Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan “Modul Sistem Informasi Perencanaan I”. Modul ini
disusun berdasarkan praktikum mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan I yang berlangsung
selama satu semester pada semester ganjil tahun akademik 2019.
Modul ini berisi tentang praktek atau teknik analisis dalam perencanaan wilayah dan kota
dengan menggunakan aplikasi ArcGIS. Modul ini ditujukan untuk menambah wawasan dalam
mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan, dan semoga modul ini dapat bermanfaat bagi
pembaca modul ini.
Dalam proses penyususunan “Modul Sistem Informasi Perencanaan I” ini tak luput dari
banyaknya bantuan yang kami terima, oleh karenanya kami haturkan terimakasih kepada Bapak
Widiyanto Hari Subagyo Widodo ST., MSc, dan Ibu Annisa Hamidah Imaduddina, ST., MSc
selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan, serta teman-teman yang
mengambil mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan I khususnya angkatan 2017 (Planorion).
Penyusun menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penyusun
mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca modul ini.
Penyusun
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
1.4 Digitation........................................................................................................................ 20
3.4 Penerapan Field Calculation dalam Perencanaan Wilayah dan Kota ............................ 65
5.3.1.9 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam ........................ 229
5.4.2.1 Membuat Gambar Berkoordinat Sesuai Dengan Data Raster ....................... 265
Data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dari
berbagai sumber. Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial
yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar
referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu
informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang dijelaskan berikut ini:
1. Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi
(lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya informasi datum dan
proyeksi, umumnya berbentuk peta.
2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang memiliki
beberapa keterangan yang berkaitan dengannya. Data atribut merupakan data tabel
yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek. Contohnya: jenis vegetasi,
populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya.
Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik, garis dan area
(polygon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y yang menunjukkan
lokasi suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sampel dan lain-lain.
Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu kenampakan memanjang seperti
sungai, jalan, kontur dan lain0lain. Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu
garis yang membentuk suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontur dan lain-lain.
Inilah cara memasukkan data excel ke ArcGIS untuk data titik koordinat, data tekstual/
atribut, gabungan keduanya, dan juga cara join data excel ke ArcGIS.
Pembuatan dan penyimpanan data dalam format excel biasanya menjadi salah satu
pilihan banyak orang. Disamping karena programnya hampir selalu ada disetiap komputer,
alasan lain juga karena penggunaannya mudah dan sederhana.
Pada tutorial ini, akan ditunjukkan tahapan yang harus dilakukan untuk melakukan hal
tersebut. Dan untuk caranya silahkan langsung ikuti langkah demi langkahnya di bawah ini.
1. Buka ArcMap.
2. Klik menu File > Add Data > Browse pada folder tempat penyimpanan file
download “administrasi_makasar”
9. Hasil ini masih termporer/sementara. Belum jadi shapefile. Untuk menyimpan layer
sebagai shapefile di Table Of Content klik kanan di Layer Sheet1$ Event > Data -
Export Data.
11. Add layer Shapefile yang telah di export dan remove layer Sheet1$ Events pada
Map Project.
12. Untuk mengecek informasi pada peta tersebut klik kanan pada SHP administrasi lalu
pilih Open Attribute Table
14. Dan berikut ini adalah contoh peta hasil pemberian label.
1. Buka Arcmap.
2. Masukkan SHP yang akan di export datanya kedalam jendela kerja Arcmap Anda.
Anda bisa mengexport data sebagian saja, misalnya hanya data tertentu, dengan cara
seleksi data yang anda ingin export, namun jika anda ingin export semua datanya,
anda tidak perlu seleksi data, secara defaul semua data anda akan di export ke excel
Pada ArcMap, ada toolbox Table To Excel, anda bisa melihatnya di Coversion Tools
> Table To Excel
5. Tentukan SHP dan Lokasi Penyimpanan Serta Nama File Excel Anda Yang Baru
1.2 Georefferencing
Georeferencing merupakan proses pemberian reference geografi dari objek berupa raster
atau image yang belum mempunyai acuan sistem koordinat ke dalam sistem koordinat dan
proyeksi tertentu. Proses ini diperlukan ketika akan melakukan input data berupa data raster
(hasil scan) ke dalam SIG (ArcGIS). Menyelaraskan data geografis dengan tujuan agar dapat
tepat berada pada koordinat yang tepat. Sehingga data tadi dapat dilihat, dilakukan query dan
dianalisa serta diperbandingkan dengan data geografis lain yang memiliki cakupan wilayah yang
sama. Proses-proses georeference meliputi pergeseran, pemutaran, perubahan skala dan kadang
kala dibutuhkan warping ,rubber sheeting dan orthorectification.
5. Untuk memulai membuat titik ikat, pertama Zoom pada keempat pojok/ sudut peta
untuk terlebih dahulu mengetahui lokasi dan nilai koordinat dari titik ikat yang akan
digunakan.
6. Zoom-in di pojok kiri atas peta , kemudian buat titik di perpotongan grid dengan
tombol Add Point, seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
7. Jika titik nya sudah benar, klik kiri kemudian klik kanan Input X dan Y. Otomatis
akan keluar kotak dialog pengisian koordinat titik ikat tersebut, lalu masukkan titik
kordinatnya sesuai dengan kordinat yang terdapat pada peta.
Rektifikasi merupakan proses transformasi data, dari data yang belum mempunyai
koordinat geografis menjadi data yang akan mempunyai koordinat geografi (georeferensi). Data
yang sudah direktifikasi selanjutnya dapat ditumpang-susunkan atau di-overlay-kan dengan
beberapa data lain yang sudah terekftifikasi lebih dulu seperti data raster/image (foto udara, citra
satelit atau peta scan dengan data spasial) di dalam GIS. Proses rektifikasi dapat dilakukan
dengan langkah sebagai berikut:
Jalankan Program ArcMap. Klik kanan pada toolbar menu utama. Cek atau klik pada
daftar menu pilihan Georeferencing, maka toolbar seperti dibawah ini akan ditampilkan.
1. Tampilkan semua layer yang akan digunakan sebagai referensi image/raster dan layer
yang berisi data raster / image yang akan direktifikasi.
2. Zoom sesuai dengan fokus area yang dibutuhkan yang akan diambil sebagai titik
referensi.
1. Tambahkan data yang akan direktifikasi dengan cara File > Add Data > tidak
berjudul.png
2. Pada saat image dan basis data ditampilkan bersamaan full-extent, maka ArcMap
akan menampilkan area kosong atau suatu titik kecil yang tidak jelas, hal ini
disebabkan image dan data spasial tidak memiliki sistem proyeksi yang sama. Untuk
itu atur skala image agar sesuai dengan tampilan basis data, yaitu dengan
menggunakan Tool georeferencing > fit to display, maka image dan basis data bisa
Agar titik image tepat atau identik dengan titik-titik kontrol yang terdapat basis data,
lakukanlah langkah-langkah berikut ini :
2. Gunakan mouse, tekan tombol kiri pada titik yang Anda ketahui pada image, tanda
silang akan ditinggalkan pada titik yang Anda pilih.
5. Setelah mengulangi 2 atau tiga titik kontrol lainnya maka image akan terlihat seperti
pada gambar dibawah ini.
7. Untuk menampilkan hasil rektifikasi dengan cara klik Add Data dan masukan hasil
Rektifikasi berupa file dengan nama yang sudah dibuat dan dengan tipe tiff seperti
dibawah ini.
1.4 Digitation
Digitasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses konversi obyek geografis dari
peta analog/cetak ke format digital. Objek-objek tertentu seperti jalan, rumah, sawah dan lain-
lain yang sebelumnya dalam format raster. Pada sebuah citra satelit resolusi tinggi dapat diubah
kedalam format digital dengan proses digitasi.
Digitasi merupakan usaha untuk menggambarkan kondisi bumi kedalam ArcGIS Desktop
mendukung beberapa metode digitasi, dengan digitizer tablet dan on screen digitizing. ArcGIS
1. Rona
Tingkat kehitaman atau tingkat kegelapan obyek pada citra/foto. Rona merupakan
tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya, dengan mata biasa rona dapat
dibedakan menjadi 5 tingkatan yaitu putih, kelabu-putih, kelabu, kelabu hitam dan
hitam.
2. Warna
Merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spectrum sempit,
lebih sempit dari spectrum tampak, contohnya warna atap pabrik adalah putih, warna
taman adalah hijau, dan sebagainya.
3. Bentuk
Merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali
berdasarkan bentuknya saja, contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk:
a. Bangunan gedung berbentuk I, L, U;
b. Tajuk pohon alma berbentuk bintang;
c. Gunung berapi berbentuk kerucut; dan sebagainya.
