Anda di halaman 1dari 12

PENENTUAN LOKASI EMBUNG DI KOTA MOJOKERTO BERDASARKAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS
Istiqomah ‘Aini, Abdul Wahid Hasyim, Donny Harisuseno
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886
Email: istiqomahaini1571@gmail.com

ABSTRAK

Perubahan tutupan lahan dan adanya penyempitan badan sungai, dapat menyebabkan sungai meluap dan banjir
jika terjadi hujan deras. Berdasarkan siklus hidrologi banjir akan selalu terjadi, sehingga diperlukan solusi yang
inovatif untuk mengatasi banjir di Kota Mojokerto. Embung merupakan konservasi air daerah cekungan disungai
atau alran air dan merupakan salah satu inovasi manahan juga tampungan air yang mempunyai banyak manfaat,
(Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, Kementerian Pertanian, 2011). Penelitian ini dilaksanakan untuk menentukan
lokasi yang sesuai untuk embung dengan menggunakan hasil skoring dari analisis AHP. Bobot dari AHP akan
digunakan sebagai penentu kelas klasifikasi kesesuaian lahan lokasi embung setelah overlay peta dilakukan. Kelas
klasifikasi keseusian lokasi embung ada empat yaitu sesuai, cukup sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai. Lokasi
yang sesuai memiliki total luas 4991,20 Ha atau 24,69% dari total luas Kota Mojokerto yang tersebar di 18
kelurahan. Kelurahan dengan luas lokasi sesuai dan sangat sesuai terbesar adalah Kelurahan Kedundung yang
berada di sebelah barat Kota Mojokerto.

Kata Kunci : Embung, Sistem-Informasi-Geografis, AHP

ABSTRACT

Land cover changes and narrowing of river bodies, can cause rivers to overflow and floods when heavy rains
occur. Based on the hydrological cycle, floods will always occur, so innovative solutions are needed to overcome
flooding in Mojokerto City. Retention basin is a water conservation area near a river or water flow and being one
of the innovations for managing water reservoirs that has many benefits (Directorate of Irrigation Water
Management, Ministry of Agriculture, 2011). This research was conducted to determine the appropriate location
for the reservoir using the scoring results from the AHP analysis. The weight of the AHP will be used as a
determinant of the land suitability classification class of the reservoir location after the map overlay is carried
out. There are four classification classes for the suitability of the location of the reservoir, namely suitable, quite
suitable, less suitable and not suitable. The suitable location has a total area of 4991.20 Ha or 24.69% of the total
area of Mojokerto City which is spread over 18 urban villages. The village with the largest suitable and most
suitable location area is Kedundung Village, which is located in the west of Mojokerto City.

Keywords: Retention-Basin, Geographic-Information-System, Analytic-Hierarchy-Process.

Hadmaja, 2012). Perubahan tutupan lahan


PENDAHULUAN tersebut menyebabkan berkurangnya tempat
Perencanaan tata ruang menjadi bagian penyerapan air dan semakin singkatnya waktu
yang sangat penting dalam upaya untuk konsentrasi banjir (Harisuseno, Khaeruddin and
mewujudkan pembangunan kota yang Hariwibowo, 2019; Khaeruddin, Harisuseno and
berkelanjutan (Harisuseno, Bisri and Yudono, Krisnayanti, 2018). Hal ini mengakibatkan debit
2012). Permasalahan penataan keseimbangan air limpasan air lebih besar dari debit saluran
menjadi salah satu komponen penting dalam (Harisuseno and Cahya, 2020; Harisuseno, Bisri
perencanaan tata ruang untuk meminimalisir and Tunggul, 2020), sehingga anak Sungai Brantas
terjadinya masalah genangan dan kekeringan di yaitu Kali Sadar Kota Mojokerto meluap.
wilayah perkotaan (Harisuseno and Bisri, 2017). Selain itu di bagian hilir Kali Sadar,
Setiap tahun Kota Mojokerto mengalami khususnya bagian sungai yang akan masuk pada
peningkatan perubahan tutupan lahan, Sungai Porong terjadi pendangkalan dan
pertambahan lahan terbangun di Kota Mojokerto penyempitan badan sungai. Badan sungai yang
dari tahun 2010 hingga 2012 sebesar 648,828 ha, sudah tak mampu menampung debit air hujan
768,43 ha, 821,01 ha, (BPN Kota Mojokerto dalam

Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021 193
PENENTUAN LOKASI EMBUNG DI KOTA MOJOKERTO BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

menyebabkan terjadinya luapan di hampir topografi. Variabel dan sub variabel ada pada
sepanjang DAS Kali Sadar. Tabel 1.
Salah satu cara untuk mengatasi
Tabel 1. Variabel Penelitian
permasalahan luapan air sugai di Kota Mojokerto Variabel Sub Variabel
sesuai dengan RPJM Kota Mojokerto adalah Hidrologi 1. Curah hujan
dengan pembangunan embung. Embung adalah 2. Evapotranspirasi
inovasi drainase yang dapat berfungsi sebagai 3. Keseaimbangan air
pengendali banjir, (Dirjen Sarana dan Prasarana 4. Jarak Dengan Sungai
Pertanian, 2015). Lokasi embung ditentukan 5. Ketersediaan air untuk embung
dengan menggunakan analisis debit andalan, dan
Sedimentasi dan 1. R (Arnoldus)
Erosi
2. Indeks K
analisis kekritisan lahan yang akan di overlay
3. Faktor LS
dengan peta daerah cekungan, peta tutupan 4. Faktor P
lahan dan peta jarak lahan tak terbangun dengan 5. Faktor C
sungai, sehingga didapatkan alternatif lokasi 6. Solum Tanah
embung di Kota Mojokerto. Alternatif lokasi 7. TBE dan Kekritisan Lahan
embung akan dilakukan skoring menggunakan Tutupan Lahan 1. Lahan Terbangun
AHP guna menentukan lokasi embung paling 2. Lahan Tak Terbangun
optimal. Alternatif lokasi embung yang terpilih 3. Luasan Sub DAS
diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam Topografi 1. Ketinggian
penentuan arahan lokasi embung sesuai kriteria 2. Kelerengan
3. Kontur
untuk Kota Mojokerto. Alternatif lokasi embung Sumber: Pedoman Teknis Konservasi Air Tahun 2007
yang terpilih akan menjadi rekomendasi bagi tata
rung di Kota Mojokerto. Teknik Sampling
Pembangunan embung sudah tertuang Populasi yang digunakan adalah seluruh
dalam RPJM Kota Mojokerto Tahun 2018-2023 staf ahli dari SKPD terkait di Kota Mojokerto.
dan merupakan salah satu program prioritas Metode pengambilan sampling yang digunakan
pembangunan di Kota Mojokerto. Tetapi embung dalam penelitian “Penentuan Lokasi Embung di
yang akan direncanakan pembangunannya belum Kota Mojokerto dengan Sistem Informasi
memiliki lokasi yang sesuai, sehingga perlu Geografis” adalah non probability sampling,
dilaksanakan studi ini untuk menentukan lokasi purposive sampling.
embung. Dengan adanya studi ini diharapkan
Kota Mojokerto mendapatkan solusi atas Metode Analisis
permasalahan banjir dari luapan sungai. Analisis TBE dan Kekritisan Lahan

