Artikel Ilmiah
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil
Oleh :
RANI FARIHA
F1A 014 114
INTISARI
Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan, berlangsung
lama sampai musim hujan tiba. Kekeringan curah hujan disebut kekeringan meteorologi, kekeringan
kelembaban tanah dinyatakan sebagai kekeringan pertanian serta kekeringan air bumi, aliran sungai
dan danau yang dikenal dengan kekeringan hidrologi. Pemantauan dan prediksi kekeringan menjadi
kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan, agar dampak kekeringan dapat diantisipasi dan
diminimalkan.
Studi ini bermaksud untuk mengetahui indeks dan penjalaran kekeringan meteorologi menuju
kekeringan hidrologi pada DAS Boal Kabupaten Sumbawa dengan menggunakan metode
Standardized Precipitation Index (SPI) dan Standardized Streamflow Index (SSI). Metode SPI dan SSI
dapat mengidentifikasi adanya potensi kekeringan, karena curah hujan dan debit merupakan indikator
utama kekeringan meteorologis dan hidrologis. Kemudian dianalisa penjalaran kekeringan
meteorologi menuju kekeringan hidrologi dengan cara Korelasi Pearson.
Hasil analisis kekeringan dengan metode Standardized Precipitation Index (SPI) bahwa ketiga
stasiun hujan yang berpengaruh pada DAS Boal yaitu stasiun hujan Gapit, Empang, dan Terano
mengalami defisit kekeringan terparah dengan nilai indeks kekeringan masing-masing sebesar -1,751,
-3,078, dan -3,198. Sedangkan metode Standardized Streamflow Index (SSI) kekeringan hidrologi di
stasiun debit Empang pada DAS Boal dengan indeks terparah yaitu -3,884. Penjalaran kekeringan
dilakukan dengan mengorelasikan nilai SPI terhadap SSI dengan korelasi satu bulanan, dua bulanan
dan tiga bulanan. Hasil analisis korelasi satu bulanan tertinggi sebesar 0,774, akan tetapi korelasi satu
bulanan ini kurang bisa diterima karena selang waktu terjadinya yaitu sembilan bulan. Dengan cara
dua bulanan dan tiga bulanan dihasilkan nilai korelasi tertinggi masing-masing sebesar 0,872 dan
0,937. Dapat dikatakan bahwa terdapat keterkaitan antara kekeringan hidrologi dengan kekeringan
meteorologi pada DAS Boal Kabupaten Sumbawa.
2
E. Manfaat Penelitian berpengaruh di Kecamatan Sekotong yaitu
Dengan adanya penelitian ini diharapkan stasiun hujan Sekotong, Kuripan, dan Mangkung
bisa menambah wawasan mengenai perhitungan dengan metode Standardized Precipitation Index
kekeringan, khususnya dengan menggunakan (SPI) mengalami defisit kekeringan terparah
metode Standardized Precipitation Index (SPI) dengan nilai indeks kekeringan masing-masing
dan Standardized Streamflow Index (SSI) serta sebesar -1.766, -3.421, dan -1.394. Dengan
menjadi salah satu referensi/acuan untuk metode Desil presentase kejadian kekeringan di
menghindari atau sebagai peringatan dini ketiga stasiun hujan yang berpengaruh di
terhadap bencana kekeringan sehingga dapat Kecamatan Sekotong yaitu stasiun hujan
mengurangi dampak-dampak yang diakibatkan Sekotong, Kuripan, dan Mangkung mengalami
oleh kekeringan tersebut di DAS Boal Kabupaten keadaan curah hujan dibawah normal (kering)
Sumbawa. masng-masing sebesar 18.056%, 16.667%, dan
12.500%.
II. DASAR TEORI
Muliawan (2012), melakukan penelitian
A. Tinjauan Pustaka
“Analisa Indeks Kekeringan Dengan Metode
Purnamasari (2017) yang berjudul “Analisis
Standardized Precipitation Index (SPI) dan
Penjalaran Kekeringan Meteorologi Menuju
Kekeringan Hidrologi Pada DAS Larona” sebaran kekeringan dengan Geographic
menunjukkan bahwa dari hasil perhitungan Information System (GIS) pada DAS Ngrowo”,
dari analisa didapat indeks kekeringan menggun
tingkat keparahan kekeringan hidrologi terparah
akan metode Standardized Precipitation Index
(SSI 1= -14,8) terjadi tahun 1997-1998
(SPI) pada periode defisit 1, 4, 6, 12 dan 24
menyebabkan volume Danau Towuti berkurang
dengan nilai indeks kekeringan masing-masing (-
90% sehingga produksi PLTA terganggu.
