Anda di halaman 1dari 7

DOI: 10.24114/jg.v12i01.

14390
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

ZONASI TINGKAT KERAWANAN BANJIR PADA RUAS BEKAS SUNGAI


DI KABUPATEN SUKOHARJO

Agra Kurnia Saputra1, Dian Hudawan Santoso2, Andi Renata Ade Yudono3
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta
Jalan SWK No 104 (Lingkar Utara), Condong Catur, Yogyakarta, 55281, Indonesia
Email: dian.hudawan@upnyk.ac.id

Abstrak

Kecamatan Tawangsari dan Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa


Tengah merupakan wilayah yang dilalui proyek pelurusan Sungai Bengawan Solo. Setelah
dilakukan pelurusan Sungai Bengawan Solo timbul masalah baru, yaitu munculnya
beberapa ruas bekas sungai. Pada awal tahun 2006 terjadi bencana banjir di sekitar ruas
bekas sungai akibat masuknya aliran dari Sungai Bengawan Solo melalui ruas bekas
sungai sehingga menggenangi permukiman dan lahan pertanian. Berdasarkan hal
tersebut, ruas bekas sungai belum dikelola dengan baik sehingga menimbulkan masalah
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerawanan banjir di
kawasan sekitar ruas bekas sungai di lokasi penelitian. Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah metode survei dan pemetaan lapangan serta metode skoring dan
pembobotan. Skoring dan pembobotan dilakukan terhadap beberapa parameter, yaitu curah
hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan, elevasi, dan jarak wilayah
dengan sungai (buffer). Zonasi kerawanan banjir didapatkan dengan metode skoring dan
pembobotan berdasarkan parameter tersebut. Hasil penelitian menunjukkan di lokasi
penelitian terdiri dari 3 zona kerawanan banjir yaitu kerawanan rendah sebesar 66,7%,
kerawanan sedang sebesar 27,75%, dan kerawanan tinggi sebesar 5,55% dari total luas
daerah penelitian.

Kata kunci: Kerawanan Banjir, Ruas Bekas Sungai, Zonasi

Abstract

Tawangsari Subdistrict and Sukoharjo Subdistrict, Sukoharjo Regency, Central Java


Province are the areas that have passed the Bengawan Solo River alignment project. After
rectifying the Bengawan Solo River, a new problem arose, namely the emergence of several
ex-river segments called billabong. In the early of 2006 there was a flood around the former
river section due to the influx of flow from the Solo River along the former river section so
that it inundated settlements and agricultural land. Based on this, the former river section
has not been managed well, causing environmental problems. This study aims to determine
the use of the former river section as a flood disaster control engineering. This study aims
to determine the level of flood vulnerability in the area around the former river section of
the study location. The methods used in data collection are survey and field mapping
methods as well as scoring and weighting methods. Scoring and weighting are carried out
on several parameters, namely rainfall, slope, soil type, land use, elevation, and distance of
the area from the river (buffer). Zoning of flood hazard is obtained by scoring and weighting
methods based on these parameters. The research area has three flood vulnerability zones,
namely low vulnerability with 66,7%, moderate vulnerability with 27,75%, and high
vulnerability level with 5,55% of the total area of the study area.

Key words: Flood Hazard, Billabong, Zoning

Jurnal Geografi Vol 12 No. 01 – 2020 Z o n a s I T i n g k a t | 32


DOI: 10.24114/jg.v12i01.14390
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

