Anda di halaman 1dari 25

Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai

dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis


Monitoring and Evaluation of the Area of the Watershed with
Remote Sensing and the Geographic Information Systeme
Oleh :
Beny Harjadi
Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh
Pada Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Solo
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan

RINGKASAN
Karakteristik penutupan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kondisi
bio-fisik maupun sosial ekonomi masyarakatnya. Pada wilayah dengan curah hujan
tinggi berpenduduk jarang, pola penutupan lahannya lebih dominan pada tanaman
tahunan, sebaliknya pada wilayah curah hujan tinggi berpenduduk padat pola
penutupan lahannya lebih dominan pada tananan semusim. Sedangkan pada wilayah
kering (hujan rendah) dengan penduduk jarang, pola penutupan lahannya didominasi
padang rumput dan tanaman tahan kering. Kebutuhan akan data terkini, akurasi tinggi,
pada areal yang luas untuk memantau perubahan satu kesatuan pengelolaan DAS.
Tujuan dari PPTP kegiatan kajian pada tahun 2007 difokuskan pada zona
ekologi Jawa (Curah hujan tinggi dan Penduduk padat) di DAS Solo DS. dengan tujuan
yaitu: (1) Memperoleh metode analisis data Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang efektif untuk menyusun data dasar karakteristik
penutupan lahan DAS serta untuk monev DAS, dan (2) Analisis perubahan penutupan
lahan dan analisis perhitungan erosi kualitatif dan kuantitatif, serta morfometrik DAS.
Penelitian Aplikasi Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis
(SIG) untuk monitoring dan Evaluasi (monev) merupakan salah satu kegiatan dari UKP
berjudul Sistem Karakterisasi DAS untuk mendukung pengembangan system monev
dalam pengelolaan DAS. Tujuan UKP adalah untuk mendapatkan sistem karakterisasi
DAS dengan parameter pendukung biofisik dan sosial ekonomi budaya sebagai dasar
perencanaan dan monev serta implementasi dalam pengelolaan DAS yang sesuai
dengan kondisi dan kekhasan wilayah ekosistemnya dan kewenangan daerah otonom,
serta terbangunnya sistem informasi DAS.
Kondisi fisik lahan yang didominasi bentuk lahan pegunungan dan perbukitan
dengan kemiringan yang curam sampai terjal, menyebabkan wilayah sekitar Sub DAS
Grindulu potensi akan terjadinya longsor. Kejadian longsor tersebut juga ditunjang
oleh keadaan batuan yang sudah mulai melapuk akibat desintegrasi oleh pengaruh
panas dan hujan serta dekomposisi. Walaupun ada sebagian areal lahan yang
didominasi batuan singkapan dan batuan permukaan, namun karena penutupan lahan
relatif rapat di daerah pegunungan dan perbukitan maka sepanjang tahun sungai
Grindulu tidak pernah kering.

Kata Kunci : PJ, SIG, Monev, Morfometrik, DAS Grindulu., Pacitan, Jawa-timur
Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai
dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Monitoring and Evaluation of the Area of the Watershed with
Remote Sensing and the Geographic Information Systeme
Oleh :
Beny Harjadi
Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh
Pada Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Solo
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan

ABSTRACT

The characteristics of the closing of the land of a territory were really influenced by the
condition bio-physical and social his community's economics. To the territory with the high
rainfall had a rare population, the pattern of the closing of his land was more dominant to the
annual crop, conversely to the high rainfall territory had a solid population the pattern of the
closing of his land was more dominant in tananan a season. Whereas to the dry territory (low
rain) with the rare inhabitants, the pattern of the closing of his land was dominated the meadow
and the crop kept dry. The requirement would the latest data, the high accuracy, to the area that
was wide to monitor the change in one unity of the watershed management. Objective of the
study activity was during 2007 focussed on the Javanese ecology zone (the high Rainfall and the
solid inhabitants) in the Solo watershed with the aim that is: (1) received the analysis method of
the Remote Sensing data and the Geografhic Information Systeme that was effective to compile
the data of the closing of the WATERSHED land of the foundation of the characteristics as well
as to monev the WATERSHED, and (2) the Analysis of the change in the closing of the land and
the analysis of the calculation of the qualitative erosion and quantitative, as well as
morphometric the WATERSHED.
The Aplikasi research of Remote Sensing (RS) and the Geografhic Information Systeme (GIS) to
monitoring and the Evaluation (monev) was one of the activities from UKP was entitled the
Karakterisasi System of the BANG to support the development system monev in the watershed
management. Getting of the watershed characterisation system with the supporting parameter of
biophysics and social cultural economics as the foundation of planning and monev as well as
the implementation in the watershed management that in accordance with the condition and his
special characteristics of the ecosystem territory and the authority of the autonomous area, as
well as the development of thewatershed information system. Physical condition for the land
that was dominated by the form of the mountainous land and hills with the slope that was steep
to steep, caused the territory around Grindulu Sub-watershed the potential would the
occurrence of the landslide. This landslide incident was also supported by the rock situation that
has begun to go mouldy resulting from the disintegration by the hot influence and rain as well as
decomposition. Although having some areas of the land that was dominated the bare rock and
the surface rock, but because the closing of the land was relatively close in the area of
mountains and hills then year round the Grindulu river
Key Words : Remote Sensing (RS), Geographic Information System (GIS), Monev,
Morphometric, Grindulu Watershed, Pacitan

2
PENDAHULUAN

Sumberdaya alam yang berupa hutan (vegetasi), tanah, dan air mempunyai
peranan yang penting dalam kelangsungan hidup manusia sehingga dalam
pemanfaatannya perlu dilakukan secara optimal dan lestari. Kerusakan sumberdaya alam
hutan (SDH) yang terjadi saat ini telah menyebabkan terganggunya keseimWatershedan
lingkungan hidup daerah aliran sungai (DAS) seperti tercermin pada sering terjadinya
erosi, banjir, kekeringan, pendangkalan sungai dan waduk serta saluran irigasi. Tekanan
yang besar terhadap sumber daya alam oleh aktivitas manusia, salah satunya, dapat
ditunjukkan adanya perubahan penutupan lahan yang begitu cepat. Pengelolaan DAS
dengan permasalahan yang komplek, diperlukan penanganan secara holistik, integral dan
koordinatif. Perubahan kondisi penutupan lahan sangat diperlukan sebagai dasar
pengelolaan suatu DAS yang harus dilakukan secara periodik melalui kegiatan
monitoring dan evaluasi (monev).
Karakteristik penutupan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kondisi
bio-fisik maupun sosial ekonomi masyarakatnya. Pada wilayah dengan curah hujan
tinggi berpenduduk jarang, pola penutupan lahannya lebih dominan pada tanaman
tahunan, sebaliknya pada wilayah curah hujan tinggi berpenduduk padat pola penutupan
lahannya lebih dominan pada tananan semusim. Sedangkan pada wilayah kering (hujan
rendah) dengan penduduk jarang, pola penutupan lahannya didominasi padang rumput
dan tanaman tahan kering.
Survei penutupan lahan secara langsung di lapangan memerlukan tenaga yang
banyak, waktu lama dan biaya tidak sedikit. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang
mampu menggambarkan obyek dipermukaan bumi secara luas, terkini dan dapat
dimanfaatkan secara periodik. Teknologi Penginderaan Jauh (PJ) mampu
menggambarkan obyek di permukaan bumi, sehingga dapat digunakan untuk
memetakan penutupan lahan dan memonitor perubahannya. Beberapa keuntungan
penggunaan data PJ yaitu citra satelit menggambarkan obyek, daerah, gejala di
permukaan bumi dengan ujud dan letak yang mirip dengan kondisi dipermukaan bumi,
relatif lengkap, meliput daerah yang luas dan permanen.

3
Kebutuhan akan data terkini dengan akurasi tinggi, pada areal yang luas sangat
diperlukan untuk memantau perubahan satu kesatuan pengelolaan DAS. Data yang
diperoleh dari teknologi PJ yang telah di cek di lapangan digunakan sebagai masukan
(input) bagi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk selanjutnya diproses dan dianalisa
sehingga diperoleh peta penutupan lahan yang akurat. Melalui proses SIG data dari PJ
dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan (Land cover change
detection) pada suatu DAS. Bantuan PJ dan SIG sangat diperlukan untuk membantu
keterbatasan dana, waktu dan tenaga kerja dengan hasil yang diperoleh memiliki akurasi
tinggi, mudah, cepat dan murah, dapat dilakukan pada setiap waktu.
Dalam pengelolaan DAS, kondisi penutupan lahan dan variasi jenis tanah akan
sangat berpengaruh pada jenis dan tingkat erosi yang terjadi. Sehingga diharapkan PJ
dan SIG dapat membantu perhitungan untuk analisis erosi baik secara kualitatif untuk
perencanaan jangka panjang maupun secara kuantitatif untuk perencanaan jangka
pendek. Disamping itu PJ juga dapat dimanfaatkan untuk analisis tingkat kemampuan
penggunaan lahan (LUC=Land Use Capability) dan morfometrik DAS.
Oleh karena pola penutupan lahan secara nasional sangat beragam pada setiap
zona ekologi maka dalam pemanfaatan penginderaan jauh perlu dilakukan kajian
aplikasinya. Pada tahun 2007 diperlukan kajian tentang “Kajian Aplikasi Penginderaan
Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk Monitoring dan Evaluasi DAS”.

BAHAN DAN METODE

A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian direncanakan akan dilakukan di wilayah zona ekologi yang
memiliki kepadatan penduduk tinggi dan curah hujan juga tinggi yaitu di DAS
Grindulu., Jawa Timur.

B. Bahan dan Metode


Bahan yang digunakan untuk kegiatan kajian ini adalah
Peta – peta dasar, antara lain :

4
Peta RBI skala 1 : 250.000 dan Peta Landsystem
Peta situasi dan administrasi dan Peta Penggunaan Lahan
Citra satelit digital perekaman terbaru
Alat tulis seperti pensil, balpoint dan alat tulis untuk penafsiran citra yaitu
OHP fine full color, selotip dan plastik astralon.
Kertas plotter, kertas printer dan tinta warna (cartridge) untuk warna
hitam, kuning, magenta dan cyan.
Sedangkan peralatan yang diperlukan antara lain :
1. Peralatan untuk interpretasi citra satelit secara visual (Loop, stereoskop
cermin/saku, Komputer)
2. Peralatan survei lapangan (Kompas, Abney level, pH stik, Blanko survei,
Kamera digital, dan GPS)
3. Peralatan untuk pengolahan data digital dan SIG, antara lain
• Perangkat keras (hard ware) berupa komputer
• Perangkat lunak (soft ware) untuk analisis citra yaitu Erdas-
Imagine versi 8.7 dan PC Arc/Info versi 3.4D plus dan ArcView
3.3, Ilwis 3.3. untuk analisa SIG. Untuk tabulasi diperlukan
Excel, Microsoft word dan DBASE IIIPlus.

5
B. 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan aplikasi dari sautu teknologi penginderaan jauh, namun
perlu dicobakan dengan berbagai macam teknik pemrosesan dari koreksi distorsi sampai
analisis pemrosesan dan perhitungan secara digital. Dengan kajian ini diharapkan ada
satu teknologi untuk membantu monitoring dan evaluasi suatu DAS sehingga diperoleh
metoda yang cepat, akurat dan tepat dengan analisis secara digital. Sehingga dari haisl
kajian ini dapat dipakai untuk membantu dalam menetapkan karakterisasi suatu DAS
sesuai dengan judul UKP.

B. 2. Rancangan Penelitian
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan citra satelit digital DAS Solo
DS.. Analisis citra satelit akan dilakukan di laboratorium PJ dan SIG serta akan
dilakukan ground cek melalui observasi sampling beberapa obyek di lapangan. Untuk
meenetapkan titik-titik sampel obyeknya, DAS Solo DS. dipilah dalam tiga wilayah:
hulu, tengah, dan hilir dengan asumsi bahwa ketiga wilayah tersebut memiliki pola
penutupan lahan yang berbeda berkaitan dengan penggunaan lahan yang berbeda pula.
Mengingat keterbatasan waktu, dana dan aksesibilitas, pada masing-masing wilayah
ditetapkan Sub DAS-Sub DAS representatif.
Kondisi penutupan lahan pada setiap Sub DAS/Sub-sub DAS reprensentatif
diinterpretasikan jenis-jenis penutupannya dengan menggunakan teknik PJ yang sesuai
berdasarkan perbedaan spektral reflektannya. Pemilahan jenis penutupan lahan akan
mengacu pada sistim klasifikasi penutupan lahan Badan Planologi Kehutanan serta
dilakukan melalui proses analisis spektral. Penetapan titik-titik sampel dilakukan
berdasarkan tumpang tindih (overlay) peta jenis penutupan lahan hasil interpretasi citra
digital (perbedaan spektral reflektan) dengan peta penutupan dan penggunaan lahan
yang ada (peta RBI, peta penggunaan lahan, peta landsistem), selanjutnya titik-titik
sampel pada peta hasil overlay diambil dengan mempertimbangkan sebaran dan
kemudahan aksesibilitas lapangannya.
Penajaman citra digital dimaksudkan untuk memperjelas kenampakan obyek
pada citra dan memperbaiki kualitas citra. Penajaman yang akan dilakukan meliputi

6
filtering, manipulasi histogram citra dll. Setelah dilakukan pemrosesan citra seperti
tersebut di atas, kemudian dilakukan klasifikasi tidak berbantuan (Unsupervised
classification). Hasil klasifikasi digunakan untuk menentukan titik sampel (jenis
penutupan dan penggunaan lahan) yang selanjutnya digunakan sebagai dasar di dalam
kegiatan lapangan (ground checking). Klasifikasi berbantuan (Supervised Classification)
dilakukan setelah kegiatan lapangan.

B.3. Parameter
Parameter-parameter data yang dikumpulkan untuk kegiatan Kajian Aplikasi
Penginderaan Jauh dan SIG untuk Monev DAS, antara lain :
1) Data grafis batas DAS
2) Peta jalan, sungai dan data administrasi
3) Prosentase penutupan vegetasi
4) Tingkat kerapatan vegetasi
5) Tipe/jenis penutupan lahan misalnya:
a. Hutan (Hutan primer, Hutan sekunder)
b. Perkebunan (Tanaman sejenis dan campuran)
c. Sawah (Irigasi dan tadah hujan), Pemukiman
d. Badan air (sungai, danau dll)
6) Nilai spektral obyek pada citra satelit digital
7) Perubahan penutupan lahan (luasan dan distribusinya)
8) Tingkat akurasi yaitu dengan mencocokkan hasil klasifikasi citra digital
dengan keadaan lapangan.

7
B.4. Pengambilan Data
Pengambilan data lapangan berupa data fisik tanah dan tanaman dengan
mencocokkan kondisi lapangan dengan kenampakkan pada citra satelit. Sampel di
lapangan ditetapkan dengan GPS (Global Positioning System) yang ditetapkan dari
variasi macam penutupan lahan dari hasil klasifikasi berbantuan atau klasifikasi secara
visual.
Data tanaman berupa macam penutupan lahan dan penggunaan lahan
sebenarnya sesuai dengan pembagian kawasan dari peta RBI. Sedangkan data tanah
meliputi data yang diperlukan untuk perhitungan erosi kualitatif maupun kuantitatif,
antara lain : tekstur tanah, struktur, kedalaman tanah dll.

B.5. Pengolahan dan Analisis data


Tahapan kegiatan kajian sebagai berikut :
1) Pengumpulan data baik berupa peta (digita,l manual) maupun citra digital.
2) Dijitasi peta situasi dan p.dasar (tematik), peta sistem lahan (landsystem).
3) Pemrosesan citra, seperti koreksi geometri dan penajaman citra.
4) Klasifikasi awal citra digital baik secara digital dengan metode tidak berbantuan
(unsupervised classification method), dengan perhitungan NDVI, SBI, dengan
maximum likely hood, dan PCA.
5) Penentuan lokasi sampel pada citra/peta hasil klasifikasi.
6) Kegiatan lapangan, untuk mengumpulkan data lapangan disamping itu untuk
mengecek akurasi hasil klasifikasi awal seperti tersebut di atas.
7) Data hasil kegiatan lapangan dan didukung oleh analisis spektral pada citra
digunakan untuk melakukan klasifikasi ulang (reklasifikasi) dengan metode
klasifikasi berbantuan (supervised classification method)
8) Digitasi peta penutupan lahan dari peta RBI skala 1:250.000
9) Tumpang susun (overlay) hasil klasifikasi berbantuan dengan peta tematik digital
penutupan lahan.
10) Analisa perubahan penutupan lahan
11) Pencetakan peta dan tabel

