Oleh :
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tahun 2011. Data yang digunakan
dalam mendukung kegiatan penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi yang
terkait.
penyempurnaan dan masukan dari berbagai fihak, terutama dari para evaluator
i
SARI
Tenggara pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp5,59 juta, berada urutan yang ke 24
kuarsa dan kromit memiliki peluang untuk diusahakan karena memiliki nilai
ekonomi tinggi.
Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih dari lembar
tata guna lahan, disarankan bahwa Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Utara,
Konawe Selatan, Muna, Bombana dan Buton dapat dijadikan kawasan usaha
dibangun industri pengolahan dan penentuan lokasi yang dapat dijadikan kawasan
memiliki pabrik pengolahan pabrik pengolahan nikel, juga dapat dijadikan sebagai
industri pengolahan nikel untuk menampung bahan baku dari wilayah sekitarnya
ii
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
1.2 Ruang Lingkup ............................................................................................................................... 4
1.3 Maksud dan Sasaran ................................................................................................................... 4
1.4 Lokasi Kegiatan .............................................................................................................................. 5
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................................................. 5
LAMPIRAN A Peta Tata Guna Lahan dalam Tata Ruang Wilayah Sulawesi tenggara . 74
LAMPIRAN B Perkiraan Besar Investasi Pembangunan Pengolahan Komoditas Sektor
Pertambangan di Sulawesi Tenggara ................................................................. 81
LAMPIRAN C Foto-foto Potensi Sektor Pertambangan Sualwesi Tenggara Tenggara 84
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta lokasi kegiatan penelitian Analisis Pengemabangan Ekonomi Wilayah
Provinsi Sulawesi Tenggara Berbasis Sektor Pertambangan ................... 6
Gambar 2.1 Pola Pikir Analisis Pengemabngan Ekonomi Wilayah Berbasis Sektor
Pertambangan ........................................................................................................... 15
Gambar 2.2 Konsep Pengembangan Sektor Pertambangan Dalam Kerangka
Pengembangan Wilayah ....................................................................................... 16
Gambar 3.1 Perkembangan PDRB kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. 22
Gambar 3.2 Perkembangan PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
Tenggara....................................................................................................................... 23
Gambar 4.1 Produksi aspal Buton, Tahun 2007 – 2010 (Ton) ........................................ 44
Gambar 4.2 Bagan alir pengolahan pasir kuarsa ................................................................. 57
Gambar 4.3 Pengolahan silika dengan cara flotasi ............................................................ 58
Gambar 4.4 Perkembangan investasi asing sektor pertambangan .............................. 61
Gambar 4.5 Nilai investasi sektor pertambangan dalam negeri .................................... 62
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Luas wilayah, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan menurut kabupaten/
kotaDi Sulawesi Tenggara tahun 2010 .................................................................. 18
Tabel 3.2 Struktur ketenagakerjaan menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara
................................................................................................................................................ 14
Tabel 3.4 Cadangan nikel di Sulawesi Tenggara ................................................................... 24
Tabel 4.1 Potensi nikel dan status kawasan kabupaten/kota se Sulawesi Tenggara
................................................................................................................................................ 38
Tabel 4.2 Potensi aspla, bitumen padat, kromit, mangan, pasir besi, emas dan mineral
logam lainnya dalam kawasan hutan dan perairan Sulawesi Tenggara ... 39
Tabel 4.3 Indek skor analisis faktor sektor pertambangan menurut kabupaten/kota
Di Sulawesi Tenggara ................................................................................................... 40
Tabel 4.4 Jumlah IUP menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara .......................... 42
Tabel 4.5 Luas IUP menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara ............................. 43
Tabel 4.6 Perkembangan produksi, ekspor dan impor bijih nikel dan feronikel Indonesia,
Tabel 4.8 Mutu pasir silika untuk gelas tidak berwarna ....................................................... 56
Tabel 4.9 Potensi penyerapan tenaga kerja pada sektor pertambangan ...................... 63
Tabel 4.10 Rencana penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik di Sualwesi
Tenggara ............................................................................................................................ 65
Tabel 4.11 Rencana pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik di Sulawesi
Tenggara ............................................................................................................................ 66
v
Tabel 4.12 Rencana pembangunan gardu induk di Sulawesi Tenggara ......................... 66
Pertambangan ................................................................................................................... 70
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Nasional.
Program ini dituangkan ke dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.
Di samping itu, Sulawesi Tenggara diarahkan pula untuk menjadi kawasan pusat
industri pertambangan nasional mengingat wilayah ini memiliki berbagai sumber
daya bahan galian, mineral dan energi yang cukup berragam, memiliki potensi
cadangan yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Sesuai amanat Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009
bahan baku. Dengan kata lain bahwa sebelum di ekspor, bahan baku harus melalui
proses pengolahan menjadi barang setengah jadi artinya bahwa harus ada pabrik
sebesar 8,15%, di atas laju pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,10% bahkan tertinggi
ketiga setelah Papua dan Sulawesi Tengah. Namun ternyata sektor pertambangan
1
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya mineral logam
dan non logam seperti nikel, emas, aspal yang tersebar di berbagai lokasi seperti
Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe Selatan, Bombana dan di Pulau Buton, akan
dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (2002: 5). Tujuan pembangunan
ekonomi disamping untuk meningkatkan pendapatan nasional riil juga untuk
2
Salah satu upaya untuk meningkatkan peran/kontribusi sektor
landasan atau kerangka konsep bagi kebijakan nasional dan daerah berdasarkan
isu-isu strategis sektor pertambangan yang diwujudkan dalam konsep
3
Mengidentifikasi dan menginventarisasi potensi sumber daya sektor
4
1.5 Sistematika Penulisan
tentang definisi dan teori pengembangan wilayah serta ruang lingkup kegiatan yang
mencakup cara pengumpulan data dan metode analisis yang digunakan untuk
mengolah data serta rumus-rumus yang digunakan.
Bab 3 Kondisi Umum Wilayah, merupakan sajian informasi tentang
perkembangan wilayah Sulawesi Tenggara terkait bidang ekonomi, kependudukan,
ketenagakerjaan dan sumber daya sektor pertambangan.
Bab 4 Analisis dan Pembahasan, meliputi analisis berbagai komoditas
5
Gambar 1.1 Peta Lokasi Kegiatan Penelitian Analisis Pengembangan Ekonomi
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Berbasis Sektor
Pertambangan
6
BAB 2
kemakmuran rakyat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal
UU No. 5 Tahun 1990 mengatur tentang konservasi sumber daya alam Hayati
dan ekosistem.
pengalihan sumber daya alam (ESDM) menjadi modal riil ekonomi melalui
pengembangan sumber daya alam secara terpadu, sehingga dapat memberikan
kemakmuran rakyat (UUD 1945 pasal 33) dan daerah serta mendukung
pembangunan dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan (Gambar 2.1 dan
Gambar 2.2).
7
keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan dan
berikut :
a) Sebagai pusat pertumbuhan
b) Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari
kegiatan pertambangan
c) Kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertambangan termasuk
di dalamnya usaha/industri pengolahan tambang sedangkan sektor lainnya
seperti perdagangan, jasa pelayanan dan lain-lain adalah sebagai sektor
penunjang.
d) Hubungan antara kota dan daerah hinterland di kawasan minepolitan bersifat
interdependence yang harmonis dan saling membutuhkan.
8
Mengingat sumber daya alam sektor pertambangan adalah sumber daya
yang tak terbarukan maka pengelolaannya harus dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin keberlangsungan ketersediaan melalui konservasi sumber daya alam (UU
no. 5 Tahun 1990 pasal 5) sehingga pemanfaatan menjadi lestari dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
analisis data. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kajian ini meliputi penetapan
lokasi kawasan pertambangan, penentuan komoditas tambang yang prioritas untuk
pengembangan wilayah.
a) Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui
pengamatan dan pencatatan secara langsung di lokasi penelitian di beberapa lokasi
9
yang memiliki potensi sumber daya minerba, pemilihan lokasi ditentukan dengan
sengaja (purposive).
Data sekunder diperoleh dari berbagai pustaka, Badan Pusat Statistik, Dinas
Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hasil-hasil penelitian sebelumnya dan
c) Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan dua cara, yaitu
secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel dan gambar setelah melalui proses tabulasi data. Data serta informasi yang
telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni
program Microsoft Excel 2007.
d) Metode Analisis
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kajian ini meliputi penetapan lokasi
kawasan pertambangan, penentuan komoditas tambang yang prioritas untuk
sudah tidak lagi berbenturan kawasan sektor lainnya. Model ini menggunakan
bantuan komputer dan perangkat lunak (software) MapInfo dengan cara
menumpangtindihkan lembar (peta) tata guna lahan berbagai sektor yang terkait
10
Metode yang digunakan untuk melakukan mengetahui sejauhmana
manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha tambang.
Metode Prioritas Pengembangan Usaha
manfaat dan lain-lain yang tergabung dalam data spasial dan non spasial. Ukuran
yang digunakan untuk menetapkan komoditas unggulan tersebut adalah model
analisis faktor.
W adalah nilai pembobotan yang telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga rasio F1
variabel-variabel X yang saling bebas. Faktor kedua F2 menjelaskan sisa varians yang
belum dijelaskan oleh F1. Faktor ketiga menjelaskan sisa varians yang belum
11
Menentukan matrik korelasi rij
Menentukan eigenvalue dari matrik korelasi e1, e2, . . . , ep, dimana e1> e2 > . .
. > ep.