Kekeringan hidrologi pada DAS Larona hulu 4,014), (-3,614), (-3,750), (-3.819 dan (-3,066).
dipengaruhi kuat oleh defisit curah hujan bulan Dari tiap periode defisit didapatkan bahwa
kekeringan terparah terjadi pada tahun 1997
yang sama hingga tiga bulan sebelumnya yang
dengan tingkat kekeringan ”amat sangat kering”.
ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson≥0,50.
Kekeringan meteorologi yang terjadi juga me-
Metode SPI 1-3 bulan dapat dijadikan sebagai
miliki hubungan terhadap nilai SOI. Ketika terjadi
indikator kejadian kekeringan hidrologi pada DAS
Larona. Nilai korelasi berkurang dengan nilai defisit maka SOI bernilai negatif, begitu juga
peningkatan waktu akumulasi SPI. Korelasi yang sebaliknya ketika terjadi nilai surplus maka SOI
bernilai positif. SOI tersebut merupakan indikator
tinggi pada kondisi tidak ada selang waktu antara
terjadinya El Nino, semakin kecil nilai SOI maka
SSI dan SPI menunjukan bahwa indikator
akan terjadi El Nino yang kuat hal tersebut
kekeringan meteorologi dengan SPI berpotensi
untuk dijadikan sebagai alat deteksi dini menyebabkan terjadinya kekeringan yang
kekeringan hidrologi pada DAS Larona. panjang.
Andika (2014), melakukan penelitian 1) Kekeringan
“Penerapan Metode Standardized Precipitation Kekeringan diawali dengan berkurangnya
Index (SPI) Untuk Analisa Kekeringan di DAS jumlah curah hujan dibawah normal pada satu
Ngasinan Kabupaten Trenggalek”, bahwa musim, kejadian ini adalah kekeringan
besaran indeks kekeringan dengan metode meteorologis yang merupakan tanda awal dari
Standardized Precipitation Index (SPI) dari 8 terjadinya kekeringan. Tahapan selanjutnya
stasiun hujan di DAS Ngasinan menunjukkan adalah berkurangnya kondisi air tanah yang
hasil indeks yang berbeda-beda pada masing- menyebabkan terjadinya stress pada tanaman
masing periode defisit 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan (disebut kekeringan pertanian), tahapan
dan 12 bulan. Pada SPI periode defisit 1 bulan, selanjutnya terjadinya kekurangan pasokan air
nilai indeks kekeringan tertinggi sebesar -3,618 permukaan dan air tanah yang ditandai
yang terjadi bulan November tahun 2006. Pada menurunya tinggi muka air sungai ataupun danau
SPI periode defisit 3 bulan, nilai indeks (disebut kekeringan hidrologis). Kekeringan
kekeringan tertinggi sebesar -5,172 yang terjadi dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
bulan Februari tahun 2014. Pada SPI periode 1. Kekeringan meteorologi (meteorology
defisit 6 bulan, nilai indeks kekeringan tertinggi drought)
sebesar -4,702 yang terjadi bulan Juni tahun Didefiniskan sebagai kekurangan hujan dari
2007. Pada SPI periode defisit 12 bulan, nilai yang normal atau diharapkan selama
indeks kekeringan tertinggi sebesar -4,806 yang periode waktu tertentu. Perhitungan tingkat
terjadi bulan Januari tahun 2008. kekeringan meteorologis merupakan
Ryzkia (2016), melakukan penelitian “Analisa indikasi pertama terjadinya kondisi
Kekeringan di Kecamatan Sekotong dengan kekeringan.
Metode Standardized Precipitation Index (SPI) 2. Kekeringan pertanian (agricultural drought)
dan Desil”, bahwa untuk prediksi kekeringan Kekeringan pertanian ini terjadi setelah
2015 – 2020 ketiga stasiun hujan yang terjadinya gejala kekeringan meteoro-logis.
3
Kekeringan ini berhubungan dengan K = 0,1,2, … , n
(Y − Y )
berkurangnya kandungan air dalam tanah n
2
(lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi i
memenuhi kebutuhan air bagi tanaman Dy = i =1
2
pada suatu periode tertentu. Dicirikan n
dengan kekurangan lengas tanah.
