Anda di halaman 1dari 83

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH PROVINSI

SULAWESI TENGGARA BERBASIS SEKTOR PERTAMBANGAN

Oleh :

Tim Kebijakan Ekonomi Mineral dan Batubara


Drs. Triswan Suseno
Drs. Ijang Suherman
Drs. Jafril
Drs. Sujarwanto
Ir. Nana Suryana
Ir. Suhendar
Ir. Edwin A. Daranin, M.Sc.
Sujono, ST
Heru Riyanta C., ST
Usep Sabur
Hasan Anwar

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
KATA PENGANTAR

Kegiatan penelitian ini berjudul analisis pengembangan ekonomi wilayah

Sulawesi Tenggara berbasis sektor pertambangan. Tujuan kajian ini adalah

mengembangkan model pengelolaan dan pengembangan keterkaitan program


dalam pengembangan ekonomi daerah berbasis kawasan andalan. Sasaran dari

kegiatan penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi sumber daya sektor

pertambangan, mengidentifikasi tata guna lahan, mengidentifikasi pengembangan

kawasan pertambangan dan pengolahan tambang andalan, menyusun masukan


bagi kebijakan dan strategi pengelolaan dan pengembangan kawasan dan

pengolahan pertambangan andalan.

Kegiatan penelitian ini menggunakan anggaran Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tahun 2011. Data yang digunakan
dalam mendukung kegiatan penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi yang

terkait.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk

mengembangkan wilayah berdasarkan komoditas tambang andalan yang dapat

memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah dan peningkatan pendapatan


masyarakat.

Laporan hasil kegiatan penelitian ini masih memerlukan banyak

penyempurnaan dan masukan dari berbagai fihak, terutama dari para evaluator

dan pemerhati pengembangan wilayah.


Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua fihak yang telah

membantu dalam penyelesaian penyusunan laporan akhir ini, semoga dapat

dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Bandung, November 2011

i
SARI

Peran sektor pertambangan dan penggalian terhadap struktur produk

domestik regional bruto Sulawesi Tenggara belum signifikan, karena hanya


memberikan kontribusinya seebsar 4,64%. PDRB per kapita masyarakat Sulawesi

Tenggara pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp5,59 juta, berada urutan yang ke 24

dari 33 provinsi di Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkat perekonomian

Sulawesi Tenggara adalah dengan memanfaatkan secara optimal potensi sumber


daya sektor pertambangan yang cukup bervariasi dan cadangannya cukup besar.

Hasil perhitungan berdasarkan penilaian skor terhadap berbagai komoditas

tambang menetapkan bahwa emas, aspal, nikel, batugamping, mangan, pasir

kuarsa dan kromit memiliki peluang untuk diusahakan karena memiliki nilai

ekonomi tinggi.
Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih dari lembar

tata guna lahan, disarankan bahwa Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Utara,

Konawe Selatan, Muna, Bombana dan Buton dapat dijadikan kawasan usaha

pertambangan yang akan mendukung kawasan industri pengolahan sektor


pertambangan.

Mengingat besarnya manfaat dari komoditas tersebut maka perlu

dibangun industri pengolahan dan penentuan lokasi yang dapat dijadikan kawasan

industri pengolahan tersebut, antara lain Buton sebagai kawasan industri


pengolahan mangan, aspal, kapur dan semen. Kolaka selain sebagai sudah

memiliki pabrik pengolahan pabrik pengolahan nikel, juga dapat dijadikan sebagai

kawasan industri pengolahan pasir kuarsa. Bombana, selain sebagai lokasi

pertambangan emas juga disarankan sebagai kawasan industri pengolahan nikel,


pasir kuarsa, mangan dan kromit. Konawe Utara disarankan sebagai kawasan

industri pengolahan nikel untuk menampung bahan baku dari wilayah sekitarnya

karena di daerah ini pemilik IUP jumlahnya cukup banyak.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


SARI .................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................................................... v

1 PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
1.2 Ruang Lingkup ............................................................................................................................... 4
1.3 Maksud dan Sasaran ................................................................................................................... 4
1.4 Lokasi Kegiatan .............................................................................................................................. 5
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................................................. 5

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN PROGRAM KEGIATAN ................................................ 7


2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................................................................ 7
2.2 Program Kegiatan ........................................................................................................................ 9

3 KONDISI UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA .............................................. 17


3.1 Kondisi Geografis dan Kewilayahan ....................................................................................... 17
3.2 Penduduk dan Tenaga Kerja ..................................................................................................... 17
3.3 Kondisi Perekonomian Sulawesi Tenggara ......................................................................... 21
3.4 Potensi Sektor Pertambangan .................................................................................................. 24

