Anda di halaman 1dari 8

Geo Image 9 (1) (2020)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage

Sebaran Dan Potensi Air Tanah Dangkal di Perbukitan Dome Sangiran dalam
Pemenuhan Kebutuhan Air

Windari Kurnia Handayani , Wahyu Setyaningsih, Tjaturahono Budi Sanjoto

Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dan potensi air tanah dangkal dalam
Diterima Desember 2019 memenuhi kebutuhan air penduduk di Perbukitan Dome Sangiran. Teknik pengumpulan
Disetujui Februari 2020
data mengunakan dokumentasi, pengukuran dan wawancara. Teknik analisis yang
Dipublikasikan April
digunakan adalah analisis deskriptif. Teknik analisis dalam penelitian ini dapat
2020
digunakan untuk mengetahui arah sebaran air tanah yang dapet dilihat dari peta kontur.
________________
Penelitian ini mengunakan 4 variabel sebagai pendukungnya yaitu ; iklim, kemiringan
Keywords:
Sebaran air tanah, lereng, geologi, dan pengunaan lahan Hasil dari penelitian ini menunjukan rata-rata nilai
potensi, pemenuhan kedalaman sumur, tinggi permukaan air sumur dan jumlah air pada sumur yang paling
kebutuhan tinggi adalah desa Bukuran, selanjutnya desa Ngebung dan yang terendah adalah desa
____________________ Krikilan

Abstract
___________________________________________________________________
This study aims to determine the distribution and potential of shallow ground water in meeting the
water needs of residents in the Sangiran Dome Hills. Data collection techniques using
documentation, measurement and interviews. The analysis technique used is descriptive analysis.
The analysis technique in this study can be used to determine the direction of ground water
distribution that can be seen from a contour map. This study uses 4 variables as supporters, namely;
climate, slope, geology, and land use The results of this study show the average value of well depth,
water level of wells and the highest amount of water in wells are Bukuran village, then Ngebung
village and the lowest is Krikilan village

© 2020 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2252-6285
Gedung C1 Lantai 1 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: geografiunnes@gmail.com

49
Windari Kurnia Handayani / Geo Image 9 (1) (2020)

PENDAHULUAN Tujuan dari penelitin ini adalah untuk


mengetahui arah aliran air tanah dan keberadaan
Air tanah merupakan air yang terdapat
air tanah di perbukitan dome sangiran yang
dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
hasilnya dapat digunakan untuk memantau
pemukaan tanah. Sumber air tanah tersebut akan
penggunaan air tanah di kawasan terebut.
menurun kualitas dan kuantitasnya seiiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk
METODE PENELITIAN
yangada di suatu daerah (Kodoatie, 2010).
Salah satu tempat yang terdapat sumber Teknik pengumpulan data pada penelitian
air tanah yang melimpah adalah di Perbukitan ini adalah dokumentasi, pengukuran kedalaman
Dome Sangiran. Perbukitan Dome Sangiran dan keteblan sumur , serta wawancara. Teknis
mencakup tiga desa yang berada di Kecamatan analisis data menggunakan teknik interpolasi
Kalijambe Kabupaten Sragen. Ketiga desa data kontur dan tknik analisis deskripsi. Teknik
tersebut adalah Desa Ngebung, Bukuran, dan interpolasi data kontur digunakan untuk
Krikilan. mengetahui arah aliran air tanahnya, sedangkan
Perbukitan Dome Sangiran tersusun atas teknik analisi deskripsi digunakan untuk
formasi bantuan yang memiliki empat menjelaskan fenomena-fenomena fisik maupun
karakteristik fisik atau formasi yang berbeda. sosial.
Keempat formasi tersebut adalah Notopuro, Variabel dalam penelitian ini adalah
Kubah, Pucangan,dan Kalibeng. Formasi tersbut sebaran air tanah dangkal, potensi air tanah
terbentuk pada zaman Pliosen hingga Pleistosen dangkal dan kebutuhan konsumsi air.
yang dikarekan oleh proses pengendapan
sehingga menyebabkan perbedaan Litologi dan HASIL PENELITIAN DAN
struktur batuannya (Sutikno, 1994). PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan oleh Sutikno
(1994) menyatakan bahwa Perbukitan Dome Gambaran Umum Daerah Penelitian
Sangiran mempunyai variasi keterdapatan air Penelitian ini dilakukan di Perbukitan
tanah yang dapat menimbulkan masalah dalam dome Sangiran yang meliputi Dea Ngebung,
memperoleh air bersih khususnya yang berasal Krikilan dan Bakuran. Daerah penelitian
dari tanah dangkal. Sumber air bersih dari tanah memiliki luas wilayah sebesar 1.432,03 Ha yang
dangkal tersebut dapet diperoleh melalui terdiri dari tanah sawah dan tanah kering atau
pembuatan sumur gali di sebagian wilayah yang digunakan utuk permukiman dan
tersebut, sedangkan sebagian wilayah lainnya pekarangan. Desa Ngebung memiliki luas
merupakan daerah yang air tanahnya dalam wilayah sebesar 425,20 Ha yang meliputi luas
(langka) sehingga penduduk tersebut harus tanah sawah sebesar 137 Ha dan luas tanah
menempuh jarak yang relatif jauh untuk kering sebesar 288,20 Ha, Sedangkan Desa
mendapatkan air bersih. Krikilan memiliki luas 450,58 Ha yang meiputi
Munculnya masalah kebutuhan air terjadi luas tanah sawah sebsar 64 Ha dan tanah kering
karena adanya faktor fisik yang penggunaan sebesar 386,58 Ha, dan Desa Bukuran memiliki
airnya tidak diimbangi dengan usaha pelestarian luas sebesar 466,25 Ha yang meliputi tanah
lingkungannya, seperti tidak diadakannya tutpan sawah sebesar 124 Ha dan tanah kering sebesar
lahan yang berfungsi sebagai penyimpan air yang 322,25 Ha (BPS dalam angka,2017).
mengakibatkan kekeringan pada musim 1. Iklim
kemarau, sedangkan pengelolaan kuantitas air Iklim merupakan rata-rata dari kondisi
dalam penyediaan air secara adil dan transparan cuaca di suatu daerah. Faktor iklim yang
dapat dilakukan dengan kegiatan penetapan berpengaruh dalam hal ini adalah curah hujan
perijinan Curah hujan adalah unsur iklim terpenting dan
penggunaan air dan alokasi air, serta biasanya dinyatakan dalam satuan
memonitoring penggunaan air tanahnya. milimeter/tahun. Data curah hujan yang