8
Data citra digital PJ (berbasis raster) diolah dan dianalisis dengan menggunakan
software ErdasImagine versi 8.7. Pengolahan tersebut meliputi koreksi geometri,
penajaman (analisis spectral) dan klasifikasi. Sedangkan data yang diperoleh selama
kegiatan di lapangan baik data sekunder maupun data primer selanjutnya diolah menjadi
data digital sebagai pedoman untuk klasifikasi ulang pada citra digital sehingga
diperoleh peta hasil klasifikasi (berbasis vector). Kombinasi data penutupan lahan dan
penggunaan lahan akan diperoleh system kriteria/kategori kondisi pada setiap
penggunaan lahan. dst
Peta penutupan lahan yang berasal dari sumber lain seperti peta RBI dan peta
penunjukan kawasan selanjutnya diolah dengan menggunakan software Arc/Info versi
3.5. Pemrosesan tersebut meliputi digitasi, editing dan pelabelan. Analisis perubahan
penutupan lahan dilakukan dengan menumpang susunkan (overlay) antara peta hasil
klasifikasi citra dan peta digital penutupan lahan dari RBI, sehingga diperoleh peta
penutupan lahan dan perubahannya.

9
METODE PENELITIAN

10
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Monitoring Kondisi Biofisik DAS


Monitoring merupakan kegiatan rutin dan berkelanjutan dengan tujuan untuk
mengetahui sedini mungkin perubahan kerentanan atau kesehatan suatu DAS perlu
dilakukan secara reguler. Pemantauan di DAS Grindulu yang masuk di tiga kabupaten
dengan daerah dominan di kabupaten Pacitan, yang tercover oleh 12 peta RBI (Rupa
Bumi Indonesia) skala 1 : 25.000, meliputi nomer baris dan kolom 1508-121 :
Kismantoro, 1508-122 : Balong, 1407-644 : Giriwoyo, 1507-433 : Bungur, 1507-434 :
Arjosari, 1507-443 : Tegal Ombo, 1507-444 : Bungkal, 1407-642 : Kalak, 1507-431 :
Pacitan , 1507-432 : Kebon Agung, 1507-441 : Losak, 1507-442 : Sukorejo, 1507-413 :
P.Bakung, 1507-414 : Wawaran, dan 1507-441 : Loron.
DAS Grindulu sebelah utara dibatasi oleh Kab. Ponorogo, sebelah timur dibatasi
Kab. Trenggalek, sebelah barat dibatasi Kab. Wonogiri dan sebelah selatan dibatasi
lautan Indonesia. (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi Penyebaran Kota-Kota di DAS Grindulu


Table 12. The distribution of Cities in the Grindulu Watershed
Luas / Area
NAMA KOTA PIKSEL Prosentase
The Name of City Pixel Percentage (%) (Ha) (Km2)
PACITAN 73.306 90,6 59.377,7 593,8
PONOROGO 3.117 3,9 2.524,4 25,2
WONOGIRI 4.488 5,5 3.635,0 36,4
JUMLAH 80.910 100,0 65.537,1 655,4
Keterangan : Piksel = ukuran bagian terkecil elemen ukuran 30 x 30 m di lapangan untuk citra Landsat
Information: Pixel = the measurement of the most smallest part the element of the measurement 30 x 30
m. in the field for the Landsat image

11
Kedalaman Solum Tanah
Kedalaman solum tanah dikelaskan berdasarkan kedalaman tanah, semakin
tebal tanah maka skornya semakin kecil, sebaliknya semakin tipis tanah maka skor
semakin tinggi. Kisaran kelas kedalaman tanah antara lain : kelas 5 (< 15 cm), 4 (15-30
cm), 3 (30-60 cm), 2 (60-90 cm), dan 1 (> 90 cm). Gambar 1 menunjukkan skor tingkat
bahaya terhadap degradasi lahan pada kategori tingkat rendah dan sedang, karena
kedalaman tanah di DAS Grindulu kebanyakan pada kelas sedang (30-60 cm) dan dalam
(> 90 cm).
506385 545672
9123159 9123159
PETA SOLUM TANAH
Kelas Kedalaman Tanah

Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 1. Peta Kelas Kedalaman Tanah (Solum) DAS Grindulu, Pacitan
Figure 18. Map of the Soil Depth Class (Solum) Grindulu Watershed, Pacitan
menyajikan data kedalaman tanah yang masuk kategori sedang yaitu seluas
40.650 ha (62%) dan masuk kategori kelas dalam seluas 24.890 ha (38 %). Walaupun
solum tanah cukup dalam namun jika erosi yang terjadi pada tingkat berat seperti erosi
jurang dan longsor, maka ini akan membahayakan pada daerah dibawahnya, karena akan
terjadi sedimentasi secra besar-besaran, dan akan mengakibatkan pendangkalan sungai
dan waduk, yang berdampak semakin menurunnya umur waduk.