4. Ukuran
Atribut obyek yang berupa panjang (sungai, jalan), luas (lahan), volume, ukuran ini
merupakan fungsi skala. Misalnya ukuran rumah berbeda dengan ukuran
perkantoran, biasanya rumah berukuran lebih kecil dibandingkan dengan bangunan
perkantoran.
5. Tekstur
Frekuensi perubahan rona pada citra/ foto atau pengulangan rona pada kelompok
objek (permukiman) tekstur dinyatakan dengan kasar (hutan) sedang (belukar) halus
(tanaman padi, permukaan air).
6. Pola
1. Buka aplikasi ArcMap. Klik pada desktop atau dari Start Menu > Program >
ArcMap, lalu klik ikon. Tunggu hingga muncul tampilan berikut.
Sebagai contoh untuk modul ini digunakan citra Kelurahan Bendogerit.ecw. Lalu
klik Add.
4. Selanjutnya buat shp baru dengan cara buka catalog. Bisa dengan cara klik ikon
catalog pada toolbar atau bisa juga dengan cara klik menu Windows > Catalog.
6. Pada kotak dialog Create New Shapefile, lakukan beberapa pengaturan sebagai
berikut.
Catatan:
Pada Toolbar Editor yang muncul, klik icon Create Features (Icon yang paling
kanan).
Catatan:
Kalau toolbar editor tidak otomatis muncul, klik menu Customize > Toolbars >
Editor.
8. Pada jendela Create Features yang muncul, klik nama layer. Kemudian pada bagian
Construction Tools klik Polygon atau bisa juga klik bentuk yang lain. Silahkan
disesuaikan dengan bentuk polygon yang akan dibuat.
10. Untuk mengakhiri pembuatan polygon, di titik terakhir bisa lakukan double klik atau
klik kanan pilih Finish Sketch (Tekan tombol F2).
Jika anda ingin membuat data tekstual dari polygon yang baru dibuat bisa lanjut ke
langkah 11. Jika tidak perlu, bisa lanjut membuat gambar poligon yang kedua dan
seterusnya dengan mengulang langkah ke-5 sampai ke-10. Kalau pembuatan polygon
sudah selesai, pada Toolbar Editor, bisa klik Editor > Stop Editing. Apabila
muncul kotak dialog bisa pilih Yes agar gambar yang kita buat disimpan.
12. Pada kotak dialog Shapefile Properties, tambahkan data field (kolom) yang
dibutuhkan dengan cara mengisi bagian Field Name dan tentukan juga Data Type
serta Length-nya. Lalu klik OK.
13. Pada toolbar Editor klik ikon Edit Tool. Kemudian klik polygon yang akan
ditambahkan data tekstualnya.
14. Pada toolbar Editor klik icon Attributes (Icon ketiga dari kanan).
Untuk melakukan pendigitasian penggunaan lahan, dapat melakukan langkah yang sama
dari langkah 1 sampai langkah 15. Setelah mengakhiri pendigitasian penggunaan lahan kita juga
dapat memberikan toponimi serta luasan lahan penggunaan lahan tersebut dengan cara sebagai
berikut dibawah ini.
6. Ada 2 cara untuk memberikan nama toponimi ataupun mengedit isi attribute table
yaitu:
a. Dengan cara start editing lalu diisi langsung pada attribute table.
b. Dengan cara mengisi langsung menggunakan field calculator.
7. Klik Start Editing, pilih bidang yang hendak diberi nama/ toponimi. Isi nama/
toponimi pada attribute tabel.
8. Save Edit > Stop Editing.
Sama halnya dengan digitas bangunan dan penggunaan lahan. Berbedanya pada langkah
6, pada kotak dialog Create New Shapefile, Feature Type pilih polyline. Lalu klik OK. Begitu
pula di kotak dialog Construction Tools > line.
Setelah itu digit bisa dilakukan mengikuti jalan yang ingin di digitasi. Ingat digitasi jalan
dilakukan bukan di pinggir jalan melainkan tepat di tengah jalan.
Setelah itu point bisa digitasi. Misalnya pada gambar di atas ingin mendigitasi point satu
bangunan.
Data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dari
berbagai sumber. Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial
yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar
referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu
informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang dijelaskan berikut ini:
1. Jika kita hanya mendapatkan data di arcgis yang sangat minim dan excel sangat
lengkap
Pada tutorial ini, kami akan menunjukan tahapan yang harus di lakukan untuk melakukan
hal tersebut. Dan untuk caranya silahkan langsung ikuti langkah demi langkahnya di bawah ini.
1. Buka ArcMap
2. Masukan SHP Kecamatan Lowokwaru
3. Klik Kanan pada SHP – Klik Open Atrribute Table
4. Klik pada bagian kiri paling atas – Pilih dan klik pada bagian joins and Relates –
klik join
Dalam melakukan prosesing atau analisis data spasial di ArcGIS kita akan bersinggungan
atribut data yang terdapat dalam sebuah field. Atribut sebuah field tersebut digunakan untuk
melakukan pencarian atau query data. Dengan adanya atribut data yang baik dan benar maka
dengan mudah kita akan melakukan prosesing atau analisis data spasial dengan ArcGIS.
1. Klik lagi pada bagian kiri atas – dan klik bagian Add Field
5. Klik 2X pada Fields Bahan Tables Balita – klik tanda + , dan yang terakhir klik
pada Bahan Tables Rentan Tua
Select data by attribute digunakan apabila kita ingin memilih satu atau sekumpulan data
yang memiliki suatu informasi tertentu. Selection Tools memudahkan kita untuk memilih feature
(attribute) berupa point, line dan polygon dari database atau table suatu layer dengan
menggunakan Query. Query adalah kemampuan untuk menampilkan data dari database untuk
diolah lebih lanjut yang biasanya diambil dari tabel tabel dalam database. Pengertian query yang
lain adalah pertanyaan (question) atau permintaan (order) informasi tertentu dari sebuah database
yang tertulis dalam format tertentu. Query dapat didefinisikan sebagai perintah-perintah untuk
mengakses data pada database atau basis data. Sehingga secara garis besar, Pengertian query
adalah bahasa yang digunakan untuk memanipulasi, mengubah, menambahkan, mengatur
sesuatu atau data dalam database.
Fungsi “Query” digunakan untuk melakukan editing data, selain untuk memilih data
tertentu untuk kemudian di edit atau pun untuk membuat / menjadikan hasil “Query” menjadi
data yang baru (Dalam hal ini adalah membuat data “Shapefile” baru, yang terpisah dari data
sebelumnya)
3. Klik lagi pada bagian kiri paling atas yaitu Select by Attributes.
4. Dan muncul Tab Select By Attributes . Klik Shp_Bahan TotalPenRen - > - dan
ketik 2000 – klik verify dan Klik Apply
8. lalu klik bagian pada kiri atas untuk mengExport data kita
Statistics adalah teknik berisi alat yang melakukan analisis statistik standar pada data
atribut seperti melakukan frekuensi, rata-rata, minimum, maksimum, dan analisis deviasi standar
pada data atribut dan menyimpan hasilnya dalam tabel baru. Adapun tools dari statistics yaitu
Frequency dan Summary statistics. Frequency memiliki fungsi menghasilkan daftar kejadian
kode unik dan frekuensi dalam tabel output untuk satu set tertentu dari bidang dari kelas fitur
input atau meja. Opsional, item ringkasan dapat mencapai untuk setiap kode unik kombinasi-
misalnya, luas areal untuk kombinasi unik dari zonasi dan penggunaan lahan.
Summary statistics dapat menghasilkan statistik ringkasan untuk bidang dari tabel input
atau kelas fitur dan menyimpannya dalam tabel output. Alat ini berisi statistik jenis jumlah, rata-
rata, minimum, maksimum, simpangan baku, jangkauan, pertama, dan terakhir
6. lalu akan mucul file dbf baru lalu klik kanan dan Open
2.4 Diagram
6. Lalu Tekan OK
Studi Kasus :
Database merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya, digunakan perangkat lunak tertentu untuk memanipulasinya. Database berfungsi
sebagai penyedia informasi bagi para pemakainya.
Kota Malang adalah salah satu Kota di Provinsi Jawa Timur yang dimana Memiliki SHP
Kecamatan yang belum memiliki informasi dari database. Sementara itu dalam
perencanaan kota dibutuhkan jumlah fasilitas pendidikan di tiap kecamatan sebagai
informasi untuk analisa.
1. Buka ArcMap
2. Masukan SHP Admin Kota Malang
3. Klik Kanan pada SHP – Klik Open Attribute Table
5. Pada tab Relate masukan kebutuhan data yang ingin kita pakai – Beri nama
Latihan1
7. Setelah muncul tab Identify – klik tanda + hingga muncul Jumlah Sekolah
Studi Kasus :
Seorang Planner memiliki SHP Kelerengan, SHP Jenis Tanah dan SHP Curah Hujan dan
diminta membuat skoring dalam rangka rekomendasi fungsi kawasan hutan di Provinsi
Kalimantan Tengah.