50
Windari Kurnia Handayani / Geo Image 9 (1) (2020)

dihitung dalam penelitian ini adalah data curah dengan kondisi agak basah. Daerah yang
hujan yang meliputi 4 stasiun hujan dalam kurun beriklim agak basah ini masih banyak terdapat
waktu 10 tahun yakni tahun 2008-2017. Stasiun hutan-hutan rimba dan daun gugur pada musim
hujan yang dimaksud yaitu stasiun Kedung kemarau. Pada daerah penelitian hujan rata-rata
Kanci, Mojogedang, Tasikmadu dan Noosari 3287 mm/tahun dan jumlah hari hujan rata-rata
atau dapat dilihat pada lampiran 5, 6 dan 7. 173 hari/tahun.
Penetapan iklim di daerah penelitian didasarkan Curah hujan menjadi salah satu faktor
klasifikasi iklim menurut Schmidt & Ferguson. penentu karakter iklim suatu daerah. Peta curah
Dasar klasifikasi iklim menurut Schmidt & hujan Perbukitan Dome Sangiran dibuat
Ferguson adalah rasio Q yang merupakan berdasarkan dari data curah hujan yang
perbandingan antara jumlah rata-rata bulan diperoleh dari stasiun hujan yang ada di sekitar
kering dengan bulan basah. Banyaknya bulan perbukitan dome sangiran (di luar daerah
basah dan bulan kering ditentukan dengan penelitian). Data curah hujan ini diperoleh dari
menggunakan klasifikasi sistem Mohr Badan Pusat Statistik Tahun 2008-2017 yang
(Kartasapoetra, dkk; 2010: 28) dimana bulan dihitung rata-rata setiap tahunnya kemudian
basah apabila curah hujan lebih dari 100 mm, digunakan analisis polygon thiessen untuk
lembab antara 60-100 mm dan kering jika menghasilkan peta curah hujan Perbukitan
dibawah 60 mm. Bulan lembab dalam Dome Sangiran. Peta curah hujan perbukitan
penggolongan Schmidt- Ferguson tidak dihitung. dome sangiran dapat dilihat pada gambar 1.
Persamaan yang dikemukakan Schmidt & Tipe Iklim di Perbukitan Dome Sangiran
Ferguson (1951) dalam Kartasapoetra, dkk; Menurut Schmidt-Ferguson yang diambil dari
2010: 28 adalah sebagai berikut : stasiun hujan yang berada disekitar Perbukitan
Dome Sangiran atau diluar daerah penelitian
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 dapat dilihat pada tabel 2.
𝑄= 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
Tabel 2. Tipe Iklim di Perbukitan Dome
Tabel 1. Penggolongan Tipe Iklim Menurut Sangiran Menurut Schmidt dan Ferguson
Schmidt & Ferguson Bulan Bulan Nil Klas
Stasiu Tipe
Golongan Nilai Q Kondisi Kerin Basa ai ifika
n Iklim
A 0≤Q<0,143 Sangat basah g h Q si
B 0,143≤Q<0,333 Basah Kedu Agak
0,4
C 0,333≤Q<0,600 Agak basah ngkan 35 81 C Basa
32
D 0,600≤Q<1,000 Sedang ci h
E 1,000≤Q<1,670 Agak kering Mojo Agak
0,5
F 1,670≤Q<3,000 Kering gedan 41 70 C Basa
86
G 3,000≤Q<7,000 Sangat kering g h
H 7,000≤Q<- Luar biasa Agak
0,4
kering Tasik 45 92 C Basa
89
Sumber: Kartasapoetra (2004) madu h
Agak
0,4
Dari hasil perhitungan pada tabel di dapat Nogo 40 97 C Basa
12
dari pengolahan data Curah hujan (lihat di sari h
Lampiran) di 4 stasiun lokasi penelitian, yaitu di Sumber: Perhitungan Iklim dengan Rumus
stasiun Kedung kanci, Mojogedang, Tasikmadu Schmidt-Ferguson
dan Nogosari. Hasilnya didapat rasio Q di
daerah penelitian berkisar antara 0,412-0,586. 2. Kemiringan Lereng
Rasio Q ini jika dimasukkan ke dalam kategori Berdasarkan peta kemiringan lereng
menurut tabel 1, maka termasuk golongan C daerah peneltian, perbukitan dome sangiran

51
Windari Kurnia Handayani / Geo Image 9 (1) (2020)

Gambar 1. Peta Curah Hujan Daerah Penelitian Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sangiran

memiliki kemiringan lereng yang beragam. Kelas Tabel 3. Kelas Lereng di Lokasi Penelitian
kemiringan lereng daerah penelitian Kelas Lereng Topografi Luas
diklasifikasikan menjadi 5 kelas lereng yaitu (Ha)
topografi datar, landai, agak curam, curam dan I (0-8%) Datar 11,58
sangat curam. Kelas lereng I (0-8%) seluas 11,58 II (8-15%) Landai 28,70
ha dengan topografi datar, III (15-25%) Agak Curam 15,42
Kelas lereng II (8-15%) dengan topografi IV (25-40%) Curam 19,16
landai seluas 28,70 ha, kelas lereng III (15-25%) V (>40%) Sangat Curam 10,94
seluas 15,42 ha, kelas lereng IV (25-40%) dengan Sumber: Hasil Pengolahan data
luas 19,16 ha topografi curam dan kelas lereng V
(>40%) topografi sangat curam seluas 10,94 ha. 3. Geologi
Dari peta kemiringan lereng tersebut, dapat Berdasarkan peta geologi lembar Salatiga
diketahui bahwa daerah penelitian didominasi dan peta geologi lembar Surakarta-Giritontro
oleh kelas lereng II dengan topografi landai yang Tahun 1992, kondisi geologi perbukitan dome
tersebar merata di daerah penelitian. Kemudian sangiran terdiri dari formasi Kabuh, formasi
kelas lereng terkecil yaitu pada kelas lereng V Notopuro, formasi Pucangan, formasi Kalibeng.
(>40%) dengan topografi sangat curam dan 1) Formasi Kalibeng (Tmpk)
tersebar di bagian tengah daerah penelitian. Peta Formasi Kalibeng terdapat di Dukuh
kemiringan lereng daerah penelitian dapat dilihat Pablengan, sebagian dari Desa Krikilan,
pada tabel 3. Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen terdiri

