Anda di halaman 1dari 30

PERANCANGAN KEAIRAN

LAPORAN TUGAS BESAR

Kelompok 3

KELAS B / GANJIL / 2020-2021

Musab Abdullah 17511088

Indriasti Yustika Rahman 17511113

Fina Ramadhani 17511186

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
BANJIR

1.1 Definisi Banjir


Banjir adalah salah satu peristiwa bencana alam yang terjadi akibat aliran air yang
berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat di artikan sebagai terendamnya
daratan yang biasanya kering karena volume air yang meningkat
Identifikasi kerawanan banjir dipilah antara identifikasi daerah rawan terkena
banjir (kebanjiran) dan daerah pemasok air banjir atau potensi air banjir. Hal ini
penting untuk dipahami agar memudahkan cara identifikasi sumber bencana secara
sistematis sehingga diperoleh teknik pengendalian yang efektif dan efisien. Dalam
formula banjir tersebut dipilah antara faktor (parameter) alami (sulit dikelola), dan
faktor manajemen (mudah dikelola).
Tingkat kerawanan daerah yang terkena banjir (kebanjiran) diidentifikasi dari
karakter wilayahnya seperti bentuk lahan, lereng kiri-kanan sungai, meandering,
pebendungan alami, dan adanya bangunan pengendali banjir. Bentuk lahan
(landform) dari sistem lahan seperti dataran aluvial, lembah aluvial, kelokan sungai,
dan rawa-rawa merupakan daerah yang rentan terkena banjir karena merupakan
daerah rendah atau cekungan dengan lereng <2%. Data bentuk lahan dapat diperoleh
pada peta sistem lahan dari RePPProT (Regional Physical Planning Program for
Transmigration). Di lapangan, ciri-ciri daerah yang rentan kebanjiran adalah adanya
bangunan tanggul di kiri-kanan sungai sebagai manifestasi bentuk manajemen
pengurangan banjir.
Keberadaan meandering atau sungai yang berkelok-kelok atau bentuk seperti
tapal kuda berpotensi untuk menghambat kecepatan aliran sungai sehingga
mengidentifikasikan daerah rentan kebanjiran. Tingkat meandering diukur dengan
nilai sinusitas (P) yakni nisbah panjang sungai sesuai kelokan dengan panjang sungai
secara horizontal yang berupa garis lurus dalam satuan peta.
Pada daerah pertemuan dua sungai bisa terjadi pertemuan aliran arus air yang
mengakibatkan adanya perlambatan atau penahanan aliran air sehingga elevasi air
pada daerah pertemuan tersebut bertambah melebihi tanggul palung sungainya
sehingga menggenangi daerah sekitar

1.2 Faktor Utama Penyebab Banjir


Banjir sangat berbahaya dan berpotensi menyapu bersih seluruh kota, garis pantai
atau daerah dan menyebabkan kerusakan luas pada kehidupan dan properti. Banjir
juga memiliki kekuatan erosif yang besar dan bisa sangat merusak
Berikut merupakan beberapa faktor yang menjadi penyebab utama banjir:
1. Berkurangnya Daerah Resapan Air
Daerah resapan air sangat penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis suatu
DAS. Dengan adanya daerah resapan air, tanah mampu terus meresap air. Hal ini
karena tingginya kandungan bahan organik yang membuat tanah menjadi gembur
serta pengaruh akar yang membuat air lebih mudah diresap ke dalam tanah. Ketika
daerah resapan air berkurang, keseimbangan hidrologis lingkungan sekitarnya juga
akan mudah terganggu. Air hujan yang turun akan sulit diresap oleh tanah dan lebih
banyak menjadi aliran air di permukaan. Sebagai contoh, hasil analisis dari Global
Forest Watch (GFW) mengindikasikan kehilangan 887 ha tutupan pohon di
pegunungan Cyclop, Papua, pada periode 2001-2018, yang berdampak pada banjir di
Distrik Waibu, Sentani, dan Sentani Timur.
Hasil analisis GFW juga mengindikasikan berkurangnya tutupan pohon di DAS
Jeneberang (Provinsi Sulawesi Selatan) dan DAS Bengkulu (Provinsi Bengkulu)
masing-masing sebesar 1.990 dan 11.400 ha pada periode yang sama. Kegiatan
perambahan hutan dan penambangan liar yang marak telah menyebabkan kerusakan
DAS di hulu sungai, yang memperbesar risiko terjadinya banjir dan longsor.
2. Cuaca Ekstrem
Curah hujan dengan intensitas yang tinggi (umumnya melebihi 100 mm per hari)
dan dalam waktu yang cukup lama kerap kali berkontribusi terhadap terjadinya banjir
di Indonesia. Curah hujan sebesar 248,5 mm, 110-197 mm, dan 182-289 mm tercatat
per hari masing-masing di Kabupaten Jayapura Papua, Sulawesi Selatan, dan
Bengkulu pada saat terjadinya banjir dan longsor di daerah tersebut.
Fenomena Osilasi Madden-Julian (OMJ), sebuah fenomena alam yang secara
ilmiah mampu meningkatkan suplai massa udara basah yang mampu menyebabkan
tingginya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, menjadi penyebab
terjadinya cuaca ekstrem di Sulawesi Selatan dan Bengkulu. Sementara itu,
pertemuan aliran udara dan pertumbuhan awan akibat sistem pola tekanan rendah di
utara Papua dinilai menjadi penyebab tingginya curah hujan di Papua.

