Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PENJALARAN KEKERINGAN METEOROLOGI

MENUJU KEKERINGAN HIDROLOGI PADA DAS BOAL


KABUPATEN SUMBAWA
Analysis of Meteorological Drought Propagation to Hydrological Drought on
Boal Watershed Sumbawa Regency

Artikel Ilmiah
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

Oleh :
RANI FARIHA
F1A 014 114

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2019
ANALISIS PENJALARAN KEKERINGAN METEOROLOGI MENUJU KEKERINGAN HIDROLOGI
PADA DAS BOAL KABUPATEN SUMBAWA

Rani Fariha1, Humairo Saidah2, Heri Sulistiyono2


1Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram
2Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

INTISARI

Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan, berlangsung
lama sampai musim hujan tiba. Kekeringan curah hujan disebut kekeringan meteorologi, kekeringan
kelembaban tanah dinyatakan sebagai kekeringan pertanian serta kekeringan air bumi, aliran sungai
dan danau yang dikenal dengan kekeringan hidrologi. Pemantauan dan prediksi kekeringan menjadi
kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan, agar dampak kekeringan dapat diantisipasi dan
diminimalkan.
Studi ini bermaksud untuk mengetahui indeks dan penjalaran kekeringan meteorologi menuju
kekeringan hidrologi pada DAS Boal Kabupaten Sumbawa dengan menggunakan metode
Standardized Precipitation Index (SPI) dan Standardized Streamflow Index (SSI). Metode SPI dan SSI
dapat mengidentifikasi adanya potensi kekeringan, karena curah hujan dan debit merupakan indikator
utama kekeringan meteorologis dan hidrologis. Kemudian dianalisa penjalaran kekeringan
meteorologi menuju kekeringan hidrologi dengan cara Korelasi Pearson.
Hasil analisis kekeringan dengan metode Standardized Precipitation Index (SPI) bahwa ketiga
stasiun hujan yang berpengaruh pada DAS Boal yaitu stasiun hujan Gapit, Empang, dan Terano
mengalami defisit kekeringan terparah dengan nilai indeks kekeringan masing-masing sebesar -1,751,
-3,078, dan -3,198. Sedangkan metode Standardized Streamflow Index (SSI) kekeringan hidrologi di
stasiun debit Empang pada DAS Boal dengan indeks terparah yaitu -3,884. Penjalaran kekeringan
dilakukan dengan mengorelasikan nilai SPI terhadap SSI dengan korelasi satu bulanan, dua bulanan
dan tiga bulanan. Hasil analisis korelasi satu bulanan tertinggi sebesar 0,774, akan tetapi korelasi satu
bulanan ini kurang bisa diterima karena selang waktu terjadinya yaitu sembilan bulan. Dengan cara
dua bulanan dan tiga bulanan dihasilkan nilai korelasi tertinggi masing-masing sebesar 0,872 dan
0,937. Dapat dikatakan bahwa terdapat keterkaitan antara kekeringan hidrologi dengan kekeringan
meteorologi pada DAS Boal Kabupaten Sumbawa.

Kata Kunci : Kekeringan, Indeks Kekeringan, SPI, SSI, Angka Korelasi

I. PENDAHULUAN berpengaruh pada sosial ekonomi maupun


A. Latar Belakang masyarakat.
Indonesia adalah negara beriklim tropis yang Kekeringan merupakan salah satu jenis
memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan bencana alam yang terjadi secara perlahan,
musim hujan. Ciri khusus dari wilayah Indonesia berlangsung lama sampai musim hujan tiba.
yaitu memiliki curah hujan yang tinggi pada Kekeringan berbeda dengan bencana alam yang
musim penghujan dan memiliki curah hujan yang lain seperti gempa, banjir, tanah longsor, dan
rendah saat musim kemarau. Keadaan lain-lainnya. Hal ini disebabkan karena perilaku
meteorologis menyebabkan kedua musim yang berbeda serta belum adanya definisi yang
tersebut terjadi secara bergantian. Sehingga berlaku secara umum. Pada umumnya, pengaruh
pada saat musim penghujan sulit untuk kekeringan terakumulasi secara perlahan-lahan
mengendalikan air, namun sebaliknya pada saat dalam suatu periode waktu yang cukup lama dan
musim kemarau panjang sulit untuk memenuhi berkepanjangan sampai tahunan, sehingga awal
kebutuhan akan air. dan akhir kekeringan sukar ditentukan.
Curah hujan merupakan salah satu faktor Kekeringan curah hujan disebut kekeringan
utama dalam menentukan kondisi permukaan meteorologi, kekeringan kelembaban tanah
dalam sudut pandang sumber daya air. Hujan dinyatakan sebagai kekeringan pertanian serta
merupakan suatu masukan yang akan diproses kekeringan air bumi, aliran sungai dan danau
oleh permukaan lahan untuk menghasilkan suatu yang dikenal dengan kekeringan hidrologi
keluaran. Wilayah yang mempunyai tingkat curah (Tallaksen dan Van Lanen, 2004; Van Loon dan
hujan yang rendah maka kondisi sumber daya air Laaha, 2015).
baik air tanah maupun air permukaan semakin Dampak kekeringan mempunyai sebaran
lama akan semakin menurun, sehingga sangat yang luas dan tidak menimpa berbagai struktur
1
seperti halnya bencana tanah longsor, banjir, merupakan kawasan rawan kekeringan di
gempa, dan lain sebagainya. Kekeringan Kabupaten Sumbawa sehingga nantinya dapat
menyebabkan berkurangnya ketersediaan dijadikan sebagai salah satu informasi awal untuk
pasokan air, juga penurunan produksi pangan mengantisipasi datangnya periode kekeringan
serta kebakaran hutan/lahan. Oleh sebab itu, yang akan terjadi di wilayah tersebut dengan baik
pemantauan dan prediksi kekeringan menjadi dan mengingat bahwa kekeringan nantinya akan
kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan, dapat berdampak luas terhadap beberapa sektor
agar dampak kekeringan dapat diantisipasi dan seperti kurangnya ketersediaan air, kurangnya
diminimalkan. pangan, kebakaran hutan dan lain sebagainya.
Dampak kekeringan mulai melanda Dari uraian latar belakang diatas maka penulis
masyarakat di Provinsi NTB termasuk di perlu melakukan studi yang berjudul “Analisis
Kabupaten Sumbawa. Tahun 2017 di Kabupaten Penjalaran Kekeringan Meteorologi Menuju
Sumbawa sendiri terdapat puluhan ribu Kepala Kekeringan Hidrologi Pada DAS Boal
Keluarga (KK) yang terdampak tersebar di 18 Kabupaten Sumbawa”.
kecamatan. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah B. Rumusan Masalah
(BPBD) Kabupaten Sumbawa, sebanyak 23.706 Dari uraian latar belakang di atas maka
KK atau 84.988 jiwa yang terdampak kekeringan. beberapa rumusan masalah yang harus
Jumlah tersebut tersebar di 161 dusun di 60 desa ditinjau yaitu sebagai berikut:
yang ada di 18 kecamatan. Adapun 18 a. Bagaimanakah indeks kekeringan
kecamatan tersebut yakni Plampang, Labangka, meteorologi di DAS Boal Kabupaten
Maronge, Lopok, Moyo Hulu, Lunyuk, Lape, Sumbawa dengan metode Standardized
Rhee, Alas Barat, Moyo Hilir, Moyo Utara, Precipitation Index (SPI)?
Lenangguar, Unter Iwis, Utan, Labuhan Badas, b. Bagaimanakah indeks kekeringan
Buer, Alas dan Empang. (www.suarantb.com ; hidrologi di DAS Boal Kabupaten
2017). Sumbawa dengan metode Standardized
DAS Boal termasuk DAS yang terdapat Streamflow Index (SSI)?
pada Kecamatan Empang Kabupaten Sumbawa. c. Bagaimanakah penjalaran kekeringan
Berdasarkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air hidrologi dari kekeringan meteorologi di
Wilayah Sungai Sumbawa Tahun 2016, DAS DAS Boal Kabupaten Sumbawa?
Boal yang terletak di Kecamatan Empang
Kabupaten Sumbawa termasuk dalam kawasan C. Batasan Masalah
rawan kekeringan. Menurut data yang diperoleh Agar penelitian ini lebih terarah, maka
dari Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I, penulis membatasi pokok-pokok
kecamatan Empang atau DAS Boal ini tercatat permasalahan sebagai berikut:
mengalami kekeringan pada lima tahun terakhir. a. Lokasi penelitian meliputi DAS Boal di
Dengan adanya kejadian kekeringan yang Kabupaten Sumbawa.
rutin terjadi di Provinsi NTB, maka perlu b. Data curah hujan yang digunakan dari
dilakukan analisa untuk mengetahui tingkat dan Stasiun Hujan Gapit, Empang, dan
durasi kekeringan, hal ini penting untuk bisa Terano dengan panjang data 23, 10 dan
dijadikan sebagai peringatan awal akan adanya 7 tahun.
kekeringan yang lebih jauh. Salah satu metode c. Data debit yang digunakan dari Stasiun
yang digunakan dalam menganalisa kekeringan Debit Empang dengan panjang data 23
adalah Standardized Precipitation Index (SPI). tahun.
Metode SPI merupakan indeks kekeringan
meteorologi, dimana metode tersebut D. Tujuan Penelitian
menggunakan data curah hujan bulanan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Sedangkan untuk metode analisa kekeringan a. Mengetahui indeks kekeringan
hidrologi menggunakan metode Standardized meteorologi di DAS Boal Kabupaten
Streamflow Index (SSI) yang memiliki prinsip Sumbawa dengan metode Standardized
dengan terlebih dahulu mengakumulasikan data Precipitation Index (SPI).
debit dalam periode waktu tertentu sebagai b. Mengetahui indeks kekeringan
parameter analisisnya (Vincen-Serrato et al, meteorologi di DAS Boal Kabupaten
2012). Untuk penjalaran kekeringan dapat Sumbawa dengan metode Standardized
dianalisa dengan cara mencari korelasi serta Streamflow Index (SSI).
mengidentifikasi pola penjalaran kekeringan c. Mengetahui penjalaran kekeringan
meteorologi menuju kekeringan hidrologi. hidrologi dari kekeringan meteorologi di
Penulis ingin menganalisa penjalaran DAS Boal Kabupaten Sumbawa
kekeringan dari kekeringan meteorologi menuju
kekeringan hidrologi di DAS Boal yang