PENDAHULUAN dan lahan kering dengan sistem drainase


Berbagai permasalahan yang selama yang buruk. Pada daerah penelitian,
ini muncul di Sungai Bengawan Solo antara sebagian ruas bekas sungai digunakan
lain adalah erosi, kegiatan penambangan, sebagai lahan bercocok tanam pada musim
pencemaran dan banjir (Prasetya, 2010). kemarau dan penampung limpasan air pada
Namun, permasalahan utama yang sering musim hujan.
terjadi pada sungai Bengawan Solo adalah Ruas bekas sungai merupakan bekas
bencana banjir (Putri, 2010). Tahun 1990 lembah sungai yang berbentuk cekungan
hingga 1994 dilakukan pelurusan Sungai sehingga memiliki karakteristik, yaitu
Bengawan Solo Hulu di daerah Sukoharjo, tergenang air yang dapat mencapai
Surakarta, dan Karanganyar (Suryanta, ketinggian 1 m hingga 1,5 m atau bahkan
2018). Pelurusan sungai secara fisik lebih pada musim hujan. Ruas bekas sungai
menimbulkan paling sedikit dua perubahan akan dipenuhi oleh tumbuhan liar seperti
pada morfologi sungai, yaitu terbentuknya eceng gondok pada musim hujan (Gambar
alur sungai baru dan terbentuknya alur 1). Pada musim kemarau, ruas bekas sungai
sungai yang tidak dialiri lagi yang dikenal akan mengalami penurunan ketinggian air
masyarakat dengan istilah sungai mati. bahkan dibeberapa lokasi kondisinya
Dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum mengering. Kondisi tanah pada ruas bekas
No. 18/PRT/2009 Tentang Pedoman sungai di lokasi penelitian sebagian besar
Pengalihan Alur Sungai Dan/ Atau tetap jenuh air meskipun pada musim
Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai, kemarau.

Gambar 1. Kondisi Genangan Air Pada Ruas Bekas Sungai Pada Musim Hujan

istilah sungai yang tidak berfungsi sebagai Pada tahun 2006 terjadi bencana
alur sungai untuk mengalirkan air sungai banjir di sekitar ruas bekas sungai akibat
disebut ruas bekas sungai. masuknya aliran air dari Sungai Bengawan
Kecamatan Tawangsari dan Solo ke ruas bekas sungai sehingga
Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten menggenangi permukiman dan lahan
Sukoharjo, Jawa Tengah merupakan salah pertanian warga serta menyebabkan satu
satu wilayah yang dilalui proyek pelurusan rumah roboh. Berdasarkan hal tersebut, ruas
Sungai Bengawan Solo karena merupakan bekas sungai belum dikelola dengan baik
daerah rawan bencana banjir. Setelah sehingga menimbulkan masalah
dilakukan pelurusan Sungai Bengawan Solo lingkungan.
daerah tersebut tidak mengalami banjir
tahunan namun menimbulkan masalah METODE PENELITIAN
baru, yaitu munculnya beberapa ruas bekas Metode pengumpulan data dalam
sungai. Sebagian ruas bekas sungai penelitian ini adalah metode survei dan
merupakan lahan basah berupa genangan pemetaan lapangan yaitu melakukan

Jurnal Geografi Vol 12 No. 01 – 2020 Z o n a s I T i n g k a t | 33


DOI: 10.24114/jg.v12i01.14390
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