12
Tabel 2. Sebaran Luas untuk Kelas Solum Tanah di DAS Grindulu
Table 13. Distribution of the Area for the Solum Classes in the Grindulu Watershed
Besaran Solum Tanah Kategori LUAS/Area
The Unit of Soil Depth Nilai
Skor Solum (cm) Deskripsi Value Area Prosentase (%)
Score Soil Depth Description Category (Km2) Percentage (%)
1 < 15 Sangat Dangkal Tinggi 0,0 0,0
Very Shallow High
2 15 -30 Dangkal Agak Tinggi 0,0 0,0
Shallow Rather High
3 30 -60 Sedang Sedang 406,5 62,0
Medium Medium
4 60 -90 Dalam Agak Rendah 0,0 0,0
Deep Rather Low
5 >90 Sangat Dalam Rendah 248,9 38,0
Very Deep Low
655,4 100,0

Kelas solum tanah dengan resiko rendah dan sedang terhadap erosi yang
mengakibatkan degradasi lahan, maka ini sesuatu yang merupakan upaya untuk menjaga
penutupan lahan dan jangan sampai dibiarkan dalam keadaan terbuka yang akan
berakibat terjadi erosi besar-besaran, karena secara fisik faktor lahan di DAS Grindulu
berpotensi terjadi erosi ringan sampai tinggi (Gambar 2).
70,0
62,0
60,0

50,0
Prosen (%)

40,0

30,0

20,0

10,0

0,0
Tinggi Agak Tinggi Sedang agak Rendah Rendah
Kelas Solum Tanah

Gambar 2. Luasan Kategori Nilai Kelas Solum Tanah di DAS Grindulu


Figure 18. The area of the Category Solum Class Value in the Grindulu Watershed

13
Curah Hujan Tahunan
Kategori kelas hujan tahunan di DAS Grindulu merata dari hulu sampai hilir sama yaitu
pada kategori kelas sedang (3) yaitu berkisar antara 1001 sampai 1500 mm/th (Gambar
3). Sehingga hujan yang terjadi baik diatas maupun dibawah menyumbangkan ke
tanaman dalam jumlah yang sama dan pada kelas sedang, yaitu tanaman tidak berlebih
untuk persediaan air hujan dan juga tidak terlalu kekurangan. Kondisi tersebut
menyebabkan sepanjang tahun di DAS Grindulu selalu ditumbuhi dengan hijaunya
tanaman, dan berdampak pada sumber mata air yang tidak pernah habis meskipun pada
waktu musim kemarau sekalipun.

506385 545672
9123159 PETA HUJAN TAHUNAN 9123159
Kelas Hujan Tahunan

Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 3. Peta Kelas Hujan Tahunan DAS Grindulu, Pacitan
Figure 20. Map of The Annual Precipitation Class in Grindulu Waterhsed, Pacitan

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar hujan tahunan pada kelas kategori
sedang, dan hanya sedikit pada kelas kategori agak tinggi dengan hujan tahunan antara
501 sampai 1000 mm/th, yaitu seluas 20 ha. Sisanya semua masuk pada kategori kelas
hujan tahunan sedang.

14
Tabel 3. Sebaran Luas untuk Kelas Hujan Tahunan di DAS Grindulu, Pacitan
Table 14. Distribution of the Area for the Annual Precipitation Class in the Grindulu
Watershed, Pacitan
Besaran Hujan Tahunan Kategori LUAS/Area
Unit of Annual Precipitation Nilai
Skor Hujan (mm) Deskripsi Value of Area Prosentase (%)
2
Score Precipitation Description Category (Km ) Percentage (%)
Sangat Tinggi Rendah
1 < 2000 Very High Low 0,0 0,0
Agak Tinggi Agak Rendah
2 1501-2000 Rather High Rather Low 0,2 0,0
Tinggi Sedang
3 1001-1500 High Medium 655,2 100,0
Agak Rendah Agak Tinggi
4 501-1001 Rather Low Rather High 0,0 0,0
Rendah Tinggi
5 < 500 Low High 0,0 0,0
655,4 100

Gambar 4 yang menampilkan kelas hujan tahunan hampir semua di DAS


Grindulu dari hulu sampai hilir masuk kelas kategori sedang (± 100%). Gambaran
seperti itu menunjukkan bahwa air bukan suatu masalah di DAS Grindulu, sehingga
sepanjang tahun hampir tidak ada bedanya penutupan lahan pada musim kemarau
dengan musim penghujan.
120,0
100,0
100,0

80,0
Prosen (%)

60,0

40,0

20,0

0,0
Rendah Agak Sedang Agak Tinggi Tinggi
Rendah
Kelas Hujan Tahunan

Gambar 4. Luasan Kategori Nilai Kelas Hujan Tahunan di DAS Grindulu


Figure 21. The Area of the Category of The Annual Precipitation Calss in the Grindulu
Watershed

15
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi yang terjadi di DAS Grindulu pada skor kategori kelas sedang
(1001-1500 mm/th) dan agak tinggi (1505-2000 mm/th) dan tersebar berselang-seling
dari hulu sampai hilir (Gambar 5). Skor sedang dan agak tinggi terkait dengan resiko
erosi yang akan terjadi, sehingga dengan demikian erosi di DAS Grindulu sebagian
besar pada tingkat sedang dan agak tinggi untuk parameter evapotranspirasi.
506385 545672
9123159 PETA EVAPOTRANSPIRASI 9123159
Kelas Evapotranspirasi Aktual

Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 5. Peta Kelas Evapotrasnpirasi Aktual DAS Grindulu, Pacitan
Figure 22. Map of the Evapotranspiration Actual Class of Grindulu Watershed, Pacitan

Tabel 4 menunjukkan bahwa evapotranspirasi tertinggi pada skor kelas sedang


seluas 35.770 ha (54,6 %) dan agak tinggi seluas 28.850 ha (44 %). Sehingga faktor
evapotranspirasi actual di DAS Grindulu perlu menjadi perhatian agar dapat diturunkan
pada skor kategori nilai rendah atau agak rendah, agar tidak terjadi erosi tingkat sedang
sampai berat.

