Kabupaten Pasaman Barat. Resiko Tsunami pada tingkat sedang mencapai
luasan 91.980,71 ha atau 6,69 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat.
Sedangkan pada tingkat Resiko tinggi, memiliki luasan 119.868,95 ha atau sekitar
9,85 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat. Jadi total luas daerah yang
memiliki resiko Tsunami di Sumatera Barat adalah 298.934,12 ha atau sekitar 8,72
% dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat yaitu 1.375.043 ha. Perbandingan luas
daerah beresiko Tsunami pada masing-masing kabupaten/kota di wilayah pesisir
Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Tabel 2.35.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 74
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 2.35 Luas Daerah Terkena Tsunami Menurut Tingkat Resikonya


di Masing-masing Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir Provinsi
Sumatera Barat.
Tsunami ( Ha )
No Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
1. Kep. Mentawai 10.778,88 16.197,69 6.242,88 33.219,45
2. Pesisir Selatan 18.794,96 25.134,32 72.263,11 116.192,39
3. Pdg. Pariaman 6.332,71 10.388,43 1.085,39 17.806,53
4. Agam 6.687,45 4.768,76 8.357,68 19.813,89
5. Pasaman Barat 40.929,62 30.463,88 29.632,09 101.025,59
6. Padang 2.463,23 1.816,85 2.287,80 6.567,88
7. Pariaman 1.097,61 3.210,78 - 4.308,39
Jumlah 87.084,46 91.980,71 119.868,95 298.934,12
Sumber : Data diolah dari Peta Resiko Bencana Provinsi Sumatera Barat, UNDP, BPBD Sumatera
Barat dan PT Waindo Specterra, 2011

2.6.3 Gelombang Pasang dan Abrasi


Provinsi Sumatera Barat memiliki 3 tingkatan resiko Gelombang Pasang
dan Abrasi, yaitu tingkat resiko rendah, sedang dan tinggi. Daerah yang memiliki
tingkat resiko rendah terhadap bencana gelombang pasang dan abrasi di
Sumatera Barat mencapai luas 74.429,24 ha atau sekitar 5,41 % dari total luas
wilayah pesisir Sumatera Barat. Resiko pada tingkat sedang mencapai luas
23.518,08 ha atau sekitar 1,71 % dari total luas wilayah pesisir Sumatera Barat.
Sedangkan pada tingkat resiko tinggi memiliki luasan 41.288,59 ha atau sekitar
3,00 % dari dari total luas wilayah pesisir Sumatera Barat. Perbandingan luas
daerah beresiko gelombang pasang dan abrasi pada masing-masing
kabupaten/kota di wilayah pesisir Provinsi Sumatera Barat disajikan pada
Tabel 2.36.

Tabel 2.36 Luas Daerah Terkena Gelombang Pasang dan Abrasi Menurut
Tingkat Resikonya di Masing-masing Kabupaten/Kota Wilayah
Pesisir Provinsi Sumatera Barat.
Gelombang Pasang dan Abrasi ( Ha )
No Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
1. Kep. Mentawai 50.310,61 10.413,34 30.598,12 91.322,07
2. Pesisir Selatan 11.841,61 3.293,78 6.790,59 21.925,98
3. Pdg. Pariaman 3.908,44 459,73 588,00 4.956,17
4. Agam 2.185,03 971,49 1.222,42 4.378,94
5. Pasaman Barat 5.805,70 2.412,78 1.755,30 9.973,78
6. Padang 1,54 4.799,12 334,16 5.134,82

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 75
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gelombang Pasang dan Abrasi ( Ha )


No Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi Jumlah
7. Pariaman 376,31 1.167,84 - 1.544,15
139.235,9
Jumlah 74.429,24 23.518,08 41.288,59
1
Sumber : Data diolah dari Peta Resiko Bencana Provinsi Sumatera Barat, UNDP, BPBD Sumatera
Barat dan PT Waindo Specterra, 2011

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN II - 76
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III

ISU STRATEGIS WILAYAH

Isu pengelolaan berdasarkan kondisi aktual dari berbagai sektor yang


berkepentingan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sumatera Barat.

3.1 Isu : Dinamika Perubahan Garis Pantai dan Hak Atas Tanah di Perairan
Pesisir.
Perubahan garis pantai pantai di Sumatera Barat diakibatkan oleh abrasi dan
akresi. Abrasi adalah suatu proses alam berupa pengikisan tanah pada daerah pesisir
pantai yang diakibatkan oleh ombak dan arus laut yang sifatnya merusak terkadang juga
disebut dengan erosi pantai. Akresi pantai adalah perubahan garis pantai menuju laut
lepas karena adanya proses sedimentasi dari daratan atau sungai menuju arah laut.
Berdasarkan penelitian Haryani et al. (2018) bahwa terdapat 32 titik terpantau
terjadi abrasi dan akresi di sepanjang pantai Sumatera Barat periode tahun 2003 sampai
dengan tahun 2016. Di Kabupaten Pasaman Barat selama periode 2003 – 2016
terpantau terjadi abrasi ditiga (3) titik. Adapun abrasi terjadi rata-rata sejauh 25,46 m,
abrasi menggerus pantai terjauh 28,98 m dan yang terdekat 22,69 m. Sedangkan akresi
tidak terdapat di Kabupaten Pasaman Barat. Di Kabupaten Agam terdapat 5 lokasi
terpantau abrasi maupun akresi dimana 4 lokasi terjadi abrasi dan 1 lokasi akresi. Abrasi
terjadi sejauh 23,40 m sedangkan akresi terjadi sejauh 27,22 m. Berbeda dengan
Kabupaten Pasaman Barat yang hanya terjadi abrasi, di Kabupaten Agam terjadi abrasi
rata-rata sejauh 19,97 m sekaligus terjadi akresi. Akresi dan abrasi terjadi juga di
Kabupaten Padang Pariaman. Rata-rata abrasi terjadi sejauh 17,61 m, dimana abrasi
terjadi pada 5 titik, sedangkan akresi terjadi di 1 titik sejauh 26,63 m. Hampir sama
dengan Kota Pariaman terjadi 1 titik akresi sejauh 21,30 m dan 1 titik abrasi sejauh
18.77 m. Di Kota Padang abrasi terjadi di 2 titik yaitu sejauh 10,5 m dan 15,68 m
sedangkan akresi terdapat di 1 titik sejauh 13,55 m. Dibandingkan dengan
Kota/Kabupaten di Sumatera Barat, sebaran abrasi dan akresi yang terbanyak adalah di
Kabupaten Pesisir Selatan. Terdapat 14 lokasi abrasi dan akresi dengan 5 titik akresi

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

dan 9 titik abrasi pantai. Akresi terjauh 36,91 m sedangan abrasi terjauh 45,7 m dan
terdekat 16,35 m.
Abrasi pantai terluas yang terjadi di pesisir Sumatera Barat 13 tahun terakhir
adalah di Kabupaten Pasaman Barat yaitu 265,90 Ha dan di Kabupaten Pesisir Selatan
108.97 Ha. Ini sangat mengkhawatirkan jika terus-menerus daratan akan berkurang
luasnya terutama di wilayah pesisir. Dengan luas daratan yang semakin hari semakin
berkurang, akan memicu terjadinya permasalahan pemanfaatan lahan maupun status
kepemilikan lahan. Sedangkan akresi yaitu penambahan daratan terluas yaitu terdapat
di Kabupaten Pesisir Selatan seluas 10.28 Ha dan Kabupaten Agam seluas 9.86 Ha.
Luas akresi yaitu penambahan luas daratan pesisir di wilayah Sumatera Barat hanya
sebesar 55,4 Ha dan jauh lebih kecil hilangnya daratan akibat abrasi pantai yaitu
sebesar 732,69 Ha. Perubahan garis pantai yang terjadi antara tahun 2003 sampai
tahun 2016 lebih banyak mengalami abrasi jika dibandingkann dengan akresi. Abrasi
yang terjadi sebesar 732,69 ha, sedangkan akresi hanya sebesar 55,4 ha. Abrasi yang
tejadi disebabkan oleh kuatnya arus laut dan ombak yang menghantam pantai dan
pantai yang landau/datar, sedangkan Akresi disebabkan oleh banyaknya sungai yang
bermuara di Samudera Hindia (pesisir Provinsi Sumatera Barat). Air dari aliran sungai
membawa sedimen darat dan terendapkan di daerh pantai. Daerah akresi yang terjadi
akibat perubahan garis pantai ini biasanya dimanfaatkan masyarakat sekitar
dimanfaatkan menjadi tambak udang maupun ikan serta obyek wisata pantai.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara dan Tata Ruang /Kepala Badan
Pertanahan Nasional No 17 tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pada pasal 15, bahwa tanah timbul merupakan tanah
yang dikuasai langsung oleh negara.

III.2 Isu : Degradasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.


Sumberdaya pesisir Provinsi Sumatera Barat adalah terumbu karang, lamun,
mangrove, estuaria dan pulau-pulau kecil. Sumatera Barat mempunyai luas 20.120,71
Ha dengan mangrove terluas di Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan luas
13.997,60 Ha (DKP Provinsi Sumatera Barat, 2018). Kerusakan mangrove
disebabkan penebangan untuk kayu bakar, bahan bangunan, resort, dan
pembukaan lahan tambak udang.
Luas terumbu karang di Sumatera Barat adalah 39.619,42 Ha dengan
terumbu karang yang terluas adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai seluas
34.515,43 Ha dan luas terumbu karang terkecil terdapat di Kabupaten Agam

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

seluas 120,48 Ha (DKP Provinsi Sumatera Barat, 2018). Kerusakan terumbu


karang pada saat ini diakibatkan oleh pemutihan karang (coral bleaching),
pemutasan untuk menangkap ikan karang, dan sedimentasi. Pemutihan karang
telah terjadi secara berulang-ulang di perairan Sumatera Barat seperti terjadi
pada tahun 1998, tahun 2000, tahun 2010 dan tahun 2016. Pemutihan karang
dapat menyebabkan kematian massal karang di perairan Sumatera Barat.
Luas lamun di Sumatera Barat adalah 598,85 Ha dan luas lamun yang paling
besar adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai seluas 452,85 Ha (DKP Provinsi
Sumatera Barat, 2018). Di Kabupaten Kepulauan Mentawai kerusakan lamun
disebabkan oleh abrasi pantai.
Jumlah Pulau di Sumatera Barat adalah 185 pulau dengan pulau terbanyak di
Kabupaten Mentawai sebanyak 98 Pulau. Pulau yang termasuk dalam kategori pulau
besar adalah Pulau Siberut. Di Sumatera Barat terdapat 3 pulau terluar sebagai batas
negara adalah Pulau Sibaru-Baru, Sinyaunyau dan Pulau Pagai Utara. Kerusakan
pulau di Sumatera Barat adalah abrasi pantai, pemanfaatan untuk wisata yang melebih
daya dukung, dan penebangan hutan berlebihan di pulau kecil.

3.3 Isu : Marjinalisasi dan Kemiskinan Masyarakat Pesisir.


Kemiskinan merupakan masalah yang muncul ketika seseorang atau
sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang
dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper,
kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin
kelangsungan hidup. Dalam arti luas, kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang
memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan , 2) ketidakberdayaan, 3) kerentanan
menghadapi situasi darurat, 4) ketergantungan, dan 5) keterasingan baik secara
geografis maupun sosiologis.
Wilayah pesisir sudah sejak lama disinyalir sebagai kantong-kantong kemiskinan
masyarakat, khususnya masyarakat nelayan. Kondisi masyarakat nelayan yang miskin,
merupakan hambatan potensial bagi masyarakat nelayan/pesisir untuk mendorong
pembangunan di wilayahnya sehingga dapat mengakibatkan lemahnya bargaining
position dari masyarakat pesisir dengan pihak-pihak lain di luar kawasan pesisir, yang
kemudian dapat berdampak pada kurangnya kemampuan dalam mengembangkan
kapasitas dirinya dan organisasi atau kelembagaan sosial yang dimiliki sebagai sarana
aktualisasi dalam membangun wilayahnya. Marginalisasi yang telah berlangsung sejak
lama terhadap masyarakat nelayan, sehingga berada dalam belenggu kemiskinan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 3
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Marginalisasi masyarakat pesisir/nelayan disamping rendahnya kualitas sumberdaya


manusia, juga disebabkan minimnya sarana dan prasarana telekomunikasi dan
transportasi, sehingga sulitnya akses ke daerah pesisir tersebut.
Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi yang berada di pesisir
Barat pulau Sumatera yang memiliki potensi penangkapan dan pengelolaan ikan di laut
yang cukup besar. Namun, dengan realitas sosial yang ada saat ini, tidak kurang
sepertiga daerah (yaitu 7 kabupaten/kota dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat)
yang terletak di daerah pesisir terutama di wilayah pantai Barat Sumatera yang
dikategorikan sebagai daerah yang memiliki penduduk miskin lebih banyak
dibandingkan dengan penduduk petani di daerah daratan. Daerah pesisir pantai
Sumatera Barat adalah kantong-kantong kemiskinan struktural yang potensial. Kesulitan
mengatasi masalah kemiskinan di daerah pesisir telah menjadikan penduduk di
kawasan ini harus menanggung beban kehidupan yang sangat berat. Kerawanan di
bidang sosial-ekonomi dapat menjadi lahan subur bagi timbulnya kerawanan-kerawanan
di bidang kehidupan yang lain. Sejak krisis ekonomi tahun 1998 mulai merambah ke
berbagai wilayah Sumatera Barat, nelayan tradisional boleh dikata adalah kelompok
masyarakat pesisir yang paling menderita dan merupakan korban pertama dari
perubahan situasi sosial-ekonomi yang berkepanjangan. Bisa dibayangkan, apa yang
dapat dilakukan nelayan tradisional untuk bertahan dan melangsungkan kehidupannya,
jika dari hari ke hari hanya mengandalkan pada perahu tradisional dan alat tangkap ikan
yang sederhana. Dengan demikian tentunya para nelayan tradisional ini tidak akan
pernah mampu bersaing dengan nelayan modern yang didukung perangkat yang serba
canggih dan kapal besar yang memiliki daya jangkau yang jauh lebih luas.
Berdasarkan data BPS tahun 2022, bahwa persentase penduduk miskin di
wilayah pesisir yaitu 6,77 % dan lebih tinggi dari persentase rata-rata penduduk miskin
Provinsi Sumatera Barat sendiri yaitu 6,64 %. Persentase jumlah penduduk miskin di
tujuh kabupaten/kota wilayah pesisir Sumatera Barat disajikan pada Gambar 3.1.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 4
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 3.1 Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Tujuh Kabupaten/Kota Wilayah


Pesisir Sumatera Barat Tahun 2021

3.4 Isu : Ketimpangan Ekonomi Wilayah Pesisir.


Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu negara selalu menyisakan masalah klasik
yakni ketimpangan atau disparitas ekonomi. Menurut data World Bank, sejak tahun 2000
ketimpangan ekonomi meningkat pesat karena pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh
20% penduduk terkaya dari pada penduduk umum lainnya. Demikian pula kondisinya dengan
kabupaten/kota yang berada di wilayah pesisir dengan kabupaten/kota yang berada diwilayah
daratan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 5
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera


Barat Tahun 2019.

Dari Gambar 3.2 terlihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di


kabupaten/kota wilayah daratan (4,82%) lebih tinggi dari kabupaten/kota wilayah pesisir
(4,58%), dengan kisaran 4,80 – 5,89 % di kabupaten/kota wilayah daratan dan 2,40 –
5,64 % di kabupaten/kota wilayah pesisir. Dari 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat, laju pertumbuhan ekonomi terendah terdapat di kabupaten Padang Pariaman,
yaitu 2,40 % yang merupakan salah satu dari tujuh kabupaten/kota pesisir Sumatera
Barat.
Ketimpangan ekonomi, tidak hanya terjadi antar wilayah pesisir dan wilayah
daratan saja, tetapi ketimpangan ekonomi terjadi juga antar masyarakat yang mendiami
wilayah pesisir, terutama nelayan. Sebahagian besar nelayan, merupakan buruh di
kapal-kapal penangkap ikan yang dimiliki oleh juragan atau pemilik modal. Hasil yang
mereka dapat hanya cukup memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari, bahkan tidak
jarang mereka harus berhutang kepada pemilik kapal untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sehari-hari. Disamping sebagai buruh nelayan, sebagian mereka ada juga
memiliki armada dan alat tangkap, namun masih bersifat sederhana atau trandisional,
sehingga hasil tangkapannya pun hanya cukup memenuhi kebutuhan hidup mereka
sehari-hari, bahkan kalau musim cuaca buruk mereka tidak bisa melaut, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka juga harus berhutang kepada pihak lain (rentenir).

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 6
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Jadi dalam berbagai indikator pembangunan ekonomi, nelayan/masyarakat


pesisir sering berada pada struktur terbawah. Mereka juga sering kali tidak memiliki
akses terhadap pelayanan dasar dan informasi. Dengan kata lain bahwa masyarakat
pesisir atau nelayan memiliki ciri-ciri yang berhubungan dengan pola hidup tradisional
yang senantiasa menempati stratum terendah dalam lapisan masyarakat. Secara
normatif, seharusnya nelayan/masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang sejahtera
mengingat besarnya potensi sumber daya alam pesisir dan laut. Namun kenyataan
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat pesisir, terutama nelayan masih
merupakan bagian dari masyarakat yang tertinggal. Persoalan kerawanan sosial-
ekonomi, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial ekonomi, keterbatasan akses
pendidikan dan kesehatan, kelembagaan sosial yang lemah, serta kesulitan akses
modal usaha, teknologi dan pasar, merupakan permasalahan yang bersifat
multidemensi (kompleks) dan saling terkait satu dengan lainnya.