1. Masukkan SHP Kelerengan, SHP Jenis Tanah dan SHP Curah Hujan
8. Selanjutnya cara yang sama untuk Jenis Tanah – Isi Skor Jenis Tanah sesuai
gambar di sebelah
9. Selanjutnya cara yang sama untuk Curah Hujan – Isi Skor Curah Hujan sesuai
gambar di sebelah
12. Klik Input Features – Masukkan Ketiga SHP tersebut – Simpan file dengan nama
Union Scoring.shp – OK
21. Klik kanan pada Fungsi_Kaw – Field Calculator – String – Isi dengan “Kawasan
Hutan Produksi Tetap” – OK
22. Maka pada kolom Fungsi_Kaw akan muncul tulisan seperti gambar di samping
Select data by location digunakan apabila kita ingin memilih satu atau sekumpulan data
yang memiliki suatu informasi tertentu. Selection Tools memudahkan kita untuk memilih feature
(attribute) berupa point, line dan polygon dari database atau table suatu layer dengan
menggunakan Query. Query adalah kemampuan untuk menampilkan data dari database untuk
diolah lebih lanjut yang biasanya diambil dari tabel tabel dalam database. Pengertian query yang
lain adalah pertanyaan (question) atau permintaan (order) informasi tertentu dari sebuah database
yang tertulis dalam format tertentu. Query dapat didefinisikan sebagai perintah-perintah untuk
mengakses data pada database atau basis data. Sehingga secara garis besar, Pengertian query
adalah bahasa yang digunakan untuk memanipulasi, mengubah, menambahkan, mengatur
sesuatu atau data dalam database.
Fungsi “Query” digunakan untuk melakukan editing data, selain untuk memilih data
tertentu untuk kemudian di edit atau pun untuk membuat / menjadikan hasil “Query” menjadi
data yang baru (Dalam hal ini adalah membuat data “Shapefile” baru, yang terpisah dari data
sebelumnya)
Study Kasus :
Seorang Konsultan sedang mengerjakan proyek, yang mempunyai data SHP Bangunan,
Balita, Dan Sungai, serta di minta untuk membuat bagaimana caranya mengetahui jumlah
dan luas rumah yang berada di Kawasan pinggir sungai yang berjarak 50m dan memiliki
balita “ > = 1”
1. Klik Add Data, lalu masukan shp Bangunan dan hasilnya seperti gambar dibawah
ini;
3. Akan Muncul tab Select by Location, pilih Bangunan pada Target Layer lalu pilih
Sungai pada Source Layer dan pilih OK
5. Kemudian hasil dari Select By Location tersebut yang memiliki jarak bangunannya
50m dari sungai, lalu di export data untuk selanjutnya menentukan jumlah bangunan
yang memiliki jumlah balita yang jarak bangunannya 50m dari sungai;
7. Kemudian klik Balita pada option layer dan klik 2 kali pada jumlah balita di option
kedua. Setelah itu klik symbol “> =” dan klik tombol 1;
Spatial Calculatin membantu anda untuk menemukan dan mengerti lebih baik hubungan
spasial dari data anda. Anda bisa menampilkan dan menjalankan query untuk menghasilkan
suatu aplikasi yang diinginkan. Spatial Calculation sangat berguna terutama karena
kemampuannya untuk menggabungkan data raster dan data vektor. Spatial Analyst menyediakan
alat untuk membuat surface (penampakan 3-dimensi) dan menganalisa karakteristik seperti
slope.
1. Setelah itu untuk Spacial Calculationnya, klik kanan pada shp Balita lalu klik
Open Atribute Table untuk menghitung luas lahan dan inilah hasilnya
Spatial join merupakan proses penggabungan atribut dari dua theme yang dilakukan
melalui data spatialnya. Metode yang digunakan dalam melakukan join ini adalah nearest, inside
1. Nearest : Tidak melibatkan theme dengan feature polygon. Field pada tabel hasil
penggabungan secara otomatis akan menghitung jarak dari feature terdekat. Arcview
akan menambahkan sebuah field „Distance‟ pada tabel hasil.
2. Part of : Digunakan hanya untuk theme dengan feature line, feature line yang
ditampilkan pada tabel hasil harus merupakan bagian (sub-set) dari line pada theme
lainnya.
3. Inside : Melibatkan data dari feature polygon ke feature polygon, line atau point.
Studi Kasus :
5. Setelah proses berhasil,kemudian cek atribut tabel pada SHP baru yaitu SHP
spatial join
4.4 Overlay
Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis).
Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan
menempatkan hasilnya di layar computer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay
menampilkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan
menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut..
Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara
sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk
digabungkan secara fisik.
Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah
hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di-overlay.
Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta
Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi
atribut lereng dan curah hujan.
Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan intersect.
Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah
4.4.1 Intersect
Intersect adalah penggabungan dua layer denganhanya menyisakan bagian yang overlap
dari kedua layer tersebut sebagai data keluaran seperti diilustrasikan dengan gambar dibawah ini.
Studi Kasus:
Seorang surveyor melakukan analisis kesesuaian lahan untuk mengetahui fungus lahan
pada kawasan perkotaan. Maka dibutuhkan shapefile jenis tanah, kelerengan, dan curah
hujan. Langkah-langkahnya:
1. Open Arcmap, lalu add data shapefile jenis tanah, curah hujan dan kelerengan
tanah.
5. Setelah proses analisis selesai maka shapefile hasil intersect akan muncul di Table
of Content.
8. Klik kanan pada kolom total_skor-klik field calculator, double klik skor_leren-
klik +, double klik skor_CH + skor_jt.
10. Isi field Kesesuaian Lahan sesuai dengan skoring kesesuaian lahan pedoman tata
ruang.
4.4.2 Identity
Studi Kasus:
Seorang mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota mendapat tugas pemetaan
kemiringan lereng dikota Malang untuk mengetahui tingkat kemiringan lereng dikota
Malang. Data yang diperoleh SHP Kemiringan lereng Jatim dan SHP Admin Kota
Malang. Langkah-langkahnya :
1. Masukkan SHP Adm Kota Malang dan kemiringan lereng Jawa Timur
4. Untuk mengetehaui Tingkat kemiringan lereng di Kota Malang ( klik kanan SHP
hasil identity>open atribut table> lihat hasil pada kolom kemiringan lereng.
Symmetrical Difference merupakan usaha untuk membentuk feature baru dengan bentuk
luar hasil gabungan kedua feature sebelumnya dan bagian dalam yang terhapus karena tumpang
tindih, seperti ditunjukkan Gambar di bawah ini
Studi Kasus:
Seorang Planner mendapat tugas untuk memetakan lokasi di 5 kecamatan yang tidak
termasuk daerah rencana pola ruang peruntukan kawasan lindung. SHP yang di miliki
Studi Kasus :
Seorang planer mendapat tugas melakukan pengolahan data pada arcgis dengan
menggantikan data tutupan lahan di kecamatan wagir berdasarkan 3 desa sebagai sampel.
SHP yang didiperolehnya yaitu Batas admin 3 desa tsb, Batas admin kecamatan Wagir,
dan Tutupan lahan. Langkah-langkahnya :
1. Add data SHP Batas_Admin3_Desa_0 > SHP Tutupan lahan > SHP Admin
Kecamatan Wagir
3. Double klik Update maka muncul menu update. Selanjutnya pada input features
(Batas_Admin3_Desa_0) > Update Feature masukan (Tutupan lahan) > Output
features class (Latihan 1 /terserah anda) >Ok
4.4.5 Erase
Studi Kasus :
Seorang surveyor mendapat tugas melakukan pemetaan penggunaan lahan pada kota
malang, dan data yang didapat berupa (SHP Admin Kecamatan Kabupaten Malang, dan
SHP Landuse Malang Raya). Langkah-Langkahnya :
1. Open Arcmap, Add data (SHP Admin Kec_kab, dan Landuse malang raya)
4. Klik menu ArcToolbox, Analysis Tools, Overlay, (double klik pada union)
6. Akan muncul SHP baru ( landuse kota malang perkecamatan) klik kanan pada
SHP Landuse kota malang perkecamatan, open atribut table
9. Selanjutnya klik kanan pada SHP landuse kota malang perkecamatan, symbology,
categories, unique values ( pada value field pilih KET_LANDUS), kemudian
warna disesuaikan- klik ok
1. Buka Arcgis
2. Klik Add data unutk menambah Shapefile Batas Admin desa, Jalan, Sungai dan
Bangunan
3. Klik arc toolbox window > analysis tools > proximity > buffer
Add Shp Admin Sungai(Input Features) > Shp Buffer Sungai (Output Feature
Class > Linear unit 50 m > Meter > OK
4.6 Dissolve
4.6.1 Pengertian
Dissolve adalah proses penyatuan berbagai kenampakan dari sebuah feature data garis
atau polygon menjadi satu berdasarkan atribut yang sama untuk item tertentu.
