Disusun oleh :
Ketua Kelompok :
Anggota Kelompok :
Penggunaan lahan merupakan salah satu bentuk aktivitas manusia terhadap suatu ruang
yaitu pengolahan lahan demi mencapai kebutuhan hidupnya, baik secara materil maupun
spiritual. Penggunaaan lahan sendiri terjadi akibat 2 faktor yang saling berhubungan, yaitu
faktor manusia dan faktor alam. Manusia sebagai pengelola, sedangkan alam sebagai
sumberdaya pemenuh. Penggunaan lahan timbul menyesuaikan kebutuhan masyarakat di
suatu wilayah. Contohnya, di sebuah perkotaan umumnya penggunaan lahan terbanyak
digunakan sebagai gedung industri dan perkantoran. Berbeda hal dengan di pedesaan,
penggunaan lahan tentu saja akan mendominasi pada sawah dan perkebunan. Perbedaan hal
ini dikarenakan manusia akan merubah lahan wilayahnya menjadi lahan yang lebih
menguntungkan dan berpotensi mensejahterakan wilayah yang mereka dihuni.
Kota Semarang merupakan kota yang terus mengalami peningkatan kelajuan penduduk
dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk Kota Semarang tahun 2019 menurut BPS Kota
Semarang adalah 1.814.110 jiwa sedangkan jumlah penduduk pada Keca matan Semarang
Timur 75.762 jiwa. Saat ini, pada wilayah Semarang Timur terjadi pergeseran perkembangan
permukiman, dimana wilayah ini dijadikan sebagai penampung perkembangan penduduk dari
pusat kota (Semarang Tengah dan Semarang Selatan). Wilayah Semarang Timur beberapa
tahun lalu didominasi oleh pertanian dan perkebunan, namun saat ini terjadi alih fungsi lahan
menjadi lahan-lahan permukiman yang berkembang pesat tiap tahunnya. Perkembangan
permukiman yang terjadi tidak semua merupakan hasil dari perencanaan sesuai dengan
struktur dan konsep rencana tata ruang yang ada. Beberapa lahan permukiman yang tidak
terencana tumbuh dan berkembang dengan sendirinya oleh masyarakat desa Semarang Timur,
sehingga menimbulkan pola-pola yang tidak seimbang dan menyebabkan berbagai
permasalahan wilayah, contohnya urban sprawl di daerah pinggiran kota.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu adanya penelitian untuk mengidentifikasi
karakteristik, menganalisis aspek fisik dan membuat peta arahan wilayah yang bertujuan
untuk mengenali karakteristik fisik di Kecamatan Semarang Timur agar kedepannya dapat
mengambil keputusan yang tepat dalam suatu perancangan pembangunan wilayahnya.
Dengan kondisi tersebut perlu adanya arahan tata guna lahan berdasarkan aspek fisik
lingkungan serta arahan pada pemanfaatan ruang di Kecamatan Semarang Timur. Perlu
adanya identifikasi terhadap karakteristik, potensi serta masalah terkait aspek geologi fisik
dan lingkungan yang ada di Wilayah Semarang Timur. Sehingga permasalahan akan
pembangunan wilayah dan kota yang berkaitan dengan aspek fisik lingkungan di Kecamatan
Semarang Timur dapat diatasi dan menciptakan suatu tatanan kota dan wilayah yang baik
untuk keberlangsungan hidup.
Dilihat dari tabel dan grafik di atas dapat dikatakan bahwa wilayah terluas pada Kawasan
Kecamatan Semarang Timur adalah Kelurahan Kemijen dengan presentase 18,20 % dari
keseluruhan luas wilayah Kecamatan Semarang Timur.
Gambar 1. 2 Peta Administrasi Kecamatan Semarang Timur
Sumber: distaru.semarangkota.go.id
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Sasaran, Ruang Lingkup,
serta Sistematika Laporan.
2.1.1 Klimatologi
Klimatologi atau ilmu iklim merupakan unsur cuaca yang berkaitan dengan
faktor pengontrol distribusi iklim di atas permukaan bumi mengenai atmosfer di
wilayah yang sempit namun memiliki pola iklim yang berbeda dari wilayah
sekitarnya. contoh iklim perkotaan dan daerah disekitarnya. (Unimar Amni, 2005)
2.1.2 Topografi
Perbedaan tinggi dan rendah suatu kawasan seperti kemiringan, posisi, bentuk,
dan panjang pada lereng-lerengnya dapat diartikan sebagai topografi. topografi
merupakan salah satu faktor pembentukan tanah. topografi sendiri dipengaruhi oleh
iklim yaitu curah hujan dan temperatur. Besaran topografi atau kemiringan lereng
dapat ditulis dalam derajat atau dalam persen. semakin besar tingkat kecuraman
lereng maka semakin besar risiko tanah akan mengalami erosi. hal ini disebabkan
energi angkut air dan jumlah aliran permukaan yang semakin banyak sejalan dengan
kemiringan lereng tersebut.
Data-data topografi terbagi menjadi peta morfologi, yakni peta yang berkaitan
dengan pengelompokan bentang alam berdasarkan rona serta kemiringan lereng pada
satuan morfologi seperti morfologi bukit, dataran, gunung api. selanjutnya peta
kemiringan lahan/lereng, yakni peta yang sangat ditentukan oleh kemiringan suatu
wilayah.
Kelas Lereng Kisaran Lereng (%) Keterangan Hasil Nilai Kelas x Bobot
1 0-8 Datar 20
2 8-15 Landai 40
3 15-25 Agak Curam 60
4 25-45 Curam 80
2.1.3 Geologi
Kata geologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu geos (bumi) dan logo (ilmu).
Oleh karena itu, geologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi dan
fenomena di dalamnya, baik yang terjadi di atas permukaan maupun di bawah
permukaan bumi. Adapun data yang diperlukan dalam aspek fisik geologi yaitu data
geologi umum, wilayah, dan permukaan. (M. Elsheikh, D. B. Dunger, G. S. Conway,
1938)
Batuan merupakan suatu benda yang tersusun dari beberapa mineral menjadi
satu, bisa terdiri dari satu macam saja maupun campuran beberapa macam mineral.
Batuan dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu batuan beku, batuan sedimen,
batuan metamorf, dan batuan gunungapi
Proses pembentukan fisik tanah mengubah batuan menjadi partikel yang lebih
kecil, terjadi karena pengaruh erosi, angin, es, air, manusia, atau perusakan partikel
tanah yang disebabkan oleh perubahan suhu atau cuaca. Sedangkan pelapukan akibat
proses kimia terjadi karena pengaruh oksigen, air (terutama yang mengandung asam
atau alkali), dan karbondioksida. Jika hasil pelapukan masih berada pada tempat yang
sama, maka tanah tanah itu disebut tanah sisa dan jika tanah berpindah tempat, maka
disebut tanah angkut. Ada berbagai jenis tanah dan sifat pembawanya, antara lain:
2
6. Litosol Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan
induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah
dangkal (< 30 cm) bahkan kadang- kadang merupakan singkapan
batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada
umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan
batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala ikdim, umumnya di topografi berbukit,
pegunungan, lereng miring sampai curam
4
(Suhendar, Sholeh)
7. Mediteran Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan
induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah
dangkal (< 30 cm) bahkan kadang- kadang merupakan singkapan
batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada
umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan
batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala ikim, umumnya di topografi
1
berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
(Suhendar, Soleh)
8. Non cal 3
9. Regosol Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon,
tekstur pasir, struktur berbulit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH
umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
4
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan
gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
Sumber: Hasil analisa tahun 2016
2.1.4 Hidrologi
Hidrologi merupakan suatu ilmu cabang dari ilmu Geografi yang memperdalam
tentang keberadaan air di bumi, seperti proses terjadinya, peredaran, penyebaran, sifat-sifat,
kualitas, dan hubungan antara air permukaan maupun air tanah dengan lingkungan terutama
makhluk hidup.