2
E. Manfaat Penelitian berpengaruh di Kecamatan Sekotong yaitu
Dengan adanya penelitian ini diharapkan stasiun hujan Sekotong, Kuripan, dan Mangkung
bisa menambah wawasan mengenai perhitungan dengan metode Standardized Precipitation Index
kekeringan, khususnya dengan menggunakan (SPI) mengalami defisit kekeringan terparah
metode Standardized Precipitation Index (SPI) dengan nilai indeks kekeringan masing-masing
dan Standardized Streamflow Index (SSI) serta sebesar -1.766, -3.421, dan -1.394. Dengan
menjadi salah satu referensi/acuan untuk metode Desil presentase kejadian kekeringan di
menghindari atau sebagai peringatan dini ketiga stasiun hujan yang berpengaruh di
terhadap bencana kekeringan sehingga dapat Kecamatan Sekotong yaitu stasiun hujan
mengurangi dampak-dampak yang diakibatkan Sekotong, Kuripan, dan Mangkung mengalami
oleh kekeringan tersebut di DAS Boal Kabupaten keadaan curah hujan dibawah normal (kering)
Sumbawa. masng-masing sebesar 18.056%, 16.667%, dan
12.500%.
II. DASAR TEORI
Muliawan (2012), melakukan penelitian
A. Tinjauan Pustaka
“Analisa Indeks Kekeringan Dengan Metode
Purnamasari (2017) yang berjudul “Analisis
Standardized Precipitation Index (SPI) dan
Penjalaran Kekeringan Meteorologi Menuju
Kekeringan Hidrologi Pada DAS Larona” sebaran kekeringan dengan Geographic
menunjukkan bahwa dari hasil perhitungan Information System (GIS) pada DAS Ngrowo”,
dari analisa didapat indeks kekeringan menggun
tingkat keparahan kekeringan hidrologi terparah
akan metode Standardized Precipitation Index
(SSI 1= -14,8) terjadi tahun 1997-1998
(SPI) pada periode defisit 1, 4, 6, 12 dan 24
menyebabkan volume Danau Towuti berkurang
dengan nilai indeks kekeringan masing-masing (-
90% sehingga produksi PLTA terganggu.
Kekeringan hidrologi pada DAS Larona hulu 4,014), (-3,614), (-3,750), (-3.819 dan (-3,066).
dipengaruhi kuat oleh defisit curah hujan bulan Dari tiap periode defisit didapatkan bahwa
kekeringan terparah terjadi pada tahun 1997
yang sama hingga tiga bulan sebelumnya yang
dengan tingkat kekeringan ”amat sangat kering”.
ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson≥0,50.
Kekeringan meteorologi yang terjadi juga me-
Metode SPI 1-3 bulan dapat dijadikan sebagai
miliki hubungan terhadap nilai SOI. Ketika terjadi
indikator kejadian kekeringan hidrologi pada DAS
Larona. Nilai korelasi berkurang dengan nilai defisit maka SOI bernilai negatif, begitu juga
peningkatan waktu akumulasi SPI. Korelasi yang sebaliknya ketika terjadi nilai surplus maka SOI
bernilai positif. SOI tersebut merupakan indikator
tinggi pada kondisi tidak ada selang waktu antara
terjadinya El Nino, semakin kecil nilai SOI maka
SSI dan SPI menunjukan bahwa indikator
akan terjadi El Nino yang kuat hal tersebut
kekeringan meteorologi dengan SPI berpotensi
untuk dijadikan sebagai alat deteksi dini menyebabkan terjadinya kekeringan yang
kekeringan hidrologi pada DAS Larona. panjang.
Andika (2014), melakukan penelitian 1) Kekeringan
“Penerapan Metode Standardized Precipitation Kekeringan diawali dengan berkurangnya
Index (SPI) Untuk Analisa Kekeringan di DAS jumlah curah hujan dibawah normal pada satu
Ngasinan Kabupaten Trenggalek”, bahwa musim, kejadian ini adalah kekeringan
besaran indeks kekeringan dengan metode meteorologis yang merupakan tanda awal dari
Standardized Precipitation Index (SPI) dari 8 terjadinya kekeringan. Tahapan selanjutnya
stasiun hujan di DAS Ngasinan menunjukkan adalah berkurangnya kondisi air tanah yang
hasil indeks yang berbeda-beda pada masing- menyebabkan terjadinya stress pada tanaman
masing periode defisit 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan (disebut kekeringan pertanian), tahapan
dan 12 bulan. Pada SPI periode defisit 1 bulan, selanjutnya terjadinya kekurangan pasokan air
nilai indeks kekeringan tertinggi sebesar -3,618 permukaan dan air tanah yang ditandai
yang terjadi bulan November tahun 2006. Pada menurunya tinggi muka air sungai ataupun danau
SPI periode defisit 3 bulan, nilai indeks (disebut kekeringan hidrologis). Kekeringan
kekeringan tertinggi sebesar -5,172 yang terjadi dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
bulan Februari tahun 2014. Pada SPI periode 1. Kekeringan meteorologi (meteorology
defisit 6 bulan, nilai indeks kekeringan tertinggi drought)
sebesar -4,702 yang terjadi bulan Juni tahun Didefiniskan sebagai kekurangan hujan dari
2007. Pada SPI periode defisit 12 bulan, nilai yang normal atau diharapkan selama
indeks kekeringan tertinggi sebesar -4,806 yang periode waktu tertentu. Perhitungan tingkat
terjadi bulan Januari tahun 2008. kekeringan meteorologis merupakan
Ryzkia (2016), melakukan penelitian “Analisa indikasi pertama terjadinya kondisi
Kekeringan di Kecamatan Sekotong dengan kekeringan.
Metode Standardized Precipitation Index (SPI) 2. Kekeringan pertanian (agricultural drought)
dan Desil”, bahwa untuk prediksi kekeringan Kekeringan pertanian ini terjadi setelah
2015 – 2020 ketiga stasiun hujan yang terjadinya gejala kekeringan meteoro-logis.
3
Kekeringan ini berhubungan dengan K = 0,1,2, … , n

