Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KEGIATAN

KAJIAN AWAL POLA PENGUSAHAAN SITU


CILEUNCA/CIPANJUNJANG, PLTA PLC dalam
RANGKA KEHANDALAN AIR BAKU SPAM
PDAM KOTA BANDUNG

0
Unit Penelitian dan Pengembangan
PDAM TIRTAWENING KOTA BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Situ Cipanunjang dan Situ Cileunca merupakan situ yang menampung air dengan
kapasitas yang cukup besar, keberadaannya telah dimanfaatkan oleh Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA) yakni PLTA Plengan, Lamajan dan Cikalong dan juga di daerah hilir
digunakan oleh PDAM, yakni PDAM Tirtarahardja dan PDAM Tirtawening Kota Bandung,
selain dimanfaatkan oleh kebutuhan lainnya.

Seiring dengan perjalan waktu, keberadaan situ mengalami perubahan, baik


perubahan karena iklim yang tidak menentu, sedimentasi dan juga pemanfaatan yang
semakin beragam sedikit banyak kan mempengaruhi ketersediaan sumber air baku,
khususnya buat PDAM Tirtawening Kota Bandung. Untuk dapat memastikan kembali
apakah keberadaan situ ini masih akan menjadi sumber air baku yang potensial atau tidak,
maka perlu adanya Pola Pengusahaan terhadap Situ tersebut.

Di dalam mencari bentuk pola pengusahaan seperti apa yang harus dilakukan, maka
diperlukan kajian awal mengenai keberadaan situ tersebut saat ini, dan kajian ini hanya
sebatas melihat kondisi eksisting dan mendiskusikannya dengan pakar lingkungan dari ITB
untuk membangun Pola Pengusahaan yang optimal bagi mereka yang berkepentingan akan
keberadaan situ tersebut.

Demikian gambaran secara umum, kajian awal ini sebagai pengantar untuk melakukan
kajian yang lebih lanjut dan lebih detail yang dapat memenuhi syarat untuk kepentingan
pembentukan model Pola Pengusahaan yang tepat.

Bandung, Desember 2013

Ketua Tim

Agung Sugianto

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................. I

DAFTAR ISI......................................................................................................................................... II

I. PENDAHULUAN........................................................................................................................... 1

1.1. LATAR BELAKANG.............................................................................................................................1


1.2. TUJUAN..........................................................................................................................................2
1.3. RUANG LINGKUP..............................................................................................................................2
1.4. WAKTU DAN METODE PELAKSANAAN..................................................................................................2
1.5. PELAKSANA.....................................................................................................................................3

II. KONDISI SAAT INI........................................................................................................................... 4

2.1. SISTEM PRODUKSI PDAM TIRTAWENING DAN SUMBER AIR BAKU.................................................................4


a. Sistem Produksi I.........................................................................................................................4
b. Sistem Produksi 2......................................................................................................................11
2.2. PROYEKSI KEBUTUHAN AIR MINUM KOTA BANDUNG................................................................................15
c. Keadaan dan jenis kota.............................................................................................................16
d. Rencana pengembangan kota..................................................................................................16
e. Data kependudukan yang ada..................................................................................................16

III. PELAKSANAAN............................................................................................................................ 18

3.1. LOKASI OBJEK KAJIAN...........................................................................................................................18


a. Situ Cileunca..............................................................................................................................18
b. Situ Cipanunjang.......................................................................................................................19
c. Sungai Cisangkuy......................................................................................................................19
3.2. DATA TEKNIS SITU...............................................................................................................................24
3.3. TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR DAS CISANGKUY......................................................................................36
3.4. POLA PENGUSAHAAN............................................................................................................................37

IV. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................................................... 43

4.1. KESIMPULAN.......................................................................................................................................43
4.2. SARAN...............................................................................................................................................44

V. FOTO KEGIATAN SURVEY.............................................................................................................. 45

ii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Meningkatnya angka pertumbuhan penduduk Kota Bandung berdampak terhadap
meningkatnya kebutuhan akan air bersih, dan PDAM Tirtawening Kota Bandung sebagai
operator dalam Sistem Penyediaan Air Minum yang bertugas memberikan pelayanan dan
kemanfaatan umum kepada seluruh masyarakat melalui pelayanan air minum dan air
limbah juga bertugas untuk mewujudkan penambahan cakupan pelayanan air minum dan
air limbah yang disesuaikan dengan pertambahan penduduk kota Bandung. Di dalam
melaksanakan tugasnya PDAM Tirtawening Kota Bandung menghadapi permasaahan yang
cukup menantang yakni ketersediaan sumber air baku.

Sumber air baku yang saat ini dipergunakan oleh PDAM Tirtawening terdiri dari 3 (tiga)
jenis, yakni dari air permukaan, mata air dan air tanah dalam atau sumur bor, hanya dua
yang disebutkan terakhir dengan berjalannya waktu sudah semakin menurun dan banyak
yang sudah tidak digunakan lagi. Jadi saat ini air baku yang menjadi sumber utama berasal
dari air permukaan atau sungai. Sumber air yang berasal dari Sungai Cikapundung, Sungai
Cibeureum, Sungai Cirateun, Sungai Cipanjalu dan Sungai Cisangkuy dengan total kapasitas
sebesar 3.215 l/detik 1. Sedangkan yang berasal dari mata air berasal dari Bandung Utara
dan mata air Bandung Timur dengan kapasitas sebesar 110 l/detik dan yang berasal dari
sumur bor sebesar 157 l/detik, maka total sumber air baku yang masuk secara keseluruhan
sebesar 3.482 l/detik.

Mengantisipasi perkembangan Kota Bandung sebagai urban metropolitan dan sebagai


Ibu Kota Propinsi Jawa Barat, merupakan Kota Jasa dan magnit bagi pertumbuhan aktifitas
pembangunan, perlu ditunjang infrastruktur air minum yang memadai, maka skenario
pelayanan air minum zona potensial berkembang ke dua arah yang utama, yakni ke arah
Utara dan Selatan dengan garis pembatas yang membentang dari Barat ke Timur adalah
Jalan Soekarno-Hatta.

Guna menjamin ketersediaan air minum bagi masyarakat Kota Bandung diperlukan
pengembangan SPAM PDAM Tirtawening Kota Bandung selaras Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Salah satu bentuk pengembangan SPAM adalah menggali atau mengoptimalkan


sumber-sumber air yang lain atau yang ada yang dapat mememenuhi kebutuhan air minum
Kota Bandung. Dari sekian banyak sumber air yang ada, beberapa kandidat sumber air
yang perlu dikaji adalah Situ Cileunca/Cipanjunjang, PLTA PLC (Pembangkit Listrik Tenaga
Air Plengan, Lamajan, Cikalong) yang terletak di daerah Bandung Selatan.

1.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah mengevaluasi keberadaan Situ Cileunca/Cipanjunjang,
PLTA PLC (Plengan, Lamajan, Cikalong) dan mencari pola pengusahaan situ yang dapat
menjamin keberadaan sumber air baku untuk Kota Bandung.

1.3. Ruang Lingkup


 Proyeksi Kebutuhan Air Minum
 Mengidentifikasi aspek teknis di lokasi
 Mengidentifikasi tata guna lahan di sekitar lokasi
 Mengidentifikasi Fungsi sumber saat ini
 Pola pengusahaan Dam/Waduk

1.4. Waktu dan Metode Pelaksanaan


Untuk melakukan evaluasi ini diperlukan waktu 1 (satu) bulan yaitu pada November
2013 dengan metode Survey Lapangan dan Mengumpulkan data Sekunder .

1
Business Plan PDAM Tirtawening 2013-2017
1.5. Pelaksana
Kegiatan dilaksanakan oleh Tim internal PDAM Tirtawening Kota Bandung dengan
dibantu oleh Prof. Arwin Sabar dari Institut Teknologi Bandung sebagai nara sumber.
II. KONDISI SAAT INI
2.1. Sistem Produksi PDAM Tirtawening dan Sumber Air Baku
Instalasi Pengolahan Air di PDAM Tirtawening Kota Bandung dibagi menjadi 2(dua)
yakni Sistem Produksi I dan Sistem Produksi II.

a. Sistem Produksi I

Sistem produksi 1 terdiri dari sistem pengolahan dimana air baku berasal dari S.
Cisangkuy (Cisangkuy Lama dan Cisangkuy Baru), Pompa Cikapundung, Dago Bengkok, Air
Tanah (Sumur Bor) dan Badak Singa itu sendiri.