16
Tabel 4. Sebaran Luas untuk Kelas Evapotranspirasi Aktual di DAS Grindulu
Table 15. The Distribution of the Area for the Evapotranspirasi Actual Class in the
Grindulu Watershed
Besaran Evapotranspirasi Aktual Kategori LUAS/Area
Skor The Unit of Actual Precipitation Nilai
Scor Tahunan (mm) Deskripsi Value of Area Prosentase (%)
2
e Annual (mm) Description Category (Km ) Percentage (%)
Sangat Rendah Rendah
1 < 750 Very Low Low 6,5 1,0
Rendah Agak Rendah
2 751 - 1000 Low Rather Low 0,0 0,0
Sedang Sedang
3 1001-1500 Medium Medium 357,7 54,6
Tinggi Agak Tinggi
4 1501-2000 High Rather High 288,5 44,0
Sangat Tinggi Tinggi
5 > 2000 Very High High 2,8 0,4
655,4 100,0

Gambar 6 menunjukkan grafik sebaran evapotranspirasi yang masuk pada


kelas sedang dan agak tinggi yang mendominasi di DAS Grindulu. Upaya yang dapat
dilakukan untuk menekan agar evapotranspirasi menurun yaitu dengan reboisasi dan
penghijauan sehingga tercipta iklim mikro sejuk dan tidak menimbulkan banyak
evaporasi dari tanah dan transpirasi dari tanaman.
60,0
54,6
50,0

40,0
Prosen (%)

30,0

20,0

10,0

0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Evapotranspirasi Aktual
Gambar 6. Luasan Kategori Nilai Kelas Evapotranspirasi Aktual di DAS Grindulu
Figure 23. The Area of The Category of Actual Evapotranspiraton Actual in The
Grindulu Watershed

17
B. Evaluasi DAS Grindulu
SES (Soil Erosion Status)
Perhitungan erosi kualitatif SES (Soil Erosion Status) dengan 5 faktor yang
berpengaruh yaitu : arah lereng, kemiringan lereng, drainase, tekstur tanah, dan
penutupan lahan (Gambar 7). Skor kelas criteria untuk SES dari rendah (1) sampai tinggi
(5). Erosi rendah untuk kondisi lahan yang mengalami erosi kurang dari 5 ton/ha/th.

506385 545672
9123159 9123159
PETA SOIL EROSION STATUS
Kelas Erosi Kualitatif S E S

Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 7. Peta Kelas Erosi Kualitatif SES di DAS Grindulu, Pacitan
Figure 24. Map of The Erosion Class of SES (Soil Erosion status) Qualitative in The
Grindulu Watershed, Pacitan

Dari perhitungan erosi kualitatif diperoleh skor kelas erosi tertinggi pada kelas
agak tinggi (46,6%) seluas 30.250 ha dan terendah untuk kelas tinggi (2,3%) seluas 150
ha (Tabel 5). Kondisi erosi kualitatif yang mayoritas pada tingkat sedang dan agak
tinggi menyebabkan lahan di DAS Grindulu relatife mudah tererosi pada tingkat sedang
dan agak tinggi, seperti terjadinya erosi alur, jurang dan longsor.
Tabel 5. Sebaran Luas untuk Kelas Erosi Kualitatif SES di DAS Grindulu

18
Table 16. Distribution of Erosion Class of The SES Qualitative in The Grindulu
Watershed
Besaran Erosi Kualitatif Kategori LUAS/Area
Skor Unit of Qualitative Erosion Nilai
Scor SES (t/ha/th) Deskripsi Value of Area Prosentase (%)
e SES (t/ha/y) Description Category (Km2) Percentage (%)
Sangat Rendah Rendah
1 <5 Very Low Low 0,0 0,0
Rendah Agak Rendah
2 5 - 10 Low Rather Low 34,7 5,3
Sedang Sedang
3 10 -25 Medium Medium 300,5 45,9
Tinggi Agak Tinggi
4 25 - 50 High Rather High 305,2 46,6
Sangat Tinggi Tinggi
5 > 50 Very High High 15,0 2,3
655,4 100,0

Gambar 8 grafik besarnya erosi kualitatif memperjelas gambaran bahwa erosi


di DAS Grindulu sebagian besar pada tingkat sedang dan agak tinggi. Keadaan seperti
tersebut sesuai dengan kondisi lahan disana yang memiliki kemiringan lereng yang
curam dan tanahnya berpotensi longsor karena didominasi tekstur halus.
50,0 46,6
45,0
40,0
35,0
Prosen (%)

30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Erosi Kualitatif SES
Gambar 8. Luasan Kategori Nilai Kelas Erosi Kualitatif SES di DAS Grindulu
Figure 25. Area of The Category of The Erosion Qulaitative SES Class in The Grindulu
Watershed

19
MMF (Morgan Morgan dan Fenney)
506385 545672
9123159 PETA MORGAN MORGAN & FINNEY 9123159
Kelas Erosi Kuantitatif MMF

Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 9. Peta Kelas Erosi Kuantitatif MMF di DAS Grindulu, Pacitan
Figure 26. Map of The Erosion Class of MMF (Morgan, Morgan and Finney)
Quantitative in Grindulu Watershed, Pacitan

Erosi kuantitatif MMF (Morgan, Morgan dan Finney) dengan rumus


perhitungan erosi partikel tanah dan besarnya aliran permukaan, ditetapkan dengan 5
pengkelasan dari rendah (skor 1) sampai tinggi (skor 5). Gambar 9 menunjukkan
distribusi erosi kuantitatif yang didominasi warna merah atau pada tingkat erosi rendah.
Hal tersebut nampaknya bertolak belakang dengan hasil perhitungan erosi kualitatif
SES, tetapi karena perbedaannya untuk erosi SES lebih banyak melihat erosi secara
menyeluruh sedangkan erosi MMF lebih banyak melihat besarnya erosi permukaan atau
sheet erosion.
Mengingat di DAS Grindulu penutupan lahan cukup rapat maka besarnya erosi
permukaan relative pada tingkat ringan sehingga dikelaskan pada kategori rendah
(90,7%) atau seluas 59.440 ha (). Sehingga sebagian besar erosi yang terjadi di DAS
Grindulu dari hasil perhitungan MMF dimasukkan pada skor 1 atau tingkat kategori
rendah.