Air permukaan adalah aliran yang mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran
atau rembesan secara alamiah. Sumber air permukaan diantaranya yaitu air hujan, lelehan
salju, serta aliran yang berasal dari air tanah. Air permukaan yang dimaksud yaitu air sungai,
air saluran, mata air, air danau, air waduk, air telaga.
Air tanah merupakan air yang berada di dalam tanah dan tersimpan dengan batasan
dari struktur batuan beserta formasi-formasi geologi yang sukar ditembus oleh air. Air tanah
dapat dikumpulkan dengan terowongan, sistem drainase dan terowongan. Proses
pembentukan air tanah mengikuti siklus hidrologi.
Pada dasarnya bencana alam merupakan suatu gejala untuk proses mengembalikan
keseimbangan ekosistem yang terganggu oleh proses alam itu sendiri ataupun ulah manusia
dalam memanfaatkan sumber daya alam ini.
Bencana alam beraspek geologi karena dapat memungkinkan untuk timbul disuatu
daerah. contohnya seperti banjir, longsor, amblesan, gunung berapi, gempa bumi, kekeringan,
dll. suatu bencana harus dikenali sedini mungkin, agar dapat mengantisipasi terjadinya
bencana dan dilakukan pengamanan pada daerah yang dikembangkan. (Ditjen Penataan
Ruang, 2007)
Banjir merupakan peristiwa alam yang dimana wilayah tergenang oleh air, hal ini
disebabkan oleh hujan yang amatderas dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah
hingga cekung (Ligal, 2008). Terjadinyatanah longsor disebabkan karena adanya pergerakan
massa tanah atau batuan yg turun atau keluar dari lereng karena tanah tidak stabil, hal ini
disebabkan karena curah hujan tinggi, dan kelerengan tebing yangcuram (BNPB, 2008).
Menurut Lutgens (1982), gempa bumi merupakan getaran yang dihalsilkan oleh percepatan
kemudian dilepaskan begitu saja, energi ini bersumber dari pusat yang berada dimana saja.
Penggunaan lahan dalam perencanaan suatu wilayah atau kawasan merupakan hal
yang sangat wajib untuk diperhatikan dengan teliti, seperti memperhatikan sebaran bangunan
pada lahan, mengetahui rasio tutupan lahan, pengelompokan peruntukkan lahan, dan lain
sebagainya. Sehingga akan terlihat penggunaan lahan pada daerah mana saja yang ternyata
mengalami penyimpangan, ketidaksesuaian atau penggunaan lahan yang melampaui batas
kemampuan lahan tersebut. (Saribun, D. S., 2007).
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
2.2.5 SKL Ketersediaan Air
Mengingat fungsi air tanah sebagai sumber penyediaan air bersih untuk berbagai
kebutuhan, maka penyediaan air pada suatu lahan menjadi sangat penting terutama pada
musim kemarau panjang, di mana air permukaan tidak mencukupi. Analisis SKL ketersediaan
air ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketersediaan air dan efisiensi penyediaan air pada
setiap tingkatan, guna pengembangan suatu kawasan atau wilayah.
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
2.2.7 SKL Terhadap Erosi
SKL ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keterkikisan tanah di kawasan
perencanaan, ketahanan lahan pada erosi, dan memperoleh gambaran batasan pada tingkatan
kemampuan pada erosi. Dan juga mengetahui daerah yang peka terhadap erosi dan
memperkirakan hasil pengendapan hasil erosi tersebut pada di bagian hilir. peta permukaan,
peta geologi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, data hidrologi, klimatologi dan
penggunaan lahan perlu dilakukan sebuah analisis. Jika sudah dilakukan analisis maka akan
menghasilkan sebuah peta terhadap erosi.
Erosi merupakan lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi artinya lapisan
tanah yang mudah terkelupas dan terbawa oleh angin atau air. Erosi rendah artinya lapisan
tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi artinya tidak adanya pengelupasan
lapisan tanah
Tabel 2. 8 Tabel Pembobotan SKL Terhadap Erosi
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Hal-hal yang harus diperhatikan permukaan peta geologi yang memuat sifat fisik
tanah atau batu yang merupakan penentu SKL terhadap erosi, oleh karena itu dibutuhkan
ketelitian pada data tabel diatas. Dan juga tabel ini sering berlawanan dengan SKL Drainase,
namun demikian tidak berarti berlaku umum dengan menganggap SKL terhadap erosi ini
adalah kebalikan dari SKL Untuk Drainase, dan tidak berarti pula pada waktu di-
superimpose-kan akan saling menghilangkan, karena kedua SKL ini berbeda bobotnya dalam
suatu wilayah dan/atau kawasan.
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan
Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
2.3 Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan merupakan tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu yang lebih spesifik serta merupakan pengukuran terhadap penggunaan
lahan di kawasan tertentu yang telah cocok/sesuai peruntukannya dan telah sesuai dengan
arahan-arahannya. Evaluasi kesesuaian lahan menurut Zuidam dan Concelado (1979) adalah
proses pelaksanaan penilaian lahan untuk keperluan tertentu meliputi interpretasi hasil survei
dan studi mengenal bentuk lahan, tanah, penggunaan lahan, vegetasi, iklim dan aspek lain
untuk mengidentifikasi dan membandingkan penggunaan lahan untuk tujuan evaluasi
(Sugiyanto, 2002: 22).
Dalam penelitian ini, parameter yang digunakan sesuai dengan kajian yang terdapat
dalam Permen PU No.20 tahun 2007 yang berupa keseluruhan SKL, yang terdapat
penggunaan lahan saat ini, adanya klasifikasi kemampuan lahan, arahan kesesuaian lahan.
Tujuan dari evaluasi kesesuaian lahan ini untuk memberikan penilaian terhadap kesesuaian
lahan dalam mecapai tujuan yang telah dipertimbangkan. Manfaat dari evaluasi kesesuaian
lahan yaitu untuk memberikan pengertian tentang hubungan antar kondisi lahan dengan
penggunaannya.
Dalam renccana pembagian Wilayah Kota (BWK) Kota Semarang. Bagian Wilayah Kota
yang disingkat BWK adalah satu kawasan fungsional atau kawasan yang memiliki kemiripan
fungsi ruanBerdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031, Semarang Timur termasuk
dalam BWK 1 yang meliputi Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timmur
dan Kecamatan Semarang Selatan. BWK 1 sendiri memeiliki rencana pembangunan fungsi
perkantoran, perdagangan dan jasa (Perda Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011, no date).
