Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN INVENTARISASI DAERAH SULIT AIR DAN RAWAN KEKERINGAN DI

PROVINSI KEPULAUAN RIAU (PULAU BINTAN)


TAHUN 2022

A. LATAR BELAKANG

1. Pendahuluan
Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan (Lestari et al., 2020).
Daerah sulit air di dunia semakin meningkat setiap tahunnya (Chakkaravarthy, 2019). Hal
tersebut tidak di diikuti dengan semakin meningkatnya sumberdaya air setiap tahunnya
(Herbert & Döll, 2019). Sementara itu kebutuhan air bagi manusia semakin meningkat yang
berdampak semakin langka juga ketersediaan air. Dampak yang muncul akibat kekurangan
air diantaranya adalah menurunnya produktifitas pangan, berkurangknya suplay air
pendukung aktifitas perekonomian, dan kekeringan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
munculnya daerah sulit air diantaranya adalah kondisi geologi, kekeringan, dan ketersediaan
jaringan air bersih.
Kekeringan didefinisikan sebagai cuaca kering dengan jangka waktu yang lama sehingga
mengakibatkan kekurangan air dan kerusakan tanaman (Shah, Bharadiya, & Manekar, 2015).
Kekeringan dmeteorologis iakibatkan karena kurangnya jumlah curah hujan dibawah normal
atau tidak terjadi hujan dalam jangka waktu yang Panjang sehingga ketersediaan air di dalam
tanah tidak dapat terpenuhi untuk kebutuhan (Suwiji, 2019). Kekeringan meteorologis dapat
diikuti dengan kekeringan hidrologis yang mempengaruhi aliran sungai, di danau, dan
pengisian ulang aquifer. Jika periode kekeringan berkepanjangan maka dapat menyebabkan
perubahan sosial-ekonomi (Awchi & Kalyana, 2017).
Berdasarkan kondisi geografis, Indonesia termasuk sebagai negara yang rentan terhadap
bencana geologi dan iklim. Pulau Bintan dengan luas 1.175 km2 tergolong pulau kecil yang
memiliki sumberdaya air yang terbatas dan rentan terhadap kondisi ekstrim iklim. Tingginya
aktifitas di Pulau Bintan menyebabkan terjadi ketidak seimbangan antara ketersediaan air
dengan kebutuhan air. Ketersediaan air di Pulau Bintan terus menurun sementara permintaan
air terus meningkat (Santoso, 2015).
Kajian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana nilai indeks kekeringan meteorologis
di Pulau Bintan tahun 2011 – 2021 dan mengetahui persebaran kondisi kekeringan
berdasarkan nilai SPI pada 6 tahun terakhir. Hasil dari indeks kekeringan nantinya akan dibuat
pemetaan persebaran kekeringan menggunakan software ArcGIS.

2. Tujuan
Tujuan dari studi ini kajian ini adalah :
a. Untuk menggambarkan kondisi dari dampak terjadinya kekeringan;
b. Memprakirakan curah hujan dimasa datang dan untuk mengetahui seberapa besar potensi
kekeringan dan kondisi kekeringan di masa yang akan datang.
c. Untuk memanfaatkan teknologi GIS dalam menyelesaikan suatu masalah sumber daya
air khususnya potensi daerah rawan kekeringan.

3. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari kajian ini adalah untuk membangun strategi pengelolaan
sumberdaya air yang tepat untuk mengurangi kerugian dan kerusakan karena kekeringan
akibat fenomena iklim.

