Anda di halaman 1dari 15

BAB

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-
unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya
manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di
Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan
penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif
sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun
dengan meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan
kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang sistem
kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya (Susanto,
2012).

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2011, pusat


Pemerintahan Kota Padang secara resmi dipindahkan dari Kecamatan Padang Barat ke
Kecamatan Koto Tangah. Dimana pemindahan tersebut bertujuan untuk mengurangi
konsentrasi penduduk di kawasan pantai dan mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat serta mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Kota
Padang (Rusnam, 2013). Dalam situasi yang seperti ini nantinya bagian hulu DAS Air
Dingin kemungkinan mengakibatkan terjadinya pembukaan/perluasan lahan baru
seperti permukiman, konversi hutan menjadi lahan perkebunan dan infrastruktur yang
nantinya akan mendukung kegiatan perluasan kota. Oleh sebab itu, diperlukan metode
analisis tingkat bahaya erosi untuk mengetahui besarnya laju erosi yang terjadi dan
arahan konservasi pada bagian hulu DAS Air Dingin.

Erosi dapat terjadi karena sebab alami maupun karena aktivitas manusia.
Penyebab alami erosi antara lain karateristik hujan, kemiringan lereng, tanaman
penutup, dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan
tanah dangkal. Erosi yang disebabkan oleh aktivitas manusia umumnya disebabkan
oleh adanya penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan, dan
perladangan (Suriawiria, 2003).

1
Untuk mengetahui besaran erosi di permukaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
dapat dilakukan secara kuantitatif dengan beberapa cara, salah satunya dengan
menggunakan metode empiris USLE. Metode ini paling umum digunakan untuk
memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur
dengan kondisi tertentu (Supirin, 2001). Metode ini dikembangkan oleh USDA dan
dapat dikembangkan pada lahan pertanian maupun non pertanian dengan segala
keterbatasan nya.

Salah satu cara untuk memprediksi besaran erosi adalah dengan metode USLE.
Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) digunakan untuk memprediksi besar
laju erosi dan tingkat bahaya erosi pada DAS Air Dingin.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Seberapa besar erosi yang terjadi di tahun 2011-2020 pada DAS Air Dingin.

2. Bagaimana klasifikasi tingkat erosi pada DAS Air Dingin di tahun 2011-
2020

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :


1. Untuk menganalisis besarnya erosi yang terjadi pada DAS Air Dingin
menggunakan metode USLE.
2. Untuk mengetahui besarnya tingkat bahaya erosi yang terjadi akibat faktor-faktor
mempengaruhi.
3. Menghitung berapa besarnya erosi yang terjadi pada DAS Air Dingin dari tahun
2011 sampai dengan tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dapat digunakan sebagai data pembantu atau data pembanding pada
penelitian serupa dan di lokasi penelitian yang sama.
1. Untuk mengetahui tentang pendugaan erosi dengan metode USLE pada DAS air
dingin.
2. Meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya tentang analisis pendugaan erosi

2
dengan metode USLE sehingga menjadi inspirasi dalam penelitian lebih lanjut.
3. Diharapkan dapat digunakan sebagai data pembantu atau data pembanding pada
penelitian serupa dan di lokasi penelitian yang sama.

1.5 Batasan Masalah

Berdasarkan manfaat dan tujuannya, dapat disimpulkan bahwa permasalahan


memiliki beberapa batasan masalah, yaitu:
1. Lokasi yang diteliti adalah DAS Air Dingin.

2. Data Curah Hujan adalah dari tahun 2011-2020.

3. Perhitungan besar erosi yang terjadi menggunakan metode USLE.

4. Tidak menghitung gradasi dengan uji labor.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)


2.2.1 Pengertian DAS

Daerah Aliran Sungai (DAS) termasuk wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis (punggung bukit) dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan
(PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai).

2.2.2 Pengelolaan DAS

Proses pengeolaan DAS adalah upaya dalam mengelolah hubungan timbal balik
antar sumber daya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumber daya manusia
di DAS dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa
lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS.
Tujuan -tujuan pengelolaan DAS meliputi :
1. Lahan yang produktif dan berkelanjutan sesuai dengan daya dukungnya
2. DAS yang mempunyai tutupan vegetasi tetap yang memadai dan aliran
(debit)
Air sungai stabil dan jernih tanpa adanya pencemaran air
3. Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan DAS semakin lebih baik
4. Kesejahteraan masyarakat lebih baik.

2.2 Analisa Hidrologi

Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena


hidrologi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan, temperatur, penguapan,
lamanya penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air, selalu
berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu data-data hidrologi dapat
dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan menggunakan prosedur

4
tertentu (Yuliana, 2008).