Di dalam menentukan variabel baru, maka harus dihitung skor dari faktor-
faktor yang ada, karena skor faktor ini mencerminkan keadaan karakteristik individu
Metode yang dapat dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi
atau yang biasa disebut dengan kriteria investasi (Sari, 2010 dan Gaspersz, 1992),
yaitu :
12
Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus
Bt = total penerimaan (benefit ) atau manfaat untuk kegiatan usaha (proyek) pada
pada periode waktu ke-t.
Ct = total biaya yang dikeluarkan (cost) untuk kegiatan usaha pada pada periode
waktu ke-t.
(1+i)-1 = faktor nilai sekarang (present worth factor) atau discount factor yang
merupakan faktor koreksi pengaruh waktu terhadap nilai uang pada periode t
dengan interest rate-i waktu t.
i = Suku bunga yang digunakan
t = priode waktu ke-t
Kriteria suatu usaha memenuhi kelayakan ekonomi apabila NPV (i) lebih besar dari
pada nol, yang tidak lain identik dengan tingkat keuntungan proyek (dalam nilai
sekarang) lebih besar dari pada nol.
telah dipergunakan secara luas dalam analisis usaha. Secara definisi IRR adalah
interest rate (i) yang membuat sehingga nilai sekarang dari arus penerimaan dan
pengeluaran usaha menuju nol. Tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh
suatu usaha untuk sumberdaya yang digunakan, karena usaha tersebut memerlukan
dana untuk pemenuhan biaya-biaya operasi dan investasi dari usaha baru sampai
tingkat pengembalian modal. Secara matematis, perhitungan IRR dapat dirumuskan
sebagai berikut :
13
Dalam hal ini,
14
GAMBAR 2.1
SUMBER DAYA POLA PIKIR PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH
(Sektor Pertambangan) BERBASIS SEKTOR PERTAMBANGAN
Penunjang
• Modal
• Teknologi
•Kebiijakan
Status • Kelembagaan
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PENGEMBANGAN EKONOMI
WILAYAH
BELUM (Misi)
DIUSAHAKAN DIUSAHAKAN
Fisik
• Tata ruang Non isik
• Sarana dan • Sosial
Inventarisasi prasaran • Ekonomi
SDA
Analisis Kelayakan Usaha
•Lingkungan hidup
Tujuan
15
Gambar 2.2 Konsep Pengembangan Sektor Pertambangan Dalam Kerangka
Pengembangan Wilayah
16
BAB 3
17
(109 jiwa/km2), Muna (88 jiwa/km2), sedangkan wilayah lainnya berada di bawah
rata-rata tingkat kepadatan Sulawesi Tenggara (Tabel 3.1).
Jumlah Kepadatan
Luas Persentase
No. Kabupaten/Kota penduduk penduduk
(Km2) sebaran (%)
(jiwa) per Km2
1 Buton 2.675 292.881 109 13,44
2 Muna 2.890 255.666 88 11,73
3 Konawe 6.792 239.839 35 11,00
4 Kolaka 6.918 295.576 43 13,56
5 Konawe Selatan 4.514 251.123 56 11,52
6 Bombana 3.056 114.714 38 5,26
7 Wakatobi 426 106.422 250 4,88
8 Kolaka Utara 3.392 121.819 36 5,59
9 Konawe Utara 1.997 50.612 25 2,32
10 Buton Utara 4.877 47.987 10 2,20
11 Kota Kendari 296 268.432 907 12,31
12 Kota Bau Bau 306 134.657 440 6,18
Jumlah 38.139 2.179.731 57 100,00
Sumber : BPS (2010)
Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang dapat
dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok penduduk yang mempunyai
pekerjaan (bekerja) atau sedang mencari pekerjaan, kelompok lainnya yang
kegiatannya hanya bersekolah/kuliah, mengurus rumah tangga dan lainnya (tidak
aktif secara ekonomi). Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Sulawesi
Tenggara yang berumur di atas 15 tahun sekitar 1.459.270 jiwa (Tabel 3.2), naik
sebesar 2,31% dibandingkan dengan tahun 2009. Jumlah angkatan kerja sebesar
998.195 orang dan yang bukan angkatan kerja sekitar 419.949 orang, dengan
demikian total parttisipasi angkatan kerja mencapai 70,39%. Sementara itu,
angkatan pengangguran terbuka mencapai 48.691 orang, dengan kata lain bahwa
tingkat pengangguran di Sulawesi Tenggara rata-rata sebesar 4,74%, sedangkan
penduduk yang bekerja diperkirakan mencapai 978.452 orang (95,26%). Tidak
kurang dari 52,89% penduduk bekerja pada sektor pertanian. Tingkat pengangguran
tertinggi justru terjadi di kota Kendari, Bau-Bau dan Wakatobi masing-masing
13,39%, 9,23% dan 7,18%.
18
..
Tabel 3.2 Struktur Ketenagakerjaan Menurut kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010
Angkatan kerja : 1.027.143 133.601 116.213 114.364 144.328 123.916 59.252 23.110 70.166 22.916 23.368 106.662 58.869
Bekerja 978.452 130.854 112.192 110.772 137.647 121.500 58.179 21.451 66.974 21.907 22.735 92.385 53.435
Mencari pekerjaan 48.691 2.747 4.021 3.592 6.680 2.416 1.073 1.660 3.193 1.008 633 14.277 5.434
Bukan angkatan kerja : 432.128 50.351 43.772 42.374 59.270 50.643 21.208 16.363 18.377 8.801 8.609 74.606 32.394
Sekolah 135.086 14.441 11.821 12.899 15.918 12.250 4.108 3.846 4.999 2.671 2.209 32.055 14.498
Mengurus RT 252.357 27.859 26.472 22.739 38.989 33.412 14.299 10.727 11.723 5.428 5.903 38.325 16.103
Lainnya 44.684 8.051 5.478 6.737 4.364 4.981 2.801 1.789 1.655 702 496 4.225 1.794
Penduduk umur 15
tahun ke atas 1.459.270 183.952 159.985 156.738 203.598 174.560 80.460 39.473 88.543 31.717 31.976 181.268 91.263
% Bekerja terhadap AK 95,26 97,94 96,54 96,86 95,37 98,05 98,19 92,82 95,45 95,60 97,29 86,61 90,77
% AK terhadap P15 T K 70,39 72,63 72,64 72,96 70,89 70,99 73,64 58,55 79,25 72,25 73,08 58,84 64,50
Tingkat pengangguran
(%) 4,74 2,06 3,46 3,14 4,63 1,95 1,81 7,18 4,55 4,40 2,71 13,39 9,23
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara (2010)
19
Selama periode tahun 2009-2011(Tabel 3.3), jumlah penduduk yang bekerja
hingga Februari 2011 mengalami kenaikan terutama di sektor jasa sebesar 47.083 orang
(33,16 %) dan sektor perdagangan, RM sebesar 27.679 orang (18,03 %). Sedangkan
sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian sebesar 65.469 orang
(12,42 %) dan sektor angkutan sekitar 8.481 orang (17,34 %).
Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja
dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan
utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan
kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini,
maka hingga Februari 2011 sekitar 298.335 orang (29,30 %) bekerja pada kegiatan formal
dan 719.799 orang (70,70 %) bekerja pada kegiatan informal. Dari 1.018.134 orang yang
bekerja pada Februari 2011, status pekerjaan utama yang terbanyak sebagai
buruh/karyawan sebesar 267.608 orang (26,28 %), diikuti pekerja keluarga/tidak dibayar
sebesar 253.377 orang (24,89 %), dan berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 229.657
orang (22,56 %), sedangkan yang terkecil adalah pekerja bebas pertanian sebesar 10.914
orang (1,07 %). Dalam satu tahun terakhir (Februari 2010 – Februari 2011) terdapat
penambahan pekerja dengan status buruh/karyawan sebesar 70.740 orang (35,93 %),
berusaha sendiri sebesar 30.869 orang (18,13 %), dan berusaha dibantu buruh tetap
sebesar 6.489 orang (26,77 %). Sementara itu terjadi penurunan pada status berusaha
dibantu buruh tidak tetap sebesar 31.265 orang (11,98 %), pekerja keluarga sebesar
29.859 orang (10,54 orang), pekerja bebas pertanian sebesar 6.711 orang (38,08 %), dan
20
Tabel 3.3 Penduduk Usia15 Tahun ke Atas yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan, 2009 - 2011
mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 8,15% per tahun. Sektor yang paling tinggi
mengalami kenaikkan adalah sektor jasa, konstruksi/bangunan dan perdagangan, masing-
masing sebesar 11,66%, 10,58% dan 10,52%. Sedangkan laju pertumbuhan sektor
pertambangan dan penggalian naik sebesar 8,21%.
Struktur perekonomian Sulawesi Tenggara masih didominasi sektor pertanian, pada tahun
2010 kontribusi sektor ini sekitar 32,30%. Sektor lain yang cukup besar kontribusinya
adalah sektor perdagangan 17,51%, sektor jasa 14,15%, sektor konstruksi/bangunan
9,02% dan industri pengolahan 8,21%.
Selama kurun waktu 2005-2010 dominasi sektor pertanian terus mengalami
penurunan sebesar 3,03%, kondisi ini justru meningkatkan peran sektor perdagangan
21
secara perlahan yang terus meningkat rata-rata sebesar 2,54%. Peran sektor
masing memberikan kontribusi sebesar 24,07% dan 16,28% (Gambar 3.1). Kedua daerah
ini memang unggul dari berbagai sektor, artinya bahwa kedua daerah ini mampu
mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki sehingga
mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari daerah lainnya.