1. Sungai Cisangkuy

Mutu Sungai Cisangkuy di Cikalong cukup baik karena telah dilakukan prasedimentasi
terlebih dahulu. Yang menjadi masalah adalah jika pihak PLN mengadakan perbaikan mesin-
mesin atau pemeliharaan turbin, ada bagian minyak atau tumpahan yang ikut mengalir
dalam air baku.

Debit dari air Sungai Cisangkuy yang mengalir dari keluaran turbin PLN di Cikalong
masih memadai. Debit untuk 1 (satu) turbin kira-kira 5,5 – 6,0 m 3/det, tetapi saat ini hanya
menggunakan 1 (satu) turbin dengan debit 2.000 L/det. Hal ini dikarenakan PLN memiliki izin
pengambilan air dengan debit tersebut, jika PLN bermaksud mengambil air lebih dari
jumlah yang diizinkan perlu dipertimbangkan kembali dengan peruntukkan air untuk
keperluan irigasi. Izin yang diberikan untuk saat ini adalah 1800 L/det. Dengan 2 (dua)
instalasi yang menyadap air baku dari Sungai Cisangkuy, yaitu Sungai Cikalong Lama dan
Cikalong Baru.

Berikut ini adalah skema tata air Sungai Cisangkuy dan gambaran mengenai air yang
disadap

Bagan 1. Skema Tata Air Sungai Cisangkuy


Skematik pengaliran air baku dari intake Cikalong dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Air Limpasan Dari Turbin Jembatan Pipa Air Dari Turbin

Intake Sungai Cisangkuy Screen Sungai Cisangkuy



Terowongan Menuju Sedimentasi Bak Sedimentasi



Outlet Sedimentasi Bak Over Fow dan


(Pipa Baru, Pipa Lama, Intake kabupaten
Over Fow dan Intake Kabupaten)

2. Intake

Cikalong Lama
Instalasi lama menyadap air sungai bagian hilir dari bangunan PLTA Cikalong dengan
membuat bendungan tetap pada ketinggian ± 852,50 m dpl. Bangunan sadap dilengkapi
bangunan prasedimentasi yang mempunyai alat penguras lumpur dan menjadi satu dengan
bangunan baru. Air disalurkan melalui pipa dengan ukuran 800 mm dengan 900 mm
sepanjang 32 km, dialirkan ke Badaksingan Bandung pada elevasi 753,20 m dpl dengan
kapasitas rencana 1800 L/det semula instalasi Cikalong Lama direncanakan dengan
kapasitas 1.000 L/det, namun saat ini hanya dapat menyalurkan air sebesar 700 L/det. Di
Cikalong tidak ada meter air induk untuk mengukur debit air yang mengalir dalam pipa
transmisi yang disalurkan dari Cikalong menuju IPA Badaksinga.

Kondisi sungai di lokasi pintu intake banyak terdapat batu-batu besar dan kecil, yang
akan terbawa masuk ke bak intake, terutama pada saat musim hujan dan aliran air sungai
besar maka batu akan terbawa aliran ke bak intake akan semakin banyak dan menghambat
aliran/menyumbat pada pintu intake.

Cikalong Baru

Instalasi baru menyadap air langsung dari keluaran turbin PLTA Cikalong lebih hulu
dan lebih tinggi dari bangunan sadap lama. Bangunan sadap terdiri dari bangunan pintu air,
saluran terbuka dengan pelimpah untuk membatasi debit air, sebuah pipa melintasi sungai
di atas bendung lama sekaligus menjadi jembatan penyebrangan dan sebuah bangunan
prasedimentasi yang menyatu dengan bangunan lama dilengkapi dengan alat penguras
endapan/lumpur secara mekanis.

Kapasitas rencana dari instalasi pipa baru adalah 800 L/det melalui pipa baja ukuran
diameter 850 mm sepanjang 32 km dari Cikalong ke Badaksinga. Namun pada kenyataannya
kemampuan kapasitas sekitar 660 L/det dan tidak dipasang meter induk di Cikalong untuk
mengukur debit air yang mengalir melalui pipa transmisi dari Cikalong ke Badaksinga. Untuk
enambah debit dari Cikalong masih memungkinkan namun diperlukan kordinasi dengan
pihak terkait, apalagi bila rencana pengaliran air dari Sungai Cilaki dan Sungai Cibatarua
serta pembuatan waduk di sungai tersebut dilaksanakan.

Dalam bak, air sungai dari pintu intake dan limpasan dari turbin PLN terdapat
regulator yang berfungsi untuk mengatur kapasitas pengaliran. Pada saat ini regulator
dalam keadaan rusak, dengan kondisi cashing dilepas sehingga tidak dapat berfungsi secara
optimal.

Sebelum mengalir ke dalam tunnel terdapat pintu yang berfungsi sebagai pengatur
aliran, pada saat ini kondisinya secara fisik perlu perawatan.

3. Tunnel

Tunnel mengalirkan air dari intake ke bak pra sedimentasi, pada ujung tunnel tidak
terdapat alat ukur, sehingga tidak dapat diperkirakan kapasitas air yang masuk ke dalam bak
pra sedimentasi. Bangunan perata aliran yang berupa kotak-kotak banyak yang telah rusak
dan hancur.

4. Prasedimentasi

Bak pra sedimentasi 2 terletak di Cikalong, terdiri dari dua kompartemen dengan unit
pengeruk lumpur elektrik yang saat ini masih dapat beroperasi dengan baik. Pada saat
musim hujan kapasitas pengaliran dari intake besar sehingga kecepatan aliran pada bak pra
sedemantasi 2 meningkat.

5. Pipa Transmisi

Pipa ini berfungsi untuk mengalirkan air baku


dari bak pra sedimentasi/bak pengendap, menuju ke
instalasi pengolahan air (IPA) Badaksinga Kota
Bandung, dengan pipa sepanjang 31, 25 km yang
membentang melalui dua wilayah kabupaten Bandung
dan kota Bandung. Sepanjang jalur pipa transmisi ini
dilengkapi dengan peralatan hidrolis, seperti : PRV
(Pressure Relief Valve), WO/LP (Wash Out), AV/HP (Air Valve), NRVS (Non Return Valve
Structure), OVS (Over Speed Valve System), dan Manometer. Ditambah dengan 6 titik
gabungan ( interkoneksi ) antara pipa lama dengan pipa baru yang berfungsi untuk
melakukan by pass apabila, terjadi kerusakan dan kehilangan atau dilakukan perbaikan
terhadap pipa dengan tanpa menurunkan banyak kapasitas air dari kedua pipa transmisi
tersebut.

Pipa Transmisi Lama

Pipa transmisi lama dipasang pada tahun 1959, dengan kapasitas desain pengaliran
1.000 liter/detik, dengan diameter sebesar Ø 800 mm – Ø 900 mm dan material pipa
terbuat dari cast iron.

Pipa Transmisi Baru

Pipa transmisi baru dipasang pada tahun 1992, dengan kapasitas desain pengaliran
800 liter/detik, diameter Ø 850 mm dan material pipa terbuat dari besi/steel berlapis
semen/cement lining di bagian dalam.

Jalur pipa lama mulai dari pra sedimentasi menyusuri jalan inspeksi, jalan raya
Banjaran – Pangalengan, menyeberang jalan di pertigaan Banjaran dan menyusuri sisi kanan
rel kereta api hingga jalan raya Banjaran. Kemudian menyusuri jalan raya hingga Baleendah.
Sedangkan pipa baru terus menyusuri jalur rel kereta api mulai dari banjaran hingga pasar
Kordon Bandung.
6. Pompa Cikapundung (Jl. Siliwangi)

Bangunan sadap yang terletak di hilir dari jembatan jalan Siliwangi menyadap air
Sungai Cikapundung dengan 2 pompa hanya mengalirkan air sebesar 180 L/det dari debit
rencana sebesar 200 L/det, dialirkan ke IPA Badaksinga pada ketinggian ± 753,20 m dpl.
Penambahan debit dari Sungai Cikapundung masih dimungkinkan dengan kesepakatan
pihak Pengairan, POJ dan PLN sektor Saguling. Letak titik sadap hilir PLTA Dago Bengkok II
dan harus bersedia menerima air seadanya dari operasi PLN.