( )
3. Kekeringan hidrologi (hydrological drought) k
S k = Yi − Y
*
Didefinisikan sebagai kekurangan pasok air
permukaan dan air tanah dalam bentuk air i +1
di danau dan waduk, aliran sungai, dan
muka air tanah. Kekeringan hidrologis k = 1,2,3, … , n
diukur dari ketinggian muka air sungai, dengan :
waduk, danau dan air tanah. n = jumlah data hujan
Yi
2) Metode Indeks Kekeringan = data curah hujan (mm)
Indeks kekeringan merupakan suatu Y = rerata curah hujan (mm)
perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, * **
dan mengevaluasi kejadian kekeringan. Untuk S k , S k , Dy
= nilai statistik
menduga nilai indeks kekeringan suatu wilayah
Nilai statistik Q
terdapat beberapa metode yang dalam proses
Q = maks S k
**
perhitungannya dapat memanfaatkan beberapa
0k n
data, baik data iklim maupun kelengasan tanah.
Tabel 1 Beberapa metode indeks kekeringan dan
Nilai Statistik R (Range)
masukan data yang dibutuhkan dalam
R = maks S k − min S k
** **
perhitungan 0k n
0k n
dengan :
Q = nilai statistik
n = jumlah data hujan
Dengan melihat nilai statistik di atas maka dapat
dicari nilai Qy / n dan Ry / n
Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai
Qy / n syarat dan Ry / n syarat.
4
dahulu mengakumulasikan data debit dalam
( x − x )
Sd = periode waktu tertentu (Vicente-Serrano et al,
n 2012). Tidak ada fungsi distribusi peluang yang
Dengan : S = standar deviasi digunakan secara luas dalam menghitung SSI.
menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi Data debit pada stasiun Empang
= STDEV (first : last) digunakan untuk analisis kekeringan dengan
3. Menghitung alpha : metode SSI. Perhitungan SSI dilakukan dengan
terlebih dahulu mengakumulasikan data debit
x2
= dalam periode waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan.
Sd 2 Akumulasi curah hujan 3, 6 dan 12 bulan
Dengan : diperoleh dengan membuat penjumlahan
bergerak 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan dari data
x = Nilai rata-rata kejadian hujan (mm) debit bulanan. Perhitungan SSI dari data
Sd = Standar deviasi akumulasi debit 1 bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan
4. Menghitung beta : dan 12 bulanan selanjutnya dinotasikan dengan
x SSI 1, SSI 3, SSI 6 dan SSI 12. Selanjutnya
=
melakukan perhitungan nilai indeks dan
menganalisis karakteristik kekeringan hidrologi.
Dengan :
Prosedur perhitungan SSI sama dengan
x = Nilai rata-rata kejadian hujan (mm) perhitungan SPI.
= Nilai bentuk (shape)/alpha
5. Menghitung gamma distribusi : 4) Penjalaran Kekeringan
x x −x Penjalaran kekeringan dikuantifikasi dengan
1
G ( x) = g ( x)dx = t a −1e dx mengkorelasikan indikator kekeringan hidrologi
0 ( a ) 0 dengan indikator kekeringan meteorologi untuk
menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi mengidentifikasi skala waktu saat defisit curah
= GAMMADIST (x, β, α, true) hujan merambat melalui siklus hidrologi dan
6. Menghitung transfom gamma distribution : menyebabkan defisit dalam sistem DAS. Salah
satu tujuan dilakukannya korelasi adalah untuk
1 mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua
t = ln 2
untuk 0 < H(x) ≤ 0.5 variable atau lebih suatu fenomena atau
H ( x) kejadian. Usaha-usaha untuk mengukur
hubungan ini dikenal sebagai mengukur asosiasi.
1
t = ln 2
untuk 0.5 < H(x) < 1.0 Analisa korelasi sederhana diartikan
(1 − H ( x )) sebagai suatu analisa data yang bermaksud
untuk melihat hubungan antara dua variabel.
Dengan :
Tujuan dilakukannya analisa korelasi antara lain :
H ( x) = q + (1 − q)G( x) (1) untuk mencari bukti terdapat tidaknya
q = m/n dengan m adalah jumlah kejadian hubungan (korelasi) antar variabel, (2) bila sudah
hujan 0 mm dalam deret seri data hujan. ada hubungan, untuk melihat besar-kecilnya
7. Menghitung nilai SPI hubungan antar variabel, dan (3) untuk
- untuk 0 < H(x) ≤ 0.5 memperoleh kejelasan dan kepastian apakah
c0 + c1t +c 2 t 2 hubungan tersebut berarti (meyakinkan atau
Z = SPI = −(t − signifikan) atau tidak berarti (tidak meyakinkan).