3.5 Isu : Mata Pencaharian Penduduk di Wilayah Pesisir.


Mata pencaharian utama masyarakat di wilayah pesisir adalah nelayan,
walaupun demikian juga terdapat mata pencaharian di luar nelayan, seperti pegawai
negeri, pemilik warung, kontraktor, jasa potong rambut, dan masih banyak usaha di
bidang jasa lainnya. Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan terdiri dari nelayan
pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan, dan organisme laut lainnya, pedagang ikan,
pengolah ikan, pengada atau pedagang sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-
perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa transportasi dan lainnya.
Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris
atau petani. Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat diprediksi
karena pola panen dapat terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka
miliki dapat ditentukan hasilnya sesuai dengan hasil pendapatan yang mereka inginkan.
Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi
sebagai nelayan. Sebagai nelayan, penghasilan yang mereka dapatkan setiap melaut
tidak bisa dikontrol karena hasil tangkapan mereka tidak pasti karena dipengaruhi oleh
musim dan kondisi cuaca.
Bila dilihat dari lapangan pekerjaan masyarakat pesisir Sumatera Barat sebagai
pedagang yaitu 60,49 %, dan hanya 28,58 % yang bekerja di sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 7
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 3.1 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama dan Kabupaten/ Kota Wilayah Pesisir di Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2021.
Jenis Pekerjaan Utama Jumlah
Kabupaten/Kota
Jenis A Jenis B Jenis C (Orang)
Kabupaten:
Kep. Mentawai 32.590 3.830 15.248 51.668
Pesisir Selatan 79.927 18.898 113.979 212.804
Padang Pariaman 50.894 29.702 97.298 177.894
Agam 92.242 29.759 108.638 230.639
Pasaman Barat 104.755 12.885 87.351 204.991
Kota:
Padang 17.097 44.989 354.004 416.090
Pariaman 3.510 5.641 30.044 39.195
Jumlah (Orang) 381.015 145.704 806.562 1.333.281
Persentase (%) 28,58 10,93 60,49 100,00
Keterangan:
A. Pertanian, Kehutanan, Perikanan.
B. Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air;
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; Konstruksi.
C. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi;
Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib;
Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya.
Sumber : Sumatera Barat Dalam Angka 2022

Gambar 3.3 Persentase jumlah penduduk umur 15 tahun ke-atas menurut jenis mata
pencaharian di kabupaten/kota wilayah pesisir Sumatera Barat tahun
2021.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 8
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 3.2 Jumlah Nelayan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat


Tahun 2019
Jumlah Kategori Nelayan (Orang)
No. Kabupaten/Kota
(Orang) Nelayan Penuh Nelayan Sambilan
A. Kabupaten:
1. Kep. Mentawai 3.469 1.250 2.219
2. Pesisir Selatan 18.848 14.486 4.362
3. Padang Pariaman 1.014 775 239
4. Agam 2.049 985 1.064
5. Pasaman Barat 8.225 5.749 2.476
B. Kota:
6. Padang 7.066 2.666 4.400
7. Pariaman 1.183 1.183 -
Jumlah 41.854 27.094 14.760
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sumatera Barat (2020).

Bila dilihat dari jenis mata pencaharian menangkap ikan atau nelayan pada
Tabel 3.2, maka jumlah nelayan atau masyarakat pesisir yang mempunyai mata
pencaharian menangkap ikan adalah 41.854 orang atau sekitar 3,14 % dari penduduk
wilayah pesisir yang berumur 15 tahun ke-atas. Banyaknya masyarakat pesisir yang
beralih bekerja ke sektor lain seperti berdagang, buruh atau sektor jasa lainnya, sebab
pekerjaannya sebagai nelayan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk
pangan, sandang, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Hal ini disebabkan karena
sebahagian besar dari nelayan yang ada di Sumatera Barat merupakan nelayan
trandisional yang menggunakan alat tangkap dan armada sederhana, sehingga hasil
tangkap mereka sedikit dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

3.6 Isu : Konflik Pemanfaatan dan/atau Konflik Kewenangan.


Konflik Pemanfaatan ruang laut yang ada ada adalah konflik antar nelayan
karena penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan masuknya nelayan
Sibolga Sumatera Utara. Alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan adalah
lampara dasar atau sering disebut di Sumatera Barat dengan nama pukat osoh. Pukat
osoh termasuk pukat harimau mini dan dilarang penggunaannya oleh Undang-Undang.
Konflik pemanfaatan ruang laut yang ada di perairan Sumatera Barat adalah:
a. Banyak nelayan Air Haji masih menggunakan pukat osoh dan berkonflik dengan
nelayan lain di Air Haji dan berkonflik dengan nagari di sekitarnya.
b. Pada tanggal 1 Januari 2018 terjadi pembakaran 2 kapal nelayan Air Haji oleh
masyarakat nelayan Air Kandis, Kecamatan Lenggosari Baganti, Kabupaten
Pesisir Selatan yang mengunakan pukat osoh.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 9
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

c. Konflik nelayan osoh (pukat harimau mini) dan pukat payang di Pasie Nan Tigo,
Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang pada tanggal 13 Desember 2016.
d. Nelayan Sibolga sering membuat resah nelayan Sumatera Barat karena sering
melakukan pemboman dan pemutasan. Pada tanggal 4 februari 2021, Polres
Mentawai menangkap melakukan 7 nelayan sedang melakukan pengeboman
ikan di Pulau Rua Mata, Desa Beriulou, Kecamatan Sipora Selatan.
e. Nelayan osoh masih beroperasi di Muara Batang Anai dan sering berkonflik
dengan alat tangkap lain.
Konflik kewenangan yang terjadi adalah status kepemilikan pulau-pulau kecil di
perbatasan antar Kabupaten dan Kota. Pulau Bando menjadi pulau sengketa antara
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Pulau Sironjong dan Pulau
Bintangor menjadi sengketa antara Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan dan
sengketa ini sampai sekarang belum selesai.

3.7 Isu : Bencana Alam dan/atau Bencana Akibat Tindakan Manusia.


Secara geotektonik, Provinsi Sumatera Barat mempunyai kondisi yang terletak
dekat Lempeng Indo-Australia dan Eurasia serta dilewati oleh Sesar Sumatera yang
memanjang sepanjang Pulau Sumatera. Selain itu Provinsi Sumatera Barat mempunyai
gunung api yang masih aktif, yaitu Gunung Marapi, Gunung Talang, Gunung Tandikat,
dan Gunung Kerinci. Keadaan ini menyebabkan Provinsi Sumatera Barat rawan
terhadap bencana gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung api.
Secara historis, Sumatera Barat merupakan kawasan yang telah banyak
mengalami bencana sejak tahun 1943 hingga tahun 2011 ini. Bencana-bencana yang
pernah terjadi di Sumatera Barat berdasarkan urutan persentasi tertinggi antara lain
banjir 43 %, tanah longsor 18 %, kebakaran 7%, banjir dan tanah longsor 7%, gempa
bumi 6%, gelombang pasang/abrasi 3%, dan bencana lainnya 7%. sumber dari Data
dan Informasi sumber Bencana Indonesia (DIBI). Bencana-bencana ini telah banyak
menimbulkan korban jiwa, kerusakan, dan kerugian yang tidak sedikit baik dari
masyarakat maupun pemerintah Indonesia.
Gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat pada tangal 30 September 2009 pada
skala 7.6 SR menyebabkan korban jiwa dan telah memporakporandakan bangunan dan
fasilitas umum. Korban jiwa yang meninggal sebanyak 1.195 jiwa, luka berat 619 jiwa
dan luka ringan 1.179 jiwa. Kerusakan rumah penduduk sebanyak 249.833 unit
(114.797 unit rusak berat, 67.198 unit rusak sedang dan 67.838 unit rusak ringan),
perkantoran 442 unit, fasilitas pendidikan 4.748 unit, fasilitas kesehatan 153 unit,

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 10
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

jembatan 68 unit, pasar 58 unit, dan tempat ibadah 2.851 unit. Perkiraan anggaran
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi tanggal 30 September 2009 sebesar
Rp 3.624.425.013.124.
Demikian pula gempa bumi pada tanggal 25 Oktober 2010 di Mentawai pada
skala 7,2 SR yang disusul dengan tsunami dengan ketinggian mencapai 12 m dan
jarak dari pantai ke daratan 600 m. Korban yang meninggal sebanyak 444 jiwa dan
hilang 50 jiwa, luka berat 133 jiwa dan luka ringan 325 jiwa. Kerusakan rumah penduduk
sebanyak 721 unit (517 unit rusak berat, dan 204 unit rusak ringan), rumah dinas 6 unit,
fasilitas pendidikan 6 unit, fasilitas ibadah 7 unit, jembatan 7 unit, pasar 58 unit, dan
resort 2 unit (Pusdalop BPBD Provinsi Sumbar, 2010).
Secara klimatologi, musim panas dan hujan di Provinsi Sumatera Barat
mengalami perubahan yang drastis dan ekstrim. Perubahan yang drastis dan ekstrim ini
mengakibatkan Provinsi Sumatera Barat rawan terhadap bencana tanah longsor, banjir
dan gelombang pasang serta abrasi. Bersadarkan data dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat, untuk becana alam gempa bumi,
41,98 % wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada tingkat resiko tinggi, 37,57 %-nya
berada pada tingkat resiko sedang, dan 14,61 % berada pada tingkat resiko rendah.
Kemudian untuk bencana tsunami 9,85 % wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada
tingkat resiko tinggi, 6,69 % berada pada tingkat resiko sedang, dan 6,33 %-nya berada
pada tingkat resiko rendah. Untuk becana alam gelombang pasang dan abrasi 3,00 %
wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada tingkat resiko tinggi, 1,71 % berada pada
tingkat resiko sedang dan 5,41 %-nya berada pada tingkat resiko rendah. Untuk
bencana alam banjir 6,39 % dari luas wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada
tingkat resiko tinggi, 6,41 % berada pada tingkat resiko sedang dan 2,56 %-nya berada
pada tingkat resiko rendah. Kemudian untuk bencana alam tanah longsor 35,60 % dari
luas wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada tingkat resiko tinggi, 55,41 % berada
pada tingkat resiko sedang, dan 13,10 %-nya berada pada tingkat resiko rendah.
Selanjutnya untuk bencana alam kebakaran hutan dan lahan, 44,91 % dari luas
wilayah pesisir Sumatera Barat berada pada tingkat resiko tinggi, 42,14 % berada pada
tingkat resiko sedang, dan 17,07 %-nya berada pada tingkat resiko rendah.
Isu ini muncul didasari oleh kondisi geografis, geotektonik, klimatologi, dan
banyaknya kejadian bencana yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat, sehingga isu ini
harus segera mendapat perhatian dan ditindak lanjuti guna menghindari korban jiwa dan
kerugian materi.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 11
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

3.8 Isu : Kekosongan dan Ketidakpastian Hukum.


Sehubungan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, telah
cukup banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat, baik berupa undang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri maupun peraturan daerah serta
peraturan kepala daerah. Namun semuanya itu belum dapat menjamin pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan baik. Hal ini disebabkan karena
masih rendahnya pengetahuan, pemahaman dan kesadaran serta kepatuhan
masyarakat dalam mentaati peraturan perundang-undangan tersebut. Disamping itu
juga disebabkan masih kurangnya kontribusi aparat penegak hukum dalam
mensosialisasikan peraturan perundang-undangan tersebut, serta masih kurangnya
konribusi aparat penegak hukum dalam pengawasan dan pengendaliaan terhadap
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berwawasan
lingkungan.
Efektifnya kegiatan penegakan hukum sangat ditentukan oleh tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang telah
dikeluarkan. Kepatuhan tersebut dapat dicapai melalui kegiatan penyadaran masyarakat
atau penyuluhan tentang pentingnya lingkungan dan sumberdaya alam pesisir dan laut
untuk umat manusia yang dilakukan secara terus menerus baik sebelum, selama dan
sesudah program penegakan hukum tersebut berlangsung. Walaupun kebutuhan akan
pentingnya penglolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terpadu dan
berkesinambungan telah banyak dipahami oleh para stakeholders atau birokrat,
sayangnya hanya sedikit yang berkaitan dengan penyadaraan masyarakat akan
pentingnya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan
berkelanjutan yang telah dilaksanakan.
Rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan
juga sebagai salah satu penyebab turunnya kualitas dan kuantitas ekosistem wilayah
pesisir dan laut di Sumatera Barat. Rendahnya pentaatan dan penegakan hukum tidak
terlepas dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia baik di kalangan masyarakat
maupun aparat penegak hukum yang berada di wilayah pesisir. Penyebab utama
rendahnya pentaatan dan penegakan hukum diantaranya adalah rendahnya kualitas
sumberdaya manusia terutama yang berhubungan dengan pengetahuan
nelayan/masyarakat pesisir tentang hukum, terlalu diutamakannya kepentingan sektoral,
tidak transparannya proses pembuatan produk hukum, terbatasnya sarana dan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 12
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

prasarana petugas penegak hukum dan masih lemahnya pelaksanaan sosialisasi


produk hukum

3.9 Isu : Potensi Sumber Daya Pesisir.


Pemanfaatan sumberdaya alam seperti perikanan, pariwisata dan transportasi
laut di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada di Provinsi Sumatera Barat masih
belum optimal. Pengelolaan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya di
Provinsi Sumatera Barat belum dilakukan secara optimal.
Sebagian besar perikanan tangkap sudah mengalami “overfishing”, khususnya
lokasi penangkapan yang lebih kecil dari 4 (empat) mil. Pada umumnya nelayan di
Provinsi Sumatera Barat menangkap ikan di daerah yang lebih kecil dari 4 (empat) mil,
dengan alat tangkap tradisional dan kapal yang sederhana sehingga lokasi
penangkapan lebih besar dari 4 (empat) mil kurang dieksploitasi oleh nelayan. Akibatnya
pemanfaatan dilokasi yang lebih besar dari 4 (empat) mil belum optimal (“underfishing”),
hal ini mengakibat banyak kapal-kapal asing melakukan penangkapan di perairan lebih
besar dari 4 (empat) mil di Provinsi Sumatera Barat.
Perikanan budidaya di Provinsi Sumatera Barat mempunyai potensi untuk
dikembangkan, dimana luas lahan untuk budidaya perikanan air payau/tambak adalah
54.197 ha, dan budidaya laut 323.524 ha. Namun yang telah dimanfaatkan atau
direalisasikan sampai saat ini baru 13,24 ha untuk budidaya air payau/tambak dan 3,50
ha untuk budidaya laut. Jika dilihat dari data ini maka budidaya perikanan di Provinsi
Sumatera Barat masih bisa ditingkat atau dikembangkan lagi.
Selain itu, potensi yang belum optimal dikembangkan adalah wisata bahari
seperti wisata pantai, snorkeling, diving/menyelam, surfing/selancar dan lainnya.
Provinsi Sumatera Barat mempunyai potensi yang sangat besar di sektor wisata bahari
karena umumnya memiliki pantai yang indah dengan batuan-batuan bulatnya serta
gelombang yang sangat besar merupakan daya tarik tersendiri bagi pengembangan
pariwisata di masa mendatang.
Sumatera Barat memiliki 5 (lima) Kabupaten dan 2 (dua) Kota yang mempunyai
wilayah pesisir dan 185 buah pulau-pulau kecil, sehingga ada potensi lain yang selama
ini terlupakan, yaitu transportasi laut yang menghubungkan antar kabupaten/kota pesisir
yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Transportasi laut ini juga dapat mengurangi
kepadatan di lalu lintas darat.
Sangat disadari bahwa laju pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya dan masyarakat Provinsi
Sumatera Barat umumnya terkait erat dengan pengoptimalan dan pemanfaatan
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 13
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

sumberdaya yang sudah dimiliki oleh Provinsi Sumatera Barat, namun pengoptimalan
dan pemanfaatan yang akan dilakukan harus sesuai dengan daya dukung dan
kemampuan masyarakat lokal agar manfaatnya segera dapat digunakan untuk
mengangkat kesejahteraan masyarakat secara bersama.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN III - 14
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB IV

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN


WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

4.1. Visi dan Misi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Visi dan Misi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disusun
berdasarkan Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2014-
2033.
Visi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sumatera Barat
adalah: “Terwujudnya Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sumatera Barat
yang Sejahtera, Tangguh dan Madani secara Berkelanjutan“ .
Misi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sumatera Barat
adalah:
1. Meningkatkan peran serta masyarakat di dalam pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
2. Menjadikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai aset dan menumbuh
kembangkan dunia usaha.
3. Menciptakan harmonisasi dan sinergi antar antar pemangku kepentingan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
4. Mewujudkan keamanan dan stabilitas sosial serta ketahanan terhadap bencana.
5. Mewujudkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang beriman dan
berkearifan lokal.
6. Melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan keanekaragaman
hayati di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.

4.2. Tujuan Pengelolaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


Tujuan dari pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP-3-K) Provinsi
Sumatera Barat terdiri dari:
a. Tujuan Pembangunan Lingkungan, yaitu rehabilitasi, revitalisasi, dan
meningkatkan kualitas lingkungan untuk menjamin pengelolaan dan pemanfaatan
potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN IV - 1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

b. Tujuan Pembangunan Sosial, yaitu membuat suatu panduan bagi semua


stakeholder untuk ikut berperan serta dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
laut untuk meningkatkan kesejahteraan.
c. Tujuan Pembangunan Ekonomi, yaitu mendorong pemanfaatan potensi
sumberdaya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan dan berkeadilan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan.
d. Tujuan Pembangunan Administratif, yaitu tersusunnya rencana pengelolaan dan
pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut secara terpadu dan
berkelanjutan.

4.3 Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


Kebijakan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP-3-K) Provinsi
Sumatera Barat terdiri atas:
a. Kebijakan Umum meliputi:
1. Memadukan semua aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut untuk mewujudkan pembangunan industri perikanan,
pariwisata bahari dan industri non perikanan secara terpadu dan
berkelanjutan.
2. Pengelolaan potensi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara
terpadu, terkoordinasi, dan saling berkaitan antar satuan kerja dan
masyarakat.
b. Kebijakan Khusus, meliputi:
1. Mendorong pengelolaan industri perikanan, pariwisata bahari dan industri non
perikanan secara terpadu berlandaskan potensi sumberdaya pesisir dan laut;
2. Mendorong pembangunan ekonomi secara optimal, efisien dan berorientasi
pada ekonomi rakyat;
3. Mendorong pengembangan kawasan konservasi meliputi: perlindungan,
pelestarian, pemeliharaan, dan pemanfaatan fungsi lingkungan laut; dan
pelestarian biota laut; dan
4. Pencegahan dampak negatif kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan laut;
5. Mendorong peningkatan kapasitas kelembagaan dan penegakan hukum untuk
mewujudkan pulau-pulau kecil sebagai kawasan kelautan dan perikanan
terpadu;
6. Pengelolaan kawasan pesisir berbasis masyarakat.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN IV - 2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

7. Pengelolaan industri perikanan, pariwisata, dan industri non perikanan terpadu


berorientasi pada pengembangan teknologi.