7. Sumur Bor

Sistem produksi dari sumur bor hingga saat ini yang dapat dimafaatkan oleh PDAM
Tirtawening Kota Bandung berkapasitas ± 93 L/det yang berlokasi di wilayah Bandung Utara
Kabupaten Bandung. Berikut ini adalah data mengenai lokasi sumur bor di Kota Bandung.
Tabel 1. Letak dan Kapasitas Sumur Bor Yang Digunakan di Kota Bandung

Debit
No Nama Nama Sumur Alamat
(L/det)
1 Cimahi
PDAM Melong Asih Melong Asih Blok 9 10,77
PT. Puri Pratama PA Gempol Asri Gempol Asri 6,00
PDAM Bumi Asri Bumi Asri Gempolsari 7,10
PDAM Melong Asih Cijerah 2 Blok 8 10,13
PAM AW – 14 Jl. Raya Timur (BPKP) 6,50
2 Bandung Sumur AW
Proyek Air Minum AW – 1 Jl. Jend A Yani (Dinas 6,71
Pariwisata
PDAM/Pompa Air AW – 3 Jl. Gudang Selatan 2,50
PDAM/Pompa Air AW – 5 Jl. Jawa (Bale 5,00
Keselamatan)
PDAM/Pompa Air AW – 6 Jl. Gereja (PJKA) 10,00
PDAM/Pompa Air AW – 8 Jl. Industri 13,00
Proyek Air Minum AW – 11 Jl. Elang 17,39
Proyek Air Minum AW – 13 Jl. Jend Sudirman 19,75
PDAM/Pompa Air AW – 9 Jl. Ters. Industri 6,50
(Dekat PN Gas)
PDAM/Pompa Air AW - 12 Jl. Jend Sudirman 7,52
3 Bandung Sumur Lokal
Pompa air Arcamanik I Sukamiskin UB 5,60
PT. Baleendah PDAM Arcamanik III Golf Garden 8,21
PDAM Arcamanik IV Komp. Arcamanik (Jl. 10,41
Speed Boat)
Rumah Pompa PDAM Arcamanik II Golf Garden
PDAM Citarip Perum Citarip Kopo 4,43
PDAM Kodya DT II Bdg Dadali Jl. Dadali 0,31
Perum Perumnas Kopo I Bumi Kopo Kencana 6,92
PAM Kodya DT II Bdg Kopo II Kopo Plaza A24 2,57
PDAM Margahayu Margahayu Raya 2,04
Sumur Bor PDAM PPI Pramuka Pussenif 2,51
Debit
No Nama Nama Sumur Alamat
(L/det)
Sumur Bor PDAM Pratista Jl. Pratista 9,09
Pompa Artesis Raflesia Jl. Taman Raflesia 0,63
PDAM Saibi KK Saibi Cijerah 5,91
PDAM Sukapura Jl. Sukapura 2,96
Pompa Air Minum Sumbersari I Komp. Sumber sari 1,34
Sumbersari II
Rumah Pompa PDAM Taman Lingkar Taman Lingkar Sel 2,89
PD Air Minum Merkarwangi Komp. Mekarwangi 1,83
PDAM/Sumur Bor Mekarwangi Jl. Mekar Raharja 2 7,65
Pompa Air PDAM Jl. Dulatif Jl. Dulatif 2,50
Total 204,17
Sumber : Corporate Plan PDAM 2007-2011

Bumi Kopo Kencana I Jl Jendral Ahmad Yani

BPT - 3
Gambar 1. Beberapa Sumur Bor Yang Ada Di Kota Bandung

8. Badak Singa

Instalasi Badaksinga merupakan


gabungan 2 buah IPA. Instalasi pertama
adalah rancangan dari Degremont –
Perancis, dibangun sekitar tahun 1954
yang memiliki kapasitas rancangan
sebesar 1000 lt/det. Instalasi kedua
dirancang oleh IWACO – Belanda, memiliki
kapasitas rancangan sebesar 800 L/detik
dibangun pada tahun 1990. Dua pipa
transmisi air baku sepanjang ± 32 km
(dengan diameter 850 mm dan 800 - 900 mm) memasok air dari sungai Cisangkuy di
Cikalong, serta sebuah pipa transmisi tambahan untuk memasok air baku yang diambil dari
sungai Cikapudung. Kedua IPA itu menggunakan struktur inlet yang umum, dimana
pembubuhan koagulan polyalumunium khlorida (PAC) dan pengadukan cepat (fast mix)
dilakukan setempat, kemudian air yang diolah tersebut dibagi menjadi 8 aliran.

Instalasi lama terdiri dari 4 unit akselator untuk proses flokulasi dan pengendapan,
serta 20 buah saringan pasir cepat jenis satu media. Instalasi baru memiliki 4 flokulator jenis
aliran naik turun dan bak pengendap dilengkapi dengan plat lammella, serta 10 buah
saringan pasir cepat jenis dua media.

Air yang telah disaring, dari kedua instalasi


itu dibubuhi khlor sebagai desinfektan dan
ditampung dalam reservoir bawah tanah.
Pengaturan pH menggunakan kapur, namun saat
ini proses tersebut tidak dilakukan. Kapasitas
perencanaan seluruh IPA adalah sebesar 1800
liter/detik, tetapi debit air maksimum yang
masuk ke IPA rata-rata hanya sebesar 1500
liter/detik, terutama disebabkan oleh adanya
hambatan dalam pipa transmisi air baku dari
Cikalong. Diperlukan upaya untuk meningkatkan
kinerja instalasi lama untuk mencapai hasil yang memuaskan sesuai dengan kapasitas
perencanaan dan kualitas yang memenuhi syarat.

Dalam program mendesak mencakup optimalisasi dan pengoperasian IPA tersebut.


Pilihan pertama, kemungkinan dilakukan sedikit modifikasi untuk mencapai kapasitas
kapasitas pengolahan sebesar 1800 liter/detik. Sedang pilihan kedua kemungkinan
dilakukan rehabilitasi secara menyeluruh terhadap instalasi tersebut, termasuk peningkatan
peralatan mekanis, elektronis dan instrumentasi.

b. Sistem Produksi 2

Sistem produksi 2 terdiri dari sistem pengolahan dimana air baku yang diambil berasal
dari mata air (24 lokasi mata air), air permukaan (S. Cibeureum (40 L/det), S. Cirateun (5
L/det), S. Cikapundung/Bantar (600 L/det), Kolam Tandon PLN Pakar (42 L/det) dan S.
Cipanjalu (20 L/det)). Berikut ini adalah uraian mengenai sistem produksi berdasarkan
sumber air bakunya.

1. Mata Air

Pada awalnya sumber mata air yang dapat dimanfaatkan oleh PDAM Tirtawening Kota
Bandung berasal dari mata air Ciwangun, Cilaki dan Cigentur, terletak di di wilayah Bandung
Utara Kabupaten Bandung dengan debit sebesar ± 93 L/det. Kemudian ditemukan beberapa
mata air baru di wilayah yang sama, yaitu Ciasahan, Legok Baygon, Panyairan, Cibadak dan
Ciwangi, sehingga debit total dari mata air mencapai ± 200 L/det. Debit air yang berasal dari
mata air tersebut sebagian dialirkan ke Reservoir R-XI, sebagian lagi langsung masuk ke
system distribusi.

Sumber mata air yang digunakan oleh PDAM Tirtawening Kota Bandung untuk
melayani kebutuhan masyarakatnya adalah sebagai berikut :

 Mata Air Cigentur I and II


 Ciliang
 Cilaki
 Ciwangun
 Cisalada I and II
 Cicariuk
 Cibadak
 Cirateun
 Cikendi
 Ciasahan
 Legok Baygon
 Citalaga
 Panyairan
 Ciwangi
Sumber air ini di olah di Resevoir XI di Ledeng dengan total debit 190 L/dtk. Gambar
berikut ini beberapa sumber Mata air yang dikumpulkan di Reservoir XI – Ledeng.
Gambar 2. Sumber Air Mata Air Yang Dikumpulkan di Reservoir XI- PDAM Tirtawening Kota Bandung

9. Sungai Cibeureum

Mutu Sungai Cibeureum cukup baik untuk air


baku tetapi saluran pengantar dari Bendung Cibeureum
ke IPA Ledeng melalui tepi jalan sehingga tercampur
dengan fungsi drainase, dikhawatirkan ada air limbah
yang ikut masuk ke saluran pengantar tersebut. Pada
waktu terjadi banjir air Sungai Cibeureum menjadi
keruh tetapi umumnya berlangsung dalam waktu yang
tidak terlalu lama.

