Anda di halaman 1dari 41

BAB IV

KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN

A. Kondisi Fisik

Kota Depok di Provinsi Jawa Barat memiiliki kondisi fisik yang sangat

mempengaruhi keberlangsungan kehidupan yang terjadi di daerah tersebut. Kondisi

fisik yang menjadi daerah penelitian tersebut meliputi, letak, batas, luas wilayah, Iklim,

geologi, geomorfologi, tanah,penggunaan lahan, serta sumber daya air. Dalam kajian

geografi, aspek fisik adalah unsur unsur yang berasal dari alam dan mempengaruhi

keberlangsungan kehidupan manusia. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Letak, Batas dan Luas Wilayah

Kota Depok adalah Kota yang dibentuk oleh hasil pemekaran Kabupaten Bogor

yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kota Depok secara astronomis terletak pada

koordinat 6º19’00’’- 6º28’00’’ Lintang Selatan (LS) dan 106º43’00’’- 106º55’30’’

Bujur Timur (BT) dengan ketinggian ±50 sampai ±140 meter diatas permukaan laut.

Kota ini masuk dalam lingkungan wilayah Jabodetabek yang berbatasan langsung 44

dengan Kota Jakarta (RPIJM Kota Depok 2015-2019: II,1-2)

Wilayah Kota Depok berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Kota Tangerang

Selatan dan Jakarta Selatan serta dua Provinsi yaitu Banten dan DKI Jakarta. Secara

lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut :

43
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan

dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong

Gede Kabupaten Bogor.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung

Sindur Kabupaten Bogor.

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan

Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor (lihat peta 4.1)


Peta 4.1 Peta Administrasi Kota Depok Provinsi Jawa Barat

45
46

Dalam Buku Putih Sanitasi Kota Depok (2011:25-27) nama Kecamatan dan

Kelurahan hasil pemekaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2007

sebagai berikut :

a. Kecamatan Sawangan meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sawangan, Kelurahan

Kedaung, Kelurahan Cinangka, Kelurahan Sawangan Baru, Kelurahan Bedahan,

Kelurahan Pengasinan, dan Kelurahan Pasir Putih.

b. Kecamatan Bojongsari meliputi wilayah kerja: Kelurahan Bojongsari, Kelurahan

Bojongsari Baru, Kelurahan Serua, Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Duren

Mekar, dan Kelurahan Duren Seribu, Kelurahan Curug.

c. Kecamatan Pancoran Mas meliputi wilayah kerja: Kelurahan Pancoran Mas,

Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya,

Kelurahan Rangkap Jaya Baru, dan Kelurahan Mampang.

d. Kecamatan Cipayung meliputi wilayah kerja: Kelurahan Cipayung, Kelurahan

Cipayung Jaya, Kelurahan Ratu Jaya, Kelurahan Bojong Pondok Terong, dan

Kelurahan Pondok Jaya.

e. Kecamatan Sukmajaya meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan

Mekarjaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Abadijaya, Kelurahan Tirtajaya, dan

Kelurahan Cisalak.

f. Kecamatan Cilodong meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sukamaju, Kelurahan

Cilodong, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, dan Kelurahan Jatimulya.


47

g. Kecamatan Cimanggis meliputi wilayah kerja: Kelurahan Cisalak Pasar,

Kelurahan Mekarsari, Kelurahan Tugu, Kelurahan Pasir Gunung Selatan,

Kelurahan Harjamukti, dan Kelurahan Curug.

h. Kecamatan Tapos meliputi wilayah kerja: Kelurahan Tapos, Kelurahan

Leuwinanggung, Kelurahan Sukatani, Kelurahan Sukamaju Baru, Kelurahan

Jatijajar, Kelurahan Cilangkap, dan Kelurahan Cimpaeun.

i. Kecamatan Beji meliputi wilayah kerja: Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur,

Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kukusan, dan

Kelurahan Tanah Baru.

j. Kecamatan Limo meliputi wilayah kerja: Kelurahan Limo, Kelurahan

Meruyung, Kelurahan Grogol, dan Kelurahan Krukut.

k. Kecamatan Cinere meliputi wilayah kerja: Kelurahan Cinere, Kelurahan Gandul,

Kelurahan Pangkal Jati Lama, dan Kelurahan Pangkal Jati Baru.

Kota Depok merupakan wilayah termuda di Provinsi Jawa Barat yang memiliki

11 Kecamatan, 63 Kelurahan, 850 RW, dan 4689 RT serta memiliki luas wilayah

sekitar 200,29 Km². Wilayah Administrasi Kota Depok beserta luasnya dapat dilihat

dalam tabel 4.1.


48

Tabel 4.1
Wilayah Administrasi Kota Depok beserta luasnya
Luas Wilayah Jumlah
No Kecamatan
Km² % Kelurahan
1. Sawangan 26,19 13,1 7
2. Bojongsari 19,3 9,6 7
3. Pancoran Mas 18,03 9 6
4. Cipayung 11,45 5,7 5
5. Sukmajaya 17,35 8,7 6
6. Cilodong 16,19 8,1 5
7. Cimanggis 21,58 10,8 6
8. Tapos 33,26 16,6 7
9 Beji 14,56 7,3 6
10. Limo 11,84 5,9 4
11. Cinere 10,55 5,3 4
Jumlah 200,29 100 63
Sumber : Kota Depok Dalam Angka 2019,BPS Depok.

2. Iklim

Iklim adalah unsur unsur yang bergabung dalam suatu kesatuan yang

berasal dari proses iklim. Cahaya, suhu, kelembaban udara, curah hujan, dan

angin merupakan unsur unsur iklim. Iklim dalam klimatologi merupakan

bentuk penelaahan tentang karakteristik iklim antar wilayah dan lebih

ditekankan kepada rata rata dari unsur iklim yang menjadi ciri ciri dari suatu

wilayah (Benyamin Lakitan,1994:2-3).

Iklim memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari hari

khususnya untuk makhluk hidup. Sangat dibutuhkan pengetahuan tentang iklim

tentang dinamika dalam keberlangsungannya. Dalam kehidupan sehari- hari,


49

iklim akan menjadi pertimbangan dalam perencanaan pembangunan, bahan

baku dan desain pakaian serta kesesuaian fungsinya, jenis dan porsi pangan

yang diperlukan, dan ragam aktivitas sosial budaya yang dilakukan penduduk

seperti contohnya mata pencaharian dll. (Benyamin Lakitan, 1994:3).