4.4 Strategi Pengelolaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


Strategi dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sumatera
Barat terdiri atas:
a. Strategi optimalisasi pengelolaan pulau-pulau kecil meliputi:
1. Meningkatkan produksi perikanan melalui pengembangan perikanan tangkap
dan perikanan budidaya.
2. Pengelolaan potensi sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau kecil yang
lestari sebagai daerah objek wisata bahari;
3. Pelibatan organisasi masyarakat setempat dalam pengelolaan sumberdaya
alam pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
4. Pelibatan stakeholder dalam menjaga keberadaan pulau-pulau kecil potensial.
b. Strategi penataan ruang/zonasi di WP-3-K yaitu pemetaan konflik dan penyusunan
zonasi wilayah pesisir dengan pelibatan stakeholder.
c. Strategi penyediaan sarana dan prasarana di WP-3-K meliputi:
1. Meningkatkan peran pemangku kepentingan dalam pembangunan sarana dan
prasarana dasar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
2. Membangun koordinasi antar instansi dan koordinasi antar kabupaten/kota.
3. Percepatan pelaksanaan perizinan dan non-perizinan pada kawasan yang
ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional oleh Gubernur sesuai dengan
kewenangannya.
d. Strategi optimalisasi pengelolaan perikanan meliputi:
1. Meningkatkan jumlah kapal penangkap ikan.
2. Meningkatkan daya jelajah kapal penangkap ikan.
3. Meningkatkan peluang keberhasilan operasi penangkapan ikan.
4. Mendorong usaha budidaya air laut di wilayah pulau-pulau kecil.
5. Pemberdayaan perempuan pesisir dan pulau-pulau kecil dalam usaha
pengolahan hasil perikanan.
6. Optimalisasi program Minapolitan.
7. Penetapan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu.
e. Strategi optimalisasi pengembangan wisata bahari dan budaya meliputi:
1. Meningkatkan perencanaan wisata terpadu dengan pelibatan stakeholder
secara terkoordinasi.
2. Mendorong kabupaten dan kota untuk mensinergikan pembangunan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN IV - 3
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

kepariwisataan yang didukung dengan penganggaran daerah.


3. Membangun partisipasi masyarakat melalui penguatan kapasitas
kelembagaan lokal yang di dukung swasta.
f. Strategi kesiapsiagaan terhadap rawan bencana alam, meliputi:
1. Pengembangan masyarakat kelompok siaga bencana alam.
2. Menyiapkan prosedur tetap penanggulangan bencana alam.
g. Strategi pemulihan degradasi lingkungan WP-3-K, meliputi:
1. Memulihkan ekosistem terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove.
2. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan
ekosistem pantai.
3. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir dari upaya konservasi.
4. Membangun pemahaman dan pengetahuan pemerintah daerah akan
pentingnya penyelamatan sumberdaya alam ekosistem pantai.
5. Pelibatan swasta dan masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan
pengolahan sampah.
6. Peningkatan partisipasi aparat desa dalam menjaga kelestarian lingkungan
pesisir.
7. Membangun koordinasi pemanfaatan lahan pesisir antar stakeholder.
h. Strategi penguatan ketahanan pangan, meliputi:
1. Mendorong produksi pangan di pulau-pulau kecil.
2. Mendorong pengolahan dan konsumsi pangan alternative.
3. Meningkatkan akses pangan masyarakat.
i. Strategi mengurangi marjinalisasi dan kemiskinan masyarakat pesisir dan pulau-
pulau kecil, meliputi:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan formal dan non formal.
2. Mengubah paradigma masyarakat agar berorientasi pada pendidikan.
3. Meningkatkan akses masyarakat pesisir terhadap sarana prasarana kesehatan.
j. Strategi penguatan ketaatan dan penegakan hukum masih rendah, meliputi:
1. Melibatkan masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan sumberdaya dan
lingkungan.
2. Peningkatan kerjasama aparat penegak hukum dengan PPNS.
3. Meningkatkan pendidikan dan kursus bagi aparat penegak hukum.
k. Strategi pengembangan konservasi, meliputi:
1. Pengembangan kawasan konservasi.
2. Pengembangan perlindungan biota laut langka.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN IV - 4
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB V

RENCANA STRUKTUR RUANG LAUT

5.1 Susunan Pusat Pertumbuhan Kelautan


5.1.1 Pusat Pertumbuhan Kelautan dan Perikanan.
Pusat pertumbuhan kelautan dan perikann di Provinsi Sumatera Barat,
terdiri dari:
1. Sentra Kegiatan Perikanan Tangkap, yang diarahkan di beberapa
kabupaten/kota, yaitu:
Kota Padang.
Kabupaten Pesisir Selatan.
Kabupaten Agam.
Kabupaten Pasaman Barat.
Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kota Pariaman.
2. Sentra Kegiatan Perikanan Budidaya, yang diarahkan di beberapa
kabupaten/kota, yaitu:
Kabupaten Pesisir Selatan.
Kota Padang.
Kabupaten Pasaman Barat.
Kabupaten Kepulauan Mentawai.
3. Pelabuhan Perikanan, yang terdiri dari:
a) Pelabuhan Perikanan Samudera di Bungus Kota Padang.
b) Pelabuhan Perikanan Pantai di Carocok Kabupaten Pesisir Selatan;
dan Pelabuhan Perikanan Pantai di Sikakap Kabupaten Kepulauan
Mentawai.
d) Pangkalan Pendaratan Ikan, yaitu :
Muara Anai di Kota Padang.
Carocok Painan di Kabupaten Pesisir Selatan
Panasahan Painan di Kabupaten Pesisir Selatan
Surantih di Kabupaten Pesisir Selatan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN V-1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Pasir Baru di Kabupaten Padang Pariaman.


Muara Baru di Kota Pariaman
Tiku di Kabupaten Agam.
Sasak di Kabupaten Pasaman Barat.
Air Bangis di Kabupaten Pasaman Barat.
Tua Pejat di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Muara Siberut di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
d) Tempat Pelelangan Ikan, yaitu :
Batang Arau, Kampung Baru, Gaung, Ulak Karang, Teluk Kabung,
Batung di Kota Padang.
Muaro Gadang, Muaro Jambu, Api-api di Kabupaten Pesisir
Selatan.
Batang Gasan, Ulakan Tapakis, Batang Anai Ketaping di
Kabupaten Padang Pariaman.
Muaro Putus di Kabupaten Agam.
Nareh, Karan Aur, Padang Birik-birik di Kota Pariaman.
3. Destinasi Pariwisata, yang terdiri dari:
a) Kota Padang, yaitu terdiri dari: Pantai Padang, Pantai Pasir Jambak,
Pantai Nirwana, Pantai Carolin, Pantai Air Manis, Pantai Ujung Batu,
Pantai Pasie Nan Tigo, Pulau Pasumpahan, Pulau Sikuai, Pulau
Pamutusan, Pulau Sirandah dan Pulau Sao.
b) Kota Pariaman, yaitu terdiri dari: Pantai Gandoriah, Pantai Cermin,
Pantai Kata, Pantai Nareh, Muara Manggung, Pantai Talao Indah,
Pulau Angso Duo, Pulau Kasiak, Pulau Tangah dan Pulau Ujuang
c) Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu terdiri dari: Pantai Muaro Bayang,
Pantai Pasir Batu Putih, Pantai Timur Pulau Cubadak, Pantai Barat
Pulau Cubadak, Pantai Sambungo, Pantai Salido, Pantai
Pamutusan, Pantai Sago, Pantai Sungai Pinang, Pantai Pulau
Karam, Pantai Bukit Ameh, Pantai Mandeh, Pantai Bukit Rangsam,
Pantai Batu Kalang, Pantai Sungai Nyalo, Pulau Semangki Gadang,
Pulau Semangki Ketek, Pulau Marak, Pulau Pagang, Pulau Setan
Gadang. Pulau Setan Ketek, Pulau Sironjong Gadang, Pulau
Sironjong Ketek, Pulau Traju, Pulau Nyamuk, Pulau Batu Rimau,
Pulau Batu Basanggua, Pulau Batu Ajuang Ketek, Pulau Sibunta
Sungai Pinang, Pulau Karanggo, Pulau Kumbang, Pulau Labuhan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN V-2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Sundai, Pulau Nibuang Utara, Pulau Batu Rakik-Rakik, Pulau Batu


Sironjong, Pulau Babi, Pulau Babi Ketek, Pulau Nibuang Api-api,
Pulau Batu Puti, Pulau Batu Dandang, Pulau Batu Dandang Selatan,
dan Pulau Batu Dandang Utara.
d) Kabupaten Padang Pariaman, yaitu terdiri dari: Pantai Arga, Pantai
Arta, Pantai Ketaping, Pantai Tiram, Pulau Pieh dan Pulau Bando
e) Kabupaten Agam, yaitu terdiri dari: Pantai Bandar Gadang, Pantai
Muaro Putuih, Pantai Pasie Paneh, Pantai Pasie Tiku, Pantai Jorong
Ujuang Labung, Pantai Masang, Pantai Gasan Kaciak, Pantai
Labuhan dan Pantai Subang-Subang, Pulau Tangah Tiku, Pulau
Ujuang Tiku.
f) Kabupaten Pasaman Barat, yaitu terdiri dari: Pantai Muara Binguang,
Pantai Sikabau, Pantai Sasak, Pantai Maligi, Pantai Sikilang, Pantai
Air Bangis, Pulau Panjang, Pulau Unggeh, Pulau Harimau, Pulau
Nibung Ateh, Pulau Nibung Bawah dan Pulau Tamiang.
g) Kabupaten Kepulauan Mentawai, yaitu terdiri dari: Pantai Sibigau,
Pantai Desa Malakopak, Pantai Desa Silabu, Pantai Lobajat, Pantai
Desa Sigapokna, Pantai Masilok, Pantai Desa Katurai, Pantai
Tanjung Malilimok, Pantai Teluk Sarabua, Pantai Desa Saliguma;
Pantai Teluk Pokai, Pantai Katiet, Pantai Desa Bosua, Pantai Desa
Beriuleu, Pantai Desa Bulasat, Pantai Singingi, Pantai Desa Sinaka,
Pantai Desa Makalo, Pantai Siopa, Pantai Desa Malancan, Pantai
Binua, Pantai Desa Sikakap, Pantai Siatanusa, Pantai Desa
Nemnem Leu; Pulau Tenopo, Pulau Siruamata, Pulau Bitoyat Sabeu,
Gosong Sibaru Baru, Pulau Sirpasabela Sigoiso, Pulau Labatjau,
Pulau Tanopo, Pulau Sirpasabela, Pulau Silau, Pulau Beriloga
Sigoiso, Pulau Pela, Perairan Sekitar Pulau Siumang Timur, Perairan
Sekitar Desa Malakopak, Perairan Sekitar Pulau Pittoijat Sabeu,
Perairan Sekitar Pulau Sibigeu, Perairan Sekitar Pulau Solaui,
Perairan Sekitar Pulau Beusag, Perairan Sekitar Pulau Libbut,
Perairan Sekitar Dusun Gobi Bosua, Perairan Sekitar Ujung Tanjung
Pulau Sibesua, Perairan Sekitar Dusun Katiet, Perairan Sekitar
Tanjung Matababairak, Perairan Sekitar Desa Betumonga dan
Perairan Sekitar Pulau Nuko.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN V-3
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

5.1.2 Pusat Industri Kelautan dan Perikanan.


Pusat industri kelautan dan perikann di Provinsi Sumatera Barat,
terdiri dari:
1. Industri Kelautan, yang terdiri dari:
a) Sentra industri bioteknologi Kelautan, yaitu di Kota Padang.
b) Sentra industri maritim, yang terdiri dari:
Industri Galangan Kapal dengan kegiatan pembuatan, perbaikan
dan perawatan kapal penangkap ikan. Industri maritim ini
terdapat di beberapa kabupaten/kota, yaitu:
Sungai Pisang dan Padang Sarai, di Kota Padang.
Pulau Panjang dan Air Bangis, di Kabupaten Pasaman
Barat.
Kambang, di Kabupaten Pesisir Selatan.
Industri Pengolahan Hasil Perikanan, yaitu di Bungus Teluk
Kabung Kota Padang.
2. Industri Pariwisata, yaitu :
a) Wisata Seni Budaya Tabuik di Kota Pariaman.
b) Wisata Alam Pantai/Pulau di Kota Padang, Kota Pariaman,
Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman,
Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten
Kepulauan Mentawai.
c) Wisata Alam Bawah Air (Snorkling, Diving) di Kabupaten Kepulauan
Mentawai, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kota Pariaman.
d) Wisata Olah Raga Air (Selancar/Surfing) di Kabupaten Kepulauan
Mentawai.
e) Kuliner (Rumah Makan dan Restoran) di Kota Padang, Kota
Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang
Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat,
Kabupaten Kepulauan Mentawai.
f) Akomodasi (Hotel Berbintang & Non Berbintang/Penginapan) di
Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan,
Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten
Pasaman Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN V-4
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

5.2 Sistem jaringan prasarana dan sarana Laut


Sistem jaringan sarana dan prasarana laut di wilayah perairan Laut
Provinsi Sumatera adalah untuk mendukung fungsi dari pusat-pusat pertumbuhan
kelautan dan perikanan serta pusat industri kelautan. Sistem jaringan ini adalah
kerangka yang menghubungkan antar pusat-pusat pertumbuhan agar saling
terkoneksi antara satu dengan yang lain, sehingga dapat memberikan bangkitan
ekonomi wilayah secara keseluruhan. Sistem jaringan sarana dan prasarana laut
di Provinsi Sumatera terdiri atas sistem jaringan transportasi dan sistem jaringan
telekomunikasi.

5.2.1 Transportasi
Transportasi laut memegang peranan penting dalam arus barang dan
penumpang bagi Provinsi Sumatera Barat untuk menghubungkan kota/kabupaten
di daratan Sumatera Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai.
A. Tatanan Kepelabuhan Nasional
Sistem jaringan transportasi meliputi tatanan kepelabuhan nasional, alur
pelayaran umum dan perlintasan, dan bagan pemisah lalu lintas. Tatanan
kepelabuhan nasional dikembangkan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan
Nasional (RIPN) KP. 432 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Kementerian
Perhubungan. Pelabuhan Laut yang terdapat pada di Provinsi Barat Sumatera
antara lain Pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat;
Pelabuhan Sikakap di Kabupaten Kepulauan Mentawai ; Pelabuhan Panasehan di
Kabupaten Pesisir Selatan; Pelabuhan Muara Padang di Kota Padang; Pelabuhan
Muara Siberut/Simailepet di Kabupaten Kepulauan Mentawai; Pelabuhan Air
Bangis di Kabupaten Pasaman Barat; dan Pelabuhan Pasapuat di Kabupaten
Kepulauan Mentawai.

B. Alur Pelayaran
Alur pelayaran umum dan perlintasan yang terdapat di Provinsi
Sumatera Barat antara lain berada di sebagian perairan sebelah barat Sumatera
Barat, alur pelayaran antara Padang ke Sikakap, alur pelayaran Padang ke
Tuapeijat.

Kabel telekomunikasi bawah laut memegang peranan penting dalam komunikasi


antara Padang sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat dengan Kabupaten
Kepulauan Mentawai. Kabel bawah laut juga sangat penting menghubungkan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN V-5
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

komunikasi 4 pulau penting di Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu Pulau Pagai


Selatan, Pulau Pagai Utara, Pulau Sipora dan Pulau Siberut.

5.2.3 Telekomunikasi
A. Kabel Bawah Laut untuk Telekomunikasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 14 tahun
2021 tentang Alur Pipa dan /Kabel Bawah Laut bahwa kabel bawah laut untuk
rencana telekomunikasi melintas di sebagian perairan sebelah barat sepanjang
Pulau Sumatera di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Lampung dan Banten. Selain itu juga terdapat pipa bawah laut di sebagian
perairan sebelah utara Provinsi Aceh dan sebelah selatan Provinsi Banten.
Di perairan Sumatera Barat, kabel laut ini melintas di pantai timur perairan
laut Kabupaten Kepulauan Mentawai mulai dari timur perairan Pulau Pagai
Selatan, Pulau Pagai Utara, timur Pulau Sipora dan timur Pulau Siberut. Kabel laut
juga melintas antara Padang dan Pulau Sipora.

Gambar 5.1 Kabel Laut (Kepmen Kelautan dan Perikanan No 14 tahun 2021)

B. Sarana/Instrumen untuk Mitigasi Bencana


Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memasang 15
sensor pendeteksi dini tsunami di wilayah Sumatra Barat. Sebanyak 15 sensor
pendeteksi dini tsunami di Sumbar tersebut dipasang di 7 kabupaten dan kota di
Sumatera Barat. Wilayah tersebut berada di pantai Kabupaten Kepulauan
Mentawai, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Padang,
Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pesisir Selatan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN V-6
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 5.2 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN V-7
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB VI

RENCANA POLA RUANG LAUT

6.1 Kawasan Pemanfaatan Umum (KPU)


Kawasan pemanfaatan umum, rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil adalah suatu kawasan di wilayah pesisir yang ditetapkan
peruntukannya untuk berbagai kegiatan, dengan memperhatikan kondisi
eksisting, persyaratan-persyaratan lingkungan dan faktor pendukung lainnya.
Disamping itu dilakukan analisis kesesuaian berdasarkan peruntukan yang
direncanakan dalam kawasan yang diuraikan menjadi zona dan subzona.
Kawasan Pemanfaatan Umum merupakan kawasan yang dipergunakan untuk
kepentingan ekonomi, sosial budaya seperti kegiatan perikanan, budidaya laut,
industri maritim, pariwisata, permukiman, dan pertambangan. Pengalokasian
Ruang untuk kawasan pemanfaatan umum akan memberikan dampak tidak
terjadinya konflik kepentingan antar sektor dalam pengelolaan kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian untuk kawasan
pemanfaatan umum di Provinsi Sumatera Barat terdiri dari Zona Pariwisata,
Zona Pelabuhan Laut, Zona Pelabuhan Perikanan, Zona Perikanan Tangkap,
Zona Perikanan Budidaya, Zona Industri, Zona Pertahanan dan Keamanan, Zona
Pembuangan, Zona Fasilitas Umum dan Zona Pemanfaatan Lainnya. Pada
setiap zona dijabarkan kedalam masing-masing sub zona yang dalam hal ini
menjadi arahan pengembangan yang diuraikan pada bab berikutnya.