3. Kondisi Topografis
Bencana banjir juga banyak dipengaruhi oleh kondisi topografis wilayah atau
kemiringan lereng. Sebagai contoh, di Kabupaten Jayapura, curamnya lereng di
pegunungan Cyclop yang didominasi oleh kemiringan lereng sangat curam (>40%)
berkontribusi besar pada terjadinya banjir bandang di wilayah ini. Semakin curam
suatu lereng, kecepatan aliran akan semakin cepat dan akan meningkatkan daya rusak
saat terjadi banjir bandang.

Kondisi topografis yang didominasi oleh kelerengan sangat curam juga akan
berpengaruh terhadap terbentuknya bendung alami. Bendung alami terjadi karena
adanya longsoran pada celah sempit di antara dua bukit yang menghambat aliran air,
sehingga air tertahan sampai pada batas volume tertentu. Ketika bendung alami tidak
kuat lagi menahan volume air yang ada, maka air akan dilepaskan dengan membawa
material yang dilewatinya seperti tanah, pepohonan, dan bebatuan.
Kondisi topografis wilayah juga tentunya berpengaruh terhadap terjadinya banjir
di Sulawesi Selatan dan Bengkulu, akan tetapi karena kemiringan lereng kedua DAS
tersebut didominasi oleh datar (0-8%) sampai curam (25-40%), pengaruhnya akan
lebih sedikit jika dibandingkan dengan kondisi topografis pegunungan Cyclop yang
didominasi lereng sangat curam (>40%).

1.3 Dampak Yang Terjadi Akibat Terjadinya Banjir


Terjadinya banjir menimbulkan konsekuensi yang berdampak pada ekonomi,
lingkungan dan manusia.
Berikut ini beberapa masalah yang disebabkan oleh banjir, antara lain:
1. Ekonomi
Selama terjadi banjir, terutama banjir bandang, jalan-jalan, jembatan, pertanian,
rumah dan mobil hancur. Orang menjadi tunawisma karna rumah yang ditempatinya
rusak karena banjir.
Pemerintah mengerahkan petugas pemadam kebakaran, polisi, dan peralatan
darurat lainnya untuk membantu para korban banjir. Semua upaya tersebut harus
dibayar mahal untuk masyarakat dan pemerintah.
Biasanya dibutuhkan waktu lama bagi komunitas yang terkena dampak banjir
untuk bisa dibangun kembali. Begitu juga bisnis yang butuh waktu beberapa lama
untuk kembali normal.
2. Lingkungan
Lingkungan juga terkena dampak negatif ketika banjir terjadi. Bahan kimia dan
zat berbahaya yang biasanya berakhir di air dan mencemari badan air yang akhirnya
meluap karena banjir.
Sebagai contoh bencana tsunami besar melanda Jepang dan air laut membanjiri
sebagian dari garis pantai pada 2011. Banjir menyebabkan kebocoran besar-besaran
di pembangkit nuklir dan sejak itu menyebabkan radiasi tinggi di daerah itu. Pihak
berwenang di Jepang khawatir tingkat radiasi Nuklir Fukushima 18 kali lebih tinggi
dari yang diperkirakan. Selain itu, banjir menyebabkan hewan-hewan terbunuh
sehingga mengganggu keseimbangan alami ekosistem.
3. Manusia dan hewan
Banyak orang dan hewan tewas dalam banjir bandang. Selain itu, banyak yang
terluka dan kehilangan tempat tinggal. Pasokan air dan listrik terganggu sehingga
berdampak pada aktivitas manusia. Selain itu, banjir membawa banyak penyakit dan
infeksi termasuk demam, wabah pneumonia, dermatopathia dan disentri.
Hewan seperti ular dan serangga dapat terbawa banjir dan menyebabkan
kekacauan bila melewati pemukiman warga.
Bencana banjir mengakibatkan kerugian baik secara moril maupun material.
berikut ini beberapa kerugian yang ditimbulkan akibat banjir:
A. Kematian
B. Kerusakan pada sarana dan prasarana umum
C. Kerugian materi
D. Berjangkitnya penyakir menular
E. Terhambatnya arus transportasi
F. Terhambatnya kegiatan perekonomian

1.4 Contoh Kasus Bencana Banjir Yang Terjadi


1. Banjir Bandang Lawu Utara
Gambar 1.1 Peta Kabupaten Luwu

Kabupaten luwu utara memiliki topografi yang terbagi dalam beberapa morfologi
bentuk lahan, yang dimana kebanyakan landai dan bergelombang. Diwilayah
kabupaten Luwu Utara memiliki 8 sungai besar yang melintas, seperti sungai
rongkong, beabunta, masamba, baliase, lampuawa, kanjiro, bone-bone, bungadidi.
Dari kedelapan sungai tersebut, sungai rongkong adalah sungai terpanjang di
kabupaten luwu utara dengan panjang 108 km dan melewati 3 kecamatan yaitu
Kecamatan Sabbang, Baebunta, dan Kecamatan Malangke. Sungai-sungai di wilayah
Kabupaten Luwu Utara yang berfungsi sebagai cathmen area.
Pada tanggal 13 juli 2020, telah terjadi banjir di beberapa kabupaten luwu utara
Sulawesi selatan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyebutkan ada
sekitar 3.670 keluarga yang terdampak banjir yang tersebar di enam kecamatan di
Kabupaten Luwu Utara yaitu Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta
Selatan, Malangke dan Malangke Barat. Banjir tersebut membawa lumpur setinggi
2,5 meter yang menyelimuti rumahnya dan menghanyutkan rumah tetangganya.
Berikut adalah foto lumpur yang menggenang rumah warga