4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 31


4.1 Penentuan Kawasan Pengusahaan Sektor Pertambangan ............................................ 31
4.2 Analisis Daya Saing Komoditas Unggulan Sektor Pertambangan .............................. 40
4.3 Perkembangan Pengusahaan Tambang di Sulawesi Tenggara dan Prospeknya . 41
4.4 Prospek Investasi Pengusahaan Sektor Pertambangan ................................................. 59
4.5 Dukungan Infrastuktur Energi ................................................................................................. 62
4.6 Konsep Pengembangan Wilayah ............................................................................................ 67

5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 71


5.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 71
5.2 Saran .................................................................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 73

LAMPIRAN A Peta Tata Guna Lahan dalam Tata Ruang Wilayah Sulawesi tenggara . 74
LAMPIRAN B Perkiraan Besar Investasi Pembangunan Pengolahan Komoditas Sektor
Pertambangan di Sulawesi Tenggara ................................................................. 81
LAMPIRAN C Foto-foto Potensi Sektor Pertambangan Sualwesi Tenggara Tenggara 84

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta lokasi kegiatan penelitian Analisis Pengemabangan Ekonomi Wilayah
Provinsi Sulawesi Tenggara Berbasis Sektor Pertambangan ................... 6
Gambar 2.1 Pola Pikir Analisis Pengemabngan Ekonomi Wilayah Berbasis Sektor
Pertambangan ........................................................................................................... 15
Gambar 2.2 Konsep Pengembangan Sektor Pertambangan Dalam Kerangka
Pengembangan Wilayah ....................................................................................... 16
Gambar 3.1 Perkembangan PDRB kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. 22
Gambar 3.2 Perkembangan PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
Tenggara....................................................................................................................... 23
Gambar 4.1 Produksi aspal Buton, Tahun 2007 – 2010 (Ton) ........................................ 44
Gambar 4.2 Bagan alir pengolahan pasir kuarsa ................................................................. 57
Gambar 4.3 Pengolahan silika dengan cara flotasi ............................................................ 58
Gambar 4.4 Perkembangan investasi asing sektor pertambangan .............................. 61
Gambar 4.5 Nilai investasi sektor pertambangan dalam negeri .................................... 62

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Luas wilayah, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan menurut kabupaten/
kotaDi Sulawesi Tenggara tahun 2010 .................................................................. 18
Tabel 3.2 Struktur ketenagakerjaan menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara

tahun 2010 ...................................................................................................................... 21


Tabel 3.3 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan

................................................................................................................................................ 14
Tabel 3.4 Cadangan nikel di Sulawesi Tenggara ................................................................... 24

Tabel 3.5 Potensi cadangan aspaldi Sulawesi Tenggara ................................................... 25


Tabel 3.6 Perkiraan cadangan emas ......................................................................................... 26
Tabel 3.7 Luas penyebaran dan perkiraan cadangan marmer di Sulawesi Tenggara
................................................................................................................................................ 32
Tabel 3.8 Luas, cadangan dan kadar pasir kuarsa di Sulawesi Tenggara ...................... 26

Tabel 4.1 Potensi nikel dan status kawasan kabupaten/kota se Sulawesi Tenggara
................................................................................................................................................ 38
Tabel 4.2 Potensi aspla, bitumen padat, kromit, mangan, pasir besi, emas dan mineral
logam lainnya dalam kawasan hutan dan perairan Sulawesi Tenggara ... 39

Tabel 4.3 Indek skor analisis faktor sektor pertambangan menurut kabupaten/kota
Di Sulawesi Tenggara ................................................................................................... 40
Tabel 4.4 Jumlah IUP menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara .......................... 42
Tabel 4.5 Luas IUP menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara ............................. 43
Tabel 4.6 Perkembangan produksi, ekspor dan impor bijih nikel dan feronikel Indonesia,

Tahun 2003-2010 (Ton) ................................................................................................ 50


Tabel 4.7 Syarat kimia pasir kimi untuk bahan gelas ............................................................. 55

Tabel 4.8 Mutu pasir silika untuk gelas tidak berwarna ....................................................... 56
Tabel 4.9 Potensi penyerapan tenaga kerja pada sektor pertambangan ...................... 63
Tabel 4.10 Rencana penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik di Sualwesi

Tenggara ............................................................................................................................ 65
Tabel 4.11 Rencana pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik di Sulawesi

Tenggara ............................................................................................................................ 66
v
Tabel 4.12 Rencana pembangunan gardu induk di Sulawesi Tenggara ......................... 66

Tabel 4.13 Rencana pengembangan sistem distribusi tenaga listrik .................................. 67


Tabel 4.14 Konsep pengembangan wilayah Sulawesi Tenggara berbasis sektor

Pertambangan ................................................................................................................... 70

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam
koridor 4, yaitu Koridor Ekonomi Sulawesi - Maluku Utara dalam kerangka

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia sebagai


Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan

Nasional.
Program ini dituangkan ke dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.