6.1.1 Zona Pariwisata (Zona KPU-W)


Zona pariwisata adalah ruang laut yang penggunaannya disepakati
bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status
hukumnya untuk kegiatan dan/atau usaha pariwisata. Zona pariwisata ini
dimanfaatkan sebagai:
a. Sub zona wisata alam pantai (KPU-W-P3K), yaitu ruang dalam zona
pariwisata yang dimanfaatkan untuk rekreasi seperti mandi, berenang,
berkano, berjemur, permainan pantai dan olahraga pantai.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

b. Sub zona wisata alam bawah laut (KPU-W-ABL), yaitu ruang dalam zona
pariwisata yang dimanfaatkan untuk rekreasi snorkeling dan menyelam.
c. Sub zona wisata olah raga air (KPU-W-ORA), yaitu ruang dalam zona
pariwisata yang dimanfaatkan untuk rekreasi kite surfing, board surfing,
dan wind/sailing surfing.
Arahan pengembangan zona pariwisata adalah:
Sub zona wisata alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil (KPU-W-P3K)
meliputi:
Kabupaten Pesisir Selatan terdiri dari Pantai Muaro Bayang, Pantai Pasir Batu
Putih, Pantai Timur Pulau Cubadak, Pantai Barat Pulau Cubadak, Pantai
Sambungo, Pantai Salido, Pantai Pamutusan, Pantai Sago, Pantai Sungai
Pinang, Pantai Pulau Karam, Pantai Bukit Ameh, Pantai Mandeh, Pantai Bukit
Rangsam, Pantai Batu Kalang, Pantai Sungai Nyalo, Pulau Semangki Gadang,
Pulau Semangki Ketek, Pulau Marak, Pulau Pagang, Pulau Setan Gadang. Pulau
Setan Ketek, Pulau Sironjong Gadang, Pulau Sironjong Ketek, Pulau Traju,
Pulau Nyamuk, Pulau Batu Rimau, Pulau Batu Basanggua, Pulau Batu Dandang
Utara, Pulau Batu Ajuang Ketek, Pulau Sibunta Sungai Pinang, Pulau Karanggo,
Pulau Kumbang, Pulau Labuhan Sundai, Pulau Nibuang Utara, Pulau Batu
Rakik-Rakik, Pulau Batu Sironjong, Pulau Babi, Pulau Babi Ketek, Pulau Nibuang
Api-api, Pulau Batu Puti, Pulau Batu Dandang dan Pulau Batu Dandang Selatan.
Kota Padang terdiri dari Pantai Padang, Pantai Pasir Jambak, Ujung Batu, Pasie
Nan Tigo; dan Pulau Sao. Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari Pantai Arga,
Pantai Arta, Pantai Ketaping dan Pantai Tiram. Kabupaten Agam terdiri dari
Pantai Bandar Gadang, Pantai Muaro Putuih, Pantai Pasie Paneh, Pantai Pasie
Tiku, Pantai Jorong Ujuang Labung, Pantai Masang, Pantai Gasan Kaciak,
Pantai Labuhan dan Pantai Subang-Subang. Kabupaten Pasaman Barat terdiri
dari Pantai Muara Binguang, Pantai Sikabau, Pantai Sasak, Pantai Maligi, Pantai
Sikilang, Pantai Air Bangis, Pulau Panjang, Pulau Unggeh, Pulau Harimau, Pulau
Nibung Ateh, Pulau Nibung Bawah dan Pulau Tamiang. Kabupaten Kepulauan
Mentawai terdiri dari Pantai Sibigau, Desa Malakopak, Pantai Silabu, Desa
Silabu; Pantai Lobajat, Desa Sigapokna; Pantai Masilok, Desa Katurai; Pantai
Tanjung Malilimok, Desa Katurai; Pantai Teluk Sarabua, Desa Saliguma; Pantai
Teluk Pokai; Pantai Katiet, Desa Bosua; Pulau Tenopo; dan Pulau Siruamata,
Desa Beriuleu.
Sub zona wisata alam bawah laut (KPU-W-ABL).

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Kabupaten Kepulauan Mentawai meliputi Pulau Bitoyat Sabeu; Gosong Sibaru


Baru, Desa Bulasat; Pulau Sirpasabela Sigoiso; Singingi, Desa Sinaka; Desa
Makalo; Siopa, Desa Malakopak; Desa Malakopak; Pulau Labatjau, Desa Sinaka;
Pulau Tanopo, Desa Sinaka; Pulau Sirpasabela, Desa Sinaka; Pulau Silau, Desa
Bulasat; Pulau Beriloga Sigoiso, Desa Sinaka; Pulau Beriloga Sabeu, Desa
Sinaka; Desa Sigapokna dan Perairan Pulau Simasingit; Desa Sigapokna; Pokai,
Desa Muara Sikabaluan; Desa Malancan; Pulau Pela, Desa Malancan; Binua,
Desa Sikakap; Siatanusa, Desa Sikakap; dan Desa Nemnem Leu. Kabupaten
Pesisir Selatan terdiri dari Pulau Semangki Gadang, Pulau Semangki Ketek,
Pulau Sironjong Gadang, Pulau Setan Gadang, Pulau Setan Ketek, Pulau Marak,
Pulau Pagang dan Pulau Taraju. Kabupaten Pasaman Barat yaitu Pulau
Panjang.
Sub zona wisata olah raga air (KPU-W-ORA). Kabupaten Kepulauan
Mentawai yaitu Perairan Sekitar Pulau Siumang Timur, Perairan Sekitar Desa
Malakopak, Perairan Sekitar Pulau Pittoijat Sabeu, Perairan Sekitar Pulau
Sibigeu, Perairan Sekitar Pulau Solaui, Perairan Sekitar Pulau Beusag, Perairan
Sekitar Pulau Libbut, Perairan Sekitar Dusun Gobi Bosua, Perairan Sekitar Ujung
Tanjung Pulau Sibesua, Perairan Sekitar Dusun Katiet, Perairan Sekitar Tanjung
Matababairak, Perairan Sekitar Desa Betumonga dan Perairan Sekitar Pulau
Nuko.
Arahan pengembangan zona pariwisata dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan daya tarik dan destinasi wisata;
b. Meningkatkan sarana dan prasarana kepariwisataan;
c. Meningkatkan produk wisata yang sesuai dengan sifat dan karakteristik;
d. Meningkatkan manajemen kepariwisataan;
e. Melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan daya tarik wisata dan
pengembangan usaha pariwisata

6.1.2 Zona Pelabuhan Laut (Zona KPU-PL)


Pelabuhan Laut adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau
perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan
dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan
tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 3
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat


perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Hierarki Pelabuhan Nasional terdiri atas Pelabuhan Utama, Pengumpul
dan Pelabuhan Pengumpan. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi
pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih
muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan
sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar provinsi. Pelabuhan
Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah
menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar provinsi.
Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri
dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan
pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau
barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam
provinsi.
Sedangkan Daerah Lingkungan Kerja adalah wilayah perairan dan
daratan pada pelabuhan yang digunakan secara langsung untuk kegiatan
pelabuhan. Daerah Lingkungan Kepentingan adalah perairan di sekeliling
Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk
menjamin keselamatan pelayaran.
Daerah Lingkungan Kerja yang selanjutnya disingkat DLKr adalah wilayah
perairan dan daratan pada pelabuhan yang digunakan secara langsung untuk
kegiatan pelabuhan. Daerah Lingkungan Kepentingan yang selanjutnya disingkat
DLKp adalah perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan
yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
Arahan pengembangan zona pelabuhan di Propinsi Sumatera Barat adalah:
Sub zona Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) atau Sub zona KPU-PL-DLK meliputi:
Kabupaten Pesisir Selatan terdiri dari Pelabuhan Penasahan, Pelabuhan
Carocok Tarusan, Pelabuhan Air Haji, dan Pelabuhan Surantih. Kota Padang
meliputi Pelabuhan Teluk Bayur. Kota Pariaman meliputi Pelabuhan Muaro
Pariaman. Kabupaten Padang Pariaman meliputi Pelabuhan Pengumpan Tiram,

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 4
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

dan Pelabuhan Marina Batang Anai . Kabupaten Agam adalah Pelabuhan Tiku.
Kabupaten Pasaman Barat meliputi Pelabuhan Sasak, Pelabuhan Air Bangis,
dan Pelabuhan Teluk Tapang. Kabupaten Kepulauan Mentawai meliputi
Pelabuhan Bake, Pelabuhan Boriai/Sinakak, Pelabuhan Lakkau, Pelabuhan
Makalo, Pelabuhan Malakopak, Pelabuhan Parak Batu, Pelabuhan Pasapuat,
Pelabuhan Sakaladat, Pelabuhan Mabukuk, Pelabuhan Malilimok, Pelabuhan
Penyeberangan Siberut, Pelabuhan Siberut/Mailepet, Pelabuhan Subelen,
Pelabuhan Labuhan Bajau, Pelabuhan Pokai/Sikalabuan, Pelabuhan Sikakap-1,
Pelabuhan Sikakap-2, Pelabuhan Sikakap-3, Pelabuhan Sagitci, Pelabuhan
Sioban, Pelabuhan Tuapejat, Pelabuhan Sirilogui/Muara Sikabaluan dan
Pelabuhan Marina Kawasan Ekonomi Khusus Mentawai.

6.1.3 Zona Pelabuhan Perikanan (Zona KPU-PP) meliputi:


Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan
perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat
ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang perikanan.
Wilayah Kerja yang selanjutnya disingkat WK adalah tempat yang terdiri
atas bagian daratan dan perairan yang dipergunakan secara langsung untuk
kegiatan kepelabuhanan perikanan. Wilayah Operasi Pelabuhan Perikanan yang
selanjutnya disingkat WOPP adalah tempat yang terdiri atas bagian daratan dan
perairan yang berpengaruh langsung terhadap operasional kepelabuhanan
perikanan.
Kabupaten Pesisir Selatan terdiri dari PPP Carocok Tarusan, PPI
Carocok Painan, PPI Surantih, PPI Pasar Kambang, TPI Muaro Gadang, TPI
Muaro Jambu dan TPI Api-api. Kota Padang terdiri dari PPS Bungus, PPI Batang
Anai (Muaro Anai), TPI Batang Arau, TPI Kampung Batu, TPI Gaung, TPI Mini
Ulak Karang, TPI Mini Teluk Kabung, dan TPI Mini Batung Muaro Anai. Kota
Pariaman meliputi PPI Muaro Pariaman, TPI Nareh, TPI Karan Aur, dan TPI
Padang Birik-birik. Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari PPI Pasir Baru, TPI
Batang Gasan, TPI Ulakan Tapakis dan TPI Batang Anai Ketaping. Kabupaten
Agam meliputi PPI Tiku dan TPI Muaro Putus. Kabupaten Pasaman Barat terdiri

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 5
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

dari PPI Air Bangis, dan PPI Sasak. Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari
adalah PPP Sikakap, PPI Tua Pejat dan PPI Muara Siberut.
Arahan pengembangan zona pelabuhan dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan pelayanan kepelabuhanan;
b. Merevitalisasi sarana dan prasarana pelabuhan;
c. Meningkatkan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang pelabuhan;
d. Mengatur dan membina, mengendalikan dan melaksanakan pengawasan
kegiatan kepelabuhanan; dan
e. Meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran.

6.1.4 Zona Perikanan Tangkap (Zona KPU-PT)


Zona perikanan tangkap adalah ruang yang penggunaannya memenuhi
kriteria kesesuaian dan disepakati bersama antara berbagai pemangku
kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya untuk kegiatan penangkapan
ikan. Adapun tujuan dari zona penangkapan ikan ini adalah untuk menyediakan
ruang bagi kelangsungan mata pencaharian nelayan, memanfaatkan
sumberdaya ikan di perairan pesisir, menjadikan kegiatan perikanan tangkap
sebagai salah satu penggerak ekonomi di Provinsi Sumatera Barat. Pada zona
perikanan tangkap ini dibagi sub zona Perikanan Pelagis (KPU-PT-P) dan sub
zona Perikanan Pelagis dan Demersal (KPU-PT-DP).
Arah pengembangan ikan pelagis meliputi sub zona pelagis (KPU-PT-P)
meliputi perairan hingga 12 mil laut Kabupaten Pesisir Selatan, Perairan hingga
12 mil laut Kota Padang, Perairan hingga 12 mil laut Kota Pariaman, Perairan
hingga 12 mil laut Kabupaten Padang Pariaman, perairan hingga 12 mil laut
Kabupaten Agam dan perairan hingga 12 mil laut Kabupaten Kepulauan
Mentawai.
Sub zona pelagis dan demersal (KPU-PT-DP) meliputi perairan hingga 12
mil laut Kabupaten Pesisir Selatan, perairan hingga 12 mil laut Kota Padang,
perairan hingga 12 mil laut Kota Pariaman, perairan hingga 12 mil laut
Kabupaten Padang Pariaman, perairan hingga 12 mil laut Kabupaten Agam,
perairan hingga 12 mil laut Kabupaten Pasaman Barat; dan perairan hingga 12
mil laut Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Sasaran pengelolaan sub zona ini adalah membangun usaha perikanan
tangkap berbasis potensi wilayah, penguatan dan pengembangan teknologi

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 6
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

penangkapan ikan, penguatan dan pengembangan kapasitas sarana prasarana


penangkapan ikan, dan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan.
Arahan pengembangan zona perikanan tangkap dilakukan dengan cara:
a. Melaksanakan revitalisasi alat tangkap yang produktif dan ramah
lingkungan untuk meningkatkan produksi tangkapan;
b. Meningkatkan bantuan dalam bentuk jumlah dan kapasitas kapal, mesin
kapal, bagan, dan alat tangkap;
c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan nelayan dalam hal
menangkap ikan, memfungsikan mesin kapal, memperbaiki alat
penangkap ikan dan kapal serta mesinnya, dan menjaga keselamatan
selama aktivitas penangkapan;
d. Meningkatkan pengelolaan tempat pendaratan ikan;
e. Menerapkan teknologi rantai dingin pasca tangkap untuk menjaga
kualitas hasil tangkapan
f. Memanfaatkan sumber daya ikan secara lestari dan berkelanjutan
g. Meningkatkan sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan
perikanan tangkap
h. Menata alur dan proses tata niaga hasil tangkapan perikanan.

6.1.5 Zona Perikanan Budidaya (Zona KPU-BD)


Zona perikanan budidaya adalah ruang yang penggunaannya disepakati
bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status
hukumnya untuk kegiatan dan/atau usaha pemeliharaan dan pembesaran
komoditas ikan. Berdasarkan kondisi pemanfaatan wilayah laut eksisting dan
parameter kesesuaian perairan untuk zona perikanan budidaya diperuntukan
untuk budidaya Keramba Jaring Apung (KJA), mutiara, dan rumput laut.
Arahan pengembangan sub zona budidaya laut (KPU-BD-BDL) dilakukan
di Kabupaten Pesisir Selatan terdiri dari Kapo-Kapo, Sungai Nyalo dan Sungai
Pinang. Kota Padang yaitu Pulau Bintangor. Kabupaten Pasaman Barat terdiri
dari Pulau Panjang. Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari Boriai, Bunga
Rayo, Sinaka; Matobat, Sinaka; Teluk Sinaka, Desa Sinaka; Teluk Sinaka, Desa
Makahulu; Teluk Sinaka, Tubeket, Teluk Katurai, Subeleng, Teluk Saliguma,
Teluk Gurukna, Selat Sikakap, Siruamata, Betumonga dan Gosoinan.
Arahan Pengembangan Zona Perikanan Budidaya, dilakukan dengan cara

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 7
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

a. Menata dan mengembangkan usaha perikanan budidaya dan kawasan


minapolitan;
b. Meningkatkan sarana dan prasarana perikanan budidaya;
c. Mengembangkan sumber daya manusia dan menerapkan teknologi
budidaya laut yang produktif dan ramah lingkungan; dan
d. Mengendalikan dan/atau mencegah kegiatan yang mengakibatkan
terjadinya penurunan kualitas air dan mengganggu kegiatan perikanan
budidaya
e. Melakukan intensifikasi budidaya laut dan ekstensifikasi lahan budidaya
laut
f. Melakukan diversifikasi budidaya laut
g. Melakukan revitalisasi pusat perbenihan
h. Penataan proses tata niaga hasil laut.

6.1.6 Zona Industri (Zona KPU-ID)


Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah
atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai
tambah untuk mendapatkan keuntungan. Zona industri adalah ruang yang
penggunaannya memenuhi kriteria kesesuaian dan disepakati bersama antara
berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya untuk
kegiatan industri. Adapun tujuan dari zona industri ini adalah untuk menyediakan
ruang bagi kelangsungan industri industri maritim.
Arahan pengelolaan zona industri, sub zona industri maritim ( sub zona
KPU-ID-MR) dilakukan di Kabupaten Pesisir Selatan meliputi Galangan Kapal
Kambang, Kota Padang meliputi Galangan Kapal di Sungai Pisang, dan
Galangan Kapal Padang Sarai, Kabupaten Pasaman Barat meliputi Galangan
Kapal Pulau Panjang dan Galangan Kapal Air Bangis.
Strategi pengelolaan zona industri, sub zona industri maritim dilakukan dengan
cara:
a. mengembangkan sentra industri maritim;
b. mengembangkan zona industri maritim terpadu berwawasan lingkungan di
wilayah pesisir yang berbasis masyarakat; dan
Arahan pengelolaan zona industri, sub zona industri maritim dilakukan dengan
cara:
a. pengembangan industri maritim di wilayah pesisir;

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 8
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

b. pengembangan sub zona industri maritim dilakukan dengan


mempertimbangkan aspek ekologis;
c. pengembangan zona industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai
penyangga antar fungsi kawasan;
d. pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh sarana dan prasarana
industri maritime dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan proses
produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara,
yang dibentuk berdasarkan pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya
keseimbangan lingkungan dan biaya aktivitas sosial;
e. penentuan sub zona industri maritim disesuaikan dengan RTRW
kabupaten/Kota.