52
Windari Kurnia Handayani / Geo Image 9 (1) (2020)

dari napal pejal di bagian atas; napal bersisipan erectus yang sekarang disebut sebagai Homo
batupasir tufan dan bantal batugamping di erectus.
bagian bawah. Napal dan batulempung 3) Formasi Pucangan ( Qpp )
gampingan bersifat liat dan lunak, sangat mudah Formasi Pucanganan terdapat di dusun
tererosi. Paegerjo bagian dari desa Krikilan dan dusun
Kandungan foraminifera banyak dijumpai Bubak bagian dari desan Ngebung. Bagian atas
pada formasi ini. Batu lempung abu-abunya juga terdiri dari batulempung bersisipan batupasir
bersifat sangat lunak, sehingga daerah ini mudah tufan dan tanah diatomca, bagian bawahnnya
mengalami gerakan tanah di musim hujan baik tersusun oleh fasies breksi vulkanik (breksi lahar)
dalam bentuk rayapan, aliran maupun dan bagian atasnya terdiri dari fasies lempung
longsoran. Pada anggota batulempung ini hitam.
banyak dijumpai fosil sangiranensis, placenfa sp Breksi vulkaniknya sering disebut sebagai
dan Strombus sp, semuanya menunjukkan lahar bawah. Secara morfologis batuan ini
pengendapan pada kondisi laut dangkal. Adanya membentuk deretan bukit kecil yang
fosil Balanus menunjukkan bahwa pengendapan penyebarannya melingkari singkapan dari
terjadi pada daerah pasang surut (litoral). Di atas formasi Kalibeng. Di atas lahar bawah terdapat
gamping Balanus dijumpai batugamping yang suatu seri litologi yang terdiri dari lempung
kaya akan fosil Corbicula yang merupakan hitam. Bagian bawah terdiri dari perselingan
pelecypoda penunjuk kondisi air tawar. antara lempung abu-abu kebiruan dengan
2) Formasi Kabuh ( Qpk ) beberapa sisipan tanah diatomae (diatomite) dan
Formasi Kabuh terdapat di dusun lapisan-lapisan yang mengandung fosil moluska
Grogolan Wetan, sebagian dari Desa Bukuran secara melimpah. Bagian atas dari fasies
Di atas formasi Pucangan dijumpai urutan lempung merupakan perlapisan tebal dari
batupasir yang termasuk pada formasi Kabuh. lempung abu-abu hitam yang kaya akan
Bagian terbawah formasi ini tersusun oleh kandungan moluska air tawar seperti Corbicula.
pelapisan tipis batu gamping konglomeratan. 4) Formasi Notopuro (Qpn )
Lapisan yang membatasi formasi Kabuh dengan Formasi notopuro ini merupakan breksi
formasi Pucangan dibawahnya disebut lapisan lahar di bagian bawah; yang terdiri dari
batas (grenzbank). Pada lapisan grenzbank ini perselingan tuf dengan batupasir tufan di bagian
ditemukan fosil mamalia, termasuk juga fragmen atas. Secara umum formasi Notopuro tersusun
fosil hominid. Di atas grenzbank tersebut oleh materail vulkanik, berupa batupasir
terdapat perulangan endapan batupasir vulkanik, konglomeratan dan breksi yang
konglomeratan di bagian bawah ke arah atas mengandung fragmen batuan beku yang
menjadi lapisan batupasir. berukuran berangkal hingga bongkah,
Beberapa sisipan tuf dijumpai pada mengambang diantara masa dasarnya yang
batupasir menunjukkan bahwa pada saat terutama terdiri dari batupasir dan batulempung
pengendapan batupasir tersebut terjadi beberapa vulkanik. Kenampakan tersebut menunjukkan
kali letusan gunung api. Pada batupasir inilah bahwa batuan tersebut terbentuk sebagai hasil
sebagian besar fosil hominid ditemukan. Pada pengendapan lahar. Pada dasar formasi ini
bagian tengah dari formasi Kabuh ini yakni di dijumpai lapisan yang mengandung fragmen
daerah Grenjeng, Bapang, Ngebung, Brangkal kalsedon dan kuarsa susu.
dan Pucung, dijumpai tektite yang berukuran Endapan lahar ini terdiri dari bongkah-
kerikil hingga kerakal (13-40 mm). bongkah batuan beku andesit yang mengambang
Fosil vertebrata dan golongan hominid pada masa dasar terdiri dari batupasir tufan
banyak ditemukan pada lapisan grenzbank dan kristal dengan sekali-kali dijumpai fragmen
juga pada bagian tengah formasi Kabuh ini. batuapung, mempunyai sifat yang lebih tahan
Salah satu temuan penting adalah temuan fosil erosi daripada dua formasi yang ada
manusia purba dari golongan Pithecanthropus dibawahnya, oleh karena itu lahar atas ini