Gambar 1.2 Kondisi Rumah Warga Setelah Banjir

Dikutip dari nasional.Kompas.com, Raditya Jati selaku Kepala Pusat Data


Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mengatakan Banjir bandang ini
disebabkan oleh beberapa hal seperti Meluapnya sungai, Pengalihan fungsi lahan,
Adanya sejarah patahan yang mengakibatkan kondisi formasi di kawasan hulu lemah.
a. Meluapnya air sungai
Banjir bandang dikabupaten luwu utara disebabkan adanya hujan yang turun
secara terus menerus dalam beberapa hari atau curah hujan yang meningkat
sehingga menyebabkan beberapa sungai yang ada di Luwu utara meluap, diantara
sungai yang meluap yaitu sungai ronkong di sabbang, sungai meli diradda, dan
sungai masamba dimasamba
b. Pengalihan fungsi lahan
Banyaknya alih fungsi hutan menjadi lahan untuk pertanian dan pertambangan
atau mining di wilayah hulu yang berada di bagian atas Gunung Lero
menyebabkan penyerapan air ke dalam tanah tidak terjadi secara maksimal saat
hujan lebat akibat gundul, sehingga menyebabkan air mengalir bebas menerjang
di bagian hilir dan permukiman padat penduduk
c. Adanya sejarah patahan yang mengakibatkan kondisi formasi di kawasan hulu
lemah

Wisnu Widjaja selaku Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB megatakan
Sampai dengan 18 Juli 2020, status korban jiwa yang meninggal dunia berjumlah
36 orang, 40 orang hilang, luka-luka 58 orang, dan total korban terdampak 3.627
KK atau 14.483 jiwa.

Bukan hanya memakan korban jiwa, banjir bandang luwu juga menyebabkan
kerusakan pada fasilitas umum seperti sembilan unit sekolah, 13 unit rumah
ibadah, tiga unit fasilitas kesehatan, dan delapan unit kantor pemerintahan. jalan
sepanjang 12,8 kilometer rusak. Selain itu, sembilan unit jembatan, dua unit
fasilitas umum, 100 meter pipa air bersih, dua bendungan irigasi, satu pasar
tradisional, dan 61 unit mikro usaha terdampak

Bukan hanya Kerugian tersebut yang merupakan imbas dari banjir bandang
luwu utara, akan tetapi kerugian dalam jangka kedepannya seperti kegiatan bisnis
yang terhambat, transportasi darat dan udara yang terhenti karena jalan dan
jembatan rusak dan dapat berujung pada lumpuhnya ekonomi.
Gambar 1.3 Tumpukan Kayu Setelah Banjir

2. Banjir Kawasan Trumon Aceh Selatan


Kawasan Trumon, Aceh Selatan, merupakan salah satu wilayah yang sangat
rentan terhadap terjadinya bencana banjir. Kerusakan hutan dan alih fungsi lahan
disinyalir menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas DAS Trumon. Sebagai
akibatnya, kestabilan ekosistem terganggu dan menimbulkan dampak negative
terhadap peran hutan sebagai penyangga kehidupan, termasuk menjaga stabilitas tata
air. Berkurangnya tutupan vegatasi daerah DAS Trumon telah berdampak pada
bencana banjir. Disamping itu, curah hujan ekstrims (tipe equatorial) yang kerap
terjadi di sebagian besar kawasan pesisir Barat – Selatan Aceh, juga menjadi utama
penyebab utama bencana banjir lainnya, selain dipengaruhi oleh topografi rendah
akan berisiko lebih tinggi dilanda banjir dibandingkan dataran tinggi. Sedangkan
kemiringan lereng berkonstribusi besar terhadap terjadinya banjir bendang.

Kecamatan TrumonTengah dan Kecamatan Trumon Timur merupakan


Kawasan yang paling sering mengalami bancana banjir. Adanya peningkatan
frekuensi banjir yang terjadi dari stu kali banjir besar selama periode 5 (lima) tahun
menjadi satu kali setiap tahunnya dan sekurang – kurangnya kejadian banjir terjadi
selama 2 (dua) kali dalam satu tahun. Kondisi ini terjadi akibat adanya perubahan
luas daerah tangkap air untuk Kawasan Trumon, yaitu dari luas 53.262 Ha menjadi
sebesar 786.675 Ha atau meningkat sebesar 14 kali.

Sumber banjir dipengaruhi oleh 2 (dua) DAS yaitu DAS Trumon sendiri
dengan sengai utamanya Sungai Trumon dan DAS Singkil yang berbatasan dengan
DAS Trumon dengan sungai utamanya Sungai Alas. Kondisi banjir lintas batas DAS
yang terjadi Kawasan Trumon akibat kondisi topografi (perbedaan ketinggian elevasi
tanah) di Batasan DAS Trumon dan Singkil sangat kecil ± 2 m sehingga debit dan
luapan banjir dari sungai Alas masuk kedalam sistim DAS Trumon.

Penyebab utama banjir di Kawasan Trumon (Trumon Tengah, Trumon Timur


dan Trumon) adalah penurunan kapasitas sungai (pendangkalan) baik di badan sungai
ataupun di muara sungai akibat sedimentasi yang cukup tinggi. Kondisi ini terjadi di
kedua sungai baik Sungai Alas ataupun Sungai Trumon. Peningkatan sedimen terjadi
akibat perubahan tutupan lahan Kawasan DAS sungai dari kondisi tertutup menjadi
terbuka dengan luasan perubahan ± 242 ribu Ha dari tahun 2007 sampai tahun 2018
di Kawasan DAS Sungai Alas. Penyebab banjir lainnya adalah akibat curah hujan
yang tinggi di wilayah Trumon, berdasarkan pembagian wilayah zona hujan dari data
BMKG, menunjukkan bahwa wilayah Trumon Kabupaten Aceh Selatan termasuk ke
dalam zona Non ZOM.