1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3 Apabila angka indek korelasi bertanda plus (+)
- untuk 0.5 < H(x) ≤ 1.0 maka korelasi tersebut positif dan arah korelasi
c0 + c1t +c 2 t 2 satu arah, sedangkan apabila angka indek
Z = SPI = +(t − korelasi bertanda minus (-) maka korelasi
1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3 tersebut negatif dan arah korelasi berlawanan
Dengan : arah, serta apabila angka indeks korelasi sama
dengan 0, maka hal ini menunjukkan tidak ada
c0= 2.515517 d1= 1.432788 korelasi.
c1= 0.802853 d2= 0.189269 Selanjutnya untuk melihat tingkat
keeratan hubungan antara variabel yang diteliti,
c2= 0.010328 d3= 0.001308 maka angka koefisien korelasi yang diperoleh
3) Metode Standardized Streamflow Index dibandingkan dengan tabel korelasi berikut:
(SSI)
Kekeringan hidrologi didentifikasi dengan
menggunakan metode Standardized Streamflow
Index (SSI). Perhitungan SSI memiliki prinsip
yang sama dengan SPI yaitu dengan terlebih
5
Tabel 2 Koefisien Korelasi 1) Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DAS Boal,
Kabupaten Sumbawa dengan tiga stasiun
hujan berpengaruh, antara lain : stasiun hujan
Gapit, Empang, dan Terano
Gambar 2 Peta lokasi DAS Boal
Sumber: Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara
7
x = x = Curah hujan Jan (1995 + 1996 + . . . + 2017)
n 23
45,507
= = 1,979 m³/dt
23
- Menghitung Standar Deviasi :
( x − x) 2
Sd =
n −1
=
2
(0,623 - 1,979 ) 2 + (1,978 − 1,979 ) 2 + ... + (1,180 - 1,979)
23 − 1
= 2,670
Gambar 3 Grafik SPI stasiun hujan Gapit
Kekeringan terparah jatuh pada tahun 2010 - Menghitung :
dengan nilai SPI sangat kering dengan nilai SPI x 2
= 1,979 2
-1.751. = = 0,549
Sd 2 2,670 2
- Menghitung β ;
x 1,979
= = = 3,602
0,549
- Menghitung gamma distribusi :
Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1995
stasiun debit Empang :
x x −x
1
G ( x) = g ( x)dx = x a−1e dx
0
( a ) 0
𝑥
1 −( )
Gambar 4 Grafik SPI stasiun hujan Empang = 𝑥 (𝛼−1) 𝑒 𝛽
𝛽 𝛼 (𝛼)
0,623
Kekeringan terparah jatuh pada tahun 2015 =
1
𝑥 0,62(0.55−1) 𝑒
−(
3,6
)
dengan nilai SPI sangat kering dengan nilai SPI 3,60,55 x (0.55)
-3.078. = 0,404
- Menghitung probabilitas kumulatif H(x)
Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1995
stasiun debit Empang :
H(x) = 𝑞 + (1 − 𝑞) . 𝐺(𝑥)
= 0.000 + (1 – 0.000 ) x 0,404
= 0,404
- Menghitung transform gamma distribusi :
Contoh perhitungan dengan 0 < H(x) ≤ 0.5 yaitu
bulan Januari tahun 1995 :
1 = 0,404
t = ln 2
0,404
Gambar 5 Grafik SPI stasiun hujan Terano Contoh perhitungan dengan 0.5 < H(x) < 1.0
Kekeringan terparah jatuh pada tahun 2015 bulan Januari tahun 1996 :
dengan nilai SPI sangat kering dengan nilai SPI
-3.198. 1
b. Metode SSI t = ln 2
= 0,675
Secara umum, perhitungan SSI ini memiliki (1 − 0,675)
langkah yang sama seperti perhitungan pada - Menghitung nilai SPI :
metode SPI. Akan tetapi, yang membedakan Contoh perhitungan dengan 0 < H(x) ≤ 0.5 yaitu
adalah data yang digunakan dalam perhitungan bulan Januari tahun 1995 :
SSI ini adalah data AWLR. Data AWLR yang c0 + c1t +c 2 t 2
digunakan yaitu data AWLR pada stasiun debit Z = SSI = −(t − )
Empang. 1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3
Contoh perhitungan pada stasiun debit Empang
bulan Januari :
- Menghitung rata-rata :
8
2,515517 + 0,802853 x1,346 + 0,010328 x1,346 2 Kekeringan terparah jatuh pada tahun