2,000,000 Wakatobi
Kendari
1,500,000 Kolaka
Konawe Utara
1,000,000
Konawe
Bombana
500,000
Buton Utara
- Konawe Selatan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
PDRB per kapita merupakan salah satu indicator kesejahteraan masyarakat yang
dapat dijadikan salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat di
suatu daerah. PDRB per kapita masyarakat Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 tercatat
22
sebesar Rp5,59 juta, naik sebesar 5,95% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun secara
nasional, PDRB per kapita Sulawesi Tenggara menempati urutan yang ke 24 empat di
antara 33 provinsi di Indonesia.
Daerah yang paling besar PDRB per kapitanya adalah Buton Utara, yaitu sebesar
Rp11,04 juta. Peningkatan PDRB per kapita disebabkan karena pertumbuhan PDRB ADHK
yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Paling sedikit ada
tiga factor yang menyebabkan tingginya PDRB di daerah ini yaitu pendapatan asli daerah,
tingkat investasi dan tenaga kerja.
Enam dari 12 daerah di Sulawesi Tenggara yang tingkat pendapatannya berada
di bawah rata-rata Sulawesi Tenggara, yaitu Muna, Wakatobi, Konawe, Bombana, Buton
Utara dan Konawe Selatan.
Gambar 3.2 Perkembangan PDRB per kapita Kabupaten /Kota Sulawesi Tenggara,
Thun 2005 - 2010 (Juta Rupiah)
12,000,000
bau-Bau
10,000,000 Muna
Kolaka Utara
PDRB/KAPITA (JUTA RUPIAH)
6,000,000 Kendari
Kolaka
2,000,000 Bombana
Buton Utara
- Konawe Selatan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
23
3.4 Potensi Sektor Pertambangan
Nikel
Berdasarkan batuan pembawanya (batuan ultrabasah) bahan galian ini memiliki
penyebaran yang sangat luas, meliputi beberapa kabupaten yaitu : Kabupaten Kolaka,
Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten
Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau, dengan luas
penyebaran 480.032,13 Ha dengan status kawasan 283.561,84 Ha (59%) masuk kawasan
Areal Penggunaan Lain (APL), 170.300 Ha (35%) kawasan Hutan Lindung (Hl) dan Hutan
24
Ekonomi Khusus (KEK) dimana sektor pertambangan sebagai salah satu sektor strategis
dalam konsep KEK tersebut, maka 3 dari 7 Kabupaten yang menjadi alternatif untuk
pembangunan industri pertambangan yaitu:
3. Kolaka.
Aspal
Bahan galian ini tersebar luas di Pulau Buton, yaitu di Kabupaten Buton,
Kabupaten Buton Utara dan Kota Bau-Bau. Tabel berikut ini menyajikan potensi cadangan
dan sebaran lokasi sebagai berikut :
Asbuton Halus
- Ukuran Butir : ¼(6.35mm) = 100%
: +4(4,75mm) = 90%-100%
: +30(0,60mm) = 35%-100%
25
- Kadar Air : kurang dari 6%
- Kadar Bitumen : 21% ±1%
- Kemasan : karung plastik (kedap air) berat @40kg
Emas
Emas dijumpai di daerah Rarowatu menuju ke arah Wumbubangka sampai ke SP
II dengan kadar Au 10 PPM sampai dengan 198 PPM, menjadikan cadangan emas ini
cukup besar dan dapat dikalolah dengan menggunakan teknologi tepat guna yang
berwawasan lingkungan.
Emas di daerah ini terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di
permukaan beberapa endapan terbentuk karena proses metasomanisme kontak dengan
larutan hidrotermal, sehingga menghasilkan endapan placer dengan penyebaran
diperkirakan ribuan hektar. Jumlah cadangan yang ada di daerah ini disajikan dalam Tabel
3.6:
26
Cekungan Minyak
Pada bagian timur dari Pulau Buton dan Muna telah sejak lama diketehui
merupakan cekungan minyak, dan pada beberapa tahun silam pernah dieksplorasi oleh
PT. Conoco And Chevron. Keberadaan cekungan ini diduga berumur kala Neogen, dan
memiliki potensi pada hampir seluruh bagian pulau ini.
Batubara
Lokasinya berada di sekitar Lametusa, desa Tambuha, Kecamatan Ngapa,
Kabupaten Kolaka Utara, dijumpai dalam sungai Watunohu. Sementara ini keberadaan
batubara di daerah ini masih merupakan indikasi, kuat, berdasarkan hasil pengamatan
lapangan dan hasil analisa laboratorium, batubara yang dijumpai memiliki karakteristik
sebagai berikut:
Warna hitam hingga hitam kecoklatan dan mudah hancur
- Ni (nitrogen) : 0,71 %
- S (belerang) : 1,44 %
- O (Oksigen) : 23,23 %
Kromit
Kromit dijumpai di beberapa tempat, antara lain di Kabupaten Bombana, Konawe,
Konawe Utara dan Kolaka Utara. Sampai sejauh ini telah beberapa perusahaan yang
berinvestasi pada bahan galian ini.
Secara umum seberapa besar jumlah cadangan dari bahan galian ini belum
diketahui, akan tetapi diduga secara keseluruhan bisa mencapai jutaan ton, dengan kadar
Cr2O3 berkisar 45-56 % dengan luas penyebaran 2000 hingga 2500 Ha.
27
Pasir Besi
besar jumlah cadangan yang ada didaerah ini, tetapi memiliki luas penyebarannya
diperkirakan antara 400 - 700 Ha.
Mangan
Mangan yang dijumpai merupaka tipe psilomelane ( Ba, H 2O2Mn3O10) dengan
kekerasan antara 4-6, dan berat jenis 4,7. Formasi di mana mangan ini berada diperkirakan
berumur jura dan berasosiasi dengan batu gamping, dengan ukuran 2 cm, kadar 50 – 53
%, MnO, dijumpai di Kecamatan Lasalimu, Kumbewaha Kecamatan Siontapina Kabupaten
Buton dengan luas penyebaran berkisar ± 6.000 Ha.
Magnesit
Lokasinya penyebaran meliputi Lasusua, Pakue (Kolaka Utara), Pulau Padamarang
(Kabupaten Kolaka), Pondidaha (Konawe), Pulau Kabaena (Kabupaten Bombana). Estimasi
cadangan dari magnesit di Pulau Padamarang diperkirakan mencapai 2.000 ton.
28
Fospat
Kabupaten Buton. Cadangan diperkirakan mencapai 3.200 ton, dengan P 2O5 berkadar 1,2
hingga 14,2 %.
Batugamping Dolomit
Batugamping merupakan salah satu potensi bahan galian Sulawesi Tenggara
yang cukup besar, lokasinya tersebar di Watuputih Kabupaten Muna (Pulau Muna),
Watumbuloti (Konawe Selatan), Toari (Kolaka). Batugamping dolomit di Muna memiliki
kandungan CaO 35% dan MgO 20%, jumlah cadangan diperkirakan mencapai 220.000 m3.
Sedangkan di watumbuloti memiliki kandungan CaO 55 % dan Mg 20% dengan jumlah
cadangan sekitar 219.700 m3. Batugamping dijumpai pula di Pulau Buton dan Bombana.
Batugamping di Bombana memiliki penyebaran yang cukup luas, yaitu sekitar 14.675 Ha
dengan cadangan diperkirakan mencapai 5.650.000 m 3 dengan kadar CaO lebih dari 45%
(Dinas Pertambangan dan Energi Bombana, Profil Potensi Sumber Daya Mineral
Kabupaten Bombana, 2011). Batugamping di daerah belum dimanfaatkan secara optimal,
hingga saat ini batugamping digunakan hanya untuk bahan bangunan fondasi rumah,
pagar dan jalan.
Marmer
a) Marmer Konawe Utara Dan Konawe Selatan
Sifat Fisik :
29
Komposisi Kimia :
Lokasi berada di sekitar Labauan, Lanosangiadan Tomohi, warna Abu-abu kehitaman dan
krem, penyebaran 32.762 Ha dengan cadangan diperkirakan 16.493.500.000 M³.
Komposisi Kimia :
SiO2 = 5,32 % CaO = 59,44 %
Fe2O3 = 0,84 % MgO = 1,61 %
c) Marmer – Kolaka
Komposisi Kimia :
30
kualitas yang cukup tinggi (B+B Quality) dengan warna keabu-abuan sampai kehitaman
dan daya tekan 546.669 Kg/m 3 yang di ekspor ke negara India, Jepang, Italia dan negara
Arab. Potensi Sumber Daya Marmer Kolaka terletak di Tamborasi sekitar 51.540.000.000
Spesifiaksi / Specification :
Kuat Tekan( Compressive strength ) : 520 kg/cm²
Keausan ( Abrasion resistance ) : 0,1 mm/menit
e) Marmer Bombana
Sifat Fisik :
- Kuat Tekan : 1.650 – 2.000 kg/cm²
- Keausan : 0,1 mm/menit
- Berat Jenis : 2,75 ton/MP
- Penyerapan Air : -
- Penyebaran : 0,25%
- Luas : 8.062,5 Ha
- Cadangan : 2,5 Milyar M3
- LOI :
31
Komposisi Kimia :
SiO2 = 14,44 % CaO = 27,05 %
AI2O3 = 0,45 % Fe2O3 = 0,36 %
MgO = 7,95 %
Tabel 3.7 Luas penyebaran dan perkiraan cadangan marmer di Sulawesi Tenggara
Oniks
32
Tanah Liat / Lempung
Komposisi Kimia :
Tanah liat di daerah Malaeno Kabupaten Bombana :
Komposisi Kimia :
33
Pasir Kuarsa
3.8).