 (Y − Y )
berkurangnya kandungan air dalam tanah n
2
(lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi i
memenuhi kebutuhan air bagi tanaman Dy = i =1
2
pada suatu periode tertentu. Dicirikan n
dengan kekurangan lengas tanah.

( )
3. Kekeringan hidrologi (hydrological drought) k
S k =  Yi − Y
*
Didefinisikan sebagai kekurangan pasok air
permukaan dan air tanah dalam bentuk air i +1
di danau dan waduk, aliran sungai, dan
muka air tanah. Kekeringan hidrologis k = 1,2,3, … , n
diukur dari ketinggian muka air sungai, dengan :
waduk, danau dan air tanah. n = jumlah data hujan
Yi
2) Metode Indeks Kekeringan = data curah hujan (mm)
Indeks kekeringan merupakan suatu Y = rerata curah hujan (mm)
perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, * **
dan mengevaluasi kejadian kekeringan. Untuk S k , S k , Dy
= nilai statistik
menduga nilai indeks kekeringan suatu wilayah
Nilai statistik Q
terdapat beberapa metode yang dalam proses
Q = maks S k
**
perhitungannya dapat memanfaatkan beberapa
0k  n
data, baik data iklim maupun kelengasan tanah.
Tabel 1 Beberapa metode indeks kekeringan dan
Nilai Statistik R (Range)
masukan data yang dibutuhkan dalam
R = maks S k − min S k
** **
perhitungan 0k n
0k n
dengan :
Q = nilai statistik
n = jumlah data hujan
Dengan melihat nilai statistik di atas maka dapat
dicari nilai Qy / n dan Ry / n
Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai
Qy / n syarat dan Ry / n syarat.

2) Metode Standardized Precipitation Index


(SPI)
SPI untuk suatu lokasi dihitung berdasarkan
data hujan yang cukup panjang untuk periode
yang diinginkan.
McKee et al (1993) menggunakan
klasifikasi dibawah ini untuk mengidentifikasikan
intensitas kekeringan, dan juga kriteria kejadian
kekeringan untuk skala waktu tertentu.
Sumber : (Solikhati, 2013, dalam Anggun 2015) Kekeringan terjadi pada waktu SPI secara
B. Analisa berkesinambungan negatif dan mencapai
1) Uji Konsistensi Data intensitas kekeringan dengan SPI bernilai -1 atau
Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, kurang, sedangkan kekeringan akan berakhir
data hujan harus dilakukan pengujian konsistensi apabila nilai SPI menjadi positif.
terlebih dahulu untuk mendeteksi penyimpangan 1. Menghitung rata-rata :
ini. Uji konsistensi juga meliputi homogenitas x
data karena data konsisten berarti data x=
homogen. Pengujian konsistensi ada berbagai
n
Dengan :
cara diantaranya RAPS (Rescaled Adjusted
Partial Sum). x = nilai rata-rata kejadian hujan (mm)
Persamaan yang digunakan adalah sebagai  x = jumlah kejadian hujan (mm)
berikut (Sri Harto, 1993): n = jumlah data
*
Sk menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi
=
**
Sk = AVERAGE (first : last)
Dy 2. Menghitung Standar Deviasi :

