Anda di halaman 1dari 3

NAMA/NRP/KELAS : Adietya Nicko

Harmiyadi/232020084/A
TEMA PROPOSAL : Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis
JUDUL PROPOSAL (TENTATIVE) : Pemetaan Tingkat Lahan Kritis di
Kabupaten Blora

LATAR BELAKANG
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam sumber daya alam yang
berupa tanah adalah terjadinya lahan kritis yang disebabkan oleh adanya proses
degradasi lapisan tanah oleh proses erosi tanah yang berkepanjangan. Lahan
kritis merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan fisik, kimia, dan
biologi yang pada akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis,
produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi (Mulyadi dan
Soepraptohardjo, 1975). Suatu lahan dapat menjadi lahan kritis dikarenakan
adanya aktivitas manusia yang menyebabkan degradasi fungsi lahan seperti
deforestasi, irigasi yang tidak baik, rebahan kota, pertambangan.
Lahan kritis terjadi akibat perubahan penggunaan lahan di Indonesia
dari kawasan lahan pertanian maupun lahan hutan menjadi lahan non pertanian
atau lahan terbangun sehingga kawasan yang berfungsi sebagai serapan air
semakin berkurang yang dapat menyebabkan degradasi lahan, kekeringan atau
kekurangan air bersih pada musim kemarau, bencana tanah longsor dan bencana
banjir pada musim penghujan. Salah satunya terjadi di Kabupaten Blora
Provinsi Jawa Tengah. Perubahan fungsi kawasan lahan pertanian menjadi non
pertanian pada tahun 2011 sebesar 15,339 Ha dan tahun 2012 bertambah
menjadi 24,295 Ha.
Luas perubahan lahan menjadi pemukiman terbesar terdapat di
Kecamatan Cepu sebesar 4,542 Ha, Jepon sebesar 3,985 Ha, Blora sebesar
3,906 Ha, Bogorejo sebesar 2,929 Ha, dan Randublatung sebesar 1,558 Ha
(BPN Kabupaten Blora, Blora Dalam Angka 2013, 2013) Tanpa adanya usaha
perbaikan lahan yang ada akan semakin menurunkan kualitas lahan dan pada
akhirnya akan menjadi lahan kritis di kawasan Kabupaten Blora.
Menurut BPS Kabupaten Semarang luas lahan kritis dari tahun ke tahun
semakin menurun dan tercatat pada tahun 2015 sebesar 7.383,50 Ha. Angka
tersebut masih menunjukkan angka yang cukup besar untuk persebaran lahan
kritis walaupun grafik tiap tahunnya menurun. Lahan yang dikategorikan
termasuk lahan kritis mempunyai ciri fisik seperti terkesan gersang dan muncul
batu-batuan di permukaan tanah dan pada umumnya terletak di wilayah dengan
topografi lahan berbukit atau berlereng curam (Prawira, dkk., 2005). Selain itu
pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alangalang dan memiliki
pH tanah relatif rendah yaitu 4,8 hingga 5,2 karena mengalami pencucian tanah
yang tinggi serta ditemukan rhizome dalam jumlah banyak yang menjadi
hambatan mekanik dalam budidaya tanaman.
Melihat dampak yang ditimbulkan oleh lahan kritis, maka diperlukan
langkah nyata yaitu salah satunya dengan identifikasi dan pemetaan tingkat
lahan kritis. Dengan pemetaan tingkat lahan kritis maka dapat diketahui luas
dan sebarannya sehingga akan diperoleh kemudahan dalam tindakan rehabilitasi
lahan yang tepat dan berdaya guna.
Sesuai dengan ilmu geodesi, proses identifikasi dan pemetaan lahan
kritis dapat memanfaatkan sistem informasi geografis dan penginderaan jauh
dengan menggunakan software ErMapper, ArcGIS dan Envi serta menggunakan
metode skoring dan tumpang susun (overlay). Skoring didasarkan atas
pembobotan berdasarkan parameter yang telah ditentukan oleh Peraturan
Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Sungai dan Perhutanan Sosial
Nomor : P.4/VSET/2013 tentang Tata Petunjuk Teknis Penyusunan Data
Spasial Lahan Kritis. Parameter tersebut meliputi penutupan lahan terbaru hasil
interpretasi citra satelit, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, produktivitas,
dan manajemen.
Pemanfaatan metode penginderaan jauh dan sitem informasi geografis
sangat efektif digunakan dalam memetakan lahan kritis di Kabupaten Blora. Hal
ini, dikarenakan luas wilayah Kabupaten Blora yang sangat kecil yaitu sekitar
1,821m². Citra landsat 8 dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan
tutupan lahan di area studi yang termasuk dalam parameter penilaian lahan
kritis. Hasil tutupan lahan selanjutnya diolah untuk mendapatkan nilai kerapatan
vegetasi dengan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index).
DAFTAR PUSTAKA
Huzaini, Aidy. 2011. “Tingkat Kekritisan Lahan di
kecamatan Gunung Pati Kota Semarang”.
Semarang : Teknik Perencanaan Wilayah dan
Kota UNDIP.
Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai dan Perhutani Sosial Nomor :
P.4/V-SET/2013 Tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis
Kiefer, dan Lillesand. 1990. Penginderaan Jauh dan
Interpretasi Citra (Diterjemahkan oleh
Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, dan
Suharyadi) Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Prawira, Angga Yuda. 2005. “Analisis Spasial Lahan


Kritis di Kota Bandung Utara Menggunakan
Open Source Grass”. Bandung : Departemen
Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan ITB

Naba, A. 2009. Belajar Cepat Fuzzy Logic


Menggunakan Matlab. Penerbit Amdi.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai