KATA PENGANTAR
Modul Teknik Pantai ini disusun untuk memenuhi kebutuhan peserta pendidikan
dan pelatihan (Diklat) Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai dalam rangka
meningkatkan keahlian dan kemampuan peserta dalam bidang operasi dan
pemeliharaan bangunan pantai. Dengan mengikuti pembahasan modul ini maka
peserta diklat diharapkan mempunyai kemampuan untuk mengerti dan memahami
proses morofologi yang terjadi di setiap lokasi pantai, sehingga dengan demikian
bisa ditindaklanjuti dengan melakukan tindakan ataupun kegiatan pemeliharaan
yang sesuai dengan kondisi fisik dan lingkungan dari pantai itu sendiri.
Modul ini merupakan modul yang membahas ilmu pantai praktis yang berisi
tentang gambaran dan pembagian wilayah pantai beserta istilah-istilahnya. Selain
itu dalam penjabaran teknik pantai praktis ini juga akan disampaikan mengenai
proses morfologi pantai yang akan berpengaruh terhadap bentuk pantai yang
akan berkembang menjadi beberapa jenis pantai bedasarkan sifat dan bentuknya.
Sebagai tambahan pengetahuan dalam modul ini juga terdapat uraian mengenai
aspek-aspek hidro-oseanografi yang akan berkaitan dengan proses perencanaan
sistem bangunan pengamanan pantai.
Demikian modul yang kami sampaikan, besar harapan kami agar modul ini dapat
memberikan gambaran awal yang jelas dan rinci untuk kelancaran pelaksanaan
pekerjaan dan menghimpun berbagai masukan dari berbagai pihak. Selanjutnya
atas semua bantuan dan dorongan dari semua pihak terkait, kami ucapkan
terimakasih.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar v
Istilah dan Definisi ix
Bab 1 Pendahuluan
2.2 Uraian Materi Pokok Tentang Tipe Pantai (60 menit) II-24
2.2.1 Pantai Estuari II-23
2.2.2 Pantai Vulkanik II-27
2.2.3 Pantai Tebing (Cliff) II-28
2.2.4 Pantai Deposisi Laut - Barrier II-30
2.4 Uraian Materi Tentang Tipe dan Fungsi Bangunan Pantai II-58
Bab 3 Penutup
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 37 (a) Tampak atas dari distribusi energi dan proses fisik pada
estuari; (b) definisi skematis dari estuari (c) Rata-rata alur transpor
sedimen II-24
Gambar 38 Evolusi estuari, berdasarkan perubahan gaya gelombang dan
pasang surut. Bagian kiri menunjukkan pantai yang mengarah yang
terjadi selama suplai sedimen tinggi. Bagian kanan menunjukkan
bagaimana estuari terbentuk selama suplai sedimen berkurang II-26
Gambar 39 Anak krakatau dengan pantainya yang terbentuk oleh aliran
lava. beberapa bagian yang telah dingin dan lapuk ditumbuhi
oleh vegetasi namun sebagian tersapu kembali oleh aliran lava II-28
Gambar 40 Puncak yang tergerus gelombang diangkat oleh gerakan tektonik
sedimen yang terkumpul di pelataran dapat melindungi
cliff sementara terhadap erosi lanjutan. II-29
Gambar 41 Erosi gelombang pada garis pantai menghasilkan pantai yang
lurus dan dibatasi oleh tebing. Pelataran yang dibentuk gelombang
dan bebatuan dan lengkung dapat tertinggal di lepas pantai. Ciri
seperti ini didapati sepanjang pantai di Nias selatan. II-30
Gambar 42 Erosi gelombang meninggalkan batu lengkung, Teluk Dalam,
Nias Selatan. II-31
Gambar 43 Model morfologi dari estuari (a) dominasi gelombang (b) dominasi
pasang surut. Estuari. II-38
Gambar 44 Bentuk penumpukan sedimen yang terjadi di muara sungai II-39
Gambar 45 Peta isopach untuk delta dominasi sungai II-40
Gambar 46 Contoh mawar angin. II-43
Gambar 47 Pergerakan partikel zat cair pada gelombang. II-45
Gambar 47 Sketsa definisi parameter gelombang. II-46
Gambar 49 Contoh fetch (kawasan pembangkitan gelombang). II-47
Gambar 50 Contoh mawar gelombang. II-48
Gambar 51 Peta pergerakan arus global. II-50
Gambar 52 Kondisi siklus pasang surut. II-53
Gambar 53 Bagan alir pengolahan pasang surut. II-55
Gambar 54 Contoh grafik pasut hasil pengukuran 15 hari. II-56
Gambar 55 Contoh desain tembok laut miring dengan slab beton II-59
Gambar 56 Contoh desain tanggul laut dengan perkuatan aspal
dan perlindungan tumit II-60
Gambar 56 Contoh konstruksi tembok laut. II-60
Gambar 58 Contoh konstruksi revetment II-61
Gambar 59 Contoh desain revetment dengan urugan armor blok beton II-61
akibat sedimentasi
Lautan : daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut
dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar
laut dan bagian bumi dibawahnya.
Longshore bar : gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis
pantai. Longshore bar terbentuk karena proses gelombang
pecah di daerah inshore.
Lagoon : adalah perairan dangkal yang memisahkan barrier beach dari
daratan
Longshore transport :adalah perpindahan sedimen yang mempunyai arah rata-rata
sejajar garis pantai.
Offshore : daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut
Pantai : daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi
dan air surut terendah
revetmen : struktur bangunan pengaman pantai yang dibuat relatif
menempel dan mengikuti garis pantai dengan tujuan untuk
melindungi pantai yang tererosi
Sempadan : daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan bentuk
dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi
ke arah daratan.
Surf zone : daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang
pecah dan batas naik-turunnya gelombang di pantai.
Swash zone : daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya
gelombang dan batas terendah turunya gelombang di pantai.
Spit : terbentuk ketika gelombang dominan dan arus meng-endapkan
sedimen membentuk dataran yang memanjang, menjauhi
headland yang tererosi (atau sumber sedimen lain)
Tombolo : bentuk deposisi pasir di belakang pulau atau obyek yang berada
di hadapan pantai (offshore)
Tanjung : permukaan yang tegak yang memanjang masuk kedalam badan
air
tembok laut : bangunan yang berfungsi mengamankan bagian darat pantai
terhadap erosi akibat gelombang dan sekaligus sebagai dinding
penahan tanah.
tanggul laut : bangunan pantai yang dibuat untuk memisahkan dataran pantai
rendah dengan perairan laut agar terhindar dari banjir akibat
pasang air laut
nearshore zone : daerah tempat energi dari laut beraksi ke arah darat
Sedimentasi : adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan
perairan tertentu melalui media air dan diendapkan di dalam
lingkungan tersebut
Bab 1
PENDAHULUAN
Kesiapan sumber daya aparatur yang baik dan berkualitas tentunya akan
memudahkan berlangsungnya proses reformasi birokrasi yang sedang dijalankan.
Sehubungan dengan hal tersebut faktor kesiapan dan kemauan untuk merubah
pola pikir, sikap dan perilaku sebagai pegawa negeri sipil yang berintegritas dan
profesional menjadi pondasi dan esensi strategis yang ikut menentukan
keberhasilan pelaksanaan OP bangunan pantai.
Modul Teknik Pantai Praktis ini akan berguna bagi setiap pelaksana yang akan
menerima tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan
bangunan pantai. Dalam teknik pantai praktis ini diharapkan setiap peserta bisa
mengerti dan memahami proses morofologi yang terjadi di setiap lokasi pantai
yang berbeda, sehingga dengan demikian bisa ditindaklanjuti dengan melakukan
tindakan ataupun kegiatan pemeliharaan yang sesuai dengan kondisi fisik dan
lingkungan dari pantai itu sendiri.
Setelah peserta diklat mengikuti materi ini maka diharapkan peserta mempunyai
kemampuan untuk mengetahui dan memahami definisi-definisi terkait dengan
pembagian wilayah pantai berserta proses morofologi yang menyertainya. Selain
itu juga peserta diharapkan mempunyai pengetahuan mengenai aspek-aspek
perencanaan sistem bangunan pantai sebagai pendukung dalam melakukan
kegiatan operasi dan pemeliharaan bangunan pengamanan pantai.
1. Mengetahui dan memahami pembagian wilayah dan istilah terkait ilmu pantai
Modul ini akan menyampaikan beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut:
a. Penjelasan angin
b. Penjelasan gelombang
c. Penjelasan arus
d. Penjelasan pasut
a. Mempelajari modul mulai dari awal hingga akhir secara berurutan dan
kerjakan tugas yang telah disediakan.
c. Gunakan selalu baju lapangan (lengan panjang dan topi) ketika melakukan
kegiatan berlatih di lapangan (praktik).
d. Siswa berhak bertanya kepada pengajar jika menghadapi hal-hal yang tidak
dimengerti dari modul ini.
a. Memahami secara baik isi modul yang akan diajarkan, dapat dilakukan
melalui kaji widya.
Sebagai bahan belajar maka setiap pemberi materi akan memberikan bahan
belajar melalui bahan tayang (slide ppt), LCD, komputer/ laptop dan modul.
Selain bahan teori dalam modul ini, sebagai tambahan bahan untuk memperkaya
wawasan dan menjembatani pengetahuan teori peserta kepada wawasan
lapangan maka pada modul ini disertakan bahan berupa film hasil dari survei
dengan menggunakan drone di kawasan pantai Nusa Dua Bali.
Bab 2
URAIAN MATERI POKOK
Dalam istilah kepantaian terdapat 2 istilah yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore).
Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat perngaruh laut
seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sedangkan pantai
adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tinggi dan air
surut terendah. Berikut ini adalah pembagian zona pantai.
Pantai dan kawasan dekat pantai (nearshore zone), sistem fisik pada daerah ini
terdiri dari aktifitas laut yang memberikan energi pada sistem dan pantai yang
menyerap energi tersebut. Karena garis pantai adalah pertemuan antara laut,
darat, dan udara, interaksi fisik yang terjadi di daerah ini menjadi unik, kompleks,
dan sangat sulit untuk dipahami sepenuhnya.
Pantai di seluruh dunia memiliki komposisi dan bentuk yang kurang lebih sama.