4
dahulu mengakumulasikan data debit dalam
( x − x )
Sd = periode waktu tertentu (Vicente-Serrano et al,
n 2012). Tidak ada fungsi distribusi peluang yang
Dengan : S = standar deviasi digunakan secara luas dalam menghitung SSI.
menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi Data debit pada stasiun Empang
= STDEV (first : last) digunakan untuk analisis kekeringan dengan
3. Menghitung alpha : metode SSI. Perhitungan SSI dilakukan dengan
terlebih dahulu mengakumulasikan data debit
x2
= dalam periode waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan.
Sd 2 Akumulasi curah hujan 3, 6 dan 12 bulan
Dengan : diperoleh dengan membuat penjumlahan
bergerak 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan dari data
x = Nilai rata-rata kejadian hujan (mm) debit bulanan. Perhitungan SSI dari data
Sd = Standar deviasi akumulasi debit 1 bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan
4. Menghitung beta : dan 12 bulanan selanjutnya dinotasikan dengan
x SSI 1, SSI 3, SSI 6 dan SSI 12. Selanjutnya
=
 melakukan perhitungan nilai indeks dan
menganalisis karakteristik kekeringan hidrologi.
Dengan :
Prosedur perhitungan SSI sama dengan
x = Nilai rata-rata kejadian hujan (mm) perhitungan SPI.
 = Nilai bentuk (shape)/alpha
5. Menghitung gamma distribusi : 4) Penjalaran Kekeringan
x x −x Penjalaran kekeringan dikuantifikasi dengan
1
G ( x) =  g ( x)dx =   t a −1e  dx mengkorelasikan indikator kekeringan hidrologi
0  ( a ) 0 dengan indikator kekeringan meteorologi untuk
menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi mengidentifikasi skala waktu saat defisit curah
= GAMMADIST (x, β, α, true) hujan merambat melalui siklus hidrologi dan
6. Menghitung transfom gamma distribution : menyebabkan defisit dalam sistem DAS. Salah
satu tujuan dilakukannya korelasi adalah untuk
 1  mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua
t = ln  2 
untuk 0 < H(x) ≤ 0.5 variable atau lebih suatu fenomena atau
 H ( x)  kejadian. Usaha-usaha untuk mengukur
hubungan ini dikenal sebagai mengukur asosiasi.
 1 
t = ln  2 
untuk 0.5 < H(x) < 1.0 Analisa korelasi sederhana diartikan
 (1 − H ( x ))  sebagai suatu analisa data yang bermaksud
untuk melihat hubungan antara dua variabel.
Dengan :
Tujuan dilakukannya analisa korelasi antara lain :
H ( x) = q + (1 − q)G( x) (1) untuk mencari bukti terdapat tidaknya
q = m/n dengan m adalah jumlah kejadian hubungan (korelasi) antar variabel, (2) bila sudah
hujan 0 mm dalam deret seri data hujan. ada hubungan, untuk melihat besar-kecilnya
7. Menghitung nilai SPI hubungan antar variabel, dan (3) untuk
- untuk 0 < H(x) ≤ 0.5 memperoleh kejelasan dan kepastian apakah
c0 + c1t +c 2 t 2 hubungan tersebut berarti (meyakinkan atau
Z = SPI = −(t − signifikan) atau tidak berarti (tidak meyakinkan).
1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3 Apabila angka indek korelasi bertanda plus (+)
- untuk 0.5 < H(x) ≤ 1.0 maka korelasi tersebut positif dan arah korelasi
c0 + c1t +c 2 t 2 satu arah, sedangkan apabila angka indek
Z = SPI = +(t − korelasi bertanda minus (-) maka korelasi
1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3 tersebut negatif dan arah korelasi berlawanan
Dengan : arah, serta apabila angka indeks korelasi sama
dengan 0, maka hal ini menunjukkan tidak ada
c0= 2.515517 d1= 1.432788 korelasi.
c1= 0.802853 d2= 0.189269 Selanjutnya untuk melihat tingkat
keeratan hubungan antara variabel yang diteliti,
c2= 0.010328 d3= 0.001308 maka angka koefisien korelasi yang diperoleh
3) Metode Standardized Streamflow Index dibandingkan dengan tabel korelasi berikut:
(SSI)
Kekeringan hidrologi didentifikasi dengan
menggunakan metode Standardized Streamflow
Index (SSI). Perhitungan SSI memiliki prinsip
yang sama dengan SPI yaitu dengan terlebih
5
Tabel 2 Koefisien Korelasi 1) Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DAS Boal,
Kabupaten Sumbawa dengan tiga stasiun
hujan berpengaruh, antara lain : stasiun hujan
Gapit, Empang, dan Terano
Gambar 2 Peta lokasi DAS Boal
Sumber: Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara

(Sumber:Maman Abdurahman dkk, 2011)


Koefisien korelasi dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut (Abdurahman, 2011):
N  XY − ( X )( Y )
r xy =
[ N  X 2 − ( X ) 2 ][ N  Y 2 − ( Y ) 2 ]
Dimana:
X = Nilai indeks SPI
Y = Nilai indeks SSI
Akan tetapi pada penelitian ini akan digunakan
2) Uji Konsistensi Data Hujan
rumus korelasi pada Microsoft Excel
Dalam pencatatan ini, uji konsistensi data
menggunakan fungsi =CORREL (array1, array2).
curah hujan dilakukan dengan metode RAPS.
III. METODE PENELITIAN
Berikut adalah hasil dari uji dengan
Gambar 1 Bagan Alir Penelitian menggunakan metode RAPS.
Tabel 3 Uji RAPS stasius hujan Gapit
No Tahun Hujan SK* DY² SK** I SK** I
1 2 3 4 5 6 7
1 1995 1461,000 266,157 3079,969 0,459 0,459
2 1996 1198,000 269,313 0,433 0,465 0,465
3 1997 1410,000 484,470 2012,710 0,836 0,836
4 1998 1302,400 592,026 502,974 1,022 1,022
5 1999 2301,000 1698,183 53199,228 2,932 2,932
6 2000 1123,800 1627,139 219,442 2,809 2,809
7 2001 3244,400 3676,696 182638,345 6,347 6,347
8 2002 1150,700 3632,552 84,724 6,271 6,271
9 2003 1187,800 3625,509 2,157 6,259 6,259
10 2004 347,500 2778,165 31216,999 4,796 4,796
11 2005 748,900 2332,222 8646,330 4,026 4,026
12 2006 1187,600 2324,978 2,281 4,014 4,014
13 2007 637,100 1767,235 13525,121 3,051 3,051
14 2008 737,100 1309,491 9109,961 2,261 2,261
15 2009 737,100 851,748 9109,961 1,470 1,470
16 2010 1397,500 1054,404 1785,638 1,820 1,820
17 2011 677,500 537,061 11636,708 0,927 0,927
18 2012 960,500 302,717 2387,690 0,523 0,523
19 2013 1272,300 380,174 260,848 0,656 0,656
20 2014 1123,400 308,730 221,920 0,533 0,533
21 2015 1057,200 171,087 823,727 0,295 0,295
22 2016 884,000 -139,757 4201,029 -0,241 0,241
23 2017 1334,600 0,000 849,212 0,000 0,000
Total 27481,400 335517,408
Rata-Rata 1194,843
Hasil akar 579,239
n 23
Sk** maks 6,347 Sk ** maks = maks kolom 6
Sk** min -0,241 Sk ** min = min kolom 6
Q 6,347 Q = maks kolom 7
R 6,589 R = SK** maks - SK** min
Q / (n) (1/2)
hit 1,324 < Q / (n)(1/2) tabel 99% = 1,43 Konsisten
R / (n)(1/2) hit 1,374 < R / (n)(1/2) tabel 99% = 1,63 Konsisten