Untuk mendeskripsikan kondisi wilayah di Kota Depok Provinsi Jawa

Barat, peneliti menggunakan deskripsi unsur unsur iklim berupa data yang

diperoleh dari Stasiun klimatologi Badan Meteorologi yang terdapat di Bandara

Halim Perdanakusuma, yang terletak di Kelurahan Halim Perdanakusuma

Jakarta Timur. Digunakannya Stasiun pengukur Badan Meteorologi Halim

Perdanakusuma karena merupakan stasiun pengukuran terdekat dengan daerah

penelitian yang mempunyai jarak ± 27 km ke arah utara dari daerah penelitian,

dengan ketinggian stasiun pengukuran 28 mdpl dan daerah penelitian 95 mdpl.

a. Lama Penyinaran Matahari

Lama penyinaran disebabkan oleh bergesernya garis edar matahari dari lokasi

lokasi pada permukan bumi. Pada daerah tropis perubahan panjang hari tidak terlalu

besar karena berada tepat atau dekat dengan garis ekuator. Jika letak daerah semakin

jauh dari garis ekuator maka fluktuasi lama penyinaran akan semakin besar. Lama 50

penyinaran mempengaruhi aktivitas makhluk hidup yang berada di wilayah

penyinaran berbeda beda dengan intensitas penyinaran yang berbeda beda juga

(Benyamin Lakitan, 1994:79-80).

b. Suhu Udara
Secara filosofis suhu udara dapat dikatakan sebagai tingkat gerakan molekul

benda dan tingkatan panasnya yang dimiliki oleh suatu benda, jika semakin tinggi

maka semakin panas dan apabila semakin rendah makan akan semakin dingin.

Untuk menyatakan suhu udara digunakan berbagai macam skala, untuk disebagian

besar negara khususnya di Indonesia digunakan satuan derajat celcius (ºC). Dalam

skala ini, titik didih air terukur 100 ºC dan titik lebur es terukur 0 ºC (Bayong

Tjasyono,2004:12)

Ketinggian tempat antara wilayah penelitian dengan stasiun pengukuran suhu

udara berbeda. Ketinggian wilayah penelitian ±95 mdpl dan ketinggian stasiun

pengukuran suhu udara ±28 mdpl. Oleh karena itu, dilakukan konversi suhu

berdasarkan ketinggian. Tinggi rendahnya suatu daerah mempengaruhi keadaan

suhu udara daerah tersebut, semakin tinggi daerah maka suhu udara semakin rendah

sebaliknya semakin rendah daerah maka suhu udara semakin tinggi. Untuk

menentukan suhu udara suatu tempat yang didasarkan oleh data suhu stasiun yang

mempunyai ketinggian/elevasi berbeda dilalukan korelasi perbedaaan suhu yang

dikemukakan oleh Mock (1973) sebagai berikut:

t = 0,006 (z1-z2)ºC

t = 0,006 (28 m dpl - 95 m dpl)ºC t = 0,006 (-67 mdpl)ºC


51
t = -0,402 ºC

Keterangan :

t : Beda suhu udara antara stasiun z1-z2 (ºC)

z1 : Tinggi tempat Stasiun Klimatologi Halim Perdanakusuma = 28 mdpl


z2 : Tinggi tempat daerah penelitian = 95 mdpl.

Hasil pengukuran suhu udara di Stasiun Klimatologi Halim Perdanakusuma

Jakarta Timur yang telah dihitung sesuai ketinggian wilayah penelitian

menunjukkan bahwa suhu udara tahunan rata- rata di daerah penelitian sebesar 27,2

ºC sangat sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang beriklim tropis. Suhu rata-

rata bulan tertinggi 28,1 ºC terjadi pada bulan Oktober, sedangkan suhu rata-rata

bulan terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 26,1 ºC dapat dilihat di (Tabel

4.4).

Perbedaan antara suhu maksimum rata-rata bulanan dengan suhu minimum

rata-rata bulanan tidak begitu besar. Suhu udara minimum rata-rata bulanan

terendah sebesar 23 °C yang terjadi pada bulan Agustus dan Sepetember (Tabel

4.2). Sedangkan suhu udara maksimum rata-rata bulan tertinggi 33,6 ºC terjadi pada

Bulan Oktober (Tabel 4.3).

Tabel 4.2

Suhu Udara Minimum Daerah Penelitian Rata rata


Bulan
2014 2015 2016 2017 2018 (◦C)
52

HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP


Januari 23,2 22,8 23,2 22,8 24,7 24,3 24,5 24,1 24,1 23,7 23,9 23,5
Februari 23,6 23,2 23,2 22,8 24,2 23,8 24,2 23,8 24 23,6 23,8 23,4
Maret 24 23,5 23,4 23 23,6 23,5 23,5 23,1 23,8 23,4 23,7 23,3
April 24 23,6 23,8 23,4 33,7 33,3 24,4 24 24,5 24,1 26,1 25,7
Mei 24,2 23,8 23,6 23,2 24,5 24,1 25,5 25,1 26 25,6 24,8 24,4
Juni 23,9 23,5 22,8 22,4 24,6 24,2 24,8 24,4 24 23,6 24,0 23,6
Juli 23,7 23,2 23 22,6 23,9 23,5 24,2 23,7 23,6 23,1 23,7 23,2
Agustus 23,1 22,7 23 22,6 23,9 23,4 24,2 23,8 23 22,6 23,4 23,0
September 22,4 22 22,7 22,3 24 23,6 23,9 23,5 24,2 23,8 23,4 23,0
Oktober 24,1 23,7 23,7 23,3 24,1 23,6 24,3 23,9 24,5 24,1 24,1 23,7
November 24 23,5 24,2 23,8 24,8 24,4 24,9 24,5 24,4 24 24,5 24,0
Desember 24,2 23,7 24 23,6 24,9 24,5 23,9 23,5 24,1 23,7 24,2 23,8

Rata rata
23,7 23,3 23,4 23 23,1 22,7 24,3 23,9 24,2 23,8 24,1 23,7
tahunan

Suhu udara minimum daerah penelitian tahun 2014-2018

Sumber: BMKG Halim Perdanakusuma

Keterangan:
HPK : Data Stasiun Klimatologi Halim Perdanakusuma
WP : Wilayah Penelitian (Pengolahan data)