Profil pantai (penampang melintang pantai yang diambil tegak lurus pantai),
secara sederhana terdiri dari empat bagian yaitu: offshore, nearshore, beach, dan
coast, seperti yang tersaji pada Gambar 3 berikut
Uraian di bawah ini menjelaskan pengertian dari istilah-istilah yang dipakai untuk
mengenali bentuk-bentuk unit dari pantai :
2.1.1 Spits
Spit (lidah pasir) terbentuk ketika gelombang dominan dan arus meng-endapkan
sedimen membentuk dataran yang memanjang, menjauhi headland yang tererosi
(atau sumber sedimen lain). Bentuk dari spits ini dicontohkan pada Gambar 4.
Spits dapat membesar dengan bentuk yang bermacam-macam, dan secara umum
akan mengikuti arah gelombang dominan (lihat Gambar 5). Spits yang
melengkung (recurve spits), dapat terjadi bila terdapat kondisi gelombang yang
lain dari kondisi yang membentuk spits tersebut.
2.1.2 Tombolo
Tombolo merupakan bentuk deposisi pasir di belakang pulau atau obyek yang
berada di hadapan pantai (offshore). Tombolo ini terbentuk karena dengan adanya
pulau tersebut arah gelombang dibelokkan menjauhi daerah di belakang pulau,
sehingga bagian ini menjadi tenang dan pasir mulai mengendap yang lama
kelamaan membentuk gundukan pasir yang menghubungkan pantai ke pulau
tersebut.
Bila letak pulau terlalu jauh dari pantai, tombolo tidak terbentuk, namun hanya
akan timbul bentuk yang menonjol pada pantai ke arah pulau tersebut, yang
disebut salient. Sketsa-sketsa tombolo dan salien disajikan dalam Gambar 10 –
Gambar 12 berikut ini.
Barrier island adalah gundukan pasir (atau spit) yang membentuk pulau sempit
yang memanjang sejajar dengan daratan. Pada saat badai, barrier island ini dapat
menjadi pelindung bagi daratan utamanya (lihat Gambar 13 – Gambar 15).
2.1.4 Lagoon
Lagoon atau laguna adalah perairan dangkal yang memisahkan barrier beach dari
daratan. Lagoon ini biasanya terhubung ke laut melalui celah yang sempit yang
selalu dilewati oleh arus pasang surut. Lagoon bisanya dijadikan tempat hidup
berbagai jenis binatang. Lagoon merupakan suatu perairan yang terlindung dan
sering kali dimanfaatkan sebagai kolam pelabuhan (lihat Gambar 16 – Gambar
17).
2.1.5 Inlet
Inlet adalah celah sempit yang menghubungkan lagoon dengan laut. Bila
dikembangkan, inlet dapat menjadi alur navigasi kapal untuk menuju laut. Karena
sifat pantai yang dinamis, inlet dapat tertutup atau terbentuk baru pada suatu
barrie. (lihat Gambar 18)
Ceruk pada pantai atau inlet dari sebuah laut antara dua semenanjung atau
tanjung, tidak sebesar gulf namun lebih besar dari cove (lihat Gambar 19 –
Gambar 21).
Tanjung yang dapat dibandingkan seperti cliff atau permukaan yang tegak yang
memanjang masuk kedalam badan air, seperti laut atau danau (lihat Gambar 22 –
Gambar 24).
Suatu lidah pasir atau semenanjung dari pasir atau kerikil yang berbelok ke arah
darat pada bagian ujung terluar; lidah pasir yang melengkung (lihat Gambar 25 –
Gambar 26).
2.1.9 Berm
Daerah plateau pada pantai yang mendekati datar di muka pantai atau backshore,
dibentuk oleh deposisi material pantai oleh aksi gelombang atau karena
pembentukan secara mekanis dalam proyek pengisian pasir (beach
renourishment). Beberapa pantai alam tidak memiliki berm, sementara pantai lain
bisa memiliki beberapa berm (lihat Gambar 27 – Gambar 29).
2.1.10 Backshore
Kawasan pada pantai atau yang terletak antara foreshore dan garis pantai yang
memiliki berm atau beberapa berm yang berperan pada saat badai, terutama bila
dikombinasikan dengan kondisi air tinggi. Disebut juga backbeach (lihat Gambar
30 – Gambar 32).
2.1.11 Foreshore
Bagian dari pantai yang berada antara puncak berm arah laut (atau batas atas
sapuan gelombang pada pasang tertinggi) dan garis air rendah yang biasanya
dilampaui oleh limpasan gelombang saat pasang surut naik atau turun (lihat
Gambar 33 – Gambar 34).
Daerah dimana terjadi aksi gelombang memanjang dari garis air (yang bervariasi
karena pasang surut, surge, setup, dll) hingga titik terjauh di laut dari kawasan
(breaker zone) dimana gelombang yang mendekati garis pantai mulai pecah,
umumnya pada air dengan kedalaman 5 hingga 10 meter (lihat Gambar 35 –
Gambar 36).
Estuari adalah badan air yang terkurung yang menempati cekungan sungai yang
tidak membentuk delta. Definisi yang paling umum untuk estuari menjelaskan
bahwa estuari merupakan badan air dimana “..air laut diencerkan oleh air tawar
yang berasal dari drainase lahan”. Oleh karena itu estauri akan mencakup badan
air dimana salinitasnya berkisar dari 0.1 o/oo hingga sekitar 35 o/oo. Meski
demikian definisi seperti ini tidak membatasi estuari secara tegas pada
keberadaan muara sungai, dan memberi peluang pada, misalnya, laguna di
belakang barrier termasuk di dalamnya. Interaksi antara sungai dan proses pantai
merupakan kelengkapan yang esensial pada semua estuari. Karenanya diusulkan
suatu definisi estuari baru menurut geologi sebagai bagian sistem cekungan ke
arah laut yang menerima sedimen dari dua sumber: fluvial dan laut dan yang
mencakup permukaan yang dipengaruhi oleh pasang surut, gelombang dan
proses fluvial. Estuari memanjang dari batas daratan permukaan yang
terpengaruh pasang surut sebagai bagian atas hingga batas ke arah laut berupa
permukaan pantai sebagai mulutnya. Batasan ini disajikan pada ilustrasi pada
Gambar 37 berikut.
Gambar 37 (a) Tampak atas dari distribusi energi dan proses fisik pada estuari;
(b) definisi skematis dari estuari (c) Rata-rata alur transpor sedimen
1. Jika sedimen di suplai oleh sungai, terbentuklah delta, yang sementara tumbuh
searah aliran ke laut lepas (Gambar 38 kiri).
2. Jika kebanyakan sedimen diangkut ke daerah ini oleh proses pantai, terbentuk
pesisir pantai yang lurus dan searah.
3. Jika muka laut naik pada tingkat yang lebih tinggi, maka cekungan sungai akan
terendam, membentuk suatu estuarai baru (Gambar 38 kanan).
Pada kondisi-kondisi tertentu, seperti saat muka laut naik dan suplai sedimen
seimbang, membedakan apakah suatu mulut sungai harus digolongkan sebagai
estuari atau delta yang berkembang menjadi sulit. Transpor material sedimen
dasar dapat merupakan perbedaan yang paling fundamental antara estuari dan
delta. Keberadaan meander yang rapat di aliran sungai menunjukkan bahwa
transpor sedimen dasar mengarah ke darat pada daerah meander yang berada di
bagian laut dan sebagai konsekuensinya, sistem ini adalah suatu estuari. Meski
demikian, jika aliran secara esensial adalah lurus sepanjang pesisir pantai,
sedimen dasar mengarah ke laut melalui sistem, dan ini dapat ditentukan sebagai
sebuah delta.
Sistem fluvial dikontol oleh tingkat erosi dasar dan suplai sedimennya. Selama
periode muka air laut rendah, sungai memahat bagian bawah dari cekungannya
dan mengalirkan sedimen dengan jumlah yang meningkat keluar hingga ke
lempeng. Delta berakumulasi dan alur fluvial terpotong, bagian potongan dari
dataran delta. Pada bagian terendah dari muka laut, estuari hampir tidak kelihatan
dan terkurung oleh cekungan sungai. Jika muka laut naik kembali, cekungan
terendam dan estuari muncul kembali.
Definisi geologis dari estuari menunjukkan bahwa suplai sedimen tidak menjaga
secara timbal balik dengan kenaikan laut lokal. Sebagai akibatnya, estuari menjadi
tenggelam karena sedimen dari daratan dan pantai. Sedimentasi adalah akibat
dari interaksi gelombang, pasang surut dan gaya sungai. Semua estuari, tidak
terkecuali apakah didominasi oleh gelombang atau pasang surut, dapat dibagi
dalam tiga kawasan:
Gunung api adalah lubang pada permukaan bumi tempat keluarnya magma dan
gas-gas yang menyertainya dan debu. Seringkali gunung-gunung yang berbentuk
kondus terbentuk sekitar lubang sebagai hasil erupsi yang berulang-ulang yang
membentuk lapisan diatas lapisan batuan dan debu. Oleh karenanya, definisinya
diperluas mencakup bukit atau gunung yang terbentuk sekitar bukaan karena
akumulasi material batuan.
Dua kelompok vulkanis dikenali berdasarkan sifat erupsi dan komposisi lavanya.
Yang pertama adalah vulkanik komposit dan dikenal karena sifat erupsinya yang
keras. Gunung krakatau adalah contoh yang ada di Indonesia, yang pernah
meledak pada tahun 1883 dan mengakibatkan gelombang tsunami. Sebaliknya,
gunung Merapi di pulau Jawa termasuk vulkanik berlapis, trsusun dari batuan hasil
letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat menghasilkan susunan
yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu
kerucut besar (raksasa).
3) Dataran yang terendam atau terganggu oleh aliran lumpur dan sediman fluvial
dari erupsi di bagiand alam dan perubahan aliran drainase dan pola arus sedimen
pantai.