Sumber : Hasil perhitungan

Tabel 4 Rekapitulasi uji RAPS masing – masing


stasiun hujan
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
6
Sumber : Hasil perhitungan c0 + c1t +c 2 t 2
3) Analisa Kekeringan Z = SPI = −(t − )
1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3
2.515517 + 0.802853 x1.569 + 0.010328 x1.569 2
a. Metode SPI = −(1.569 − )
1 + 1.432788 x1.569 + 0.189269 x1.569 2 + 0.001308 x1.569 3
Contoh perhitungan pada stasiun hujan Gapit
bulan Januari :
- Menghitung rata-rata : = -0.547
- x = x
Contoh perhitungan dengan 0.5 < H(x) ≤ 1.0
n bulan Januari tahun 1995 :
= Curah hujan Jan (1995 + 1996 + . . . + 2017) c0 + c1t +c 2 t 2
Z = SPI = +(t − )
23 1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3
= 6297.500 = 273.804 mm 2.515517 + 0.802853 x 2.130 + 0.010328 x 2.130 2
23 = +(2.130 − )
1 + 1.432788 x 2.130 + 0.189269 x 2.130 2 + 0.001308 x 2.130 3
- Menghitung Standar Deviasi :
( x − x) 2 = = 1.262
Sd =
n −1
(547 - 273.804 ) 2 + (288 − 273.804 ) 2 + ... + (419.3 - 273.804)
2
Tabel 5 Perhitungan SPI untuk bulan Januari
23 − 1 stasiun hujan Gapit
Tahun x G(x) H(x) t SPI Klasifikasi
= 216.859

1995 547,000 0,892 0,897 2,131357 1,264 CB
- Menghitung : 1996 288,000 0,629 0,645 1,440068 0,373 N
1997 120,000 0,262 0,295 1,563531 -0,540 N
2
x 273.804 2 1998 141,000 0,317 0,347 1,45582 -0,394 N
= = = 1.594 1999 598,000 0,916 0,920 2,248028 1,406 CB
Sd 2 216.859 2 2000 429,000 0,808 0,816 1,840273 0,900 N
2001 851,000 0,977 0,978 2,767233 2,020 ASB
- Menghitung β ; 2002 139,000 0,312 0,342 1,465548 -0,407 N
x = 273.804 2003 185,000 0,424 0,449 1,264788 -0,127 N
= = 171.758 2004 46,500 0,074 0,115 2,081785 -1,203 CK
 1.594 2005 144,000 0,324 0,354 1,441421 -0,374 N
2006 514,600 0,873 0,879 2,054583 1,169 CB
- Menghitung gamma distribusi : 2007 53,000 0,089 0,129 2,023601 -1,131 CK
Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1995 2008 107,200 0,229 0,262 1,635952 -0,636 N
stasiun hujan Gapit : 2009 107,200 0,229 0,262 1,635952 -0,636 N
−x 2010 0,000 0,000 0,043 2,504194 -1,712 SK
x x
1 2011 93,400 0,192 0,227 1,720891 -0,747 N
G ( x) =  g ( x)dx =
  (a) 0
x a−1e  dx 2012 187,700 0,431 0,455 1,254305 -0,112 N
2013 377,000 0,754 0,764 1,700541 0,720 N
0
𝑥 2014 458,600 0,833 0,841 1,916418 0,997 N
1 −( )
= 𝑥 (𝛼−1) 𝑒 𝛽 2015 337,200 0,704 0,716 1,587749 0,572 N
𝛽 𝛼 (𝛼) 2016 153,800 0,349 0,377 1,39592 -0,312 N
505 2017 419,300 0,799 0,807 1,814808 0,868 N
1
= 𝑥 505(2.637−1) 𝑒 −(93.844) Jumlah 6297,500
93.844 2.637 x (2.637) Mean 273,804
= 0.468 St dev 216,859
- Menghitung probabilitas kumulatif H(x) n 23
m 1
Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1995 q=m/n 0,043
stasiun hujan Gapit : Alpha (α) 1,594
H(x) = 𝑞 + (1 − 𝑞) . 𝐺(𝑥) Beta (β) 171,758

= 0,040 + (1 – 0,040 ) x 0,892 Sumber : Hasil perhitungan


= 0,896 Berikut adalah grafik nilai SPI masing-masing
- Menghitung transform gamma distribusi :
Contoh perhitungan dengan 0 < H(x) ≤ 0.5 yaitu stasiun :
bulan Januari tahun 1997 :
 1  = 1.569
t = ln  2 
 0.292 
Contoh perhitungan dengan 0.5 < H(x) < 1.0
bulan Januari tahun 1990 :
 1 
t = ln  2 
= 2.130
 (1 − 0.896 ) 
- Menghitung nilai SPI :
Contoh perhitungan dengan 0 < H(x) ≤ 0.5 yaitu
bulan Januari tahun 1997 :

7
x =  x = Curah hujan Jan (1995 + 1996 + . . . + 2017)
n 23
45,507
= = 1,979 m³/dt
23
- Menghitung Standar Deviasi :
( x − x) 2
Sd =
n −1
=
2
(0,623 - 1,979 ) 2 + (1,978 − 1,979 ) 2 + ... + (1,180 - 1,979)
23 − 1
= 2,670
Gambar 3 Grafik SPI stasiun hujan Gapit
Kekeringan terparah jatuh pada tahun 2010 - Menghitung  :
dengan nilai SPI sangat kering dengan nilai SPI x 2
= 1,979 2
-1.751. = = 0,549
Sd 2 2,670 2
- Menghitung β ;
x 1,979
= = = 3,602
 0,549
- Menghitung gamma distribusi :
Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1995
stasiun debit Empang :
x x −x
1
G ( x) =  g ( x)dx =   x a−1e  dx
0
  ( a ) 0
𝑥
1 −( )
Gambar 4 Grafik SPI stasiun hujan Empang = 𝑥 (𝛼−1) 𝑒 𝛽
𝛽 𝛼 (𝛼)
0,623
Kekeringan terparah jatuh pada tahun 2015 =
1
𝑥 0,62(0.55−1) 𝑒
−(
3,6
)
dengan nilai SPI sangat kering dengan nilai SPI 3,60,55 x (0.55)
-3.078. = 0,404
- Menghitung probabilitas kumulatif H(x)
Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1995
stasiun debit Empang :
H(x) = 𝑞 + (1 − 𝑞) . 𝐺(𝑥)
= 0.000 + (1 – 0.000 ) x 0,404
= 0,404
- Menghitung transform gamma distribusi :
Contoh perhitungan dengan 0 < H(x) ≤ 0.5 yaitu
bulan Januari tahun 1995 :