BAB III
METODOLOGI
INPUT
Ketersediaan lahan yang Peningkatan permintaan Pertumbuhan Populasi Kec. Semarang Timur
terbatas penggunaan lahan Penduduk sebagai peri urban
Mengidentifikasi kemampuan lahan dan kesesuaian lahan Kecamatan Semarang Timur dalam hal aspek fisik
atau geologi lingkungan
Klimatologi Kondisi:
Topografi Klimatologi
Geologi Identifikasi Kondisi Topografi
Hidrologi Geologi
Kecamatan Semarang Timur
Bencana Alam Hidrologi
Penggunaan Lahan Analisis Aspek Fisik Bencana Alam
Lingkungan Penggunaan Lahan
Morfologi
SKL Morfologi
Kemiringan Lereng
Analisis
SKL Morfologi
Morfologi
Kemiringan Lereng SKL Kemudahan Dikerjakan
Analisis SKL
Geologi
Tanah Kemudahan dikerjakan
Ketinggian absolut
Morfologi
Ketinggian Absolut
Kemiringan Lereng
Curah Hujan Analisis SKL Kestabilan SKL Kestabilan Lereng
Geologi Lereng
Penggunaan lahan
Tanah
Kestabilan lereng
Curah hujan
Analisis SKL Kestabilan SKL Kestabilan Pondasi
Geologi
Pondasi
Penggunaan lahan
Tanah
Morfologi
Ketinggian Absolut
Kemiringan Lereng
Curah hujan
Analisis SKL SKL Ketersediaan Air
Geologi
Penggunaan Lahan Ketersediaan Air
Tanah
Morfologi
Ketinggian Absolut
Kemiringan Lereng
Curah Hujan SKL Drainase
Geologi Analisis SKL Drainase
Penggunaan lahan
Tanah
Morfologi
Kemiringan Lereng
Tanah SKL Erosi
Geologi
Penggunaan lahan Analisis SKL Erosi
Curah hujan
Tanah
Morfologi
Kemiringan Lereng
Tanah SKL Limbah
Ketinggian Absolut Analisis SKL Limbah
Curah hujan
Penggunaan Lahan
ARAHAN
Ketinggian Bangunan
Analisis Kesesuaian
Rasio Tutupan Lahan
Lahan
Tata Ruang Pertanian
Deskriptif
Pemanfaatan Air Baku
Metode analisis yang digunakan dalam kajian aspek fisik dan lingkungan di Kecamatan
Semarang Timur dilakukan dengan dua langkah yaitu penilaian dan overlay pada data analisis
kemampuan lahan dan analisis kesesuaian lahan. Metode ini mengacu pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik &
Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.
3.3.1 Analisis Kemampuan Lahan
3.3.1.1 SKL Morfologi
Tujuan dari analisis SKL morfologi adalah untuk, memilah bentuk bentang alam atau
morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai
dengan fungsinya.
4.1.1 Klimatologi
Berdasarkan tabel analisis klimatologi dibawah ini, dapat disimpulkan bahwa wilayah
Kecamatan Semarang Timur tergolong dalam 3 jenis kelas curah hujan, yaitu sedang, kurang, dan
rendah. Untuk kelurahan Karangturi dengan luas 10,35 hektar dan Karangtempel dengan luas
38,76 hektar memiliki curah hujan dengan rata-rata 1423,3 mm/tahun. Untuk curah hujan dengan
klasifikasi rendah terdapat di Kelurahan Rejomulyo, sedangkan curah hujan dengan klasifikasi
kurang terdapat di Kelurahan Bugangan, Karangtempel, Mlatiharjo, dan Rejosari.
4.1.2 Topografi
Dalam analisis peta topografi, terdapat dua analisis yaitu analisis aspek fisik topografi dan
kaspek fisik kemiringan lereng.
4.1.2.1 Topografi
Gambar 4. 2 Peta Analisis Aspek Fisik topografi
Berdasarkan peta dan tabel hasil analisis topografi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Kecamatan Semarang Timur memiliki wilayah yang merupakan daerah dataran rendah. Hal ini
dapat diketahui dari tabel analisis di atas yang menunjukkan bahwa ketinggian di setiap
kelurahan Kecamatan Semarang Timur Sebagian besar adalah 0-200 m di atas permukaan laut
dengan jumlah luas wilayah 545.16 dan sisanya yaitu 1.83 Ha dengan ketinggian 200-500 m.
Disamping itu terdapat kelurahan yang memiliki 2 klasifikasi ketinggian, namun hanya sedikit
yaitu Karangtempel, Karangturi, Kebonagung, Kemijen, Mlatibaru, Rejomulyo, Rejosari, Sarirejo
dengan klasifikasi 0-200m dan 200-500m. oleh sebab itu Kecamatan Semarang timur cocok
untuk permukiman, industri, dan pertanian
Dilihat dari peta dan table analisis dibawah ini, dapat disimpulkan bahwasannya
kemiringan lereng di Kecamatan Semarang Timur terdapat tiga klasifikasi, yaitu 0-2%, 3-15%,
16-25%. Wilayah Kecamatan semarang Timur di dominasi oleh kemiringan lereng 0-2% dengan
jumlah luas 345.66 Ha dan 3-15% dengan jumlah luas 201.22 Ha. Disamping itu masih terdapat
kelurahan/desa yang memiliki kemiringan lereng pada klasifikasi 16-25% dengan luas wilayah
0.01 Ha. Kelurahan/desa yang memiliki klasifikasi kemiringan lereng 16-25 % hanya kelurahan
kemijen dan karang tempel. Kemiringan yang dimiliki oleh wilayah Kecamatan Timur
didominasi dengan kemiringan yang rendah hingga cukup sehingga semarang menjadi tempat
pertanian, permukiman dan industri.