pengamatan dan pengukuran secara hanya terdapat dua kelas, yaitu kemiringan
langsung di lapangan untuk mengetahui lereng datar dan landai.
kondisi eksisting pada lokasi penelitian.
(Syaripudin, 2014).Penyusun menggunakan Tabel 2. Parameter Curah Hujan
metode survey dan pemetaan untuk No Curah Hujan Bobot
crosscheck data sekunder yang telah Kelas (mm) Skor
didapatkan sebelumnya yang kemudian di 1. > 2500 9
cek dengan kondisi faktual di lapangan 2. 2001 - 2500 7
(Santoso, 2019). Pada penelitian ini metode 15%
3. 1501 - 2000 5
survei dan pemetaan juga digunakan dalam 4. 1000 - 1500 3
melakukan penelusuran banjir yang terjadi 5. < 1000 1
pada tahun 2006. Sumber: Kusumo (2016)
Metode pengharkatan dan
pembobotan ini digunakan untuk dapat Parameter curah hujan akan
mengetahui tingkat kerawanan banjir pada mempengaruhi laju infiltrasi dan debit
daerah penelitian. Skoring dan pembobotan rencana banjir. Pada daerah penelitian curah
yang dilakukan pada penelitian ini mengacu hujan hanya terdapat satu kelas, yaitu 1572
pada Kusumo, 2016 yang melakukan mm. Data curah hujan yang digunakan
pembobotan menggunakan metode expertise adalah data curah hujan hujan 20 Tahun
judgment yaitu pendapat para ahli. (1999 – 2018). Data curah hujan pada daerah
Parameter yang digunakan diantaranya penelitian didapatkan dari Balai
kemiringan lereng, curah hujan, Penyuluhan Pertanian Kecamatan
penggunaan lahan, jenis tanah, elevasi, dan Tawangsari.
jarak wilayah dengan sungai (buffer).
Tabel 3. Parameter Penggunaan Lahan
Tabel 1. Parameter Kemiringan Lereng No. Penggunaan Lahan Keterangan
Kelas Unit Bob
Warna Skor Kelas Skor
Lereng Relief ot
1. Lahan 9
0% - Hijau
Datar 9 terbuka,
8% Tua
8% - Hijau badan air,
Landai 7 tambak
15% Muda
15% - Bergelom 10 2. Permukiman, 7
Kuning 5
25% bang % sawah
25% - 25%
Curam Orange 3 3. Perkebunan, 5
40% tegalan
Sangat Merah 4. Kebun 3
> 40% 1
Curam Muda
campur,
Sumber: Chow (1968) dalam Kusumo (2016)
semak belukar
5. Hutan 1
Kemiringan lereng mempengaruhi
Sumber: Kusumo (2016)
arah, laju, dan konsentrasi limpasan air
hujan. Hal ini karena daerah dengan
Parameter penggunaan lahan akan
kemiringan lereng yang datar akan semakin
mempengaruhi laju limpasan air dan
besar potensinya terakumulasi air dari pada
infiltrasi apabila terjadi hujan. Daerah
daerah dengan kemiringan lereng terjal.
dengan penggunaan lahan seperti
Mengetahui kemiringan lereng di daerah
permukiman dan sawah memiliki tingkat
penelitian dilakukan dengan melakukan
skor paling besar, hal ini karena tingkat
metode pola kontur pada peta topografi
infiltrasi pada penggunaan lahan tersebut
yang telah dilakukan Cross Check lapangan.
rendah karena tanah telah bersifat kedap air.
Pada daerah penelitian kemiringan lereng

Jurnal Geografi Vol 12 No. 01 – 2020 Z o n a s I T i n g k a t | 34


DOI: 10.24114/jg.v12i01.14390
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Tabel 4. Parameter Jenis Tanah Semakin dekat jarak suatu wilayah