20
Tabel 6. Sebaran Luas untuk Kelas Erosi Kualitatif MMF di DAS Grindulu
Tabel 17. Distribution of The Erosion Class of MMF Qualitative in The Grindulu
Watershed
Besaran Erosi Kuantitatif Kategori LUAS/Area
Skor Unit of Qualitative Erosion Nilai
Scor MMF (t/ha/th) Deskripsi Value of Area Prosentase (%)
2
e MMF (t/ha/yr) Description Category (Km ) Percentage (%)
Sangat Rendah Rendah
1 <5 Very Low Low 594,4 90,7
Rendah Agak Rendah
2 5 - 10 Low Rather Low 10,7 1,6
Sedang Sedang
3 10 -25 Medium Medium 48,2 7,4
Tinggi Agak Tinggi
4 25 - 50 High Rather High 2,0 0,3
Sangat Tinggi Tinggi
5 > 50 Very High High 0,0 0,0
655,4 100,0

Gambar 10 lebih memperjelas bahwa erosi permukaan dari hasil perhitungan


MMF sebagian besar masuk pada kategori rendah, sebaliknya untuk perhitungan erosi
SES yang melihat erosi secara menyeluruh dimasukkan pada kelas sedang sampai tinggi.
Selanjutnya dari perhitungan erosi MMF untuk erosi pada tingkat kategori tinggi tidak
ada. Gambar 10. Luasan Kategori Nilai Kelas Erosi Kuantitatif MMF di DAS Grindulu

100,0
90,7
90,0
80,0
70,0
Prosen (%)

60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Erosi Kuantitatif MMF

Figure 27. Area of The Value Category of The MMF Qualitative Erosion Class in The
Grindulu Watershed

21
KESIMPULAN DAN SARAN

Survai ISDL (Inventarisasi Sumber Daya Lahan) dengan menggunakan citra


satelit Landsat 7 ETM+ (Thematic Mapper) yang diambil pada bulan 11 Juli tahun 2007
dengan nomer scene Path-Row 119-066. DAS Grindulu masuk di tiga kabupaten dengan
daerah dominan di kabupaten Pacitan, tercover oleh 12 peta RBI skala 1 : 25.000, yaitu
meliputi nomer baris dan kolom 1508-121 : Kismantoro, 1508-122 : Balong, 1407-644 :
Giriwoyo, 1507-433 : Bungur, 1507-434 : Arjosari, 1507-443 : Tegal Ombo, 1507-444 :
Bungkal, 1407-642 : Kalak, 1507-431 : Pacitan , 1507-432 : Kebon Agung, 1507-441 :
Losak, 1507-442 : Sukorejo, 1507-413 : P.Bakung, 1507-414 : Wawaran, dan 1507-441 :
Loron.
Karakteristik dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) ditentukan oleh
morfometrik suatu DAS, yaitu antara lain oleh kondisi sungai, pola drainase, panjang
sungai dan lain-lain. Bentuk lahan di daerah hulu didominasi Pegunungan dan
Perbukitan, sedang di daerah tengah didominasi bentuk lahan Aluvial dan piedmont
plan, sedang di daerah hilir kebanyakan dataran dan deposit Alluvial-Colluvial. Tipe
batuan di daerah atas lebih banyak batuan beku yang sebagian besar sudah mulai
melapuk sehingga mudah terjadi longsor, sedangkan disebelah timur selain batuan beku
ada yang sedimen kapur, dan batuan metamorf. Kondisi Watershedunan konservasi tanah
sampai kemiringan lebih dari 45% masih diWatershedun teras Watershedku dan gulud
dengan tingkat kualitas sedang, sehingga bidang olah sangat sempit. Jenis tanah yang
dapat ditemui di DAS grindulu antara lain Entisols, Inceptisols, Ultisols dengan warna
tanah didominasi warna coklat sampai kemerah-merahan, dengan kemasaman tanah
antara 6 (agak masam) sampai mendekati 7 (netral).