Kegiatan penanganan banjir Kawasan Trumon dilakukan dalam beberapa


tahapan yaitu analisis awal, FGD I, survey lapangan, analisis data dan rencana
penanganan. Tahapan analisis awal dilakukan pada minggu I dan minggu II Bulan
April 2019 yaitu mengumpulkan data – data sekunder yang berbagai sumber. Setelah
data terkumpul maka dilakukan analisis awal yang terdiri dari identifikasi lokasi
banjir Kawasan Trumon, analisis curah hujan, analisis tutupan lahan dan analisis
histori kejadian banjir.

Setelah dilakukan analasis awal, maka diperlukan validasi terhadap analisis


awal tersebut yaitu dengan mengadakan FGD I dengan survey lapangan. Kegiatan
FGD I dilaksanakan di Tapaktuan pada tanggal 26 April 2019. Dari pelaksanaan
kegiatan ini didapatkan berbagai informasi, masukan serta data – data penting terkait
banjir di Kawasan Trumon. Informasi ini didapatkan langsung dari perwakilan SKPD
Aceh Selatan, perwakilan masyarakat dari Kawasan Trumon, serta LSM. Setalah tiu
dilakukan survey untuk mendapatkan pada primer pada tanggal 27 – 28 April 2019 di
Kawasan Trumon yaitu kecamatan Trumon, kecamatan Trumon Tengah dan
kecamatan Trumon Timur, serta melakukan pengukuran langsung di Sungai Alas.
Survei ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan pengukuran bekas
ketinggian banjir pada bangunan sebagai validasi terhadap data yang telah didapatkan
sebelumnya. Survei sungai dilakukan untuk melihat kondisi morfologi sungai dan
titik luapan banjir.

Tahapan analisis data dan rencana penanganan dilakukan setelah pelaksanaan


FGD I dan survey lapangan. Tahapan ini dilakukan pada Bulan Mei 2019. Analisis
data yang dilakukan yaitu analisis spasial, analisis hidrologi, pemodelan banjir serta
rencana penanganan. Analisis Data Spasial terdiri dari analisis perubahan tutupan
lahan, analisis DEM dan pembuatan chtchment area (daerah tangkap). Analisis
Hidrologi terdiri dari analisis hujan rancangan, analisis data curah hujan, uji
kesesuaian disribusi dengan kecocokan, analisis curah hujan rencangan, DAS (Daerah
Aliran Sungai), debit banjir rencana dan hidrograf debit banjir. Sedangkan pemodelan
terdiri dari kondisi profil muka air pada penampang melintang sungai Krueng
Trumon dan perspektif profil aliran 3D hasil simulasi permodelan banjir Krueng
Trumon. Setelah dilakukan analisis dilakukan rencana pananganan banjir dengan
periode ulang 2 tahun, 5 tahun dan 50 tahun.

Untuk memfinalkan hasil – hasil yang telah dilakukan tersebut, maka


dilaksanakan FGD II pada tanggal 13 Juni 2019 di Banda Aceh. FGD II ini dihadiri
oleh perwakilan SKPD Aceh Selatan, SKPA, LSM, serta Akademisi. FGD ini
mendiskusikan tentang hasil analisis dan rencana penanganan banjir di Kawasan
Trumon. Masukan, serta data- data tambahan yang didapatkan pada FGD II ini
digunakan untuk finalisasi analisis data dan rencana penanganan pada Minggu III
pada IV Juni 2019.

Debit bajir rencana yang diperoleh berdasarkan perhitungan periode ulang 5


tahunan yaitu sebesar 8882.285 𝑚3 /𝑑𝑡. Debit banjir periode ulang 5 tahunan
digunakan untuk pemodelan daerah banjir menggunakan program HEC RAS 5.0.7.
skanario penanganan banjir dilakukan berdasarkan pada periode ulang banjir 2 tahun
dengan Q = 7046 𝑚3 /𝑑𝑒𝑡 , 5 tahun dengan Q = 8882 𝑚3 /𝑑𝑒𝑡 dan 50 tahun dengan Q
= 12.841 𝑚3 /𝑑𝑒𝑡.

Rencana kegiatan penanganan banjir dengan periode ulang 2 tahunan berupa


pembuatan tanggul penahan luapan banjir di beberapa titik luapan dengan
mempertimbangkan elevasi muka tanah (topografi) dan kedalaman banjir, “layak”
untuk dilakukan dari segi kondisi topografi, geomorfologi, jenis tanah profil banjir
serta keuntungan yang diperoleh dari kegiatan penanganan banjir.

Rencana penanganan banjir periode ulang 5 tahun, program atau kegiatan


yang direkomendasikan adalah pembuatan kanal banjir serta pemanfaatan rawa
singkil sebagai retention basin alami dengan tujuan jangka panjangnya adalah
menjadikan rawa singkil dari lahan yang tidak produktif menjadi lahan produktif.

Untuk program penanganan banjir periode ulang 50 tahun yang berorientasi


pada pengelola sumber daya air pembangunan fisik harus memperhitungkan
keuntungan dan kerugian investasi yang dibangun seperti pembangunan waduk,
bendung, serta bangunan air lainnya. Dalam hal pemanfaatan waduk dan bendungan
untuk keperluan irigasi atau sumber air baku dinilai belum optimal pemanfaatannya
baik dari segi kebutuhan ataupun hasil investasi. Namum demikian, dari sisi biaya
atau investasi yang dikeluarkan untuk waduk yang dibangun dapat menghasilkan
keuntungan baik bagi masyarakat ataupun daerah serta mampu menanggulangi
bencana banjir.
Alhamdulillah tidak ada korban jiwa dalam musibah ini, musibah ini
menyebabkan Sembilan unit rumah rusak sedang dan sebanyak 1.417 jiwa (332
kepala keluarga) ikut terdampak.