No. Jenis Tanah Bobot dengan sungai (buffer), maka peluang banjir
Kelas Skor akan semakin tinggi. Pada daerah penelitian
1. Vertisol, oxisol 9 kondisi alur sungai baru telah terdapat
2. Alfisol, ultisol, 7 tanggul di bagian kanan dan kirinya,
molisol sehingga memperkecil potensi banjir.
10% Berdasarkan penelusuran banjir di
3. Inceptisol 5
4. Entisol, histosol 3 daerah penelitian, banjir disebabkan karena
5. Spodosol, andisol 1 masuknya air dari alur sungai baru menuju
Sumber: Kusumo (2016) alur sungai lama (backwater), oleh karena itu,
parameter buffer dihitung dari alur sungai
Penetapan skor pada parameter lama. Parameter buffer diberikan bobot
tanah didasarkan pada terstur dari jenis tertinggi karena berdasarkan penelusuran
tanah. Pada daerah penelitian hanya banjir yang pernah terjadi adalah disekitar
terdapat satu jenis tanah yaitu tanah aluvial alur sungai lama.
yang masuk dalam kelas entisol berdasarkan Formula yang digunakan dalam proses
padanan Klasifikasi Tanah Nasional overlay dengan menggunakan metode
(BBSDLP) dengan Soil Taksonomi Tahun aritmatika adalah sebagai berikut:
2014 (Subardja et al, 2014).
Tabel 5. Parameter Elevasi KB= (15xCH) + (10xKL) + (10xJT) + (25xPL)
No. Elevasi Keterangan (20x E) + (20xB) (1)
Kelas Harkat Keterangan :
(mdpl) CH : Curah Hujan
1. 0 – 20 9 20% KL : Kemiringan Lereng
2. 21 – 50 7 JT : Jenis Tanah
3. 51 – 100 5 PL : Penggunaan Lahan
4. 101 – 300 3 E : Elevasi
5. > 300 1 B : Buffer
Sumber: Kusumo (2016)
Penetapan daerah rawan banjir
dilakukan dengan menganalisis hasil dari
Parameter elevasi berpengaruh
hasil keseluruhan parameter. Pada
terhadap terjadinya banjir, hal ini
penelitian ini dilakukan modifikasi kelas
didasarkan pada sifat air yaitu mengalir
kerawanan banjir berdasarkan Kusumo
ketempat yang lebih rendah. Pada daerah
(2016) supaya sesuai dengan kondisi
yang memiliki daerah dengan elevasi
eksisting dilapangan. Pada penelitian ini,
rendah akan berpotensi lebih besar terkena
klasifikasi daerah rawan banjir dibagi ke
banjir daripada daerah yang memiliki
dalam lima kelas. Menurut Saputra (2013),
elevasi yang lebih tinggi. Pada daerah
dalam menentukan interval tingkat
penelitian elevasi berkisar antara 87 hingga
kerawanan banjir dalam pengklasifikasian
96 mdpl.
menggunakan rumus sebagai berikut:
Tabel 6. Parameter Buffer
No. Buffer Keterangan R
Kelas Harkat I= (2)
K
(meter) Keterangan:
1. 0 – 25 9 I = Lebar interval kelas
2. 25 – 50 7 R = Range/ rentang beda nilai data tertinggi
3. 50 – 75 5 20% dengan data terendah
4. 75 – 100 3 K = Jumlah interval kelas
5. > 100 1
Sumber: Kusumo (2016)