4.1.3 Geologi
Gambar 4. 4 Peta Analisis Aspek Fisik Geologi
Peta diatas menunjukkan bahwa, seluruh wilayah Kecamatan Semarang Timur memiliki
keadaan geologi jenis tanah alluvium. Alluvium sendiri merupakan jenis tanah endapan yang
mengandung pasir dan liat yang cocok untuk bercocok tanam di Indonesia. Berdasarkan hasil
overlay antara peta geologi yang didapat dari distaru.ssemarangkota.go.id dan peta kelurahan
yang ada di Semarang Timur, tabel menunjukkan data berikut:
Tabel 4. 4 Tabel analisis Aspek Fisik Geologi
No Kelurahan Luas
Alluvial Total
Ha % Ha %
1 Bugangan 45 8,0 45 100
2 Karangtempel 75 13,4 75 100
3 Karangturi 28 5,0 28 100
4 Kebonagung 24 4,3 24 100
5 Kemijen 123 21,9 123 100
6 Mlatibaru 62 11,1 62 100
7 Mlatiharjo 49 8,7 49 100
8 Rejomulyo 27 4,8 27 100
9 Rejosari 87 15,5 87 100
10 Sarirejo 41 7,3 41 100
Total 561 100 561 100
4.1.4 Hidrologi
Gambar 4. 5 Peta Analisis Aspek Fisik Hidrologi
Pada peta hidrologi Kecamatan Semarang Timur dapat diketahui bahwa sebaran
hidrogeologi di Kecamatan Semarang Timur terbagi menjadi tiga jenis akuifer. Akuifer
merupakan lapisan yang terdapat di bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan
air. Ketiga jenis akuifer tersebut, yaitu produktif dengan penyebaran luas, produktif sedang
dengan penyebaran luas, dan produktivitas tinggi dengan penyebaran luas. Presentase
penyebarannya terdapat pada tabel hasil analisis pribadi dengan overlay peta hidrologi dan
kelurahan di Semarang Timur dibawah ini:
Tabel 4. 5 Tabel Analisis Aspek Fisik Hidrologi
No Kelurahan Luas
Produktif Produktif sedang Produktifitas tinggi Total
dengan dengan penyebaran dengan penyebaran
penyebaran luas luas luas
Ha % Ha % Ha % Ha %
1 Bugangan 45 8,0 0 0 0 0 45 100
2 Karangtempel 31 5,5 44 7,8 0 0 75 100
3 Karangturi 20 3,6 8 1,4 0 0 28 100
4 Kebonagung 24 4,3 0 0 0 0 24 100
5 Kemijen 96 17,1 15 2,7 12 2,1 123 100
6 Mlatibaru 60 10,7 0 0 2 0,4 62 100
7 Mlatiharjo 49 8,7 0 0 0 0 49 100
8 Rejomulyo 20 3,6 0 0 7 1,2 27 100
9 Rejosari 87 15,5 0 0 0 0 87 100
10 Sarirejo 41 7,3 0 0 0 0 41 100
(Sumber: distaru.semarangkota.go.id)
Berdasarkan data dan peta bencana pergerakan tanah Kecamatan Semarang Timur dapat
disimpulkan bahwa Kecamatan Semarang Timur memiliki risiko pergerakan tanah dalam
kategori rendah. Ditinjau berdasarkan luas wilayah kelurahan di Kecamatan Semarang Timur,
Kelurahan Kemijen memiliki luas terbesar, sehingga potensi kerusakan tidak lebih parah daripada
Kelurahan Kebonagung yang memiliki luas terkecil. Semakin kecil suatu wilayah akan
berdampak lebih dari bencana pergeseran tanah karena pusat kependudukan lebih terpusat di
wilayah tersebut. Kelurahan yang memiliki tingkat risiko bencana pergerakan tanah rendah ini
biasanya ditandai dengan terdapatnya warna hijau pada kelurahan tersebut.
4.1.5.2 Banjir
Gambar 4. 7 Peta Analisis Aspek Fisik Banjir
(Sumber : distaru.semarangkota.go.id)
Berdasarkan peta dan tabel risiko bencana banjir dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan
Semarang Timur terdapat beberapa kawasan yang memiliki tingkat risiko banjir yang berbeda-
beda. Sebagian besar kelurahan di Semarang Timur merupakan kawasan dengan tingkat risiko
banjir yang tinggi, sedangkan untuk Kelurahan Rejosari dengan luas 0,39 Ha dan Kemijen
dengan luas 0,378 Ha tergolong ke dalam kawasan yang tidak berisiko banjir. Namun, terdapat
wilayah dengan nilai 2 di Kelurahan Rejosari dan nilai 3 di Kelurahan Kemijen, sehingga
memiliki tingkat risiko bencana lebih aman daripada wilayah dengan kelurahan lainnya. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa 98% kawasan di Semarang Timur memiliki tingkat risiko bencana
banjir yang tinggi.
(Sumber: distaru.semarangkota.go.id)
Berdasarkan peta dan tabel bencana gempa dapat disimpulkan bahwa Kecamatan
Semarang Timur memiliki kawasan dengan kerawanan gempa yang tergolong rendah). Kelurahan
Kemijen memiliki luas wilayah terbesar dengan luas 120,3 Ha, sedangkan Kelurahan
Kebonagung memiliki luas terkecil sebesar 24,18 Ha. Dapat dikatakan pula bahwa Kelurahan
Kebonagung memiliki dampak paling signifikan dari bencana gempa akibat dari luas wilayahnya
paling kecil.
Analisis guna lahan perlu untuk dilakukan untuk mengetahui rasio tutupan lahan, data
penggunaan lahan, dan pengelompokan peruntukan lahan, termasuk aglomerasi fasilitas yang
akan membentuk pusat kota serta bangunan-bangunan yang memerlukan persyaratan kemampuan
lahan tinggi, yang akan digunakan dalam penentuan rekomendasi kesesuaian lahan.
Berdasarkan hasil analisis pribadi, Kec. Semarang Timur memiliki luas 381 ha.
Penggunaan lahan di Kec. Semarang Timur terdiri dari lahan (industri, pendidikan, perumahan,
RTH dan lahan lainnya.) Secara keseluruhan, lahan industri di Kec. Semarang Timur memiliki
luas 29 ha. Lahan industri tersebut berada di Kel. Kemijen. Selanjutnya, lahan pendidikan di Kec.
Semarang Timur memiliki luas 12 ha. Lahan tersebut berada di Kel. Karangtempel, Karangturi,
Kebonagung, Mlatiharjo, Rejomulyo, Rejosari dan Sarirejo. Lahan Perumahan di Kec. Semarang
Timur memiliki luas 228 ha. Kec. Semarang Timur memiliki luas lahan perumahan terbesar di
Kel. Rejosari, yaitu sebesar 53 ha. Lahan RTH di Kec. Semarang Timur memiliki luas 21 ha.
Kec. Semarang Timur. Penggunaan lahan lainnya di Kec. Semarang Timur memiliki luas 91 ha.
Lahan ini terdiri dari sosial budaya, transportasi, kesehatan, peribadatan, perkantoran, dan
olahraga. Kel. Kemijen memiliki luas lahan lainnya terbesar di Kec. Semarang Timur, yaitu
sebesar 41 ha.