Tabel 4.3
Suhu udara maksimum daerah penelitian tahun 2014-2018

Suhu Udara Maksimum Daerah Penelitian Rata rata


Bulan 2014 2015 2016 2017 2018 (◦C)
HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP
Januari 29,0 28,6 30,7 30,3 33,6 33,2 33,0 32,6 32,1 31,7 31,7 31,3
Februari 29,9 29,4 30,6 30,2 32,2 31,8 29,6 29,2 30,8 30,4 31,0 30,2
53
Maret 31,5 31,1 31,6 31,2 34,4 34,0 32,1 31,7 33,0 32,6 32,5 32,1
April 32,7 32,3 32,7 32,3 24,5 24,1 33,0 32,6 33,2 32,8 31,2 30,8
Mei 32,9 32,5 32,8 32,4 33,2 32,8 33,5 33,1 33,2 32,8 33,1 32,7
Juni 32,1 31,7 33,2 32,8 32,9 32,5 33,0 32,6 33,7 33,3 33,0 32,6
Juli 32,3 31,9 33,6 33,2 33,1 32,7 33,0 32,6 33,0 32,5 33,0 32,6
Agustus 32,5 32,1 33,4 33,0 33,1 32,7 33,9 33,5 33,5 33,1 33,3 32,9
September 34,0 33,6 34,8 34,4 32,8 32,4 34,0 33,6 33,9 33,5 33,9 33,5
Oktober 34,7 34,3 35,1 34,7 32,2 31,8 33,7 33,3 34,5 34,1 34,0 33,6
November 34,3 33,9 34,4 34,0 32,9 32,5 32,0 31,6 32,1 31,7 33,1 32,7
Desember 33,1 32,7 32,3 31,9 32,0 31,6 33,3 32,9 32,7 32,3 32,7 32,3

Rata rata
32,4 32 32,9 32,5 32,2 31,8 32,8 32,4 33 32,6 32,7 32,3
tahunan

Sumber: BMKG Halim Perdanakusuma

Keterangan:
HPK : Data Stasiun Klimatologi Halim Perdanakusuma
WP : Wilayah Penelitian (Pengolahan data)

Tabel 4.4
Suhu udara rata rata daerah penelitian tahun 2014-2018
Suhu Udara Rata Rata Daerah Penelitian Rata rata
Bulan 2014 2015 2016 2017 2018 (◦C)
HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP HPK WP
Januari 26,0 25,6 27,1 26,6 24,4 24,0 28,2 27,8 27,2 26,8 26,6 26,2
Februari 25,9 25,5 26,3 25,9 27,7 27,3 26,2 25,8 26,4 26,0 26,5 26,1
Maret 27,0 26,6 27,1 26,7 27,9 27,5 27,4 27,0 27,9 27,5 27,5 27,1
April 27,4 27,0 27,6 27,1 28,5 28,0 27,5 27,1 27,8 27,4 27,7 27,3
Mei 27,7 27,3 27,6 27,2 28,8 28,4 28,2 27,8 27,7 27,3 28,0 27,6
Juni 27,1 26,7 27,2 26,8 27,5 27,1 28,3 27,9 28,0 27,6 27,6 27,2
Juli 26,6 26,2 27,6 27,2 27,3 26,9 27,9 27,5 27,8 27,3 27,4 27,0
Agustus 26,9 26,5 27,4 27,0 27,6 27,2 27,9 27,5 27,9 27,5 27,6 27,2
September 28,0 27,5 28,2 27,7 28,1 27,7 28,5 28,1 28,5 28,1 28,2 27,8
Oktober 28,6 28,2 29,7 29,3 27,2 26,8 28,1 27,7 29,1 28,7 28,5 28,1
November 28,3 27,9 28,9 28,5 27,8 27,4 27,1 26,7 27,2 26,8 27,9 27,5
Desember 27,9 27,4 27,6 27,2 27,9 27,5 28,4 28,0 27,6 27,1 27,9 27,5

Rata rata
27,3 26,9 27,7 27,3 27,6 27,2 27,8 27,4 27,8 27,4 27,6 27,2
tahunan

Sumber: BMKG Halim Perdanakusuma


54

Keterangan:
HPK : Data Stasiun Klimatologi Halim Perdanakusuma
WP : Wilayah Penelitian (Pengolahan data)

c. Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah uap air yang terkandung di udara, hal ini karena

adanya perubahan tekanan uap air di udara yang berhubungan dengan perubahan

suhu, untuk mengukur kelembaban udara di suatu daerah maka dapat digunakan alat

higrometer, alat higrometer ini umumnya terdiri atas termometer bola basah kering

dan termometer bola basah.

Tabel 4.5
Kelembaban udara daerah penelitian tahun 2014-2018
Kelembaban Udara Daerah Penelitian Rata rata
Bulan
2014 2015 2016 2017 2018 (%)
Januari 86,0 80,1 84,1 73,4 77,5 80,2
Februari 87,1 86,8 81,3 88,3 86,3 86,0
Maret 83,7 84,6 82,5 79,9 80,3 82,2
April 80,4 86,0 79,8 77,8 81,8 81,2
Mei 83,5 78,7 79,1 77,8 79,0 79,6
Juni 84,2 76,3 78,2 73,8 74,4 77,4
Juli 81,4 71,1 81,5 69,8 67,5 74,3
Agustus 79,0 72,4 75,1 68,2 64,2 71,8
September 65,9 64,3 77,7 67,7 62,0 67,5
Oktober 69,7 60,0 81,8 72,6 66,9 70,2
November 76,8 74,9 80,1 82,1 79,9 78,8
Desember 77,1 80,1 75,0 69,0 76,7 75,6

Rata rata
79,6 76,3 79,7 75,0 74,7 77,1
tahunan

Sumber : BMKG Halim Perdanakusuma


55

Menurut data kelembaban relatif di daerah penelitian yang menunjukan

kelembaban rata-rata tahunan sebesar 77,1%. Kelembaban relatif rata-rata bulanan

tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 86% dan kelembaban relatif rata-

rata bulanan terendah terjadi pada bulan September sebesar 67,5% (lihat Tabel 4.5).

d. Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah selama periode

tertentu dan diukur dengan satuan tinggi milimeter dan diukur menggunakan alat

ukur curah hujan yang berbentuk silinder. Jumlah curah hujan terdiri dari harian

bulanan dan tahunan (Benyamin Lakitan,1994:134).

Klasifikasi yang digunakan untuk mengklasifikasikan data curah hujan di

wilayah penelitian dengan menggunakan klasifikasi iklim menurut E.C.Mohr, sejak

tahun 1933 klasifikasi iklim ini yang pertama di Indonesia atas dasar perhitungan

curah hujan di wilayah Indonesia. Dasar yang digunakan adalah bulan basah dan

bulan kering. Pengertian dari bulan basah menurutnya adalah curah hujan yang lebih

dari 100mm, bulan kering memiliki curah hujan yang kurang dari 60mm, sedangkan

bulan lembab memiliki curah hujan dari 60-100mm (Benyamin Lakitan,1994:39).

Hasil pengukuran curah hujan di BMKG Halim Perdanakusuma menunjukkan

bahwa curah hujan tahunan rata-rata di daerah penelitian sebesar 1155 mm. Curah

hujan bulanan rata-rata tertinggi sebesar 169,2 mm terjadi pada bulan Februari dan

curah hujan bulanan rata-rata terendah terjadi pada bulan September sebesar 41,6

mm.( lihat Tabel 4.6).