6.1.7 Zona Sea Plane (Zona KPU-SP)


Sea plane atau Pesawat terbang laut atau (pesawat terbang air) adalah
suatu pesawat bertenaga sayap tetap mampu lepas landas dan mendarat
(hinggap) di atas air. Pesawat terbang air yang juga dapat lepas landas dan
mendarat di lapangan udara adalah subclass yang disebut pesawat amfibi.
Rencana Bandara Udara Perairan (Sea Port) yang direkomendasikan oleh
Bapeda Kabupaten Mentawai adalah di Katurai dan Silabu dengan koordinat
sebagai berikut:

6.1.8 Zona Pertahanan dan Keamanan (Zona KPU-PK)


Zona Pertahanan dan Keamanan merupakan wilayah untuk kegiatan
pertahanan dan keamanan. Kawasan ini peruntukan bagi pangkalan militer atau
kesatrian, daerah disposal (pembuangan) amunisi dan peralatan pertahanan
berbahaya lainnya. Zona Pertahanan dan Keamanan (KPU-PK), yang terdiri dari
2 (dua) subzona yaitu subzona Pangkalan Militer (KPU-PK-PM) adalah Lantamal
II Teluk Bayur dan Pos TNI Angkatan Laut, dan subzona Disposal Amunisi (KPU-
PK-DA) adalah di sekitar Pulau Pandan Kota Padang, daerah ranjau yaitu
perairan sekitar Pulau Sinyaru dan Bintangua Kota Padang.

6.1.9 Zona Fasilitas Umum (Zona KPU-FU)


Zona Fasilitas Umum adalah ruang wilayah laut yang dialokasikan untuk
sub zona keagamaan (KPU-FU-AG), sub zona Pendidikan (KPU-FU-PD) dan
sub zona fasilitas umum lainnya (KPU-FU-LN).

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 9
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Arahan pengembangan zona fasilitas umum meliputi sub zona keagamaan


(KPU-FU-AG) meliputi mesjid terapung di Carocok Painan, dan mesjid terapung
di Kota Pariaman. Sub Zona Pendidikan (KPU-FU-PD) yaiitu Balai Pendidikan
dan Pelatihan Ilmu Pelayaran di Kabupaten Padang Pariaman. Sub zona
fasilitas umum lainnya (KPU-FU-LN) meliputi jembatan lolong di Pantai Lolong
Kota Padang sesuai dengan RTRW.
Arahan pengembangan zona fasilitas umum dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan pembangunan fasilitas umum;
b. Merevitalisasi fasilitas umum yang telah ada;
c. Mengatur, mengendalikan dan melaksanakan pengawasan penggunaan
fasilitas umum.
d. Meningkatkan keselamatan dan keamanan penggunaan fasilitas umum.

6.2 Kawasan Konservasi Laut (Zona KKL)

6.2.1 Suaka
Suaka, yaitu: Suaka Alam Perairan Kabupaten Pesisir Selatan
(KKL-SAP-KPS) terdiri dari Pulau Aua Gadang, Pulau Aua Ketek, Pulau Penyu,
Pulau Kerabak Ketek, Pulau Kerabak Gadang, Pulau Gosong, Pulau
Katangkatang, Pulau Beringin, Pulau Cingkuak, Pulau Batu Kereta, Pulau Batu
Badatuih, Pulau Batu Mandi Ateh, Pulau Batu Mandi Tangah dan Pulau Nibuang
Sungai Nipah.

6.2.2 Taman
Kawasan Konservasi Laut (Taman) ini, terdiri dari:
a) Taman Pulau Kecil di Kota Padang (KKL-TPK-PDG) terdiri dari Pulau
Pasumpahan, Pulau Sikuai, Pulau Sirandah, Pulau Sironjong, Pulau Ular,
Pulau Bindalang, Pulau Sibonta, dan Pulau Setan.
b) Taman Pesisir Batang Gasan di Kabupaten Padang Pariaman (KKL-TP-
BG) terdiri dari Gosong Kariang, Gosong Penyu, Gosong Sirundang Ketek,
Pantai Korong Batang Gasan, dan Pantai Korong V Malai Suku.
c) Taman Wisata Perairan Pulau Pieh dan laut sekitarnya di Kota Padang,
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman (KKL-TWP-PIEH) terdiri
dari Pulau Toran, Pulau Pandan, Pulau Air, Pulau Pieh dan Pulau Bando.
d) Taman Wisata Perairan Selat Bunga Laut di Kabupaten Kepulauan
Mentawai (KKL-TWP-SBL) terdiri dari Pulau Jujuat, Pulau Niau, Pulau

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 10
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Koroniki, Pulau Silaoinak, Pulau Nyang-Nyang, Pulau Mainuk, Pulau Botik,


Pulau Panggalat Sabeu, Pulau Karangmajat, Pulau Batu Tongga, Pulau
Siburu/Panjang, Pulau Simakakang, Pulau Hawera/Putotogat, Pulau Pitojat
Sigoisok, Pulau Pitojat Sabeu, Pulau Pamderai, Pulau Maseai, Pulau Logui,
Pulau Beuasak, Pulau Rau Sabeu, Pulau Bukkusimapususika Barek, Pulau
Panaggalat Sigoiso, Pulau Sibitti, Pulau Bukkusimapususima Piok, Pulau
Barekai, Pulau Bukkusimapususitka Yaman, Pulau Umat Siteut dan Pulau
Rausitkalaut.

6.2.3 Kawasan Konsevasi Lainnya, yaitu:


Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota Pariaman (KKP-D-PR )
terdiri dari Pulau Kasiak, Pulau Tangah, Pulau Ujung dan Pulau Angso.
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Agam (KKP-D-AG)
terdiri dari Pulau Tangah dan Pulau Ujung.
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Pasaman Barat
(KKP-D-PB) terdiri dari Pulau Pigago, Pulau Pangka, dan Pulau Talua.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 11
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 6.1 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VI - 12
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB VII

SKENARIO PERTUMBUHAN EKONOMI


DAN PEMERATAAN PENDAPATAN
SEKTOR KELAUTAN

7.1 Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru


Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru merupakan penjabaran dari
amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN)
2005-2025, khususnya mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang
berdaulat, maju, dan tangguh melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan,
serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia (RPJMN)
2020-2024 yang menekankan pentingnya pengelolaan kelautan dengan baik
untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan. Kerangka Pembangunan
Ekonomi Biru diarahkan untuk mengoptimalkan modalitas yang dimiliki Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman sumber daya kelautan, dan
posisi Indonesia yang strategis secara politik dan ekonomi di kawasan.
Pengelolaan sumber daya dan ekosistem kelautan juga diarahkan untuk dapat
mengatasi tantangan degradasi pesisir dan sumber daya alam, perubahan iklim,
dan polusi laut, serta kerentanan sosial ekonomi masyarakat pesisir yang
terdampak perubahan kondisi ekosistem laut dan pesisir. Pengembangan ekonomi
biru juga diharapkan dapat memperluas pemanfaatan peluang pengembangan
aktivitas ekonomi kelautan bernilai tambah tinggi.
Manfaat dari pembangunan ekonomi biru adalah kelestarian
keanekaragaman hayati laut dan ekosistem laut dan pesisir, serta mata
pencaharian yang berkelanjutan, utamanya bagi masyarakat pesisir. Ekonomi biru
juga merupakan ruang untuk menciptakan inovasi dan kreativitas baru, baik pada
sektor yang sudah ada maupun yang sedang berkembang, sehingga ekonomi biru
dapat menjadi penggerak peningkatan kesejahteraan yang inklusif. Penyusunan
Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru menerapkan pendekatan yang terintegrasi
dan komprehensif, berbagai sektor dan lintas pelaku. Oleh sebab itu,

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

pengembangan ekonomi biru membutuhkan sinergi antar aktor dan sektor untuk
dapat menangani beberapa peluang dan tantangan dalam mencapai
keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir
untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Dengan penerapan blue economy, setidaknya ada empat sasaran yang
dapat dituju yakni lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan
masyarakat, dan penyehatan lingkungan. Beberapa program di sektor kelautan
dan perikanan yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan, antara lain perikanan tangkap, perikanan
budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi,
pertambangan dan energi, pariwisata bahari, perhubungan laut, industri dan jasa
maritim, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, hutan mangrove (coastal
forestry), dan non-conventional resources.

7.2 Ekonomi Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat


7.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dalam kurun waktu sepuluh tahun
terkakhir, berfluktuasi (naik turun), seperti pada Grafik 7.1.

7
6,31
6,08 5,88
6
Laju Pertumbuhan Ekonomi ( % )

6,34 5,53 5,30


5,27 5,14 5,01
5

4 3,29
3

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
-1
Tahun
-2 -1,62

-3

Gambar 7.1 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun
2011-2021

Dari Gambar 7.1, terlihat bahwa terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Sumatera Barat, yang mana pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Sumatera
Barat 6,34 %, kemudian terus menurun sampai tahun 2020 yaitu minus 1,62 %.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Laju penurunan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dari tahun 2011 sampai
2019 (dalam 8 tahun), rata-rata 0,17 % per-tahun, tetapi kemudian pada tahun
2020 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dengan drastis
sampai mencapai minus 1,62 % (atau turun 6,63 % dari 5,01 % pada tahun 2019
menjadi –1,62 % pada tahun 2020). Hal ini disebabkan pada tahun 2020 tersebut
terjadi kasus pandemi Covid-19 yang sangat membatasi aktifitas masyarakat
sehari-hari yaitu dengan dikeluarkannya aturan PPKM Level IV. Namun kemudian
mulai membaik/meningkat kembali pada tahun 2021, yaitu dengan
dilaksanakannya program vaksinasi, dan pengawasan dengan ketas aturan
protokol kesehatan (prokes), sehingga jumlah kasus masyarakat terkonfirmasi
Covid-19 menurun, yang diikuti dengan persentase kematian akibat Covid-19 juga
menurun, dan jumlah masyarakat yang sembuh dari terinfeksi Covid juga
meningkat. Hal ini mendorong pemerintah untuk menurunkan level PPKM,
sehingga dengan demikian aktifitas ekonomi masyarakat mulai membaik kembali.
Yang mana pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat
mencapai 3,29 %.

Bila dilihat pula laju pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota yang


berada di wilayah pesisir provinsi Sumatera Barat, juga mengalami fluktuasi
pertumbuhan ekonomi yang sama dengan Sumatera Barat sendiri, seperti yang
disajikan pada Gambar 7.2.

7
Laju Pertumbuhan Ekonomi ( % )

5
3
1
-1
-3
-5
Tahun
-7
-9
-11
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Kep. Mentawai 5,28 5,37 5,77 5,57 5,20 5,02 5,12 4,89 4,73 -1,85 2,89
Pesisir Selatan 5,78 5,82 5,90 5,80 5,73 5,33 5,41 5,32 4,78 -1,11 3,37
Pdg. Pariaman 5,85 5,94 6,20 6,05 6,14 5,52 5,58 5,44 2,40 -10,46 2,18
Agam 6,01 6,18 6,15 5,92 5,52 5,51 5,43 5,23 4,78 -1,38 3,70
Pasaman Barat 6,33 6,33 6,40 6,04 5,70 5,34 5,34 5,21 4,45 -1,34 3,75
Padang 6,23 6,17 6,66 6,46 6,41 6,17 6,23 6,06 5,64 -1,86 3,66
Pariaman 5,94 6,13 6,06 5,99 5,79 5,59 5,61 5,47 5,30 -1,32 3,53
RATAAN KAB./KOTA 5,92 5,99 6,16 5,98 5,78 5,50 5,53 5,37 4,58 -2,76 3,30

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 3
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Gambar 7.2 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah


Pesisir Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2021

Dari Gambar 7.2, terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi rata-rata antara
kabupaten/kota pesisir dengan provinsi Sumatera Barat sendiri hampir sama, yang
mana laju pertumbuhan ekonomi rata untuk Provinsi Sumatera Barat adalah
4,78 %, dan kabupaten/kota pesisir adalah 4,67 %. Laju pertumbuhan ekonomi
antar tujuh kabupaten/kota pesisir relatif sama, kecuali pada Kabupaten Padang
Pariaman di tahun 2019, 2020 dan 2021, persentase laju pertumbuhan
ekonominya dibawah laju pertumbuhan ekonomi enam kabupaten/kota lainnya,
yang mana pada tahun 2020, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Padang
Pariaman sangat rendah sekali yaitu minus 10,46 %. Dari sini terlihat bahwa
dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian masyarakat di Kabupaten
Padang Pariaman sangat besar sekali.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 tersebut didorong


oleh aktivitas ekonomi yang lebih baik seiring dengan pelonggaran kebijakan
pembatasan aktivitas menyusul kasus Covid-19 yang lebih terkendali di tahun
2021. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi didorong oleh seluruh komponen-
komponen pengeluaran terutama pada konsumsi rumah tangga, eksport luar
negeri termasuk eksport produk kelautan dan perikanan, dan investasi seiring
dengan berjalannya program vaksinasi Covid-19 dan membaiknya aktivitas
ekonomi baik domestik maupun global, sehingga meningkatkan keyakinan
masyarakat dan pelaku usaha untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi.
Dari sisi lapangan usaha, pelonggaran kebijakan pembatasan aktivitas
masyarakat mendorong lapangan usaha khususnya perdagangan dan
transfortasi. Disamping itu permintaan produk/hasil pertanian, peternakan dan
perikanan serta peningkatan harga yang signifikan turut mendorong kinerja
lapangan usaha pertanian, peternakan dan perikanan serta industri
pengolahannya.

Dengan semakin membaiknya kondisi kesehatan masyarakat melalui


program vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan Covid-19 di tahun 2021,
maka akan mendorong optimisme dari masyarakat termasuk pelaku usaha dalam
kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Dari sisi lapangan usaha juga akan
mendorong lapangan usaha perdagangan dan transportasi sehubungan dengan
meningkatnya aktifitas sektor pariwisata termasuk wisata bahari, serta lapangan
usaha pertanian, peternakan dan perikanan sehubungan dengan
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 4
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

meningkatnya permintaan masyarakat. Bank Indonesia Republik Indonesia (2021)


memperkirakan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2022
berada pada batas bawah kisaran 4,2 % - 5,0 %.

7.2.2 Ketimpangan Pendapatan Masyarakat Kelautan dan Perikanan


Kesejahteraan atau kemakmuran msyarakat suatu daearah atau wilayah
dapat diketahui dari distribusi pendapatan masyarakat. Pemerataan distribusi
pendapatan dalam masyarakat akan menciptakan pembangunan ekonomi, yaitu
diantaranya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi
pengangguran, dan pengentasan kemiskinan. Tujuan pembangunan ekonomi
tidak akan terwujud jika distribusi pendapatan tidak merata yang menunjukan
adanya ketimpangan distribusi pendapatan.

Pendapatan per-kapita yang tinggi di suatu daerah bukan berarti


masyarakatnya hidup makmur, sebaliknya daerah yang pendapatan per-kapitanya
rendah tidak berarti semua penduduknya hidup dalam kemiskinan, namun ada
sebahagian yang hidup kaya. Alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur
ketimpangan distribusi pendapatan ini diantaranya adalah Koefisien GINI. Besar
koefisien GINI dimulai dari 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Jika koefisien GINI
sama dengan 0 (nol), berarti distribusi pendapatan sudah merata dengan
sempurna atau dengan kata lain tidak terjadi ketimpangan distribusi pendapatan.
Sebaliknya, jika koefisien GINI sama dengan 1 (satu), berarti distribusi pendapatan
tidak merata secara sempurna. Selanjutnya jika nilai koefisien GINI semakin
mendekati 0 (nol), berarti distribusi pendapatan semakin merata, akan tetapi jika
semakin mendekati angka 1 (satu) berarti distribusi pendapatan semakin tidak
merata, seperti yang disajikan pada Tabel 7.1.

Tabel 7.1 Nilai Koefisien GINI Berdasarkan pada Distribusi Pendapatan.

No. Nilai Koefisien GINI (X) Distribusi Pendapatan


1. X=0 Merata sempurna
2. 0 < X < 0,4 Tingkat ketimpangan rendah
3. 0,4 ≤ X < 0,5 Tingkat ketimpangan sedang
4. 0,5 ≤ X < 1 Tingkat ketimpangan tinggi
5. X=1 Tidak merata sempurna (dikuasai satu pihak)

Nilai koefisien GINI ketimpangan pendapatan di kabupaten/kota wilayah


pesisir Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Gambar 7.3.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 5
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

0,400

Koefisien GINI
0,350
0,300
0,250
0,200
Kep. Pesisir Pdg. Agam Pasaman Padang Pariama Prov.
Mentaw Selatan Pariama Barat n SumBar
ai n
2011 0,326 0,264 0,314 0,277 0,268 0,304 0,349 0,329
2012 0,336 0,282 0,310 0,314 0,277 0,328 0,382 0,350
2013 0,326 0,259 0,284 0,265 0,255 0,365 0,401 0,338
2014 0,309 0,294 0,293 0,265 0,256 0,331 0,301 0,321
2015 0,280 0,280 0,300 0,310 0,290 0,350 0,330 0,340
2016 0,310 0,270 0,260 0,290 0,300 0,350 0,340 0,330
2017 0,319 0,299 0,280 0,279 0,260 0,338 0,301 0,318
2018 0,306 0,255 0,296 0,257 0,266 0,344 0,316 0,321
2019 0,336 0,246 0,297 0,251 0,283 0,312 0,300 0,306
2020 0,273 0,264 0,257 0,278 0,258 0,312 0,310 0,305
2021 0,321 0,253 0,269 0,272 0,261 0,343 0,301 0,306
Rata-Rata 0,313 0,270 0,287 0,278 0,270 0,334 0,330 0,324

Gambar 7.3 Histogram nilai koefisien GINI menurut kabupaten/kota wilayah esisir
Provinsi Sumatera Barat tahun 2011-2021

Dari Gambar 7.3, terlihat bahwa nilai koefisien GINI di kabupaten/kota wilayah
pesisir Sumatera Barat berkisar antara 0,270 – 0,334, sedangkan untuk provinsi
Sumatera Barat berkisar antara 0,305 – 0,350. Hal ini menunjukan bahwa tingkat
ketimpangan pendapatan masyarakat di kabupaten/kota pesisir khususnya dan
provinsi Sumatera Barat umumnya berada pada tingkat ketimpangan rendah.
Kemudian bila dibandingkan pula antara kabupaten/kota pesisir dengan provinsi
Sumatera Barat, ternyata tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat pesisir
lebih rendah dari masyarakat berada diwilayah daratan provinsi Sumatera Barat.