22
DAFTAR PUSTAKA

Aronoff,S.,1989. Geographical Information System. A Management Perspective. WDL


Publication, Ottawa Canada.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Berrios, P.H., 2004. Spatial Analysis of The Differences Between Forest Land Use and
Forest Cover Using GIS and RS. A case study in Telake Watershed, Pasir
district, East Kalimantan. MSc Thesis. ITC The Netherlands.
BPDASSOLO dan PUSPICS., 2002. Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Solo (Laporan Akhir).
Bronsveld, K., S.Chutirattanapan, B.Pattanakanok, R.Suwanwerakamtorn dan P.
Trakooldit., 1994. The use of Local knowledge in land use/land cover
mapping from sattelite images.ITC Journal The Netherlands.
Danoedoro P., 2003. Multisource Classification For Landuse Mapping Based On
Spectral, Textural and Terrain Information Using Landsat Thematic Mapper.
Indonesian Journal Of Geography Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Elsie M.J.dan R.A.Zuidan. 1998. Remote Sensing, Synergism and Geographical
Information System for Desertification Analysis : an example from northwest
Patagonia, Argentina,ITC Journal 1998:134.
Fletcher, J.R. 1990., Land Resources Survey of The Wiroko Sub Watershed, Upper Solo
Watershed, Central Java.Indonesia.
Franklin, E. Steven.2001. Remote Sensing For Sustainable Forest Management. CRC
Press LLC Boca Raton, Florida 33431.
Jessen, M.R. 1992. Land Resources Survey of The Pijiharjo Sub- Sub Watershed, Upper
Solo Watershed, Central Java, Indonesia.
Mas Francois Jean dan Ramirez Isabel. 1996. Comparison of Land Use Classifications
Obtained by Visual Interpretation and Digital Processing. ITC Journal the
Netherlands.
Molenaar, M., 1991. Status and Problems of Geographical Information Systems. The
Necessity of a Geoinformation Theory. Journal of Photogrammetry and
Remote Sensing, 46.pp 85 – 103.
Nugroho.S.P., Endang Savitri dan Wardojo,1996. Laporan Inventarisasi Sumber Daya
Lahan Sub DAS Solo Hulu.Buku I. BTPDAS Surakarta.

23
Poveda, German dan Salazar F.Luis. 2004. Annual and Interannual (ENSO) Variability
of Spatial Scaling Properties of a Vegetation Index (NDVI) in Amazonia.
Journal of Remote Sensing of Environment 93 (2004) 391 – 401.
Prihandito, Aryono.1989. Kartografi. Mitra Gama Widya. Yogyakarta
Purbowaseso,B.1996. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan “Applied Remote
Sensing “. UI- Press,Jakarta.
Purwadhi, Sri Hardiyanti, 2001. Interpretasi Citra Digital. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta
Singh, S., 1994. Remote Sensing in The Evaluation of Morpho-hydrological
Characteristics of The Drainage Basin of Jojri Catchment. J.,of Arid Zone
33(4) : 273-278.
Sukresno dan V.Precylia, 1995. Evaluasi Perubahan Penggunaan Lahan dan
Konservasi Tanah Terhadap Sifat – sifat Parameter Tata Air DAS di Sub DAS
Wader. Prosiding : Diskusi Hasil Penelitian BTPDAS Surakarta. Proyek
P2TPDAS Solo.
Tim Peneliti BP2TPDAS-IBB, 2004. Pedoman monitoring dan Evaluasi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (edisi revisi). Proyek Penelitian dan
PengemWatershedan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kawasan
Barat Indonesia.
Uboldi J.A.dan E. Chuvieco, 1997. Using Remote Sensing and GIS to Asses Curent
Land Management in the Valley of Colorado River, Argentina, ITC Journal
1997:2.

24
BIODATA BENY HARJADI
Data Diri :
Nama : Ir. Beny Harjadi, MSc.
Tempat/Tanggal Lahir: Surakarta, 17 Maret 1961
NIP/Karpeg : 710. 017.594 / E.896711
Pangkat/Golongan : Pembina / IVb
Jabatan : Peneliti Madya
Riwayat Pendidikan :
TK : TK Aisyiyah Premulung, Surakarta (1967)
SD : SD Negeri 94 Premulung, Surakarta (1973)
SMP : SMP Negeri IX Jegon Pajang, Surakarta (1976)
SMA : SMA Muhammadiyah I, Surakarta (1980)
S1 : IPB (Institut Pertanian Bogor), Jurusan Tanah/Fak.Pertanian,BOGOR (1987)
Kursus LRI (Land Resources Inventory) kerjasama dengan New Zealand selama 9 bulan
untuk Inventarisasi Sumber Daya Lahan (1992), INDONESIA-NEW ZEALAND
S2 : ENGREF (École Nationale du Génie Rural, des Eaux et des Forêst), Jurusan
Penginderaan Jauh Satelit/ Fak.Kehutanan, Montpellier, PERANCIS (1996)
PGD : Post Graduate Diplome Penginderaan Jauh, di IIRS (Indian Institute of Remote
Sensing) di danai dari CSSTEAP (Centre for Space Science & Technology Education
in Asia and The Pasific) Affiliated to the United Nations (UN/PBB : Perserikatan
Watershedsa-Watershedsa), Dehradun – INDIA (2005).
Riwayat Pekerjaan :
1. Staf Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Surakarta (1989).
2. Ajun Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB
(Balai Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 1998.
3. Peneliti Muda Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai
Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 2001.
4. Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BP2TPDAS-IBB (Balai
LitWatershed Teknologi Pengelolaan DAS - Indonesia Bagian Barat), 2005.
5. Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh pada BPK (Balai
Penelitian Kehutanan) Solo, 2006
Riwayat Organisasi :
1. Menwa Mahawarman, Jawa Barat (1980 – 1985)
2. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), (1980 – 1983)
3. Ketua ROHIS BP2TPDAS-IBB, 2 periode (2000-2006)
Penghargaan :
1. Satya Lancana Karya Satya 10 tahun, No. 064/TK/Tahun 2004
Alamat Penulis :
1. Kantor : BPK SOLO, d/a Jl.Ahmad Yani Pabelan, Po.Box.295, Surakarta. Jawa
Tengah, Telp/Fax : 0271–716709, 715969. E-mail: bpksolo@indo.net.id
2. Rumah : Perumahan Joho Baru, Jl.Gemak II, Blok T.10, Rt 04/ Rw VIII,
Kel.Joho, Sukoharjo, Jawa Tengah. Telp : 0271- 591268. HP : 081.22686657
E-mail : adbsolo@yahoo.com

25

Anda mungkin juga menyukai