56

Tabel 4.6
Curah hujan daerah penelitian tahun 2014-2018
Curah Hujan Daerah Penelitian Rata rata
Bulan
2014 2015 2016 2017 2018 (mm)
Januari 342 98 75 6 110 126,2
Februari 217 211 246 32 140 169,2
Maret 232 192 126 100 10 131,8
April 129 128 150 148 25 116,1
Mei 101 125 141 13 78 91,6
Juni 144 158 189 0 0 98,2
Juli 140 0 102 0 0 48,5
Agustus 238 14 107 1 0 72,1
September 8 0 200 0 0 41,6
Oktober 0 12 162 18 49 48,3
November 110 127 211 53 162 132,5
Desember 111 187 85 2 9 78,8

Jumlah Hujan
1772 1252 1794 374 582 1155
Tahunan

Bulan Kering 2 4 0 10 8 4,8


Bulan Lembab 0 1 2 0 1 0,8
Bulan Basah 10 7 10 2 3 6,4
Sumber : BMKG Halim Perdanakusuma

Untuk penentuan iklim di wilayah dalam penelitian ini digunakan klasifikasi

iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951). Dalam klasifikasi iklim Schmidt dan

Ferguson membedakan tipe iklim berdasarkan curah hujan bulanan yaitu jumlah

bulan basah dan jumlah bulan kering dalam setahun dan kemudian diambil rata

ratanya. Klasifikasi iklim ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.


57

Tabel 4.7
Klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson
Tipe Nilai Q Karakteristik Curah Hujan
A 0,000 ≤ Q < 0,143 Sangat basah
B 0,143 ≤ Q < 0,333 Basah
C 0,333 ≤ Q < 0,600 Agak basah
D 0,600 ≤ Q < 1,000 Sedang
E 1,000 ≤ Q < 1,670 Agak kering
F 1,670 ≤ Q < 3000 Kering
G 3,000 ≤ Q < 7000 Sangat kering
H 7,000 ≤ Q Luar biasa kering
Sumber : Bayong Tjasyono HK, 2004:151

Berdasarkan data curah hujan (Tabel 4.6) dapat diketahui jumlah rata-

rata bulan kering 4,8 sedangkan jumlah rata-rata bulan lembab 0,8 dan jumlah

rata-rata bulan basah 6,4. Menggunakan rumus yang dikemukakan oleh

Schmidt dan Ferguson, maka dapat ditentukan nilai Quotion (Q) sebagai

berikut:

Jumlah rata rata bulan kering


Q= (Bayong Tjasyono,2004:151)
Jumlah rata rata bulan basah

4,8
Q=
6,4

Q = 0,75

Berdasarkan data yang diperoleh pada perhitungan di atas, diperoleh

nilai Q = 0,75. Apabila diklasifikasikan menurut Klasifikasi Iklim menurut

Schmidt dan Ferguson (Tabel 4.7), maka wilayah daerah penelitian termasuk

dalam klasifikasi Tipe D yaitu dengan kategori sedang.


58

3. Geologi dan Geomorfologi

a. Geologi

Geologi adalah studi yang mempelajari formasi, historis perkembangan

permukaan bumi dan makhluk yang pernah hidup di dalam dan di atas bumi,

serta proses-proses yang telah, sedang dan akan bekerja di bumi (Djauhari

Noor, 2006:5).

Kondisi geologi di kota Depok berdasarkan peta geologi regional oleh Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1992 lembar Jakarta dan

Kepulauan Seribu, Jawa. Skala 100.000 merupakan:

1) Formasi Bojongmanik (Tmb), Batuannya terdiri dari perselingan batu pasir,

dan batu lempung dengan sisipan batu gamping.

2) Formasi Serpong (Tpss), Batuannya terdiri dari perselingan konglomerat, batu

pasir, batu lanau, batu lempung dengan sisa tanaman dan tuff batu apung.

3) Batuan Gunung Api muda (Qv), Penyebaran terutama di daerah tengah dan

selatan terdiri dari breksi, lahar, tuf breksi, tuf batu apung.

a) Breksi, Komponen terdiri dari, obsidian basal, andesit, dan batung apung

dengan masa dasar klastika halus.

b) Lahar, adalah aliran material vulkanik yang biasanya berupa campuran

batu, pasir dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi di lereng

gunung.
59

c) Tuf, adalah jenis batuan piroklastik yang mengandung debu vulkanik

yang dikeluarkan selama letusan gunung berapi.

4) Alluvial (Qa), batuannya terdiri dari batu lempung, batu lanau, pasir, kerikil,

kerakal, dan bongkahan.

5) Kipas Alluvial (Qav), Tuf halus berlapis, tuf pasiran, berselingan dengan tuf

konglomerat. ( lihat peta 4.2)

Struktur Geologi di Kota Depok merupakan lapisan horizontal atau sayap

lipatan dengan kemiringan lapisan yang hampir datar dan sesar yang mengarah ke

utara sampai ke selatan. Termasuk pula dalam sistem geologi cekungan yang

terbentang dari Bogor-Tangerang-Bekasi yang di bentuk oleh endapan kuarter

berupa rombakan gunung api muda dan sedimentasi sungai.


Peta 4.2 Peta Geologi Kota Depok Provinsi Jawa Barat

60
61

b. Geomorfologi

Geomorfologi merupakan sebuah studi yang membahas tentang bentukan lahan

di permukaan bumi, dengan penekanan aspek fisik atau alami, proses terbentuk dan

perkembangannya dari segi material penyusun serta keterkaitan antara bentuk lahan

tersebut (Erni Suharini dan Abraham P, 2014:2).

Fisiografi Pulau Jawa dan Madura menurut Bemmelen (1970:26) dalam

Sriyono (2014:85-86) di bukunya yang berjudul Geologi & Geomorfologi

Indonesia, dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Daratan Aluvial Utara (Daratan Jakarta)

Daratan ini lebarnya kurang lebih 40 km, yang terbentang dari Serang

(Banten) sampai Cirebon. Daerah ini sebagian besar terdiri dari endapan aluvial

sungai dan endapan lahar vulkan-vulkan di pedalaman.

2) Zona Bogor

Zona ini berada di sebelah selatan daratan aluvial dengan ditandai adanya

bukit-bukit dan pegunungan yang lebarnya sekitar 40 km. Perbukitan ini

merupakan sebuah antiklinorium dari lapisan Neogen yang terlipat kuat dengan

disertai intrusi-intrusi vulkanis. Bagian timur jalur ini tertutup oleh vulkan muda

seperti Bukit Tunggul, Tampomas, dan Cireme.