7.3 Skenario Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan


Berdasarkan pada perkembangan aktivitas ekonomi masyarakat yang
terjadi beberapa tahun belakangan ini, maka dapat disusun beberapa skenario
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan di sektor kelautan dan
perikanan.

A. Skenario Pertumbuhan Ekonomi Kelautan dan Perikanan


Melihat laju pertumbuhan ekonomi beberapa tahun belakangan ini, dimana
pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Barat sampai minus
1,62 % karena kasus pandemi Covid-19, dan kemudian mulai membaik pada
tahun 2021 dengan laju pertumbuhan ekonomi 3,29 %, maka perlu dilakukan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 6
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

beberapa skenario pemulihan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi


Sumatera Barat, diantaranya disektor kelautan dan perikanan.
Skenario A.1: Perbaikan dan Peningkatan Aktivitas Demand.
A.1.1. Investasi :
Promosi investasi dan perdagangan oleh pemerintah daerah, baik
pemerintah provinsi maupun pemeritah kabupaten/kota.
Meringankan biaya dan simplifikasi perijinan dan/atau pajak daerah.
Melakukan mediasi dunia usaha dengan perbankan bagi para
pengusaha yang mendapat kesulitas akibat pandemi Covid-19.
Menginisiasi program dana bergulir untuk pelaku usaha mikro dan
UMKM melalui berbagai alternatif pembiayaan.
Membuka dialog dengan para pelaku usaha dari berbagai sektor,
BUMD maupun BUMN yang memiliki wilayah operasi di Provinsi
Sumatera Barat.
A.1.2. Konsumsi Masyarakat:
Menyegerakan pencairan Bantuan Sosial (Bansos) bagi masyarakat
nelayan dan/atau pesisir.
Mendorong program nelayan atau pembudidaya perikanan milenial
sebagai mata pencaharian alternatif melalui KUR.
Menggalakan/mendorong masyarakat untuk membeli/menyukai
produk-produk kelautan dan perikanan dari UMKM lokal.

A.1.3. Eksport :
Standarisasi kualitas produk kelautan dan perikanan.
Perluasan pasar eksport dari produk-produk kelautan dan
perikanan.

Skenario A.2: Perbaikan dan Peningkatan Aktivitas Produksi.


A.2.1. Produk :
Peningkatan kuantitas/kapasitas dan kualitas produk baik yang
diproduksi oleh UMKM maupun Manufaktur yang bergerak disektor
kelautan dan perikanan.
Modernisasi sarana dan prasarana produksi disubsektor
penangkapan, budidaya dan pengolahan hasil kelautan dan
perikanan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 7
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Peningkatan akses dan peluang pasar baik lokal/domestik maupun


eksport.
A.2.2. Sumberdaya Manusia :
Peningkatan kemampuan/keahlian SDM melalui pelatihan, workshop
dan penyuluhan di sektor kelautan dan perikanan.
Pendidikan vokasi bidang kelautan dan peikanan untuk anak nelayan
pada institusi-institusi pendidikan formal.
A.2.3. Kelembagaan :
Optimalisasi kinerja sektoral Kelautan dan Perikanan, Pariwisata,
Perdagangan, Transfortasi dan sektor terkait lainnya dalam rangka
perbaikan/pemulihan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi
kelautan dan perikanan.

B. Skenario Pemerataan Pendapatan Masyarakat Pesisir


Melihat ketimpangan ekonomi yang tejadi di wilayah pesisir antara
masyarakat miskin yang merupakan nelayan buruh dan nelayan tradisional
dengan masyarakat pemilik modal dalam hal ini pemilik kapal, maka perlu
dilakukan beberapa skenario sebagai berikut:

Skenario 1: Pengaturan Fishing Ground (Area Penangkapan).


Rendahnya penghasilan nelayan tradisional sebagai salah satu sub sistem
masyarakat pesisir, karena teknologi penangkapannya pada umumnya masih
rendah atau masih menggunakan peralatan tradisional. Akibatnya, nelayan
tradisional sedikit sekali memiliki penyangga ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kehidupan mereka dari hari ke hari sangat fluktuatif karena pendapatan
dari hasil menangkap ikan selain rata-rata kecil juga bersifat tidak pasti, apalagi
pada saat musim badai datang. Kadang-kadang hingga berhari-hari mereka tidak
dapat melaut dikarenakan ombak dan angin yang sangat besar dan kencang,
sementara dapur mereka menuntut untuk terus mengepul. Lain halnya dengan
kehidupan nelayan modern, dimana mereka rata-rata merupakan keluarga yang
kaya, atau bisa dikatakan serba berkecukupan. Mereka mempunyai kapal-kapal
motor yang dilengkapi dengan alat tangkap ikan yang sangat baik, dimana rata-
rata dari mereka menggunakan alat tangkap bagan dan beberapanya purse seine
(pukat cincin) dengan armada tangkap diatas 30 GT, sehingga nelayan modern
dapat menangkap ikan hingga ke tengah laut dan bermalam hingga berhari-hari
karena kapal mereka dilengkapi peralatan navigasi yang modern serta alat
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 8
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

pendingin ikan. Dengan demikian, maka jumlah hasil tangkapan yang diperoleh
juga tinggi dan jenis ikan tangkapan juga memiliki nilai ekonomi tinggi.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu pengaturan area penangkapan
dalam peraturan RZWP3K ini nantinya. Disamping itu pelu juga pembinaan dan
pengawasan dari instansi terkait atau yang berwenang dalam implementasi
peraturan tersebut, serta kepatuhan para nelayan trandisonal dan nelayan modern
dalam aturan fishing ground (area penangkapan). Disamping itu dengan adanya
aturan ini, akan memperkecil terjadinya konflik dalam pemanfatan potensi
sumberdaya kelautan dan perikanan antara nelayan tradisional dengan nelayan
modern.

Skenario 2 : Peningkatan Pendapatan Masyakat/Nelayan Trandisional.


Peningkatan produksi perikanan tangkap melalui modernisasi alat dan
armada tangkap.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam inovasi teknologi melalui
pelatihan vokasi, workshop dan penyuluhan serta pendampingan dalam
berusaha.
Mencarikan mata pencaharian alternatif melalui optimalisasi pengelolaan
sumberdaya kelautan dan perikanan.
Memberikan akses permodalan yang lebih luas untuk pengembangan
usaha masyarakat pesisir/nelayan.
Peningkatan sarana dan prasarana, sehingga memudahkan bagi
masyarakat pesisir/nelayan dalam memasarkan hasil/produk dari kegiatan
usaha mereka.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 9
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB VIII

ARAHAN KEBIJAKAN PERUNTUKAN


RUANG PADA SEMPADAN PANTAI

8.1 Batas Sempadai Pantai


Pantai adalah daerah pertermuan pasang tertinggi dengan daratan.
Sedangkan garis pantai adalah garis air yang menghubungkan titik-titik pertemuan
antara pasang tertinggi dengan daratan. Garis pantai akan terbentuk mengikuti
konfigurasi tanah pantai/ daratan itu sendiri. Perkembangan pembangunan dan
laju pertambahan penduduk di Provinsi Sumatera Barat akan memerlukan lahan
untuk usaha masyarakat. Perkembangan ini akan mengkonversi lahan pantai
untuk usaha masyarakat. Sementara kawasan pantai merupakan ekosistem yang
khas, karena memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan menjaga kehidupan
masyarakat pantai, sehingga keberadaannya perlu dilestarikan. Kawasan pantai
seharusnya merupakan terbuka untuk kepentingan umum. Bangunan resort,
cottage, pemukiman dan tambak udang akan membuat kawasan pantai tidak lagi
menjadi ruang publik. Nelayan kecil akan kesusahan menambatkan perahunya jika
bangunan-bangunan akan menjamur di daerah pantai sehingga hak nelayan kecil
akan terabaikan. Untuk mencegah kerusakan pantai lebih jauh, diperlukan
kawasan sempadan pantai. Daerah yang disebut sempadan pantai harus menjadi
daerah konservasi.
Sempadan pantai Provinsi Sumatera Barat telah dikonversi menjadi
pemukiman, fasilitas umum, resort, cottage, dan tambak udang. Tambak udang
telah menjamur di Kabupaten Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang,
Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, dan Kabupaten Agam. Sebagian
besar tambak udang belum masuk dalam alokasi ruang RTRW Kabupaten/kota di
Sumatera Barat. Sehingga masalah ini menjadi kendala dalam perijinan tambak
udang dan pengawasan lingkungan.
Berdasarkan Peraturan Presiden No 51 tahun 2016 tentang batas
sempadan pantai, pasal 2 bahwa Pemerintah Daerah Provinsi yang mempunyai
sempadan pantai wajib menetapkan arahan batas sempadan pantainya dalam

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VIII - 1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Pemerintah


Daerah Kabupaten/Kota yang mempunyai sempadan pantai wajib menetapkan
batas sempadan pantainya dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No 21/Permen-KP/2018 tentang Tata Cara Penghitungan Batas Sempadan Pantai
bahwa batas sempadan pantai dihitung berdasarkan tingkat resiko bencana
tehadap gempa, tsunami, badai, erosi atau abrasi dan banjir dari laut.
Batas sempadan pantai Provinsi Sumatera barat adalah daratan sepanjang
tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai,
minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

8.2 Arahan Pemanfatan Sempadan Pantai


Arahan pemanfaatan sempadan pantai di Provinsi Sumatera Barat
adalah untuk :
a. Menjaga kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumberdaya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
b. Menjaga kelestarian ekosistem mangrove sebagai penghasil karbon,
daerah pemijahan, daerah mencari makan, tempat asuhan biota laut, dan
penahan abrasi.
c. Menjaga kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dari ancaman bencana alam seperti abrasi pantai, gelombang pasang dan
tsunami.
d. Menjamin terbuka akses ruang laut untuk nelayan tradisional.
e. Alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai
f. Alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.
g. Alokasi ruang untuk tanaman pantai
h. Alokasi ruang bangunan pengaman pantai seperti krib, revetmen, tanggul
laut, pemecah gelombang dan lain-lain.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VIII - 2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB IX

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG


PERAIRAN PESISIR

Indikasi program disusun berdasarkan arahan dari tujuan, kebijakan, dan strategi
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sumatera Barat. Oleh
karena itu indikasi program dalam RZWP3K Provinsi Sumatera Barat berfungsi sebagai
pedoman bagi pemerintah setempat dalam rangka penyusunan program-program
pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan sektor kelautan dan perikanan di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap menyelaraskan dan menyerasikan
dengan RTRW yang telah ada.
Indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Provinsi Sumatera Barat meliputi :
a. Usulan program utama
Usulan program utama adalah program-program utama pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil provinsi yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama
atau diprioritaskan untuk mewujudkan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Provinsi.
b. Lokasi
Lokasi pelaksanaan program berada di seluruh kabupaten/kota sesuai arahan
pemanfaatan alokasi ruang.
c. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan berasal dari APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota,
swasta, dan/atau masyarakat.
d. Instansi Pelaksana
Instansi pelaksana program utama meliputi pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota (sesuai dengan kewenangan masing-masing
pemerintahan), swasta, serta masyarakat.
e. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Indikasi program pembangunan Kawasan Pesisir Provinsi Sumatera Barat akan


mengindikasikan arah semua sektor pembangunan serta merupakan penjabaran
dari Alokasi Ruang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat
dalam bentuk kegiatan-kegiatan dalam empat tahap yang dibagi dalam jangka
waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 tahun
(2023-2043), sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan
yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan, sebagaimana disajikan pada Tabel
berikut.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN VII - 2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Tabel 9.1 Indikasi Program Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Rencana Pemanfaatan Kawasan Pemanfaatan Umum
1.1 Zona Perikanan Budidaya / Sub Zona Budidaya Laut
1 paket APBN,
KKP, DKP
Penyusunan Masterplan APBD,
a 200 Provinsi,
Budidaya Laut LSM,
BAPPEDA
PT
Penataan dan pengembangan
APBN, KKP, DKP
usaha perikanan budidaya
b 2.000 APBD, Provinsi,
berbasis masyarakat dan 10
LSM BAPPEDA
berkelanjutan lokasi
Peningkatan sarana dan 100 APBN,
KKP, DKP
c prasarana perikanan 20.000 unit APBD,
Provinsi, PU
budidaya laut Swasta
500 APBN,
Peningkatan kapasitas orang APBD,
KKP, DKP
d sumber daya manusia di 10.000 Swasta,
Provinsi
bidang budidaya laut LSM,
PT
20 kali KKP, DKP
APBN,
Provinsi,
Monitoring secara berkala APBD,
e 4.000 Dinas
lingkungan budidaya laut LSM,
Lingkungan
PT
Hidup
Intensifikasi dan 20 APBN, KKP, DKP
f ekstensifikasi lahan budidaya 40.000 lokasi APBD, Provinsi,
laut Swasta Swasta
100 APBN, KKP, DKP
g Diversifikasi budidaya laut 2.000 unit APBD, Provinsi,
Swasta Swasta

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 3


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3 unit APBN,
KKP, DKP
Revitalisasi pusat perbenihan APBD,
h 10.000 Provinsi,
ikan laut Swasta,
Swasta
LSM
20 unit APBN,
KKP, DKP
Pembenahan kualitas produk APBD,
i 2.000 Provinsi,
perikanan budidaya laut Swasta,
Swasta
LSM
5 APBN,
Perluasan pasar budidaya KKP, DKP
negara APBD,
j laut di dalam dan luar 2.000 Provinsi,
Swasta,
negeri Swasta
LSM
1 paket KKP, DKP
Kajian daya dukung dan daya
APBN, Provinsi,
k. tampung di zona budidaya 1.000
APBD Dinas
perikanan
Lingkungan
1.2 Zona Perikanan Tangkap
Penyusunan Masterplan 1 paket APBN,
KKP, DKP
a perikanan tangkap Provinsi 500 APBD,
Provinsi
Sumatera Barat LSM
Penyusunan Model 2 unit
pengelolaan perikanan
tangkap berkelanjutan dan
APBN, KKP, DKP
mensejahterakan, meliputi
b 2.000 APBD, Provinsi,
rencana, pelaksanaan,
LSM BAPPEDA
monitoring dan pelaporan/
pengawasan dan
pengendalian
Penguatan kapasitas SDM 100
Nelayan terkait pemanfaatan orang APBN,
KKP, DKP
c sumberdaya perikanan 1.500 APBD,
Provinsi
tangkap, melalui kegiatan LSM
pelatihan, dan sosialisasi

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 4


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Pembangunan sarana dan 1 unit
prasarana mendukung APBN,
KKP, DKP
d pengelolaan perikanan 20.000 APBD,
Provinsi
tangkap di Sentra Kelautan LSM
dan Perikanan
Revitalisasi alat tangkap yang 50 unit APBN,
KKP, DKP
e produktif dan ramah 20.000 APBD,
Provinsi
lingkungan LSM
300 APBN,
Bantuan modal usaha KKP, DKP
f 100.000 orang APBD,
perikanan tangkap Provinsi
Bank
100 APBN,
KKP, DKP
g Peningkatan SDM nelayan 1.000 orang APBD,
Provinsi
LSM
20 unit DKP
Penerapan teknologi rantai APBN,
Provinsi
dingin pasca tangkap untuk APBD,
h 20.000 Dinas
menjaga kualitas hasil Swasta,
Perindustria
tangkapan. LSM
n
Peningkatan sarana dan 150 KKP, DKP
APBN,
prasarana untuk mendukung unit Provinsi,
APBD,
i pengembangan pengolahan 40.000 Dinas
Swasta,
dan pemasaran perikanan Perindustria
LSM
tangkap n
150 APBN,
Peningkatan sarana dan
unit APBD, KKP, DKP
j prasarana untuk mendukung 100.000
Swasta, Provinsi
pengembangan tangkap
LSM
20 APBN,
Pembinaan, monitoring dan paket APBD, KKP, DKP
k 3.000
evaluasi perijinan perikanan Swasta, Provinsi
LSM

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 5


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
100 APBN,
Pembentukan dan
kelompo APBD, KKP, DKP
l optimalisasi peran 5.000
k Swasta, Provinsi
Pokmaswas
LSM
20 APBN,
Sosialisasi pelaporan hasil paket APBD, DKP
m 1.000
tangkapan sesuai standar Swasta, Provinsi
LSM
Sosialisasi peraturan tentang 20 APBN,
alat tangkap dan alat bantu paket APBD, KKP, DKP
o 1.000
penangkapan yang ramah Swasta, Provinsi
lingkungan LSM
Sosialisasi Dokumen Wajib 20
APBN,
Kapal Penangkap kan : paket
APBD, KKP, DKP
p SIPI/SIKPI, Surat Laik 1.000
Swasta, Provinsi
Operasi (SLO), Surat
LSM
Persetujuan Berlayar (SPB)
20 APBN,
Inventarisasi dan pemetaan paket APBD, KKP, DKP
q 1.000
alat penangkapan ikan Swasta, Provinsi,
LSM
Pembangunan jejaring 20 APBN,
kemitraan pengelolaan paket APBD, KKP, DKP
r 1.000
sumberdaya kelautan dan Swasta, Provinsi
perikanan LSM
Program pemberantasan 20 APBN,
s 10.000 KKP, DKP
Ilegal Fishing paket APBD
Program peningkatan sarana 10 unit APBN,
u 10.000 KKP, DKP
dan prasarana pengawasan APBD
Program penguatan SDM 50 APBN,
t 2.000 KKP, DKP
pengawasan orang APBD
Peningkatan operasional 20 APBN,
w 100.000 KKP, DKP
pengawasan paket APBD