Kita dapat menggabungkan beberapa poligon yang memiliki nilai pada kolom data atribut
yang sama menjadi sebuah poligon baru.
Pada modul kali ini, kita akan membentuk sebuah wilayah/poligon baru berdasarkan
wilayah/poligon yang memiliki fungsi kawasan yang sama (orde I) yang sama. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada langkah langkah berikut :
Langkah Kerja 1 :
3. Pada jendela Table yang muncul, klik-kanan pada kolom “kecamatan” kemudian
pilih Sort Ascending. Kita dapat melihat bahwa terdapat beberapa fitur yang
memiliki nilai pada kolom “kecamatan” yang sama. Kita akan menggunakan kolom
ini untuk melakukan proses dissolve.
3. Pada jendela Table yang muncul, klik-kanan pada kolom Orde I kemudian pilih
Sort Ascending. Kita dapat melihat bahwa terdapat beberapa fitur yang memiliki
nilai pada kolom orde I yang sama. Kita akan menggunakan kolom ini untuk
melakukan proses dissolve.
4.7.1 Pengertian
GIS (Geographic Information System) atau SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah
suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam
menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam
dengan bantuan data atribut dan spasial (Prahasta, 2005:4). Secara lebih rinci menurut Rohmat
bahwa kunci dalam definisi (GIS) adalah data yang memiliki referensi spasial atau ruang. Dari
a) Pemodelan jaringan (aturan lalu lintas searah/dua arah, belok-belok, kiri-kanan, jalan
buntu, jalan yang tidak dibuka, under/overpass).
b) Penentuan jalur terpendek (shortest path/distance)
c) Penentuan jalur optimum atau terbaik (jarak tempuh dengan biaya atau hambatan
minimum)
d) Penentuan rute alternatif (beserta waktu tempuhnya)
Penentuan rute alternatif (beserta waktu tempuhnya) Di dalam ArcMap sendiri, analyse
tools dalam network analysis mempunyai banyak tools, akan tetapi jika dikaitkan dengan fungsi
diatas, maka tools yang digunakan adalah:
1. Route Analysis
Route Analysis adalah metode untuk mennetukan rute optimal antara dua objek atau
lebih yang dihubungkan jaringan transportasi. Rute optimal ini bias berdasarkan jarak
tempuh atau waktu tempuh terkecil.
Closet Facility Analysis digunakan sebagai metode untuk fasilitas yang mana yang
lebih dekat dari suatu titik. Seperti halnya Route Analysis, penentuan fasilitas dapat
berdasarkan jarak ataupun waktu tempuh.
OD Matrix Analysis adalah analisa untuk menghitung Cost ( bisa dalam bentuk jarak
tempuh atau waktu tempat ) antara tiap pasangan origin dan destination.
5. Location – Allocation
Digunakan untuk mencari solusi terbaik (sesuai pengaturan) untuk jalur kendaraan
dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Pada prinsipnya sama dengan route analysis, hanya aja dalam vehicle routing
problem dapat digunakan atau dimasukkan asumsi-asumsi tertentu.
Dalam studi kasus yang dibahas kali ini adalah analisis rute pelayanan masyarakat di 2
kecamatan di Kota Blitar, Provinsi Jawa Timur, yaitu Kecamatan Sananwetan dan Kecamatan
Kepanjen Kidul dengan jenis sarana pelayanan berupa kantor kelurahan dan kantor kecamatan.
Kantor kecamatan dan kelurahan merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam melayani
masyarakat mulai dari bidang kepedudukan hingga administrasi. Kantor kelurahan yang diambil
yaitu Kantor Kelurahan Ngadirejo, Tanggung, Bendo, Sentul, Kepanjenkidul,Kepanjenlor,
Kauman, Bendogerit,Gedog,Sananwetan,Karangtengah,Plosokerep,Rembang Dan Klampok.
Sedangkan pada kantor kecamatan adalah Kantor Kecamatan Kepanjenkidul Dan Sananwetan.
Dalam studi kasus yang kedua ini adalah mengenai jarak yang efisien untuk pembuangan
sampah pada masing-masing kantor, baik itu kantor kelurahan dan kecamatan. Jumlah TPS yang
ada di 2 kecamatan ini berjumlah 3, yaitu TPS Tanggung, TPS Stadion dan TPS Sentul. Maka
digunakanlah analisis location-allocation untuk menentukan kantor mana saja yang paling efektif
dalam membuang sampah di antara 3 TPS ini dengan menimbang jarak dan jangkauan layanan
yang efisien dan efektif.
1. Buka aplikasi ArcMap yang sudah terpasang sebelumnya, (pada praktikum kali ini
ini, penyaji menggunakan ArcGIs 10.3)
2. Pastikan Network Analyst sudah aktif, caranya dengan klik kanan pada toolbar lalu
beri tanda centang pada Network Analyst.
10. Kemudian akan muncul tampilan seperti dibawah ini, Selanjutnya klik NEXT.
12. Pilih YES untuk memodelkan belokan didalam network. KLIK NEXT
15. Akan muncul tampilan seperti ini, PASTIKAN unitnya adalah METERS, Karena
dari awal pembuatan layer, kita sudah setting semuanya ke METERS. KLIK NEXT
19. Kemudian akan muncul hasil seperti ini, yang didalamnya memuat informasi dataset
yang sudah kita buat. KLIK FINISH
Route Analysis adalah metode untuk mennetukan rute optimal antara dua objek atau
lebih yang dihubungkan jaringan transportasi. Rute optimal ini bias berdasarkan jarak tempuh
atau waktu tempuh terkecil.
1. Pilih New Route Analyst pada Network Analyst. Lalu akan muncul layer Route
dan toolbox Route yang berisi Stops, Routes, dan Barriers.
Service Area yaitu untuk memeperhitungkan area cakupan dari suatu obyek. Cakupan ini
didasarkan pada waktu tempuh yang diperlukan untuk mencapai suatu obyek melalui jaringan
transportasi.
Langkah Analisa :
2. Klik Kanan pada Facilities - Load Locations - pada Load From pilih
Fasilitas_Kantor dan pada Sort Field pilih Id, kemudian OK.
Closest Facility Analysis digunakan sebagai metode untuk fasilitas yang mana yang lebih
dekat dari suatu titik. Seperti halnya Route Analysis, penentuan fasilitas dapat berdasarkan jarak
ataupun waktu tempuh.
1. Tahap ke ketiga yaitu New Closest Facility, pilih Network Analyst – pilih New
Closest Facility. Kemudian akan muncul layer Closest Facility dan toolbox Closest
Facility, toolbox tersebut berisi Facilities , Incidents, Routes dan Barriers
2. Lalu pada Facilities, klik kanan lalu pilih Load Location. Pada bagian Load Form
pilih Fasilitas_Kantor_Kelurahan dan pada Sort Field pilih Id – OK
OD Matrix Analysis adalah analisa untuk menghitung Cost ( bisa dalam bentuk jarak
tempuh atau waktu tempat ) antara tiap pasangan origin dan destination.
Langkah Analisis :
2. Masukan shp Fasilitas_Kantor .Kemudian pilih Origins lalu klik ikon Create
Network Location Tool untuk membuat titik original 1 titik (yang dipilih ada
Kantor Walikota Blitar). Pada Destinations, Klik Destination pada peta, yaitu 16
titik destinasi (kantor kelurahan dan kecamatan). Lalu Solve.