Di samping itu, Sulawesi Tenggara diarahkan pula untuk menjadi kawasan pusat
industri pertambangan nasional mengingat wilayah ini memiliki berbagai sumber
daya bahan galian, mineral dan energi yang cukup berragam, memiliki potensi

cadangan yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Sesuai amanat Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di dalam salah satu pasalnya


menyebutkan adanya larangan untuk mengekspor bahan galian dalam bentuk

bahan baku. Dengan kata lain bahwa sebelum di ekspor, bahan baku harus melalui
proses pengolahan menjadi barang setengah jadi artinya bahwa harus ada pabrik

pengolahan di dalam negeri.


Sejak tahun 2005-2009, Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara yang
ditunjukkan oleh produk domestik regional bruto mengalami kenaikkan rata-rata

sebesar 8,15%, di atas laju pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,10% bahkan tertinggi
ketiga setelah Papua dan Sulawesi Tengah. Namun ternyata sektor pertambangan

dan penggalian belum memberikan peran yang signifikan terhadap perekonomian


Sulawesi Tenggara karena kontribusi dari sektor ini pada tahun 2010 hanya sebesar

4,64% (BPS, 2010).

1
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya mineral logam

dan non logam seperti nikel, emas, aspal yang tersebar di berbagai lokasi seperti
Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe Selatan, Bombana dan di Pulau Buton, akan

tetapi pengelolaannya belum optimal.


Permasalahan yang dihadapi saat ini sehubungan dengan keberadaan

bahan tambang tersebut antara lain :


 Belum mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur
perekonomian daerah.
 Izin usaha pertambangan (IUP) yang diterbitkan tidak terkontrol dan hasil
tambangnya langsung di ekspor (ke luar negeri) dalam bentuk bahan mentah
(raw material).
 Tidak ada kepastian arah pengembangan usaha ke depan baik dalam

pengembangan industri hulu-hilir maupun diversifikasi usaha ekonomi baru.


 Usaha pertambangan belum dikaitkan dengan penataan ruang dan
pembangunan kawasan menuju masa depan Sulawesi Tenggara yang modern.

Pembangunan ekonomi adalah proses mengubah struktur ekonomi yang


belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment yang
bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran penduduk atau income per capita naik
(Hasibuan, 1987). Menurut Irawan dan Suparmoko, pembangunan ekonomi adalah
usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur

dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (2002: 5). Tujuan pembangunan
ekonomi disamping untuk meningkatkan pendapatan nasional riil juga untuk

meningkatkan produktivitas. Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran


seluruh Pemerintah Daerah untuk memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia

di daerah masing-masing. Sebagai upaya memperbesar peran dan kemampuan


daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri
dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangga. Terlebih dengan

diberlakukannya otonomi daerah, maka pemerintah propinsi harus bisa


mengoptimalkan pemberdayaan semua potensi yang dimiliki.

2
Salah satu upaya untuk meningkatkan peran/kontribusi sektor

pertambangan di wilayah ini adalah dengan memanfaatkan semua potensi sumber


daya mineral logam dan non logam di wilayah ini secara optimal dalam rangka

mendukung pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan sehingga


tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Kajian Pengembangan wilayah di

wilayah ini berdasarkan pendekatan sektoral yaitu sektor pertambangan yang


memanfaatkan keruangan, agar bersinergi dengan sektor lainnya.
Penentuan kawasan pengembangan usaha sektor pertambangan mineral
logam dan non logam merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola
sumber daya tersebut agar dalam pelaksanaannya tidak berbenturan denga sektor
lainnya. Sehingga dalam kegiatannya harus mampu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi wilayah dan menjadi penggerak perekonomian daerah. Selain itu,

keberadaan usaha pertambangan juga diharapkan dapat memacu tumbuhnya


industri-industri baru yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan
meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. Upaya-upaya tersebut dapat
tercapai apabila sumber daya tersebut dikelola secara terintegrasi dengan
memperhatikan komoditas unggulan yang dijadikan sebagai bagian dari konsep
pengembangan wilayah berdasarkan analisis yang komprehensif.
Database potensi sumber daya, penaatan ruang dan pengusahaan sektor
pertambangan dan penggalian merupakan salah satu rangkaian untuk mendukung
pengembangan wilayah yang bersinergi dengan sektor lainnya dalam mendukung

pembangunan ekonomi berkelanjutan.