53
Windari Kurnia Handayani / Geo Image 9 (1) (2020)

membentuk puncak gawir dari perbukitan yang Kondisi geologi di Desa Krikilan ini terdiri
melingkar di daerah Sangiran. Pada formasi dari formasi notopuro, formasi kabuh, formasi
Notopuro dijumpai fosil. Berikut adalah peta pucangan dan formasi kalibeng. Dari peta
kondisi geologi Perbukitan Dome Sangiran sebaran airtanah, data pumping test dan hasil
4. Pengunaan lahan wawancara dapat dilihat bahwa sebaran airtanah
Penggunaan lahan adalah segala macam di desa Krikilan tergolong merata, potensi
campur tangan manusia, baik secara menetap airtanahnya banyak dan konsumsinya banyak.
ataupun berpindah-pindah terhadap suatu Hal ini terjadi karena topografinya yang datar
kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya menyebabkan sebaran airtanah merata, tidak
buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, hanya faktor topografi yang mempengaruhi
dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik sebaran airtanah, namun faktor fisik daerah juga
material maupun spiritual ataupun kebutuhan mempengaruhi, seperti curah hujan yang
kedua-duanya (Malingreau dalam Ritohardoyo, tergolong tinggi, kondisi geologi dan jenis tanah
2013:18). yang mempercepat penyerapan air hujan ke
Penggunaan lahan yang ada di Perbukitan dalam tanah. Pemakaian (konsumsi) airtanah di
Dome Sangiran diklasifikasikan menjadi 8 jenis daerah ini juga tergolong banyak karena dari data
penggunaan lahan berupa kebun/perkebunan, BPS tahun 2016, bahwa di desa Krikilan yang
rumput/tanah kosong, permukiman, bermata pencaharian di sektor peternakan,
tegalan/ladang, sawah, semak belukar, tubuh air perikanan, perkebunan dan pertanian lebih
dan lahan tambang (yang berada di kawsan banyak dibanding desa Bukuran dan desa
sungai). Dari seluruh jenis penggunaan lahan Ngebung. Sektor mata pencaharian ini
yang ada di perbukitan dome sangiran, membutuhkan suplai air yang cukup banyak.
penggunaan lahan berupa sawah mendominasi Sehingga, airtanah di daerah ini sudah
dengan luas 13.120,93 Ha dan jenis penggunaan mencukupi kebutuhan penduduknya. Di desa
lahan terkecil berupa lahan untuk semak belukar Krikilan juga terdapat bendungan untuk
dengan luas 2,92 Ha. keperluan irigasi. Sehingga airtanah tidak
menjadi satu-satunya sumber air di desa
Pembahasan Krikilan.
Penelitian yang dilakukan mengenai
2) Desa Ngebung
sebaran airtanah dangkal, potensi airtanah dan
Desa ngebung memiliki luas wilayah 4.35
konsumsi airtanah daerah penelitian penting
Km2 dengan jumlah penduduk 2455 jiwa. Desa
dilakukan untuk mengetahui sebaran, potensi
Ngebung ini termasuk daerah yang terletak di
dan konsumsi airtanah di daerah penelitian
sebelah utara desa Krikilan dan desa Bukuran.
untuk mengatasi masalah terkait kekeringan.
Desa Bukuran memiliki curah hujan yang cukup
1) Desa Krikilan tinggi. Kondisi kemiringan lereng desa Krikilan
Desa Krikilan berada di sebelah Selatan sangat bervariasi, namun di daerah selatan desa
daerah penelitian. Desa ini memiliki luas 4,49 ini didominasi kelas lereng dari curam hingga
Km2 dengan jumlah penduduk 3886 jiwa. Dari sangat curam (25->40%). Di daerah ini, kondisi
hasil penelitian yang dilakukan, topografi daerah geologi yang terbentuk berasal dari formasi
ini datar dengan penggunaan lahan yang banyak formasi notopuro, formasi kabuh dan formasi
dimanfaatkan untuk sawah irigasi, permukiman pucangan. Jenis tanah yang ada di daerah ini
dan perkebunan. Jenis tanah didaerah ini hampir sama dengan kondisi jenis tanah yang
didominasi oleh komplek grumusol kelabu dan ada di desa Krikilan. Jenis tanah yang
litosol dan grumusol kelabu tua. Curah hujan mendominasi daerah ini adalah grumusol kelabu
didaerah ini sekitar 279,68 mm/tahun. tua dan kompleks geomorf kelabu dan litosol.
Sedangkan kemiringan lereng di daerah ini Penggunaan lahan di daerah ini
bervariasi dari datar hingga curam, namun dimanfaatkan untuk sawah, perkebunan dan
didominasi kelas lereng antara 0-8% (datar).