Tabel 4. 9 Analisis Tata Guna Lahan eksisting
Kelurahan Penggunaan Lahan
Industri Pendidikan Perumahan RTH Lainnya Total
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
Bugangan 0 0,00 0 0,00 21 84,00 0 0,00 4 16,00 25 100
Karangtempel 0 0,00 1 2,50 30 75,00 6 15,00 3 7,50 40 100
Karangturi 0 0,00 3 25,0 5 41,67 0 0,00 4 33,33 12 100
0
Kebonagung 0 0,00 1 4,35 11 47,83 0 0,00 11 47,83 23 100
Kemijen 29 29,29 0 0,00 29 29,29 0 0,00 41 41,41 99 100
Mlatibaru 0 0,00 0 0,00 33 82,50 0 0,00 7 17,50 40 100
Mlatiharjo 0 0,00 1 2,86 23 65,71 6 17,14 5 14,29 35 100
Rejomulyo 0 0,00 1 7,69 0 0,00 3 23,08 9 69,23 13 100
Rejosari 0 0,00 1 1,54 53 81,54 6 9,23 5 7,69 65 100
Sarirejo 0 0,00 4 13,7 23 79,31 0 0,00 2 6,90 29 100
9
Total 29 7,61 12 3,15 228 59,84 21 5,51 91 23,88 381 100
Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah memiliki rasio
tutupan lahan dengan tutupan lahan maksimal 10% dan 20% dengan sebagian wilayah juga
memiliki tutupan lahan dengan klasifikasi Non Bangunan atau Non Terbangun. Peta Tutupan
Lahan memberi gambar akan perbandingan daerah yang bisa tertutup oleh bangunan berisfat
kedap air dengan luas lahan keseluruhan. Bila dilihat dari data, Semarang Timur mayoritas
memiliki tutupan lahan paling besar dengan rasio maksimal 10%. Artinya semarang timur
memiliki penggunaan yang lebih banyak disbanding dengan ruang terbuka hijau (RTH)nya. Akan
tetapi, Semarang Timur masih dalam batasan yang bisa dibilang rendah bila ditinjau dari
klasifikasi rasio tutupan lahan tersebut. Lahan non terbangunnya pun masih cukup banyak dengan
hampir setiap kelurahan memiliki persentase non bangunan.
Melalui Peta dan tabel analisis Ketinggian Bangunan Kecamatan Semarang Timur dapat
dilihat bahwa sebagian besar Kecamatan Semarang Timur memiliki bangunan dengan tinggi
kurang dari 4 lantai, yaitu dengan persentase mencapai 84 persen dari seluruh wilayah Kecamatan
Semarang Timur. Sedangkan, klasifikasi nonbangunan hanya mencapai 16 persen. Hal ini
disebabkan karena wilayah Kecamatan Timur merupakan dataran rendah yang memiliki padat
penduduk sehingga wilayahnya banyak dijadikan pemukiman/perumahan dengan ketinggian yang
kurang dari 4 lantai. Selain itu, wilayah Kecamatan Timur memiliki peraturan daerah untuk tidak
membangun gedung tinggi karena berdekatan dengan Bandara Internasional Ahmad Yani.
Tabel 4. 11 Tabel Analisis Ketinggian Bangunan
Ketinggian Bangunan
Nonbangunan Terbangun < 4 Lantai Total
Kelurahan Ha % Ha % Ha %
Bugangan 5,31 12 40.50 88 45,81 100
Karangtempel 17,93 23 58.58 77 76,51 100
Karangturi 0,24 1 28.76 99 29,00 100
Kebonagung 0 0 24.34 100 24,34 100
Kemijen 31,81 26 90.12 74 121,93 100
Mlatibaru 1,22 2 61.47 98 62,69 100
Mlatiharjo 13,39 28 34.44 72 47,83 100
Rejomulyo 3,04 10 26.04 90 29,08 100
Rejosari 14,08 16 75.21 84 89,29 100
Sarirejo 0 0 41.88 100 41,88 100
Semarang Timur 87,08 16 481.27 84 568,35 100
Pada umumnya peta morfologi memiliki beberapa variasi yaitu dengan, bentang alam
yang datar, landai, perbukitan, hingga pegunungan. berdasar analisis diatas, pada wilayah
Semarang Timur dengan luas wilayah 7720.28 (Ha) hanya terdapat bentang alam dengan bentuk
kurang (daratan) & rendah (landai), sedang (bukit). Pada Kecamatan Semarang Timur luas lahan
yang terbanyak yaitu pada daerah dataran rendah dengan luas 336.837 Hektar (62,40%).
Kemudian Kurang dengan luas 202.993 Hektar (37,60%). Dan yang paling sedikit dengan luas
kelas sedang 0.069 Hektar.
Berombak 4
Morfologi Bergelombang 3
Berbukit 2
Bergunung 1
0-2 5
Kemiringa 3-15 4
n Lereng
16-25 3
(%)
26-40 2
> 40 1
Entisol 5
Vertisol; Inceptisol 2
Alfisol; Histosol 1
Pada peta SKL Kemudahan Dikerjakan Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang,
Jawa Tengah terdapat 2 klasifikasi kelas yaitu kemudahan tinggi dan kemudahan cukup. Dapat
dilihat bahwa tingkat kemudahan dikerjakan yang mendominasi adalah kemudahan tinggi yang
mencapai 63 persen dari seluruh wilayah, kemudian dilanjut dengan tingkat yang cukup yaitu 37
persen. Melalui data diatas, dapat disimpulkan Kecamatan Semarang Timur memiliki wilayah
yang berpotensi dan baik apabila dilakukan pengembangan atau pembangunan karena tingkat
kemudahan dikerjakannya tinggi.
Kestabilan lereng merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mantap/stabil terhadap
suatu bentuk dan dimensi lereng. Dari hasil SKL kestabilan lereng dapat ditentukan sebagai lahan
yang dapat digunakan untuk menentukan kerawanan lereng terhadap kontruksi bangunan dalam
memenuhi keamanan dan kenyamanan. Berdasarkan hasil peta Satuan Kemampuan Lahan (SKL)
Kestabilan Lereng, didapati bahwa luasan masing-masing kelas kemampuan lahan kestabilan
lereng sub wilayah Kecamatan Semarang Timur terbagi menjadi dua klasifikasi yaitu cukup dan
sedang. Klasifikasi sedang dengan persentase 61% dari seluruh luas wilayah Kecamatan
Semarang Timur dan 39% sisanya memiliki klasifikasi kestabilan lereng cukup. Kestabilan
Lereng di Kecamatan Semarang Timur termasuk cukup berarti morfologi di Kecamatan
Semarang Timur 61% nya adalah landau, sedangkan kestabilan lereng Sedang artinya 39% dari
luas seluruh Kecamatan Semarang Timur terdiri dari perbukitan sedang dan cukup stabil. Tabel
mengenai SKL Kestabilan Lereng dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 16 Tabel Analisis SKL Kestabilan Lereng
No Kelurahan Luas
Cukup Sedang Total
Ha % Ha % Ha %
1 Bugangan 35 10,5 10 4,7 45 100
2 Karangtempel 15 4,5 58 27,1 73 100
3 Karangturi 6 1,8 20 9,3 26 100
4 Kebonagung 19 5,7 4 1,9 24 100
5 Kemijen 91 27,4 25 11,7 116 100
6 Mlatibaru 52 15,7 10 4,7 63 100
7 Mlatiharjo 32 9,6 14 6,5 41 100
8 Rejomulyo 20 6 7 3,3 27 100
9 Rejosari 42 12,7 45 21 87 100
10 Sarirejo 20 6 21 9,8 41 100
Pada Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi Kecamatan Semarang Timur, Kota
Semarang, Provinsi Jawa Tengah di dapati Kecamatan Semarang Timur memiliki kestabilan
pondasi yang tinggi, dengan diseluruh kelurahannya pun memiliki kondisi kestabilan pondasi
dalam klasifikasi tinggi yaitu dengan nilai 18-20. Klasifikasi SKL Pondasi yang tinggi adalah
akumulasi penjumlahan atau nilai total dari data morfologi, ketinggian absolut, kelerengan, dan
Jenis tanah.