Tujuan dari analisis frekuensi data hidrologi adalah mencari hubungan antara
besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi
probabilitas. Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk data debit sungai atau data
hujan. Data yang digunakan adalah data debit atau hujan maksimum tahunan, yaitu data
yang terjadi selama satu tahun yang terukur selama beberapa tahun (Triadmodjo, 2008).

2.3.1 Penentuan Hujan Kawasan

Sebagian besar analisis hidrologi memerlukan data curah hujan rata-rata daerah
aliran sungai (DAS). Hasil yang diperoleh dari pengukuran alat pengukur hujan adalah
kedalaman hujan pada satu tempat saja, sehingga hujan pada suatu luasan harus
diperkirakan dari titik pengukuran tersebut. Apabila pada suatu kawasan DAS memiliki
beberapa stasiun curah hujanyang ditempatkan secara berpencar maka, kedalaman hujan
yang tercatat di masing-masing stasiun dapat tidak sama. Dalam kondisi inilah Point
Rainfall (data hujan lokal) diubah menjadi Areal Rainfall (hujan rata-rata daerah aliran
sungai) yang dapat dilakukan dengan metode-metode berikut:

1. Metode Rerata Aritmatik (Aljabar)


Metode Rerata Aritmatik (Aljabar) adalah metode yang paling
sederhana untuk menghitung hujan rata-rata yang jatuh didalam kawasan
suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu
yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi sesuai dengan jumlah
stasiun.
2. Metode Poligon Thiessen
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS di anggap
bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat,
sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut.
Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang
ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan
memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun.
3. Metode Isohyet

5
Isohiet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode isohiet, dianggap bahwa hujan pada suatu
daerah di antara dua garis isohiet adalah merata dan sama dengan nilai rerata
dari kedua garis isohiet tersebut. Metode ini digunakan di daerah
data/pegunungan, stasiun hujan tersebar merata dan harus banyak, perlu
kerapatan yang cukup, dan perlu kerapatan jaringan yang cukup jika
membuat peta isohyet yang akurat.
2.3.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Dari data curah hujan yang dimiliki, diperlukan analisa frekuensi curah hujan
untuk menentukan atau memperkirakan besar hujan menggunakan periode ulang
tertentu. Dari analisa frekuensi akan didapatkan kemungkinan tinggi curah hujan yang
terjadi pada periode ulang T tahun.

Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi
dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Dalam statistik
dikenal empat macam distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam hidrologi,
yaitu distribusi Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Person III.

Masing-masing mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji
kecocokannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Pemilihan
metode analisa frekuensi tergantung syarat yang dipenuhi pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. 1 Parameter Statistik


No. Distribusi Syara
t
Cs ≈ 0
1. Normal Ck ≈ 3
2. Log Normal Cs = Cv3 + 3Cv
Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16 + Cv2 +3
3. Gumbel Cs = 1,14
Ck = 5,4
4. Log Person III Selain Diatas
(Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2009)

6
2.3.3 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Metode Mononobe digunakan sebagai metode perhitungan intensitas curah hujan,
karena data curah hujan yang ada adalah data curah hujan harian (Joesron Loebis,
1992). Adapun persamaan yang digunakan seperti berikut :

R24 24 2
I
24 Tc ( ) 3
.................................................................................................... (2.1)

Keterangan :
I = Intensitas Curah Hujan
R24 = Curah Hujan Maksimum dalam 24 jam
Tc = Waktu Konsentrasi (jam)

2.3.4 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang terjadi bila mana curah hujan pada titik
terjauhdari daerah pengalirantiba dan mengkonsentrasi pada titik yang ditinjau, dimana
debit banjir dari suatu perhitungan intensitas curah hujan rata-rata mencapai debit
maksimum (Menurut Hendi Haryadi,(2006)
Rumus menentukan waktu konsentrasi sebagai berikut :

[ ]
2 0,385
0,87 x L
Tc= ................................................................................. (2.2)
1000 xS

Keterangan :
Ts = Waktu Konsentrasi (jam)
L = Panjang Lintasan (km)
S = Kemiringan

2.3.5 Metode SCS Untuk menghitung Hujan Efektif

The Soil Conservation Service (SCS, 1972, dalam Chow 1988) telah
mengembangkan metode untuk menghitung hujan efektif dari hujan deras, dalam

7
bentuk persamaan berikut :

Pe =¿ ¿....................................................................................... (2.3)

Dimana :

Pe = Kedalaman Hujan Efektif (mm)