Jurnal Geografi Vol 12 No. 01 – 2020 Z o n a s I T i n g k a t | 35


DOI: 10.24114/jg.v12i01.14390
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Kerawanan berasal dari hujan maupun luapan dari
Banjir badan air akan sulit meresap atau
No. Interval terinfiltrasi ke dalam tanah, sehingga terjadi
Keterangan Kelas
Kelas penggenangan. Tekstur tanah pada daerah
1. 440 – 526 Kerawanan penelitian bertekstur lempung pada
Rendah permukaan, lempung debuan, dan pasir di
2. 527 – 613 Kerawanan bagian dalam berdasarkan pengeboran
Sedang tanah. Tekstur tanah lempung berakibat
3. 614 - 700 Kerawanan lambatnya proses infiltrasi yang
Tinggi mempengaruhi lama genangan di daerah
Sumber: Pengolahan Data Penulis, 2019 penelitian.
Penggunaan lahan merupakan salah
HASIL DAN PEMBAHASAN satu parameter yang berperan pada
Evaluasi tingkat kerawanan bencana besarnya air limpasan permukaan. Pada
banjir dilakukan dengan analisis tumpang daerah penelitian terdapat penggunaan
susun terhadap parameter yang digunakan lahan permukiman, persawahan, tegalan,
peneliti. Parameter yang digunakan pada badan air, dan tanggul, namun yang
penelitian ini mengacu pada Jurnal Sting mendominasi adalah penggunaan lahan
Vol.1 tahun 2016 (Kusumo, 2016). Sebelum permukiman dan tegalan.
dilakukan tumpang susun tersebut, setiap Parameter elevasi berpengaruh
parameter penentu dilakukan analisis terhadap luasan terjadinya bencana banjir,
skoring dan pembobotan terlebih dahulu. hal ini dikarenakan sifat air yang mengalir
Tingkat kerawanan bencana banjir ke daerah yang lebih rendah. Daerah
ditentukan dengan semakin besar total skor penelitian memiliki elevasi 87 – 96 mdpl
setiap parameter maka semakin besar sehingga hanya terdapat satu kelas, yaitu
tingkat kerawanan bencana banjir di daerah kelas elevasi 51 – 100 mdpl.
penelitian. Parameter buffer atau jarak wilayah
Curah hujan merupakan salah satu terhadap sungai atau badan air merupakan
faktor pemicu terjadinya bencana banjir, parameter yang paling berpengaruh di
diantaranya adalah mempengaruhi besar daerah penelitian. Hal ini dikarenakan
debit aliran Sungai Bengawan Solo. Pada bencana banjir yang terjadi pada tahun 2006
penelitian ini hanya digunakan data curah tersebut merupakan backwater dari Sungai
hujan Kecamatan Tawangsari saja, hal ini Bengawan Solo yang masuk melalui ruas
dikarenakan daerah penelitian seluas bekas sungai dan menggenangi daerah
165,127 ha. disekitar ruas bekas sungai.
Kemiringan lereng pada daerah Kemudian untuk mendapatkan
penelitian hanya terdapat 2 kelas, yaitu zonasi tingkat kerawanan bencana banjir,
datar dengan kemiringan 0-6% (0°-3,43°) semua parameter yaitu curah hujan,
dan landai 8-15% (4,57°-8,53°). Daerah kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan
penelitian memiliki bentuklahan dataran lahan, elevasi, dan buffer dilakukan
aluvial dengan ketinggian 87 – 96 mdpl yang overlay/tumpang susun. Semua parameter
merupakan daerah yang cenderung datar kemudian dilakukan pengharkatan dan
sehingga semakin besar potensi untuk pembobotan. Setelah itu dilakukan
menjadi daerah genangan dan terjadi banjir. pengklasifikasian kelas zonasi tingkat
Jenis tanah pada daerah penelitian kerawanan bencana banjir dengan tiga zona,
hanya ada satu jenis, yaitu tanah aluvial. yaitu kerawanan rendah, kerawanan
Penetapan parameter jenis tanah ini sedang, dan kerawanan tinggi. Untuk lebih
didasarkan pada tekstur tanah. Hal ini jelasnya pengklasifikasian kelas zonasi
disebabkan semakin halus tekstur tanah tingkat kerawanan bencana banjir dapat
menyebabkan air limpasan permukaan yang dilihat pada Tabel 8 sedangkan persebaran
zonasi dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:

Jurnal Geografi Vol 12 No. 01 – 2020 Z o n a s I T i n g k a t | 36


DOI: 10.24114/jg.v12i01.14390
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Tabel 8. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir


No Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir Luasan (Ha) Persentase (%)
1. Kerawanan Rendah 110,14 66,7
2. Kerawanan Sedang 45,83 27,75
3. Kerawanan Tinggi 9,16 5,55
Total 165,13 Ha 100%
Sumber : Hasil Analisis Penelitian, 2019

Gambar 2. Peta Tingkat Kerawanan Banjir

Zona kerawanan rendah dapat Zona kerawanan sedang merupakan


dikatakan sebagai kawasan yang paling kawasan yang termasuk potensial kritis
aman terhadap kemungkinan terjadi banjir. terhadap kemungkinan terjadi banjir.
Hal ini disebabkan karena daerah ini berada Kawasan dengan zona kerawanan sedang
lebih dari 75 meter berdasarkan buffer ruas berada pada jarak 25 – 50 meter berdasarkan
bekas sungai dengan penggunaan lahan buffer ruas bekas sungai dengan penggunaan
berupa tegalan, sawah, dan permukiman. lahan berupa permukiman dan tegalan.
Berdasarkan hasil analisis tingkat Berdasarkan hasil analisis tingkat
kerawanan banjir, kawasan dengan kerawanan banjir, daerah dengan
kerawanan rendah di daerah penelitian kerawanan sedang di daerah penelitian
seluas 110,14 ha atau mencakup 66,7% dari seluas 45,83 ha atau mencakup 27,75% dari
total luas daerah penelitian. total luas daerah penelitian.