Analisis dilakukan untuk mengetahui stabil tidaknya suatu kondisi wilayah untuk
mendukung bangunan atau kawasan terbangun. Kondisi SKL Kestabilan Pondasi di Semarnag
Timur tinggi, artinya lahan di semarang timur mendukung dan stabil untuk pondasi bangunan apa
saja untuk segala pondasi. Sedangkan, tingkat kestabilan rendah maka hanya pondasi jenis
tertentu saja yang disarankan untuk dibangun. Meskipun kondisi klasifikasi Semarang Timur
termasuk dalam kestabilan pondasi tinggi dan cocok untuk pondasi apa saja, terdapat SKL lain
yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu bangunan agar dapat berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
Analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air dan
kemampuan penyediaan air pada masing‐masing tingkatan, guna pengembangan kawasan.
Ketersediaan air pada suatu lahan merupakan hal yang sangat penting, karena mengingat fungsi
air tanah sebagai sumber pasokan air bersih bagi masyarakat untuk berbagai kebutuhan.
Ketersediaan air yang sangat melimpah tentu dapat menunjang kegiatan masyarakat dalam
kehidupan sehari-harinya, tepatnya di Kecamatan Semarang Timur. Peta SKL ketersediaan air ini
merupakan hasil overlay dari kondisi morfologi, kemiringan lereng, geologi dan geohidrologi,
klimatologi (curah hujan), serta penggunaan lahan. Dilakukan analisis ini, karena untuk
mengetahui tentang ketersediaan air di Kecamatan Semarang Timur. Dari tabel pengklasifikasian
diatas, dapat diketahui bahwa Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Provinsi Jawa
Tengah didominasi oleh ketersediaan air dalam skala sedang dengan nilai 3 serta skala cukup
dengan nilai 4 yang mana dapat diartikan bahwa ketersediaan air dalam wilayah ini masih bagus
dan dapat memenuhi ketentuan dalam tingkat ketersediaan air serta kemampuan penyediaan air
pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan.
Dari data masukkan, kemudian diolah dan diklasifikasikan sebagai SKL Drainase. Hasilnya
merupakan peta existing SKL drainase.
Berdasarkan tabel hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat drainase yang
ada di Kecamatan Semarang Timur termasuk ke dalam kelas dengan tingkat drainase kurang.
Untuk drainase dengan klasifikasi kurang terbesar berada di Kelurahan Kemijen dengan luas
116,16 Ha. Daerah yang memiliki tingkat drainase kurang biasanya terletak di lahan-lahan
kosong yang sulit dilewati aliran air.
4.4.7 SKL Terhadap Erosi
Gambar 4. 18 Peta Analisis SKL Terhadap erosi
Analisis SKL Erosi dilakukan untuk mengetahui tingkatan erosi atau mudah tidaknya
lapisan tanah pada suatu wilayah terkikis oleh angin atau air, sehingga dapat mengantisipasi
dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Analaisis peta SKL Erosi membutuhkan beberapa
parameter, yaitu peta morfologi, kemiringan lereng, tanah, curah hujan, dan penggunaan lahan.
Pada tabel hasil analisis SKL Erosi di atas, Kecamatan Semarang Timur memiliki tingkat
penyebaran erosi yang sangat merata. Dapat dilihat pada tabel bahwa Kecamatan Semarang
Timur hanya memiliki satu jenis tingkatan erosi, yakni tingkat erosi rendah dengan luas wilayah
555.43 Ha. Erosi rendah artinya lapisan tanah pada wilayah tersebut sedikit terkikis/terbawa oleh
angin dan air. Diketahuinya tingkatan erosi tersebut diharapkan perencana dapat menentukkan
penggunaan lahan dengan tepan
Kemampuan Pembuangan Limbah pada suatu wilayah menunjukkan cocok tidaknya suatu
wilayah diperuntukkan sebagai lokasi pembuangan limbah maupun wilayah pengelolaan limbah.
Peta SKL Pembuangan Limbah memerlukan analisis data berupa peta Morfologi, Kemiringan
Lereng, Jenis Tanah, Ketinggian Absolut, Curah Hujan, dan peta Penggunaan Lahan. Pada
peta SKL Pembuangan Limbah Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah
memiliki 1 klasifikasi yaitu pembuangan limbah cukup. Artinya seluruh wilayah di Kecamatan
Semarang Timur merupakan wilayah yang dapat dijadikan daerah pengelolaan dan pembuangan
limbah atau dengan kata lain memiliki potensi sebagai lokasi pembuangan limbah.
Analisis SKL terhadap bencana disusun dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/ mengurangi kerugian dan korban akibat bencana tersebut. Untuk membuat analisis
dan peta SKL terhadap bencana alam, dibutuhkan beberapa data masukan seperti data hidrologi,
klimatologi, bencana alam, morfologi, kemiringan lahan, topografi, geologi, geologi permukaan,
dan guna lahan. Berikut ini parameter SKL terhadap bencana alam berdasarkan Permen PU No.
20 Tahun 2007.
Bukit Pertanian 3 3
15-25% 3 Cukup
Masukan :
1) Klasifikasi Kemampuan Lahan
2) SKL Kestabilan Pondasi
3) SKL Terhadap Bencana Alam
4) Penggunaan Lahan yang ada saat ini
Pada peta arahan ketinggian bangunan ini terdapat 3 klasifikasi untuk kategori analisis arahan
Ketinggian Bangunan yang terdiri atas Kawasan Non-Bangunan, dan Kawasan Bangunan dibawah 4
lantai dan juga bangunan diatas 4 lantai. Namun, pada wilayah studi Kecamatan Semarang Timur dapat
dibedakan menjadi 2 klasifikasi untuk kategori analisis arahan Ketinggian Bangunan yang terdiri atas
Kawasan Non-Bangunan, dan Kawasan Bangunan dibawah 4 lantai.
Berdasarkan hasil analisis, Kecamatan Semarang Timur didominasi oleh daerah yang memenuhi
syarat untuk dikategorikan dalam klasifikasi bagunan kurang dari 4 lantai dengan luas daerah sebesar
4470,76 m2 atau sebesar 887,49% dari luas total yaitu 4968,19. Analisis arahan ketinggian bangunan
dimaksudkan untuk mengetahui gambaran daerah-daerah yang sesuai untuk dikembangkan dengan
bangunan berat/tinggi pada pengembangan Kawasan. Berdasarkan hasil analisis diatas, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah pada Kecamatan Semarang Timur dapat dikategorikan
dalam klasifikasi wilayah yang mampu untuk didirikan bangunan dengan persyaratan bangunan tersebut
dibawah 4 lantai
Tujuan : Peta tutupan lahan bertujuan untuk memberikan informasi pemanfaatan ruang suatu
wilayah atau kota secara spasial atau keruangan dan mengetahui gambaran perbandingan
daerah yang bersifat tertup oleh bangunan yang bersifat kedap air dengan luas lahan
keseluruhan beserta kendala fisik pada setiap tingkatan.