METODE PENELITIAN Persamaan penentuan laju erosi lahan


dapat dihitung menggunakan metode USLE atau
Jenis Penelitian Universal Soil Loss Equation (Nustyani,
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Andawayanti and Harisuseno, 2020). Rumus laju
penelitian adalah bentuk penelitian kajian erosi berdasarkan USLE adalah:
deskriptif-kuantitati. Suatu penelitian kuantitatif 𝐴 = 𝑅. 𝐿𝑆. 𝐾. 𝐶. 𝑃
menggunakan proses menemukan pengetahuan Keterangan:
dengan menggunakan data angka untuk A = Banyaknya tanah yang tererosi tiap satuan
menemukan informasi yang ingin diketaui. luas dan waktu (ton/th/ha)
Informasi ini selanjutnya digunakan dalam R = Faktor erosivitas hujan (tidak berdimensi)
menentukan alternatif pada saat pengambilan K = Faktor erodibilitas tanah (tidak berdimensi)
keputusan. LS = Faktor panjang kemiringan lahan (tidak
berdimensi)
Variabel Penelitian C = Faktor tanaman penutup lahan dan
Berdasarkan tujuan penelitian yaitu manajemen tanaman (tidak berdimensi)
mengetahui lokasi embung berdasarkan sistem P = Faktor tindakan konservasi (tidak
informasi geografis, maka melalui teori yang berdimensi)
terkait dalam penelitian ini ditetapkan empat Terdapat dua metode untuk menghitung
variabel. Variabel hidrologi, variabel sedimentasi erosivitas hujan, yaitu metode Bols dan metode
dan erosi, variabel tutupan lahan serta variabel Arnoldus. Perhitungan indeks erosivitas hujan

194 Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021
Istiqomah ‘Aini, Abdul Wahid Hasyim, Donny Harisuseno

dengan metode Arnoldus dapat menggunakan No. Macam Penggunaan Lahan Nilai Faktor C
19 Talas 0,85
rumus: 20 Kebun campuran
𝑝! • Kerapatan Tinggi 0,1
𝐹 = , • Kerapatan Sedang 0,2
𝑃 • Kerapatan Rendah 0,5
Keterangan: 21 Perladangan 0,4
F = Indeks erosivitas hujan bulanan 22 Hutan Alam
p = Rerata curah hujan bulanan (mm) • Serasah banyak 0,001
• Serasah sedikit 0,005
P = Rerata curah hujan tahunan (mm) 23 Hutan Produksi
Pendekatan Jenis Tanah dengan nilai K • Tebang Habis 0,5
menggunakan skoring kepekaan tanah terhadap • Tebang Pilih 0,2
24 Semak belukar, padang rumput 0,3
erosi. Skoring tersebut terdapat pada tabel 25 Ubi kayu + kedelai 0,181
berikut. 26 Ubi kayu + kacang tanah 0,195
27 Padi – sorghum 0,345
Tabel 2. Kepekaan Tanah Terhadap Erosi 28 Padi – kedelai 0,417
Kelas Jenis Tanah Nilai Skor (K) 29 Kacang tanah + gude 0,495
1 Aluvial, Planosol Hidromorf 1 30 Kacang tanah + kacang tunggak 0,571
2 Latosol 2 31 Kacang tanah + mulsa jerami 4 t/ha 0,049
3 Mediteran 3 32 Padi + mulsa jerami 4 t/ha 0,096
4 Andosol, Laterik, Grumosol 4 33 Kacang tanah + mulsa jagung 4 t/ha 0,128
5 Podsol, Podsolic, Regosol, Litosol, 5 34 Kacang tanah + mulsa crotalaria 3 t/ha 0,136
Rensina, Orgosol 35 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,259
Sumber: Utomo dalam Asmaranto (2012) 36 Kacang tanah + mulsa jerami 2 t/ha 0,377
37 Padi + mulsa crotalaria 3 t/ha 0,387
Faktor LS dapat diketahui dengan beberapa
38 Pola tanaman tumpang gilir + mulsa 0,079
metode, yaitu tabel perbandingan atau rumus. jerami
Metode yang paling sering digunakan adalah 39 Pola tanaman berurutan + mulsa sisa 0,357
tanaman
metode Nilai Faktor LS yang digambarkan pada 40 Alang-alang murni subur 0,001
rumus berikut: 41 Padang rumput (stepa) dan savana 0,001
42 Rumput brachiaria 0,002
"
𝐿𝑆 = .#$$ (0,136 + 0,097𝑆 + 0,0139𝑆 ! Sumber: Utomo dalam Asmaranto (2012)
Faktor pengolahan tanah (P) merupakan
Keterangan:
bentuk usaha manusia untuk membatasi
LS : Faktor panjang lereng dan kemiringan
semaksimum mungkin pengaruh erosi terhadap
lereng
lahan. Nilai P terhadap tiap tindakan konservasi
L : Panjang lereng (m)
tanah ada pada Tabel 4.
S : Kemmiringan lereng (%)
sumber: Utomo dalam Asmaranto (2012) Tabel 4. Nilai P
Faktor C menggambarkan nisbah antara No Tindakan Konservasi Tanah Nilai P
besarnya erosi dari lahan yang bertanaman 1 Terras Bangku
• Konstruksi baik 0,04
tertentu dan dengan manajemen (pengelolaan) • Konstruksi sedang 0,15
tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang • Konstruksi kurang baik 0,35
• Terras tradisional 0,40
tidak ditanami dan diolah bersih. Nilai C terhadap
2 Strip tanaman rumput 0,40
penggunaan lahan ada pada Tabel 3. 3 Pengolahan tanah dan penanaman menurut
garis kontur 0,50
Tabel 3. Nilai C • Kemiringan 0 – 8% 0,75
No. Macam Penggunaan Lahan Nilai Faktor C • Kemiringan 9 – 20% 0,90
1 Tanah terbuka tanpa tanaman 1,0 • Kemiringan > 20%
2 Hutan atau semak belukar 0,001 4 Tanpa tindakan konservasi 1,00
3 Savana dan prairie yang baik 0,01 Sumber: Utomo dalam Asmaranto (2012)
4 Savana dan prairie yang rusak untuk 0,1
gembalaan Selanjutnya adalah penentuan TBE dan
5 Sawah 0,001 tingkat kekritisan lahan, yang dapat diketahui
6 Tegalan tidak dispesifikasi 0,7
7 Ubi kayu 0,8
setelah membandingkan dengan kedalaman
8 Jagung 0,7 solum tanah. Kelas bahaya erosi ada 5 dengan
9 Kedelai 0,399 kelas terendah yaitu kelas I dengan erosi kurang
10 Kentang 0,4
11 Kacang tanah 0,2 dari 15 Ton/Ha/Tahun. Kriteria penetapan tingkat
12 Padi gogo 0,55 bahaya erosi lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.
13 Tebu 0,2
14 Pisang 0,60 Tabel 5. Kriteria Penetapan TBE
15 Akar wangi 0,4 Kelas Bahaya Erosi
16 Rumput bede (tahun pertama) 0,287 Solum Tanah (cm) I II III IV V
17 Rumput bede (tahun kedua) 0,002 Erosi Ton/Ha/Tahun
18 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2

Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021 195
PENENTUAN LOKASI EMBUNG DI KOTA MOJOKERTO BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

<15 15-60 61-180 181-480 >480 - Q = R x A x 103 / (n x 24 x 3600) (aliran


Dalam (>90) SR R S B SB
Sedang(60-90) R S B SB SB
sungai)
Dangkal (30-60) S B SB SB SB
Sangat Dangkal
Analisis Debit Andalan
B SB SB SB SB
(<30)
Sumber: Utomo dalam Asmaranto (2012)
Debit andalan mempertimbangkan
banyaknya air yang tersedia untuk keperluan
Debit FJ. Mock tertentu (irigasi, air minum, dll) sepanjang tahun
Metode FJ. Mock menganggap bahwa dengan resiko kegagalan yang telah
hujan yang jatuh pada area penampungan diperhitungkan. Langkah-langkah dalam
sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, perhitungan debit andalan adalah sebagai
sebagian akan langsung menjadi direct run off dan berikut:
sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah 1. Merangking data mulai dari yang terbesar
(infiltrasi). Metode Mock mempunyai dua prinsip hingga terkecil
pendekatan perhitungan aliran permukaan yang 2. Menghitung probabilitas untuk masing-
terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas masing data dengan menggunakan
permukaan tanah dan neraca air bawah tanah persamaan Weibull (Subarkah dalam Sari,
yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi 2011):
𝑚
tanah. Langkah-langkah dalam perhitungan debit 𝑃= 𝑥 100%
FJ. Mock ada 3 yaitu data hujan, evapotranspirasi 𝑛+1
Keterangan:
dan keseimbangan air.
P = probabilitas %
1. Data Hujan
m = nomor urut data
- Total curah hujan dalam satu bulan
n = jumlah data
- Jumlah hari hujan setiap 15 hari
Metode ini cocok untuk DAS dengan
2. Evapotranspirasi
fluktuasi debit maksimum dan debit minimum
- Jumlah hari perbulan
relatif besar dari tahun ke tahun, kebutuhan
- Data evapotranspirasi potensial (ET0)
relatif tidak konstan sepanjang tahun, dan data
- Konversi data evapotranspirasi potensial
yang tersedia cukup panjang. Berdasarkan
- Faktor bukaan lahan
Soedarsono dalam Sari (2011), Keandalan
- Beda antara Et dan Ep: E = (ETo) x
berdasar kondisi debit dibedakan menjadi 4,
(m/100/20) x (19-n)
yaitu:
- Evapotranspirasi terbatas: Et = ET0 – E
1. Debit air musim kering
3. Keseimbangan Air
Debit dengan peluang keandalan 97,30%
- Keseimbangan air: Ds = P – Et
sebanyak 355 hari dalam 1 tahun
- Menentukan besarnya kandungan
2. Debit air rendah
kelembapan air tanah
Debit dengan peluang keandalan 75,34%
- Parameter kapasitas kelembapan tanah
sebanyak 275 hari dalam 1 tahun
(SMC)
3. Debit air normal
- Kelebihan Air: WS = Ds – SMS
Debit dengan peluang keandalan 50,68%
- I = WS x i
sebanyak 185 hari dalam 1 tahun
- 0,5(1 + k) I
4. Debit air cukup
- k : faktor resesi aliran air tanah pada
Debit dengan peluang keandalan 26,02%
daerah studi
sebanyak 95 hari dalam 1 tahun
- k x V(n-1)
- V(n-1) : kandungan air tanah pada bulan Analytic Hierarchy Process (AHP)
sebelummnya Sebelum melakukan overlay untuk
- Vn = k x V(n-1) + ½ (1 + k) I (penyimpanan menentukan lokasi dilakukan analisis AHP untuk
air tanah) menentukan bobot dari masing-masing variabel.
- DVn = Vn – Vn-1 (perubahan volume air) AHP digunakan untuk merangking setiap kriteria-
- BF = I – DVn (aliran dasar) kriteria dari penentuan lokasi embung, sehingga
- DR = WS – I (aliran permukaan) mendapatkan kesesuaian lokasi embung. Hierarki
- R = BF + DR (aliran total) AHP pada penelitian ini dilihat pada (Gambar 1).
Tabel 6. Data Total Curah Hujan Bulanan Stasiun Terusan

196 Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021
Istiqomah ‘Aini, Abdul Wahid Hasyim, Donny Harisuseno

Hujan Bulanan (mm)


Tahun
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
2002 152 113 108 5 0 0 0 0 0 0 0 242
2003 442 498 283 0 230 0 0 0 0 0 312 251
2004 410 215 293 130 82 0 0 0 0 0 90 142
2005 194 217 20 232 0 0 0 0 0 0 121 426
2006 328 227 351 236 116 46 0 0 0 0 0 242
2007 111 192 327 208 15 28 0 0 0 0 109 381
2008 161 148 540 81 0 0 0 0 0 0 131 448
2009 345 424 384 126 532 30 0 0 0 5 208 248
2010 415 440 267 393 138 35 105 93 55 107 155 193
2011 335 244 446 380 155 68 0 0 0 0 152 200
2012 396 175 122 154 65 0 0 0 0 0 181 205
2013 392 172 184 278 84 102 52 0 0 0 102 278
2014 198 142 186 131 4 10 0 0 0 0 0 107
2015 158 280 233 148 3 0 0 0 0 0 0 83
2016 161 348 166 51 57 53 10 0 15 190 90 203
2017 276 401 358 279 44 15 45 0 45 10 135 339