Gambar 39 Anak krakatau dengan pantainya yang terbentuk oleh aliran lava.
beberapa bagian yang telah dingin dan lapuk ditumbuhi oleh vegetasi namun
sebagian tersapu kembali oleh aliran lava
Tebing pantai adalah ciri geomorfologis yang paling spektakuler yang ditemukan
sepanjang garis pantai dunia. Tebing yang dimaksud pada pantai jenis ini adalah
etbing yang terbentuk oleh lapisan batuan keras (bedrock) yang didefinisikan
sebagai lapisan batuan keras yang terdiri dari gravel, tanah atau material dengan
permukaan yang keras. Pantai dengan tebing terjal dapat ditemukan di sepanjang
pantai yang menghadap ke samudera Hindia. Pantai dengan tebing kebanyakan
terdapat di timur Yogyakarta dan di bagian selatan Tasik dan Sukabumi hingga ke
pantai selatan di Provinsi Banten.
Tebing batuan terdiri dari tiga jenis batuan: igneous (batuan magma), sedimen,
dan metamorf.
3) Garis pantai yang tererosi,- sebagian tenggelam karena daerah yang berbukit
dan bergunung mengakibatkan erosi dan pengangkutan sedimen.
Tebing laut sering ditemukan pada pesisir pantai yang merupakan daerah tektonik
aktif yang dapat terbentuk karena dua mekanisme. Pertama, jika sebuah blok
pantai jatuh, patahan lempeng yang baru terbuka dapat terekspose ke laut.
Proses sebaliknya dapat terjadi: suatu blok dapat terangkat sepanjang patahan
lempeng, memunculkan bagian muka pantai yang terlebih dulu terkena erosi.
Tebing yang lebih tua dapat naik di atas muka laut dan terkadang dilindung dari
erosi berkelanjutan. Garis pantai terdahulu kadang-kadang berada puluhan meter
diatas muka laut saat ini, ditandai oleh lekukan atau platform yang dibentuk oleh
gelombang (kadang kadang disebut teras laut yang terangkat). Teras menjadi
tanda muka laut tertinggi absolut eustatic yang dilacak dipenjuru bumi. Perairan
yang dalam seringkali ditemukan di lepas laut dekat pesisir pantai patahan. Cliff
yang memanjang curam ke perairan dalam dikenal sebagai plunging cliff.
Barrier adalah punggungan pasir yang sempit, memanjang dan muncul sedikit di
atas muka air tinggi dan memanjang secara umum terhadap pantai, namun
terpisah dari daratan oleh laguna atau rawa-rawa. Pengertian Barrier
menunjukkan punggungan pasir sebagai bagian yang melindungi pesisir pantai
terhadap gelombang langsung yang menyerang dari lautan lepas. Barrier
mengacu pada strukturnya secara keseluruhan (kadangkala disebut sebagai
kumpulan Barrier), yang termasuk pantai, bagian dekat pantai yang berada di
bawah air, sedimen dasar, dan laguna antara Barrier dan daratan utaman. Inlet
dan alur juga dapat disebut bagian dari sistem Barrier.
Gambar 41 Erosi gelombang pada garis pantai menghasilkan pantai yang lurus
dan dibatasi oleh tebing. Pelataran yang dibentuk gelombang dan bebatuan dan
lengkung dapat tertinggal di lepas pantai. Ciri seperti ini didapati sepanjang pantai
di Nias selatan.
Pantai merupakan bagian dari kawasan litoral, bagian penghubung antara lautan
dan daratan. Kawasan litoral dibatasi salah satu sisinya oleh batas dasratan dari
pantai dan memanjang puluhan atau ratusan mter ke arah laut melampaui
kawasan pecahnya gelombang. Pantai dapat dibagi menjadi dua kawasan utama:
foreshore dan backshore.
Modul MS 3 Teknik Pantai Praktis II-31
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
1) Foreshore
2) Backshore
Backshore memanjang dari batas hempasan air tinggi ke batas daratan normal
akibat pengaru gelombang badai, biasanya ditandai oleh sebuah bukit pasir
(dune) terdepan, cliff, strutkur, atau begetasi permanen yang memanjang ke arah
laut. Backshore tidak dipengaruhi oleh gelombang secara rutin, namun hanya
selama badai, saat gelombang tinggi dak kenaikan muka air karena badai
memungkinkan perubahan sedimen di backshore. Antara genangan, backshore
mengembangkan permukaan yang kasar karena adanya arus kendaraan atau
hewan dan perkembangan pembentukan dasar akibat tiupan angin. Pada pantai
yang tererosi, backshore mungkin akan hilang, dan hempasan air tinggi secara
normal akan langsung mengenai cliff atau struktur.
Istilah lain untuk backshore adalah backbeach dan berm. “Berm” adalah istilah
umum karena daerah backshore terkadang horisontal dan menyerupai berm
buatan. Meski demikian, banyak pantai memiliki backshore dengan lerengan yang
tidak menyerupai sebuah berm, dan beberapa memiliki lebih dari satu berm,
menunjukkan pengaruh dari beberapa badai. Selanjutnya berm tidak sama
Batas antara foreshore dan backshore, haris air tinggi (HWL) sering didefinisikan
sebagai garis pesisir pantai. Ini merupakan definisi praktis karena pengantara laut
– darata ini dapat dengan mudah dikenali di lapangan dan diperkirakan dari hasil
fotografi udara dengan perubahan pada arna atau bayangan dari pasir pantai.
Sebagai tambahan, garis pesisir pantai yang ditandai pada lembar topografi
umumnya menyajikan HWL yang sama, memungkinkan perbandingan secara
lagnsung antara peta historis dan fotografi udara. Beberapa penelitian telah
memperbandingkan garis pesisir pantai dengan garis air rendah, namun batas ini
tidak selalu ditandai oleh ciri nyata atau perubahan pada warana pasir. Dalam
banyak studi yang dilakukan, dapat ditemukan bahwa garis pantai didefinisikan
dengan muka datum yang berbeda-beda. Ketidak-konsistenan mengakibatkan
sulit untuk membandingkan peta garis pantai yang dibuat oleh surveyor ataupun
agen yang berbeda. Definisi “garis pantai’ seringkali bersifat kontroversial karena
mempengaruhi definisi resmi dari garis kemunduran dan batasan lain yang
ditempatkan untuk pengembangan dalam kawasan pesisir pantai.
Pada kebanyakan pesisir pantai, material utamanya adalah pasir (ukuran butiran
antara 0.0625 dan 2.0 mm menurut klasifikasi Wentworth). Kebanyakan pasir
pantai merupakan campuran dari pasir kwarsa dengan sedikit persentasi feldspar,
material lain dan fragmen batuan.
Material pokoknya dapat berupa fragmen batuan yang bulat, terutama bila daerah
sumbernya, misalnya sebuah cliff, berada dekat dengan pantai. Jika daerah
sumbernya jauh, tipe batuan yang paling sering ditemukan berupa quartz atau
fragmen batuan beku karena materiak keras ini memiliki umur yang relatif panjang
dalam lingkungan pantai yang bergelora. Batuan yang lebih lunak, seperti batu
gamping, ukurannya dengan cepat menyusut menjadi partikel seukuran pasir oleh
abrasi dan terpecah selama pergerakannya ke pantai dan oleh proses pantai
lainnya. Pantai dengan butiran kasar biasanya memiliki foreshore yang lebih
curam daripada pantai berpasir.
Daerah rawa air asin di pesisir pantai adalah padang yang rendah berisi tanaman
herbal yang cenderung mengalami banjir secara periodis. Selama fase
konstruksional dari suatu garis pantai, sebuah rawa berkembang saat deposisi
sedimen melampaui pengambilan sedimen oleh gelombang. Tiga kondisi kritis
diperlukan untuk pembentukan rawa: suplai sedimen dalam jumlah besar,
gelombang dengan energi rendah, dan kemiringan dengan gradien yang kecil.
Sekali akumulasi sedimen mencapai tinggi kritis, permukaan lumpur yang rata
akan ditinggali oleh tanaman bersifat halophytic yang menolong menangkap
sedimen saat terjadi banjir dan menambah material organik ke dalam substrat.
Tidak seperti banyak proses fisik pada garis pesisir pantai, proses biologis
umumnya berlangsung perlahan secara alamiah, memajukan garis pantai ke arah
laut. Organisme pembangun karang membuat substrat yang keras dan sedimen
sebagai tambahan pada daerah perlindungan di belakang karang. Beberapa
hewan moluska tanpa tulang belakang, calcareous algae (hallemeda sp., dll),
teritip, echinoid, bryozoa, dan cacing menghasilkan sedimen dalam jumlah yang
cukup signifikan. Pada kondisi lemah energi dalam laut dalam dan air yang
terlindungi, diatoma dan radiolaria menghasilkan sedimen. Mangrove, rawa air
asin, dan vegetasi dune memerangkap dan menstabilisasi sedimen. Pengaruh
erosi organisme yang menggali liangnya dalam sedimen atau yang melubangi
batuan biasanya kurang penting.
Delta sungai, yang ditemukan di seluruh dunia, merupakan hasil dari interaksi
gaya fluvial dan laut (atau lacustrine). Delta didefinisikan lebih luas sebagai
akumulasi pesisir pantai, baik air maupun daratan, dari sedimen yang dibawa oleh
sungai berdekatan dengan atau dekat aliran sumber, termasuk deposit yang telah
dibentuk oleh gelombang, arus atau pasang surut. Proses yang mengatur
perkembangan delta sangat bervariasi intensitasnya di seluruh dunia. Sebagai
akibatnya, bentuk lahan delta memiliki spektrum ciri pesisir pantai yang
mencakup:
1) Distributary channels
3) Interdistributary bays
4) Tidal flats
5) Tidel ridges.
6) Beaches.
7) Beach ridges.
Walau beragam varitas lingkungan tempat delta berada, delta yang aktif terbentuk
memiliki paling tidak satu sifat: sebuah sungai memasok sedimen klasti ke pesisir
pantai dan lempengan bagian dalam lebih cepat daripada proses pantai untuk
dapat memindahkan material ini. Entah sebuah sungai cukup besar untuk
mentranspor sedimen yang ckup untuk mengatasi erosi dari proses pantai
tergantung iklim, geologi, dan sifat alami dari daerah tangkapan, dan paling
penting, ukuran keseluruhan dari daerah tangkapan sungainya.