 1  = 0,404
t = ln  2 
 0,404 
Gambar 5 Grafik SPI stasiun hujan Terano Contoh perhitungan dengan 0.5 < H(x) < 1.0
Kekeringan terparah jatuh pada tahun 2015 bulan Januari tahun 1996 :
dengan nilai SPI sangat kering dengan nilai SPI
-3.198.  1 
b. Metode SSI t = ln  2
= 0,675
Secara umum, perhitungan SSI ini memiliki  (1 − 0,675) 
langkah yang sama seperti perhitungan pada - Menghitung nilai SPI :
metode SPI. Akan tetapi, yang membedakan Contoh perhitungan dengan 0 < H(x) ≤ 0.5 yaitu
adalah data yang digunakan dalam perhitungan bulan Januari tahun 1995 :
SSI ini adalah data AWLR. Data AWLR yang c0 + c1t +c 2 t 2
digunakan yaitu data AWLR pada stasiun debit Z = SSI = −(t − )
Empang. 1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3
Contoh perhitungan pada stasiun debit Empang
bulan Januari :
- Menghitung rata-rata :
8
2,515517 + 0,802853 x1,346 + 0,010328 x1,346 2 Kekeringan terparah jatuh pada tahun
= −(1,346 − )
1 + 1,432788 x1,346 + 0,189269 x1,346 2 + 0,001308 x1,346 3 2016 dengan nilai SPI sangat kering dengan nilai
SPI -3,884
= -0,242
Contoh perhitungan dengan 0.5 < H(x) ≤ 1.0 4) Penjalaran Kekeringan Meteorologi
bulan Januari tahun 1996 : Menuju Kekeringan Hidrologi
c0 + c1t +c 2 t 2 Penjalaran kekeringan pada penelitian ini
Z = SSI = +(t − ) dimaksudkan untuk menggambarkan
1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3 perubahan sinyal kekeringan meteorologi
2,515517 + 0,802853 x1,499 + 0,010328 x1,499 2 menjadi kekeringan hidrologi melalui siklus
= +(1,499 − ) hidrologi. Penjalaran kekeringan
1 + 1,432788 x1,499 + 0,189269 x1,499 2 + 0,001308 x1,499 3
dikuantifikasi dengan mengkorelasikan
= 0,453 indikator kekeringan hidrologi SSI 1 bulan
dengan indikator kekeringan meteorologi
Tabel 6 Perhitungan SSI untuk bulan Januari SPI 1-12 bulan untuk mengidentifikasi skala
stasiun debit Empang waktu saat defisit curah hujan merambat
melalui siklus hidrologi dan menyebabkan
Tahun x G(x) H(x) t SSI Klasifikasi defisit dalam sistem DAS. Untuk
1995 0,623 0,404 0,404 1,346172 -0,242 N
menganalisis adanya selang waktu (lag)
1996 1,978 0,675 0,675 1,499323 0,453 N
1997 13,497 0,993 0,993 3,136507 2,442 ASB antara kejadian kekeringan meteorologi
1998 1,524 0,608 0,608 1,36938 0,275 N dengan kekeringan hidrologi, korelasi
1999 2,431 0,728 0,728 1,613244 0,606 N dilakukan antara SSI 1 bulan dengan SPI 1-
2000 2,175 0,699 0,699 1,550557 0,522 N 12 bulan menggunakan selang waktu 0-3
2001 1,551 0,613 0,613 1,377882 0,287 N
2002 1,359 0,580 0,580 1,316766 0,201 N bulan.
2003 2,067 0,686 0,686 1,522689 0,485 N Periode akumulasi SPI 1-12 bulan dan
2004 3,653 0,826 0,826 1,871374 0,940 N SSI 1 bulan dikorelasikan silang dengan
2005 0,712 0,431 0,431 1,297149 -0,173 N menggunakan koefisien korelasi Pearson
2006 1,458 0,597 0,597 1,348959 0,246 N
2007 0,741 0,440 0,440 1,282086 -0,152 N
untuk menganalisis periode akumulasi SPI
2008 1,765 0,646 0,646 1,440881 0,374 N yang paling tepat untuk
2009 1,830 0,655 0,655 1,459039 0,399 N mengkarakterisasikan SSI 1. Periode
2010 0,791 0,453 0,453 1,25759 -0,117 N akumulasi SPI yang memiliki korelasi terkuat
2011 0,913 0,485 0,485 1,202588 -0,037 N
dengan SSI 1 digunakan sebagai indikator
2012 0,024 0,071 0,071 2,300852 -1,470 CK
2013 0,700 0,428 0,428 1,303348 -0,182 N untuk menganalisis penjalaran kekeringan
2014 3,420 0,811 0,811 1,826325 0,883 N dengan melihat apakah dibarengi dengan
2015 0,875 0,476 0,476 1,219039 -0,061 N angka yang menunjukan klasifikasi terjadi
2016 0,240 0,248 0,248 1,66898 -0,679 N kekeringan atau tidak. Kekeringan terjadi
2017 1,180 0,545 0,545 1,255448 0,113 N
Jumlah 45,507
apabila pada periode minimal 1 bulan
Mean 1,979 bernilai negatif sesuai dengan ambang
St dev 2,670 batas yang telah ditentukan yaitu: -1 (agak
n 23 kering), -1,5 (kering) dan -2 (sangat kering)
m 0
q=m/n 0,000
(Lloyd-Huges dan Saunders, 2002).
Alpha (α) 0,549 Dalam studi ini dilakukan korelasi
Beta (β) 3,602 dengan cara satu bulanan, dua bulanan dan
tiga bulanan untuk melihat dan
Sumber : Hasil perhitungan
membandingkan hasil korelasi terbaik dan
Berikut adalah grafik nilai SSI stasiun debit korelasi yang tepat untuk mengukur
Empang kekeringan hidrologi pada DAS Boal
Kabupaten Sumbawa.

Gambar 6 Grafik SSI stasiun debit Empang

9
Tabel 7 Korelasi Nilai SPI terhadap SSI per satu bulanan pada tahun 2004-2005
Kekeringan Meteorologi Nilai SSI dalam selang waktu (bulan)
Tahun
Bulan SPI 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jan -1,220 0,940
Feb -1,280 -0,198 -0,198
Mar -1,751 0,572 0,572 0,572
Apr -0,644 0,761 0,761 0,761 0,761
Mei 0,846 -0,074 -0,074 -0,074 -0,074 -0,074
Jun -0,253 -1,714 -1,714 -1,714 -1,714 -1,714 -1,714
2004
Jul 0,151 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405
Agust 1,527 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405
Sept 0,151 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826
Okt 1,004 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751
Nov 0,440 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016
Des -0,211 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405
Jan -0,381 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173
Feb -0,751 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338
Mar -0,760 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187
Apr 1,153 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060
Mei -0,467 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262
Jun 1,333 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289
2005
Jul 1,562 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494
Agust 0,582 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679
Sept 0,151 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484
Okt 0,151 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555
Nov 0,162 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821
Des 0,148 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932

Gambar 7 Grafik Nilai Korelasi SPI terhadap SSI per satu bulanan pada tahun 2004

Lag time Nilai Korelasi


0 -0,664
1 -0,742
2 -0,689
3 -0,139
4 0,212
5 0,493
6 0,541
7 0,565
8 0,705
9 0,774
10 0,664
11 0,641