3) Zona Bandung

Merupakan jalur memanjang dari depresi antar pegunungan. Jalur ini

membentang dari Teluk Pelabuhan Ratu melalui Lembah Cimandiri, dataran


62

tinggi Cianjur, Bandung, Garut, lembah Citandui, dan berakhir di Segara

Anakan, dengan lebar antara 20- 40 km. Zona ini merupakan puncak geantiklin

Jawa yang telah hancur selama pelengkungan akhir Tersier. Batas antara Zona

Bandung dengan Zona Bogor terdapat sederet vulkan-vulkan Kwarter seperti

gunung Kendeng, Gegak, Salak, Pangrango, Gede, Burangrang,

Tangkubanperahu, Bukit Tunggul, Calancang, dan Cakrabuwana.

Secara umum topografi wilayah Kota Depok di bagian utara merupakan dataran

rendah dengan elevasi antara 50 – 80 mdpl meliputi Kecamatan Beji, Kecamatan

Bojongsari, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Cinere, Kecamatan Limo,

Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Sawangan, dan Kecamatan Sukmajaya

sedangkan di bagian tengah memiliki ketinggian 80 – 110 mdpl berada di

Kecamatan Tapos, Kecamatan Beji, Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Cinere,

Kecamatan Cipayung, Kecamatan Limo, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan

Sawangan, dan Kecamatan Sukmajaya dan di bagian selatan merupakan perbukitan

bergelombang lemah dengan elevasi > 110 mdpl meliputi Kecamatan Bojongsari,

Kecamatan Cilodong, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan

Sawangan, Kecamatan Sukmajaya, dan Kecamatan Tapos (RPIJM Depok 2015-

2019:9).
Peta 4.3 Peta Topografi Kota Depok Provinsi Jawa Barat

63
64

4. Tanah dan Penggunaan Lahan

a. Tanah

Menurut Suriyatna Rafi”i (1982:9) pengertian tanah dalam ilmu tanah adalah

bagian yang terkandung bahan jasad hidup (organik) dan bahan bukan jasad hidup

(inorganik) yang biasanya disebut sebagai mineral, tanah memiliki arti penting

untuk lingkungan hidup mulai dari pertanian, permukiman, perternakan, dan lain-

lain.

Berdasarkan Peta Jenis Tanah Rencana Tata Ruang Wilayah Depok Tahun

2011-2031 Skala 1: 25.000 bahwa jenis tanah yang terdapat di Kota Depok adalah

jenis tanah Aluvial coklat kekuningan, Aluvial kelabu, Aluvial coklat keabuan, dan

Latosol merah, Latosol coklat kemerahan. (lihat Peta 4.3).


Peta 4.4 Peta Jenis Tanah Kota Depok Provinsi Jawa Barat

65
66

1) Tanah Latosol Coklat Kemerahan Laterit Air Tanah

Soepraptohardjo (1961) menggolongkan jenis tanah ini sebagian

berdasarkan rupa dan serinya., Sementara percampuran latosol coklat

kemerahan dengan laterit air tanah merupakan horison yang tercuci berwarna

abu abu kekuningan, mengandung banyak karatan dan konkresi serta

mengeras bila kering (Sarwono Hardjowigeno, 1993:166)

2) Tanah Latosol Kemerahan

Tanah jenis ini memiliki tekstur yang halus dengan drainase yang buruk

(Sarwono Hardjowigeno, 1993:163).

3) Tanah Latosol Coklat kemerahan

Untuk tanah berjenis Latosol kemerahan, kondisinya bertekstur liat dan

berdrainase cukup sedang (Sarwono Hardjowigeno, 1993:163).

4) Tanah Aluvial Kelabu

Merupakan tanah berasal dari endapan baru berlapis-lapis, bahan organik

jumlahnya berubah tidak teratur, bertekstur kasar dari bahan albik, tidak

mempunyai horison diagnostik, atau horison apapun (kecuali jika tertimbun

oleh 50 cm atau lebih bahan baru) selain horison A okrik, horison H histik

atau sulfurik serta berkadar fraksi pasir 60 persen. Untuk warna kelabu

merupakan ciri hidromorfik 50-100cm dari permukaan, warna kelabu

tergantung pada lokasi endapan. (Sarwono Hardjowigeno, 1993:171).


67

5) Tanah Aluvial coklat dan coklat kelabuan

Tanah aluvial coklat ini memiliki pH Lebih rendah dari 6,5 dan jauh dari

persawahan karena tekstur tanahnya liat atau berpasir. epipedon yang tidak

terdapat di sawah berstruktur granular dan berwarna coklat tua. Untuk Aluvial

kelabuan biasanya sangat subur dan banyak terdapat di daerah persawahan

serta mengandung fosfat.

6) Tanah Aluvial coklat kekuningan

Untuk tanah ini terbentuk dari bahan induk sulfidik dengan kedalaman

Horizon setebal 15 cm atau lebih yang memiliki semua karakteristik horizon

sulfurik, biasanya pH di antara 3,5 dan 4,0, dan tidak mempunyai sulfida atau

mineral lain yang mengandung sulfur (Kunci Taksonomi Tanah,2015:249).

b. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan dapat diartikan sebagai bentuk campur tangan manusia

terhadap lingkungan fisik atas iklim, morfologi, air, vegetasi serta benda yang

mempengaruhi penggunaannya termasuk kegiatan manusia di masa lampau hingga

saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari seperti contohnya

penggunaan lahan untuk pertanian dan yang non-pertanian (Arsyad S,1989:207).

Wilayah kota Depok memiliki luas sebesar 20.029 Ha atau 200,29 Km². Untuk

penggunaan lahan di kota Depok berdasakan luas dan persentasenya dapat dilihat di68

Tabel 4.8.

Tabel 4.8
Penggunan lahan di Kota Depok tahun 2018
Penggunaan Lahan Luas lahan (ha) Persentase
Sawah 594,73 2,97
Pekarangan 1.022,16 5,10
Permukiman 13.133,66 65,57
Ladang 783,65 3,91
Perkebunan 58,05 0,29
Empang 270,7 1,35
Pemakaman 280,9 1,40
Lain lain 3.887,46 19,41
Jumlah 20.029 100
Sumber: 11 Kecamatan di Depok dalam angka 2018, BPS Depok

Berdasarkan data pada tabel 4.8 Penggunaan lahan terbesar di Kota Depok

adalah permukiman dengan luas 13.133,66ha dengan persentase 65,57%, hal ini

dikarenakan penduduk kota Depok yang banyak, maka berpengaruh terhadap

penggunaan lahan untuk tempat tinggal mereka. Sementara itu penggunaan lahan

terkecil adalah perkebunan dengan luas 58,05ha dengan persentase 0,29%.