54
Windari Kurnia Handayani / Geo Image 9 (1) (2020)

permukiman. Dari hasi penelitian, dapat dilihat hasil penelitian yang dilakukan. Faktor yang
bahwa mempengaruhinya bisa karena topografinya
sebaran airtanah di daerah ini kurang yang sangat terjal, sehingga sebaran airtanahnya
merata, potensinya banyak namun konsumsi tidak merata. Banyaknya permukiman juga
airtanahnya yang sedikit. Sama seperti di desa mempengaruhi terjadinya kekeringan di satu
Krikilan, faktor-faktor yang memengaruhi wilayah.
sebaran airtana adalah topografi. Topografi di
desa ini sangat bervariasi sampai ada yang curam PENUTUP
hingga sangat curam, sehingga sebaran
Dari hasil penelitian dan perhitungan,
airtanahnya sedikit. Potensi airtanahnya
rata-rata nilai kedalaman sumur, tinggi
termasuk banyak, karena data pumping test yang
permukaan air sumur dan jumlah air pada sumur
digunakan sama, karena masih satu Cekungan
yang paling tinggi adalah desa Bukuran,
Air Tanah ( CAT), sehingga sifat dan
selanjutnya desa Ngebung dan yang terendah
karakteristiknya cenderung sama. Dari data BPS
adalah desa Krikilan. Rata-rata nilai h, z dan v
tahun 2016, hanya 713 penduduknya yang
secara berturut-turut dari yang tertinggi hingga
bermata pencaharian di sektor peternakan,
yang terendah adalah desa Bukuran (h: 29,8m; z:
pertanian, perkebunan dan perikanan. Sehingga
17m dan v: 6,4m), desa Ngebung (h:23,2m;
konsumsi airtanahnya sedikit.
z:17m dan v:6,2m), desa Krikilan (h:19,6m;
3) Desa Bukuran z:14,2m dan v: 5,4m). Selain melihat dari
Desa Bukuran terletak di sebelah Selatan kedalaman sumur, tinggi permukaan air sumur
dari daerah penelitian. Luas wilayah desa dan jumlah air pada sumur, sebaran tanah juga
Bukuran 4,44 Km2 dengan jumlah penduduk dapat dipengaruhi oleh kontur. Kontur ini
2578 jiwa. Curah hujan di daerah ini tergolong nantinya mempengaruhi topografi daerah
tinggi (729,82 mm/tahun). Berdasarkan penelitian. Semakin datar topografinya, maka
pengkelasan data kemiringan lereng dan peta semakin merata sebaran airtanahnya. Sebaliknya
kemiringan lereng daerah penelitian, wilayah ini semakin terjal topografinya sebaran airtanahnya
didominasi dengen kemiringan lereng antara kurang merata. Berdasarkan peta kontur yang
datar-landai. jika dilihat dari geologinya, yang telah dipaparkan sebelumnya, maka daerah
sudah tersaji dalam bentuk peta, maka formasi Krikilan memiliki topografi datar dibanding
geologi di wilayah ini yaitu formasi kabuh, daerah lain.
formasi notopuro, formasi pucangan dan formasi Kebutuhan air konsumsi dalam penelitian
formasi kalibeng. Jenis tanah di daerah ini ini merupakan terpenuhinya kebutuhan air untuk
didominasi oleh jenis tanah aluvial. Tanah konsumsi rumah tangga dimasyarakat
aluvial ini mempunyai sifat yang dapat menyerap Perbukitan Dome Sangiran diantaranya : mandi,
air dan mengandung mineral yang tinggi. masak, mencuci, siram tanaman, dan ternak.
Warnanya yang kelabu menandakan bahwa Dari hasil penelitian, maka airtanah yang
tanah ini berada di daerah persawahan atau tersedia di perbukitan Dome Sangiran belum
perkebunan. cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena
Lahan di desa Bukuran ini banyak masih ada wilayah di desa Bukuran yang masih
dimanfaatkan untuk permukiman, sawah dan mengalami kekringan.
perkebunan. Dari hasil penelitian, sebaran Perhitungan potensi airtanah pada
airtanah di daerah ini tidak merata, potensinya penelitian ini menggunakan data pumping test
banyak dan konsumsi airtanahnya sedikit. Dari 5 Kecamatan Gemolong yang masih satu CAT
sumur gali yang diukur, kedalaman rata-rata dengan daerah penelitian, sehingga sifat dan
sumur di daerah ini sangat dalam. Di desa karakteristiknya sama. Dari data tersebut,
bukuran ini ada daerah di sebelah barat yang potensi air tanah di perbukitan Dome Sangiran
mengalami kekeringan. Hal ini sesuai dengan cukup bagus.