Saat sebuah sungai begitu dominan ata gaya perairan, bentuk delta berkembang
sebagai suatu pola yang searah aliran, membuat saluran percabangan
(menyerupai percabangan jari pada tangan). Ciri percabangan (interdistributary)
dalam termasuk teluk yang terbuka dan rawa air asin. Contoh paling umum adalah
delta Sungai Mahakam di Kalimantan timur yang tidak hanya mentranspor
sejumlah besar sedimen, namun juga meredam energi gelombang ke dalam
sungai (lihat Gambar 43).
Tiga proses penting yang mencirikan delta yang didominasi oleh pasang surut:
b. Pada sebagian dari tahun, arus pasang surut berpengaruh pada pemecahan
yang lebih besar atas energi transpor sedimen dibanding sungai. Akibatnya
transpor sedimen pada dan dekat mulut sungai menjadi dua arah selama siklus
pasang surut.
Geometri delta juga dipengaruhi oleh Barrier di lepas pantai mulut teluk yang
melindungi laguna, teluk atau estuari kedalam dimana terentuk energi yang
rendah. (Tipe IV, Gambar 44). Berbeda dengan model dominasi sungai, akumulasi
utama lumpur pembentuk delta terjadi ke arah darat dari tumpukan pasir utama
(Barrier), dan pada elevasi yang sama, dalam teluk yang terlindungi. Meski butiran
tersuspensi mencapai laut terbuka, gaya gelombang secara jelas mencegah
akumulasi lumpus pada lempeng yang terbuka.
Gambar 43 Model morfologi dari estuari (a) dominasi gelombang (b) dominasi
pasang surut. Estuari.
2.3.1 Angin
Pembangkit utama gelombang adalah angin, oleh karena itu data angin dapat
digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi kajian. Data
angin diperlukan sebagai data masukan dalam peramalan gelombang sehingga
diperoleh tinggi gelombang rencana. Data angin yang diperlukan adalah data
angin setiap jam berikut informasi mengenai arahnya.
Distribusi kecepatan angin di atas permukaan laut terbagi dalam tiga daerah
sesuai dengan elevasi di atas permukaan. Di daerah geostropik yang berada di
atas 1000 m kecepatan angin adalah konstan. Di bawah elevasi tersebut terdapat
dua daerah yaitu daerah Ekman yang berada pada elevasi 100 sampai 1000 m
dan daerah di mana tegangan konstan yang berada pada elevasi 10 sampai 100
m. Di kedua daerah tersebut kecepatan dan arah angin berubah sesuai dengan
elevasi, karena adanya gesekan dengan permukaan laut dan perbedaan
temperatur antara air dan udara.
……………………..………………………(1)
Data angin yang diperlukan merupakan hasil pengamatan beberapa tahun yang
disajikan dalam bentuk tabel dengan jumlah data yang sangat besar. Kemudian
diolah dan disajikan dalam bentuk diagram yang disebut dengan mawar angin.
Gambar 46 adalah contoh mawar angin yang dibuat berdasarkan pengolahan data
angin yang tercatat oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang terdapat di
sekitar daerah pantai yang direncanakan.
BL U TL
40%
30%
20%
10%
0%
B T
BD S TG
Tidak Berangin = 48.41% Tidak Tercatat = 0.00%
2.3.2 Gelombang
A. Pengertian Umum
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus
permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut
disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan,
menyebabkan riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut
sebagai gelombang.
Periode gelombang (T) adalah waktu tempuh di antara dua puncak atau dua
lembah gelombang secara berurutan pada titik yang tetap (satuan detik). Panjang
gelombang (L) adalah jarak horizontal antara dua puncak atau dua lembah yang
berurutan (satuan meter). Tinggi gelombang (H) adalah jarak vertikal antara
puncak gelombang dan lembah gelombang (satuan meter). Cepat rambat
gelombang (C) adalah kecepatan tempuh perjalanan suatu gelombang, yang
dapat diperoleh dengan pembagian panjang gelombang (L) dengan periode
gelombang (T) atau C=L/T.
B. Peramalan Gelombang
Pembangkit utama gelombang adalah angin, oleh karena itu data angin dapat
digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi kajian. Data
angin diperlukan sebagai data masukan dalam peramalan gelombang sehingga
diperoleh tinggi gelombang rencana. Data angin yang diperlukan adalah data
angin setiap jam berikut informasi mengenai arahnya.
Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah angin (Utara, Timur
Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut). Kecepatan
angin disajikan dalam bentuk satuan knot, dimana:
Data angin jangka panjang, minimum 10 tahun, memberikan data statistik yang
lebih meyakinkan untuk metode hindasting ini. Diagram proses hindasting
ditampilkan pada gambar di bawah.
BL U TL
40%
30%
20%
10%
0%
B T
BD S TG
Calm = 73.54% Tidak Tercatat = 0.00%
A. Definisi
Arus Laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal sehingga
menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di
seluruh lautan di dunia. Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air
yang dikarenakan tipuan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan
gelombang panjang.
o Faktor internal, seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar
dan gesekan lapisan air.
o Faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh
tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi,
gaya tektonik, dan angin.
Arus adalah sistem sirkulasi dari samudera dalam arah pergerakan vertikal dan
horizontal yang dibangkitkan oleh gaya gravitasi, gaya gesek angin (wind friction )
dan variasi kerapatan air pada bagian yang berbeda dalam samudera (Anonim,
2009). Aliran arus samudera berada dalam pola yang sangat kompleks, selain
disebabkan oleh faktor yang telah disebutkan di atas, arus laut juga disebabkan
oleh karena adanya topografi dasar samudera (topography of the ocean floor) dan
rotasi bumi (the earth's rotation). Menurut Gross (1990), arus laut merupakan
proses pergerakan massa air laut dari wilayah yang berbeda secara kontinu atau
terjadi secara terus-menerus. Pond dan Pickard (1983) melakukan analisis lanjut
mengenai pergerakan massa air laut, mereka menyatakan bahwa bahwa arus laut
(Ocean current) adalah proses gerakan masa air laut menuju kesetimbangan
hidrostatis yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air.
Menurut Piers Chapman (2009) meskipun sistem arus dunia sangat kompleks
tetapi ia mneyimpulkan bahwa terdapat dua gaya utama pembangkit arus laut
dibumi yaitu matahari (sun) dan rotasi bumi (earth rotation). Matahari memiliki
pengaruh terhadap samudera dalam dua cara. Pertama, matahari memanaskan
atmosfer, mencipatakan angin dan menggerakan permukaan laut melalui gesekan
atau friksi. Angin ini cenderung mendorong permukaan air sepanjang arah
hembusan angin di atasnya. Meskipun angin cukup kuat mempengaruhi lapisan
permukaan, pengaruhnya hanya kurang dari 100 meter (325 ft) kedalaman.
Kedua, pengaruh matahari adalah merubah kerapatan atau densitas permukaan
air lautan secara langsung dengan merubah suhunya dan atau salinitasnya. Jika
air menjadi dingin atau menjadi lebih asin (garam tinggi) melalui proses evaporasi
maka air laut akan menjadi lebih rapat. Hal ini akan menghasilkan kolom air
menjadi tidak stabil, mengakibatkan arus menjadi fungsi densitas, hal ini juga
dikenal dengan sebagai sirkulasi termohalin (Thermohaline circulation). Rotasi
bumi juga mengakibatkan terjadinya arus melalui gaya coriolis. Gaya ini
menyebabkan air dibelokan menuju kanan pada belahan bumi utara dan menuju
kiri pada belahan bumi selatan. Hal ini terjadi karena pergerakan air samudera
dipengaruhi oleh friksi dengan bumi pada dasar lautan dan karena kecepatan
linear bumi menuju timur nilainya menurun dari maksimum pada ekuator dan
mendekati nilai nol pada kutub (kecepatan angular,tetapi, tidak berubah).
Parsel air pada bidang ekuator bergerak dengan kcepatan yang sama dengan
kcepatan rotasi bumi.
Jika parsel ini mulai bergerak menuju utara dan tanpa gesekan ,maka
pergerakannya akan cepat melebihi kecepatan rotasi bumi. Untuk
mempertahankan momentum (produk dari massa dan kecepatan) mengakibatkan
pergerakan akan lebih cepat menuju timur ketika menjauhi ekuator. Gaya coriolis
meningkatkan kecepatan arus ketika menjauhi ekuator.
Menurut Pond dan Pickard (1983) pergerakan potensial massa air yang
menyebabkan timbulnya arus erat dipengaruhi oleh dua gaya utama, yakni gaya
primer dan sekunder. Gaya primer yang menyebabkan gerak adalah gravitasi,
wind stress, tekanan atmosfer, dan seismic. Sedangkan, gaya sekunder yang
menimbulkan gerak adalah gaya coriolis dan dan gesekan (friction) Gross (1990),
berpendapat bahwa faktor penyebab terjadinya arus terdiri dari empat bagian,
yaitu gesekan angin, gaya pasang surut, perbedaan densitas air laut, dan gaya
gradien tekanan mendatar, serta gaya coriolis.
C. Jenis-Jenis Arus
Menurut letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas (permukaan) dan
arus bawah. Arus atas (surface current) adalah arus yang bergerak di permukaan
laut dan pada umumnya disebabkan oleh angin. Sedangkan arus bawah adalah
arus yang bergerak di bawah permukaan laut biasanya disebabkan oleh
perbedaan densitas (Pustekom, 2005).
Menurut Piers Chapman (2009), arus dapat dibedakan pula menjadi dua golongan
besar yaitu:
2) Deep Currents, merupakan arus laut dalam >200 m dimana gaya penggerak
utamanya bukanlah angin melainkan fungsi kerapatan atau densitas, lebih
umum dikenal dengan nama thermohaline
1) Arus Ekman, yaitu arus yang disebabkan oleh gesekan angin dan bergerak
membentuk spiral di laut dalam.
2) Arus Pasang Surut, yaitu arus yang disebabkan oleh adanya gaya pembangkit
pasang surut umumnya benda-benda langit seperti bulan dan matahari.
3) Arus Thermohaline, yaitu arus yang disebabkan oleh gradien atau kemirinagan
atau perbedaan densitas air laut.
A. Definsi
Pasang surut adalah fenomena naik dan turunnya muka air laut secara berulang
(periodik) dengan perioda tertentu, akibat adanya gaya tarik menarik bumi dan
benda-benda langit lainnya yang disebut sebagai pasang surut astronomis. Dua
benda langit yang sangat berpengaruh pada pasang surut bumi adalah matahari,
yang memberikan pengaruh signifikan karena masa-nya yang besar, dan bulan,
yang memberikan pengaruh signifikan karena jaraknya yang dekat dengan bumi.