Sumber: Stasiun Klimatologi Jawa Timur Tahun 2018

Tabel 7. Data Klimatologi Mojokerto Kota


No Uraian Notasi Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nop Des
1 Suhu Udara t oC 27.2 26.9 26.9 27.4 27.3 26.9 25.9 25.8 27 28.2 28.3 27.7
2 Kelembapan RH % 82 83 84 78 76 75 74 74 72 72 79 83
3 Lama n/N % 47 41 54 77 76 45 68 79 79 70 60 43
Penyinaran
4 Kecepatan u m/det 1,94 1,71 1,58 1,52 1,61 1,70 1,82 1,77 1,98 1,95 1,62 1,56
Angin
Sumber: Stasiun Klimatologi Jawa Timur Tahun 2018

Debit Aliran FJ. Mock


Metode FJ. Mock menjelaskan hubungan
runoff dengan curah hujan, kelembapan tanah,
evapotraanspirasi dan penyimpanan air dalam
tanah. Perhitungan untuk menentukan debit
menggunakan contoh data pada Bulan Januari
periode I Tahun 2002 adalah sebagai berikut:
- Luas Sub DAS Sadar : 13,39 km2
- Luas Sub DAS Brangkal : 6,92 km2
- Koefisien infiltrasi jenis batu pasir : 0.30
- Faktor (k) : 0,6
- Total curah hujan Bulan Januari di Kota
Gambar 1. Hierarki AHP Mojokerto : 152 mm
- Jumlah hari hujan : 9
HASIL DAN PEMBAHASAN Evapotranspirasi Potensial
Pengolahan Debit Andalan/Ketersediaan Air Evapotranspirasi potensial dihitung
Debit andalan merupakan debit yang akan selalu mengguakan metode Penman dikarenakan
tersedia pada waktu yang lama dengan keandalan mempunyai parameter iklmatologi untuk daerah
tertentu. Kota Mojokerto tidak memiliki stasiun tropis lebih banyak agar hasilnya akan lebih teliti.
duga atau pengukur debit air, sehingga untuk Data yang digunakan untuk melakukan
memperkirakan besarnya debit andalan dihitung perhitungan metode Penman adalah:
dengan menggunakan metode simulasi hujan 1. Data letak lintang wilayah studi adalah 7028’
menjadi aliran (Rainfall-runoff model). Kota 2. Data luas lahan
Mojokerto terletak di Wilayah DAS Brantas Hilir 3. Data klimatologi
yang terdiri dari Sub DAS Sadar dan Sub DAS 4. t (suhu rerata bulanan)
Brangkal. Tabel 6 menyajikan data hujan bulanan 5. Rh (rata-rata kelembapan relatif bulanan)
dari tahun 2002-2017 pada Stasiun Terusan yang 6. n/N (rata-rata penyinaran matahari bulanan)
digunakan dalam studi ini. 7. u (rata-rata kecepatan angin bulanan)

Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021 197
PENENTUAN LOKASI EMBUNG DI KOTA MOJOKERTO BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Data Klimatologi Mojokerto KP Mojosari Setelah ETo diketahui selanjutnya mencari


7030’ LS 1120.30’ BT 28 mdpl Desa Pekukuhan evapotranspirasi terbatas atau ET.
Kecamatan Mojosari, Mojokerto yang terlihat Evapotranspirasi terbatas memiliki empat
pada Tabel 7, dan di Tabel 8 adalah luasan lahan tahapan perhitungan, yaitu:
tak terbangun di Kota Mojokerto. 1. ETo perbulan = 176,78
2. Prosentase lahan tak terbangun : 47,7%
Tabel 8. Permukaan Lahan yang Terbuka Kota
3. E = ETo*m/100/20*(19-n)
Mojokerto
Lahan Luas (%) Nilai m Nilai SMC = 1,36
(km2) (%) (mm) 4. ET = ETo – E
Pertanian 7,26 75,3 35,93 90 = 4,34
Lahan 2,38 24,7 11,77 50
Terbuka Analisis yang digunakan untuk menghitung
Jumlah 9,64 100 47,7 140 debit andalan adalah basic year. Nilai keandalan
Sumber: RDTR Kota Mojokerto Tahun 2018-2038
yang dilihat adalah 26,02% (cukup), 50,68%
Evapotranspirasi potensial dihitung pada (normal), 75,34% (rendah) dan 97,03% (kerig).
setiap bulan dalam satu tahun. Langkah-langkah Data menggunakan Q FJ. Mock dan Q andalan,
menentukan nilai ETo menggunakan contoh data pada tabel 4.5 terdapat perhitungan lengkapnya,
pada Bulan Januari adalah sebagai berikut: probabilitas pada setiap nilai keandalan adalah:
1. Rata-rata suhu bulanan (t) = 27,2 0C n = 16, P = 26,02%
2. Kecepatan angin (u) = 1,94 m/det !%,$!% ) (#%+#)
3. Kelembapan relatif (Rh) = 82 % Probabilitas = #$$%
4. Kecerahan matahari (n/N) = 47 % = 4,43 = 4
5. Berdasarkan tabel hubungan letak lintang n = 16, P = 50,68%
-$,%.% ) (#%+#)
dan nilai angot Ra = 15,80 mm/hr Probabilitas = #$$%
6. Setelah mengetahui suhu selanjutnya dapat = 8,615 = 8
mengetahui nilai ea untuk t = 27,2 n = 16, P = 75,34%
Ea = 36,12 mbar /-,01% ) (#%+#)
7. Ed = Rh x ea Probabilitas = #$$%
= 82% x 36,12 = 12,808 = 12
= 29,6 mbar n = 15, P = 97,30%
2/,0$% ) (#%+#)
8. Dengan t = 27,2 ˚C, maka W = 0,76 dan (1-W) Probabilitas =
#$$%
= 0,24 = 16,541 = 16
9. Dengan suhu atau t = 27,2 ˚C, nilai f(t) adalah
16,14 Tabel 9. Debit Andalan
No. Q FJ. Mock Debit Terurut Probabilitas
10. Rs = (0,25 + 0,54 x 47%) 15,8 Tahun Q Tahun Q %
= 7,96 mm/hr (m3/dt) (m3/dt)
11. Ea – ed = 36,12 – 29,6 1 2002 2,103 2004 6,359
2 2003 3,581 2017 6,283
= 6,52 mbar 3 2004 6,359 2010 6,195
12. F(ed) = 0,34 – 0,044 √𝑒𝑑 4 2005 3,139 2011 5,826 26,02
5 2006 3,242 2009 5,679
= 0,34 – 0,044 √29,6 6 2007 4,567 2007 4,567
= 0,10 mbar 7 2008 3,315 2016 3,849
13. F(n/N) = 0,1 + 0,9 (47%) 8 2009 5,679 2003 3,581 50,68
9 2010 6,195 2008 3,315
= 0,1 + 0,423 10 2011 5,826 2006 3,242
= 0,523 11 2012 3,213 2012 3,213
12 2013 3,136 2005 3,139 75,34
14. F(u) = 0,27 (1 + 0,864 x 1,94) 13 2014 2,408 2013 3,136
= 0,72 m/det 14 2015 2,225 2014 2,408
15. Rn1 = 16,14 x 0,10 x 0,523 15 2016 3,849 2015 2,225
16 2017 6,283 2002 2,103 97,30
= 0,85 mm/hr
16. ET* = 0,76 (0,75 (7,96 – 0,85)) + 0,25 x 0,72 Berdasarkan hasil perhitungan, nilai pada
x 6,52 debit andalan 97,3% (berada pada baris ke 16
= 5,17 mm/hr atau pada tahun terurut 2002, dan debit andalan
17. Nilai koefisien c untuk 01 adalah 1,1 . 75,34% berada pada baris ke-12 atau pada tahun
18. ETo = ET* x c 2012. Nilai pada debit andalan 50,68% berada
= 5,17 x 1,1 pada baris 8 atau pada tahun terurut 2016, serta
= 5,7 mm/hr debit andalan 26,02% berada pada baris ke-4 atau