Tabel 3.8 Luas, Cadangan dan Kadar Pasir Kuarsa di Provinsi Sulawesi Tenggara
Bahan galian lain yang tersebar di Kabupaten Kolaka adalah granit hitam, asbes,
magnesite, onix, tanah, batu gamping, batu setengah kuarsa, sirut (www.kolaka.go.id),
antara lain :
34
Padamarang. Material ini sama kegunaannya dengan marmer yakni untuk ornamen,
digunakan sebagai bahan pelindung terhadap api, listrik, bahan kimia dan lain-lain.
Mengenai mutu dan jumlah cadangannya masih memerlukan penelitian yang detail.
Oniks
Sekitar 32 juta m3 telah disurvey pada lokasi seluas 400 Ha yang terdapat di
Konaweha Kecamatan Wolo dan Ulunggolaka Kecamatan Latambaga. Onix yang terdapat
di Konaweha berwarna keputih-putihan, sementara yang terdapat di Ulunggolaka
berwarna krem dan kebiru-biruan.
Tanah Liat
Kurang lebih 4,8 juta m3 tanah liat yang mengandung SiO2 sekitar 58% yang
diidentifikasi dekat sungai Toari Kecamatan Watubangga. Proporsi material tanah liat
sekitar 40%/60% meningkat menjadi 30%/70% dibagian timur Sungai Toari.
Batu Gamping (Dolomit)
Terdapat di Pulau Padamarang dan Tanjung Ladongi dengan jenis antara lain
krysopras, opal dan jasper. Adapun untuk mutu dan jumlah cadangannya masih
memerlukan penelitian yang lebih detail.
Sirtu
Penambangan dan pengolahan sirtu (pasir batu) di sungai yang ada di Kolaka
dengan jumlah cadangan jutaan meter kubik, serta pembangunan stone crusher dengan
kapasitas produksi 250 ton/jam yang diharapkan dapat memasok kebutuhan bahan
bangunan baik lokal maupun di luar kabupaten Kolaka (Dinas Pertambangan dan Energi
35
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
(38.140 Km2). Namun dari sejumlah itu, tidak berarti seluruhnya bisa digunakan
untuk usaha pertambangan. Banyak faktor yang mempengaruhi, selain kualitas dan
kuantitas cadangan juga harus memperhatikan fungsi lahan yang ada.
Keberadaannya yang berada di bawah permukaan tanah, mengakibatkan tidak
dapat dihindarinya permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan baik dengan
kawasan kehutanan, pertanian, maupun permukiman. Pemerintah daerah seringkali
merasa kesulitan dalam mendelineasi/menggambarkan kawasan peruntukan
pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah, dikarenakan kawasan ini memang
belum tergambarkan secara jelas dalam Lampiran Peta Pola Ruang Wilayah Nasional
dalam PP Nomor 26 tahun 2008, walaupun kawasan peruntukan pertambangan
Salah satu kriteria pokok yang menjadi pembatas untuk pemilihan lokasi
usaha tambang adalah lahan yang ditetapkan menjadi kawasan lindung. Kawasan ini
berfungsi untuk melindungi kelestarian sumber daya alam, sumber daya buatan,
nilai dan budaya bangsa untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Wilayah
yang ditetapkan sebagai kawasan lindung pada dasarnya merupakan kawasan yang
36
dijadikan kawasan usaha pertambangan, baik di darat maupun di aliran sungai,
harus berpedoman pada rencana tata ruang wilayah (RTRW), agar kegiatan usaha
pertambangan tersebut kelak tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
bahwa hampir seluruh kawasan penyebaran nikel sudah ada yang memiliki. Potensi
sebaran mineral lainnya yang luasnya sekitar 273.117 Ha (Tabel 4.4) ternyata 24,93%
berada di kawasan hutan lindung dan 1,06% berada dalam kawasan taman nasional
(Lampiran A).
37
Tabel 4.3 Potensi Nikel Dan Status Kawasan Kabupaten/Kota se Provinsi
Sulawesi Tenggara
Status
No. Kabupaten/Kota Luas (Ha) Persentase (%) Jumlah
Kawasan
1 Kolaka Utara APL 52.671 63,37
HL 30.440 36,63 100%
HK - -
2 Konawe APL 80.399 55,22
HL 57.310 39,36 100%
HK 7.882 5,41
3 Konawe Utara APL 85.801 59,72
HL 57.865 40,28 100%
HK - -
4 Kolaka APL 24.178 71,32
HL 5.041 14,87 100%
HK 4.681 13,81
5 Konawe Selatan APL 1.726 23,87
HL - - 100%
HK 5.505 76,13
6 Bombana APL 27.400 53,31
HL 17.490 34,03 100%
HK 6.503 12,65
7 Muna APL 93 27,14
HL - - 100%
HK 249 72,86
8 Buton Utara APL 270 58,72
HL - - 100%
HK 190 41,28
9 Buton Utara APL 5.442 48,23
HL - - 100%
HK 5.841 51,77
10 Kota Bau-Bau APL 895 29,28
HL - - 100%
HK 2.161 70,72
APL 278.875 58,10
Sulawesi Tenggara HL 168.146 35,03
HK 33.012 6,88
Jumlah 480.032 100,00
Sumber :
Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara (2011)
Diolah kembali
38
Tabel 4.4 Potensi Aspal, Bitumen Padat, Kromit , Mangan, Pasir Besi, Emas dan Mineral Logam Lainnya Dalam Kawasan
Hutan Dan Perairan Sulawesi Tenggara
JENIS BAHAN STATUS KAWASAN (HA)
NO KAB/KOTA
GALIAN TN/TWAL/HAS HL HPT HP HPK APL TOTAL
ASPAL 1.597 478 12.267 8.369 - 9.545 32.255
I. BUTON MANGAN - - - 3.602 - 2.199 5.801
PASIR BESI - - - 315 - 1.448 1.763
II. BOMBANA KROMIT - - - - - 1.724 1.724
ASPAL
BUTON 1.302 502 - 1.689 10.463 7.062 21.018
III. DITUMEN
UTARA - - 1.703 - - 3.263 4.966
PADAT
IV. MUNA ASPAL - - 243 657 231 648 1.779
KROMIT - - - - 279 71 350
V. KONAWE
EMAS - 15.203 6.022 4.681 20.863 7.041 53.810
KONAWE KROMIT - - - - - 434 434
VI.
UTARA EMAS - 45.233 11.925 16.478 - 10.044 83.680
KONAWE BAHAN GALIAN
VII. - 6.669 441 36.515 - 20.825 64.450
SELATAN LOGAM
KOLAKA
VIII. KROMIT - - - - - 1.088 1.088
UTARA
Sumber :
Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara (2011)
Keterangan :
TN/TWAL/HAS : Taman Nasional/Taman Wisata Alam laut/Hutan Suaka Alam
HL : Hutan Lindung
HPT : Hutan Produksi Terbatas
HPT : Hutan Produksi
HPK : Hutan Produksi Konversi
APL : Areal Penggunaan Lain
39
4.2 Analisis Daya Saing Komoditas Unggulan Sektor Pertambangan
Tabel 4.5 Indeks skor Pemusatan (Analisis Faktor) Sektor Pertambagan Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara
Kabupaten/Kota Aspal Batu Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batu pasir Pasir Tembaga Marmer
pasir, gamping besi kuarsa
kerikil
Buton 1,92 1,71 0,49 1,34 0,64 0,32 0,76 1,26
Buton Utara 1,76 0,62 0,23 0,93 028 0,42 1,17
Kolaka 0,54 0,29 1,53 0,81 2,36
Konawe 0,63 1,86 0,52 0,38 1,88
Konawe 0,82 0,47 1,91 1,55
selatan
Konawe Utara 0,69 1,02 0,53 1,08 0,72
Bombana 0,28 1,63 0,48 1,83 2,71 0,65 0,65
Kolaka Utara 1,10 0,21 1,75 0,91 0,34
Muna 0,61 0,89 0,72 1,72
Bau-Bau 0,32 0,83
Lintas 0,76 1,99 1,01
Kabupaten
Kontrak Karya 0,33 1,06
Sumber : Hasil penghitungan
Dari dalam Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan struktur
basis komoditas dari setiap daerah di Sulawesi Tenggara, hal ini terlihat dari nilai
skor faktor yang dihitung. Buton, Muna dan Buton Utara yang berada dalam satu
pulau dengan ciri khas tambang aspal dan batugamping yang memiliki potensi
untuk diusahakan karena nilai skor faktornya lebih besar dari satu. Komoditas
tambang lain yang memiliki peluang untuk diusahakan di Buton adalah sirtu dan
mangan. Komoditas nikel merupakan komoditas yang tersebar seluruh daerah dan
40
daerah yang memiliki prospek untuk mengembangkan usaha nikel antara lain
Kolaka, Konawe Selatan, Konawe Utara, Bombana, Kolaka Utara dan lintas Bombana-
Buton. Kromit secara ekonomi dapat diusahakan di daerah Konawe, Konawe Utara,
Bombana dan Kolaka Utara. Emas komoditas yang memiliki prospek untuk
diusahakan di empat daerah yaitu Konawe, Konawe Selatan, Bombana dan lintas
(IUP) untuk berbagai komoditas tambang, 65% IUP diantaranya masih melakukan
tahap eksplorasi sedangkan 35% IUP lainnya sudah berproduksi. Ada tiga daerah
yang paling banyak memiliki IUP yaitu Kabupaten Bombana sebanyak 76 IUP,
disusul Konawe Utara 66 IUP dan Buton 61 IUP (Tabel 4.4). Nikel merupakan
komoditas yang paling diminati oleh para penanam modal, karena dari 309 IUP
yang tercatat ternyata 160 IUP (51,78%) bergerak di bidang pertambangan nikel,
kemudian emas 59 IUP dan Aspal 56 IUP.