P = Kedalaaman hujan (mm)
S = Retensi potensial maksimum air oleh tanah, yang sebagian besar adalah karena
inflitrasi (mm)

Persamaan diatas merupakan persamaan dasar untuk menghitung kedalaman


hujan efektif. Retensi potensial maksimum mempunyai bentuk sebagai berikut :
25400
S= −254 .................................................................................. (2.4)
CN

Dengan CN Sebagai Curve Number yang merupakan fungsi dari karakteristik


DAS seperti tipe tanah, tanaman penutup, tata guna lahan , kelembapan dan cara
pengerjaan tanah. Nilai CN untuk berbagai jenis tataguna lahan. Nilai CN bervariasi
antara 0 sampai 100. Untuk CN=100 (Permukaan lahan kedap air).

Gambar 2. 1 Grafik Curve Number

2.3 Erosi
8
Erosi terjadi karena adanya interaksi dari faktor iklim, tanah, topografi, vegetasi
dan aktifitas manusia terhadap sumber daya alam (Arsyad, (2010).

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Menurut Hardjowigeno (2007), faktor yang mempengaruhi besarnya erosi antara


lain:
1. Curah hujan
Dari beberapa sifat hujan seperti intensitas hujan, jumlah hujan, dan
distribusi hujan, intensitas hujan merupakan faktor yang memiliki pengaruh
paling besar terhadap besarnya erosi. Intensitas hujan adalah nilai
perbandingan banyaknya curah hujan persatuan waktu yang biasanya
dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam.
2. Kepekaan tanah terhadap erosi
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi
adalah:
a. Tekstur tanah.
b. Bentuk dan kemantapan (tingkat perkembangan) struktur tanah.
c. Daya infiltrasi atau permeabilitas tanah.
d. Kandungan bahan organik.
3. Pengaruh lereng
Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang.
Apabila lereng semakin curam maka kecepatan aliran meningkat sehingga
kekuatan mengangkut meningkat pula. Lereng yang semakin panjang
menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin besar.
4. Vegetasi
Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah:
a. Menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah,
sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah sangat dikurangi. Hal ini
tergantung dari kerapatan dan tingginya vegetasi tersebut. Makin rapat
vegetasi yang ada, makin efektif terjadinya pencegahan erosi.
b. Menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi.
c. Penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi (penguapan air)

9
melalui vegetasi.
5. Manusia
Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi
lebih baik atau lebih buruk. Pembuatan teras-teras pada tanah yang berlereng
curam merupakan pengaruh baik manusia karena dapat mengurangi erosi.

2.3.2 Pendugaan Erosi

Dari sekian banyak rumusan yang dapat dipergunakan untuk memprediksi


besarnya erosi, model yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yang
biasa dikenal dengan Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan metode yang
paling populer dan banyak digunakan untuk memprediksi besarnya erosi. USLE adalah
suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari
erosi lembar (sheet erosion) termasuk di dalamnya erosi alur (rill erosion) pada suatu
keadaan tertentu. Erosi yang terjadi selanjutnya dihitung pada masing-masing unit
lahan, dilajutkan dengan perhitungan laju rata rata-rata erosi dari suatu bidang tanah
tertentu (Sismanto, 2009).

USLE dikembangkan di National Runoff and Soil Loss Data Centre yang
didirikan pada tahun 1954 oleh The Science and Education Administration Amerika
Serikat bekerja sama dengan Universitas Purdue. Meskipun terdapat kekurangan,
persamaan USLE hingga saat ini masih relevan dan paling banyak digunakan (Banuwa,
2013).

Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik (dan


pengelolaan) yang mempengaruhi laju erosi ke dalam enam parameter utama.
Persamaan USLE adalah sebagai berikut (Banuwa, 2013):

A = R K L S C P.................................................................................................(2.5)

1. Erosivitas Hujan (R)


Erosivitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya
erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya
mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan. Persamaan USLE menetapkan