Benda-benda langit yang lain tidak diperhitungakan.
Untuk menggambarkan fenomena pasang surut, suatu teori keseimbangan
digaggas oleh George H. Darwin (1898). Dalam teori ini diasumsikan bahwa bumi
benar-benar bulat dan semua permukaan bumi diasumsikan tertutup oleh lapisan
air dengan kedalaman yang sama. Karena adanya gaya tarik menarik, masa air
akan bergerak hingga mencapai suatu keseimbangan. Gaya pasang surut
ditentukan oleh besar massa dan juga jarak antara massa tersebut seperti yang
diterangkan melalui persamaan gaya terik gravitasi berikut ini:
Gm1 m2
F= ……………………………………………………………………………….(2)
r2
Pada persamaan di atas, r adalah jarak antar pusat benda dengan masa m1 dan
m2, dan G adalah suatu konstanta gravitasi yaitu 6.6x10-6m2N/kg2.
Keadaan seimbang ini akan terjadi bila permukaan air tegak lurus terhadap
resultan gaya gravitas dan gaya pembangkit pasang surut. Keseimbangan ini
diasumsikan terjadi setiap saat. Matahari dan bulan yang posisinya selalu berubah
terhadap bumi akan menyebabkan permukaan air dalam keadaan setimbang akan
selalu bergerak pada setiap titik di permukaan bumi.
Pada keadaan sebenarnya, bumi terdiri dari daratan dan lautan dengan
kedalaman yang berbeda sehingga teori keseimbangan tidak akan dapat
Karena pengaruh adanya sudut sumbu putar bumi, dengan bidang edar bulan,
kondisi pasang surut di tiap titik di bumi berbeda menurut jumlah pasang surut
yang dapat terjadi tiap harinya. Ada beberapa tipe pasang surut yang mungkin
terjadi yaitu:
o Pasang surut diurnal, yaitu pasang surut yang terjadi satu kali pada tiap
harinya. Terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut dengan periode 24
jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat Karimata.
o Pasang surut semidiurnal, yaitu pasang surut yang terjadi dua kali tiap harinya
dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan
dengan teratur. Periode pasang surut arata-rata adalah 12 jam 24 menit.
Pasang surut jenis ini terdapat di Selat Malaka sampai laut Andaman.
o Pasang surut campuran, yaitu pasang surut yang terjadi dua kali namun
besarnya berbeda pada tiap harinya. Pasang surut yang condong ke harian
ganda (semi diurnal dominant) dalam satu hari terjadi dua kali pasang surut
tapi tingi dan periodenya berbesa. Jenis ini banyak terdapat di perairan
Indonesia Timur. Sementara pasang surut yang condong ke harian tunggal
(diurnal dominant) banyak terdapat di selat Kalimantan dan pantai utara Jawa
Barat.
K1 + O1
NF = …………………………………………………………………….(3)
M2 + S 2
dimana jenis pasut untuk nilai NF:
>3,0 = diurnal
Bilangan Formzall
Tipe Pasang Surut Keterangan
(F)
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
F < 0.25 Pasang harian ganda (semidiurnal) ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur.
Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
0.25 < F < 1.5 Campuran, condong ke semi diurnal
ketinggian dan periode yang berbeda.
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan
1.5<F<3.0 Campuran, condong ke diurnal ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang
dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode
F < 3.0 Pasang harian tunggal (diurnal)
pasang surut adalah 24 jam 50 menit
Data Pasut
Admiralty
Langkah pengolahan data pasang surut berikutnya adalah mencari harga elevasi-
elevasi acuan dari karakteristik perairan di wilayah proyek. Untuk mencari harga
elevasi-elevasi tersebut, digunakan nilai-nilai komponen pasang surut dari hasil
penaksiran dengan menggunakan metode least square (rata-rata kuadrat terkecil)
seperti disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut.
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS 4 K2 P1
A(cm) 174.3 3.67 31.83 4.15 29.40 32.35 35.91 26.85 2.84 2.08
3
g (o) 7.22 -32.99 111.5 71.98 72.28 41.56 224.7 186.7 -13.78
7 6 5
dimana:
A : amplitudo,
g : beda fase,
K2 : komponen bulan,
K1 : komponen bulan,
Dengan komponen pasang surut di atas, dilakukan pula penaksiran pasang surut
untuk masa 20 tahun sejak tanggal pengamatan. Hasil peramalan ini dibaca untuk
menentukan elevasi-elevasi acuan pasang surut yang menjadi ciri daerah tersebut
sebagaimana disajikan pada tabel berikut.
Dari elevasi acuan pasang surut yang ada maka ditetapkan nilai LLWL sebagai
elevasi nol acuan. Disamping itu dari peramalan untuk masa 20 tahun ke depan
akan didapatkan nilai probabilitas dan prosentase dari masing-masing elevasi
acuan di bawah.
No Elevasi Acuan
Tembok laut merupakan struktur yang dibangun di pantai dan dalam arah sejajar
pantai dengan fungsi utama mencegah atau mengurangi limpasan dan
penggenangan areal pantai di belakangnya dari penggenangan yang disebabkan
oleh gelombang. Tembok pantai dibangun dalam arah sejajar pantai sebagai
perkuatan sebagian profil pantai. Biasanya tembok pantai digunakan untuk
melindungi tempat pejalan kaki, jalan raya, dan perumahan yang terletak di tepi
pantai. Konstruksi tembok pantai sangat bervariasi mulai dari struktur dinding
vertikal seperti dinding beton, sheetpile beton hingga struktur berdinding miring
dengan permukaan slab beton bertulang, unit armor beton atau timbunan batu.
Meskipun erosi pantai di belakang tembok pantai dapat dicegah atau minimal
berkurang, namun pada sebagian besar kasus erosi dasar perairan persis di
depan struktur akan bertambah akibat pantulan gelombang oleh dinding tembok
pantai. Akibatnya profil pantai di depan struktur lebih curam, dan selanjutnya
memungkinkan gelombang besar mencapai puncak struktur. Karena itu tembok
pantai dalam bahaya akibat ketidakstabilan karena gerusan di depan tumit
struktur, dan diperparah oleh hempasan dan limpasan serta rayapan gelombang.
Karena kerentanannya terhadap potensi gerusan pada tumit, tembok pantai sering
digunakan bersama-sama dengan beberapa sistem pengendali erosi yang lain
seperti groin dan beach nourishment.
Gambar 56 Contoh desain tanggul laut dengan perkuatan aspal dan perlindungan
tumit
2. Revetment
Revetment adalah struktur di pantai dan dibangun searah pantai dengan fungsi
utama melindungi pantai yang tererosi. Struktur revetment secara tipikal terdiri dari
lapisan luar terbuat dari batu, beton, atau aspal untuk melindungi profil pantai
dengan kemiringan alami. Dalam praktek, dibedakan antara revetment dan
tembok pantai berdasarkan fungsinya dalam melindungi pantai, tetapi dalam
literatur teknik biasanya tidak ada perbedaan diantara keduanya.
3. Groin
Groin atau sistem groin dibangun untuk menstabilkan sebuah bentang pantai,
alami atau pantai yang diisi pasir terhadap erosi yang disebabkan terutama oleh
kehilangan sedimen netto searah pantai. Groin hanya berfungsi jika transpor
sedimen searah pantai dominan. Groin merupakan struktur yang sempit, biasanya
lurus dan tegak lurus terhadap pantai awal. Pengaruh groin tunggal adalah akresi
sedimen pada sisi hulu dan erosi pada sisi hilirnya; pengaruh keduanya mencapai
jarak tertentu dari struktur. Akibatnya, sebuah sistem groin (satu seri groin)
menghasilkan pantai berbentuk “gigi gergaji” di antara medan groin dan
perbedaan elevasi pantai antara sisi hulu dan sisi hilir groin. Contoh groin lurus
tegaklurus pantai diberikan pada Gambar 24.
Orientasi, panjang, tinggi, permeabilitas, dan jarak groin, pada kondisi alami
tertentu, menentukan perubahan aktual garis pantai dan elevasi pantai. Karena
potensi erosi terjadi pada pantai hilir setelah groin akhir, perlu dibuat bagian
transisi, yang mana groin secara berangsur-angsur semakin pendek sehingga
dapat mencegah erosi di pantai bagian hilir groin akhir. Meskipun demikian,
kemungkinan masih perlu melindungi beberapa bagian pantai hilir dengan tembok
laut, revetment atau mengisi bagian yang kemungkinan akan tererosi dengan
pasir dari sumber lain.
Dalam sebagian besar kasus, groin dibuat dari konstruksi sheet-pile atau urugan.
Yang terakhir lebih disukai untuk penggunaan di lokasi yang terbuka karena
kemampuan struktur urugan bertahan terhadap beban gelombang dan
mengurangi pantulan gelombang. Lagipula, risiko gerusan dan terbentuknya rip
current yang kuat di sepanjang sisi groin urugan lebih kecil.
Pemecah gelombang lepas pantai adalah struktur dekat pantai yang relatif pendek
dan kecil, dan tidak tersambung dengan pantai dengan fungsi utama adalah
mengurangi erosi pantai. Contoh pemecah gelombang lepas pantai diberikan
pada Gambar 62.
Pemecah gelombang jenis ini dibangun dalam arah sejajar, dan terpisah dari
pantai pada perairan dangkal. Beberapa pemecah gelombang lepas pantai
dengan jarak tertentu dapat memberikan perlindungan cukup signifikan. Lebar
celah antara pemecah gelombang dalam sebagian besar kasus, merupakan
perbandingan tertentu terhadap panjang sebuah pemecah gelombang lepas
pantai.
Pemecah gelombang pantai dapat terhubung atau tetap terpisah dengan pantai
tergantung pada jarak penempatan dari pantai dan ukurannya. Tombolo
kemungkinan besar terbentuk jika pemecah gelombang dibangun di dalam surf
zone
Pemecah gelombang sisi tegak adalah jenis yang lain dari struktur pemecah
gelombang. Elemen struktur dasar biasanya kaison beton bertulang yang diisi
dengan pasir, tetapi susunan blok-blok yang terbuat dari beton pracetak juga
dapat digunakan. Pemecah gelombang kaison dapat dibagi ke dalam beberapa
tipe sebagai berikut:
ditempatkan di atas dasar berbatu atau tanah yang sangat keras karena beban
fondasi yang sangat tinggi dan sensitivitasnya terhadap penurunan yang tidak
sama.