198 Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021
Istiqomah ‘Aini, Abdul Wahid Hasyim, Donny Harisuseno

pada tahun 2011, sehingga debit yang digunakan menghitung erosi dengan metode USLE perlu
adalah debit tahun 2011. Dalam perencanaan diketahui indeks K, faktor LS dan faktor C juga
suatu proyek penyediaan air terlebih dahulu faktor P.
ditentukan debit andalan, tujuannya untuk
Indeks K
memperkirakan debit aliran yang selalu tersedia
di sungai. Indeks erodibilitas tanah (K) dapat
diketahui dari pendekatan jenis tanah yang telah
Indeks Erosivitas Arnoldus
dilakukan penelitian oleh Utomo pada tahun
Berdasarkan analisis debit andalan, 1994, dapat dilihat pada Tabel 2. Kota mojokerto
perhitungan erosi menggunakan data curah memiliki dua jenis tanah yaitu aluvial dan
hujan selama tahun 2011 sebagai tahun dasar. grumosol. Nilai K dengan jenis tanah aluvial
Data lainnya yang diperlukan dalam perhitungan adalah 0,20 dan jenis tanah grumosol adalah
erosi lainnya adalah jumlah hari hujan dan curah 0,26.
hujan maksimum serta guna lahan yang dapat
Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
dilihat pada tabel 10.
Berdasarkan RTRW Kota Mojokerto 2012-
Tabel 10. Data Curah Hujan Bulanan
Bln Data Jml Hujan Data Hujan
2032 kemiringan lereng Kota Mojokerto adalah
Curah Hari Maks Curah Maks 24 sebesar 0-2% (rendah). Nilai LS Kota Mojokerto
Hujan Hujan 24 Jam Hujan Jam (cm) terendah adalah sebesar 0,48 dan yang tertinggi
Bulan Bulan (mm) Blnn
(mm) (hari) (cm) sebesar 6,20.
Jan 335 12 80 33,5 8,0
Feb 224 12 40 22,4 4,0
Faktor C
Mar 446 15 60 44,6 6,0
Apr 380 9 101 38,0 10,1
Faktor C atau tutupan lahan ditentukan
Mei 155 3 98 15,5 9,8 mengguakan peta guna lahan dan dari
Jun 68 2 64 6,8 6,4 pengamatan di lapangan. Nilai C yang ada di Kota
Jul 0 0 0 0 0
Agu 0 0 0 0 0 Mojokerto berkisar antara 0,001 – 1.
Sep 0 0 0 0 0
Okt 0 0 0 0 0 Faktor Pengelolaan Lahan (P)
Nov 152 7 50 15,2 5,0
Des 200 7 65 20,0 6,5 Nilai P pada Kota Mojokerto berupa strip
Total 1980 67 558 198,0 55,8 tanaman rumput dan tertinggi tidak adanya
Rata 165 16,5 tindakan koservasi, hal ini diketahui setelah
Sumber : Stasiun Klimatologi Jawa Timur Tahun 2011
dilakukan pengamatan lapangan dan
Untuk mengetahui indeks erosivitas ada
perhitungan. Rentang nilai P adalah 0,04 sampai
dua metode yaitu metode Bols dan metode
dengan 1.
Arnoldus. Indeks erosivitas menggunakan
metode Arnoldus ada di tabel 11. Scoring Klasifikasi TBE
Tabel 11. Indeks Erosivitas Metode Arnoldus Perhitungan tingkat bahaya erosi (TBE)
Bulan P = Data (P^2) P F= menggunakan metode Arnoldus, yaitu membagi
Curah (P^2)/P
Hujan
erosivitas lahan metode Arnoldus dengan 100,
Bulanan setelah itu baru diklasifikasikan. Klasifikasi TBE
(Mm) ada 5 yaitu sangat ringan, ringan, sedang dan
Januari 335 112225 1980 56,68
Februari 224 59636 1980 30,07 berat serta sangat berat. TBE di Kota Mojokerto
Maret 446 198916 1980 100,46 dari semua guna lahan termasuk klasifikasi
April 380 144400 1980 72,93 Ringan karena memiliki nilai <15 ton/ha/tahun.
Mei 155 24025 1980 12,13
Juni 68 4624 1980 2,34 Penentuan Lahan Kritis
Juli 0 0 1980 0
Augstus 0 0 1980 0 Lahan kritis dapat ditentukan dengan
September 0 0 1980 0
Oktober 0 0 1980 0 membandingkan TBE dengan kedalaman solum
November 152 23104 1980 11,67 tanah. Berdasarkan perhitungan TBE, seluruh
Desember 200 40000 1980 20,20
guna lahan memiliki tingkat bahaya erosi yang
Total 1980 306,48
ringan (<15 t0n/ha/tahun), dan kedalaman solum
Berdasarkan Tabel 11 Indeks erosivitas tanah Kota Mojokerto adalah 60-90 cm. Lahan di
menggunakan metode Arnoldus sebesar 306,48 wilayah Kota Mojokerto masuk dalam kategori
mm. Setelah indeks erosivitas diketahui, untuk potensial kritis. Potensial kritis adalah lahan yang

Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021 199
PENENTUAN LOKASI EMBUNG DI KOTA MOJOKERTO BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

memiliki tanah yang bebas dari erosi, atau erosi


ringan/sangat ringan. Peta tinkat kekritisan lahan
dapat dilihat pada (Gambar 2).

Gambar 4. Peta Klasifikasi Ketinggian Kota


Mojokerto
Jarak dengan Sungai atau Anak Sungai
Gambar 2. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Kota
Mojokerto Salah satu syarat pembngunan embung
berdasarkan Pedoman Teknis Konservasi Air
Pengolahan Tutupan Lahan
Melalui Pembangunan Embung Tahun 2007,
Tutupan Lahan Kota Mojokerto memiliki memiliki sumber air dari sungai atau saluran
dua klasifikasi yaitu lahan yang tak terbangun alami (anak sungai) yang masuk kedalam
juga lahan yang terbangun dengan total luas embung. Hal ini membuat jarak lahan terhadap
20,21 Ha. Luas lahan Terbangun sebesar 10,57 Ha sungai menjadi pertimbangan dalam
atau 52,3% dari total luas Kota Mojokerto. Lahan menentukan lokasi pembangunan embung.
tidak terbangun memiliki luas sebesar 9,64 Ha Lahan yang digunakan untuk pembangunan
atau 47,7% luas Kota Mojokerto. Peta tutupan adalah lahan tidak terbangun, jarak lahan tidak
lahan dapat dilihat pada (Gambar 3). terbangun dengan sungai terdapat di (Gambar 5).

Gambar 3 Peta Tutupan Lahan Kota Mojokerto Gambar 5. Peta Jarak Lahan Tak Terbangun
dengan Sungai dan anak Sungai
Penentuan Daerah Cekungan
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Kota Mojokerto memiliki ketinggian 16-30
mdpl yang dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki
kawasan rendah (16-20 mdpl), kawasan sedang fungsional dengan input utamanya persepsi
(21-25 mdpl) dan kawasan tinggi (26-30 mdpl). manusia. Penentuan skoring kriteria dilakukan
Klasifikasi ini dikelompokkan dengan dengan mewawancarai 3 narasumber, yaitu
mengunakan metode equal interval, sehingga Pengolah Sarana dan Prasarana Pengairan Dinas
memiliki nilai rentang antar kelas yang sama. PUPRPERKIM, Kasubid Data dan Informasi
Ketinggian Kota Mojokerto dapat dlihat pada BAPPEDALITBANG dan Kepala Seksi Pengendalian
(Gambar 4).Berdasarkan Peta Topografi daerah Banjir Dinas PUPRPERKIM. Kriteria yang didapat
cekungan adalah kawasan rendah yang ada di memiliki CR 0,17, bobot terdapat di tabel 12.
seluruh kota Mojokerto dengan ketinggian 16-20
Tabel 12. Bobot AHP
mdpl.

200 Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021
Istiqomah ‘Aini, Abdul Wahid Hasyim, Donny Harisuseno

No. Krtieria Bobot sebesar 11926,91dan sub kriteria 26 – 30 mdpl


1 Tutupan Lahan 0,5653
2 Ketinggian Tempat 0,2890
(tinggi) memiliki bobot sebesar 0,0726 dengan
3 Jarak dengan Sungai atau Anak 0,0829 luas 446,07.
Sungai Bobot kriteria selanjutnya adalah jarak
4 Tingkat Kekritisan Lahan 0,0628
Jumlah 1 dengan sungai atau anak sungai yaitu sebesar
0,0829 dengan sub kriteria ada empat yaitu 0 – 50
Bobot tertinggi adalah kriteria Tutupan m, 51 – 100 m, 101 – 200 m dan >200 m. Kriteria
Lahan sebesar 0,5653. Kriteria tutupan lahan ini menjadi prioritas nomor tiga karena semakin
menjadi prioritas utama karena tutupan lahan dekat lokasi embung terhadap sungai atau anak
menentukan bisa atau tidaknya lahan tersebut sungai, maka semakin mempermudah embung
digunakan sebagai lokasi pembangunan embung memiiki sumber air untuk dimasukkan ke embung
yang harus dibangun pada lahan tak terbangun. (Gatot, 2007). Bobot tersebut terlihat di tabel 15.
Pada penelitian ini, kriteria tutupan lahan di Kota
Tabel 15. Bobot Kriteria Jarak dengan Sungai
Mojokerto dibagi menjadi dua sub kriteria yaitu
atau Anak Sungai
lahan terbangun dan lahan tidak terbangun yang No. Kriteria Bobot
bobotnya ada pada tebel 13. 1 0 – 50 m 0,5825
2 51 – 100 m 0,2825
Tabel 13 Bobot Tutupan Lahan 3 101 200 m 0,0908
No. Kirteria Bobot 4 >200 m 0,0442
1 Lahan Terbangun 0,1078 Jumlah 1
2 Lahan Tidak Terbangun 0,8922
Jumlah 1 Berdasarkan 15 sub kriteria 0 – 50 m
memiliki bobot tertunggi yaitu sebesar 0,5825
Berdasarkan Tabel 13 sub kriteria lahan
sebagai sub kriteria yang diprioritaskan untuk
terbangun memiliki bobot sebesar 0,1078 dan
pembangunan embung karena memiliki jarak
sub kriteria lahan tidak terbangun memiliki bobot
terdekat dengan sungai. Sub kriteria ini memiiki
sebesar 0,8922. Berdasarkan Gatot (2007)
luas sebesar 214,55 Ha. Sub kriteria dengan nilai
pembangunan embung terletak pada lahan tak
terendah adalah sub kriteria >200 m dengan
terbangun agar mempermudah pembangunan
bobot sebesar 0,0442 yang memiliki luas sebesar
dengan tidak adanya ganti rugi pembebasan
205,75 Ha.
lahan, di Kota Mojokerto lahan tak terbangun
Bobot kriteria yang terakir adalah Tingkat
memiliki luas sebesar 10571,54 Ha.
Kekritisan Lahan dengan bobot 0,0628 dengan
Bobot kriteria tertingi yang kedua adalah
sub kriteria ada lima yaitu sangat kritis, kritis,
ketinggian tempat sebesar 0,2890 dengan tiga
agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis. Aspek
sub kriteria yaitu kawasan rendah, kawasan
ini perlu dipertimbangkan dalam pembangunan
sedang dan kawasan tinggi. Kriteria ini menjadi
embung sebagai salah satu aspek teknis ada atau
prioritas nomor dua karena secara alami air akan
tidaknya sedimentasi pada embung yang
mengalir dari kawasan tinggi ke kawasan yang
nantinya akan dibangun, (Wayan, 2008) ada pada
lebih rendah. Bobot sub kriteria dapat dlihat ada
tabel 16.
Tabel 14.
Tabel 16. Bobot Tingkat Kekritisan Lahan
Tabel 14. Bobot Ketinggian Tempat No. Kriteria Bobot
No. Kritria Bobot
1 Sangat Krits 0,0289
1 16 – 20 mdpl (rendah) 0,7329
2 21 – 25 mdpl (sedang) 0,1945 2 Krits 0,0636
3 26 – 30 mdpl (tinggi) 0,0726 3 Agak Krits 0,1698
Jumlah 1 4 Potensial Krits 0,3402
5 Tidak Krits 0,3974
Berdasarkan Tabel 14 sub kriteria 16 – 20 Jumlah 1
mdpl (rendah) memiliki bobot 0,7329. Sub
Berdasarkan tabel 16 bobot tertinggi
kriteria ini merupakan sub kriteria prioritas,
dimiliki sub kriteria tidak kritis sebesar 0,3974,
karena pembangunan embung di utamakan
dan sub kriteria potensial kritis sebesar 0,3402.
berada pada kawasan rendah dari suatu wilayah
Bobot terendah adalah sub kriteria sangat kritis
sehingga dapat memiki tampungan secara alami
sebesar 0,0289. Kondisi pada lokasi studi Kota
dari air limpasan permukaan (Taufik, 2013).
Kawasan rendah Kota Mojokerto memiliki luasan Mojokerto hanya memiiki tingkat kekritisan
8440,07. Sub kriteria 21 – 25 mdpl (sedang) potensial kritis yang merupakan prioritas kedua
memiliki bobot sebesar 0,1945 dengan luasan dalam sub kriteria tingkat kekritisan lahan.

Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021 201
PENENTUAN LOKASI EMBUNG DI KOTA MOJOKERTO BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Overlay Peta
Analisis overlay didasarkan dari skoring
bobot dari AHP yang memiliki total nilai bobot
dari 0,253 – 2,605 yang akan digunakan utuk
menentukan kategori kesesuaian. Berdasarkan
Nafisa (2020), ada empat klasifikasi kesesuaian
lokasi dengan panjang kelas yang dihitung dengan
menggunakan metode equal interval. Rentang
nilai kategori kesesuaian Lokasi terlihat di tabel
17.
Tabel 17. Kesesuaian Lokasi Embung
No. Kriteria Rentang Nilai
1 Tidak Sesuai 0,253-0,841
Gambar 6. Kesesuaian Lahan untuk Lokasi
2 Kurang Sesuai 0,841-1,429 Embung di Kota Mojokerto
3 Sesuai 1,429-2,017
4 Sangat Sesuai 2,017-2,605 Efektivitas Reduksi Banjir Kota Mojokerto
Jumlah 1
Berdasarkan RDTR Kota Mojokerto Tahun
Kategori yang di prioritaskan dalam 2018-2038 banjir terbesar di Kota Mojokerto
pembangunan embung adalah kategori sesuai memiliki ketinggian 1,3 meter dengan total luas
yang memiiki rentang nilai 2,017-2,605. Peta 472850,08 m2. Volume banjir terbesar di Kota
Kesesuaian lahan untuk lokasi embung di Kota mojokerto adalah sebesar 614705,11 m3.
Mojokerto ada pada (Gambar 6) dan luasan tiap Penentuan efektivitas reduksi banjir di Kota
klasifikasi di setiap Kelurahan di Kota Mojokerto Mojokerto dengan adanya perencanaan lokasi
terdapat pada tabel 18. embung dapat dihitung dengan menggunakan
Berdasarkan Tabel 18 luas lahan yang rumus % Reduksi Volume Banjir.
sesuai sebesar 4991,20 ha, luas lahan yang cukup 𝑉𝑜𝑙. 𝐵𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟 − Ʃ 𝑉𝑜𝑙. 𝑇𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑋 100%
sesuai sebesar 4519,03 ha, luas lahan yang kurang 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟
sesuai sebesar 411,44 dan luas lahan yang tidak Berdasarkan (Gambar 7) ada 15 lokasi embung
sesuai sebesar 10291,92 ha. Kelurahan dengan potensial dengan tampungan alami dengan
lokasi sesuai terbesar adalah Kelurahan volume total tampungan sebesar 524611,49.
Kedundung dan sebarannya dapat dilihat pada Volume banjir Kota Mojokerto setelah tereduksi
(Gambar 6). berkurang menjadi 14,66% dari volume awal.
Pembangunan embung di Kota Mojokerto efektif
dalam mengatasi banjir karena dapat mengurangi
genangan banjir hingga 85,34%.
Tabel 18. Luas Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Embung di Kota Mojokerto
Luas (ha)
Kelurahan Tingkat Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Embung Kota Mojokerto Luas Wilayah (ha)
Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
Kel. Balongsari 345,12 27,19 0 475,10 847,41
Kel. Blooto 432,25 971,81 130,99 589,06 2124,11
Kel. Gedongan 2,57 1,70 0 216,89 221,16
Kel. Gunung Gedangan 800,87 418,63 0,31 607,15 1826,96
Kel. Jagalan 0,51 0 0 265,36 265,87
Kel. Kauman 7,97 15,53 3,72 248,81 276,03
Kel. Kedundung 898,06 469,34 88,31 902,59 2358,3
Kel. Kranggan 112,83 62,46 1,52 1191,01 1367,82
Kel. Magersari 62,59 58,07 7,51 530,14 658,31
Kel. Mentikan 34,37 34,86 12,68 341,80 423,71
Kel. Meri 869,11 312,38 0,02 672,18 1853,69
Kel. Miji 40,95 20,73 3,04 838,02 902,74
Kel. Prajuritkulon 269,02 507,87 14,39 602,76 1394,04
Kel. Pulorejo 485,10 761,10 59,01 610,91 1916,12
Kel. Purwotengah 0,99 0,83 0 263,40 265,22
Kel. Sentanan 4,99 3,76 0,36 207,28 216,39
Kel. Surodinawan 316,66 745,89 88,72 788,02 1939,29
Kel. Wates 307,24 106,88 0,86 941,44 1356,42
Luas Total 4991,20 4519,03 411,44 10291,92 20213,59
Sumber: Hasil Overlay Peta Tahun 2021

202 Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021
Istiqomah ‘Aini, Abdul Wahid Hasyim, Donny Harisuseno