Tabel 8 Rekapitulasi Nilai Korelasi SPI terhadap SSI per satu bulanan
Lag time
Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1995 0,368 0,108 -0,073 -0,294 -0,030 0,047 0,140 0,297 0,119 0,005 -0,221 0,028
1996 0,771 -0,034 0,247 0,024 0,248 0,388 -0,267 -0,140 -0,919 0,398 -1,000 -0,580
1997 0,351 0,323 0,308 -0,118 -0,091 -0,017 -0,020 -0,093 0,139 -0,500 -0,087 0,201
1998 0,413 0,525 0,348 -0,352 -0,391 0,024 -0,067 -0,215 -0,093 -0,354 -0,097 0,239
1999 -0,023 -0,257 -0,039 -0,736 0,054 -0,060 0,060 0,180 0,537 -0,241 0,486 0,237
2000 -0,051 0,268 0,368 0,296 0,382 0,060 0,074 0,287 -0,039 -0,266 0,141 -0,428
2001 0,206 -0,226 -0,008 0,173 0,472 0,108 0,008 -0,624 -0,306 -0,380 -0,596 -0,101
2002 0,002 0,139 0,250 -0,129 0,310 0,110 0,307 0,244 0,575 -0,202 -0,400 -0,419
2003 -0,077 -0,619 0,206 0,038 -0,242 -0,100 -0,089 -0,254 -0,246 -0,423 -0,533 -0,207
2004 -0,664 -0,742 -0,689 -0,139 0,212 0,493 0,541 0,565 0,705 0,774 0,664 0,641
2005 0,409 0,529 0,384 0,340 0,609 0,353 -0,101 -0,198 0,020 -0,686 -0,042 0,517
2006 0,243 0,730 0,625 0,039 -0,567 -0,656 -0,480 -0,054 -0,074 0,044 0,229 0,449
2007 0,524 0,713 0,350 -0,387 -0,494 -0,418 -0,282 -0,571 -0,463 -0,296 -0,227 -0,292
2008 0,121 0,429 0,176 0,159 0,003 -0,130 -0,553 -0,495 0,073 0,179 0,175 0,524
2009 0,127 -0,083 -0,290 -0,163 0,075 -0,600 0,101 0,045 -0,143 0,158 0,277 0,156
2010 0,518 0,575 0,373 0,136 -0,006 -0,021 -0,170 -0,202 -0,320 -0,567 -0,734 -0,342
2011 -0,016 -0,489 -0,610 -0,223 0,538 0,207 -0,262 -0,160 0,114 0,075 0,346 0,701
2012 -0,037 -0,310 -0,218 -0,218 -0,277 0,170 0,069 0,242 0,211 0,463 -0,316 0,562
2013 -0,388 -0,234 -0,280 -0,049 -0,110 0,059 0,544 0,604 0,260 -0,497 -0,757 -0,355
2014 0,424 0,420 0,081 -0,243 0,318 -0,041 0,043 -0,054 0,197 0,175 -0,441 -0,144
2015 0,290 0,232 0,245 0,186 -0,086 -0,117 0,021 0,061 0,033 0,041 0,120 0,021
2016 0,059 0,522 0,565 0,325 0,492 0,580 0,272 -0,087 -0,471 -0,645 -0,745 -0,634

10
Tabel 9 Rekapitulasi Nilai Korelasi SPI terhadap Gambar 9 Grafik Nilai Korelasi SPI terhadap SSI
SSI per dua bulanan per tiga bulanan
Tahun Nilai Korelasi
1995 0,074
1996 0,719
1997 0,619
1998 0,513
1999 -0,218
2000 0,294
2001 -0,094
2002 -0,225
2003 -0,706
2004 -0,900
2005 0,629
2006 0,711
2007 0,647
2008 0,446
2009 -0,202
2010 0,437 Berdasarkan hasil analisis korelasi
2011 0,052 Pearson 1 bulanan mulai tahun 1995 sampai
2012 -0,784
2013 -0,765 dengan tahun 2016, korelasi paling signifikan
2014 0,622 dihasilkan pada tahun 2004. Dapat diketahui
2015 0,872 bahwa korelasi tertinggi terjadi pada saat selang
2016 0,432
2017 0,382 waktu sembilan bulan antara kekeringan
meteorologi (SPI 1) dan kekeringan hidrologi
Gambar 8 Grafik Nilai Korelasi SPI terhadap SSI (SSI 9) dengan nilai korelasi 0,774. Korelasi
per dua bulanan tertinggi terjadi setelah selang waktu 9 bulan, hal
ini kurang bisa diterima karena selang waktu
yang terlalu jauh, dan angka-angka yang
dihasilkan kurang baik sehingga korelasi dengan
cara satu bulanan tidak bisa digunakan untuk
mendeteksi kekeringan hidrologi pada studi ini.
Maka dicoba dengan cara korelasi 2
bulanan dan 3 bulanan seperti pada Tabel 4.35
dan 4.37 kemudian dihasilkan nilai korelasi
tertinggi masing-masing sebesar 0,872 pada
tahun 2015 dan 0,937 pada tahun 1997.
Perhitungan nilai korelasi SPI terhadap
Tabel 10 Rekapitulasi Nilai Korelasi SPI terhadap SSI dengan cara 2 dan 3 bulanan juga terdapat
SSI per tiga bulanan nilai korelasi negatif. Pada perhitungan 2 dan 3
bulanan, korelasi negatif terjadi pada tahun yang
Tahun Nilai Korelasi
1995 0,101 sama yaitu tahun 1999, 2001, 2002, 2003, 2004,
1996 0,566 2009, 2012 dan 2013 dengan masing-masing
1997 0,937
1998 0,819
nilai korelasi yang dapat dilihat pada Tabel 4.36
1999 -0,907 dan 4.38. Hal ini berarti bahwa pada tahun
2000 0,812 tersebut terjadi kekeringan meteorologi, tetapi
2001 -0,046
2002 -0,105 debit yang tersedia justru semakin banyak
2003 -0,319 karena kemungkinan besar cadangan air tanah di
2004 -0,796
2005 0,518
tahun tersebut mulai keluar diakibatkan jumlah
2006 0,626 curah hujan yang tinggi pada tahun-tahun
2007 0,006 sebelumnya. Sehingga pada tahun-tahun yang
2008 -0,813
2009 -0,281 korelasinya bernilai negatif, kekeringan
2010 0,582 meteorologi tidak dibarengi oleh kekeringan
2011 -0,776
2012 -0,189
hidrologi.
2013 -0,474
2014 0,867 V. KESIMPULAN DAN SARAN
2015 -0,210
2016 0,246 A. Kesimpulan
2017 0,182 1. Indeks kekeringan terparah dengan metode
Standardized Precipitation Index (SPI) pada
stasiun hujan berpengaruh yaitu Gapit,
Empang, dan Terano masing-masing
sebesar -1,751 pada tahun 2010, -3,078
pada tahun 2015, dan -3,198 pada tahun
2015. Dimana pada tahun-tersebut memang
11
merupakan tahun kekeringan yang telah KK.Terdampak.Kekeringan.di.Su
ditetapkan oleh BNPB maupun BMKG. mbawa
Indeks kekeringan terparah dengan metode Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Standardized Streamflow Index (SSI) pada 2010. Data Kejadian Bencana
stasiun debit Empang yaitu -3,884 pada Kekeringan.
tahun 2016. http://geospasial.bnpb.go.id/pant
2. Metode SPI berpotensi untuk dijadikan auanbencana/data/datakering.ph
sebagai alat deteksi dini kekeringan p
hidrologi pada DAS Boal berdasarkan pada BISDA DPU. 2017. Data Curah Hujan Harian.
nilai korelasi yang paling tinggi dan Provinsi NTB
signifikan pada saat kekeringan meteorologi BMKG Stasiun Klimatologi Kelas I Lombok Barat.
dan hidrologi terjadi bersamaan. 2017. Data Curah Hujan
3. Studi ini memperkuat bukti bahwa terdapat Bulanan. Provinsi NTB
keterkaitan antara kekeringan hidrologi Chow VT, editor. 1964. Handbook of Applied
dengan kekeringan meteorologi. Waktu Hydrology. New York: Mc Graw
kejadian kekeringan hidrologi dan Hill Inc.
meteorologi yang hampir bersamaan Hayes, Michael J. 1999. Monitoring the 1996
menjadikan kemungkinan penggunaan Drougth Using the Standardized
indikator kekeringan meteorologi sebagai Precipitation Index. Bulletin of the
alat deteksi dini kekeringan hidrologi pada American Meteorological Society:
DAS Boal Volume 80 No.3.
Hayes, Michael. 2000. Revisiting the SPI:
B. Saran Clarifying the Process. University
1. Penggunaan stasiun hujan secara individu of Nebraska-Lincoln : Volume 12
untuk menggambarkan kekeringan No.1.
meteorologi secara spasial pada Laaha G, Hisdal H, Kroll CN, Van Lanen HAJ,
keseluruhan DAS Boal perlu dilakukan. Hal Sauquet E, Tallaksen LM, Woods
ini dapat meningkatkan kehandalan deteksi R, Young A. 2013. Prediction of
dini kekeringan hidrologi sehingga upaya low flows in ungauged basins. In:
mitigasi kekeringan hidrologi pada DAS Boal Bloschl G, Sivapalan M,
khususnya dengan teknologi modifikasi Wagener T, Viglione A, Savenije
cuaca dapat dilakukan dengan efektif. H, eds. Runoff Prediction in
2. Membangun sumur bor untuk Ungauged Basins. Cambridge,
mengantisipasi dampak kekeringan. UK: Cambridge University Press.
3. Diharapkan pemerintah dapat mengambil
langkah antisipasi yang tepat untuk Lloyd-Hughes B, and Saunders M A. 2002. A
menangani kejadian kekeringan di masa drought climatology for Europe.
yang akan datang. Int. J. Climatol.