7.411 Km2), berarti sudah 19,43% dari luas daratan Sulawesi Tenggara (38.140 km2)
dimanfaatkan untuk penambangan. Daerah yang paling luas digunakan untuk
penambangan adalah Konawe Utara (219.055 Ha) dan Bombana (164.445 Ha).
Apabila dilihat dari Tabel 4.7 seluruh daerah di Sulawesi Tenggara terdapat
perusahaan penambangan.
41
.
Tabel 4.6 Jumlah IUP menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2011
Batu
pasir
Kabupaten/Kota Aspal pasir, Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping Tembaga Marmer Jumlah
besi
kerikil
Buton 42 3 1 10 5 61
Buton Utara 13 13
Kolaka 29 1 30
Konawe 4 2 6
Konawe selatan 18 2 20
Konawe Utara 1 64 1 66
Bombana 4 17 53 1 1 76
Kolaka Utara 5 23 1 1 30
Muna 1 1
Bau-Bau 1 1
Lintas Kabupaten *) 1 2 3
Kontrak Karya 1 1
Lintas Prov Sultra-
Sulteng 1 1
Jumlah 56 3 15 10 160 1 59 1 2 1 1 309
Sumber :
Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
Dinas Energi dan Sumber Daya MineralSulaesi Tenggara (2011)
Keterangan :
Nikel lintas Bombana – Buton
Emas lintas Kolaka – Konawe Selatan
.
42
Tabel 4.7 Luas IUP (Ha) menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2011
Kabupaten/Kota Aspal Batu Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping pasir Tembaga Marmer Jumlah
pasir, besi
kerikil
Buton 39.442 11 521 10.892 4.866 55.732
Buton Utara 24.682 24.682
Kolaka 27.393 300 27.693
Konawe 5.716 76.030 81.746
Konawe selatan 20.849 15.584 36.433
Konawe Utara 2.497 188.248 28.310 219.055
Bombana 2.124 30.317 131.306 695 3 164.445
Kolaka Utara 1.979 31.248 2.000 45 35.272
Muna 5.200 5.200
Bau-Bau 1.796 1.796
Lintas Kabupaten * 3.084 6.429 9.513
Kontrak Karya 35.537 35.537
Lintas Prov Sultra-Sulteng 43.970 43.970
Jumlah 69.324 11 12.837 10.892 387.308 300 229.349 28.310 2.695 3 45 741.074
Sumber :
Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
Dinas Energi dan Sumber Daya MineralSulaesi Tenggara (2011)
Keterangan :
*Nikel lintas Bombana – Buton
*Emas lintas Kolaka – Konawe Selatan
43
IUP yang paling luas penggunaan lahannya adalah komoditas tambang
nikel, luasnya mencapai 387.308 Ha, disusul emas seluas 229.349 Ha.
1) Aspal
Buton merupakan penghasil aspal terbesar di dunia, namun kebaradaannya
saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, hal ini terlihgat dari perkembangan
produksi yang masih sangat rendah. Rendahnya tingkat produksi disebabkan oleh
kurangnya permintaan baik dari dalam maupun luar negeri, padahal IUP yang sudah
dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebanyak 56 IUP. Rendahnya tingkat produksi
dapat dilihat di dalam Gambar 4.1, data statistik menunjukkan bahwa produksi aspal
pada tahun 2010 tercatat sebesar 52.834 ton, naik sebesar 32,73% dibandingkan
dengan tahun 2008. Perkembangan produksi aspal Buton (asbuton) menunjukkan
perkembangan yang fluktuatif, namun selama kurun waktu 2007 – 2010 produksinya
mengalami kenaikkan yang sangat signifikan yaitu sebesar 59,70% per tahun.
Tenaga kerja yang mampu diserap oleh kegiatan penambangan aspal dari lima
perusahaan yang tercatat di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Buton
tahun 2011 paling sebanyak 620 orang.
56,584
52,834
39,807
20,500
44
Pemasaran aspal Buton (Asbuton) dalam negeri saat ini hanya untuk
memenuhi permintaan dari Lampung dan Surabaya. Pada tahun 2011, PT. Sarana
Karya salah satu perusahaan aspal saat ini telah menerima permintaan dari Cina
sebanyak 6 juta ton, yang harus dipenuhi hingga tahun 2013. Poduk aspal yang
dihasilkan oleh PT. SAKA untuk memenuhi permintaan Cina adalah dalam bentuk
yang sudah diolah, hal ini sesuai dengan peraturan daerah tahun 2007 yang
melarang ekspor aspal dalam bentuk curah.
Berdasarkan hasil survei Direktorat Energi dan Sumber Daya Mineral
Bandung, cadangan aspal Buton yang terukur diperkirakan mencapai 650 juta ton
dari sejumlah 2 miliar ton. Sejak ditambang hingga saat ini, aspal Buton yang telah
dieksploitasi baru 3,4 juta ton. Rendahnya permintaan aspal Buton antara lain
disebabkan oleh kualitas dan teknologi pengolahan aspal juga karena bersaing
aspal Buton (asbuton). Selain memiliki banyak kelebihan, juga karena dalam
beberapa tahun terakhir, aspal minyak mengalami kenaikan seiring harga minyak
semakin mahal. Dalam sepuluh tahun, jumlah panjang jaringan jalan beraspal terus
bertambah dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 3,53% per tahun. Oleh karena itu,
45
material aspal merupakan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan jaringan jalan
memasok kebutuhan aspal tersebut masih terbatas, yaitu sekitar 690 ribu ton,
sisanya sebesar 560 ribu ton diharapkan dapat dipenuhi melalui impor. Sebagian
besar (lebih dari 90%) pasokan aspal tersebut berupa aspal minyak. Tentunya
kebutuhan aspal tersebut akan terus bertambah seiring dengan program
percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah.
Inovasi teknologi pengolahan aspal terus berkembang dan diharapkan
pengolahan asbuton akan lebih efisien hingga mampu bersaing dengan
penggunaan aspal minyak yang mulai langka dan mahal. Penggunaan asbuton
sebagai komponen utama aspal telah dapat digunakan dalam metode/bentuk hot
mix, cold mix, dan lapen. Sementara itu, produk modifier asbuton telah diterapkan
di beberapa negara, seperti China dan Myanmar, serta telah terbukti memberikan
kualitas hasil terbaik. Bahkan aplikasinya telah dilakukan untuk kelas jalan tingkat
tinggi (high performance pavement) di negara-negara tersebut.
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam upaya
pengembangan industri asbuton di antaranya adalah regulasi dan penataan konsesi
pertambangan dalam rangka penyusunan skema investasi dalam skala industri.
Selain itu, juga diperlukan dukungan jaminan pemasaran berupa kebijakan dari
pemerintah serta jaringan distribusi yang baik. Transportasi kapal untuk distribusi
asbuton dari Buton ke berbagai daerah di Indonesia juga masih terbatas dan hanya
mampu menjangkau kota-kota besar di Indonesia, sehingga pemesanan hanya
46
Prospek asbuton didukung pula dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
2) Nikel
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kegiatan penambangan nikel adalah
kegiatan penambangan yang paling banyak diminati oleh para penanam modal dan
yang paling luas cakupan penggunaan lahannya. Hal ini bisa dimaklumi mengingat
permintaan nikel dunia saat ini sangat tinggi dan harganya yang terus mengalami
kenaikkan, nikel digunakan untuk bahan campuran dalam industri besi baja agar
kuat dan tahan karat.
Di samping itu, komoditas ini memiliki cadangan yang cukup besar dan
menyebar di seluruh beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.2).
PT. Antam Tbk dan PT. Inco Tbk adalah dua perusahaan yang sudah sejak lama
mengelola nikel, sehingga kedua perusahaan tersebut memiliki tanggungjawab
pada tahun 2014 ekspor dalam bentuk bijih akan dihentikan. Dikhawatirkan apabila
hal ini terus berlangsung, maka pada tahun 2014 nanti sudah tidak ada lagi
cadangan nikel yang tersisa.
Untuk mencegah ekspor dalam bentuk bijih maka harus dibangun pabrik
pengolahan nikel di daerah ini untuk menampung kesulitan pemegang IUP menjual
bijih nikel. Salah satu material yang digunakan dalam pengolahan bijih nikel adalah
batu kapur yang bisa didatangkan dari Buton yang cadangannya cukup melimpah.