pembatas pada lahan ini tidak memberikan


pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan
lahan kurang sesuai, namun tetap perlu
dipertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan
serta upaya penanggulangannya. Bredasarkan
RDTR Kota Mojokerto Tahun 2018 – 2038 lahan
yang cukup sesuai ini sebagian besar berada pada
lahan tak terbangun dan dekat dengan sungai
tetapi memiliki ketingian sedang dengan
peruntukan sebagai pertanian dan perkebunan.
Lahan yang cukup sesuai ini memiliki luas setara
dengan 22,36% dari total luas Kota Mojokerto.
Gambar 7. Peta Potensi Ketersediaan Kategori kesesuaian selanjutnya adalah
Tampungan Alami pada Lahan Sesuai untuk sangat sesuai, dengan rentang nilai total bobot
Lokasi Embung Kota Mojokerto 2,017 - 2,605. Lahan yang sangat sesuai ini dapat
Arahan Pengembangan Pembangunan Embung digunakan sebagai lokasi pembangunan embung
karena lahan tidak memiliki faktor pembatas yang
Kategori kesesuaian pertama adalah tidak
berarti untuk digunakan sebagai lokasi embung.
sesuai dengan rentang nilai total bobot 0,253 -
Ada 15 titik lokasi embung yang berdasarkan
0,841. Lahan ini tidak boleh digunakan untuk
(Gambar 8) tersebar pada lahan tak terbangun.
lokasi pembangunan embung, karena
Lahan ini berada pada daerah kawasan rendah
berdasarkan RDTR Kota Mojokerto Tahun 2018 –
dan berjarak kurang dari 50 meter dari aliran
2038 lahan ini berada pada tutupan lahan
sungai. Lahan sesuai ini menjadi prioritas lokasi
terbangun dan diperuntukkan sebagai kawasan
pembangunan embung yang memiliki luas
permukiman. Selain itu, lahan ini juga tersebar
24,69% total luas Kota Mojokerto. Embung yang
pada kawasan tinggi dan sedang juga beberapa
akan dibangun adalah embung kecil dengan
pada kawasan rendah. Lahan yang tidak sesuai ini
volume tampungan 500 – 3000 m3, mempunyai
memiliki luas total 10291,92 ha atau setara
tinggi maksimum 3 meter dari dasar sampai
dengan 50,92% dari total luas Kota Mojokerto.
puncak tanggul, panjang 20 – 50 meter dan lebar
Kategori kesesuaian selanjutnya adalah
10 – 30 meter.
kurang sesuai, dengan rentang nilai total bobot
0,841-1,429. Lahan yang kurang sesuai untuk
lokasi embung menunjukkan bahwa lahan
memiliki banyak faktor pembatas untuk
digunakan sebagai lokasi pembangunan embung.
Lahan yang kurang sesuai ini dapat digunakan
sebagai lokasi pembangunan embung namun
perlu dipertimbangkan dampak yang akan
ditimbulkan serta upaya penanggulangannya.
Selain itu, jika lahan ini digunakan sebagai lokasi
pembangunan embung, biaya yang harus
dikeluarkan banyak. Lahan yang kurang sesuai ini
memiliki luas 2,04% dari total luas Kota
Gambar 8. Peta Titik Lokasi Embung pada Guna
Mojokerto. Berdasarkan RDTR Kota Mojokerto
Lahan Kota Mojokerto
Tahun 2018 – 2038 lahan ini berada pada tutupan
lahan terbangun dan terletak pada lokasi yang
KESIMPULAN
jauh dari sungai.
Kategori kesesuaian selanjutnya adalah Kesesuaian lokasi embung di Kota
cukup sesuai dengan rentang nilai total bobot Mojokerto berdasarkan sistem informasi
1,429 - 2,017. Lahan yang cukup sesuai untuk geografis memiliki 4 klasifikasi yaitu tidak sesuai,
lokasi pembangunan embung menunjukkan kurang sesuai, cukup sesuai dan sesuai. Luasan
bahwa lahan memiliki faktor pembatas yang masing – masing kriteria setiap kelurahan di Kota
cukup banyak jika digunakan sebagai lokasi Mojokerto dapat dilihat pada Tabel 4.14 dengan
pembangunan embung. Walaupun faktor total luas tiap klasifikasi sebesar:

Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021 203
PENENTUAN LOKASI EMBUNG DI KOTA MOJOKERTO BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

1. Tidak sesuai : 10291,92 ha Harisuseno, D. dan Cahya, E. N. 2020.


2. Kurang sesuai : 411,44 ha Determination of soil infiltration rate
3. Cukup sesuai : 4519,03 ha equation based on soil properties using
4. Sesuai : 4991,20 ha multiple linear regression. Journal of
Arahan pengembangan pembangunan Water and Land Development. 47(1):244-
embung Kota Mojokerto di prioritaskan pada 503.
lahan yang sesuai karena tidak ada faktor Harisuseno, D., Khaeruddin, D. N. dan Haribowo,
hambatan untuk membangun embung. R. 2019. Time of concentration based
Berdasarkan tampungan alami yang berada pada infiltration under different soil density,
lahan sesuai, ada 15 titik lokasi embung potensial water content, and slope during a steady
yang sudah sesuai dengan Rencana Detail Tata rainfall. Journal of Water and Land
Ruang (RDTR) Kota Mojokerto Tahun 2018 – Development. 41(1):61–68.
2038. Irianto, G. 2007. Pedoman Teknis Konservasi Air
Melalui Pembangunan Embung. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian.
Asmaranto, R., Angga Permana, B. dan Dr. Ery Kusuma Sari, I., Montarcih Limantara, L. dan
Suhartanto. 2010. Aplikasi Sistem Priyantoro, D. 2011. Analisa Ketersediaan
Informasi Geografis (SIG) Untuk dan Kebutuhan Air pada DAS Sampean.
Identifikasi Lahan Kritis dan Arahan Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik
Fungsi Lahan Daerah Aliran Sungai Pengairan. 2(1).
Sampean. Jurnal Mahasiswa Jurusan Noorvy Khaerudin, D., Harisuseno, D. dan Sri
Teknik Pengairan. 1(2). Krisnayanti, D. 2018. Time of
Direktur Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian. concentration for drainage design
2015. Pedoman Teknis Pengembangan characteristics. International Association
Embung/Dam Parit/Long Storage. for Hydro-Environment Engineering and
Jakarta. Kementrian pertanian. Research (IAHR)-Asia Pacific Division
Hadmaja, BJT. 2012. Dampak Perkembangan (APD) Congress: Multi-Perspective Water
Wilayah Kota Terhadap Ketersediaan for Sustainable Development.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Nustyani, F., Andawayanti, U. dan Harisuseno, D.
Mojokerto. Surabaya. Unesa. 2020. Analisis Erosi Dan Kekritisan Lahan
Harisuseno, D. dan Bisri, M. 2017. Limpasan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG)
permukaan secara keruangan (Spatial Pada Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu.
Runoff). Malang. UB Press. Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik
Harisuseno, D., Bisri, M. dan Tunggul, S. 2020. Pengairan. 3(2).
Inundation controlling practice in urban Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
area: Case study in residential area of No.20/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Malang, Indonesia. Journal of Water and Teknik Analisis Fisik & Lingkungan,
Land Development. 10(2):134-203. Ekonomi serta Sosial Budaya dalam
Harisuseno, D., Bisri, M. dan Yudono, A. 2012. Penyusunan Rencana Tata Ruang.
Runoff Modelling for Simulating Renhardika, R., Harisuseno, D. dan Primantyo, A.
Inundation in Urban Area as a Result of. 2014. Analisis Penentuan Laju Infiltrasi
Journal of Applied Environmental and Pada Tanah Dengan Variasi Kepadatan.
Biological Sciences. 2(1):22–27. Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik
Pengairan. 1(2).

204 Planning for Urban Region and Environment Volume 10, Nomor 3, Juli 2021

Anda mungkin juga menyukai