Gambar 1.4 Banjir Kecamatan Trumon

3. Banjir Tokyo Jepang


Geografis jepang yang dekat dengan Samudera Pasifik kerap kali diterpa
tsunami. Selain tsunami, Jepang juga punya Riwayat bencana banjir di masa lalu.
Seperti saat Taifun Kathleen menerjang Tokyo pada 1947.

Bencana ini menghancurkan 31.000 rumah dan menewaskan 1.100 orang.


Sepuluh tahun kemudian, Taifun Kanogawa menjadikan jalanan, rumah, pertokoan
dan kantor terendam karena curah hujan mencapai 400 mm selama sepekan.

Banjir daerah Kyushu menyebabkan 35 orang tewas dan 7 korban hilang. Pada
daerah Shimane dan Hirosima dilaporkan 24 orang tewas karena banjir. Empat tahun
kemudian, 12 September 1976, 70 orang dilaporkan meninggal karena gelombang
banjir di Jepang bagian barat. Bencana masih terus terjadi. Pada tanggal 23-24 Juli
1982, hujan dan banjir besar di pulau Kyushu, Jepang Selatan menyebabkan 94 orang
tewas, 139 orang dinyatakan hilang, dan 125 lainnya terkubur lumpur. Sementara, di
Nagasaki, banjir membuat 10.000 rumah tergenang dan memutus aliran listrik dan air
di 47.000 rumah di daerah bencana.

Belajar dari sejumlah bencana yang terjadi, Jepang lalu membuat perencanaan
proyek mengatasi banjir. Proyek ini dimulai sejak 1993 dan menghabiskan sekitar Rp
30 triliun. Proyek ini dikenal dengan Metripilitan Area Outer Underground
Discharge Channel (MAOUDC). Lokasinya berada di Kasukabe, atau sekitar 30
kilometer utara Tokyo. Katedral banjir ini 22 meter di bawah tanah. MAOUDC
memiliki terowongan sepanjang 6,3 kilometer dan lima ruang silindris untuk
menampung air. Setiap silindris memiliki 70 meter. Dari penampungan silindris
tersebut akan ditampung kemudian diteruskan melalui pompa menuju Edo. Pompa
dengan kekuatan 13.000 tenaga kuda itu mampu mendorong air 200 ton perdetik.

Ketika Topan Hagibis menghantam Jepang pada Oktober 2019 dan


menewaskan 80 orang, wilayah Tokyo terhindar berkat jaringan waduk dan drainase
MAOUDC yang beroprasi 24 jam. Air yang berasal dari sungai Nakagawa,
Kuromatsu dan Komatsu dari anak sungai Tone dialihkan ke MAOUDC untuk
ddipompa ke sungai Edogawa. Sebanyak 11,5 juta ton air dialirkan. Bahkan, selama
badai saluran pembuang terisi penuh untuk kedua kalinya sejak 2006.

Kementrian pertahanan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang


menyebutkan, 1.200 rumah di dekat syngai Nakagawa dan Ayase memang masih
mengalami banjir. Namun, angkanya lebih rendah dibandingkan Topan Judy yang
merendam 61.000 ribu rumah pada 1982.
Gambar 1.5 Banjir Pada Tokyo
BAB II
SUNGAI

2.1 Sungai

2.1.1 Definisi Sungai

Berdasarkan pada peraturan PP 38 Tahun 2011 mendefinisikan sungai adalah


alur atau wadah alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di
dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis
sempadan

Sungai berhubungan langsung dengan daerah aliran sungai melalui dua


hubungan yaitu secara geohidrobiologi dengan alam dan secara sosial budaya dengan
masyarakat setempat. Keberhasilan pengelolaan sungai sangat tergantung pada
partisipasi dari masyarakat. Masyarakat sangat berperan besar dalam pengelolaan
sungai karna masyarakat yang berinterkasi langsung dengan sungai. Sungai sebagai
wadah air mengalir yang selalu berada di posisi elevasi paling rendah dalam lanskap
bumi, sehingga kondisi sungai berhubungan dengan kondisi aliran sungai.

2.1.2 Morfologi Sungai

PP 38 tahun 2011 menyebutkan Garis sempadan merupakan garis maya di kiri


dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. tepi kiri
dan kanan palung sungai adalah tepi palung sungai yang ditentukan pada saat
penetapan garis sempadan. Jika sungai sangat landai dan membuatnya sulit
menentukan tepi palung sungai maka dilakukan dengan membuat perkiraan elevasi
muka air pada debit dominan (Q2-Q5) dan elevasi muka air banjir yang pernah terjadi.
Tepi palung sungai terletak di antara dua elevasi tersebut
Sempadan sungai mempunyai beberapa fungsi penyangga antara ekosistem
sungai dan daratan, antara lain:

a. Karena dekat dengan air, kawasan ini sangat kaya dengan keaneka-ragaman
hayati flora dan fauna. Keanekaragaman hayati adalah asset lingkungan yang
sangat berharga bagi kehidupan manusia dan alam.
b. Semak dan rerumputan yang tumbuh di sempadan sungai berfungsi sebagai
filter yang sangat efektif terhadap polutan seperti pupuk, obat anti hama,
pathogen dan logam berat sehingga kualitas air sungai terjaga dari
pencemaran.
c. Tumbuh-tumbuhan juga dapat menahan erosi karena sistem perakarannya
yang masuk ke dalam memperkuat struktur tanah sehingga tidak mudah
tererosi dan tergerus aliran air.
d. Rimbunnya dedaunan dan sisa tumbuh-tumbuhan yang mati menyediakan
tempat berlindung, berteduh dan sumber makanan bagi berbagai jenis spesies
binatang akuatik dan satwa liar lainnya.
e. Kawasan tepi sungai yang sempadannya tertata asri menjadikan properti
bernilai tinggi karena terjalinnya kehidupan yang harmonis antara manusia
dan alam. Lingkungan yang teduh dengan tumbuh-tumbuhan, ada burung
berkicau di dekat air jernih yang mengalir menciptakan rasa nyaman dan
tenteram tersendiri.

2.1.3 Perilaku Sungai

Alur sungai terbentuk secara alamiah. Air mengalir dari atas ke bawah dan
berkumpul menjadi saluran di lembah dan dialirkan ke danau atau ke laut karna itu
disebut juga saluran drainage. Pengaliran air baik yang di permukaan tanah maupun
di dasar sungai akan menggerus tanah dasarnya secara terus-menerus sepanjang masa.
Volume sedimen yang terbawa oleh pengaliran sebagai hasil erosi maupun
reruntuhan tebing-tebing sungai dimulai dari sumber mata air di daerah pegunungan
dan terangkut ke hilir kemudian terkumpul ke sungai yang seterusnya terangkut ke
laut.Di daerah pegunungan kemiringan sangat tajam sehingga pengaliran menjadi
deras dan kecepatan tinggi.

Kecepatan pengaliran semakin ke hilir semaki melambat dan akan mencapai


nol (V = 0) apabila mencapai muara di danau atau di laut. Endapan-Endapan sedimen
tersebut diangkut, endapan sedimen yang berat jenisnya tinggi diendapakan terlebih
dahulu berangsur-angsur yang berat jenisnya lebih ringan diendapkan kemudian.
Kejadian tersebut dipengaruhi oleh poses erosi dan sedimentasi.

2.2 Karakteristik sungai


Berdasarkan https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/sungai/ciri-ciri-sungai-
bagian-hulu-dan-hilir disebutkan karakteristik sungai sebagai berikut.
2.2.1 Sungai dibagian hulu
a. Terletak dibagian paling tinggi dari aliran sungai, biasanya terletak di
pergunungan atau dataran tinggi
b. Sungai dibagian hulu biasanya mempunyai bentuk V
c. Aliran sungai atau arus sungai dihulu aliran yang deras
d. Banyak mengalami erosi
e. Kualitas air masih baik belum tercemar
2.2.2 Sungai dibagian tengah
a. Aliran sungai atau arus sungai tidak begitu deras
b. Sungai dibagian tengah mempunyai bentuk huruf U
2.2.3 Sungai dibagian hilir
a. Aliran sungai berbentuk huruf U yang lebar
b. Aliran sungai atau arus dihilir tidak deras
2.3 Daerah Aliran Sungai ( DAS)
2.3.1 Pengertian DAS
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke laut secara alami. batas aliran sungai di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan
2.3.2 Bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
a. Bulu Burung atau Memanjang
Aliran air dari anak sungai mengalir ke sungai utama. Aliran dari tiap-
tiap anak sungai itu tidak saling bertemu pada titik yang sama.
Potensi terjadinya banjir di DAS bentuk ini kecil karena aliran airnya
tidak langsung bertemu pada satu titik.

Gambar 2.1 Bentuk Aliran Sungai Bulu Burung

b. Radial
Bentuk DAS menyerupai kipas atau lingkaran. Aliran air dari beberapa
anak sungai terkonsentrasi di satu titik.
Banjir besar sering terjadi di titik pertemuan aliran air anak-anak
sungai.

Gambar 2.2 Bentuk Aliran Sungai Radial

c. Paralel
Bentuk DAS paralel Lihat Foto Bentuk DAS paralel(Soewarno) DAS
dengan bentuk paralel memiliki dua jalur aliran sungai utama yang
kemudian bersatu di hilir.
Potensi banjir DAS bentuk paralel tinggi karena aliran air bertemu
pada satu titik.

Gambar 2.3 Bentuk Aliran Sungai Paralel


d. Kompleks
Dalam satu DAS terdiri atas tiga bentuk yakni bulu burung atau
memanjang, radial, dan paralel.

2.4 Penanggulangan Banjir Pada Sungai


2.4.1 Penanggulangan Banjir Secara Teknis
Belajar dari sejumlah bencana yang terjadi, Jepang lalu membuat
perencanaan proyek mengatasi banjir. Proyek ini dimulai sejak 1993 dan
menghabiskan sekitar Rp 30 triliun. Proyek ini dikenal dengan Metripilitan
Area Outer Underground Discharge Channel (MAOUDC). Lokasinya
berada di Kasukabe, atau sekitar 30 kilometer utara Tokyo. Katedral banjir
ini 22 meter di bawah tanah. MAOUDC memiliki terowongan sepanjang 6,3
kilometer dan lima ruang silindris untuk menampung air. Setiap silindris
memiliki 70 meter. Dari penampungan silindris tersebut akan ditampung
kemudian diteruskan melalui pompa menuju Edo. Pompa dengan kekuatan
13.000 tenaga kuda itu mampu mendorong air 200 ton perdetik.