Sasaran:
1) Mengetahui daerah-daerah yang sesuai untuk dikembangkan tutupan lahan
2) Mengetahui gambaran perbandingan daerah yang bersifat tertup oleh bangunan yang bersifat
kedap air dengan luas lahan keseluruhan beserta kendala fisik pada setiap tingkatan.
Masukan:
1) Klasifikasi Kemampuan Lahan
2) SKL untuk Drainase
3) SKL Kestabilan Lereng
4) SKL terhadap Erosi
5) SKL terhadap Bencana Alam
Klasifikasi Kemampuan
Peta arahan rasio tutupan lahan membutuhkan input yaitu Klasifikasi Kemampuan
Lahan, SKL terhadap bencana alam, SKL terhadap Erosi, SKL terhadap drainase, dan
SKL Kestabilan Lereng. Berdasarkan peta dapat dilihat bahwa rasio tutupan lahan di
Kecamatan Semarang Timur terdapat dua klasifikasi yaitu rasio tutupan lahan maksimal
20% dan maksimal 40%. Rasio tutupan lahan maksimal 20% terdapat pada semua
Kelurahan di Kecamatan Semarang Timur kecuali Kelurahan Kebonagung dengan luas
yang bervariasi. Sedangkan rasio tutupan lahan maksimal 40% terdapat pada Kelurahan
Rejosari, Karangturi, Mlatibaru, Mlatiharjo, Rejomulyo, Kemijen, Kebonagung, dan
Sarirejo. Pada Kelurahan Kebonagung persentase rasio tutupan lahannya mencakup
seluruh wilayah kelurahan tersebut yaitu 100% dengan luas 4,39 ha.
Tabel 4. 28 Tabel Analisis Rasio Tutupan Lahan
Luas (Ha) Total
Rasio Tutupan Lahan Maks Rasio Tutupan Lahan Maks 30% Ha %
20% (Kelas c) (Kelas d)
No Desa Ha % Ha %
1 Sarirejo 20,71 51 19,54 49 40,25 100
2 Kebonagung 0 0 4,39 100 4,39 100
3 Bugangan 9,6 100 0 0 9,6 100
4 Kemijen 21 18 95,23 82 116,23 100
5 Rejomulyo 7, 27 26,9 19,81 73,1 27,08 100
6 Mlatiharjo 13,97 31 31,70 69 45,67 100
7 Mlatibaru 9,82 16 52 84 61,82 100
8 Karangtempel 57,61 100 0 0 57,61 100
9 Karangturi 20,47 76 6,39 23 26,86 100
10 Rejosari 45 51 41,65 48 86,65 100
Kecamatan 205,45 485,9 270,71 528,1 476,16 100
Semarang
Timur
Peta arahan tata ruang pertanian merupakan analisis yang dilakukan dengan tujuan
agar mendapatkan arahan pengembangan pertanian yang tepat dengan kesesuaian
lahannya. peta arahan tata ruang pertanian merupakan output dari hasil klasifikasi serta
analisis kemampuan dan kesesuaian lahan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
terhadap arahan tata ruang pertanian di Kecamatan Semarang Timur, maka diperoleh
informasi bahwa terdapat dua klasifikasi arahan tata ruang pertanian yaitu tanaman
tahunan dan tanaman setahun. klasifikasi arahan tata ruang pertanian terbilang merata
penyebaran di Kecamatan Semarang Timur, namun didominasi oleh tanaman setahun
yang memiliki luas 335.62 ha dengan kemampuan pengembangan lahan agak tinggi.
selanjutnya terdapat klasifikasi tanaman tahunan yang luasnya kurang lebih 209.67 Ha
dengan kemampuan pengembangan lahan yang sedang.
Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat 61.55% dari luas Kecamatan
semarang timur yang dikategorikan sebagai tanaman setahun atau bisa disebut juga
tanaman semusim. Artinya tanaman ini dipanen dalam satu musim tanam dan umurnya
kurang dari satu tahun. selanjutnya terdapat 38.45% dari luas Kecamatan semarang timur
yang dikategorikan sebagai tanaman tahunan. Artinya tanaman ini memiliki siklus hidup
yang lebih lama, mencapai dua tahun atau lebih dan dapat panen lebih dari sekali.
Tabel 4. 29 Tabel Analisis Tata Ruang Pertanian
Luas
TOTAL
No Kelurahan Tanaman Tahunan Tanaman Setahun
Ha % Ha % Ha %
1 Mlatibaru 9.82 15.89 51.99 84.11 61.81 100
2 Kebonagung 4.39 18.41 19.45 81.59 23.84 100
3 Kemijen 20.93 18.02 95.23 81.98 116.16 100
4 Sarirejo 20.71 51.45 19.54 48.55 40.25 100
5 Mlatiharjo 13.96 30.58 31.69 69.42 45.65 100
6 Bugangan 9.6 21.54 34.96 78.46 44.56 100
7 Rejomulyo 7.26 26.82 19.81 73.18 27.07 100
8 Karangtempel 57.61 79.43 14.92 20.57 72.53 100
9 Rejosari 44.92 51.89 41.65 48.11 86.57 100
10 Karangturi 20.47 76.24 6.38 23.76 26.85 100
Kecamatan Semarang
209.67 38.45 335.62 61.55 545.29 100
Timur
Analisis /Arahan
SKL Ketersediaan Air
Kesesuaian Lahan Arahan Air Baku
Air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air
tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air
minum. Analisis arahan pemanfaatan air baku menggunakan data input berupa analisis
kemampuan lahan, SKL Ketersediaan Air, dan penggunaan lahan saat ini dengan output
berupa arahan pemanfaatan air baku. Analisis arahan pemanfaatan air baku dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber air baku dalam perencanaan tata ruang di Kecamatan Semarang Timur. Daerah
dengan ketersediaan air tinggi berarti pengembangan dan pemanfaatan air bakunya juga
tinggi.
Setelah melakukan pengolahan data maka didapatkan informasi berupa 2 kelas
pemanfaatan air baku di Kecamatan Semarang Timur, yaitu cukup dan baik. Cakupan
persebarannya yaitu: Untuk pemanfaatan air baku cukup tersebar di semua kelurahan di
Kecamatan Semarang Timur dengan luas total 214.35 Ha dengan persentase 39.29%.
Sedangkan, untuk pemanfaatan air baku baik tersebar dari 10 kelurahan, yaitu Kelurahan
Kemijen 90.75 Ha. Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa Kecamatan Semarang
Timur didominasi dengan pemanfaatan air baku yang baik.