B. KAJIAN TEORI
Untuk mengetahui karakteristik iklim di Pulau Bintan dengan baik perlu dilakukan mitigasi
kekeringan. Salah satu karat=kteristik iklim ini dapat dipelajari melalui indeks Kekeringan. Indeks
kekeringan merupakan salah satu cara untuk mengamati tingkat kekeringan suatu wilayah. Salah
satu metode yang umum digunakan dalam menentukan indeks kekeringan adalah Standardized
Precipitation Index (SPI). SPI memiliki beberapa keuntungan termasuk fleksibiliatas dan
kemudahan dalam pengoprasian, serta dapat disesuaikan skala waktunya (Tatli, 2015). Selain itu,
standardized precipitation index direkomendasikan oleh “Lincoln declaration on drought indices”
yang mendorong penggunaan SPI dalam bidang meteorologi dan hidrologi.
1. Hujan Wilayah
Pencatatan data hujan pada stasiun hujan adalah berupa data hujan titik (point rainfall),
sementara itu perhitungan indeks kekeringan dalam analisis neraca air menggunakan data
hujan wilayah (areal rainfall). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode Poligon
Thiessen. Bobot dari masing–masing stasiun hujan yang mewakili luasan sekitarnya
digunakan dalam perhitungan pada metode Poligon Thiessen ini. Data curah hujan yang
dibutuhkan adalah data-data dari stasiun yang berada di dalam lokasi kajian.
2. Simulasi Perhitungan Hujan
Dalam simulasi data hujan dan prediksi kekeringan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan
(JST) dengan alogaritma Backpropagation menggunakan software Mathlab. Jaringan Syaraf
Tiruan (JST) merupakan terjemahan dari Artificial Neural Network (ANN) adalah suatu
algoritma yang memungkinkan suatu sistem dapat belajar dari data dan menggunakannya
untuk memecahkan permasalahan tertentu.
Didalam jaringan backpropagation, setiap unit yang ada di lapisan tersembunyi
terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan output. Jaringan ini terdiri dari banyak
lapisan (multilayer network). Tahap pelatihan ini merupakan langkah untuk melatih suatu
jaringan syaraf tiruan, yaitu dengan cara melakukan perubahan bobot, sedangkan penyelesaian
masalah akan dilakukan jika proses pelatihan tersebut telah selesai, fase ini disebut fase
pengujian (Puspaningrum, 2006).
Ada 3 tahap PelatihanBackpropagation menurut Siang (2004), antara lain: Tahap umpan
maju (feedforward), Tahap umpan mundur (backpropagation), dan Tahap pelatihan bobot.
3. Standarized Precipitation Index (SPI)
Standardized Precipitation Index merupakan salah satu indeks kekeringan yang paling
banyak digunakan dalam menganalisis tingkat kekeringan, metode ini dirancang oleh Mc Kee
et al di Colorado State University pada tahun 1993. Metode ini merupakan model untuk
mengukur kekurangan curah hujan pada berbagai periode berdasarkan kondisi normalnya.
Nilai SPI dihitung dengan menggunakan metode statistik probalistik distribusi gamma.
Dimana bila hujan yang turun mengecil akan mengakibatkan kandungan air dalam tanah dan
debit aliran berkurang sehingga dapat menimbulkan defisit air atau kekeringan. Cara
mengklasifikasikan indeks kekeringan SPI dapat dilihat pada persamaan (1).

4. Indeks Ketajaman Berdasar Standarized Precipitation Index (SPI)


Dalam penetapan kriteria tingkat kekeringan meteorologis dengan mengggunakan
metode analisis Standar PrecipitationIndex (SPI) dapat dilakukan dengan klasifikasi pada
Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Indeks kekeringan Metode SPI


C. METODOLOGI DAN HASIL INVENTARISASI
Lokasi kajian berada di antara 0° 48’ 12.4” - 1° 13’ 47 “ LU dan 104°12’ 44.6” - 104°39’
55.6” BT. Pulau Bintan memiliki iklim tropis dengan temperatur rata-rata 23,9°C, kelembaban
udara 85%. Hujan tertinggi terjadi dua kali dalam satu tahun, yaitu bulan April dan Desember.
Curah hujan tahunan rata-rata antara 2.700 mm – 3.500 mm. Kondisi Geologi Pulau Bintan
tersusun oleh batuan tertua berumur Tersier berupa granit yang tersebar di pinggiran utara timur
dan tenggara pulau, dan sedikit andesit yang secara setempat terdapat di bagian tengah dan
tenggara pulau. Bagian terluas pulau bagian tengah dan barat disusun oleh batupasir berumur Plio-
Plistosen. Sedikit batuan sedimen resen terdapat di pelembahan sungai-sungai yang mengalir ke
arah selatan pulau. Pulau Bintan memiliki daerah dengan jenis batu dengan kesarangan yang
berpotensi menyimpan air, tetapi dengan adanya sebaran batuan yang kedap serta lapisan-lapisan
yang berkelulusan rendah menghambat aliran airtanah sehingga menurunkan daya simpan
airtanah. Akibat dari kondisi geologi ini maka ketergantungan terhadap aliran permukaan akan
sangat besar. Adanya perubahan pola distribusi hujan akibat adanya kondisi ekstrim akibat
fenomena iklim berkaitan dengan aliran permukaan yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan
sumberdaya air.
Dalam kajian ini data yang dibutuhkan yaitu data curah hujan stasiun hujan yang ada di Pulau
Bintan, dalam kurun waktu 12 tahun (2009-2021), data klimatologi dari Stasiun Pengamatan
Klimatologi Hang nadim dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2011-2021), dan peta rupa bumi
Pulau Bintan skala 1:25000. Analisis data dilakukan dengan bantuan ArcGIS.
kajian dilakukan dengan menghitung hujan wilayah untuk menetapkan indeks kekeringan dan
ketajaman kekeringan SPI historis dan untuk input data dalam perhitungan prediksi hujan simulasi
dengan menggunakan Artificial Neural Network (ANN) dengan metode Backpropagation.
Selanjutnya melakukan perhitungan nilai SPI berdasarkan data prediksi hujan simulasi, untuk
menentukan indeks ketajaman kekeringan berdasarkan SPI dan untuk menentukan prediksi
kekeringan pada tahun 2022 – 2025. Penyajian data secara spasial dilakukan dengan software
ArcGIS.

D. PENUTUP
Demikian laporam ini disusun sebagai hasil pelaksanaan Kegiatan Inventariasi Daerah Sulit
Air dan Rawan Kekeringan di Provinsi Tahun Anggaran 2022.

Anda mungkin juga menyukai