Penyusunan laporan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi

landasan atau kerangka konsep bagi kebijakan nasional dan daerah berdasarkan
isu-isu strategis sektor pertambangan yang diwujudkan dalam konsep

pengembangan wilayah secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat menjadi


pedoman daerah dalam menyusun rencana pembangunan.

1.2 Ruang Lingkup


Ruang lingkup kegiatan penelitian antara lain :

3
 Mengidentifikasi dan menginventarisasi potensi sumber daya sektor

pertambangan dan penggalian.


 Menginventarisasi dan mengevaluasi peran sektor pertambangan terhadap

struktur perekonomian daerah.


 Mengolah dan menganalisis data dengan menggunakan metode analisis

prioritas pengelolaan sektor pertambangan dan penggalian, analisis tumpang


tindih (super impulse), analisis profil investasi atau analisis finansial, analisis
infrastruktur dan daya dukung sektor lainnya serta analisis pengembangan
usahanya.

1.3 Tujuan dan Sasaran


Tujuan kajian pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan ini

adalah menyusun konsep pengelolaan sumber daya sektor pertambangan yang


meliputi inventarisasi sektor pertambangan, pengukuran peran/kontribusi,
penentuan kawasan pertambangan, prioritas pengembangan usaha tambang dan
kemungkinan pendirian industri pengolahan dan pemurniannya dalam kerangka
pengembangan wilayah dan pembangunan berkelanjutan.
Sasarannya adalah tersusunnya konsep optimalisasi pengelolaan sumber
daya sektor pertambangan dalam kerangka pengembangan wilayah pertambangan.
Konsep pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan dituangkan di dalam
pola pikir sebagaimana dalam Bab 2.

1.4 Lokasi Kegiatan

Lokasi yang menjadi objek kegiatan penelitian adalah Provinsi Sulawesi


Tenggara (Gambar 1.1).

4
1.5 Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan, berisi penjesalan tentang latar belakang penyusunan


laporan kegiatan penelitian, tujuan dan sasaran, lingkup data dan informasi, dan

sistematika penyajian buku publikasi.


Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Ruang Lingkup Kegiatan, berisi penjelasan

tentang definisi dan teori pengembangan wilayah serta ruang lingkup kegiatan yang
mencakup cara pengumpulan data dan metode analisis yang digunakan untuk
mengolah data serta rumus-rumus yang digunakan.
Bab 3 Kondisi Umum Wilayah, merupakan sajian informasi tentang
perkembangan wilayah Sulawesi Tenggara terkait bidang ekonomi, kependudukan,
ketenagakerjaan dan sumber daya sektor pertambangan.
Bab 4 Analisis dan Pembahasan, meliputi analisis berbagai komoditas

sektor pertambangan yang dapat dijadikan komoditas unggulan untuk diusahakan,


penentuan kelayakan kawasan usaha pertambangan, simulasi penetapan kawasan
industri pengolahan komoditas tambang dan usulan perumusan arah kebijakan
pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan dan penggalian di Suawesi
Tenggara.
Bab 5 Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran terkait dengan rencana
pengembangan usaha sektor pertambangan dan penggalian dalam bentuk konsep
yang dituangkan dalam kerangka pengembangan wilayah Sulawesi Tenggara.

5
Gambar 1.1 Peta Lokasi Kegiatan Penelitian Analisis Pengembangan Ekonomi
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Berbasis Sektor
Pertambangan

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN PROGRAM KEGIATAN

2.1 TINJAUAN PUSTAKA


Kegiatan penelitian ini sangat terkait dengan aspek aspek peningkatan
status sosial dan ekonomi masyarakat dan daerah dengan keberadaan sektor
pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dasar hukum yang melatarbelakangi
kegiatan ini adalah :
 UUD 1945 pasal 33 ayat 3 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal
 UU No. 5 Tahun 1990 mengatur tentang konservasi sumber daya alam Hayati
dan ekosistem.

 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.


 UU No. 4 tahun 2009 Pasal 103 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

 UU No. 23 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan adalah suatu proses

pengalihan sumber daya alam (ESDM) menjadi modal riil ekonomi melalui
pengembangan sumber daya alam secara terpadu, sehingga dapat memberikan

kemakmuran rakyat (UUD 1945 pasal 33) dan daerah serta mendukung
pembangunan dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan (Gambar 2.1 dan
Gambar 2.2).

