Anda di halaman 1dari 44

ANALISIS

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN (1):


SUMBER DAYA LAHAN
Pokok Bahasan
1. Pengertian dasar: DDL, Analisis DDL,
Kemampuan Lahan, Kesesuaian Lahan
2. Kaitan DDL, DTL dan Pembangunan
berkelanjutan
3. DDL: Lahan dan Air
4. Metoda berbasis Kemampuan lahan
5. Metoda berbasis Neraca Lahan
ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
DASAR PENENTUAN DAYA DUKUNG
LINGKUNGAN HIDUP
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan
dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan dan
SDA untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk
yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidupnya.
Besarnya kapasitas suatu tempat dipengaruhi oleh
keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di
hamparan ruang yang bersangkutan.
Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan
menjadi faktor pembatas dalam penentuan
pemanfaatan ruang yang sesuai.
Daya dukung lahan berkaitan dengan kemampuan
lahan serta ketersediaan dan kebutuhan lahan dalam
suatu ruang/wilayah.
DINAMIKA SISTEM
AKTIVITAS MANUSIA DAN DDL-DTL

Beda besar dampak terhadap


berbagai kelompok masyarakat

+
+ Kesehatan dan Kesejahteraan
M anusia
Aktivitas M anusia Konsumsi SDA
+
+
L1 (-)
+ L3 (-)
SDA Yang Tersedia Limbah yang dibuang ke
- lingkungan
+

L2 (-)
-
Daya Dukung lingkungan Daya Tampung lingkungan

Kualitas lingkungan +

Di dalam atau di luar kawasan


perkotaan
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pengertian dasar terkait DD_Lahan
Daya dukung lingkungan hidup: kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lain.
Lahan: suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum
semua tanda pengenal biosfir, atmosfir, tanah, geologi,
timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan, dan hewan,
serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini, yang
bersifat mantap atau mendaur.
Kemampuan lahan: karakteristik lahan yang mencakup
sifat-sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan
hidup lain untuk mendukung kehidupan atau kegiatan pada
suatu hamparan lahan.
Kesesuaian lahan: kecocokan suatu hamparan lahan untuk
pemanfaatan ruang tertentu.
DDL berbasis kemampuan lahan
Konsep dasar:
Lahan: lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan
vegetasi, dimana faktor-faktor tsb memengaruhi potensi penggunaannya.
Untuk menilai kemampuan lahan untuk tujuan tertentu, perlu dilakukan
2 pendekatan evaluasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan
Kemampuan lahan: cerminan kondisi fisik lingkungan dalam mendukung
penggunaan secara umum.
Kemampuan Lahan: potensi lahan yang didasarkan atas kecocokan
lahan untuk penggunaan pertanian secara umum (pertanian, padang
penggembalaan, hutan dan cagar alam).
Kesesuaian lahan: kecocokan untuk tipe penggunaan lahan seperti jenis
tanaman dan tingkat pengelolaan tertentu.
Penilaiaan sifat/kualitas lahan) dikaitkan dengan persyaratan
kebutuhan penggunaan atau komoditas yang direncanakan.
Proses evaluasi kemampuan atau kesesuaian lahan secara umum ditujukan
untuk kawasan perdesaan, yang dominan kawasan diperuntukkan untuk
pertanian dan kehutanan.
DDL berbasis Neraca Lahan
Penghitungan daya dukung lahan dilakukan dengan membandingkan
ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di suatu
wilayah.
dapat diketahui gambaran umum apakah daya dukung lahan di suatu
wilayah dalam keadaan surplus atau defisit.
Surplus: ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah masih dapat
mencukupi kebutuhan produksi hayati (bioproduct) di wilayah tsb,
Defisit : ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan
produksi hayati di wilayah tersebut.
Secara konseptual pendekatan ini mendekati konsep bioregion yang
dikemukakan yaitu mendorong konsumsi dan material pangan lokal,
menyerupai kemandirian pangan dalam skala regional.
Hasil perhitungan dengan neraca lahan dapat dijadikan bahan masukan
atau pertimbangan dalam penyusunan rencana tata ruang dan evaluasi
pemanfaatan ruang, yang terkait dengan penyediaan produk hayati
secara berkelanjutan melalui upaya pemanfaatan ruang yang menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
METODE KEMAMPUAN LAHAN
Cara mengetahui alokasi pemanfaatan ruang yang tepat
berdasarkan kemampuan lahan untuk pertanian yang dikategorikan
dalam bentuk kelas dan subkelas.
Dengan metode ini dapat diketahui lahan yang sesuai untuk
pertanian, lahan yang harus dilindungi dan lahan yang dapat
digunakan untuk pemanfaatan lainnya.