(a) pemecah gelombang kaison puncak miring (b) pemecah gelombang kaison dinding berlubang
Gambar 71 Metoda reduksi gaya-gaya gelombang pada pemecah gelombang tipe
kaison
Beach nourishment adalah solusi “struktur lunak” atau penanganan pantai yang
bersifat non struktural dengan tujuan mencegah erosi pantai. Material sedimen
pasir, lebih disukai dengan ukuran butir dan rapat massa yang sama, atau lebih
besar/tinggi seperti materila asli pantai secara artifisial ditempatkan pada bagian
pantai yang tererosi untuk mengganti kekurangan suplai alami sedimen pantai.
Beach nourishment tidak saja melindungi pantai yang diisi, tetapi juga bentang
pantai di hilirnya dengan cara menyediakan sumber sedimen pasir di bagian hulu
pantai.
6. Jetty
Jetty digunakan untuk stabilisasi saluran navigasi di mulut sungai dan inlet pasang
surut. Jetty merupakan struktur yang tersambung dengan pantai, pada umumnya
dibuat pada satu atau kedua sisi saluran navigasi dalam arah tegaklurus pantai
dan memanjang ke laut (Gambar 72) Dengan mengarahkan arus atau aliran
pasang surut, terdapat kemungkinan mengurangi pendangkalan alur dan
pekerjaan pengerukan. Lagipula, pada garis pantai dengan arus dan traspor
sejajar pantai dominan, fungsi yang lain dari jetty juga untuk mengarahkan arus
melintang ke perairan yang lebih dalam sehingga akan mengurangi bahaya
terhadap pelayaran. Jika diperpanjang melewati zona gelombang pecah, jetty
dapat memperbaiki olah gerak kapal dengan menyediakan perlindungan dari
gelombang badai. Konstruksi jetty dibuat sama seperti pemecah gelombang.
Jeti adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada satu atau
kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
luapan air sungai oleh endapan sedimen pantai. Selama proses
pengendapan tersebut biasanya disertai dengan membeloknya muara
sungai dalam arah yang sama dengan arah transpor sedimen
sepanjang pantai. Penanggulangan penutupan muara dibedakan
atas penanggulangan untuk lalu lintas kapal (jeti panjang) dan
penanggulangan penutupan mulut muara yang menyebabkan banjir (jeti
pendek).
Modul MS 3 Teknik Pantai Praktis II-72
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
1. Fix/Rigid Structure
2. Flexible Structure
7. Bentuk Material
Secara umum armor yang biasa digunakan dalam struktur urugan adalah batu
alam dan armor buatan. Batu alam dapat berupa batu gunung (andesite dan
feldspar) atau batu kapur (limestone dan calcite). Armor buatan terbuat dari beton
dan jenisnya sangat beragam. Gambar 74 menunjukkan contoh jenis-jenis unit
armor beton yang ada pada saat ini. Armor buatan dapat dibagi menjadi beberapa
kategori sesuai dengan kekuatan strukturnya sebagai berikut:
a. Masif atau berbentuk blok, antara lain: kubus, kubus bercelah dan bentuk
balok.
Efisiensi hidrolik setiap bentuk unit armor dinyatakan sebagai resistensi terhadap
perpindahan per volume beton yang diperlukan untuk melindungi satu satuan luas
permukaan lereng.. Efisiensi hidrolik bertambah dari unit dengan kategori masif ke
unit kategori langsing, dari unit langsing ke unit kategori kubus berlubang-lubang.
Karena porositas dari armor yang ditimbun secara acak juga bertambah dengan
cara yang sama (Price 1979), tampaknya terdapat korelasi yang jelas antara
stabilitas hidrolik dan porositas (Burcharth dan Thompson 1983).
Unit armor beton hampir selalu dipasang secara acak pada suatu lereng dengan
sebuah lapisan yang mempunyai ketebalan terdiri dari dua unit armor.
Kekecualian adalah Accropod dan Core Loc, yang mana ditempatkan dalam
sebuah lapisan yang memiliki ketebalan terdiri dari sebuah unit armor, dan kubus
berlubang-lubang yang ditempatkan secara tersusun dalam pola teratur dimana
setiap unit saling menempel dengan unit-unit di dekatnya.
Pada umumnya, unit armor beton terbuat dari beton konvensional tidak bertulang
kecuali untuk beberapa jenis dari kubus berlubang-lubang yang menggunakan
perkuatan bahan serat. Untuk unit-unit langsing, seperti dolos, berbagai tipe beton
mutu tinggi dan penulangan (baja biasa, pra tegang, serat, atau profil baja)
menjadi pertimbangan. Tetapi solusi ini biasanya kurang efektif dari segi biaya,
karena itu jarang digunakan.
Stabilitas hidrolik lapisan armor berkurang jika unit armor mengalami disintegrasi
(misalnya pelapukan beton) karena hal ini mengurangi gaya berat yang bekerja
pada armor, dan kemungkinan juga mengurangi efek interlocking-nya. Lagipula,
unit armor yang pecah mudah terlempar oleh gelombang dan karenanya memicu
pecah unit armor yang lain. Untuk mencegah pecah unit armor perlu untuk
memastikan bahwa integritas struktur unit armor terjaga.
Unit armor berkategori langsing paling riskan terhadap retak dan pecah karena
luas penampang yang kecil menyebabkan tegangan tarik yang relatif besar.
Banyak kegagalan pemecah gelombang dengan unit armor dari tetrapod dan
diberikan dalam CEM Part VI Design of Coastal Project Elements, Chapter VI-2
sebagai berikut:
Karena itu sesuai dengan definisi tersebut di atas, keruntuhan parsial sebuah
struktur masih dapat digolongkan sebagai “kerusakan” jika struktur masih
memenuhi fungsi semula pada atau di atas level minimum yang diharapkan.
Sebagai contoh amblesan (subsidence) sebuah pemecah gelombang yang
melindungi suatu kolam pelabuhan dapat dianggap sebagai kegagalan jika tinggi
gelombang di dalam kolam melewati kriteria operasional yang direncanakan.
Sebaliknya, keruntuhan parsial bagian kepala jetty urugan kemungkinan hanya
digolongkan sebagai kerusakan jika dampaknya terhadap navigasi dan
penyumbatan sedimen di kanal yang dilindungi masih minimal atau dalam batas-
batas yang dapat diterima.
Struktur bangunan pantai dapat mengalami kegagalan fungsi untuk satu atau
beberapa sebab berikut
a. Kegagalan desain (design failure), terjadi jika salah satu, struktur keseluruhan,
termasuk fondasi, atau komponen-komponen struktur individu tidak dapat
menahan beban sesuai kriteria desain. Kegagalan desain juga terjadi jika
struktur tidak menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan.
Gambar 76 Mekanisme kegagalan struktur batu alam (CIRIA dan CUR, 1991)
Gambar 77 Armor batu alam terlepas; awal keruntuhan lereng struktur urugan.
Gambar 79 Keruntuhan tembok laut (seawall) akibat gerusan tumit dan limpasan
puncak.
Materi dasar dari pedoman perencanaan bangunan pantai ini diambil dari
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 07/PRT/M/2015 Tentang Pengamanan Pantai.
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa peraturan ini harus dijadikan sebagai acuan
bagi Balai Besar Wilayah Sungai dan Balai Wilayah Sungai dalam melaksanakan
kegiatan pengamanan pantai.
b. fasilitas umum, fasilitas sosial, kawasan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
dan nilai sejarah serta nilai strategis nasional yang berada di sepanjang pantai;
dan
e. pengaman pantai;
g. peran masyarakat
c. keterpaduan antarsektor;
e. kesiapan kelembagaan
a. inventarisasi; dan
b. identifikasi masalah.
a. pengolahan data;
b. pra desain;
a. survei pemetaan;
b. survei hidro-oseanografi;
e. survei lingkungan
2. Informasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh dari instansi
terkait dan didukung dengan peninjauan lapangan.
2. Pra desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b berisi:
a. pengembangan alternatif;
b. kriteria desain;
c. tata letak;
3. Hasil dari pra desain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk
menentukan pemilihan alternatif pengamanan pantai.
c. adaptasi.
6. Perlindungan alami sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, antara lain
berupa perlindungan hutan/tanaman mangrove, gumuk pasir (sand dunes),
terumbu karang, dan cemara pantai.
1. Tahap Persiapan
a. Penyelesaian administrasi
2. Survei Pendahuluan
3. Survei Lapangan
b. Survei hidro-oseanografi
d. Survei sosek
6. Analisis hidro-oseanografi
Semua tahapan tersebut akan digambarkan dalam suatu bentuk bagan alir
sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Sasaran utama kegiatan tahapan ini adalah untuk menentukan program rencana
kerja dan penugasan personil yang akan terlibat pada pekerjaan ini. Rincian jenis
kegiatan yang tercakup dalam tahapan ini dapat dilihat pada uraian berikut ini.
1) Persiapan Administrasi
a. Klimatologi
b. Hidro oceanografi
o Peta Geologi
o Kondisi struktur, posisi dan tata letak, status bangunan (dibangun oleh
siapa dan waktu pembangunan, dll).
Hasil kunjungan lapangan ini dijadikan masukan dalam menyusun rencana kerja
pelaksanaan survei dan metoda kerja yang akan dilaksanakan. Atau dengan kata
lain, orientasi ini untuk mengetahui situasi lapangan, batas yang diukur sesuai
dengan petunjuk Direksi, serta melaksanakan sinkronisasi rencana kerja dengan
kondisi lapangan.
3. Survei Lapangan
1) Survei Topografi
Topografi (berasal dari kata “topos” yang berarti tempat dan “grapho” yang
berarti menulis) adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan benda langit
lain, seperti planet, satelit (alami, seperti bulan), dan asteroid. Hal itu juga
termasuk penggambarannya di peta. Ada dua teknik yang dapat membantu
studi topografi ini, yaitu survey secara langsung dan penginderaan jarak jauh
(remote sensing). Kali ini, kita akan membahas tentang survey secara
langsung atau lebih dikenal dengan nama survey topografi.