Langkah Analisa :
3. Lalu pada Facilities, klik kanan lalu pilih Load Location. Pada bagian Load Form
pilih Fasilitas_Kantor_Kelurahan dan pada Sort Field pilih Id – OK
Pada peta rute pelayanan sarana pemerintahan berupa kantor kecamatan dan kelurahan
menjelaskan rute optimal yang menghubungkan 16 kantor kecamatan dan kelurahan di
Kecamatan Kepanjenkidul dan Sananwetan dengan mempertimbahkan waktu dan jarak tempuh
antar sarana yang dimulai dari Kantor Kelurahan Klampok melalui Jalan Tidore- Jalan Ternate-
Jalan Sulawesi- Jalan Kenari- Jalan Sawit-Jalan Flamboyan-Jalan Kalpataru menuju Kantor
Pada peta service area atau area pelayanan yang disajikan dibawah menjelaskan
perhitungan area cakupan fasilitas/sarana pemerintahan berupa kantor kecamtan dan kelurahan di
Kecamatan Kepanjenkidul dan Sananwetan berdasarkan jarak dan waktu tempuh yang
dibutuhkan melalui jaringan transportasi. Dimana keterjangkuan dalam hal ini berdasarkan jarak
Pada peta rute fasilitas terdekat di atas menjelaskan fasilitas/sarana berupa kantor
kelurahan mana yang lebih dekat dari suatu titik (kejadian/insiden) dengan mempertimbangkan
jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan. Dimana fasilitas/sarana yang ada dihubungkan dengan
lokasi tempat keluar masuknya penduduk pendatang dan permukiman padat di Kecamatan
Kepanjenkidul dan Kecamatan Sananwetan seperti Permukiman padat di Kelurahan Bendo,
Kantor Walikota Blitar, Stadion Soendanco Supriadi, Stasiun Blitar dan permukiman padat di
Kelurahan Bendogerit. Rute tersebut sudah memperhatikan berdasarakan atribut yang ada di
network dataset. Untuk titik asal (kejadian/insiden) yang berada di kawasan Permukiman Padat
di Kelurahan Bendo memiliki rute terdekat menuju ke Kantor Kelurahan Bendo dibandingkan
dengan Kantor Kecamatan Kepanjenkidul atau yang lainnya. Untuk titik asal (kejadian/insiden)
yang berada di Kawasan Sekitar Kantor Walikota Blitar memiliki rute terdekat dengan
Kantor Kelurahan Kauman dibandingkan dengan Kantor Kelurahan Kepanjenlor atau yang
lainnya. Untuk titik asal (kejadan/insiden) yang berada di Kawasan Stasiun Blitar memiliki rute
terdekat dengan Kantor Kelurahan Kauman dibandingkan dengan Kantor Kelurahan Kepanjenlor
atau lainnya. Untuk titik asal (kejadan/insiden) yang berada di Kawasan Padat Penduduk
Kelurahan Gedog sebelah utaramemiliki rute terdekat dengan Kantor Kelurahan Bendogerit
dibandingkan dengan Kantor Kelurahan Gedog atau Kantor Kelurahan Sentul. Untuk titik asal
(kejadan/insiden) yang berada di Kawasan Stadion S.Supriadi memiliki rute terdekat dengan
Kantor Kelurahan Kepanjenlor dibandingkan dengan Kantor Kecamatan Kepanjenkidul atau
lainnya. Analisis ini dapat menjadi pertimbangan untuk masyarakat baik penduduk asli maupun
pendatang yang biasanya bertempat tinggal atau memusat perkotaan Kepanjenkidul dan
Sananwetan dalam memilih lokasi kantor kelurahan dan Kecamatan yang akan menjadi tempat
dalam mengurus segala kebutuhan kependudukan hingga administrasi.
Pada peta Origin-Destination di atas menjelaskan cost yang dibutuhkan berdasarkan jarak
atau waktu yang ditempuh dari titik asal (pada kasus ini adalah Kantor Walikota Blitar, dalam
rangka untuk proses koordinasi yang cepat yang dimulai dari lingkup terkecil kota yaitu
kelurahan) dengan titik tujuan yaitu 16 sarana pemerintahan berupa kantor kelurahan (14) dan
Kecamatan (2) di Kecamatan Kepanjen Kidul dan Kecamatan Sananwetan. Dari peta maka
diketahui bahwa garis OD terpendek yaitu dari titik asal di Kantor Walikota Blitar menuju
Kantor Kelurahan Kauaman. Sedangkan garis OD terjauh yaitu dari titik asal di Kantor Walikota
Blitar menuju Kantor Kelurahan Rembang.
4.7.4.5 Location-Allocation
Digunakan untuk mencari solusi terbaik (sesuai pengaturan) untuk jalur kendaraan dari
satu lokasi ke lokasi lainnya. Dalam studi kasus ini adalah alokasi nya berupa Tempat
Pembuangan Sampah yang ada di Kecamatan Kepanjenkidul dan Kecamatan Sananwetan yang
berjumlah 3 TPS, yaitu TPS Tanggung, TPS Stadion, dan TPS Sentul. Dan Lokasi nya adalah
kantor kelurahan dan kecamatan yang totalnya berjumlah 16 Kantor. Hasil analisis Location-
Allocation maka ditemukannya mana saja Kelurahan yang tepat dengan mempertimbangkan
jarak dan waktu terhadap alokasi TPS, Dengan rinciannya sebagai berikut :
1. TPS Tanggung , kantor kelurahan yang efektif untuk membuang sampah di TPS
tersebut adalah Kantor Kelurahan Panggung dan Kantor Kelurahan Ngadirejo.
2. TPS Sentul, kantor kelurahan yang efektif untuk membuang sampah TPS tersebut
adalah kantor Kelurahan Bendogerit.
3. TPS Stadion, kantor kelurahan yang efektif untuk membuang sampah TPS tersebut
adalah Kelurahan Bendo, Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjenkidul, Kelurahan
Kepanjenlor Kelurahan Kauman, Kelurahan Kepanjenkidul, Kelurahan Gedog,
Kelurahan Sananwetan, Kecamatan Sananwetan, Kelurahan Karangtengah,
Kelurahan Plosokerep, Kelurahan Remabang dan Kelurahan Klampok.
Data vector merupakan data yang sering ditekankan dalam setiap pelatihan atau
pembelajaran ArcGIS untuk perencanaan wilayah dan kota, karena paling banyak digunakan
untuk kebutuhan peta kondisi eksisting, analisis maupun rencana. Data spasial dan data atribut
dalam model data vector disimpan dalam sistem manajemen database yang terpisah.
Jenis data vector terbagi menjadi tiga, yaitu titik (point), garis (line), dan poligon
(polygon). Berikut ini merupakan penjelasan detailnya :
1. Point adalah objek berdimensi nol yang hanya berisi sepasang koordinat tunggal.
Point biasanya digunakan untuk model tunggal, fitur diskrit seperti bangunan, sumur,
tiang listrik, sampel lokasi, dan sebagainya. Jenis lain dari fitur point adalah node dan
vertex. Secara khusus, point adalah fitur yang berdiri sendiri, sementara node adalah
persimpangan tipologi yang merepresentasikan X dan Y sebagai pasangan koordinat
antara line atau polygon yang berpotongan/bersimpang. Selanjutnya vertex adalah
setiap tikungan di sepanjang fitur line atau polygon yang tidak berpotongan. Point
secara spasial untuk membentuk fitur yang lebih kompleks.
2. Line adalah fitur satu dimensi yang terdiri dari beberapa point eksplisit yang
terhubung. Line digunakan untuk mewakili fitur linear seperti jalan, sungai, patahan,
batas-batas, dan sebagainya. Line memiliki sifat panjang. Line yang langsung
menghubungkan dua node kadang-kadang disebut sebagai rantai (chains), tepi
(edge), segmen (segments), atau busur (arcs).
3. Polygon adalah fitur dua dimensi yang terbentuk dari beberapa garis berupa garis
lingkaran untuk menciptakan suatu fitur yang tertutup. Jadi koordinat pasangan
(point) dari bidang polygon, pada segmen garis pertama adalah sama dengan
pasangan koordinat terakhir pada segmen garis terakhir. Polygon digunakan untuk
mewakili fitur seperti batas-batas kota, penggunaan lahan, formasi geologi, danau,
Model data raster telah digunakan secara luas dalam aplikasi dan telah melampaui
System Informasi Geografis (GIS). Bagi yang sudah terbiasa dengan foto-foto digital, pasti sudah
mengenal model data ini. Model data raster terdiri dari baris dan kolom piksel berukuran sama
saling berhubungan untuk membentuk permukaan planar. Piksel ini digunakan sebagai blok
bangunan untuk membuat titik, garis, bidang, jaringan, dan permukaan. Meskipun piksel
mungkin segitiga, segi enam, atau bahkan segi delapan, piksel persegi merepresentasikan bentuk
geometris sederhana yang dapat digunakan untuk bekerja. Dengan demikian, sebagian besar data
raster GIS yang tersedia dibangun pada piksel persegi. Kontras antara raster dan model vector
mencerminkan “pixilization” dari raster, yang akan menjadi titik (point), garis (line) dan poligon
(polygon) dalam model data vektor.
Interpolasi merupakan suatu metode atau fungsi matematika untuk menduga nilai pada
lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Menurut Burrough and McDonell (1998), interpolasi
adalah proses memprediksi nilai pada suatu titik yang bukan merupakan titik sampel,
berdasarkan pada nilai-nilai dari titik-titik di sekitarnya yang berkedudukan sebagai sampel.
Penentuan nilai baru didasarkan pada data yang ada pada titik-titik sampel. Tanpa adanya
langkah interpolasi ini, maka analisis spasial tidak dapat dilakukan secara akurat.