Sebuah bangunan sadap di bangun di Sungai


Cibeureum dilengkapi bangunan prasedimentasi. Air
dialirkan ke IPA Ledeng dengan debit rencana 40
L/det. Pengaliran dari bendung Cibeureum ke IPA
Ledeng menggunakan saluran terbuka melalui tepi
jalan. Pada musim kemarau debit air dapat turun
menjadi 30 L/det. Air hasil pengolahan ditampung di
R-XI berkapasitas 100 m3 kemudian didistribusikan
kewilayah Bandung Utara bagian barat.
Penambahan debit dari sumber air ini sulit dilakukan karena debit air di musim kemarau
kecil.

10. Sungai Cirateun

Sebuah bangunan sadap dibangun di sebelah hulu Sungai


Cibeureum yang terletak di Kecamatan Isola dengan
kapasitas 5 L/det, yang kemudian dialirkan ke IPA Cirateun
untuk pelayanan di wilayah Bandung Utara khususnya di
Kelurahan Isola, produksi saat ini rata-rata di bawah
kapasitas yang direncanakan. Rata-Rata produksi selama
bulan Januari sampai dengan September 2006 adalah
sebesar 3,37 L/det.

11. Sungai Cikapundung/Intake Bantar Awi

Air Sungai Cikapundung ketika hujan banyak mengandung lumpur sehingga


menurunkan kemampuan IPA Dago Pakar yaitu 600 L/det pada keadaan normal menjadi 500
L/det pada waktu banjir. Pada waktu mendatang perlu diadakan modifikasi sehingga dapat
memenuhi kapasitas 600 L/det pada waktu banjir dan pada waktu normal. Sedangkan
pengambilan dari kolam reservoir harian PLN tidak begitu berpengaruh karena telah
mengalami proses prasedimentasi dan pengambilan air baku dari kolam hanya dalam
jumlah kecil. Pada saat ini Sungai Cikapundung telah memasok air untuk PDAM Tirtawening
Kota Bandung sebesar 820 L/det dari 840 L/det yang diizinkan, yaitu terdiri dari 600 L/det
untuk IPA Dago Pakar, 40 L/det untuk IPA MP Dago Pakar dan pemompaan di sekitar
Jembatan Siliwangi 180 L/det dari izin 200 L/det untuk IPA Badaksinga. Saat ini akan
dikembangkan pengambilan air dari Sungai Cikapundung (Dago Bengkok) sebesar 600 L/det.

12. Cikapundung I (IPA Pakar)

Sebuah bangunan sadap dan bangunan pra sedimentasi terletak 3,7 km di bagian hulu
di bangunan IPA Dago Pakar bangunan sadap PDAM tepat di bagian hulu dari bangunan
sadap PLN, mempunyai 2 pintu sadap yaitu di bagian kanan bendung. Kapasitas bangunan
sadap, bangunan pra sedimentasi dan pipa dengan diameter 700 mm adalah 600 L/det
diolah di Dago Pakar untuk pelayanan air minum di daerah Bandung Utara sebagian di
tampung dalam reservoir R-XII (± 845 m dpl) dengan kapasitas 7.500 m 3 dan sebagian
dialirkan ke reservoir R-XI Cikutra (± 747 m dpl) dengan kapasitas 11.000 m 3.

Penyadapan air baku dari Sungai Cikapundung ke IPA Dago Pakar menggunakan
bendung penangkap air, bangunan sadap dan bangunan peguras. Pintu sadap dilengkapi
dengan saringan (screen) untuk menghindari masuknya sampah ke IPA. Pada umumnya
sampah yang masuk adalah sampah plastik.
Saat ini IPA Badaksinga disuplai dari Sungai Cisangkuy sebesar 1400 L/det dan dari
Sungai Cikapundung Siliwangi sebesar 150 L/det sehingga total air yang diproduksi oleh IPA
Badaksinga adalah 1550 L/det, tetapi angka ini tidak konstan setiap waktu karena kondisi
pipa transmisi yang tidak yang tidak mendukung. Pada saat jaringan pipa transmisi baru dari
Dago Bengkok dengan kapasitas 300 L/det telah dapat dioperasionalkan. Tambahan supply
dari Dago Bengkok dengan air baku yang diambil dari Sungai Cikapundung ini dapat
memaksimalkan IPA Badak Singa menjadi 1800 L/det, sehingga kondisi idle di Badak Singa
tidak terjadi lagi seperti tahun sebelumnya. Secara skematik tambahan supply dari Dago
Bengkok di gambarkan sebagai berikut.

Gambar 3. Skematik Penambahan Supply Dari Dago Bengkok

13. Cikapundung II (Kolam Dago Pakar)

Sebuah bangunan sadap yang mengambil air dari kolam reservoir harian milik PLN di
Dago Bengkok besar 40 L/det, diolah dalam IPA MP Dago Pakar terpisah tidak jauh dari
instalasi Cikapundung I hasil pengolahan di tampung di reservoir dengan kapasitas 100 m 3
lebih dahulu, kemudian di distribusikan ke pelanggan di daerah Bandung Utara.

14. Sungai Cikapundung/Kolam Dago Pakar

Penyadapan air untuk IPA MP Dago Pakar dilakukan dengan pemompaan yang
mengambil air dari kolam milik PLN, Kolam Pakar sendiri menyadap air dari Sungai
Cikapundung tepat di hulu bendung penangkap air baku untuk IPA Dago Pakar, sistem milik
PLN ini sebelum masuk kolam pakar tidak melalui proses sedimentasi.

15. Sungai Cipanjalu

Sebuah IPA baru dari Sungai Cipanjalu Ujung Berung dengan kapasitas 20 L/det
digunakan untuk pelayanan di wilayah Ujung Berung. Bangunan sadap berdekatan dengan
bangunan pengatur air irigasi sehingga pada saat musim kemarau akan terjadi kekurangan
air baik untuk irigasi maupun untuk PDAM sehingga diperlukan kordinasi yang lebih intensif
dengan pengelola irigasi. Produksi saat ini rata-rata 14,38 L/det.

Untuk wilayah Ujung Berung yang berada di sebelah timur laut Kota Bandung
dioperasikan dengan system terpisah dan merupakan zona tersendiri dengan sumber air
baku berasal dari 3 (tiga) sumber air; berupa beberapa mata air, Sungai Cipanjalu (20 L/det)
dan sumur dalam. Untuk zona ini tidak terdapat reservoir utama.

2.2. Proyeksi Kebutuhan Air Minum Kota Bandung


Penduduk merupakan faktor utama dalam perencanaan, karena suatu perencanaan
yang disusun untuk keperluan pada masa datang didasari oleh pengetahuan tentang
masalah yang sama pada masa sebelumnya. Perkembangan kehidupan dan semua aktivitas
merupakan hal yang penting dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Angka pertambahan
penduduk tidak lepas dari data–data penduduk sebelumnya. Banyak faktor yang
mempengaruhi angka pertambahan penduduk seperti masalah kesehatan, sosial, ekonomi,
politik dan lain–lain. Populasi berubah dengan angka–angka kematian, kelahiran dan
perpindahan penduduk. Jadi faktor–faktor seperti kelahiran, kematian dan migrasi.

Proyeksi penduduk berguna untuk memperkirakan kebutuhan air di masa akan datang
dan perkiraan timbulan air buangan akibat pemakain air tersebut, dengan demikian dapat
memberikan tahap perencanaan dan perkiraan pembiyaan pembangunan.

Pengertian kebutuhan air adalah jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk
keperluan pokok kegiatan manusia dan kegiatan lainnya yang memerlukan air. Kebutuhan
air memerlukan besaran sistem yang ditetapkan berdasarkan pengelaman-pengalaman dari
pemakaian air.

Adapun cara–cara yang diambil untuk menghitung kebutuhan air adalah dengan
menghitung proyeksi penduduk hingga tahun perencanaan, dimana perhitungan proyeksi
penduduk tergantung oleh beberapa hal berikut :

c. Keadaan dan jenis kota.


d. Rencana pengembangan kota.
e. Data kependudukan yang ada.