Survei topografi yang dilakukan adalah mengikuti bagan alir seperti pada
bagan alir dibawah ini.
Gambar 85 Spesifikasi alat ukur Total Station untuk survei topografi (1).
DIS P LA Y
Display Unit Graphics LCD 160 × 64 Dots with backlight
2 sides 1 side
Keyboard Alpha-Numeric key
TILT CORRE CTION (A UTOMA TIC INDE X )
Tilt Sensor Dual axis Single axis
Method Liquid type
Compensating Range ±3′
Correction Unit 1″ (0.1mgon)
OTHE RS
Instrument Height 176mm (6.93 in.)
LE V E L S E NS ITIV ITY
Circular Level 10′ /2mm
Plate Level 30″ /2mm 40″ /2mm
OP TICA L P LUMME T TE LE S COP E
Magnification 3×
Focusing Range 0.5 to infinity
Image Erect
Field of View (at 1.3m) 5° (114mmø)
DIME NS ION
336(H)×184(W)×172(L)mm/13.2(H)×7.2(W)×6.9(L)in.
WE IGHT
Instrument (with battery) 4.9kg (10.8 lbs.)
Plastic Carrying Case 3.4kg (7.5 lbs.) (Weight of the carrying case may
be slightly different due to specific market.)
DURA B ILITY
Protection against water and dust IP66 (with BT-52QA) (Based on the standard IEC60529)
Ambient Temperature Range –20°C to +50°C (–4°F to +122°F)
B A TTE RY B T-52Q
Output Voltage DC7.2V
Capacity 2.7 Ah (Ni-MH)
Maximum operating time (when fully recharged) at +20°C (+68°F)
Including distance measurement 10 hours
Angle measurement only 45 hours
Weight 0.3kg (0.7 lbs.)
B A TTE RY CHA RGE R B C-27
Input Voltage AC 100 ~ 240V
Frequency 50/60Hz
Recharging Time (at +20°C/+68°F) Battery BT-52QA: 1.8 hours
Discharging Time (at +20°C/+68°F) Battery BT-52QA: 8 hours (in case of full charge)
Operating Temperature +10°C to +40°C (+50°F to 104°F)
Weight 0.5kg (1.1 lbs.)
Gambar 86 Spesifikasi alat ukur Total Station untuk survei topografi (2).
Topcon AT-B4
Teles c ope
Length 215mm
Image Erect
Objective aperture 32mm
Magnification 24X
Field of view (at 100m/328ft) 1° 25’ (2.5m/8.2ft)
Resolving power 4.0”
Minimum focus 0.3m (1ft)
Stadia ratio 0.111111111
Additive constant 0
2) Survei Batimetri
Pada dasarnya pekerjaan survei pemetaan laut sangat luas cakupannya. Hal
ini dapat dilihat dari definisi hidrografi yang dikeluarkan oleh PBB: “Hidrografi
adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengukur (measure),
menjelaskan (describe), dan melukiskan (depict) tentang konfigurasi dasar laut
(batimetri, geologi dan geofisika), hubungan geografis daratan dan laut serta
sifat dan dinamika air laut”. Dari definisi ini tampak jelas bahwa spektrum
kegiatan survei pemetaan laut sangat luas di antaranya menyangkut survei
geologi, geodesi, geofisika dan oseanografi.
Dalam bidang geodesi pekerjaan paling utama dalam survei pemetaan laut
adalah survei batimetri. Kegiatan dalam survei batimetri meliputi kegiatan-
kegiatan seperti pengukuran kedalaman, pengamatan pasang surut,
penentuan posisi horizontal fix perum, pengukuran titik kerangka dasar dan
lain-lain.
Survei batimetri atau sering disebut dengan pemeruman adalah proses dan
aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk
permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses penggambaran
dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasinya)
disebut survei batimetri.
Metoda pelaksanaan survei batimetri yang dilakukan pada pekerjaan saat ini
adalah mengikuti bagan alir dibawah ini.
• Windows XP operation
• High performance and easy operation
• Stainless steel shell makes processor rugged and reliable
• Built-in navigational software and data storage
• 12.1-inch color LCD display featuring a wide viewing angle and adjustable brightness
• Interface - GPS, 32 Greyscale printer, heave and other navigational equipment
• Especial clear pulse and echo threshold ensure reflecting the underwater landform really
• Support communication with NMEA-0183 GPS receivers to gain orientation information.
• Depth data for last 24 hours in memory to play back the past sounding information
• Rugged display housing is adjustable in 180 degree to get a fit viewing angle of display
Technical Specification
Frequency 200kHz
Beam Angle 7° Depth Display 12.1-inch color LCD
Output Power up to 200w
Depth Resolution 1cm
Accuracy + / -0.1% of water depth
Sound Velocity 1300-1650 m/ s
Depth Range 0.39-220 m
Draft 0-9.9 m
Pulse Length Automatically selected, with operator override
Serial Ports two RS-232 ports, baud rate 1200-115200
Connection Pinter connection
USB connection ( 2x) Keyboard and mouse connection
Storage 1GB
Power Supply 9-18V DC, less than 25 W 110~ 230V AC( optionally)
Operating Conditions 30° - 60° C non-condensing
Dimensions 34cm x 30cm x 15cm
Weight 8.5kg Application Hydrographic surveying & hydro-project surveying
GPSMAP® 585
*Depth capacity is dependent on water salinity, bottom type, and other water conditions.
b. Tanah di daerah lokasi stasiun pasang surut harus keras (tidak berlumpur).
c. Lokasi stasiun pasang surut sebaiknya jauh dari muara sungai, untuk
menghindari pengaruh aliran serta endapan dan sampah yang terbawa
menuju ke laut.
d. Perairan di lokasi stasiun pasang surut diupayakan bersih dan jernih serta
tidak terganggu oleh tumbuhan laut yang ada di sekitarnya.
Pada lingkungan pesisir yang didominasi oleh pasut, maka durasi pengukuran
arus pasut setidak-tidaknya adalah sepanjang perioda pasang surut.
Pengukuran dilakukan selama 25 jam secara terus menerus dan dilakukan
pada beberapa titik pengukuran sesuai dengan kondisi di lapangan. Adapun
kedalaman titik-titik pengambilan data arus pasang surut adalah 0.2 d; 0.6 d
dan 0,8 d; dimana d adalah kedalaman laut.
Peralatan yang digunakan adalah current meter jenis Flow Probe Global
waters 101, dengan sistem computerized di dalam mencatat kecepatan
maksimum (max velocity) dan kecepatan rata-rata (average velocity) dalam
meter/det.
a. Pekerjaan Sondir
Hasil dari pekerjaan sondir berupa grafik sondir yang menyajikan besarnya
tekanan konus qc dan jumlah hambatan pelekat (JHP), versus kedalaman.
Pembacaan sondir dilakukan selang interval 20 cm, dengan titik elevasi 0
(nol) berada di permukaan tanah setempat pada saat penyelidikan.
Beberapa hal penting yang dapat diperoleh dari penyelidikan tanah melalui
sondir, antara lain:
Pengolahan data pasang surut dengan alur sebagaimana disajikan oleh Gambar
14. Perhitungan konstanta pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode
Least Square. Data pasang surut diambil dari data sekunder berupa data pasut
yang terdapat pada pekerjaan sejenis di lokasi yang sama atau diperoleh dari
buku pasut dishidros. Dengan konstanta pasang surut yang ada pada proses
sebelumnya dilakukan penentuan jenis pasang surut menurut rumus berikut:
K1 + O1
NF = ……………………………………………………………………..(4)
M2 + S 2
dimana jenis pasut untuk nilai NF:
>3,0 = diurnal
Langkah selanjutnya dari pengolahan data pasang surut adalah mencari harga
elevasi-elevasi acuan dari karakteristik perairan di wilayah proyek. Untuk mencari
harga elevasi-elevasi tersebut, digunakan nilai-nilai komponen pasang surut dari
hasil peramalan seperti disajikan pada Tabel berikut.
s S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS 4 K2 P1
A(cm) 62.15 6.36 17.29 5.55 11.96 26.58 5.31 6.64 0.27 0.18
g (o) 196.02 175.28 221.92 253.55 -70.79 222.93 -84.22 260.47 226.86
dimana:
A : amplitudo,
g : beda fase,
K2 : komponen bulan,
K1 : komponen bulan,
Data Pasut
Least Square
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
F < 0.25 Pasang harian ganda (semidiurnal) ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur.
Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
0.25 < F < 1.5 Campuran, condong ke semi diurnal
ketinggian dan periode yang berbeda.
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan
1.5<F<3.0 Campuran, condong ke diurnal ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang
dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode
F < 3.0 Pasang harian tunggal (diurnal)
pasang surut adalah 24 jam 50 menit
No Elevasi Acuan
1) Teori Umum
Angin mengakibatkan gelombang laut, oleh karena itu data angin dapat
digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi kajian.
Data angin diperlukan sebagai data masukan dalam peramalan gelombang
sehingga diperoleh tinggi gelombang rencana. Data angin yang diperlukan
adalah data angin setiap jam berikut informasi mengenai arahnya.
Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah angin (Utara, Timur
Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut). Kecepatan
angin disajikan dalam bentuk satuan knot, dimana:
Analisis pola distribusi angin rencana pada kawasan kajian dilakukan pula
dengan menggunakan berbagai distribusi yaitu distribusi Log Normal, Pearson,
Log Pearson dan Gumbel. Selanjutnya akan diperoleh distribusi yang paling
cocok untuk diterapkan pada pola angin yang terjadi di kawasan kajian.
dengan kecepatan angin maksimum pada lokasi pekerjaan.
Data angin jangka panjang, minimum 10 tahun, memberikan data statistik yang
lebih meyakinkan untuk metode hindasting ini. Diagram proses hindasting
ditampilkan pada Gambar 96.