10
bahwa nilai R yang merupakan daya perusak hujan (erosivitas hujan) tahunan
dapat dihitung dari data curah hujan yang didapat dari stasiun curah hujan
otomatik (ARR) atau dari data penangkar curah hujan biasa (Banuwa, 2013).
2. Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah ialah kemampuan/ketahanan partikel tanah terhadap
pengelupasan dan pemindahan tanah akibat energi kinetik hujan. Nilai
erodibilitas tanah selain tergantung pada topografi, kemiringan lereng dan akibat
perlakuan manusia, juga ditentukan oleh pengaruh tekstur tanah, stabilitas
agregat, kapasitas infiltrasi, kandungan bahan organik dan non- organik tanah
(Sismanto, 2009).
3. Kemiringan Lereng (LS)
Dalam pembuatan nilai indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) ini hanya
ditentukan dari kemiringan lereng saja atau bisa juga dengan cara menghitung
dengan melihat panjang dan kelerengan lahan (Asdak, 2002). Panjang lereng (L)
diukur dari suatu tempat pada permukaan tanah dimana erosi mulai terjadi
sampai pada tempat dimana terjadi pengendapan, atau sampai pada tempat
dimana aliran air di permukaan tanah masuk ke dalam saluran. Dalam praktek
lapangan nilai L sering dihitung sekaligus dengan faktor kecuraman (S)
sebagai faktor kemiringan lereng (LS) (Sismanto, 2009).
4. Pengelolaan Tanaman (C)
Dalam penentuan indeks pengelolaan tanaman ini ditentukan dari peta tata
guna lahan dan keterangan tata guna lahan pada peta topografi ataupun data yang
langsung diperoleh dari lapangan (Sismanto, 2009).
5. Konservasi Tanah (P)
Sedangkan penentuan indek konservasi tanah ditentukan dari interprestasi
jenis tanaman dari tata guna lahan yang dievaluasi dengan kemiringan lereng
serta pengecekan di lapangan (Sismanto, 2009).

2.3.3 Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi

USDA (United States Department of Agriculture) telah menetapkan klasifikasi


bahaya erosi berdasarkan laju erosi yang dihasilkan dalam ton//ha/thn, dapat pada tabel
dibawah ini :

11
Tabel 2. 2 Klasifikasi Tingkat Erosi

No Kelas Erosi Keterangan


Bahaya Erosi (ton/ha/thn)
1 I <15 Sangat Ringan

2 II 15-60 Ringan

3 III 60-80 Sedang

4 IV 180-480 Berat

5 V >480 Sangat Berat

(Sumber : Kironoto, 2003)

12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tinjauan umum

Dalam penulisan laporan tugas akhir memerlukan metode atau tahapan


penulisan untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal mengenai debit dan
volume sedimen yang berada pada sungai batang air dingin kota Padang. Adapun
data pendukung yang di perlukan untuk menyusun tugas akhir ini berupa data
primer dan data sekunder yang akan di analisa untuk mencari perubahan tata
guna lahan akibat debit dan di sungai batang air dingin.
3.2 Lokasi Penelitian

Secara astronomis DAS Air Dingin terletak pada koordinat 100° 23' 35" -100°
30' 36" BT dan 0° 43' 31" -0° 50' 45" LS. Lokasi penelitian merupakan DAS yang
terletak di sebelah utara Kota Padang dengan batas wilayah yaitu diutara dengan
DAS Kandis Kota Padang, Selatan dengan DAS Kuranji Kota Padang, Timur dengan
DAS Air Dingin bagian tengah Kota Padang, dan Barat dengan Kabupaten Solok
(Gambar 1).

Gambar 3.1 Peta lokasi Penelitian

(Sumber:webgis:bws-sumatera5.com/)
13
3.3 Sumber Data
a. Data primer
Data primer adalah data yang didapat dari survey langsung ke lokasi
penelitian. Data yang didapat untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya
dilapangan yang telah ditinjau.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari instansi terkait, data sekunder
dapat berupa foto, laporan tertulis, maupun data digital.

3.3 Teknis Analisis Data

Dalam menganalisis data dilakukan dua tahapan, yaitu :

1. Analasis data hidrologi

Data-data hidrologi yang diperoleh, selanjutnya dianalisis untuk mencari


debit yang berada pada sungai batang Air Dingin untuk mengetahui berapa
debit tahunan. Langkah-langkah dalam analisis hidrologi terdiri dari :
a. Penentuan Hujan Kawasan

b. Analisis Frekuensi Curah Hujan Harian Rencana

c. Uji Distribusi Probabilitas

2. Analisis Erosi

Analisis erosi dimaksudkan untuk menghitung besarnya erosi yang terjadi


di Sungai Batang Air Dingin, untuk menghitung erosi penulis menggunakan
metoda USLE (Universal Soil Loss Equation).

14
3.4 Prosedur Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Curah Hujan Peta


Maksimum Tahunan Topografi

Analisa Hidrologi Erosi dan


Sedimentasi
Metode
Perhitungan Hujan
Rerata Metode Perhitungan
Thiessen Erosi
Pertahun

Distribusi
Probalitas Data
Tidak Sendimentasi

Chec Kesimpula
n dan
Saran

Selesai

15

Anda mungkin juga menyukai