Jurnal Geografi Vol 12 No. 01 – 2020 Z o n a s I T i n g k a t | 37


DOI: 10.24114/jg.v12i01.14390
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Zona kerawanan tinggi merupakan Kusumo, Probo dan Evi Nursani. (2016).
kawasan yang termasuk kritis terhadap Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir Dengan
kemungkinan terjadi banjir. Kawasan Sistem Informasi Geografis Pada DAS
dengan zona kerawanan tinggi berada pada Cidurian, Kabupaten Serang, Banten.
jarak 0 – 25 meter berdasarkan buffer ruas Jurnal String Vol. 1 No. 1 ISSN: 2527 –
bekas sungai dengan penggunaan lahan 9661.
berupa permukiman. Berdasarkan hasil Prasetya, D. (2010). Visualisasi Kerusakan
analisis tingkat kerawanan banjir, daerah Lingkungan Sungai Bengawan Solo.
dengan kerawanan tinggi di daerah Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi
penelitian seluas 9,16 ha atau mencakup Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
5,55% dari total luas daerah penelitian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Putri, D.R., Tunjung Wijayanto Suharso.,
KESIMPULAN Fadly Usman .(2010). Arahan Konservasi
Penentuan tingkat kerawanan banjir Wilayah Sungai Bengawan Solo Yang
dipengaruhi oleh parameter kemiringan Melalui Perkotaan Bojonegoro. Jurnal Tata
lereng, curah hujan, penggunaan lahan, jenis Kota dan Daerah Vol2. No 2. Hal 75 – 81.
tanah, elevasi, dan jarak wilayah dengan Santoso, DH. (2019). Penanggulangan Bencana
sungai (buffer). Kawasan dengan kerawanan Banjir Berdasarkan Tingkat Kerentanan
tinggi berada pada jarak 0 – 25 meter dengan Metode Ecodrainage Pada
berdasarkan buffer ruas bekas sungai dengan Ekosistem Karst di Dukuh Tungu, Desa
penggunaan lahan berupa permukiman, Girimulyo, Kecamatan Panggang,
kawasan dengan kerawanan sedang berada Kabupaten Gunungkidul, DIY. Jurnal
pada jarak 25 – 50 meter berdasarkan buffer Geografi Vo 16. No 1. Hal 7- 15
ruas bekas sungai dengan penggunaan Saputra, Roni. (2013). Statistik Terapan Dalam
lahan berupa permukiman dan tegalan, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Tugas Akhir.
kawasan dengan kerawanan rendah berada Program Studi D-IV Analis Kesehatan
pada jarak lebih dari 75 meter berdasarkan Stikes Perintis Sumbar. Padang
buffer ruas bekas sungai. Berdasarkan hal Subardja, D., S. Ritung, M. Anda, Sukarman,
tersebut, perlu adanya penelitian lanjutan E. Suryani, dan R.E. Subandiono. (2016).
terkait pengelolaan ruas bekas sungai pada Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah
zona kerawanan tinggi maupun zona Nasional. Bogor: Balai Besar Penelitian
kerawanan sedang. dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian, Badan Penelitian dan
DAFTAR PUSTAKA Pengembangan Pertanian.
Atmaka, FX. Nanang Agus Tri. (2004). Suryanta, J., Nursugi., Irmadi Nahib.(2018).
Evaluasi normalisasi sungai Bengawan Solo Identifikasi Morfologi Sungai Dengan Citra
hulu dengan konsep eko-hidraulik. Skripsi. Satelit Dalam Restorasi Sungai (Studi
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Kasus Bengawan Solo Hulu). Prosiding
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Seminar Nasional Geografi UMS IC
Kepmen PU (2009). Keputusan Menteri 2018
Pekerjaan Umum No. 18/PRT/2009 Syaripudin, Akhmad. (2014). Pengantar
Tentang Pedoman Pengalihan Alur Survey dan Pengukuran. Jakarta :
Sungai Dan/ Atau Pemanfaatan Ruas Direktorat Pembinaan SMK
Bekas Sungai. Pekerjaan Umum.

Jurnal Geografi Vol 12 No. 01 – 2020 Z o n a s I T i n g k a t | 38

Anda mungkin juga menyukai