Sesuai dengan kecenderungan pertumbuhan penduduk kota daerah perencanaan


yang relatif besar dengan prosentase kenaikan yang cukup tinggi, dimana prosentase
pertumbuhan penduduk untuk Kota Bandung sesuai dengan yang tercantum pada dokumen
Revisi RTRW Tahun 2029 adalah 1,72%. Untuk lebih jelasnya data rinci perkembangan
penduduk Kota Bandung dapat dilihat pada Tabel 7.5.Untuk menentukan jumlah kebutuhan
air, digunakan standar sesuai dengan yang tercantum dalam Revisi RTRW Kota Bandung
Tahun 2009-2029 yaitu beriksar antara 120 – 140 L/o/hari. Namun sesuai dengan anjuran
dari pihak PDAM, dalam perencanaan digunakan angkan yang berbeda, yaitu 140 l/o/hr di
awal tahun perencanaan. Hal ini dikarenakan terdapat sebuah kajian sebelumnya (Kajian
Sistem Penyediaan Air Minum Cekungan Bandung) yang menyatakan bahwa rata kebutuhan
air untuk Kota Bandung adalah 140 l/o/hari. Maka berdasarkan justifikasi tersebut
penggunaan standar kebutuhan air Kota Bandung dalam perencanaan ini digunakan 140
L/o/hari untuk menyesuaikan pada kondisi real di lapangan pada saat ini. Berikut ini adalah
proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan air (L/det) hingga akhir tahun perencanaan.
Proyeksi Kebutuhan Air Kota Bandung Tahun 2013 - 2038
Tabel 2. Proyeksi Kebutuhan Air Kota Bandung Tahun 2013-2038

Jumlah Penduduk
No Tahun Kebutuhan Air (L/det)
(Jiwa)
1 2013 2,497,752 2,960
2 2014 2,540,713 3,057
3 2015 2,584,413 3,203
4 2016 2,628,865 3,349
5 2017 2,674,082 3,349
6 2018 2,720,076 3,470
7 2019 2,766,861 3,977
8 2020 2,814,451 4,111
9 2021 2,862,860 4,246
10 2022 2,912,101 4,381
11 2023 2,962,189 4,515
12 2024 3,013,139 5,100
13 2025 3,064,965 5,247
14 2026 3,117,682 5,395
15 2027 3,171,307 5,542
16 2028 3,225,853 5,690
17 2029 3,281,338 6,353
18 2030 3,337,777 6,513
19 2031 3,395,186 6,674
20 2032 3,453,584 6,834
21 2033 3,512,985 6,995
22 2034 3,573,409 7,736
23 2035 3,634,871 7,909
24 2036 3,697,391 8,083
25 2037 3,760,986 8,256
26 2038 3,825,675 8,430
Sumber : Master Plan PDAM Tirtawening Kota Bandung 2013-2038

Berdasarkan Company Profile PDAM Tirtawening pada September 2009 disebutkan


bahwa kapasitas produksi PDAM baru mencapai 2.706,88 l/det, hal ini berarti diperlukan
penambahan kapasitas produksi untuk dapat memenuhi kebutuhan air minum Kota
Bandung hingga tahun 2038.
Situ Cileunca

III. PELAKSANAAN
3.1. Lokasi Objek Kajian
a. Situ Cileunca

Situ Cileunca berada 45 KM sebelah selatan Kota Bandung dan 185 KM dari Kota
Jakarta, Situ Cileunca berada di ketinggian 1550 M dpl dan dikelilingi oleh dua perkebunan
teh Malabar yang dikelola oleh PTPN VIII, Situ Cileunca letaknya tak jauh dari kecamatan
Pangalengan, genangan air seluas 180 hektar ini diapit oleh dua Desa yaitu Desa Wanasari
dan Desa Pulosari.Menurut sejarah Situ Cileunca merupakan kawasan pribadi seorang warga
Belanda bernama Kuhlan yang dulu menetap di Pangalengan. Dalam pembangunannya Situ
Cileunca dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama yaitu selama 7 tahun ( 1919 – 1926 )
dengan membendung aliran sungai kali Cileunca, sehingga terbuatlah sebuah situ yang
akhirnya menjadi sebuah bendungan yang sekarang diberi nama Dam Pulo. Uniknya dalam
pembangunan Situ Cileunca ini berdasarkan cerita para orang tua dahulu situ ini dibangun
oleh banyak orang tetapi tidak menggunakan cangkul tetapi mengunakan halu.
Pembangunan Situ Cileunca ini dikomandoi oleh dua orang pintar yakni juragan Arya dan
Mahesti.
Pada zaman Kolonial Belanda Situ Cileunca digunakan sebagai salah satu sumber listrik
bagi kota Bandung, selain itu juga debit airnya juga digunakan sebagai cadangan sumber air
bersih bagi kota Bandung dikala itu dengan kapasitas air 9.89 juta M3.

b. Situ Cipanunjang

Jarak dari pusat kota Bandung 43 km ke arah selatan. Danau Situ Cipanunjang terletak
di kecamatan Pangalengan, di desa Pulosari tepatnya. Suasana dan udara di sekitar danau
begitu sejuk dan asri, ketinggian lokasi danau 1100 dpl. Masyarakat sekitar danau Situ
Cileunca menggunakan perahu kayu dengan motor tempel kecil sebagai sarana transportasi
penghubung dan angkutan. Namanya Situ Cipanunjang, bisa juga diartikan sebagai danau
penunjang atau penyokong. Pada prakteknya memang air Danau Situ Cileunca diisi dari air
danau Cipanunjang dengan beda tinggi nyaris 100 meter lebih secara geografis. Sudah
menjadi kebiasaan masyarakat setempat untuk bertukar kabar ketinggian air bila bertemu
warga lain dari seberang danau.

Gambar 4. Situ Cipanunjang

f. Sungai Cisangkuy

Cekungan Sungai Cisangkuy terletak pada 60 49’ LS - 70 18’ LS and 107 0 30’ BT - 1070 57’
BT dengan luas area sebesar 294, 15 Km2, panjang 30 km dan terdiri dari 24 sub streams.
Batas administrasi yang berada di sekitar sungai tersebut adalah :

 Utara : Kecamatan Dayeuh kolot


 Timur : Kecamatan Pacet dan Kertasari
 Selatan : Kabupaten Garut
 Barat : Kecamatan Pasir Jambu dan Ketapang

Gambar 5. Lokasi Cekungan Sungai Cisangkuy

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisangkuy


meliputi beberapa Situ / Danau seperti Situ
Panunjang dan Cilenca serta dimanfaatkan
juga oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air di
beberapa titik seperti PLTA Plengan, PLTA
Lamajan dan PLTA Cikalong. Aliran air inipun
dimanfaatkan oleh beberapa PDAM, yakni
PDAM Tirtarahardja Kabupaten Bandung dan
PDAM Tirtawening Kota Bandung. Beberapa
daerah yang terletak di DAS Cisangkuy
adalah Malabar, Cileunca, Cibeureum, Pangalengan, Pasir Jambu, Banjaran, Tanjungsari,
Cibintinu dan Baleendah di Bandung Selatan. Pemanfaatan Sungai Cisangkuy selain
digunakan untuk PLTA dan Sumber Air Baku PDAM juga digunakan untuk irigasi, keperluan
masyarakat lainnya di sekitar DAS, juga digunakan untuk tempat rekreasi dan olah raga.
Berikut gambar/peta Daerah Aliran Sungai Cisangkuy yang memperlihatkan aliran air,
pemanfaatan oleh PLTA dan PDAM serta daerah-daerah yang berada di sekitar DAS
tersebut.

Gambar 6. DAS Sungai Cisangkuy


Gambar 7. Legend DAS Sungai Cisangkuy

Berikut Aliran Debit yang digunakan oleh PLTA Plengan, Lamajan dan Cikalong.