Klasifikasi Kemampuan Lahan


Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup
sifat tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi
lingkungan hidup lain. Berdasarkan karakteristik lahan tersebut,
dapat dilakukan klasifikasi kemampuan lahan ke dalam tingkat
kelas, sub kelas, dan unit pengelolaan.
Pengelompokan kemampuan lahan dilakukan untuk membantu
dalam penggunaan dan interpretasi peta tanah. Kemampuan lahan
sangat berkaitan dengan tingkat bahaya kerusakan dan hambatan
dalam mengelola lahan.
Kaitan antara Kelas Kemampuan lahan
dengan Intensitas dan Hambatan Penggunaan Lahan
Intensitas & pilihan
penggunaan meningkat
CAGAR HUTAN PENGGE PENGEMB PENGEMB GARAPAN GARAPAN GARAPAN GARAPAN
ALAM PRODUKSI MBALA ALAAN ALAAN TERBATAS SEDANG INTENSIF SANGAT
HUTAN TERBATAS AN SEDANG INTENSIF INTENSIF
LINDUNG TERBAT
AS

II

III

IV

V
Hambatan +
Pilihan
VI
penggunaan
berkurang VII

VIII
Kelas Kriteria Penggunaan
I 1. Tidak mempunyai atau hanya Pertanian:
sedikit hambatan yang Tanaman pertanian
semusim.
membatasi penggunaannya. Tanaman rumput.
2. Sesuai untuk berbagai Hutan dan cagar
penggunaan, terutama alam.
pertanian.
3. Karakteristik lahannya antara
lain: topografi hampir datar -
datar, ancaman erosi kecil,
kedalaman efektif dalam,
drainase baik, mudah diolah,
kapasitas menahan air baik,
subur, tidak terancam banjir.
Kelas Kriteria Penggunaan

II Mempunyai beberapa hambatan atau Pertanian:


ancaman kerusakan yang mengurangi a. Tanaman semusim.
pilihan penggunaannya atau b. Tanaman rumput.
memerlukan tindakan konservasi yang c. Padang
sedang. penggembalaan.
Pengelolaan perlu hati-hati termasuk d. Hutan produksi.
tindakan konservasi untuk mencegah e. Hutan lindung.
kerusakan f. Cagar alam.
Kelas Kriteria Penggunaan
III 1. Mempunyai beberapa hambatan yang 1. Pertanian:
berat yang mengurangi pilihan a. Tanaman semusim.
penggunaan lahan dan memerlukan b. Tanaman yang
tindakan konservasi khusus dan memerlukan pengolahan
keduanya. tanah.
2. Mempunyai pembatas lebih berat dari c. Tanaman rumput.
kelas II dan jika dipergunakan untuk d. Padang rumput.
tanaman perlu pengelolaan tanah dan e. Hutan produksi.
tindakan konservasi lebih sulit f. Hutan lindung
diterapkan. dan cagar alam.
3. Hambatan pada angka I membatasi
lama penggunaan bagi tanaman 2. Non-pertanian.
semusim, waktu pengolahan, pilihan
tanaman atau kombinasi dari
pembatas tersebut.
Kelas Kriteria Penggunaan
IV Hambatan dan ancaman kerusakan 1. Pertanian:
tanah lebih besar dari kelas III, dan a. Tanaman
pilihan tanaman juga terbatas. semusim dan
2. Perlu pengelolaan hati-hati untuk tanaman
tanaman semusim, tindakan pertanian pada
konservasi lebih sulit diterapkan. umumnya.
b. Tanaman
rumput.
c. Hutan produksi.
d. Padang
penggembalaan.
e. Hutan lindung
dan suaka alam.

2. Non-pertanian.
Kelas Kriteria Penggunaan

V 1. Tidak terancam erosi tetapi 1. Pertanian:


mempunyai hambatan lain yang tidak a. Tanaman rumput.
mudah untuk dihilangkan, sehingga b. Padang
membatasi pilihan penggunaannya. penggembalaan.
c. Hutan produksi.
2. Mempunyai hambatan yang d. Hutan lindung dan suaka
membatasi pilihan macam alam.
penggunaan dan tanaman.
2. Non-pertanian
3. Terletak pada topografi datar-hampir
datar tetapi sering terlanda banjir,
berbatu atau iklim yang kurang
sesuai.
Kelas Kriteria Penggunaan

VI 1. Mempunyai faktor penghambat berat 1. Pertanian:


yang menyebabkan penggunaan tanah a. Tanaman
sangat terbatas karena mempunyai rumput.
ancaman kerusakan yang tidak dapat b. Padang
dihilangkan. penggembalaan.
2. Umumnya terletak pada lereng curam, c. Hutan produksi.
sehingga jika dipergunakan untuk d. Hutan lindung
penggembalaan dan hutan produksi dan cagar alam.
harus dikelola dengan baik untuk
menghindari erosi. 2. Non-pertanian.
Kelas Kriteria Penggunaan
VII 1. Mempunyai faktor penghambat Padang rumput.
dan ancaman berat yang tidak dapat b. Hutan produksi.
dihilangkan, karena itu
pemanfaatannya harus bersifat
konservasi. Jika digunakan untuk
padang rumput atau hutan produksi
harus dilakukan pencegahan erosi
yang berat.