47
Perkembangan ekspor bijih nikel dan feronikel Sulawesi Tenggara
berfluktuatif dan sangat tergantung dari permintaan dunia, hal ini dapat dilihat
dalam Tabel 4.6 dimana perubahan ekspor berubah setiap tahun. Puncak kenaikan
terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 60,30%, memasuki tahun 2010
perlahan menurun walaupun masih positif. Secara umum, laju pertumbuhan ekspor
nikel selama sepuluh tahun terakhir mengalami kenaikkan sebesar 14,81% per
tahun, sedangkan ekspor feronikel naik rata-rata sebesar 18,95% per tahun. Namun
berdasarkan UU No. 4 tahun 2009, ekspor nikel dalam bentuk bijih nikel sudah tidak
diperkenankan lagi. Dengan kata lain nikel dapat di ekspor apabila sudah diolah
menjadi barang jadi atau setengah jadi, sehingga harus dibangun pabrik di dalam
negeri.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Sulawesi Tenggara telah
melakukan kerjasama dengan investor dari luar negeri, yaitu Jillin Horoc NonFerous
Metal Group Cc. Ltd asal Cina untuk membangun kawasan industri pengolahan nikel
di Kabupaten Bombana dan Konawe Utara. Nilai investasi diperkirakan mencapai
US$6 miliar, kapasitas produksi 100.000 ton logam nikel per tahun
(http://www.bisnis.com, 2011) dan bahan baku nikel yang diperlukan sekitar
11.346.154 ton/tahun. Konsumsi listrik yang diperlukan untuk proses produksi
tersebut akan dipasok oleh PT. Billy International yang rencananya akan
membangun pembangkit berkekuatan 600 MW di Bombana.
Perjanjian pembangunan kawasan pengolahan nikel ini merupakan bagian
dari program MP3EI untuk mewujudkan Sulawesi Tenggara menjadi pusat industri
pertambangan nasional untuk nikel, emas dan aspal.
dan baja tahan karat (stainless steel) di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Jumlah
investasi diperkirakan 700 juta dolar AS, realisasinya baru 1 juta dolar (BPMD Sultra,
2011). Perusahaan tambang BUMN, PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM) membentuk
48
Sulawesi Tenggara. Untuk tahap awal proyek ini direncanakan akan memiliki
kapasitas sebesar 20.000 ton per tahun feronikel dan sekitar 250.000 ton per tahun
untuk stainless steel yang sebagian besar berupa high quality stainless steel seri 300.
Berdasarkan rencana survei pasar yang akan dilakukan segera, produk akhir dapat
berupa stainless steel slabs atau stainless steellong products. Selain itu, PT. Antam
dengan pembangkit listrik bertenaga batubara dengan kapasitas 108 MW, sarana
pengolahan air, pelabuhan serta infrastruktur lainnya termasuk sarana perumahan
bagi karyawan.
Sedangkan PT. Inco merencanakan pabrik pengolahan nikel hidroksida di
Pomalaa, Kabupaten Kolaka, kapasitas produksi 48.800 ton per tahun dengan bahan
49
Tabel 4.8 Perkembangan Produksi, Ekspor dan Impor Bijih Nikel dan Feronikel Indoensia, Tahun 2003 -
2010 (Ton)
Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Produksi :
Bijih Nikel (Ton) 4.395.429 4.095.478 4.080.800 4.353.832 7.112.870 10.634.452 10.847.141 11.635.416
Feronikel (Ton ni) 8.933 7.945 7.338 14.474 18.532 17.566 17.917 18.024
Nikel kasar (Ton ni) 71.211 73.283 77.471 72.780 77.928 73.356 63.548 63.231
Impor (ton) 329 80 309 325 Na - -
Ekspor :
Bijih Nikel (Ton) 3.239.598 3.907.042 4.086.081 4.309.134 6.907.459 8.622.480 9.026.373 10.126.352
Feronikel (Ton ni) 8.855 7.888 6.948 13.389 17.548 17.025 17.928 18.002
Nikel kasar (Ton ni) 71.521 73.575 77.218 72.879 77.838 74.030 67.782 70.927
Sumber : Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panasbumi, 2011
3) Batugamping
Sumber daya batugamping dolomit banyak tersebar di Kabupaten Muna,
Konawe Selatan, Kolaka dan Buton, namun sejauh ini belum banyak investor
menanamkan modalnya pada komonditas ini. Sebagian masyarakat menggunakan
hanya untuk keperluan sendiri seperti untuk pengerasan jalan, sebagai fondasi
rumah, pagar rumah yang disusun tanpa bantuan pengeras lainnya seperti semen.
Padahal batugamping dapat diolah untuk berbagai keperluan di dalam industri yang
memiliki nilai ekonomi dan dapat meningkatkan nilai tambah.
Batugamping apabila diolah menjadi kapur tohor atau kapur padam dapat
dimanfaatkan oleh oleh berbagai industri, antara lain :
dalam bidang kimia, untuk netralisasi, koagulasi, pembasaan, dehidrasi dan
absorpsi;
di bidang konstruksi untuk stabilisasi tanah, adukan tembok, plester, bata pasir-
50
industri dan rumah tangga, pengolahan air untuk industri dan rumah tangga,
Produk lain dari kapur adalah kalsium karbonat presipitat (PCC) yang
memiliki kemurnian tinggi, berukuran butir lebih halus, kristalin dengan permukaan
padat dan halus, serta lebih putih yang umum digunakan untuk bahan pengisi
kertas, karet, plastik, cat, pemutih, penyebar warna (pigment extender) kualitas baik.
Untuk kertas berfungsi pula sebagai bahan pelapis (coating).
sebagai bahan tambahan adalah PT. Antam Tbk. Batu kapur sebagai bahan
tambahan ini berfungsi untuk mengikat abu kokas dan batuan ikutan hingga
menjadi terak yang dengan mudah dapat dipisahkan dari logam. Jumlah batu kapur
yang dibutuhkan untuk proses pengolahan nikel ini diperkirakan sebesar 192.469
ton per tahun.
Berikut ini adalah cara-cara memproses batugamping menjadi kapur tohor dan
kapur padam, perhitungan ekonominya dapat dilihat dalam Lampiran B.
Proses pembuatan kapur tohor (quicklime, CaO)
Kapur tohor dibuat melalui proses yang relatif sederhana yang disebut
kalsinasi (calcination), yaitu pembakaran batu kapur di dalam suatu tungku
pembakaran (kiln) pada suhu 900-1.000OC. Pada pembakaran batu kapur pada suhu
tersebut di atas, terjadi penguraian (dissosiation) batu kapur (CaCO3) menjadi kapur
membutuhkan panas. Dibutuhkan panas sekitar 770 kkal untuk setiap 1 kg CaO
yang diproduksi.
51
Kapur padam dibuat dengan mereaksikan CaO hasil kalsinasi batu kapur
dengan air (H2O), sehingga terbentuk senyawa kalsium hidroksida Ca(OH)2. Proses
ini disebut juga hidratasi. Pada hidratasi CaO terjadi reaksi kimia sebagai berikut :
homogen (10 – 15 cm) serta ukuran kayu maksimal 60 cm, agar baik dalam segi
pengumpanan batugamping ke dalam tungku maupun proses kalsinasi akan lebih
baik dan merata.
b. Pengumpulan batugamping
Pengumpanan batu gamping dari atas dan pengeluaran produk dari bawah
tungku kalsinasi dilakukan secara manual.
c. Kalsinasi
Proses kalsinasi batu gamping di dalam tungku dilakukan pada suhu 9000C
– 10000C, dengan waktu tinggal di dalam tungku sekitar 6 jam.
d. Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada produk kapur tohor yangtelah jadi, agar
dihasilkan serbuk kapur tohor atau lebih dikenal dengan kapur padam.
e. Pengepakan
Kapur tohor yang sudah menjadi serbuk lalu dimasukan ke dalam karung
52
Penentuan lokasi pabrik harus berdasarkan pertimbangan dari berbagai
aspek seperti infrastruktur jalan, jarak, lokasi pasar dan lain-lain agar menghasilkan
biaya produksi dan biaya distribusi yang minimal. Selain itu, apabila melihat potensi
kawasan industri semen di sekitar Poleang atau Poleang Timur (Bombana) karena
selain batu gamping sebagai bahan baku utama juga terdapat pasir kuarsa, tanah
liat serta ketersediaan lahan dan air. Upaya-upaya tersebut tiada lain untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Pasir kuarsa pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri ataskristal-
kristal silika (S i O 2 ) dan mengandung senyawa p e n g o t o r y an g t e r b a w a
s e l am a p r o s e s p e n g e n d ap an . P as i r kuarsa juga dikenal dengan nama pasir
putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama,
seperti kuarsa dan feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan
t e r b aw a o l e h ai r at au an g i n y an g t e r e n d ap k an d i t e p i -t e p i sungai,
danau atau laut. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2,Fe 2 O 3 ,
A l 2 O 3 , T i O 2 , CaO , M g O , d a n K 2 O , b e r w ar n a p u t i h bening atau warna
lain bergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), berat
jenis 2,65, titiklebur 171500C, bentuk kristal hexagonal, panas sfesifik 0,185, dan
konduktivitas panas 120 – 10000C (http://www.scribd.com, 2011). Penyebaran pasir
kuarsa di Sulawesi Tenggara cukup luas, lokasinya berada di Tengketada dan Oko-
oko (Kolaka), Wanseriwu (Muna), Betumea, Tumbutumbu Jaya, Bobolio dan
telah dilakukan oleh PT. Gasing Sulawesi dengan luas IUP 186,25 Ha serta perkiraan
produksi 150.000 ton/th. Pasir kuarsa ini dikirim ke PT. Inco Tbk di Soroako Sulawesi
53
Selatan sebagai bahan pendukung untuk memenuhi kebutuhan dalam proses
pengolahan biji nikel menjadi nikel matte. Analisa kimia menunjukan bahwa
kandungan SiO2 diantara 97% dan 98% (bersih), material ini memiliki kualitas yang
cukup tinggi.
sebagainya.
tahan api dengan spesifikasi: SiO2>95%, Al2O3<1%, K2O dan Na2O<3%. Jenis
silika yang ideal adalah kuarsa dengan ukuran butir yang halus (ukuran butir
>0,18mm, <3,35mm) yang mengandung sedikit nonkristalin flint atau silika jenis
kalsedonik.