Tabel 4. 30 Tabel Analisis Arahan Pemanfaatan Air Baku
Luas (Ha) Total
Pemanfaatan Pemanfaatan Air
NO Kelurahan Air Baku Cukup Baku Baik (4) Ha %
(3)
Ha % Ha %
1 Bugangan 9.6 21.54 34.96 78.45 44.56 100
2 Karangtempel 57.61 79.42 14.92 20.57 72.53 100
3 Karangturi 20.45 76,22 6.38 23.77 26.83 100
4 Kebonagung 4.39 18.41 19.45 81.58 23.84 100
5 Kemijen 25.42 21.88 90.75 78.11 116.17 100
6 Mlatibaru 9.83 15.89 52 84.10 61.83 100
7 Mlatiharjo 14.15 30.85 31.71 69.14 45.86 100
8 Rejomulyo 7.27 26.85 19.8 73.14 27.07 100
9 Rejosari 44.93 51.88 41.66 48.11 86.59 100
10 Sarirejo 20.7 51.44 19.54 48.55 40.24 100
Kecamatan Semarang 214.35 39.29 331.17 60.70 545.52 100
Timur
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Kecamatan Semarang timur berada pada BWK 1 dengan fungsi perkantoran,
perdagangan, dan jasa di RTRW 2011-2031 yang ada pada peraturan daerah Kota Semarang
nomor 14 tahun 2011. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dari membuat dan meninjau
peta aspek fisik, peta SKL, dan peta arahan. Telah didapati karakteristik dari kecamatan
Semarang Timur sehingga dapat ditarik beberapa kesimpulan. Yang pertama, pada peta arahan
tata ruang pertanian, dikarenakan Kecamatan Semarang Timur memiliki keadaan morfologi
tanah yang termasuk rendah dan kurang dan memiliki ketersediaan air yang cukup melimpah
membuat wilayah Kecamatan Semarang Timur untuk dijadikan wilayah yang dapat digunakan
untuk ditanami dan kegiatan pertanian. Namun, dikarenakan saat ini Kecamatan Semarang
Timur yang sebagian besar guna lahan diperuntukkan untuk perumahan sehingga untuk arahan
pada sektor pertanian sendiri bisa dikaji ulang dan diintegrasikan dengan sektor lainnya agar
saling mendukung.
Yang kedua pada peta arahan rasio tutupan lahan, dimana hampir keseluruhan wilayah di
Kecamatan Semarang Timur memiliki potensi yang kurang untuk dijadikan daerah tertutup
kedap air. Hal ini dikarenakan satuan kemampuan lahan drainase yang kurang di wilayah
Kecamatan Semarang Timur yang membuat wilayah ini lebih cocok untuk pembangunan
permukiman sistem lahan terbuka. Selanjutnya pada arahan ketinggian bangunan yang
diperuntukkan untuk mengetahui daerah yang sesuai dengan kemampuannya untuk didirikan
bangunan. Setelah dilakukan analisis hampir semua wilayah Kecamatan Semarang Timur
memiliki lahan yang mampu untuk didirikan bangunan dengan persyaratan bangunan tersebut
dibawah empat lantai.
Untuk yang terakhir adalah peta arahan pemanfaatan air baku untuk mengetahui sumber-
sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku dalam perencanaan tata ruang.
Setelah dilakukan analisis Kecamatan Semarang Timur menjadi kawasan yang memiliki
ketersediaan air baku yang cukup dan baik untuk dimanfaatkan. Setelah dilakukan analisis diatas
didapat arahan-arahan yang dapat dipergunakan untuk proses perencanaan, namun tetap adanya
permasalahan yang terdapat di suatu wilayah. Seperti pada lahan permukiman di Kecamatan
Semarang Timur rata-rata sudah sesuai dengan fungsi Kawasan yaitu Kawasan budidaya dan
kerawanan bencana, meskipun beberapa permukiman masih ada yang tidak sesuai dengan
kondisi kerawanan bencana, seperti masih ada permukiman yang berdiri di daerah yang rawan
bencana banjir dan tanah longsor. Dimana seharusnya daerah rawan bencana tersebut tidak
digunakan untuk lahan permukiman karena dapat merugikan dan membahayakan masyarakat
sendiri.
Secara umum hal tersebutlah yang menjadi beberapa aspek dan faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam membuat sebuah perencanaan wilayah dan kota. Banyak faktor yang
perlu dipertimbangkan pula dalam membuat sebuah perencanaan wilayah dan kota. Bila dilihat
dari beberapa aspek dan faktor diatas, pertimbangan akan faktor geologi suatu wilayah menjadi
peran penting dalam perencaaan pembangunan.
5.2 Rekomendasi
Berdasarkan kondisi fisik dan aspek geologi yang ada pada wilayah studi yang telah
melalui skoring dan kesesuaian lahan dan analisis peta arahan, didapat beberapa rekomendasi
diantaranya:
1. Perlu adanya mitigasi bencana untuk wilayah-wilayah permukiman yang berada di wilayah
rawan bencana serta sebelum melaksanakan suatu pembangunan diatas lahan di
Kecamatan Semarang Timur, harus memperhatikan kerawanan bencana longsor, banjir 76 dan
retakan tanah. Dengan mengetahui kerawanan bencana Kecamatan tersebut dapat dilakukan
antisipasi untuk meminimalisir damapak dari bencana yang rawan terjadi di wilayah Kecamatan
Semarang Timur
2. Perencanaan harus sesuai dengan kemampuan lahan yang sesuai dengan kondisi faktual di
lapangan.
3. Mengoptimalisasikan setiap fungsi kawasan sesuai dengan aspek fisik lingkungannya, serta
memperhatikan kegunaan lahan dan peruntukkannya dengan optimal dengan mengacu pada
aturan RTRW Kota Semarang yang ada pada Peraturan Daerah Kota Semarang No.14 Tahun
2011 dimana Kecamatan Semarang Timur termasuk dalam BWK 1 dengan peruntukan sebagai
perkantoran, perdagangan, dan jasa.
DAFTAR PUSTAKA
Permen PU No. 20/PRT/M/2007
Ditjen Penataan Ruang. (2007). Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya: Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007. 41, 1–60
Saribun, D. S. (2007). Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng
Terhadap Bobot Isi, Pororsitas Total, dan Kadar Air Tanah pada Sub-DAS Cikapundung
Hulu. Pustaka Unpad, 66.
Penanganan Khusus Kawasan Puncak “Kriteria Lokasi & Standar Teknik”, Dept. Kimpraswil
dalam Kementrian PU, 2007
M. Elsheikh, D. B. Dunger, G. S. Conway, J. A. H. W. (1938). Geologi sebagai ilmu. 49(1), 1–9.
https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.02.027%0Ahttps://www.golder.com/insights/
block-caving-a-viable-alternative/%0A???
Unimar Amni. (2005). Kimatologi (Curah Hujan). 6–16.
Infromasi, M., Ilmu, P., Kegeografian, P., Banjarnegara, K., & Tengah, J. (2016). Pola Perilaku
Masyarakat Dalam Pengurangan Resiko Bencana Tanah Longsor Di Kecamatan
Banjarwangu Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. Jurnal Geografi : Media Informasi
Pengembangan Dan Profesi Kegeografian, 13(2), 216–224.
https://doi.org/10.15294/jg.v13i2.7978
Kadriansari, R., Subiyanto, S., & Sudarsono, B. (2017). Analisis Kesesuaian Lahan Permukiman
Dengan Data Citra Resolusi Menengah Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi
Kasus : Semarang Bagian Barat Dan Semarang Bagian Timur). Jurnal Geodesi Undip,
6(4), 199–207.
Perda Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 (no date) ‘Peraturan Daerah Kota Semarang
Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun
2011-2031’.