= −(1,346 − )
1 + 1,432788 x1,346 + 0,189269 x1,346 2 + 0,001308 x1,346 3 2016 dengan nilai SPI sangat kering dengan nilai
SPI -3,884
= -0,242
Contoh perhitungan dengan 0.5 < H(x) ≤ 1.0 4) Penjalaran Kekeringan Meteorologi
bulan Januari tahun 1996 : Menuju Kekeringan Hidrologi
c0 + c1t +c 2 t 2 Penjalaran kekeringan pada penelitian ini
Z = SSI = +(t − ) dimaksudkan untuk menggambarkan
1 + d 1t + d 2 t 2 + d 3 t 3 perubahan sinyal kekeringan meteorologi
2,515517 + 0,802853 x1,499 + 0,010328 x1,499 2 menjadi kekeringan hidrologi melalui siklus
= +(1,499 − ) hidrologi. Penjalaran kekeringan
1 + 1,432788 x1,499 + 0,189269 x1,499 2 + 0,001308 x1,499 3
dikuantifikasi dengan mengkorelasikan
= 0,453 indikator kekeringan hidrologi SSI 1 bulan
dengan indikator kekeringan meteorologi
Tabel 6 Perhitungan SSI untuk bulan Januari SPI 1-12 bulan untuk mengidentifikasi skala
stasiun debit Empang waktu saat defisit curah hujan merambat
melalui siklus hidrologi dan menyebabkan
Tahun x G(x) H(x) t SSI Klasifikasi defisit dalam sistem DAS. Untuk
1995 0,623 0,404 0,404 1,346172 -0,242 N
menganalisis adanya selang waktu (lag)
1996 1,978 0,675 0,675 1,499323 0,453 N
1997 13,497 0,993 0,993 3,136507 2,442 ASB antara kejadian kekeringan meteorologi
1998 1,524 0,608 0,608 1,36938 0,275 N dengan kekeringan hidrologi, korelasi
1999 2,431 0,728 0,728 1,613244 0,606 N dilakukan antara SSI 1 bulan dengan SPI 1-
2000 2,175 0,699 0,699 1,550557 0,522 N 12 bulan menggunakan selang waktu 0-3
2001 1,551 0,613 0,613 1,377882 0,287 N
2002 1,359 0,580 0,580 1,316766 0,201 N bulan.
2003 2,067 0,686 0,686 1,522689 0,485 N Periode akumulasi SPI 1-12 bulan dan
2004 3,653 0,826 0,826 1,871374 0,940 N SSI 1 bulan dikorelasikan silang dengan
2005 0,712 0,431 0,431 1,297149 -0,173 N menggunakan koefisien korelasi Pearson
2006 1,458 0,597 0,597 1,348959 0,246 N
2007 0,741 0,440 0,440 1,282086 -0,152 N
untuk menganalisis periode akumulasi SPI
2008 1,765 0,646 0,646 1,440881 0,374 N yang paling tepat untuk
2009 1,830 0,655 0,655 1,459039 0,399 N mengkarakterisasikan SSI 1. Periode
2010 0,791 0,453 0,453 1,25759 -0,117 N akumulasi SPI yang memiliki korelasi terkuat
2011 0,913 0,485 0,485 1,202588 -0,037 N
dengan SSI 1 digunakan sebagai indikator
2012 0,024 0,071 0,071 2,300852 -1,470 CK
2013 0,700 0,428 0,428 1,303348 -0,182 N untuk menganalisis penjalaran kekeringan
2014 3,420 0,811 0,811 1,826325 0,883 N dengan melihat apakah dibarengi dengan
2015 0,875 0,476 0,476 1,219039 -0,061 N angka yang menunjukan klasifikasi terjadi
2016 0,240 0,248 0,248 1,66898 -0,679 N kekeringan atau tidak. Kekeringan terjadi
2017 1,180 0,545 0,545 1,255448 0,113 N
Jumlah 45,507
apabila pada periode minimal 1 bulan
Mean 1,979 bernilai negatif sesuai dengan ambang
St dev 2,670 batas yang telah ditentukan yaitu: -1 (agak
n 23 kering), -1,5 (kering) dan -2 (sangat kering)
m 0
q=m/n 0,000
(Lloyd-Huges dan Saunders, 2002).
Alpha (α) 0,549 Dalam studi ini dilakukan korelasi
Beta (β) 3,602 dengan cara satu bulanan, dua bulanan dan
tiga bulanan untuk melihat dan
Sumber : Hasil perhitungan
membandingkan hasil korelasi terbaik dan
Berikut adalah grafik nilai SSI stasiun debit korelasi yang tepat untuk mengukur
Empang kekeringan hidrologi pada DAS Boal
Kabupaten Sumbawa.