Gambar 8. Aliran Debit di PLTA PLC

Data tersebut dimbil dari data sekunder tahun 1996 dengan debit maksimum air yang
masuk di PLTA Plengan sebesar 6.40 M3/det dengan rata-rata dari tahun 1992-1996
sebesar 5.56 m3/det dan terdapat air yang terbuang dari PLTA Plengan rata-rata sebesar
0.30 m3/det. Sementara debit air yang masuk ke PLTA Lamajan dan Cikalong maksimal
sebesar 13.60 m3/det.
SUNGAI CILAKI

SITU PANUNJANG

SITU CILEUNCA

DAM PULO

TURBIN PLN PLENGAN


SUNGAI CISANGKUY

TURBIN PLN LAMAJAN

TURBIN PLN CIKALONG

INTAKE CIKALONG

IPA BADAKSINGA

Gambar 9. Skema Aliran Air di beberapa Lokasi PLTA dan IPA Badaksinga

Skema di atas memberikan gambaran pemanfaatan aliran air dari /ke Sungai
Cisangkuy terhadap beberapa utilitas dan juga memperlihatkan kontribusi Sungai Cilaki, Situ
Panunjang dan Situ Cileunca. Berikut beberapa hasil pengukuran mengenai aliran air dan
gambar situasi dari Situ Cileunca sebagai kontributor air terhadap beberapa Dam/waduk.
Sungai Cisangkuy

D. Pulo
3m3/s ⊗ Situ Cileunca
Sungai Cisarua

D. Playangan
2X3m3/s
2,8 m3/s 5,0 m3/s
⊗ KP ⊗ Bendung
Bendung 1 m3/s ⊗
Cisangkuy Cisarua 1 & 2

Penstoc
8,4 m3/s

Φ Limpasan ??? k
6,87 MW Φ Limpasan ???
PH 10,4 m3/s
Ket :
Tail Race (ke PLTA Lamajan)
⊗ = Pintu Air
Gambar 10. Skema Aliran Air dari Situ Cileunca

3.2. Data Teknis Situ


Berikut data teknis waduk Cipanunjang dan Cileunca :
Tabel 3. Data Teknsi Situ Cipanunjang dan Cileunca

NAMA LUAS AREA VOLUME TMA TMA


WADUK/ SITU (m2) TAMPUNG TERTINGGI TERTINGGI
(m3) (m) (minimum)
(m)
CIPANUNJANG 1.897.516,4 21.800.000,00 1446,00 1424,00
0
CILEUNCA 1.542.058,0 11.500.000,00 1418,50 1407,00
0

Tabel 4. Data Umum Situ Cipanunjang dan Cileunca

Tabel Data- data Umum Situ Cipanunjang dan Situ Cileunca


URAIAN SITU CIPANUNJANG SITU CILEUNCA
DMA Maksimum (m) + 1.446,00 + 1.418,50
DMA Minimum (m) + 1.424,00 + 1.407,00
3
Kapasitas Efektif (m ) 18.514.661 10.660.511
Luas Situ (km2) 1,897 1,542
2
Luas Daerah Tangkapan (km ) 7,8 12,7
Beberapa bangunan dan saluran yang terdapat di Situ tersebut adalah :
Tabel 5. Data Teknis Bangunan dan Saluran

No Bangunan Sipil Kapasitas Total


(m3/detik) (m3/detik)
1. Sal. Cisangkuy 2,8 8,8
2. Sal. Cisarua 1 5,0
3. Sal. Cisarua 2 1,0
4. Pipa Pesat 1 (dia. 1,1 m) 3,9 8,4
5. Pipa Pesat 2 (dia. 1,3 m) 4,5

Data teknis lainnya mengenai Situ ini adalah ;


Tabel 6. Data Teknis Lainnya

Situ Cipanunjang
 Luas genangan waduk (awal)  189,7 ha
 Luas genangan waduk (saat ini)  189,7 ha
 Elevasi Puncak Bendung  1.448 m
 Elevasi Muka Air Normal (NWL)  1.425 m
 Elevasi Muka Air Tertinggi (HWL)  1.446 m
 Elevasi Muka Air Terendah (LWL)  1.424 m
 Debit Air Pembangkitan  8,83 m3/det
 Debit Inflow Tertinggi  6 m3/det
 Debit Inflow Terendah  0,2 m3/det
 Volume Tampungan Waduk (Awal)  21,8 juta m3
 Volume Tampungan Waduk (2009)  19,02 juta m3
 Volume Endapan Sedimen (2009)  2,78 juta m3
 Catchment Area  7,80 km2
Situ Cileunca
 Luas genangan waduk (awal)  154,2 ha
 Luas genangan waduk (saat ini)  154,2 ha
 Elevasi Puncak Bendung  1.429,5 m
 Elevasi Muka Air Normal (NWL)  1.215,5 m
 Elevasi Muka Air Tertinggi (HWL)  1.418,5 m
 Elevasi Muka Air Terendah (LWL)  1.407 m
 Debit Air Pembangkitan  8,83 m3/det
 Debit Inflow Tertinggi  5 m3/det
 Debit Inflow Terendah  0,3 m3/det
 Volume Tampungan Waduk (Awal)  11,50 juta m3
 Volume Tampungan Waduk (2009)  9,98 juta m3
 Volume Endapan Sedimen (2009)  1,52 juta m3
 Catchment Area  12,7 km2
Tinggi Muka Air (TMA) Situ Cipanunjang dalam beberapa bulan dapat dilihat pada
grafik di bawah ini :
1450,00

DMA MAX 1445,00

1446.50 M 1440,00

1435,00

1430,00

1425,00

1420,00

1415,00

1410,00

1405,00

1400,00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag ust Sep Okt No p Des
Tertinggi 2010 1435,57 1442,21 1445,80 1446,50 1446,02 1446,50 1445,03 1441,85 1441,43 1442,09 1444,26 1446,23
Rata Rata 2010 1433,67 1438,40 1442,51 1446,26 1445,61 1445,73 1444,35 1438,24 1438,55 1441,94 1442,62 1445,62
Terend ah 2010 1433,56 1435,86 1442,33 1445,90 1445,52 1445,14 1441,96 1438,10 1437,93 1441,55 1442,02 1444,44
Tertinggi 2011 1446,23 1446,05 1444,67 1446,5 1446,5 1446,1 1443,97 1436,92 1432,02 1428,26 1428,5 1428,49
Rata Rata 2011 1445,26 1445,06 1444,23 1445,05 1446,41 1445,19 1441,31 1434,77 1429,68 1427,12 1427,79 1427,71
Terend ah 2011 1445 1444,56 1443,96 1444,76 1446,06 1444,1 1437,16 1432,4 1428,32 1425,55 1426,75 1426,75
Tertinggi 2013 1440,60 1443,43 1.446,50 1.446,50 1446,50 1445,92 1444,47 1441,42 1435,65 1428,16 1431,95 1437,80
Rata Rata 2013 1438,06 1441,87 1445,63 1446,34 1446,25 1445,40 1443,24 1438,67 1432,60 1426,86 1429,39 1435,2
Terend ah 2013 1433,95 1440,68 1443,65 1.446,02 1446,00 1445,48 1441,78 1435,85 1427,41 1424,80 1428,40 1432,2

Gambar 11. TMA Situ Cipanunjang

1450

1445

1440

DMA MAX
1435
1418.50 M
1430

1425

1420

1415

1410

1405

1400
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt No p Des
Tertin ggi 2011 1418,45 1417,81 1418,56 1418,54 1418,6 1417,81 1416,97 1417,95 1417,39 1418,26 1418,1 1410,05
Rata Rata 2011 1417,6 1417,45 1418,11 1418,43 1418,28 1416,43 1416,43 1417,43 1416,43 1416,43 1416,43 1409,22
Terendah 2011 1416,99 1416,85 1417,68 1418,14 1417,28 1414,48 1414,86 1417,9 1413,11 1407,55 1407,64 1406,75
Tertin ggi 2012 1418,79 1418,54 1418,58 1.418,60 1418,60 1418,02 1416,59 1415,51 1416,72 1416,75 1415,79 1417,85
Rata Rata 2012 1417,11 1418,18 1418,38 1418,81 1418,41 1417,34 1415,23 1415,41 1416,17 1416,19 1415,75 1416,06 1.416,92
Terendah 2012 1414,25 1417,88 1418,14 1418,20 1418,10 1416,64 1414,56 1414,94 1415,50 1415,77 1415,74 1414,55

Gambar 12. TMA Situ Cileunca


9,00

8,00

7,00

6,00

5,00
M3/Det

4,00

3,00

2,00

1,00

0,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 5,70 8,30 8,30 8,30 7,80 7,60 6,20 4,30 4,00 4,90 4,90 3,70
2010 6,36 7,10 6,60 6,60 7,70 7,50 7,50 6,30 6,80 6,45 8,40 8,40
2011 8,30 7,20 5,53 6,38 7,77 5,68 5,20 6,17 3,47 4,37 2,65
2012 3,97 5,76 8,37 7,40 7,40 7,40 5,10 3,90 3,90 2,50 4,00 5,70
2013 7,50 7,50 7,50 7,60

Gambar 13. Inflow Plengan


9,00

8,00

7,00

6,00

5,00
M3/Det

4,00

3,00

2,00

1,00

0,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 5,70 8,30 8,30 8,30 7,80 7,60 6,20 4,30 4,00 4,90 4,90 3,70
2010 4,41 7,10 6,60 6,00 6,14 7,50 7,50 5,40 6,80 6,45 8,40 8,40
2011 7,80 7,20 5,53 5,53 6,31 7,77 5,68 5,20 6,17 3,47 4,24 2,65
2012 3,87 5,84 8,37 7,40 7,40 7,40 5,10 3,90 2,90 2,50 4,00 5,70
2013 7,50 7,50 7,50 7,30