VIII 1. Sebaiknya dibiarkan secara alami. a. Hutan lindung.


2. Pembatas dan ancaman sangat b. Rekreasi alam.
berat dan tidak mungkin dilakukan c. Cagar alam.
tindakan konservasi, sehingga perlu
dilindungi.
Kemampuan Lahan dalam Tingkat Subkelas
Kemampuan lahan kategori kelas dapat dibagi ke dalam
kategori subkelas yang didasarkan pada jenis faktor
penghambat atau ancaman dalam penggunaannya.
Kategori subkelas hanya berlaku untuk kelas II sd VIII
karena lahan kelas I tidak mempunyai faktor
penghambat.
Kelas kemampuan lahan (kelas II sd kelas VIII) dapat
dirinci ke dalam subkelas berdasarkan empat faktor
penghambat, yaitu:
1. Kemiringan lereng (t)
2. Penghambat terhadap perakaran tanaman (s)
3. Tingkat erosi/bahaya erosi (e)
4. Genangan air (w)
Kemampuan Lahan pada Tingkat Unit Pengelolaan
Kategori subkelas dibagi ke dalam kategori unit pengelolaan yang
didasarkan pada intensitas faktor penghambat dalam kategori
subkelas.
Dalam kategori unit pengelolaan telah diindikasikan kesamaan
potensi dan hambatan/risiko sehingga dapat dipakai untuk
menentukan tipe pengelolaan atau teknik konservasi yang
dibutuhkan.
Kemampuan lahan pada tingkat unit pengelolaan memberikan
keterangan yang lebih spesifik dan detil dari subkelas.
Tingkat unit pengelolaan lahan diberi simbol dengan
menambahkan angka di belakang simbol subkelas, yang
menunjukkan besarnya tingkat faktor penghambat yang
ditunjukkan dalam subkelas, misalnya IIw1, IIIe3, IVs3, dsb.
Penentuan kemampuan lahan pada tingkat unit pengelolaan
penting, terutama untuk melakukan evaluasi kecocokan
penggunaan lahan saat ini.
diperlukan sebagai masukan bagi revisi rencana tata ruang atau
penggunaan lahan yang sudah ada.
Cara Penentuan Kemampuan Lahan
Langkah penentuan kemampuan lahan:
1. Siapkan peta:
a. Peta lereng
b. Peta tanah
c. Peta erosi
d. Peta drainase/genangan

Peta yang digunakan dapat berskala 1:250.000, 1:100.000, atau 1:50.000.


Untuk keperluan analisis dan uji silang dari data kelas dan subkelas,
diperlukan juga data/laporan yang memuat sifatsifat biofisik wilayah
(tanah, topografi, iklim, hujan, dan genangan/drainase).

2. Lakukan tumpang tindih (overlay) peta lereng, peta tanah,


peta erosi dan peta drainase/genangan untuk mendapatkan
peta kemampuan lahan.
Tumpang tindih dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi
Geografi (SIG) maupun secara manual.
Peta Lereng

Peta Erosi

Peta Tanah

Peta Drainase Kemampuan Lahan


(dalam tingkat Kelas)

Tumpang-tindih peta
untuk menghasilkan peta
komposit Kemampuan Lahan
3. Dari overlay peta, didapat kombinasi keempat parameter,
sehingga dapat dilakukan identifikasi kelas lahan.
Besarnya hambatan yang ada untuk tiap parameter menentukan
masuk ke dalam kelas dan subkelas mana lahan tersebut.
Dari hasil identifikasi, dapat dideliniasi kelas dan subkelas
kemampuan lahan.
Contoh: lahan yang memiliki lereng datar dan tidak mempunyai
hambatan dari paramater lainnya masuk ke dalam kelas I.