Perkebunan di Kota Depok di dominasi oleh perkebunan buah belimbing dewa yang

sekaligus menjadi ikon Depok serta perkebunan kecil lainnya seperti karet, kebun

hidroponik yang menanam sayuran sehari hari dan kebun singkong, salak, pepaya

untuk menyokong ketahanan pangan di Kota Depok.

5. Sumber daya Air

Sumber Daya air merupakan sumber air yang digunakan untuk melayani

kebutuhan air bersih. Untuk memasok air bersih di kota Depok di ambil dari mata air

di Kabupaten Bogor yang merupakan hulu sungai besar yang mengalir kearah utara
68

(Buku Putih Sanitasi Depok,2011:18). Menurut RPJIM Kota Depok 2015-2019, Kota

Depok memilki beberapa bentukan sumberdaya air seperti:

a. Air Permukaan

Air permukaan adalah semua air yang berasal dari sumber air di permukaan

tanah terbentuk karena proses siklus hidrologi maupun proses geomorfologi.

Terdapat berbagai macam air permukaan antara lain adalah:

1) Air Sungai

Secara umum sungai di Kota Depok termasuk ke dalam satuan wilayah

sungai yang besar yaitu Ciliwung dan Cisadane. PDAM Kota Depok

memanfaatkan potensi itu sebagian sumber air baku. Sungai Angke, Sungai

Ciliwung, dan Sungai Pesanggrahan adalah sungai yang mengalir melalui Kota

Depok.

2) Saluran Irigasi

Kota Depok memiliki lima jaringan irigasi lintas Kabupaten/Kota dan dua di

wilayah Kota yaitu sebagai berikut:

a) Jaringan irigasi lintas kabupaten/kota meliputi :

(1) Daerah Irigasi Cisadane Empang dengan luas kurang lebih 256 ha;

(2) Daerah Irigasi Parakanjati dengan luas kurang lebih 70 ha;

(3) Daerah Irigasi Ciliwung/Katulampa dengan luas kurang lebih 72 ha;

(4) Daerah Irigasi Karanji dengan luas kurang lebih 98 ha; dan

(5) Daerah Irigasi Angke V dengan luas kurang lebih 252 ha.
69

b) Jaringan irigasi utuh kabupaten/kota yaitu Daerah Irigasi Angke dengan luas

kurang lebih 1.242 ha

c) Jaringan irigasi di wilayah kota meliputi :

(1) Daerah Irigasi Enggram dengan luas kurang lebih 51 Ha; dan

(2) Daerah Irigasi Situ Ciriung dengan luas kurang lebih 13 Ha

3) Danau atau Situ

Kota Depok memiliki 25 situ yang tersebar di 11 kecamatan. Danau atau Situ

berfungsi sebagai tambak ikan, pengendali banjir dari meluapnya air hujan,

industri serta rekreasi untuk masyrakat sekitar.

b. Air Tanah

Menurut Undang Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air

terdapat definisi air tanah, “Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah

atau batuan di bawah permukaan tanah”. Air tanah merupakan hasil dari proses

siklus hidrologi yaitu infiltrasi ke bagian tanah. Air tanah merupakan unsur penting

yang menunjang kehidupan manusia yang bermukim di permukaan bumi. Air tanah

di Kota Depok dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1) Air tanah dangkal

Sumber kebutuhan air minum di Kota Depok untuk masyarakat banyak

menggunakan sumur gali dengan kedalaman rata rata 10 meter yang kondisinya

bagus, tetapi di sebagian tempat kondisinya keruh dan berbau.


70

2) Air tanah dalam

Di Kota Depok banyak sekali ditemukan air tanah dalam. Kota Depok dapat

diindikasikan bahwa wilayahnya berada pada lokasi antara Badak Kulon dan

Pasar Minggu yang merupakan ujung dari kipas alluvium yang merupakan batas

dari Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta dan Bogor, dimana akuifer terdapat

pada kedalaman kurang dari 5 m sepanjang 20 km dari Selatan ke Utara. Rata-

rata laju infiltrasi sebesar 19,7 l/det dan di tempat lain didapatkan 22,4 l/det.

Ini menyebabkan penyingkapan dan membuat sarana pengisian kembali air

tanah kembali, aliran air tanah dalam akan sangat optimal serta terjangkau dan

murah.

B. Kondisi Penduduk

Penduduk adalah orang dalam anggota keluarga, anggota masyarakat, warga

negara dan himpunan berjumlah yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas

wilayah tertentu (Mantra,2009:) Deskripsi tentang kependudukan di Kota Depok yang

akan dijabarkan dalam penelitian ini berupa jumlah, distribusi, tingkat pertumbuhan

penduduk, komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, komposisi penduduk

berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.

1. Jumlah, Distribusi dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota

Depok. Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2018 sebanyak 1.844.932 jiwa
71

terdiri dari jenis kelamin laki laki sebanyak 930.827 dan perempuan sebanyak

914.105 jiwa tersebar di 11 Kecamatan. Mengenai jumlah penduduk dan distribusi

penduduk yang dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9
Distribusi Penduduk Yang Teradministrasi Per-Kecamatan
Di Kota Depok Tahun 2018
Jenis Kelamin Persentase
No Kecamatan Jumlah
Laki laki Perempuan (%)
1 Sawangan 75.525 73.031 148.556 8,1
2 Bojongsari 58.872 57.091 115.963 6,3
3 Pancoran Mas 116.458 115.034 231.492 12,5
4 Cipayung 75.339 73.527 148.866 8,1
5 Sukmajaya 123.345 124.372 233.168 13,4
6 Cilodong 75.064 73.111 247.717 8
7 Cimanggis 118.423 114.745 148.175 12,6
8 Tapos 121.162 118.985 240.147 13
9 Beji 78.180 77.044 155.224 8,4
10 Limo 45.419 44.395 89.814 4,9
11 Cinere 43.040 42.770 85.810 4,7
Kota Depok 930.827 914.105 1.844.932 100
Sumber: Dinas kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok 2018

Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang

bertempat di suatu wilayah dengan luas wilayah tersebut. Dari tabel tersebut bisa

dilihat bahwa jumlah penduduk paling banyak menurut persentase terdapat di

Kecamatan Sukmajaya sebesar (13,4%) dikarenakan pertumbuhan pendudukanya

paling banyak disana dan menempati wilayah yang biasa disebut Depok Dua

Tengah, dan Depok Dua Timur, dimana wilayah ini merupakan gabungan dari

berbagai macam Kelurahan serta merupakan wilayah terpadat yang berada di

Kecamatan Sukmajaya. Sedangkan yang terendah ada di Kecamatan Cinere sebesar


72

(4,7%) hal ini disebabkan Cinere merupakan Kecamatan baru yang berasal dari

pemekaran Kecamatan Limo pada tahun 2009 dan pemerataan penduduk yang

belum merata.