Dalam konteks pemetaan, interpolasi merupakan proses estimasi nilai pada wilayah-
wilayah yang tidak disampel atau diukur untuk keperluan penyusunan peta atau sebaran nilai
pada seluruh wilayah yang dipetakan. Interpolasi spasial mempunyai dua asumsi yakni atribut
data bersifat kontinu di dalam ruang (space) dan atribut tersebut saling berhubungan
(dependence) secara spasial (Anderson, 2001). Kedua asumsi tersebut berimplikasi pada logika
bahwa pendugaan atribut data dapat dilakukan berdasarkan data dari lokasi-lokasi di sekitarnya
dan nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip daripada nilai dari titik-titik yang
berjauhan (Prasasti, Wijayanto, Christanto, 2005). Hal ini sesuai pula dengan hukum Tobler
pertama. Untuk melakukan interpolasi spasial diperlukan data dari titik-titik kontrol (sampel),
sehingga nilai dari titik yang tidak diketahui nilainya dapat destinasi. Posisi titik-titik kontrol
untuk interpolasi spasial dan nilai data dapat diilustrasikan pada gambar dibawah.
Kelebihan dari metode interpolasi IDW ini adalah karakteristik interpolasi dapat
dikontrol dengan membatasi titik-titik masukan yang digunakan dalam proses interpolasi. Titik-
titik yang terletak jauh dari titik sampel dan yang diperkirakan memiliki korelasi spasial yang
kecil atau bahkan tidak memiliki korelasi spasial dapat dihapus dari perhitungan. Titik-titik yang
digunakan dapat ditentukan secara langsung, atau ditentukan berdasarkan jarak yang ingin
diinterpolasi.
Kelemahan dari interpolasi IDW adalah tidak dapat mengestimasi nilai diatas maksimum
dan dibawah nilai minimum dari titik-titik sampel (Pramono, 2008). Efek yang terjadi jika
interpolasi IDW diaplikasikan pada elevasi permukaan adalah terjadinya perataan (flattening)
puncak dan lembah, kecuali jika titik-titik tertinggi dan terendah merupakan bagian dari titik
sampel. Karena nilai estimasi merupakan nilai rata-rata, hasil permukaan tidak akan tepat
melewati titik-titik sampel. Kelemahan lain dari metode interpolasi ini adalah adanya efek bull-
eye.
5.1.3.2 Kriging
Kriging menghasilkan estimasi nilai z berdasarkan bobot rata-rata dari lokasi yang
nilainya sudah diketahui pada suatu area tertentu (Setianto & Triandini, 2013). Kriging sesuai
digunakan ketika hubungan jarak atau arah dari data yang akan diproses sudah diketahui, dan
metode ini banyak digunakan pada aplikasi ilmu tanah dan geologi (Childs, 2011).
Metode ini sangat tepat digunakan bila kita mengetahui korelasi spasial jarak dan
orientasi dari data. Oleh sebab itu, metode ini sering digunakan dalam bidang ketanahan dan
geologi. Kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat menampilkan puncak, lembah atau nilai
yang berubah drastis dalam jarak yang dekat. Untuk keterangan lebih lanjut tentang penelitian
metode Kriging bisa dilihat dalam tulisan Bancroft & Hobbs (1986) atau Siska & Hung (2001).
Metode ini merupakan metode interpolasi eksak yang melibatkan sekelompok besar titik
kontrol. Perbedaan antar titik kontrol pada setiap permukaan harus sesuai. Setiap RBF juga
memiliki parameter yang mengontrol kesesuaian dihasilkan pada setiap permukaan. Atas dasar
ketatnya persyaratan ini, sehingga perbedaan antara output dari metode ini adalah kecil.
Kelebihan dari metode ini adalah kemampuan untuk menghasilkan akurasi permukaan
yang cukup baik walaupun data yang digunakan hanya sedikit. Metode ini baik digunakan dalam
membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi, ketinggian muka air tanah, ataupun
konsentrasi polusi udara. Metode ini kurang baik jika diaplikasikan untuk situasi dimana terdapat
perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang sangat dekat (Sibson, 1981).
Kekurangan dari metode ini adalah ketika titik-titik sampel yang berdekatan memiliki
perbedaan nilai yang sangat besar, metode ini tidak dapat bekerja dengan baik. Hal ini
disebabkan karena metode ini menggunakan perhitungan slope yang berubah berdasarkan bentuk
dari permukaan. Untuk kasus tertentu sebaiknya digunakan interpolasi IDW dimana mampu
menginterpolasi nilai dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar.
Untuk penerapan ketiga metode tersebut dapat digunakan dengan menggunakan aplikasi
ArcGIS dengan menggunakan data spot height atau titik tinggi dalam bentuk data vektor yang
berjenis point. Adapun langkah-langkahnya dapat dilihat pada tahapan berikut ini.
5. Klik Inverse Distance Weighted → Source Dataset “Spot Height 50K” → Data
Field “ELEVAS” → Next.
7. Klik Next.
10. Akan muncul hasil interpolasi IDW dalam bentuk data Raster. Dapat dilihat pada
gambar dibawah.
12. Klik Folder Output dan simpan pada tempat yang di inginkan → Ketik “100” pada
Output Cell Size → OK.
13. Hasil export akan muncul pada Layers dan akan tersimpan pada Folder Output.
4. Klik Next.
6. Klik Next.
9. Klik OK.
11. Untuk menyimpan data hasil interpolasi tersebut dapat dilakukan dengan cara, Klik
kanan Kriging → Data → Export To Raster.
12. Klik Folder Output dan simpan pada tempat yang di inginkan → Ketik “100” pada
Output Cell Size → OK.
5. Untuk melihat tingkat akurasi pada hasil interpolasi tersebut dapat dilihat nilai RMS
atau Root Mean Square, jika nilai RMS semakin mendekati angka 0 maka semakin
tinggi tingkat akurasi yang dihasilkan. Klik Finish.
7. Akan muncul hasil interpolasi RBF dalam bentuk data Raster. Dapat dilihat pada
gambar dibawah.
9. Klik Folder Output dan simpan pada tempat yang di inginkan → Ketik “100” pada
Output Cell Size → OK.
10. Hasil export akan muncul pada Layers dan akan tersimpan pada Folder Output.
Model Builder saat ini sering disebut juga sebagai 'visual programming language' atau
sering juga disebut sebagai sebuah alat yang digunakan untuk membuat sebuah script. Mengapa
demikian? Karena Model Builder dapat digunakan untuk memetakan sebuah alur pekerjaan yang
repetitif yang melibatkan banyak pekerjaan yang lainnya, sehingga memudahkan pengguna
dalam melakukan tugasnya.
Dalam memecahkan sebuah analisis spasial yang melibatkan banyak tools dalam
pengerjaannya, akan lebih mudah jika kita membuat modelnya sehingga ketika ingin
memecahkan analisis spasial yang serupa, kita tidak perlu untuk memulai kembali proses analisis
dari awal, hanya tinggal memakai kembali model yang pernah kita buat, disitulah kegunaan
ModelBuilder.
Jika Anda belum pernah membuat model di ArcGIS sebelumnya, berikut ini merupakan
langkah-langkah yang perlu Anda ketahui untuk memulainya. Ada lima langkah utama dalam
membuat sebuah model:
Sebelum membuat model, tentu kita harus tau model seperti apa yang akan
dilakukan. Mulai lah dengan membuat daftar apa saja yang akan menjadi input dari
model yang akan kita buat, geoprocessing tools yang dibutuhkan, dan output dari
model. Jika alur kerjanya sederhana, Anda cukup membayangkannya saja. Namun,
jika alur kerjanya cukup rumit, Anda mungkin ingin membuatnya terlebih dahulu
dalam bentuk sketsa, dimanapun.
B. Membuat model
Di ArcGIS, model harus disimpan di dalam toolbox. Jadi sebelumnya kita perlu
untuk membuat toolbox terlebih dahulu, dan hal tersebut sangatlah simple.
1. Klik kanan sebuah folder di ArcMap Catalog window, kemudian pilih New >
Toolbox.
2. Klik kanan toolbox yang baru dibuat dan pilih New > Model. Sebuah model
baru akan muncul.
Setelah persiapan-persiapan sebelumnya selesai, barulah kita menuju hal yang utama.
Sebelumnya Anda perlu mengetahui beberapa hal yang berkaitan dengan Model
Builder.
1. Sebuah model terdiri dari satu atau lebih dari satu proses. Sebuah proses terdiri
dari 3 elemen: data input, tool, output dari tool. Setiap output dapat menjadi
input untuk proses berikutnya.