Industri pengecoran logam, SiO2>90%, Na2O+K2O<2%, Fe2O3>1,5%, ukuran
54
Pembuatan ferosilikon dan silikon karbid, SiO2>98%, oksida besi <0,3% dan
kuarsa kristal dengan mutu tinggi. Untuk keperluan ini dibutuhkan kuarsa jernih,
bebas dari deep optical, retak, gelembung udara.
Industri keramik, kuarsa digunakan terutama untuk gerabah putih dan enamel,
dalam istilah perdagangan disebut flint.
Serat gelas, kuarsa merupakan bahan utama pada pembuatan serat gelas,
karena silika merupakan unsur yang paling tinggi kandungannya (>52,4% selain
boric acid, alumina dan kapur).
Abrasif, kuarsa yang digunakan sebagai bahan abrasif adalah kuarsit, flint, bath
brick, batu apung rottenstone, tripoli, diatome, kuarsa yang digerus dan pasir
silika.
55
Tabel 4.10 Mutu pasir silika untuk gelas tidak berwarna
Pengolahan
Pada dasarnya, pengolahan pasir kuarsa dimaksudkan untuk
menghilangkan mineral-mineral pengotor, sehingga kadar SiO2 meningkat (Gambar
4.2). Selain itu, pengolahan juga dilakukan sesuai dengan kebutuhan, misalnya untuk
gravel pack pada pemboran minyak bumi yang memerlukan pasir kuarsa berukuran
tertentu dan berbentuk bulat. Untuk pasir cetak dalam pengecoran logam kadang-
kadang tidak memerlukan pengolahan. Industri kaca/gelas memerlukan kadar SiO2
yang tinggi. Untuk industri cat, filler, memerlukan penggilingan agar diperoleh
ukuran butir yang sangat halus.
56
57
Pengolahan dengan cara flotasi
cara flotasi. Reagen flotasi yang digunakan adalah sebagai berikut: fuel oil, asam
sulfonat, pine oil, petroleum sulfonic tergantung pada jenis pengotornya (oksida-
oksida). Bila oksidanya besi dalam bentuk sulfide, digunakan xantat sebagai
aktivator dengan pH regulator asam sulfat.
58
Pada pengolahan dengan cara flotasi diharapkan produk hanya
mengandung oksida besi 0,01-0,02% dengan recovery sebesar 95%. Grinder yang
digunakan umumnya menggunakan pelapis silikon atau keramik dan bola-bolanya.
Bola-bola tersebut adalah bola keramik dengan densitas tinggi. Sel flotasi
umumnya terdiri atas bahan tahan korosi dan tahan asam dilengkapi dengan
5) Kromit
kristalisasi satu fase kromit dari suatu massa magma yang bersifat basa sedangkan
endapan sekunder merupakan hasil proses pelapukan batuan yang mengandung
kromit. Ditinjau dari penggunaannya jenis ini dikenal sebagai kromit metelurgi,
refraktori dan kromit kimia. Pengolahan kromit ini terutama di dasarkan kepada sifat
fisik yaitu memisahkan mineral kromit dari mineral-mineral ikutan lainnya yang
disebut "gangue minerals’’. Sifat fisik yang di maksud adalah gaya berat, medan
listrik dan medan magnet.
59
sebagai jembatan hubungan antara kawasan barat dengan timur Indonesia. Jumlah
investasi asing sektor pertambangan pada tahun 2010 (Gambar 4.4), tercatat
sebesar US$123,465 triliun turun sebesar 6,69% dibandingkan dengan tahun 2009
(U$ 132,32 triliun). Sebagian besar investor menanamkan modalnya pada kegiatan
yang menunjang kegiatan pertambangan, seperti peralatan tambang, mesin dan
Sulawesi Tenggara, yaitu US$132,25 miliar. Perusahaan ini bergerak dalam bidang
penambangan onik/marner.
Tahun 2007 – 2010, nilai investasi dalam negeri di Sulawesi Tenggara
diperkirakan mencapai Rp1,59 triliun (BPMD, 2011), diantaranya untuk kegiatan
penambangan nikel, pembangkit listrik (di Kolaka) dan pembangunan industri
pengolahan nikel (Gambar 4.5).
Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan
lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak
swasta. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat
Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu
perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah.
akan mempercepat pembangunan daerah karena rasa kepemilikan yang lebih besar
terhadap daerah. Hasil yang dicapai dalam pembangunan juga akan lebih cepat
60
dirasakan untuk daerah sendiri sehingga nantinya dapat merangsang kesadaran
140,000 132.317
123.465
120,000
Nilai Investasi (Juta US$)
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
708 51
-
2007 2008 2009 2010
Gambar 4.4 Perkembangan Investasi Asing di Sektor Pertambangan, 2007 -
2010 (Juta US$)
secara maksimal.
61
5. Komitmen Pemerintah Daerah yang sangat kuat dalam memberikan
3,500 3.088
Nilai Investasi PMDN (Miliar Rp.)
3,000
2,500
2,000 1.574
1,500
1,000
74 15 20
500
0
PT. PBI PT. NP PT. CASH PT. ABUKI PT. KONUT
Listrik JSI SEJATI
tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara dipasok oleh beberapa sistem terisolasi,
yaitu Sistem Kendari, Lambuya, Bau-Bau, Wangi- Wangi, Lasusua, Kolaka, Kassipute,
dan Raha. Dari 8 sistem yang memasok tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara,
6 sistem (Sistem Lambuya, Bau-Bau, Wangi-Wangi, Lasusua, Kassipute, dan Raha),
berada dalam kondisi “surplus”, dan 2 sistem (Sistem Kendari dan Kolaka) berada
pada kondisi “defisit”. Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Tenggara baru
mencapai 38,09% dan rasio desa berlistrik sebesar 95,95%. Adapun daftar tunggu
62
.
Batu
pasir
Kabupaten/Kota Aspal pasir, Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping Tembaga Marmer Jumlah
besi
kerikil
Buton 1.050 75 25 250 125 1.525
Buton Utara 325 325
Kolaka 725 26 751
Konawe 101 61 162
Konawe selatan 450 56 506
Konawe Utara 25 1.600 18 1.643
Bombana 100 425 1.325 38 45 1.933
Kolaka Utara 125 575 31 29 760
Muna 25 25
Bau-Bau 28 28
Lintas Kabupaten *) 35 50 85
Kontrak Karya 29 29
Lintas Prov Sultra-
Sulteng 21 21
Jumlah 1.400 75 376 250 4.013 26 1.492 18 69 45 29 7.793
Sumber :
Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara (2011)
Keterangan :
Nikel lintas Bombana – Buton
Emas lintas Kolaka – Konawe Selatan
63
Salah satu pendukung yang sangat diperlukan dalam membangun kawasan
industri adalah ketersediaan energi, dalam hal ini pembangkit listrik. Setelah
menerbitkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 sebagai landasan dan payung
yang merupakan bagian dari proyek percepatan 10.000 MW tahap II dan master
plan pembangunan ketenagalistrika 2010-2016 (Tabel 4.11).
Program pemerintah Sulawesi Tenggara dalam membangun kawasan
industri pertambangan di Sulawesi Tenggara didukung pula oleh partisipasi investor
swasta dalam membangun energi, yaitu PT. Billy International. Pembangkit listrik
yang rencananya akan dibangun berkapasitas 600 MW, lokasinya di Pulau Kabaena
(Kabupaten Bombana). Pembangunan pembangkit ini untuk mendukung kegiatan
pengolahan nikel, rencanaya akan dibangun awal tahun 2012 dan mulai beroperasi
tahun 2014 (http://regionalinvestment.com, 2011).
64
irigasi. Daerah air sungai (DAS) seperti Konaweho melintasi Kabupaten Kolaka dan
Konawe. Luas DAS tersebut sekitar 7.150,68 km2 dengan debit air rata-rata 200
m3/detik. Wawotobi yang menampung aliran sungai tersebut, mampu mengairi
sawah seluas 18.000 Ha. Selain itu masih banyak dijumpai DAS dengan debit air
yang besar seperti Sungai Lasolo (Konawe), Sungai Roraya di Kecamatan Rumbia
dan Poleang (Bombana), Sungai Wandasa dan Kabangka Balano (Muna), Sungai
Laeya (Kolaka) dan Sungai Sampolawa (Buton).