55
Windari Kurnia Handayani / Geo Image 9 (1) (2020)

DAFTAR PUSTAKA Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi: Pengaruh


Andri Yusdistira dan Tjahyo Nugroho Adji (2005). Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta:
Skripsi. Kajian Potensi Dan Arahan Bumi Aksara.
Pengunaan Air Tanah Untuk Kebutuhan Kodoatie dan Roestam S. 2010. Tata Ruang Air.
Domestic Di Kecamatan Depok Kabupaten Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sleman M. Yusuf Bahtiar, 2002. Skripsi. Upaya pemenuhan
Arif, I. H. S., & Alpabet, R. 2009. Survei Sebaran Air kebutuhan air penduduk akibat penurunan
Tanah Dengan Metode Geolistrik Tahanan muka air sumur di Desa Banjaranyar
Jenis Konfigurasi Wenner Di Desa Banjar Sari, Kecamatan Balapulang KabupatenTegal
Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Ritohardoyo, SU. 2013. Penggunaan dan Tata Guna
Utara. Jurnal Gradien, Edisi Khusus- Lahan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Januari, 2009, 22-26. Suripin.2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air.
Ekarini, F. D. 2011. Aplikasi Gis Untuk Pemetaan Yogyakarta: Penerbit Andi
Pola Aliran Air Tanah Di Kawasan Sutikno, 1994. Pendekatan Geomorfologi untuk
Borobudur. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Kajian Air Tanah Dangkal di Perbukian Dome
Borobudur, 5(1), 26-30. Sangiran
Dwi Fitriyanto, 1999. Skripsi. Potensi Mata air untuk Tika, Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi.
pemenuhan Kebutuhan Penduduk studi kasus Jakarta: Bumi Aksara
di Dusun Sendangsari Kecamatan Tim penyusun. 2015. Panduan Penulisan Skripsi.
Tangungharjo Kabupaten Grobokan. Semarang: FIS UNNES

56

Anda mungkin juga menyukai