Lfi =
∑ Lfi . cos αi ……………………………………………………………..(5)
∑ cos αi
dimana
BL U TL
40%
30%
20%
10%
0%
B T
BD S TG
Tidak Berangin = 50.04% Tidak Tercatat = 0.00%
Start
23 23
gF UA Yes gt gF No
t c = 68.8 ⋅ 2 ⋅ ≤t (Non Fully = 68.8 ⋅ 2 ≤ 7.15 x 10 4 (Fully
U g UA U
A Developed) A Developed)
No
(Duration Limited)
Yes 32
gt UA
2
(Fetch Limited)
Fmin = ⋅
68.8 ⋅ U A g
F = Fmin
12
U
2
gF UA
2
H m0 = 0.0016 ⋅ A H m 0 = 0.2433 ⋅
g U 2 g
A
13
UA gF UA
T p = 0.2857 ⋅ T p = 8.134 ⋅
g U 2 g
A
Finish Finish
BL U TL
40%
30%
20%
10%
0%
B T
BD S TG
Calm = 70.41% Tidak Tercatat = 0.00%
Gelombang pada kawasan pantai (coastal area) berasal dari laut lepas pantai.
Penyebaran gelombang dipengaruhi oleh kontur dasar perairan dimana
pergerakan gelombang ditransformasikan menurut variasi topografi dasar perairan
tersebut. Ada beberapa tipe transformasi gelombang, diantaranya: pendangkalan
(shoaling), pecah (breaking), refraksi (refraction), difraksi (difraction) dan lain-lain.
Untuk keperluan perencanaan ini lebih ditekankan pada analisa refraksi/difraksi
saja.
Ks : koefisien pendangkalan
Kr : koefisien refraksi
dimana:
C go
Ks =
Cg
…………………………………………………………………………..(6)
bo
Ks =
b
Sementara, tinggi gelombang yang terjadi pada perairan dangkal (H) dapat
dihitung sebagai berikut:
H = Ho.Ks.Kr………………………………………………………………………..(7)
Gelombang pada kawasan pantai (coastal area) berasal dari laut lepas pantai.
Penyebaran gelombang dipengaruhi oleh kontur dasar perairan dimana
pergerakan gelombang ditransformasikan menurut variasi topografi dasar perairan
tersebut. Ada beberapa tipe transformasi gelombang, diantaranya: Salah satu
permasalahan dalam perencanaan pelabuhan adalah menentukan pola
pergerakan sedimen atau pola perubahan garis pantai yang telah terjadi maupun
yang akan terjadi pada kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui pola yang
terjadi maka perencanaan pembangunan pelabuhan di lingkungan pantai tersebut
dapat berhasil dengan optimal.
1) Laju angkutan sedimen dasar, baik yang diakibatkan oleh arus saja atau
kombinasi arus dan gelombang.
Longshore transport rate (Q), atau tingkat angkutan sedimen sejajar pantai, lazim
mempunyai satuan meter kubik per tahun (dalam SI). Karena pergerakannya
sejajar pantai, maka ada dua kemungkinan arah pergerakan, yaitu ke arah kanan
dan kiri relatif terhadap seorang pengamat yang berdiri di pantai menghadap ke
laut. Pergerakan dari kanan ke kiri diberi notasi Qlt, dan pergerakan dari kiri ke
kanan Qrt, sehingga didapat tingkat angkutan sedimen ‘kotor’ (gross) Qg = Qlt +
Qrt , dan tingkat angkutan ‘bersih’ (net) Qn = Qlt - Qrt . Nilai Qg digunakan
untuk meramalkan tingkat pendangkalan pada suatu alur perairan yang terbuka,
Qn untuk desain alur yang dilindungi dan perkiraan erosi pantai, dan Qlt serta Qrt
untuk desain penumpukan sedimen di ‘belakang’ sebuah struktur pantai yang
menahan pergerakan sedimen.
3,000
Pulau Lae-lae
2,500
2,000
Posisi Garis Pantai (m)
500
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Grid Simulasi (1 grid = 125 m)
1
Perubahan Garis Pantai (m)
-1
-2
Tahun-1
Tahun-3
Tahun-5
-3
Tahun-10
-4
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Grid Simulasi (1 grid = 125 m)
Pemodelan arus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan profil besaran dan
arah arus baik pada saat pasang maupun saat surut. Dengan mengetahui
karakteristik arus di lokasi kajian maka dapat ditentukan pola pergerakan
sedimentasi akibat perilaku arus tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi sumber
sedimentasi, namun dalam pemodelan hidrodinamika, sumber sedimen yang
berasal dari muara sungai yang akan berpengaruh besar terhadap kondisi
hidrodinamika di suatu perairan.
Start
Start
Pengumpulan Persiapan/Pengolahan
Data Data Input dari Output
Hidrodinamika
Persiapan/Pengolahan
Data Input Setting Model Transpor
Sedimen
Setting Model
Hidrodinamika Running Model
1 tahun/beberapa
tahun
Kalibrasi Selesai
Cocok?
YA
Running Model
Running Model
1 tahun/beberapa
1 tahun
tahun
Pengolahan
Output
Selesai
1) Kriteria Perencanaan
c. Sumber material (borrow area) yang tersedia: jumlah, kualitas, dan jarak
sumber material ke lokasi proyek.
Kedalaman air menentukan jenis bangunan pantai yang efektif untuk dibangun,
selain itu kondisi geoteknis akan menentukan daya dukung tanah terhadap
bangunan pantai yang pada akhirnya akan mempengaruhi kestabilan
bangunan pantai. Pemilihan jenis struktur bangunan pantai dapat dilakukan
setelah mempelajari karakteristik dari jenis-jenis bangunan pantai dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
b. Kondisi lingkungan
c. Kondisi pelayanan
d. Kondisi/kesiapan konstruksi
e. Aspek Ekonomi
f. Waktu konstruksi
i. Pemeliharaan
b) Stabilitas pondasi
a) Foot Protection
Pantai adalah merupakan suatu jalur pertemuan antara darat dan laut. Ke arah
darat areal pantai mencapai batas dimana pengaruh-pengaruh penomena laut
seperti pasang surut, intruksi air asin dan pengaruh rayapan gelombang masih
ada, sedangkan ke arah laut mencapai suatu batas dimana pengaruh
fenomena darat seperti angkutan sedimen dan debit sungai masih ada.
Mengingat sulitnya untuk menentukan batas arah darat dan laut yang tepat,
maka dalam suatu studi khususnya untuk usaha pengamanan pantai, ke arah
darat mencapai jarak antara 100 - 200 m untuk pantai yang datar dan untuk
pantai perbukitan mencapai lokasi tinggi rayapan yang diperkirakan ± 5 m dari
muka air tinggi. Ke arah laut dibatasi pada lokasi perairan dalam yang ditandai
dengan suatu kedalaman d = 1/2 kali panjang gelombang perairan dalam (Lo).
Dua permasalahan yang paling banyak terjadi di pantai adalah erosi dan
sedimentasi. Kedua permasalahan tersebut terjadi akibat tidak adanya
keseimbangan antara suplay dan kapasitas angkut sedimen. Terjadi
permasalahan erosi, apabila suplay sedimen lebih kecil dari kapasitas
angkutnya, sementara permasalahan sedimentasi terjadi apabila suplay
sedimen lebih besar dari kapasitas angkutnya.
HWL
PERAIRAN DALAM
d > 21 L0
GARIS PANTAI
Gambar 105 Jalur Pantai Untuk Keperluan Studi Pengamanan Pantai Arah Tegak
Lurus Garis Pantai (Pantai yang Datar).
HWL
PERAIRAN DALAM
KAKI BUKIT
d > 21 L0
GARIS PANTAI
Gambar 106 Jalur Pantai Untuk Keperluan Studi Pengamanan Pantai Arah Tegak
Lurus Garis Pantai (Pantai yang Berbukit).
b. perencanaan bangunan pantai seperti groin, jetty dan sea wall serta
perencanaan penanaman vegetasi
e. Kondisi tanah.
d) Bentuk yang “baik”, sehingga dapat dihuni oleh biota, burung dalam
menjaga ekosistem hutan mangrove.
b. Pemilihan Alternatif
dimana :
Lebar puncak juga tergantung pada limpasan yang diijinkan. Pada kondisi
limpasan yang diijinkan, lebar puncak minimum adalah sama dengan lebar
dari tiga butir batu pelindung yang disusun berdampingan (n=3). Untuk
bangunan tanpa terjadi limpasan, lebar puncak bangunan bisa lebih kecil.
Selain batasan tersebut, lebar puncak harus cukup lebar untuk keperluan
operasi peralatan pada waktu pelaksanaan dan perawatan. Lebar puncak
bangunan pengaman pantai dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
W
B=n.K∆ .............................................................................................(9)
Wr
dimana :
B = lebar puncak
Tebal lapis pelindung dan jumlah butir batu tiap satu luasan diberikan oleh
rumus berikut ini :
1
W 3
t = n.K∆ ..............................................................................(10)
Wr
2
P Wr 3
N = A.n.K∆ 1 − .............................................................(11)
100 W
dimana :
k∆ = Koefisien
A = Luas permukaan
Catatan :
*2 = Sampai ada ketentuan lebih lanjut dari tentang nilai KD, penggunaan
bangunan
c. Elevasi Struktur
BAB 3
PENUTUP
3.1 Rangkuman
Modul Teknik Pantai Praktis ini pada dasarnya terdiri dari beberapa materi pokok
bahasan yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Pada materi ini peserta diklat akan diberikan wawasan mengenai pembagian
wilayah pantai beserta definisi dari semua istilah yang terkait dengan ilmu
pantai. Wilayah pantai ini akan dijabarkan secara terperinci mulai dari batasan
dan definisi daratan, pesisir, pantai dan perairan pantai. Selain istilah tersebut
terdapat istilah-istilah lain yang sangat erat kaitannya dengan proses morfologi
yang terjadi di kawasan pantai.
2. Tipe Pantai
3. Aspek Hidro-Oseanografi
Meskipun sasaran dalam diklat ini adalah untuk tingkat pelaksana namun
untuk menunjang keberhasilan pekerjaan dalam operasi dan pemeliharaan
bangunan pengamanan pantai, maka dalam modul ini akan disampaikan
materi tentang aspek-aspek hidro-oseanografi yang akan berkaitan dengan
dimensi dan fisik dari bangunan pengamanan pantai. Pada modul ini akan
dijelaskan definisi dan peran masing-masing aspek hidro-oseanografi dalam
penentuan dimensi dan kekuatan bangunan pengamanan pantai.