2.4.2 Penanggulangan Banjir Secara Vegetatif


Terkait dengan peran tanaman, pohon-pohon tertentu dapat berfungsi
melindungi permukaan tanah terhadap pukulan air hujan, melindungi daya
transportasi aliran permukaan, dan menambah infiltrasi tanah. Berbagai
jenis pohon dapat menjadi mediator yang dapat meningkatkan pasokan air
dan cadangan air dalam tanah. Cara ini dapat dilakukan dengan penanaman
pohon pelindung tanah, penanaman sistem lorong, dan penghijauan. Untuk
meningkatkan efektivitas mencegah terjadinya longsor dan banjir bandang,
pola penanaman jenis terseleksi dapat diterapkan. Tanaman tersebut
diharapkan dapat mencegah bencana serupa. Menghadang banjir bandang
bisa dilakukan dengan tanaman yang terseleksi. Itu sebabnya penghijauan
di kawasan perbukitan harus berhati-hati. Jika ingin mengantisipasi longsor
di perbukitan, pohon yang harus ditanam haruslah berakar tunggang yang
bisa menancap agar bisa menjadi paku dan dapat menahan longsor.

Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/70948-vegetasi-terseleksi-
hadang-banjir.

2.4.3 Penanggulangan Banjir Secara Sosial


Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap, dari pencegahan
sebelum banjir (prevention), penanganan saat banjir (response/intervention),
dan pemulihan setelah banjir (recovery).3 Tahapan tersebut berada dalam
suatu siklus kegiatan penanggulangan banjir yang berkesinambungan,
sebagaimana digambarkan pada Gambar 1 yang mencakup beberapa jenis
kegiatan seperti ditunjukkan dalam Tabel 1. Kegiatan penanggulangan banjir
mengikuti suatu siklus (life cycle), yang dimulai dari banjir, kemudian
mengkajinya sebagai masukan untuk pencegahan (prevention) sebelum
bencana banjir terjadi kembali. Pencegahan dilakukan secara menyeluruh,
berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah
sungai (in-stream) sampai wilayah dataran banjir (off-stream), dan kegiatan
non-fisik seperti pengelolaan tata guna lahan sampai sistem peringatan dini
bencana banjir
Gambar 2.4 Disaster Risk Management and Mitigation Circle

Tabel 2.1 Siklus dan Kegiatan Penanggulangan Banjir

Siklus Kegiatan
Pencegahan (Prevention) • Upaya – upaya Struktural
- Upaya di dalam badan sungai
(In-Stream)
- Upaya – upaya di luar badan
sungai (Off-stream)
• Upaya – upaya Non –
Struktural
- Upaya Pencegahan Banjir
Jangka Panjang
- Upaya Pengelolaan Keadaan
Darurat Banjir dalam Jangka
Pendek
Penanganan (Intervention/Response) • Pemberitahuan dan Penyebaran
Informasi Prakiraan Banjir
• Reaksi Cepat dan Bantuan
Penanganan Darurat Banjir
• Perlawanan terhadap Banjir
Pemulihan (Recovery) • Bantuan Segera Kebutuhan Hidup
Sehari-hari dan Perbaikan Sarana
dan Prasarana
- Pembersihan dan Rekonstruksi
Pasca Banjir
- Rehabilitasi dan Pemulihan Kondisi
Fisik dan Non-Fisik
• Penilaian Kerusakan/Kerugian dan
Asuransi Bencana Banjir
• Kajian Penyebab Terjadinya
Bencana Banjir

Setelah pencegahan dilaksanakan, dirancang pula tindakan penanganan


(response/intervention) pada saat bencana banjir terjadi. Tindakan penanganan
bencana banjir, antara lain pemberitahuan dan penyebaran informasi tentang
prakiraan banjir (flood forecasting information and dissemination), tanggap
darurat, bantuan peralatan perlengkapan logistik penanganan banjir (flood
emergency response and assistance), dan perlawanan terhadap banjir (flood
fighting). Pemulihan setelah banjir dilakukan sesegera mungkin, untuk
mempercepat perbaikan agar kondisi umum berjalan normal. Tindakan
pemulihan, dilaksanakan mulai dari bantuan pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari, perbaikan sarana-prasarana (aftermath assistance and relief),
rehabilitasi dan adaptasi kondisi fisik dan non-fisik (floodadaptation and
rehabilitation), penilaian kerugian materi dan non-materi, asuransi bencana
banjir (flood damage assessment and insurance), dan pengkajian cepat
penyebab banjir untuk masukan dalam tindakan pencegahan (flood quick
reconnaissance study).