Kepadatan penduduk merupakan bagian dari jumlah penduduk yang mendiami

rumah tangga per Km² untuk menunjukkan kesesakan atau kepadatan itu sendiri

(Lembaga Demografi FEUI,1980:42). Kepadatan penduduk di Kota Depok Provinsi

Jawa Barat tahun 2018 dihitung dari masing masing Kecamatan per Km² dengan

perhitungan sebagai berikut:

Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk =
Luas Wilayah (Km2 )

(Sumber : Lembaga Demografi FEUI,1980:42)

Dari perhitungan tersebut dihitunglah kepadatan penduduk di Kota Depok

berdasarkan wilayah masing masing Kecamatan yang berarti setiap 1 Km²

ditinggali oleh penduduk sebanyak hasil dari perhitungan kepadatan penduduk

tersebut dalam satuan jiwa. Untuk kepadatan penduduk di Kota Depok berdasarkan

Kecamatan tahun 2018 dapat dilihat di Tabel 4.10.

Tabel 4.10
Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok
Tahun 2018
Kepadatan
Luas Wilayah Jumlah
No Kecamatan Penduduk
Penduduk
Km² Jiwa/Km²
1 Sawangan 29,5 148.556 5.672
2 Bojongsari 19,79 115.963 6.008
73

3 Pancoran Mas 18,21 231.492 12.839


4 Cipayung 11,63 148.866 13.001
5 Sukmajaya 18,04 247.717 14.278
6 Cilodong 16,09 148.175 9.152
7 Cimanggis 21,22 233.168 10.805
8 Tapos 32,33 240.147 7.220
9 Beji 14,3 155.224 10.661
10 Limo 12,32 89.814 7.586
11 Cinere 10,47 85.810 8.134
KOTA DEPOK 200,29 1.844.932 105.357
Sumber : Pengolahan data

Pertumbuhan Penduduk di Kota Depok setiap tahunnya pasti mengalami

perubahan dikarenakan jumlah kependudukan adalah sebuah dinamika yang bersifat

dinamis yang disebabkan dari berbagai macam faktor seperti kelahiran dan kematian

serta migrasi penduduk.

Tabel 4.11
Jumlah Penduduk yang Teradministrasi dari Tahun 2014-2018
Di Kota Depok
Jumlah penduduk
Tahun Jumlah Total
Laki laki Perempuan
2014 1.043.815 998.576 2.042.391
2015 1.070.596 1.024.755 2.095.351
2016 1.093.717 1.048.747 2.142.464
2017 915.764 896.160 1.811.924
2018 930.827 914.105 1.844.932
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok 2018

Adapun pertumbuhan penduduk di Kota Depok dari tahun 2014 – 2018 adalah

sebagai berikut:
74

Pt = Po (1+rn)
(Sumber: Lembaga Demografi FEUI, 1980:57-58)

Keterangan:

Pt = banyaknya penduduk pada tahun terakhir (2018) = 1.844.932 Jiwa

Po = banyaknya penduduk pada tahun awal (2014) = 2.042.391 Jiwa

r = angka pertumbuhan penduduk

n = jangka waktu dalam tahun (2014-2018) = 4 tahun

Berdasarkan data jumlah penduduk Kota Depok dapat diketahui:

Pt = Po (1+rn)

1.844.932 = 2.042.391 (1+ 4r)

1.844.932 − 2.042.391
r=
2.042.391 𝑋 4

−197.459
r= = -0,024
8.169.564

r = -0,024 x 100

r = -2,4 %

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pertumubuhan penduduk di Kota

Depok Provinsi Jawa Barat antara tahun 2014 – 2018 rata rata sebesar -2,4 %. Hal

ini berarti jumlah penduduk di Kota Depok mengalami penurunan dari faktor faktor
75

pengubah dinamika kependudukan. Jumlah penduduk di Kota Depok dari tahun

2014-2018 berdasarkan Tabel 4.11 menunjukkan penurunan drastis. Penurunan

data ini disebabkan karena data dikonsolidasi dengan data Kemendagri,

penghapusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda, serta penghapusan anomali data.

2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Umur dan jenis kelamin merupakan karakteristik dalam komposisi penduduk

yang menjadi pokok. Struktur komposisi ini mempunyai pengaruh yang penting

terhadap perilaku demografi maupun sosial dan ekonomi para penduduk yang

bertempat di suatu wilayah (Lembaga Demografi FEUI, 1980:13). Komposisi

penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.12

Tabel 4.12
Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Kota Depok
Tahun 2018
Kelompok Jenis Kelamin Persentase
Frekuensi
umur Laki laki Perempuan (%)
0-4 91.741 87.727 179.468 9,7
5-9 85.409 81.872 167.281 9,1
10-14 79.269 72.090 151.359 8,2
15-19 73.589 68.319 141.908 7,7
20-24 67.763 63.521 131.284 7,1
25-29 69.544 70.335 139.879 7,6
30-34 71.134 73.760 144.894 7,9
35-39 80.690 83.538 164.228 8,9
40-44 76.534 76.632 153.166 8,3 76
45-49 69.649 68.312 137.961 7,5
50-54 54.376 53.998 108.374 5,9
55-59 40.616 41.732 82.348 4,5
60-64 29.777 30.087 59.864 3,2
65+ 40.736 42.182 82.918 4,5
JUMLAH 930.827 914.105 1.844.932 100
Sumber : Dinas Kependudukan dann Pencatatan Sipil Kota Depok 2018

Berdasarkan pada Tabel 4.12 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki laki

lebih besar dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Kelompok umur tertinggi

yaitu 0-4 tahun sebanyak 179.468 jiwa atau sebesar (9,7%). Sedangkan kelompok

umur terendah yaitu 60-64 tahun sebanyak 59.864 jiwa atau sebesar (3,2%).

Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat digambarkan

dengan menggunakan grafik batang atau yang biasa dikenal dengan piramida

penduduk. Piramida penduduk dapat menginformasikan kondisi kependudukan

suatu wilayah. Di Kota Depok, piramida penduduk menurut umur dan jenis kelamin 77

dapat dilihat di Gambar 4.1

Gambar 4.1 Grafik Piramida Penduduk Kota Depok tahun 2018


Berdasarkan gambar 4.1 piramida penduduk tahun 2018. Kota Depok

merupakan tipe piramida penduduk “Stationary”. Tipe stasioner ini menjelaskan

bahwa di suatu daerah terdapat penduduk dalam tiap kelompok umur hampir sama

banyaknya, terkecuali pada umur tertentu. Kelompok umur 0-4 menunjukkan

jumlah penduduk tertinggi, daripada kelompok umur yang lain. Pengelompokan

penduduk umur dibedakan menjadi 3 golongan yaitu,:

a. Golongan usia muda atau belum produktif berumur 0 sampai 14 tahun.

b. Golongan usia dewasa atau usia kerja, usia produktif berumur 15 sampai 64

tahun.
78
c. Golongan usia tua atau usia tidak produktif berumur 65 tahun keatas.