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 6


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kajian daya dukung dan daya 1 paket
x tampung di zona perikanan 5.000
tangkap
1.3 Pelabuhan
20 unit APBN,
Peningkatan pelayanan Kemenhub,
a 10.000 APBD,
kepelabuhanan; Dishub
Swasta
10 pela APBN,
Revitalisasi sarana dan Kemenhub
b 100.000 buhan APBD,
prasarana pelabuhan; Dishub
Swasta
Peningkatan fasilitas pokok 5 unit APBN,
Kemenhub
c dan fasilitas penunjang 50.000 APBD,
Dishub
pelabuhan; Swasta
Penyusunan aturan dan 15
pembinaan, pengendalian paket APBN,
Kemenhub
d dan pelaksanakaan 2.000 APBD,
Dishub
pengawasan kegiatan LSM
kepelabuhanan.
10 APBN,
Peningkatan keselamatan paket APBD, Kemenhub
e 1.000
dan keamanan pelayaran. Swasta, Dishub
LSM
Penyusunan detil alokasi 10 unit KememHub
APBN,
f ruang DLKR/DLKP dan 10.000 , DisHub,
APBD
WKOPP KSOP
5 unit APBN,
Peningkatan status
APBD, KKP, DKP
g pelabuhan perikanan dari PPI 50.000
Swasta, Provinsi
ke PPP
LSM
Optimalisasi peran 20
pelabuhan perikanan sebagai paket APBN,
h. 1.000 KKP, DKP
dukungan terhadap APBD
pengembangan sentra

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 7


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
kelautan dan perikanan
terpadu di Sumatera Barat

Pembangunan Dermaga 5 paket


untuk pertahanan dan Hankam,
i 100.000 APBN
keamanan serta untuk KPP, DKP
Kepentingan Nasional
1 paket KemenHub,
Kajian daya dukung dan Dinas
APBN,
k daya tampung di zona 3.000 Perhubunga
APBD
pelabuhan n, Dinas
Lingkungan
1.4 Pariwisata
20 Dinas
Promosi dan peningkatan APBN,
paket Pariwisata ,
a daya tarik serta destinasi 20.000 APBD,
DKP, LSM,
wisata bahari. CSR
Masyarakat
Peningkatan sarana dan 100 APBN, Dinas
b prasarana kepariwisataan di 100.000 unit APBD, Pariwisata,
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil CSR DKP
Pengembangan produk 40 unit
APBN, Dinas
wisata bahari yang sesuai
c 40.000 APBD, Pariwisata,
karakteristik masyarakat
CSR DKP
Sumatera Barat
10 APBN,
Peningkatan manajemen Dinas
d 5.000 paket APBD,
kepariwisataa Pariwisata
CSR
Pelibatan masyarakat lokal 500
APBN, Dinas
dalam pengelolaan daya tarik orang
e 2.000 APBD, Dinas
wisata dan pengembangan
CSR Pariwisata
usaha pariwisata

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 8


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Pelatihan dan pendampingan 500
APBN,
masyarakat lokal menjadi orang Dinas
f 2.000 APBD,
guide dan pembuatan Pariwisata
CSR
souvenir
Pengendalian dampak negatif 10 unit APBN, Dinas
g kegiatan pariwisata di 5.000 APBD, Pariwisata,
wilayah pesisir CSR DKP , BLHD
10 unit DKP
Provinsi,
Mengembangkan konsep
BAPPEDA,
pengelolaan pariwisata APBN,
KKP, Dinas
h pesisir dan pulau - pulau 5.000 APBD,
Pariwisata,
kecil yang berkelanjutan dan CSR
Dinas
mensejahterakan
Lingjkungan
Hidup
Penyusunan model 20 unit
DKP
pengelolaan pengembangan
Provinsi,
wisata pesisir dan pulau -
BAPPEDA,
pulau kecil di Kawasan APBN,
KKP, Dinas
i Konservasi meliputi 5.000 APBD,
Pariwisata,
perencanaan, implementasi CSR
Dinas
serta pengawasan dan
Lingjkungan
pengendalian pemanfaatan
Hidup
sumberdayanya
Pengembangan Kawasan 2 unit Kementrian
Ekonomi Khusus (KEK) APBN, Pariwisata,
k Kabupaten Pesisir Selatan 400.000 APBD, Dinas
dan Kabupaten Kepulauan CSR Pariwisata,
Mentawai Dinas PU
Sosialisasi Kawasan Ekonomi 2 unit
Kementrian
Khusus (KEK) Kabupaten APBN,
Pariwisata,
l Pesisir Selatan dan 500 APBD,
Dinas
Kabupaten Kepulauan CSR
Pariwisata
Mentawai

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 9


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Kementrian
pakaet Pariwisata,
Kajian daya dukung dan
APBN Dinas
m daya tampung di zona 5.000
APBD Pariwisata,
pariwisata
Dinas
Lingkungan
1.5 Industri
Pengembangan industri 3 lokasi DKP Prov.,
APBN,
maritim (galangan kapal) Dinas
a 10.000 APBD,
menjadi industri skala Perindustria
CSR
menengah dan besar n, KKP
10 DKP Prov.,
Pengembangan sarana dan paket APBN, Dinas
b. prasarana usaha untuk 10.000 APBD, Perindustria
mendukung industri maritim CSR n, KKP,
Dinas PU
5 DKP Prov.,
Pengembangan pasar hasil negara APBN, Dinas
c industri dan industri maritim 1.000 APBD, Perindustria
di dalam dan luar negeri CSR n, KKP,
Dinas PU
50 DKP Prov.,
orang Dinas
APBN, Perindustria
Pengembangan SDM di
d 2.000 APBD, n, KKP,
Industri Maritim
CSR Dinas
Perhubunga
n
1 paket Kem.
Perindustria
Kajian daya dukung dan
APBN n, Dinas
e daya tampung di zona 1.000
APBD Perindustria
industri
n, Dinas
Lingkungan
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 10
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1.6 Fasilitas Umum
3 paket APBN, Dinas PU,
Identifikasi dan perencanaan
a 1.000 APBD, Kementrian
kebutuhan Fasilitas Umum
CSR PU
Mencari dukungan 20
APBN, Dinas PU,
Pembiayaan Pembangunan paket
b 2.000 APBD, Kementrian
Fasilitas Umum dari dalam
CSR PU
dan luar negeri
10
Pembangunan Fasilitas APBN, Dinas PU,
paket
c Umum (Masjid Terapung, 100.000 APBD, Kementrian
Jembatan dan Lain-lain) CSR PU

1.7 Zona Hutan Mangrove


20 Perguruan
lokasi Tinggi,
Dinas
APBD,
Rehabilitasi hutan mangrove Kehutanan,
a 100.000 APBN,
yang telah rusak Kementeria
CSR
n LHK,
DKP,
Swasta
10 Dinas
lokasi Kehutanan,
Pengembangan ekowisata APBD, Kementrian
b. mangrove yang berbasis 10.000 APBN, Kehutanan,
masyarakat CSR Dinas
Pariwisata,
DKP
Peningkatkan pemanfaatan 20 Perguruan
hasil non kayu mangrove paket APBD, Tinggi, DKP,
c. untuk kesejahteraan 10.000 APBN, Swasta,
masyarakat dengan tetap CSR Masyarakat,
memperhatikan aspek dan lain-

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 11


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
keberlanjutan lain

1 paket Perguraun
Tinggi, DKP,
Pengembangan Pusat APBD,
Swasta,
d Restorasi dan Pembelajaran 10.000 APBN,
Masyarakat,
Mangrove di Sumatera Barat CSR
dan lain-
lain
20 Perguraun
Penyadaran masyarakat
paket Tinggi, DKP,
untuk terlibat aktif dalam
KKP, Dinas
upaya perlindungan dan APBD,
Pariwisata,
e pelestarian mangrove melalui 10.000 APBN,
Swasta,
sosialisasi, pemasangan CSR
Masyarakat,
papan himbauan, dan
dan lain-
sejenisnya
lain
10 Perguraun
paket Tinggi, DKP,
KKP, Dinas
Pengelolaan kawasan APBD,
Pariwisata,
f mangrove secara terintegrasi 2.000 APBN,
Swasta,
dan lintas sektoral CSR
Masyarakat,
dan lain-
lain
2 Konservasi
Pengelolaan dan
Pengembangan kawasan
konservasi pesisir dan
2.1
pulau-pulau kecil dan
kawasan konservasi
perairan Nasional dan
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 12
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Daerah

5 paket
Harmonisasi kelembagaan
APBN,
kawasan konservasi pesisir KKP, DKP
APBD,
a. dan pulau-pulau kecil dan 500 Provinsi,
CSR,
kawasan konservasi perairan Masyarakat,
LSM
Nasional dan Daerah
Monitoring dan evaluasi 4 paket
pengelolaan kawasan APBN,
konservasi pesisir dan pulau- APBD, KKP, DKP
b. 1.000
pulau kecil dan kawasan CSR, Provinsi
konservasi perairan Nasional LSM
dan Daerah
10
paket APBN,
Pengembangan jejaring
APBD, KKP, DKP
c. kawasan konservasi pesisir 1.000
CSR, Provinsi
dan pulau-pulau
LSM

20
Membangun kemitraan
paket APBN,
pengelolaan kawasan
APBD, KKP, DKP
d. konservasi pesisir dan pulau- 1.000
CSR, Provinsi
pulau kecil dan kawasan
LSM
konservasi perairan

Rehabilitasi Ekosistem 10 APBN,


Pesisir (terumbu karang, lokasi APBD, KKP, DKP,
e 20.000
lamun, mangrove) di luar CSR, BLHD, LSM
kawasan konservasi LSM

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 13


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Pencadangan kawasan 4 lokasi APBN,
konservasi pesisir dan pulau- APBD, DKP
f 1.000
pulau kecil dan kawasan CSR, Provinsi
konservasi perairan daerah LSM
Penyusunan dan Penetapan 7 paket
APBN,
kawasan konservasi pesisir
APBD, KKP, DKP
g dan pulau-pulau kecil dan 3.000
CSR, Provinsi
kawasan konservasi perairan
LSM
daerah
20
Pemberdayaan Masyarakat di paket APBN,
kawasan konservasi pesisir KKP, DKP
APBD,
h dan pulau-pulau kecil dan 2.000 Provinsi,
CSR,
kawasan konservasi perairan LSM
LSM
nasional dan daerah
20
paket APBN,
Pelatihan dan pendampingan KKP, DKP
APBD,
i dalam pengembangan mata 2.000 Provinsi,
CSR,
pencaharian alternatif LSM
LSM

Sosialisasi kawasan 20
APBN,
konservasi pesisir dan pulau- paket
APBD, KKP, DKP
j pulau kecil dan kawasan 1.000
CSR, Provinsi
konservasi perairan Nasional
LSM
dan Daerah
Penataan tanda batas 7 lokasi
APBN,
kawasan konservasi pesisir
APBD, KKP, DKP
k dan pulau-pulau kecil dan 5.000
CSR, Provinsi
kawasan konservasi perairan
LSM
Nasional dan Daerah

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 14


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Penguatan Kapasitas APBN,
Kelembagaan SDM APBD,
2.2
Pengelola Kawasan CSR,
Konservasi LSM
20 APBN,
Sosialisasi regulasi tentang Paket APBD, KKP, DKP
a 1.000
konservasi dan rehabilitasi CSR, Provinsi
LSM
Bimbingan teknis monitoring 10
dan pengelolaan kawasan paket APBN,
konservasi pesisir dan pulau- APBD, KKP, DKP
b 1.000
pulau kecil dan kawasan CSR, Provinsi
konservasi perairan Nasional LSM
dan Daerah
6 paket KKP, DKP
Provinsi,
Peningkatan pengendalian
APBN, Institusi
dan pengawasan di Kawasan
APBD, terkait
c Konservasi terkait 1.000
CSR, pengawasan
pemanfaatan sumberdaya
LSM dan
alam di dalamnya
pengendalia
n
Perlindungan dan
Pelestarian
2.3
Keanekaragaman Hayati
Laut
10 APBN,
Perlindungan habitat paket APBD,
a. keanekaragaman hayati laut 10.000
CSR,
dari kerusakan
LSM

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 15


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Mengembangkan 10
pemanfaatan paket
APBN,
keanekaragaman
APBD, KKP, DKP
b hayati/Jenis ikan 1.000
CSR, Provinsi
dilindungi/tidak dilindungi
LSM
secara berkelanjutan dan
mensejahterakan
Penyadaran dan pembinaan 4 paket
terhadap masyarakat untuk
berperanserta secara aktif
dalam upaya perlindungan APBN,
dan pelestarian jenis ikan APBD, KKP, DKP
c 1.000
dilindungi/tidak dilindungi CSR, Provinsi
melalui sosialisasi, LSM
pemasangan papan
himbauan, pelatihan, dan
lain -lain
5 paket APBN,
Menyusun model pengelolaan
APBD, KKP, DKP
d keanekaragaman hayati laut 1.000
CSR, Provinsi
di Sumatera Barat
LSM
Pengkayaan keanekaragaman 6 paket
APBN,
hayati laut dan melakukan
APBD, KKP, DKP
e upaya perbaikan habitat 1.000
CSR, Provinsi
ekosistem Pesisir dan Pulau -
LSM
Pulau kecil
1 paket APBN,
Kajian daya dukung dan KKP, DKP,
APBD,
f daya tampung di Kawasan 5.000 Dinas
CSR,
Konserasi Lingkungan
LSM
3 Alur Laut
3.1 Alur Pelayaran

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 16


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Penetapan sistem alur 10 APBN, Kemenhub,
a 10.000 paket
pelayaran; APBD Dishub
Peningkatan peran serta 10
APBD,
masyarakat dalam paket Kemenhub,
b 1.000 APBN,
pengawasan dan Dishub
LSM
pengendalian alur pelayaran;
Peningkatan pengelolaan 20 APBD,
Kemenhub,
c keselamatan, keamanan, dan 2.000 paket APBN,
Dishub
kenyamanan pelayaran; LSM
20 APBD,
Pemasangan tanda batas dan paket Kemenhub,
d 1.500 APBN,
rambu pelayaran; Dishub
LSM
18
Peningkatan pemeliharaan
paket APBD, Kemenhub,
e rutin dan/atau berkala alur 100.000
APBN Dishub
pelayaran.
18 Dishub
Sosialisasi dan pengendalian paket APBD, Prov, DKP,
f dampak pencemaran 1.000 APBN, Dinas
perairan LSM Lingkungan
Hidup, DKP
3.1 Migrasi Biota Laut
6 paket APBD, DKP, KKP,
Penelitian migrasi penyu,
a. 3.000 APBN, Perguruan
mamalia laut dan ikan
LSM Tinggi
Penetapan Alur Migrasi 6 paket APBD, DKP, KKP,
b. Penyu, Mamalia Laut dan 3.000 APBN, Perguruan
Ikan LSM Tinggi
4 Mitigasi Bencana
Peningkatan kesiapsiagaan 20 APBD, BPBD, DKP,
a. 100.000 paket
menghadapi bencana APBN Dinkes,LSM

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 17


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Perkiraan Volume TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV


Sumber Instansi (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke) (Tahun ke)
No Program Utama Biaya Rp
Dana Pelaksana
(Juta) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Peningkatan sarana dan 20 APBD,
c. 100.000 paket BPBD, LSM
prasarana kebencanaan APBN
Penanganan tanggap darurat 20 APBD, BPBD,Dinke
d 10.000 paket
bencana APBN s, LSM

Peningkatan bangunan 20 APBD, BPBD, PU,


e 500.000 paket
pengaman pantai APBN LSM

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat IX - 18


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB X

PERATURAN KESESUAIAN
PEMENFAATAN RUANG DALAM ZONASI

10.1 Pemanfaatan Kawasan Pemanfaatan Umum


Kawasan Pemanfaatan Umum adalah kawasan pemanfaatan menjadi
beberapa zona yaitu zona perikanan budidaya, zona perikanan tangkap, zona
pelabuhan, dan zona pariwisata yang pengaturannya masing-masing sesuai
dengan zonanya.

10.1.1. Pemanfaatan Zona Pariwisata (Zona KPU-W)


Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona pariwisata adalah
a. Penyediaan sarana dan prasarana pariwisata yang tidak berdampak pada
kerusakan lingkungan;
b. Kegiatan penangkapan ikan dengan alat pancing tangan pada saat tidak
ada kegiatan pariwisata; dan
c. Mitigasi bencana, dan kondisi darurat di laut.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona pariwisata/sub zona
alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil (KPU-W-P3K), sub zona wisata alam
bawah laut (KPU-W-ABL) dan sub zona wisata olah raga air (KPU-W-ORA)
adalah:
a. Semua jenis kegiatan perikanan budidaya;
b. Semua jenis kegiatan penangkapan ikan pada saat berlangsung kegiatan
pariwisata;
c. Penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, bius
dan atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat
merusak ekosistem di wilayah pesisir;
d. Pemasangan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon; dan
e. Pembuangan sampah dan limbah;
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di zona
pariwisata/sub zona alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil (KPU-W-P3K), sub

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

zona wisata alam bawah laut (KPU-W-ABL) dan sub zona wisata olah raga air
(KPU-W-ORA) adalah:
a. Penelitian dan pendidikan; dan
b. Monitoring dan evaluasi.
c. Kegiatan penunjang di zona pariwisata yang bersifat menetap.
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona pariwisata/sub zona alam pantai/pesisir dan pulau-
pulau kecil (KPU-W-P3K), sub zona wisata alam bawah laut (KPU-W-ABL) dan
sub zona wisata olah raga air (KPU-W-ORA) adalah:
a. Tersedia pantai sebagai ruang terbuka untuk umum; dan
b. tersedianya fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan wisata, rumah
ibadah, tempat parkir, dermaga/tambat kapal/perahu, tanda batas zona,
bangunan pengaman pantai dan fasilitas umum lainnya.
Kegiatan khusus sebagaimana dimaksud di zona pariwisata/sub zona alam
pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil (KPU-W-P3K), sub zona wisata alam bawah
laut (KPU-W-ABL) dan sub zona wisata olah raga air (KPU-W-ORA) adalah:
a. Pengendalian kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan di
daratan maupun perairan;
b. Melakukan mitigasi bencana di WP3K; dan
c. Tersedia tim keamanan dan penyelamatan wisatawan.