2.4.4 Partisipasi Masyarakat


Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi
kesempatan dan wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat
mampu memecahkan berbagai persoalan bersama-sama. Pembagian
kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of
involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat
bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik dalam suatu
komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk
memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif,
efisien, dan berkelanjutan.
Stakeholder penanggulangan banjir secara umum dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu: (1) beneficiaries, masyarakat yang mendapat manfaat/dampak
secara langsung maupun tidak langsung; (2) intermediaries, kelompok
masyarakat atau perseorangan yang dapat memberi pertimbangan atau
fasilitasi dalam penanggulangan banjir, antara lain: konsultan, pakar, LSM,
dan profesional di bidang SDA.; (3) decision/ policy makers, lembaga/institusi
yang berwenang mebuat keputusan dan landasan hukum, seperti lembaga
pemerintahan dan dewan sumberdaya air.
Sejalan dengan tuntutan masyarakat akan keterbukaan dalam program-
program pemerintah, maka akuntabilitas pemerintah dapat dinilai dari sejauh
mana partisipasi masyarakat dan pihak terkait (stakeholder) dalam program
pembangunan. Partisipasi masyarakat, mulai dari tahap kegiatan pembuatan
konsep, konstruksi, operasionalpemeliharaan, serta evaluasi dan pengawasan.
Penentuan dan pemilahan stakeholder dilakukan dengan metode Stakeholders
Analysis yang terdiri dari empat tahap yaitu: (1) identifikasi stakeholder; (2)
penilaian ketertarikan stakeholder terhadap kegiatan penanggulangan banjir;
(3) penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan setiap stakeholder; (4)
perumusan rencana strategi partisipasi stakeholder dalam penanggulangan
banjir pada setiap fase kegiatan.
Semua proses dilakukan dengan mempromosikan kegiatan
pembelajaran dan peningkatan potensi masyarakat, agar secara aktif
berpartisipasi, serta menyediakan kesempatan untuk ikut ambil bagian, dan
memiliki kewenangan dalam proses pengambilan keputusan dan alokasi
sumber daya dalam kegiatan penanggulangan banjir.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penanggulangan banjir
terdiri dari tujuh tingkat yang didasarkan pada mekanisme interaksinya, yaitu:
(1) penolakan (resistance/opposition); (2) pertukaran informasi (information-
sharing); (3) konsultasi (consultation with no commitment); (4) konsensus dan
pengambilan kesepakatan bersama (concensus building and agreement); (5)
kolaborasi (collaboration); (6) pemberdayaan dengan pembagian risiko
(empowerment-risk sharing); (7) pemberdayaan dan kemitraan (empowerment
and partnership).
2.5 Erosi dan sendimentasi
2.5.1 Pengertian Erosi

Menurut Arsyad (2012), arti erosi adalah proses hilang atau terkikisnya
bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke tempat
lainnyaPengikisan tanah berbeda dengan pelapukan yang diakibatkan cuaca yang
merupakan proses penghancuran mineral batuan akibat oleh proses kimiawi atau
fisik, ataupun kombinasi keduanya.

Ketika suatu daerah mengalami pengikisan, maka lapisan bunga tanah juga
akan menghilang. Akibatnya, tanah pada daerah tersebut akan menjadi tandus.
Lamanya proses erosi bervariasi, contohnya apabila hutan kehilangan banyak pohon
atau gundul, maka akan mempercepat proses terkikisnya tanah.

2.5.3 Pengertian Sendimentasi

Menurut Anwas, (1994) Sedimentasi adalah peristiwa pengendapan batuan


yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin. Pada saat pengikisan terjadi, air
membawa batuan mengalir ke sungai, danau, dan akhirnya sampai ke laut. Pada saat
kekuatan pengangkutannya berkurang atau habis, batuan diendapkan di daerah aliran
air. Karena itu pengendapan ini bisa terjadi di sungai, danau dan laut. Batuan hasil
pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser
(es yang mengalir secara lambat). Air mengalir di permukaan tanah atau sungai
membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju
tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga dapat mengangkut debu, pasir,
bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, maka besar pula
daya agkutnya. Di padang pasir misalnya, timbunan pasir yang luas dapat
dihembuskan angin dan berpindah ke tempat lain. Sedangkan gletser, walaupun
lambat gerakannya, tetapi memiliki daya angkut besar.

Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi,


transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari
sedimentasi itu sendiri. Proses tersebut berjalan sangat komplek, dimulai dari
jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari
proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran,
sebagian akan tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai
terbawa aliran menjadi angkutan sedimen.
2.5.4 Sebab Erosi

Erosi air sungai terjadi akibat volume air sungai yang mengalir sangat cepat
akibat debit air yang besar serta terdapat berbagai benda-benda padat dalam aliran
sungai. Aliran air ini akan menyebabkan pengikisan hulu dan akhirnya membentuk
lembah-lembah, sungai, ngarai, dan jurang-jurang yang dalam.

2.5.5 Sebab sedimentasi

Sedimentasi terjadi biasanya di kawasan pantai atau laut. Sebaran sedimen


pantai atau transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang
disebabkan oleh gelombang dan arus. Arus dan gelombang merupakan faktor
kekuatan utama transpor sedimen yang menentukan arah dan sebaran sedimen.
Kekuatan ini juga yang menyebabkan karakteristik sedimen berbeda sehingga
komponen dasar perairan tersusun oleh bermacam-macam sedimen. Morfologi atau
bentuk partikel sedimen mempengaruhi sebaran sedimen pada dasar perairan. Hal ini
disebabkan bentuk yang berbeda akan diendapkan pada jarak yang berbeda dari
sumbernya oleh kekuatan energi transportasi yang sama (Rifardi,2012).

2.5.6 Lokasi Erosi dan Sedimentasi

Lokasi erosi dan sedimentasi biasanya terjadi di :

1. Sungai
Aliran air akan menyebabkan pengikisan hulu dan akhirnya membentuk
lembah-lembah, sungai, ngarai, dan jurang-jurang yang dalam.
2. Air Laut
Es yang berada di kutub mencair dan menyebabkan kenaikan permukaan
pada air laut. Sehingga daerah yang memiliki permukaan lebih rendah
akan mengalami pengikisan.
3. Korasi
Biasanya korasi terjadi di daerah-daerah dengan cuaca yang kering,
misalnya wilayah gurun pasir. Korasi menyebabkan kerusakan bentang
alam berupa wilayah yang diterpa angin akan membentuk bukit pasir dan
batu jamur.

Anda mungkin juga menyukai