Golongan penduduk muda dan golongan penduduk tua merupakan golongan

usia tidak produktif dan bergantung beban hidupnya kepada usia produktif yang

mampu menghasilkan kebutuhan hidup usia yang belum mampu atau sudah tidak

mampu lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk menghitung beban

ketergantungan atau dependency ratio. Beban tanggungan menyatakan

perbandingan antara usia non produktif dengan usia produktif secara ekonomi dan

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

P0−14 +P>65
Beban Ketergantungan = P15−64
x 100
(Lembaga Demografi FEUI,1980:16)

Keterangan:
P0-14 = Jumlah penduduk umur belum produktif (0-14 tahun)

P>65 = Jumlah penduduk umur tidak produktif (65 tahum keatas)

P15-64 = Jumlah penduduk umur produktif (15 -64 tahun)

Diketahui:

P0-14 = 498.108 jiwa

P>65 = 82.918 jiwa

P15-64 = 1.263.906 jiwa

79
498.108 + 82.918
Beban Ketergantungan = 𝑋 100
1.263.906

= 45,91 dibulatkan menjadi 46

Beban Ketergantungan = 46

Penggolongan besar kecilnya angka beban ketergantungan dibedakan menjadi

tiga golongan. Jika kurang dari 30 orang maka digolongkan kecil, jika 30-40 orang

maka digolongkan sedang, dan bila angka beban ketergantungan lebih dari 40 maka

digolongkan besar(Ayudha D.Prayoga,2007:26).

Dari hasil perhitungan dapat diketahui angka beban ketergantungan di Kota

Depok tahun 2018 sebesar 46 serta tergolong besar. Hal ini mengartikan bahwa

setiap 100 jiwa penduduk usia produktif menanggung beban 46 jiwa penduduk non

produktif. Selain pengelompokan menurut angka beban ketergantungan atau


dependency ratio pengelompokan lain juga bisa dilihat dari perbandingan jenis

kelamin atau sex ratio. Rasio ini merupakan perbandingan antara banyaknya

penduduk laki laki dengan banyaknya penduduk perempuan pada suatu wilayah

dalam waktu tertentu (Lembaga Demografi FEUI,1980:14). Rasio jenis kelamin

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah penduduk laki laki


𝑆𝑅 = 𝑋 100
Jumlah penduduk perempuan

(Lembaga Demografi FEUI,1980:15)

930.827
𝑆𝑅 = 𝑋 100
914.105
80
𝑆𝑅 = 101,82 dibulatkan menjadi 102

𝑆𝑅 = 102

Rasio jenis kelamin di Kota Depok Provinsi Jawa Barat tahun 2018 sebesar 102.

Hal ini mengartikan bahwa terdapat 102 penduduk laki laki dari setiap 100

penduduk perempuan. Perbedaan pola mortalitas dan migrasi antara laki laki dan

perempuan mempengaruhi dinamika rasio jenis kelamin pada generasi selanjutnya.

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Menurut Undang Undang Nomer 20 tahun 2003 tentang definisi pendidikan

yang berbunyi “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Tinggi rendahnya tingkat

pendidikan penduduk di suatu wilayah mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia

untuk menyongsong kehidupannya, jika jumlah penduduk yang tidak mendapat

pendidikan setinggi tingginya tergolong besar maka kualitas hidupnya juga akan

terganggu dan begitupula sebaliknya jika penduduk mendapat pendidikan setinggi

tingginya maka kualitas hidup akan membaik dengan ilmu pendidikan yang

diperoleh kepada masing masing individu penduduknya dan sangat berpengaruh

terhadap generasi selanjutnya yang akan menjalani kehidupan. Data tentang

komposisi penduduk menurut pendidikan di Kota Depok tahun 2018 dapat di lihat
81
di tabel 4.13

Tabel 4.13
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Depok
tahun 2018
Tingkat Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)
Tidak tamat SD 176.594 12
Tamat SD 188.760 12,9
Tamat SLTP/Sederajat 220.195 15
Tamat SLTA/Sederajat 646.955 44,1
Perguruan Tinggi 234.274 16
Jumlah 1.466.778 100
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok 2018

Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa pendidikan penduduk di Kota Depok

tahun 2018 paling banyak adalah tingkat SLTA/Sederajat sebesar (44,1%) dan
82

yang paling sedikit adalah golongan tidak tamat SD sebesar (12%). Sementara itu

penduduk yang mampu mendapat pendidikan tinggi sebesar (16%).

4. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

Menurut BPS dalam situs https://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-kerja.html

definisi bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan

maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,

paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut

termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu

usaha/kegiatan ekonomi. Manusia dalam kesehariannya selalu melakukan aktivitas,

mulai dari aktivitas yang rutin maupun yang tidak, salah satu aktivitas yang
82
dilakukan rutin oleh usia produktif adalah bekerja. Bekerja berarti melakukan

pekerjaan yang menjadi rutinitas sebagai penunjang kehidupan sehari hari untuk

menghasilkan kepuasan dan kebutuhan dalam hal perekonomian demi mewujudkan

kesejahteraan individu atau keluarganya. Tingkat kesejahteraan sebuah wilayah

dapat dilihat dari seberapa besarnya tingkat usia produktif yang bekerja. Untuk data

komposisi penduduk menurut jenis pekerjaan di Kota Depok dapat dilihat pada

Tabel 4.14.

Tabel 4.14
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan di Kota Depok
Tahun 2018
Mata Pencaharian Frekuensi Persentase (%)
PNS/TNI/POLRI 48.354 7,2
Karyawan 411.422 61
Pensiun 20.347 3
Pejabat Negara 64 0,009
Buruh 59.758 8,9
Informal 8.708 1,3
Petani & Peternak 1.028 0,2
Wiraswasta 124.478 18,5
JUMLAH 674.159 100
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok 2018

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui mata pencaharian dengan persentase

terbesar adalah karyawan sebesar (61%) dan jenis pekerjaan dengan persentase

terendah yaitu pejabat negara seperti contohnya anggota DPR RI, DPRD, Walikota

dan wakilnya serta pejabat negara yang dijabarkan dalam Undang Undang yaitu

sebesar (0,003%). Untuk persentase buruh sebesar (8,9%) adanya mata pencaharian

buruh dikarenakan wilayah Kota Depok di sepanjang Jalan Raya Bogor terdapat

banyak pabrik pabrik yang memproduksi peralatan rumah tangga, peralatan berat

maupun produk makanan dan minuman.

Anda mungkin juga menyukai