López-Moreno J I, Vicente-Serrano S M,
DAFTAR PUSTAKA Beguería S, García-Ruiz J M, Portela M
Abdurahman, Maman, dkk. 2011. Dasar-Dasar M and Almeida A B. 2009. Down
Metode Statistika. Bandung: stream propagation of
Pustaka Setia. hydrological droughts in highly
regulated transboundary rivers:
Andika, Indi Anin. 2014. Penerapan Metode The case of the Tagus River
Standardized Precipitation Index between Spain and Portugal.
(SPI) Untuk Analisa Kekeringan Water Resour.
di DAS Ngasinan Kabupaten Lorenzo-Lacruz J, Vicente-Serrano S M, López-
Trenggalek. Skripsi. Malang: Moreno J I, Beguería S, García-
Universitas Brawijaya. Ruiz J M, and Cuadrat J M.
Anonim, 2012. Pedoman Penulisan Tulisan 2010. The impact of droughts
Ilmiah.Mataram: Fakultas Teknik. and water management on
Universitas Mataram. various hydrological systems in
Anonim, 2017. Puluhan Ribu KK Terdampak the headwaters of the Tagus
Kekeringan di Sumbawa. 12 River (central Spain). J. Hydrol.
Agustus 2017.
http://www.suarantb.com/news/2 McKee T B N, Doesken J, and Kleist J. 1993.
017/08/12/243555/Puluhan.Ribu. The relationship of drought
frequencyand duration to time

12
scales. Proc Eighth Conf on Vicente-Serrano SM, López-Moreno JI, Beguería
Applied Climatology American S, Lorenzo-Lacruz J, Azorin-
Meterological Society. Boston Molina C, Morán-Tejeda E. 2012.
MA 179–184. Accurate Computation of a
Streamflow Drought Index. J
Mo K C. 2008. Model-based drought indices over Hydrol Engin.
the United States. J.
Hydrometeorol. 9(6): 1212–2130. Zaidman MD, Rees HG, Young AR. 2002.
Spatio-temporal development of
Muliawan, Hadi. 2012. Analisa Indeks streamflow droughts in northwest
Kekeringan Dengan Metode Europe. Hydrol Earth Syst Sci.
Standardized Precipitation Index
(SPI) dan Sebaran Kekeringan
dengan Geographic Information
System (GIS) pada DAS Ngrowo.
Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya.
Nalbantis I, Tsakiris G. 2009. Assessment of
hydrological drought revisited.
Water Resour Manag.

Purnamasari, Ika. 2017. Analisis Penjalaran


Kekeringan Meteorologi Menuju
Kekeringan Hidrologi Pada DAS
Larona. (Skripsi). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Ryzkia, Candri Sila Isnaini. 2016. Analisa
Kekeringan di Kecamatan
Sekotong dengan Metode
Standardized Precipitation Index
(SPI) dan Desil. Skripsi.
Mataram: Universitas Mataram.
Solikhati, I. (2013). Studi Identifikasi Indeks
Kekeringan Hidrologis pada
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Berbasis Sistem Informasi
Geografis (SIG) Studi Kasus
pada DAS Brantas Bagian Hulu:
Sub DAS Upper Brantas, Sub
DAS Bangosari dan Sub DAS
Amprong. Malang: Universitas
Brawijaya.

Sri Harto, B.R. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta :


PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tallaksen LM, Van Lanen HAJ. 2004.
Hydrological drought: processes
andestimation methods for
streamflow and groundwater.
Developments in Water Science.
48. Amsterdam, the Netherlands:
Elsevier Science B.V.

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan.


Yogyakarta: Beta Offset.
Van Loon F, Van Lanen HAJ. 2012. A process-
based typology of hydrological
drought. Hydrol Earth Syst Sci.
16:1915–1946. doi:10.5194/hess
16-1915-2012.

13

Anda mungkin juga menyukai