9
Tabel 7 Korelasi Nilai SPI terhadap SSI per satu bulanan pada tahun 2004-2005
Kekeringan Meteorologi Nilai SSI dalam selang waktu (bulan)
Tahun
Bulan SPI 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jan -1,220 0,940
Feb -1,280 -0,198 -0,198
Mar -1,751 0,572 0,572 0,572
Apr -0,644 0,761 0,761 0,761 0,761
Mei 0,846 -0,074 -0,074 -0,074 -0,074 -0,074
Jun -0,253 -1,714 -1,714 -1,714 -1,714 -1,714 -1,714
2004
Jul 0,151 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405
Agust 1,527 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405
Sept 0,151 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826 -0,826
Okt 1,004 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751 -1,751
Nov 0,440 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016 -1,016
Des -0,211 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405 -1,405
Jan -0,381 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173 -0,173
Feb -0,751 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338 -0,338
Mar -0,760 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187 -0,187
Apr 1,153 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060
Mei -0,467 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262
Jun 1,333 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289 0,289
2005
Jul 1,562 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494 0,494
Agust 0,582 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679
Sept 0,151 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484 0,484
Okt 0,151 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555
Nov 0,162 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821 0,821
Des 0,148 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932 0,932
Gambar 7 Grafik Nilai Korelasi SPI terhadap SSI per satu bulanan pada tahun 2004
Tabel 8 Rekapitulasi Nilai Korelasi SPI terhadap SSI per satu bulanan
Lag time
Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1995 0,368 0,108 -0,073 -0,294 -0,030 0,047 0,140 0,297 0,119 0,005 -0,221 0,028
1996 0,771 -0,034 0,247 0,024 0,248 0,388 -0,267 -0,140 -0,919 0,398 -1,000 -0,580
1997 0,351 0,323 0,308 -0,118 -0,091 -0,017 -0,020 -0,093 0,139 -0,500 -0,087 0,201
1998 0,413 0,525 0,348 -0,352 -0,391 0,024 -0,067 -0,215 -0,093 -0,354 -0,097 0,239
1999 -0,023 -0,257 -0,039 -0,736 0,054 -0,060 0,060 0,180 0,537 -0,241 0,486 0,237
2000 -0,051 0,268 0,368 0,296 0,382 0,060 0,074 0,287 -0,039 -0,266 0,141 -0,428
2001 0,206 -0,226 -0,008 0,173 0,472 0,108 0,008 -0,624 -0,306 -0,380 -0,596 -0,101
2002 0,002 0,139 0,250 -0,129 0,310 0,110 0,307 0,244 0,575 -0,202 -0,400 -0,419
2003 -0,077 -0,619 0,206 0,038 -0,242 -0,100 -0,089 -0,254 -0,246 -0,423 -0,533 -0,207
2004 -0,664 -0,742 -0,689 -0,139 0,212 0,493 0,541 0,565 0,705 0,774 0,664 0,641
2005 0,409 0,529 0,384 0,340 0,609 0,353 -0,101 -0,198 0,020 -0,686 -0,042 0,517
2006 0,243 0,730 0,625 0,039 -0,567 -0,656 -0,480 -0,054 -0,074 0,044 0,229 0,449
2007 0,524 0,713 0,350 -0,387 -0,494 -0,418 -0,282 -0,571 -0,463 -0,296 -0,227 -0,292
2008 0,121 0,429 0,176 0,159 0,003 -0,130 -0,553 -0,495 0,073 0,179 0,175 0,524
2009 0,127 -0,083 -0,290 -0,163 0,075 -0,600 0,101 0,045 -0,143 0,158 0,277 0,156
2010 0,518 0,575 0,373 0,136 -0,006 -0,021 -0,170 -0,202 -0,320 -0,567 -0,734 -0,342
2011 -0,016 -0,489 -0,610 -0,223 0,538 0,207 -0,262 -0,160 0,114 0,075 0,346 0,701
2012 -0,037 -0,310 -0,218 -0,218 -0,277 0,170 0,069 0,242 0,211 0,463 -0,316 0,562
2013 -0,388 -0,234 -0,280 -0,049 -0,110 0,059 0,544 0,604 0,260 -0,497 -0,757 -0,355
2014 0,424 0,420 0,081 -0,243 0,318 -0,041 0,043 -0,054 0,197 0,175 -0,441 -0,144