Gambar 14. Outflow Plengan


12,00

10,00

8,00
M3/Det

6,00

4,00

2,00

0,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 5,69 7,77 9,57 9,00 8,39 7,39 5,80 4,11 3,82 3,93 3,93 3,69
2010 5,38 4,02 0,00 2,84 7,98 7,43 6,41 6,70 7,14 7,60 7,95 8,97
2011 7,19 7,33 8,02 7,63 7,30 5,65 3,60 4,06 3,01 4,26 3,07
2012 4,81 6,15 8,41 7,66 7,68 5,88 4,83 3,78 2,57 2,10 3,76 5,78
2013 6,44 5,83 6,12 5,88

Gambar 15. Inflow Lamajan


12,00

10,00

8,00
M3/Det

6,00

4,00

2,00

0,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 5,69 7,77 9,54 9,00 8,39 7,39 5,80 4,11 3,82 3,93 3,93 3,69
2010 5,38 4,02 0,00 2,84 7,98 7,43 6,41 6,70 7,14 7,60 7,95 8,97
2011 7,19 7,33 8,02 8,02 7,63 7,30 5,65 3,60 4,06 3,36 4,26 3,07
2012 4,81 6,15 8,41 8,64 7,68 5,88 4,83 3,78 2,57 2,10 3,76 5,78
2013 6,44 5,83 6,12 5,88

Gambar 16. Outflow Lamajan


14,00

12,00

10,00

8,00
M3/Det

6,00

4,00

2,00

0,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 7,78 11,83 11,78 11,98 11,56 9,74 6,89 5,76 5,73 5,93 5,93 6,03
2010 9,12 6,91 0,00 3,03 8,05 8,51 7,46 8,99 9,16 10,98 9,86 10,76
2011 9,14 9,56 12,00 12,00 5,80 7,21 9,79 2,94 3,69 7,00 5,27 9,43
2012 5,56 4,74 10,79 8,69 7,77 6,37 4,48 4,04 4,04 2,40 3,79 7,19
2013 7,35 7,66 8,69 7,43

Gambar 17. Inflow Cikalong


14,00

12,00

10,00

8,00
M3/Det

6,00

4,00

2,00

0,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 6,35 10,54 10,38 10,78 10,22 8,54 4,71 3,92 4,00 4,30 4,30 4,12
2010 7,40 6,21 0,00 2,07 6,82 7,23 6,26 7,16 7,51 7,32 8,20 9,32
2011 7,98 8,81 8,18 8,18 5,66 6,76 7,02 2,79 3,55 6,52 5,30 4,16
2012 5,46 4,67 8,13 8,78 7,97 6,37 4,34 4,01 4,01 2,14 5,40 7,15
2013 7,41 10,94 11,58 7,31

Gambar 18. Outflow Cikalong


4.000

3.500

3.000

2.500
GWH

2.000

1.500

1.000

500

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 2.291 2.976 3.474 3.078 3.124 3.051 2.564 1.931 1.852 1.719 1.719 1.692
2010 2.231 2.459 2.756 2.768 2.857 2.701 2.477 2.505 2.888 2.967 3.010 3.249
2011 3.078 2.808 2.184 2.184 2.662 3.249 2.466 1.731 1.842 1.460 1.715 1.034
2012 1.737 2.329 3.258 3.084 2.492 2.095 1.798 1.766 2.987 1.012 1.663 2.425
2013 2.613 2.702 2.786 2.324

Gambar 19. Produksi Plengan


14.000

12.000

10.000

8.000
GWH

6.000

4.000

2.000

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 7.094 9.658 11.876 11.195 10.456 9.186 7.190 5.094 4.749 4.891 4.891 4.606
2010 6.734 4.895 0 3.646 9.971 9.217 7.987 8.361 8.931 9.468 9.947 11.155
2011 8.967 9.136 10.021 10.021 9.517 9.068 6.945 4.477 5.088 4.101 5.328 3.800
2012 6.048 7.662 10.463 10.756 9.515 7.289 5.970 4.653 3.198 2.643 4.683 7.258
2013 8.019 7.234 7.617 7.313

Gambar 20. Produksi Lamajan


9.000

8.000

7.000

6.000

5.000
GWH

4.000

3.000

2.000

1.000

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
2009 4.724 7.064 7.666 7.719 7.562 6.076 3.497 2.912 2.866 3.192 3.192 3.066
2010 5.518 4.010 0 1.539 5.054 5.155 4.662 5.315 5.523 5.425 6.072 6.824
2011 5.896 6.523 6.064 6.064 4.053 5.016 3.508 2.090 2.663 2.439 3.917 3.131
2012 4.016 3.461 6.048 6.490 5.891 4.660 3.207 2.948 1.924 1.577 2.838 5.204
2013 5.456 5.529 6.316 5.387

Gambar 21. Produksi Cikalong


3.3. Tata Guna Lahan di sekitar DAS Cisangkuy
Tata guna di daerah DAS Cisangkuy yang terbesar masih berupa Hutan Primer dan
Sekunder (25%) dan kebun campuran (24%). Masih banyak lahan yang berupa sawah (21%)
serta industri perkebunan (17%), sisanya berupa pemukiman (5%) dan lain-lain, seperti
peternakan dan fasilitas umum (10%).

Industri Hutan
Pemukima 0% Lain-lain
Primer dan
n 10%
Sekunder
5% 25%
Sawah
21%

Kebun Perkebuna
Campuran n Industri
24% 17%
Gambar 22. Tata Guna Lagan di DAS Cisangkuy

Tata guna lahan ini masih dapat mendukung keberadaan air baku, namun ada
kecenderungan perubahan tata guna lahan ini yang dapat mengancam keberadaan sumber
air yang ada. Selain itupun pengaruh sedimentasi yang cukup tinggi menyebabkan Situ yang
menjadi tandon air yang cukup besar berkurang kapasitas tampungannya juga
menyebabkan ancaman akan keberadaan sumber air baku ini, terutama di musim kemarau
terjadi kekeringan dan di musim hujan terjadi luapan.
3.4. Pola Pengusahaan
Pola pengusahaan adalah metode yang harus digunakan di dalam menghitung
ketersediaan air baku pada saat tahun kering, normal dan tahun basah. Yang dimaksud
dengan tahun kering adalah tahun dimana curah hujan sangat sedikit (kemarau), sedangkan
yang dimaksud dengan tahun normal adalah tahun dimana curah hujan keberadaannya
normal, sedangkan yang dimaksud dengan tahun basah adalah tahun dimana curah hujan
sangat tinggi.

Untuk mendapatkan pola pengusahaan ini memerlukan data debit bertahun tahun
sehingga dapat dihitung peluang untuk keberadaan air dan upaya apa yang harus dilakukan.
Selain itupun perlu diperhatikan penggunaan air yang ada, supaya dapat dihitung
ketersediaan air yang dapat diusahakan di dalam mendukung sumber air baku PDAM
Tirtawening Kota Bandung.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka diperlukan data-data sekunder dan
juga pengkuran-pengkuran terbaru untuk dibandingkan dan dihitung peluang yang mungkin
dapat diusahakan.

Sebagai contoh bentuk skema umum penggunaan aliran air dapat dilihat pada gambar
berikut ini:

cilaki
cibatarua Dam Cilaki
Q=800 lps Q = 1400 LPS
Hmaks + 1446,5 m Dpl
Stok 500 ribu m3 Stok maks = 18,5 juta m3
Stok 10 juta m3 Hmin + 1418,5 m Dpl

Hmaks + 1422,0 m Dpl


Stok maks = 10,7 juta m3
Hmin + 1407,5 m Dpl

cisarua

Intake cadangan

Q AM = 2300 lps
Prased eksisting Q 1400 Lps Cisangkuy

Alokasi air baku Kab. Bdg Q 200 Lps

Gambar 23. Skema Pola Pengusahaan Sumber Air Baku


Untuk mendapatkan pola pengusahaan air baku yang berasal dari S. Cisangkuy karena
dipergunakan juga oleh Plta (Indonesian Power), maka perlu dilihat lagi railway yang ada.