Tabel 4.12 Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik di Sulawesi Tenggara
Kapasitas Rencana
No Jenis Nama Proyek Keterangan
(MW) COD
1 PLTU Kendari - Nii Tanasa (FTP1) 10 2011 PLN
2 PLTM Rongi 1 2011 PLN
3 PLTU Kendari - Nii Tanasa (FTP1) 10 2011 PLN
4 PLTU Kolaka (FTP2) 10 2012 IPP
5 PLTU Kolaka (FTP2) 10 2012 IPP
6 PLTU Wangi-Wangi 3 2012 PLN
7 PLTU Wangi-Wangi 3 2012 PLN
8 PLTU Raha 3 2012 PLN
9 PLTU Raha 3 2012 PLN
10 PLTU Bau-Bau (FTP2) 10 2013 IPP
11 PLTU Bau-Bau (FTP2) 10 2013 IPP
12 PLTU Kendari Baru I (FTP2) 25 2013 IPP
13 PLTU Kendari Baru I (FTP2) 25 2013 IPP
14 PLTU Bau-Bau (rencana) 10 2014 PLN
15 PLTP Mangolo (FTP2) 5 2014 IPP
16 PLTP Mangolo (FTP2) 5 2014 IPP
17 PLTD Raha 3 2015 PLN
18 PLTU Bau-Bau (rencana) 10 2015 PLN
19 PLTP Lainea 10 2015 IPP
20 PLTP Lainea 10 2015 IPP
Total 176
Sumber :
Kementerian ESDM (2010)
65
Tabel 4.13 Rencana Pengembangan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik di
Sulawesi Tenggara
Rencana
No Dari Ke Tegangan (kV) Panjang (kms)
COD
1
PLTU Kolaka (FTP 2) Kolaka 150 20 2012
2
Malili Lasusua 150 240 2013
3
Lasusua Kolaka 150 270 2013
4
Kolaka Unahaa 150 120 2013
5
Unahaa Unahaa 150 150 2013
6
Kendari Raha 150 170 2013
7
PLTU Kendari (FTP 2) Kendari 150 30 2013
Total 1.050 1.000
Sumber :
Kementerian ESDM (2010)
COD = Cash on Delivery
Rasio
Kapasitas
No Nama Gardu Induk Tegangan Rencana COD
(MVA)
(Kv)
1 Kendari 70/20 30 2011
2 Nii Tanasa 70/20 10 2011
3 Kolaka - (GI Baru) + 2 LB 150/20 30 2012
4 Kendari - (GI Baru 150 Kv) + 2 LB 150/20 30 2012
5 Lasusua - (GI Baru) + 4 LB 150/20 30 2013
6 Kolaka, Ext 4 LB 150/20 4 LB 2013
7 Unahaa - (GI Baru) + 4 LB 150/20 30 2013
8 Unahaa 150/20 30 2013
9 Kendari, Ext 4 LB 150/20 4 LB 2013
10 Kendari - IBT 2X31,5 MVA 150/70 63 2013
11 Raha - (GI Baru) - 2 LB 150/20 30 2013
12 Kolaka 150/20 30 2014
13 Raha 150/20 30 2014
14 Raha 150/20 30 2014
Total 373
Sumber :
Kementerian ESDM (2010)
66
.
67
pertanian dan perkebunan dalam rangka mewujudkan kawasan industri
pertambangan nasional.
dimiliki, tingkat permintaan, manfaat hilir/keterkaitan hilir, nilai ekonomi dan harga.
Pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan ini diwujudkan dalam bentuk
68
- Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih lembar tata guna
pengolahan nikel, pasir kuarsa dan kromit. Konawe Utara disarankan sebagai
kawasan industri pengolahan nikel untuk menampung bahan baku dari wilayah
sekitarnya karena pemilik IUP jumlahnya cukup banyak.
- Hasil pengolahan bahan tambang dari berbagai kawasan tersebut tidak hanya
untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi tersebut, melainkan dapat di jual
ke luar daerah (antar pulau/provinsi) atau ke luar negeri (ekspor). Daerah-
daerah yang kemungkinan sangat membutuhkan pasokan produk hasil
pengolahan komoditas tambang dari Sulawesi Tenggara seperti Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Pulau Jawa. Tujuan ekspor ke luar negeri
69
Tabel 4.15 Konsep pengembangan wilayah Sulawesi Tenggara Berbasis Sektor Pertambangan
70
71
Tabel 4.9b0 Potensi penerimaan daerah Sulawesi Tenggara dari kegiatan sektor pertambangan (1000 Rupiah)
Kabupaten/Kota Aspal Batu pasir, Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping pasir besi Tembaga Marmer Jumlah
Jenis Penerimaan kerikil
Iuran eksplorasi 197.210 55 2.605 54.460 24.330 - - - - - - 278.660
Iuran eksploitasi 394.420 110 5.210 108.920 48.660 - - - - - - 557.320
PBB 7.494 2 99 2.069 925 - - - - - - 10.589
Buton 599.124 167 7.914 165.449 73.915 - - - - - - 846.569
Iuran eksplorasi 123.410 - - - - - - - - - - 123.410
Iuran eksploitasi 246.820 - - - - - - - - - - 246.820
PBB 4.690 - - - - - - - - - - 4.690
Buton Utara 374.920 - - - - - - - - - - 374.920
Iuran eksplorasi - - - - 136.965 1.500 - - - - - 138.465
Iuran eksploitasi - - - - 273.930 3.000 - - - - - 276.930
PBB - - - - 5.205 57 - - - - - 5.262
Kolaka - - - - 416.100 4.557 - - - - - 420.657
Iuran eksplorasi - - 28.580 - - - 380.150 - - - - 408.730
Iuran eksploitasi - - 57.160 - - - 760.300 - - - - 817.460
PBB - - 1.086 - - - 14.446 - - - - 15.532
Konawe - - 86.826 - - - 1.154.896 - - - - 1.241.722
Iuran eksplorasi - - - - 104.245 - 77.920 - - - - 182.165
Iuran eksploitasi - - - - 208.490 - 155.840 - - - - 364.330
PBB - - - - 3.961 - 2.961 - - - - 6.922
Konawe Selatan - - - - 316.696 - 236.721 - - - - 553.417
Iuran eksplorasi - - 12.485 - 941.240 - - 141.550 - - - 1.095.275
Iuran eksploitasi - - 24.970 - 1.882.480 - - 283.100 - - - 2.190.550
PBB - - 474 - 35.767 - - 5.379 - - - 41.620
Konawe Utara - - 37.929 - 2.859.487 - - 430.029 - - - 3.327.445
Iuran eksplorasi - - 10.620 - 151.585 - 656.530 - 3.475 15 - 822.225
Iuran eksploitasi - - 21.240 - 303.170 - 1.313.060 - 6.950 30 - 1.644.450
PBB - - 404 - 5.760 - 24.948 - 132 1 - 31.245
Bombana - - 32.264 - 460.515 - 1.994.538 - 10.557 46 - 2.497.920
Iuran eksplorasi - - 9.895 - 156.240 - - - 10.000 - 225 176.360
Iuran eksploitasi - - 19.790 - 312.480 - - - 20.000 - 450 352.720
PBB - - 376 - 5.937 - - - 380 - 9 6.702
Kolaka Utara - - 30.061 - 474.657 - - - 30.380 - 684 535.782
Iuran eksplorasi 26.000 - - - - - - - - - - 26.000
Iuran eksploitasi 52.000 - - - - - - - - - - 52.000
PBB 988 - - - - - - - - - - 988
Muna 78.988 - - - - - - - - - - 78.988
Iuran eksplorasi - - - - 8.980 - - - - - - 8.980
Iuran eksploitasi - - - - 17.960 - - - - - - 17.960
PBB - - - - 341 - - - - - - 341
Bau-Bau - - - - 27.281 - - - - - - 27.281
Iuran eksplorasi - - - - 15.420 - 32.145 - - - - 47.565
Iuran eksploitasi - - - - 30.840 - 64.290 - - - - 95.130
63
PBB - - - - 586 - 1.222 - - - - 1.807
Lintas Kabupaten - - - - 46.846 - 97.657 - - - - 144.502
Iuran eksplorasi - - - - 177.685 - - - - - - 177.685
Iuran eksploitasi - - - - 355.370 - - - - - - 355.370
PBB - - - - 6.752 - - - - - - 6.752
Kontrak Karya - - - - 539.807 - - - - - - 539.807
Iuran eksplorasi - - - - 219.850 - - - - - - 219.850
Iuran eksploitasi - - - - 439.700 - - - - - - 439.700
PBB - - - - 8.354 - - - - - - 8.354
Lintas Prov Sultra- - - - - 667.904 - - - - - - 667.904
Sulteng
Iuran eksplorasi 346.620 55 64.185 54.460 1.936.540 1.500 1.146.745 141.550 13.475 15 225 3.705.370
Iuran eksploitasi 693.240 110 128.370 108.920 3.873.080 3.000 2.293.490 283.100 26.950 30 450 7.410.740
PBB 13.172 2 2.439 2.069 73.589 57 43.576 5.379 512 1 9 140.804
SULAWESI 1.053.032 167 194.994 165.449 5.883.209 4.557 3.483.811 430.029 40.937 46 684 11.256.914
TENGGARA
64
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis di dalam Bab 4, dapat diambil beberapa
nikel, kromit dan mangan, industri pengolahan kapur tohor, pengolahan pasir
kuarsa dan industri pengolahan dan peningkatan kualitas aspal.
71
6) Hasil pengolahan bahan tambang dari berbagai kawasan tersebut tidak hanya
5.2 Saran
1) Selain penyiapan infrastruktur jalan, energi (listrik) merupakan salah satu unsur
pertambangan selain pabrik pengolahan nikel yang sudah ada, di daerah ini
juga dapat dikembangkan sebagai kawasan pabrik pengolahan pasir kuarsa dan
pasir besi (bahan baku dipasok dari Kolaka Utara). Bombana selain sebagai
lokasi pertambangan emas juga disarankan sebagai kawasan industri
pengolahan nikel, pasir kuarsa dan kromit. Konawe Utara disarankan sebagai
kawasan industri pengolahan nikel untuk menampung bahan baku dari wilayah
sekitarnya karena pemilik IUP jumlahnya cukup banyak.
72
DAFTAR PUSTAKA
___________, Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara, 2011, Profil Potensi
Bahan Galian Sulawesi Tenggara, Kendari.
73