10.1.2 Pemanfaatan Zona Pelabuhan Laut (Zona KPU-PL)


Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona pelabuhan laut /sub zona
Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan (KPU-PL/sub
zona KPU-PL-DLK) adalah pembangunan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang
yang sudah tercantum dalam rencana induk pelabuhan.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan didilakukan di zona
pelabuhan laut/sub zona Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (KPU-PL/sub zona KPU-PL-DLK) adalah:
a. Penangkapan ikan dengan alat menetap dan/atau bergerak yang
mengganggu kegiatan kepelabuhanan;
b. Penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, bius dan atau
bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak
ekosistem di wilayah pesisir;
c. Semua jenis kegiatan perikanan budidaya;

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

d. Pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon
serta terumbu karang buatan;
e. Pembuangan sampah dan limbah.
f. Kegiatan lainnya yang mengganggu/menghalangi penyelenggaraan
kegiatan pelabuhan.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di zona
pelabuhan laut/sub zona Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (KPU-PL/sub zona KPU-PL-DLK) adalah:
a. penelitian dan pendidikan;
b. wisata bahari;
c. pengerukan alur pelabuhan;
d. salvage; dan
e. monitoring dan evaluasi.

10.1.3 Pemanfaatan Zona Pelabuhan Perikanan (Zona KPU-PP)


Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona pelabuhan perikanan atau
Wilayah Kerja Operasional Pelabuhan Perikanan (zona KPU-PP) adalah
pembangunan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang yang sudah tercantum dalam
rencana induk pelabuhan perikanan. Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh
dilakukan di zona pelabuhanperikanan atau Wilayah Kerja Operasional Pelabuhan
Perikanan (zona KPU-PP)adalah:
a. Penangkapan ikan dengan alat menetap dan/atau bergerak yang
mengganggu kegiatan kepelabuhanan;
b. Penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, bius dan atau
bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak
ekosistem di wilayah pesisir;
c. Semua jenis kegiatan perikanan budidaya;
d. Pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon
serta terumbu karang buatan;
e. Pembuangan sampah dan limbah.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh setelah mendapatkan ijin dilakukan di zona
pelabuhan perikanan atau Wilayah Kerja Operasional Pelabuhan Perikanan (KPU-
PP) adalah:
a. penelitian dan pendidikan;
b. wisata bahari;

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-3
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

c. pengerukan alur pelabuhan;


d. penempatan fasilitas pokok, fungsional dan penunjang pelabuhan
perikanan yang bersifat menetap; dan
e. monitoring dan evaluasi.
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona zona pelabuhanperikanan atau Wilayah Kerja
Operasional Pelabuhan Perikanan (WKOPP) adalah:
a. Fasilitas pokok terdiri dari dermaga, kolam pelabuhan, jalan komplek dan
drainase;
b. Fasilitas fungsional terdiri dar ikanto radministras ipelabuhan,TPI,suplai air
bersih, instalasi listrik dan stasiun pengisian bahan bakar nelayan;
c. Fasilitas penunjang terdiri dari pos jaga dan MCK.

10.1.4 Pemanfaatan Zona Perikanan Tangkap (Zona KPU-PT)


Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di sub zona pelagis (KPU-PT-P)
adalah:
a. Perikanan tangkap dengan ukuran armada dibawah 10 GT dengan alat
tangkap yang diperbolehkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
b. Pemanfaatan yang tidak melebihi potensi lestarinya atau jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB).
Ketentuan umum kegiatan tidak boleh dilakukan di subzona pelagis (KPU-PT-P)
adalah:
a. Untuk alat tangkap tetap tidak boleh berada dalam jalur/alur pelayaran; dan
b. Tidak diperbolehkan menggunakan alat yang merusak lingkungan seperti
bahan peledak, potas dan alat tangkap yang berpotensi merusak
lingkungan
c. Penangkapan biota yang dilindungi.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di sub
zona perikanan pelagis (KPU-PT-P) adalah :
a. Penelitian dan pendidikan;
b. Penangkapan ikan dengan alat tangkap dan ukuran kapal diatas 10 GT
yang dibolehkan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku;

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-4
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

a. Pemasangan rumpon hanya dapat dilakukan di Jalur 1 B dan jalur


penangkapan II sesuai dengan tata cara peraturan perundangan;
c. Pariwisata dan rekreasi; dan
d. Monitoring dan evaluasi.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di sub zona pelagis dan
demersal (KPU-PT-DP ) adalah:
a. perikanan tangkap dengan ukuran armada di bawah 10 GT dengan alat
tangkap yang diperbolehkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
b. pemanfaatan yang tidak melebihi potensi lestarinya atau jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB).
Ketentuan umum kegiatan tidak boleh dilakukan di sub zona pelagis dan demersal
(KPU-PT-DP ) adalah:
a. untuk alat tangkap tetap tidak boleh berada dalam jalur/alur pelayaran; dan
b. tidak diperbolehkan menggunakan alat yang merusak lingkungan seperti
bahan peledak, potas dan alat tangkap yang berpotensi merusak
lingkungan; dan
c. Penangkapan biota yang dilindungi.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di sub
zona perikanan pelagis dan demersal (KPU-PT-DP ) adalah :
a. penelitian dan pendidikan;
b. penangkapan ikan dengan alat tangkap dan ukuran kapal di atas 10 GT
yang dibolehkan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
c. pemasangan rumah ikan dan terumbu karang buatan;
d. pemasangan rumpon hanya dapat dilakukan di jalur penangkapan I B dan
jalur penangkapan II sesuai dengan tata cara peraturan perundangan;
e. pariwisata dan rekreasi; dan
f. monitoring dan evaluasi.

10.1.5 Pemanfaatan Zona Perikanan Budidaya ( KPU-BD)


Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona perikanan budidaya
(KPU-BD) adalah:
a. Budidaya laut skala kecil dengan metode, alat dan teknologi yang tidak
merusak ekosistem di wilayah pesisir; dan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-5
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

b. Kegiatan penangkapan ikan skala kecil pada saat tidak terdapat kegiatan
budidaya.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona perikanan budidaya
( KPU-BD) adalah:
a. Kegiatan budidaya yang menggunakan metode, alat dan teknologi yang
dapat merusak ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. Pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon
serta terumbu karang buatan;
c. Penangkapan ikan dengan alat menetap dan/atau bergerak yang
mengganggu kegiatan budidaya laut;
d. Penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, bius
dan atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat
merusak ekosistem di wilayah pesisir; dan
e. Pembuangan sampah dan limbah.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di zona
perikanan budidaya ( KPU-BD) adalah:
a. Budidaya laut skala menengah sampai besar dengan metode, alat dan
teknologi yang tidak merusak ekosistem di wilayah pesisir;
b. Penelitian dan pendidikan;
c. Pengembangan pariwista dan rekreasi; dan
d. Monitoring dan evaluasi.
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona perikanan budidaya adalah :
a. Koefisien pemanfaatan perairan untuk budidaya laut adalah 80%, dimana
terdapat ruang sebesar 20% untuk alur-alur/lalu lintas perahu yang
mendukung kegiatan budidaya; dan
b. Prasarana budidaya laut tidak bersifat permanen.
Ketentuan khusus di zona perikanan budidaya adalah:
a. Kegiatan pembudidayaan harus menghindari areal terumbu karang; dan
b. Pengembangan budidaya laut disertai dengan kegiatan pengembangan/
peremajaan bibit.

10.1.6 Pemanfaatan Zona Industri (Zona KPU-ID)


Zona Industri adalah ruang wilayah laut yang dialokasikan untuk kegiatan industri
maritim yang ramah lingkungan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-6
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

a. Kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona industri/sub zona industri maritim
(Zona KPU-ID/sub zona KPU-ID-MR) adalah industri pembuatan,
pemeliharaan, perbaikan dan perawatan kapal-kapal perikanan untuk
penangkap ikan.
b. Kegiatan yang tidak boleh dilakukan dalam zona industri/sub zona industri
maritim (Zona KPU-ID/sub zona KPU-ID-MR) kegiatan diluar yang telah
ditentukan diatas dan pembuangan limbah kapal pada lingkungan sekitar
perairan.
c. Kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin dalam zona
industri/sub zona industri maritim (Zona KPU-ID/sub zona KPU-ID-MR) adalah
industri pembuatan, pemeliharaan, perbaikan dan perawatan kapal-kapal jenis
lainnya atau selain kapal penangkap ikan.

10.1.7 Pemanfaatan Zona Sea Plane (Zona KPU-SP)


Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di bandara sea plane adalah:
a. Pendaratan dan penerbangan sea plane;
b. Pendaratan dan penerbangan untuk SAR dan mitigasi bencana alam.
c. Pembangunan infrastruktur sea plane;
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di bandara sea plane
adalah:
a. Pendaratan dan penerbangan pada waktu cuaca laut buruk;
b. Pendaratan dan penerbangan pada waktu gelombang besar;
c. Pendaratan dan penerbangan pada waktu arus kuat;
d. Pendaratan dan penerbangan pada waktu banyak benda terapung seperti
kayu yang hanyut;
e. Aktifitas pelayaran umum;
f. Aktifitas pelayanan masyarakat tradisional;
g. Aktifitas penangkapan ikan;
h. Aktifitas budidaya ikan;
i. Aktifitas wisata bahari.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
bandara sea plane adalah:
a. penelitian dan pendidikan;
b. monitoring dan evaluasi;
c. kegiatan kelautan dan perikanan yang sangat penting dan proritas.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-7
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

10.1.8 Pemanfaatan Zona Pertahanan dan Keamanan (Zona KPU-PK)


Pemanfatan Zona Pertahanan dan Keamanan (KPU-PK), yaitu subzona yaitu
subzona Pangkalan Militer (KPU-PK-PM) dan subzona Disposal Amunisi (KPU-
PK-AR) harus seizin Lantamal II Provinsi Sumatera Barat. Pemanfaatan subzona
Disposal Amunisi (KPU-PK-DA) adalah untuk kegiatan pembuangan ranjau
peninggalan atau bekas penjahan zaman Belanda dan Jepang. Kegiatan yang
boleh dilakukan setelah mendapatkan izin dalam zona pemanfaatan subzona
Disposal Amunisi (KPU-PK-DA) adalah perikanan tangkap, perikanan budidaya
dan pariwisata setelah dilakukan pembersihan ranjau oleh Kementerian
Pertahanan Republik Indonesia/Instansi yang berwenang.

10.1.9 Pemanfaatan Zona Fasilitas Umum (Zona KPU-FU)


Zona Fasilitas Umum adalah ruang wilayah laut yang dialokasikan untuk kegiatan
pembangunan rumah ibadah, jembatan dan dermaga yang ramah lingkungan.
(1) Kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona KPU-FU/sub zona KPU-FU-AG
meliputi:
a. pembangunan mesjid terapung yang ramah lingkungan; dan
b. penyediaan sarana penunjang mesjid terapung yang tidak berdampak
pada kerusakan lingkungan.
(2) Kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona KPU-FU/sub zona KPU-FU-PD
meliputi:
a. pembangunan sarana pendidikan yang ramah lingkungan; dan
b. penyediaan sarana penunjang pendidikan diantaranya pelabuhan yang
tidak berdampak pada kerusakan lingkungan.
(3) Kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona KPU-FU/sub zona KPU-FU-LN
adalah pembangunan jembatan yang ramah lingkungan.
(4) Kegiatan yang tidak boleh dilakukan dalam zona KPU-FU/sub zona KPU-FU-
AG adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan kerusakan
pada fasilitas umum/mesjid terapung yang terbangun dan
lingkungan/ekosistem perairan pesisir.
(5) Kegiatan yang tidak boleh dilakukan dalam zona KPU-FU/sub zona KPU-FU-
PD adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan kerusakan
pada fasilitas umum/sarana pendidikan yang terbangun dan
lingkungan/ekosistem perairan pesisir.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-8
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

(6) Kegiatan yang tidak boleh dilakukan dalam zona KPU-FU/sub zona KPU-FU-
LN adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan kerusakan
pada fasilitas umum/jembatan terbangun dan lingkungan/ekosistem perairan
pesisir.

10.2 Pemanfaatan Kawasan Konservasi Laut


Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di kawasan konservasi laut
adalah:
a. Perlindungan ekosistem pesisir dan laut;
b. Perlindungan habitat dan populasi ikan;
c. Perlindungan vegetasi pantai;
d. Budidaya ikan skala kecil dengan metode yang diperbolehkan sesuai zonasi
kawasan konservasi; dan
e. Penangkapan ikan skala kecil dengan alat yang diperbolehkan sesuai zonasi
kawasan konservasi.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di kawasan konservasi laut
adalah:
a. Penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, bius dan/atau bahan
beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak ekosistem
di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. Semua jenis kegiatan penambangan;
c. Melakukan kegiatan menambang terumbu karang, mengambil terumbu
karang di kawasan konservasi, menggunakan bahan peledak dan bahan
beracun, dan/atau cara lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem
terumbu karang; dan
d. Pembuangan sampah dan limbah.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
kawasan konservasi laut adalah:
a. penelitian dan pendidikan;
b. monitoring dan evaluasi;
c. budidaya ikan skala kecil dengan metode yang diperbolehkan sesuai zonasi
kawasan konservasi;
d. penangkapan ikan dengan armada di atas 10 GT dan alat yang
diperbolehkan sesuai zonasi kawasan konservasi; dan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X-9
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

e. pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan sesuai zonasi kawasan


konservasi.
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di kawasan konservasi laut adalah pemasangan tanda batas
yang mudah dikenali dengan bahan, bentuk dan warna sesuai peraturan
perundang-undangan. Ketentuan khusus di kawasan konservasi laut adalah
pengendalian kegiatan yang berpotensi merusak kawasan konservasi.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN X - 10
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB XI

ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN


RUANG PERAIRAN PESISIR

11.1 Indikasi Arahan Zonasi


Indikasi Arahan Zonasi ruang peairan pesisir merupakan pernyataan
(statement) pengaturan pemanfaatan kawasan, zona, dan/atau subzona.
Ketentuan umum dari pemanfaatannya adalah
1. Penjelasan/deskripsi/definisi alokasi ruang WP3K yang telah ditetapkan
dalam rencana struktur dan pola ruang WP3K;
2. Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan, kegiatan yang boleh
bersyarat (telah mendapatkan izin), serta kegiatan yang tidak boleh
dilakukan;
3. Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait
dengan pemanfaatan ruang WP3K; dan
4. Ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan
untuk mengendalikan pemanfaatan ruang WP3K, seperti kawasan
konservasi, kawasan rawan bencana, kawasan ekosistem esensial, dan
lainnya.
Penetapan pemanfaatan ruang di wilayah perairan pesisir dalam RZWP3K
mencakup:
1. Kegiatan yang Diperbolehkan, yaitu: segala kegiatan yang akan dialokasikan
pada suatu ruang, tidak mempunyai pengaruh dan dampak sehingga tidak
mempunyai pembatasan dalam implementasinya, karena baik secara fisik
dasar ruang maupun fungsi ruang sekitar saling mendukung dan terkait.
2. Kegiatan yang Boleh Dilakukan Setelah Mendapatkan Izin / Izin Bersyarat,
yaitu: setiap kegiatan yang diizinkan dialokasi pada suatu ruang, namun
mempunyai pembatasan, sehingga pengalokasiannya bersyarat.
3. Kegiatan yang Tidak Diperbolehkan, yaitu: kegiatan yang sama sekali tidak
diperbolehkan pada suatu ruang, karena dapat merusak lingkungan dan
mengganggu kegiatan lain yang ada disekitarnya.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN XI - 1
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

Indikasi Arahan Zonasi berfungsi sebagai landasan pada tingkatan


operasional pengendalian pemanfaatan ruang WP3K di setiap zona dan dasar
pemberian izin pemanfaatan ruang WP3K. Perizinan merupakan alat pengendali
pemanfaatan ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
melalui proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi sebelum kegiatan
pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan, untuk menjamin
kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Izin dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah
pesisir Provinsi Sumatera Barat terdiri dari: Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan.
Izin lokasi diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir
yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar
laut pada batas luasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-
pulau kecil. Kemudian izin pengelolaan diberikan untuk melakukan kegiatan
pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.

11.2 Insenstif dan Disinsentif

Pemberian insentif merupakan pemberian imbalan terhadap pelaksanaan


kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong perwujudannya dalam
rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
a. Pemberian insentif berdasarkan:
1. rencana pemanfaatan ruang WP-3-K;
2. ketentuan umum pemanfaatan kawasan/zona/ subzona;
3. kriteria pemberian akreditasi; dan
4. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
b. Standar dan pedoman pemberian insentif mencakup:
1. relevansi isu prioritas;
2. proses konsultasi publik;
3. dampak positif terhadap pelestarian lingkungan;
4. dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat;
5. kemampuan implementasi yang memadai; dan
6. dukungan kebijakan dan program pemerintah.
Disinsentif merupakan merupakan pengenaan kompensasi dalam
pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang berfungsi sebagai
perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan
yang tidak sesuai dengan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN XI - 2
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PROVINSI SUMATERA BARAT

kecil.
a. Pemberian disinsentif disusun berdasarkan:
1. rencana pemanfaatan ruang WP-3-K;
2. ketentuan umum pemanfaatan kawasan/zona/ subzona;
3. kriteria pemberian akreditasi; dan
4. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pemberian
disinsentif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

11.3 Pengenaan Sanksi


Setiap orang yang tidak mentaati ketentuan RZWP-3-K Provinsi, dapat
dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

11.4 Penyelesaian Sengketa


Penyelesaian sengketa pemanfaatan ruang dalam RZWP-3-K ditempuh
melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana RZWP-3-K. Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan terhadap
bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau tindakan tertentu guna mencegah
atau terulangnya dampak besar sebagai akibat tidak dilaksanakannya RZWP-3-K.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat dilakukan secara musyawarah
mufakat dan/atau menggunakan jasa pihak ketiga, baik yang memiliki
kewenangan dalam mengambil keputusan maupun yang tidak memiliki
kewenangan mengambil keputusan. Hasil kesepakatan penyelesaian sengketa di
luar pengadilan dinyatakan secara tertulis dan bersifat mengikat para pihak

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat


DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN XI - 3

Anda mungkin juga menyukai