Gambar 24. Railway PLTA

Karena air digunakan oleh PLTA sebagai pembangkit listrik, maka perlu diketahui
hubungan antara air yang masuk ke dalam PLTA dengan energi listrik yang digunakan.
Semakin besar energi yang dihasilkan maka debit air yang digunakanpun harus lebih tinggi
pula, dan kondisi ini harus dihitung mengingat keberadaan air yang banyak pihak yang
berkepentingan sehingga perlu adanya optimalisasi pemanfaatan air.

Berikut metode untuk melihat berapa besar air yang digunakan untuk dapat
menggerakan turbin dengan kapasitas tertentu :

Vo 2
H  H s  h L  h LD 
2g
h L max  kQ1,85
 3,587  L
k    x D 4,87
 C 
Keterangan :
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
C = koefisien Chezy
h = kehilangan tekan (headloss)
H = head (tinggi tekan dalam meter)+H min <H <+Hmaks dikurangi elevasi tailrace
Q = debit turbin (m3/dt)

Gambar . Gambar skematik pola operasi waduk dalam menjalankan turbin


untuk dapat menghasilkan energi listrik

Gambar 25. Skema Pergerskan Turbin oleh Air dari Situ/Waduk


Vo 2
H  H s  h L  h LD 
2g
h L max  kQ1 ,8 5
 3,587  L
k    x D 4 ,8 7
 C 
Keterangan :
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
C = koefisien Chezy
h = kehilangan tekan (headloss)
H = head (tinggi tekan dalam meter)+H min <H <+Hmaks dikurangi elevasi tailrace
Q = debit turbin (m3/dt)

Gambar . Gambar skematik pola operasi waduk dalam menjalankan turbin


untuk dapat menghasilkan energi listrik

Energi yang dihasilkan dihitung berdasarkan rumus berikut ini ;

P = η ρ g Q H atau P(t) = 9,81 η Q(t) H(t)

Dimana :
P = tenaga yang dihasilkan (Kilo watt)
 = efisiensi turbin dan generator
Q(t) = debit yang digunakan (m3/det)
H(t) = tinggi jatuh rata-rata yang merupakan fungsi volume (m)
=  V  Vt   H t 1  H t 
f  t 1  
 2   2 

9,81 η  Q  t   H  t  Kilo Watt dan Q (t) dalam Mm 3


P t  
2,628

W = P (t) x 730 x 10 -6 (GWH)

W = 2,725 x 10-3 x η x Q(t) x H (t) (GWH)

Di dalam membuat pola pengusahaan air dari sebuah Situ/Waduk mengacu pada
Peraturan Pemerintah 37 Tahun 2010 tentang Bendungan, dimana pola operasi waduk
harus mengacu kepada :

a. Tahun Kering
b. Tahun Normal
c. Tahun Basah
PP 37 Tahun 2010 tentang Bendungan ps 44 :
Pola operasi waduk terdiri atas pola operasi :
a. tahun kering;
b. tahun normal; dan
c. tahun basah.
Overshooting
Sistem pengelolaan waduk
900 deterministik menggunakan R 5 th
800
700
(data historikal 1986-2008)
Volume (Mm3)

600
500
400
Kering
300
Normal
Untuk mempelajari memoar
200
100
Basah stokastik pengaruh iklim terhadap
Distribusi
0 teoritis tahun basah-kering-normal
Jan :Feb
Sumber Maranalisis,
Hasil Apr May2011
Jun Jul
Bulan Aug Sep Oct Nov Dec dilakukan dengan metode markov.

Debit outflow melalui fungsi utilitas


(turbin) /tidak ada debit outflow yang
terbuang melalui spillway

Gambar 26.Pola Pengusahan Bendungan

Dan menurut Prof Arwin Sabar (2013) metode yang digunakan untuk pola
pengusahaan waduk ini adalah sebagai berikut :

DETERMINISTIK • Gestion Avenir Connu


Menentukan • Pengoperasian waduk dengan debit
lintasan pedoman rencana

OPTIMAL • Gestion Avenir Aleatoire


Mengoptimalkan • Pengoperasian waduk dengan
lintasan dengan ketidakpastian debit inflow
menerapkan model •model kontinu
prakiraan debit •model diskrit Markov
Perubahan Iklim

Pedoman
Operasi Waduk Kering Normal Basah Lintasan
Deterministik

Matrik Transisi Markov


SOP (Disertasi 1992)
Pola Pengusahaan PP 37 2010
Waduk aktual

Metode ARIMA Model Prakiraan


Debit Air
Kalibrasi Metoda Kontinu

Metoda diskrit Markov

Gambar 27. Pola Pengusahaan Waduk (Sabar, Arwin, 20130


Menghitung prakiraan debit dengan Metode Diskrit Markov adalah sebagai berikut :

 Model diskrit Markov terdiri atas dua tarikan acak (tarikan 1 untuk menentukan
state/keadaan dan tarikan 2 untuk menentukan besarannya).

 Terdiri dari model biner (=2 kls) dan multikelas (> 2kls).

 Model Markov merupakan model diskrit stokastik dalam pengambilan keputusan,


dimana keputusan yang diambil pada saat t+1 tergantung pada keputusan yang
diambil pada saat t.

 Karena data debit bersifat stokastik, maka pendekatan dengan model markov dibuat
melalui pembuatan matrik transisi yang menjelaskan mengenai nilai probabilitas
(ketidakpastian) kejadian besaran debit tertentu, dimana jumlah probabilitas seluruh
kejadian sama dengan 1.

Qr0, Qr1, dan Qr2 masing-masing adalah debit rata-


rata pada kelas debit kering, normal dan basah.

Pkij (n) = probabilitas dimana state debit yang akan


diobservasi (n+1,j) jika state observasi saat ini adalah
(n,i) dan jika keputusan yang diambil adalah k
Pengelolaan Waduk Deterministik

 Debit inflow aktual yang masuk waduk Saguling bersifat acak, sehingga ada
kemungkinan lebih besar (overshoot), lebih kecil (undershoot), atau tepat sama
dengan perkiraan debit yang direncanakan (lintasan pedoman).

 Oleh karena itu diperlukan pengelolaan waduk optimal (avenir uncertain atau avenir
aleatoire) yaitu mengelola waduk dengan menggunakan prakiraan debit masa
depan.

 Hal ini diperlukan untuk mengurangi terjadinya overshooting (limpasan) ataupun


undershooting (kekurangan air) karena adanya ketidakpastian debit yang masuk ke
waduk (Qinflow).

St+1 = St + Qi n - Qout

Penentuan lintasan pedoman (kering- Metode prakiraan debit: Model Kontinu


normal-basah) memanfaatkan sifat & diskrit Markov
stokastik data debit historikal
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari hasil kajian Pola Pengusahaan Situ Cileunca/Cipanjunjang, PLTA Plengan, Lamajan
dan Cikalong (PLC) dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1. Kondisi alam yang banyak berubah dan banyaknya kepentingan di dalam


memanfaatkan sumber air Situ Cileunca/Cipanjung, maka pola pengusahaan akan
berubah pula.
2. Pola pengusahaan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, aspek lingkungan,
kepentingan dan juga ketersediaan data.
3. Penggunaan air dari Situ Cileunca/Cipanjunjang oleh PLTA berkorelasi positif terhadap
kesediaan air baku untuk PDAM Kota Bandung
4. Kondisi alam dan data teknis yang telah berubah dari Situ Cileunca/Cipanunjang
mengurangi catchment area
4.2. Saran
1. Diperlukan kajian khusus yang lebih mendetail untuk mendapatkan Pola Pengusahaan
yang optimal yang sesuai dengan kebutuhan sumber air baku untuk PDAM Kota
Bandung. Dengan adanya pola pengusahaan yang lebih baik lagi, maka akan
didapatkan upaya-upaya yang harus dilakukan, baik itu dari sisi teknis, sosial ekonomi
dan juga koordinasi antara pihak yang terkait.
2. Untuk mendapatkan perhitungan yang akurat dalam pola pengusahaan ini, maka perlu
adanya data pendukung yang valid.
3. Karena hal ini melibatkan banyak pihak terkait diperlukan koordinasi yang lebih intens
lagi.
V. FOTO KEGIATAN SURVEY
Pengedukan Sedimen di Intake Cikalong

Intake Cikalong
Prof. Arwin dan Bapak Edang

DAM Pulo
Pemanfaatan Air Oleh PDAM Kabupaten Tirtarahardja

Penggunaan Lahan di Sekitar Situ

Anda mungkin juga menyukai