2. Sama seperti ketika Anda menjalankan geoprocessing tool di luar model, jika
input data sebelumnya ada yang terselect, maka tool hanya akan memproses
data yang terselect.
3. Output dari setiap proses di dalam model (kecuali output terakhir), disebut
sebagai intermediate data. Ketika Anda menjalankan model melalui
ModelBuilder, intermediate data akan secara otomatis disimpan. Jika tidak
dibutuhkan, Anda dapat menghapusnya dengan klik Model Menu > Delete
Intermediate Data.
Anda dapat memasukkan tool ke dalam model dengan drag/drop tools dari Catalog.
Ketika Anda melakukan hal tersebut, elemen output juga ditambahkan ke dalam
model dan keduanya akan berwarna putih. Di dalam model, putih artinya tool belum
dapat dijalankan. Anda harus men-double-click tool untuk menentukan parameter.
Ketika Anda telah menentukan parameter, tampilan elemen input akan menjadi
berwarna, dan Anda siap untuk menjalankan model.
D. Memvalidasi model
E. Menjalankan model
1. Kerentanan Sosial
Kerentanan sosial terdiri dari parameter kepadatan penduduk dan kelompok rentan.
Kelompok rentan terdiri dari rasio jenis kelamin, rasio kelompok umur rentan, rasio
penduduk miskin, dan rasio penduduk cacat. Secara spasial, masing-masing nilai
parameter didistribusikan di wilayah pemukiman per desa/kelurahan dalam bentuk
grid raster (piksel) berdasarkan acuan data WorldPop atau metode dasimetrik yang
telah berkembang. Setiap piksel merepresentasikan nilai parameter sosial (jumlah
jiwa) di seluruh wilayah pemukiman.
Kerentanan fisik terdiri dari parameter rumah, fasilitas umum dan fasilitas kritis.
Jumlah nilai rupiah rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis dihitung berdasarkan
kelas bahaya di area yang terdampak. Distribusi spasial nilai rupiah untuk parameter
rumah dan fasilitas umum dianalisis berdasarkan sebaran wilayah pemukiman seperti
yang dilakukan untuk analisis kerentanan sosial. Masing-masing parameter dianalisis
dengan menggunakan metode skoring sesuai Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 untuk
memperoleh nilai skor kerentanan fisik.
Kerentanan ekonomi terdiri dari parameter konstribusi PDRB dan lahan produktif.
Nilai rupiah lahan produktif dihitung berdasarkan nilai konstribusi PDRB pada sektor
yang berhubungan dengan lahan produktif (seperti sektor pertanian) yang dapat
diklasifikasikan berdasarkan data penggunaan lahan.
6. Klik Value Field “SkorKP” → Simpan pada folder yang diinginkan → Cell Size
“5” → OK.
8. Klik Close.
14. Lakukan hal yang sama pada semua shapefile hingga membentuk model seperti
gambar dibawah.
20. Ketik Rumus Kerentanan Fisik “(0.4 * "%Rumah%") + (0.3 * "%FK%") + (0.3 *
"%FU%")”→ Simpan pada folder yang diinginkan → OK.
32. Lakukan hal yang sama pada semua Intermediate Data hingga membentuk model
seperti gambar dibawah.
Jika ingin menghapus intermediate data dapat dilakukan dengan cara : Model → Delete
Intermediate Data.
1. Mengedit model : Add Data → Masukkan file model builder → Add → Klik Kanan
→ Edit.
Raster overlay adalah metode analisis yang umum digunakan untuk data dalam bentuk
raster. Persyaratan utama Raster Overlay adalah data raster yang menjadi input memiliki posisi
dan resolusi yang sama persis. Pada Raster Overlay, tiap sel pada data raster memiliki nilai
tertentu yang akan digabungkan dengan nilai pada raster yang lain
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan lahan untuk dapat
mendukung upaya pemanfaatan lahan. Analisis kemampuan lahan ini sekaligus untuk
mengetahui faktor – faktor fisik lahan yang bersifat menghambat dan tidak menghambat dalam
upaya pemanfaatan lahan.
Analisis kemampuan lahan ini bermaksud untuk mengkaji tingkatan kemampuan lahan
pada daerah studi berdasarkan aspek fisik dasar. Aspek dasar ini merupakan salah satu materi
yang diperlukan dalam rencana pengembangan suatu kota, hal ini seperti tertuang dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M.2007 tentang pedoman teknik analisis fisik
dan lingkungan, ekonomi serta sosial budaya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang. Aspek –
aspek fisik kemampuan lahan tersebut dalam analisis ini dikenal dengan satuan kemampuan
lahan (SKL). Informasi aspek – aspek fisik kemampuan lahan yang dimaksud tersebut dan
dibutuhkan bagi pengembangan industri yaitu berupa:
Tujuan analisis SKL Morfologi adalah memilah bentuk bentang alam/morfologi pada
wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan
fungsinya. Dalam analisis SKL Morfologi melibatkan data masukan berupa peta morfologi dan
peta kelerengan dengan keluaran peta SKL Morfologi dengan penjelasannya.
Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi
morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa
gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan pengembangannnya sangat
rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak dikembangkan. Lahan seperti ini
sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau budi daya yang tak berkaitan dengan
manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk peruntukan
ladang dan sawah. Sedangkan kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti kondisi
morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan mudah dikembangkan sebagai tempat
permukiman dan budidaya.
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah dari aspek waktu
pembentukkannya di mana tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah, akibat
pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin tua
dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami pelapukan
sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena proses pembentukan tanah
yang terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa,
dan tanah tua. Tanah Muda ditandai oleh proses pembentukan tanah yang masih tampak
pencampuran antara bahan organik dan bahan mineral atau masih tampak struktur bahan
induknya. Contoh tanah muda adalah tanah aluvial, regosol dan litosol. Tanah Dewasa ditandai
oleh proses yang lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu
dengan proses pembentukan horison B. Contoh tanah dewasa adalah andosol, latosol, grumosol.
Tanah Tua proses pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses
perubahan-perubahan yang nyata pada horizon-horoson A dan B. Akibatnya terbentuk horizon
A1, A2, A3, B1, B2, B3. Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol
tua (laterit).
Tabel Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Kemudahan
Dikerjakan
Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui tingkat kemantapan
lereng di wilayah pengembangan dalam menerima beban. Dalam analisis ini membutuhkan
masukan berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta
hidrogeologi, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan bencana gunung berapi dan kerentanan
gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan, dengan keluaran peta SKL Kestabilan Lereng dan
penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Kestabilan Lereng, terlebih dahulu harus
diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.
Tabel Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Kestabilan
Lereng
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi
lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut
kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya mudah
longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan atau
permukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan, perkebunan dan resapan
Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis
pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta SKL kestabilan lereng, peta jenis tanah, peta kedalaman efektif tanah, peta tekstur
tanah, peta hidrogeologi dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL
Kestabilan Pondasi dan penjelasannya. Sebelum melaksanakan analisis SKL Kestabilan pondasi,
harus diketahui terlebih dahulu sifat faktor pendukungnya terhadap analisis kestabilan pondasi
meliputi jenis tanah.
Tabel Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis Kestabilan
Pondasi
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air
dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan.
Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kelerengan, peta curah
hujan, peta hidrogeologi, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran
peta SKL Ketersediaan Air dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Ketersediaan
Air , terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis
tanah.
Tabel Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Ketersediaan
Air
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal
maupun meluas dapat dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta
morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta curah hujan, peta
kedalaman efektif tanah, dan penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL untuk
Drainase dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL untuk Drainase, terlebih dahulu
harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.
Tabel Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL untuk
Drainase
Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi
artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Drainase rendah berarti aliran air sulit
dan mudah tergenang.
Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang
mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi
Tabel Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Terhadap
Erosi
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi
berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti
lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada pengelupasan
lapisan tanah.
Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui mengetahui daerah-
daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengeolahan limbah,
baik limbah padat maupun cair. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta
morfologi, peta kemiringan, peta topografi, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah hujan
dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Pembuangan Limbah dan
penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Pembuangan Limbah, terlebih dahulu harus
diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah. Hasil analisis SKL
Pembuangan Limbah dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Pembuangan
Limbah
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok
atau tidak sebagai lokasi pembuangan. Analisa ini menggunakan peta hidrologi dan klimatologi.
Kedua peta ini penting, tapi biasanya tidak ada data rinci yang tersedia. SKL pembuangan
limbah kurang berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung sebagai tempat pembuangan
limbah.
Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dari korban akibat bencana tersebut. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta
jenis tanah, peta tekstur tanah, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan gunung berapi dan
kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL
Terhadap Bencana Alam dan penjelasannya. Analisis SKL terhadap Bencana Alam juga
mengikutsertakan analisis terhadap jenis tanah yang sama dengan SKL Terhadap Erosi. Hasil
analisis SKL Terhadap Bencana Alam dapat dilihat pada tabel dibawah
SKL bencana alam merupakan overlay dari peta-peta bencana alam, meliputi:
Jadi, morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi ada peta rawan bencana gunung api
dan longsor. Sedangkan lereng data yang dialiri sungai dinilai tinggi pada rawan bencana banjir.
Penentuan kelas pada rawan bencana ini ada lima. Kelas 1 artinya rawan bencana alam dan kelas
5 artinya tidak rawan bencana alam.
A. SKL Morfologi
1. Masukan shp fisik dasar untuk kebutuhan overlay Morfologi ; Shp lereng_rev, Shp
Morfologi, Shp Hidrologi, Shp Curah Hujan, Jenis Tanah dan Shp ketinggian
Ngabang
Klik tanda
Lalu masukan satu persatu data (SHP) fisik dasar yang diperlukan untuk SKL
Morfologi seperti berikut
Input Raster : Nclas_morfolo2
Input Field : Morfologi
5. Lalu masukkan scale value (Nilai) sesuaikan seperti di pedoman SKL Morfologi
(Range Nilai dari 1 sampai 5)
Klik tanda
Lalu masukan satu persatu data (SHP) fisik dasar yang diperlukan untuk SKL
Kestabilan Lereng yaitu reclas_KemiringanLereng, reclas_Morfologi,
reclas_JenisTanah, reclas_Ketinggian, reclas_Landuse, reclas_CurahHujan
Sesuaikan isi Input Field nya seperti SKL sebelumnya
2. Buka Arc Toolbox – Spatial Analyst Tools – Overlay – Weighted Overlay (Atau
kalian juga bisa mencarinya di “SEARCH” dengan menulis Weighted Overlay)
Klik tanda
1. SKL Morfologi
6. SKL Drainase
7. SKL Erosi
Pembuatan peta nilai kemampuan lahan merupakan penjumlahan nilai dikalikan bobot,
yaitu:
1. Melakukan superimpose setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh hasil
pengalian nilai dengan bobotnya secara satu per satu, sehingga kemudian diperoleh
peta jumlah nilai dikalikan bobot seluruh satuan secara kumulatif.
2. Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam sistem grid, kemudian
memasukkan nilai dikalikan bobot masing-masing satuan kemampuan lahan ke
dalam grid tersebut. Penjumlahan nilai dikalikan bobot secara keseluruhan adalah
tetap dengan menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil nilai dikalikan bobot
seluruh satuan kemampuan lahan pada setiap grid yang sama
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda seperti pada tabel:
1. Buka ArcToolBox > Spacial Analyst Tool > Map Algebra > Raster Calculator.
7. Pilih Symbology > Pada kolom Show pilih Unique Values > Value Field pilih
Klasifikasi > Add All Values > pih warna di Color Scheme > klik Ok
Data yang digunakan untuk pemodelan tsunami adalah data Raster sebagai data awal
untuk membuat tingkat elevasi pada lokasi penelitian , Raster (bitmap image) merupakan gambar
digital yang tersusun dari sekumpulan titik penyusun gambar yang disebut pixel (picture-x
element). Pixel-pixel penyusun gambar berkumpul dan bergabung membentuk seperti mozaik
kemudian memanipulasi mata sehingga pada jarak pandang tertentu akan tampak kesan gambar
utuh.
Pixel Type merupakan suatu sel yang menentukan kisaran nilai pada suatu data raster
yang didasarkan pada rumus 2n, pixel type yang dibutuhkan dalam pembuatan sebuah model
builder adalah Signed Integer, jika kita mendapatkan sebuah data raster dari website DEMNAS
maka pixel type yang ada adalah floating point. Untuk itu kita perlu merubahnya terlebih dahulu.
1. Open Arc Toolbox > Spatial Analyst Tools > Math > Trigonometric > Int
Sekarang data raster yang kita punya sudah dapat digunakan untuk membuat model
builder Pemodelan Tsunami, langkah berikutnya adalah membuat Model Builder, caranya adalah
sebagai berikut :
3. Jika sudah diubah NAME dan LABEL-nya klik OK > Kemudian Save ( ).
Tahap berikutnya adalah membuat alur model buildernya dengan menggunakan tools –
tools sebagai berikut.
1. Open Arctoolbox > Spatial Analyst Tools > Conditional > Con > Kemudian drag
Con Tools tersebut ke jendela kerja model builder > Lakukan sebanyak 3 kali untuk
membuat 3 model Con Tools > Kemudian drag data raster ( int_tif2 ) ke jendela
kerja model builder.
3. Kemudian double klik pada Con Tools ( 1 ) > Pilih Int_tif2 sebagai input
conditional rasternya > masukan angka 3 pada input true raster or constant value
6. Kemudian save output data rasternya di penyimpanan default ( C:/ ) saja agar tidak
terjadi eror ketika menyimpan data raster tersebut . karena arcgis anda itu pake crack
, jadi jangan sok-sokan save di penyimpanan ( D:\) > setelah itu Klik OK .
7. Klik kanan pada Con Tools ( 1 ) > kemudian klik Run
Tahap selanjutnya adalah menggabungkan 3 data raster tersebut ke dalam 1 layer data
raster.
1. Buka ArcToolbox > Data Management Tools > Raster > Raster Data Set >
kemudian drag Mosaic To New Raster ke dalam jendela model builder >
hubungkan Elevasi20_30BandaAceh, Elevasi10_20BandaAceh,
Elevasi1_10BandaAceh ke Mosaic To New Raster Tools.
2. Double Klik pada Mosaic To New Raster > Save Output rasternya pada Folder
Output ( D:\ ) ( buat folder baru dengan nama Output ) > pada raster data set name
setelah itu model builder yang dibuat akan terlihat seperti gambar dibawah ini :
Tahap selanjutnya adalah mengkonversi data raster tersebut ke dalam data vector
(shapefile).
1. Buka ArcToolbox > Conversion Tools > From Raster > Drag Raster To Polygon
tools ke jendela model builder.
2. Hubungkan runup3class1.tif ke raster to polygon tools menggunakan connection
button > double klik pada raster to polygon tools > save output polygon features
ke folder output yang tadi sudah di buat dengan nama runup3class2
Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini :
Setelah dikonversi maka model builder akan terlihat seperti gambar dibawah ini :
1. Buka ArcToolbox > Analysis Tools > drag Intersect Tools ke dalam jendela model
builder (lakukan sebanyak 3 kali) > hubungkan runup3class2.shp ke 3 intersect
tools sudah dimasukan menggunakan connection tools.
2. Double Klik pada intersect tools ( 1 ) > pada input features masukan
BANGUNAN_PT_50K > save ke output folder dengan nama runup_Bangunan >
Klik OK.
Setelah hasil Run Entire Model Complete maka tahapan untuk pembuatan model
builder Pemodelan Tsunami telah selesai.
Selanjutnya kita akan masuk ke tahap berikutnya yaitu melihat hasil dari model builder
yang sudah dibuat tadi.
Untuk hasil dari pemodelan tsunami 2D dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
ArcScene adalah viewer tiga dimensi / 3D yang cocok untuk menghasilkan pandangan
dengan perspektif yang memungkinkan untuk melakukan navigasi dan berinteraksi dengan fitur
3D dan pemetaan tekstur serta penciptaan permukaan dan tamppilan TIN . ArcScene juga
Setelah membuat model builder untuk pemodelan tsunami maka tahap selanjutnya adalah
memvisualkan hasil pemodelan tersebut dalam bentuk 3D ( 3 Dimensi ).
Untuk tampilan yang lebih menarik maka kita harus memakai gambar berkoordinat agar
hasil visual yang dihasilkan dapat merepresentasikan gambaran wilayah , untuk itu perlu
menyesuaikan gambar berkoordinat tersebut dengan data raster yang kita miliki.
1. Buka ArcScene > klik kanan pada scene layer > scene properties > coordinat
system > Projected Coordinat System > UTM > Southern Hemisphere >
WGS_1984_UTM_Zone_46S > klik OK.
3. klik rendering > centang use smooth shading if possible > atur quality
enchancement for raster images dan minimum transparency threshold seperti
pada gambar dibawah ini > kemudian apply.
Setelah itu kita masuk ke tahap pembuatan simulasinya , dengan mengguanakn toolbars
animation , untuk memunculkan toolbas animation dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
3. Klik create > pada source object pilih int_tif2 > klik new pada destination track >
kemudian klik create pada keyframe name sebanyak 17 kali > kemudian close
5. Selanjutnya tambahkan layer track 2 , Create > pada destination track klik new >
kemudian tambahkan 17 keyframe name > kemudian close.
8. Selesai.