2015 0,290 0,232 0,245 0,186 -0,086 -0,117 0,021 0,061 0,033 0,041 0,120 0,021
2016 0,059 0,522 0,565 0,325 0,492 0,580 0,272 -0,087 -0,471 -0,645 -0,745 -0,634
10
Tabel 9 Rekapitulasi Nilai Korelasi SPI terhadap Gambar 9 Grafik Nilai Korelasi SPI terhadap SSI
SSI per dua bulanan per tiga bulanan
Tahun Nilai Korelasi
1995 0,074
1996 0,719
1997 0,619
1998 0,513
1999 -0,218
2000 0,294
2001 -0,094
2002 -0,225
2003 -0,706
2004 -0,900
2005 0,629
2006 0,711
2007 0,647
2008 0,446
2009 -0,202
2010 0,437 Berdasarkan hasil analisis korelasi
2011 0,052 Pearson 1 bulanan mulai tahun 1995 sampai
2012 -0,784
2013 -0,765 dengan tahun 2016, korelasi paling signifikan
2014 0,622 dihasilkan pada tahun 2004. Dapat diketahui
2015 0,872 bahwa korelasi tertinggi terjadi pada saat selang
2016 0,432
2017 0,382 waktu sembilan bulan antara kekeringan
meteorologi (SPI 1) dan kekeringan hidrologi
Gambar 8 Grafik Nilai Korelasi SPI terhadap SSI (SSI 9) dengan nilai korelasi 0,774. Korelasi
per dua bulanan tertinggi terjadi setelah selang waktu 9 bulan, hal
ini kurang bisa diterima karena selang waktu
yang terlalu jauh, dan angka-angka yang
dihasilkan kurang baik sehingga korelasi dengan
cara satu bulanan tidak bisa digunakan untuk
mendeteksi kekeringan hidrologi pada studi ini.
Maka dicoba dengan cara korelasi 2
bulanan dan 3 bulanan seperti pada Tabel 4.35
dan 4.37 kemudian dihasilkan nilai korelasi
tertinggi masing-masing sebesar 0,872 pada
tahun 2015 dan 0,937 pada tahun 1997.
Perhitungan nilai korelasi SPI terhadap
Tabel 10 Rekapitulasi Nilai Korelasi SPI terhadap SSI dengan cara 2 dan 3 bulanan juga terdapat
SSI per tiga bulanan nilai korelasi negatif. Pada perhitungan 2 dan 3
bulanan, korelasi negatif terjadi pada tahun yang
Tahun Nilai Korelasi
1995 0,101 sama yaitu tahun 1999, 2001, 2002, 2003, 2004,
1996 0,566 2009, 2012 dan 2013 dengan masing-masing
1997 0,937
1998 0,819
nilai korelasi yang dapat dilihat pada Tabel 4.36
1999 -0,907 dan 4.38. Hal ini berarti bahwa pada tahun
2000 0,812 tersebut terjadi kekeringan meteorologi, tetapi
2001 -0,046
2002 -0,105 debit yang tersedia justru semakin banyak
2003 -0,319 karena kemungkinan besar cadangan air tanah di
2004 -0,796
2005 0,518
tahun tersebut mulai keluar diakibatkan jumlah
2006 0,626 curah hujan yang tinggi pada tahun-tahun
2007 0,006 sebelumnya. Sehingga pada tahun-tahun yang
2008 -0,813
2009 -0,281 korelasinya bernilai negatif, kekeringan
2010 0,582 meteorologi tidak dibarengi oleh kekeringan
2011 -0,776
2012 -0,189
hidrologi.
2013 -0,474
2014 0,867 V. KESIMPULAN DAN SARAN
2015 -0,210
2016 0,246 A. Kesimpulan
2017 0,182 1. Indeks kekeringan terparah dengan metode
Standardized Precipitation Index (SPI) pada
stasiun hujan berpengaruh yaitu Gapit,
Empang, dan Terano masing-masing
sebesar -1,751 pada tahun 2010, -3,078
pada tahun 2015, dan -3,198 pada tahun
2015. Dimana pada tahun-tersebut memang
11
merupakan tahun kekeringan yang telah KK.Terdampak.Kekeringan.di.Su
ditetapkan oleh BNPB maupun BMKG. mbawa
Indeks kekeringan terparah dengan metode Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Standardized Streamflow Index (SSI) pada 2010. Data Kejadian Bencana
stasiun debit Empang yaitu -3,884 pada Kekeringan.
tahun 2016. http://geospasial.bnpb.go.id/pant
2. Metode SPI berpotensi untuk dijadikan auanbencana/data/datakering.ph
sebagai alat deteksi dini kekeringan p
hidrologi pada DAS Boal berdasarkan pada BISDA DPU. 2017. Data Curah Hujan Harian.
nilai korelasi yang paling tinggi dan Provinsi NTB
signifikan pada saat kekeringan meteorologi BMKG Stasiun Klimatologi Kelas I Lombok Barat.