4. Apabila peta kemampuan lahan sudah ada, akan dapat


memudahkan penentuan kelas lahan, karena sudah tidak
perlu lagi dilakukan langkah tumpang tindih (overlay) peta.
Identifikasi dan delineasi kelas lahan tetap harus
dilakukan.
Cara Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan
Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan dilakukan
untuk revisi alokasi pola ruang saat ini.
Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan dilakukan
dengan membandingkan penggunaan lahan yang
ada dengan hasil analisis kemampuan lahan.
Cara melakukan evaluasi kesesuaian
penggunaan lahan:
1. Siapkan peta kemampuan lahan
2. Siapkan peta penggunaan lahan
3. Lakukan tumpang tindih (overlay) peta kemampuan
lahan dengan peta penggunaan lahan , untuk
mendapatkan satuan lahan (unit lahan).
Kemampuan lahan vs Penggunaan lahan
4. Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian,
penggunaan lahan yang tidak cocok dengan
kemampuannya perlu direkomendasikan
perubahan penggunaannya, atau diterapkan
teknologi sesuai dengan syarat yang diperlukan
oleh lahan tersebut, sehingga lahan tidak rusak
dan dapat digunakan secara lestari.
5. Penggunaan lahan hutan yang kelas
kemampuannya cocok untuk pertanian dapat
diubah menjadi lahan pertanian tetapi
perubahannya harus sesuai dengan ketentuan
dalam UU 41/1999 tentang Kehutanan.
Namun, apabila luas kawasan hutan di daerah
tersebut tidak mencapai 30%, penggunaan lahan
hutan harus dipertahankan.
METODE NERACA LAHAN
(Perbandingan ketersediaan & kebutuhan lahan)
Analisis daya dukung lahan berdasarkan perbandingan
antara ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk
di suatu wilayah surplus atau defisit.
Surplus: ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah
masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di
wilayah tersebut,
Defisit: ketersediaan lahan sudah tidak dapat memenuhi
kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut.
Hasil analisis dijadikan bahan masukan/pertimbangan
dalam penyusunan rencana tata ruang dan evaluasi
pemanfaatan ruang, terkait dengan penyediaan produk
hayati secara berkelanjutan melalui upaya pemanfaatan
ruang yang menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Populasi
penduduk
Total produksi
Ketersediaan Kebutuhan
aktual seluruh
lahan lahan
komoditas

Kebutuhan lahan
Daya dukung lahan per-kapita
(setara dengan luas
lahan untuk
menghasilkan 1 ton
beras/tahun)

Analisis Daya Dukung Lahan


Metoda DDL berbasis Neraca Lahan (2)
Penghitungan daya dukung lahan berbasis neraca lahan "idealnya"
diterapkan pada wilayah fungsional atau wilayah ekologis atau
ekoregion seperti daerah aliran sungai (DAS) atau wilayah pulau yang
cukup luas.
Kemandirian produk hayati (biocapacity) seharusnya dapat
terpenuhi.
Jika metode ini diterapkan pada unit-unit wilayah administasi
(provinsi, kabupaten/kota), maka status defisit atau surplus menjadi
kurang berarti.

Tahapan Penghitungan neraca daya dukung lahan:


1. Menentukan unit wilayah analisis
2. Penghitungan ketersediaan (supply) lahan
3. Penghitungan permintaan (demand) lahan
4. Penentuan status surplus/defisit dengan menghitung selisih
supply dengan demand
5. Penentuan status "tingkat keberlanjutan"
Tahapan Penghitungan
Penghitungan Kebutuhan (demand) Lahan

DL = N x KHL DL = Total Kebutuhan Lahan setara Beras (Ha)


N = Jumlah penduduk (orang)
KHL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk
kebutuhan hidup layak per penduduk

1. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per


penduduk merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi
produktifitas beras lokal.
2. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara
beras/kapita/ tahun.
3. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal, dapat
menggunakan data rata-rata produktivitas beras nasional sebesar 2400
kg/ha/tahun.
Penentuan Status Daya Dukung Lahan

Status daya dukung lahan:


Pembandingan antara ketersediaan lahan (SL )
dan kebutuhan lahan (DL) .
Bila SL > DL , DDL surplus
Bila SL < DL, DDL defisit atau terlampaui.
Bahan Bacaan
1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya
Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang
Wilayah
2. Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementian Lingkungan
Hidup. 2010. Konsep awal naskah akademis RPP
tentang Tata Cara Penetapan Daya Dukung dan Daya
Tampung Lingkungan Hidup.
3. Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementian Lingkungan
Hidup dan P4W-IPB. 2010. Pengembangan Pedoman
Evaluasi Pemanfaatan Ruang. Penyempurnaan
Lampiran Permen LH 17/2009.
Sumber: Iwan Kustiwan, iwank@pl.itb.ac.id Kuliah Lingkungan dan Sumber Daya Alam

Anda mungkin juga menyukai