dan hidrologi terjadi bersamaan. 2017. Data Curah Hujan
3. Studi ini memperkuat bukti bahwa terdapat Bulanan. Provinsi NTB
keterkaitan antara kekeringan hidrologi Chow VT, editor. 1964. Handbook of Applied
dengan kekeringan meteorologi. Waktu Hydrology. New York: Mc Graw
kejadian kekeringan hidrologi dan Hill Inc.
meteorologi yang hampir bersamaan Hayes, Michael J. 1999. Monitoring the 1996
menjadikan kemungkinan penggunaan Drougth Using the Standardized
indikator kekeringan meteorologi sebagai Precipitation Index. Bulletin of the
alat deteksi dini kekeringan hidrologi pada American Meteorological Society:
DAS Boal Volume 80 No.3.
Hayes, Michael. 2000. Revisiting the SPI:
B. Saran Clarifying the Process. University
1. Penggunaan stasiun hujan secara individu of Nebraska-Lincoln : Volume 12
untuk menggambarkan kekeringan No.1.
meteorologi secara spasial pada Laaha G, Hisdal H, Kroll CN, Van Lanen HAJ,
keseluruhan DAS Boal perlu dilakukan. Hal Sauquet E, Tallaksen LM, Woods
ini dapat meningkatkan kehandalan deteksi R, Young A. 2013. Prediction of
dini kekeringan hidrologi sehingga upaya low flows in ungauged basins. In:
mitigasi kekeringan hidrologi pada DAS Boal Bloschl G, Sivapalan M,
khususnya dengan teknologi modifikasi Wagener T, Viglione A, Savenije
cuaca dapat dilakukan dengan efektif. H, eds. Runoff Prediction in
2. Membangun sumur bor untuk Ungauged Basins. Cambridge,
mengantisipasi dampak kekeringan. UK: Cambridge University Press.
3. Diharapkan pemerintah dapat mengambil
langkah antisipasi yang tepat untuk Lloyd-Hughes B, and Saunders M A. 2002. A
menangani kejadian kekeringan di masa drought climatology for Europe.
yang akan datang. Int. J. Climatol.
López-Moreno J I, Vicente-Serrano S M,
DAFTAR PUSTAKA Beguería S, García-Ruiz J M, Portela M
Abdurahman, Maman, dkk. 2011. Dasar-Dasar M and Almeida A B. 2009. Down
Metode Statistika. Bandung: stream propagation of
Pustaka Setia. hydrological droughts in highly
regulated transboundary rivers:
Andika, Indi Anin. 2014. Penerapan Metode The case of the Tagus River
Standardized Precipitation Index between Spain and Portugal.
(SPI) Untuk Analisa Kekeringan Water Resour.
di DAS Ngasinan Kabupaten Lorenzo-Lacruz J, Vicente-Serrano S M, López-
Trenggalek. Skripsi. Malang: Moreno J I, Beguería S, García-
Universitas Brawijaya. Ruiz J M, and Cuadrat J M.
Anonim, 2012. Pedoman Penulisan Tulisan 2010. The impact of droughts
Ilmiah.Mataram: Fakultas Teknik. and water management on
Universitas Mataram. various hydrological systems in
Anonim, 2017. Puluhan Ribu KK Terdampak the headwaters of the Tagus
Kekeringan di Sumbawa. 12 River (central Spain). J. Hydrol.
Agustus 2017.
http://www.suarantb.com/news/2 McKee T B N, Doesken J, and Kleist J. 1993.
017/08/12/243555/Puluhan.Ribu. The relationship of drought
frequencyand duration to time
12
scales. Proc Eighth Conf on Vicente-Serrano SM, López-Moreno JI, Beguería
Applied Climatology American S, Lorenzo-Lacruz J, Azorin-
Meterological Society. Boston Molina C, Morán-Tejeda E. 2012.
MA 179–184. Accurate Computation of a
Streamflow Drought Index. J
Mo K C. 2008. Model-based drought indices over Hydrol Engin.
the United States. J.
Hydrometeorol. 9(6): 1212–2130. Zaidman MD, Rees HG, Young AR. 2002.
Spatio-temporal development of
Muliawan, Hadi. 2012. Analisa Indeks streamflow droughts in northwest
Kekeringan Dengan Metode Europe. Hydrol Earth Syst Sci.
Standardized Precipitation Index
(SPI) dan Sebaran Kekeringan
dengan Geographic Information
System (GIS) pada DAS Ngrowo.
Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya.
Nalbantis I, Tsakiris G. 2009. Assessment of
hydrological drought revisited.
Water Resour Manag.
13