Pengembangan wilayah sektor ESDM adalah pembangunan wilayah dengan


mendayagunakan sumber daya ESDM sebagai pokok kemakmuran rakyat yang
dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai dengan
kemampuan daya dukung alam, serta memperhatikan kelestarian fungsi dan

7
keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan dan

berpedoman pada tata ruang nasional (Soelistijo, U. W, 2003).


Memanfaatkan sumber daya mineral yang potensial menjadi suatu kawasan

unggulan yang mampu menggerakkan roda perekonomian suatu daerah, sehingga


menjadi suatu kawasan minepolitan yang berkembang dengan cirri-ciri sebagai

berikut :
a) Sebagai pusat pertumbuhan
b) Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari
kegiatan pertambangan
c) Kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertambangan termasuk
di dalamnya usaha/industri pengolahan tambang sedangkan sektor lainnya
seperti perdagangan, jasa pelayanan dan lain-lain adalah sebagai sektor

penunjang.
d) Hubungan antara kota dan daerah hinterland di kawasan minepolitan bersifat
interdependence yang harmonis dan saling membutuhkan.

Berkaitan dengan pengembangan wilayah, investasi merupakan salah satu


pendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Salah satu daya tarik investasi
adalah jika daerah tersebut memiliki sumber daya alam (sektor pertambangan dan
pengalian) yang sangat potensial untuk dikembangkan. Ketertarikan investor untuk
menanamkan modalnya sangat dipengaruhi oleh sejauh mana kemampuan daerah

merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi. Iklim penanaman modal


yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hokum, keadilan dan efisien dengan

tetap memperhatikan kepentingan ekonomi daerah/nasional (UU RI No. 25 Tahun


2007).

Pengembangan investasi di sektor ESDM tentunya tidak semata-mata untuk


menguras sumber daya ESDM tanpa kendali namun harus melalui pengelolaan yang
terrencana, berwawasan lingkungan dan memperhatikan kaidah berkelanjutan

(sustainability) untuk mengurangi kerusakan alam sehingga sumber daya ESDM


dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang.

8
Mengingat sumber daya alam sektor pertambangan adalah sumber daya

yang tak terbarukan maka pengelolaannya harus dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin keberlangsungan ketersediaan melalui konservasi sumber daya alam (UU

no. 5 Tahun 1990 pasal 5) sehingga pemanfaatan menjadi lestari dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

Pengelolaan sumber daya alam sektor pertambangan yang beraneka ragam


baik di darat, laut dan udara harus dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu
berdampingan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan lainnya
berdasarkan pola pembangunan berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang
(UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang) dalam status kesatuan tata
lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan nusantara dan
ketahanan nasional (UU No. 24 Tahun 1992).

Pengusahaan sektor pertambangan berazaskan konservasi artinya bahwa


pelaksanaan eksploitasi tambang tidak hanya sebatas wantah saja melainkan harus
melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri
sebagaimana amanat dalam UU No. 4 Tahun 2009 Pasal 103 untuk meningkatkan
nilai tambah ESDM. Pasal ini mewajibkan setiap pengusaha pertambangan dalam
kegiatan produksinya untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil
penambangan di dalam negeri.
2.2 Program Kegiatan
Program kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan, pengolahan dan

analisis data. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kajian ini meliputi penetapan
lokasi kawasan pertambangan, penentuan komoditas tambang yang prioritas untuk

diusahakan, penentuan komoditas tambang yang unggul secara ekonomi dan


simulasi penetapan kawasan pengolahan sektor pertambangan dalam kerangka

pengembangan wilayah.
a) Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui
pengamatan dan pencatatan secara langsung di lokasi penelitian di beberapa lokasi

9
yang memiliki potensi sumber daya minerba, pemilihan lokasi ditentukan dengan

sengaja (purposive).
Data sekunder diperoleh dari berbagai pustaka, Badan Pusat Statistik, Dinas

Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hasil-hasil penelitian sebelumnya dan

pustaka lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penelitian ini.


b) Teknik pengambilan contoh (sampling technique)
Teknik pengambilan yang dipilih adalah pengambilan contoh tertentu (purposive
sampleing) artinya bahwa lokasi penelitian ditentukan dengan pertimbangan
memiliki jenis tambang yang bervariasi dan memiliki potensi cadangan yang besar.
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling
baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.

c) Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan dua cara, yaitu
secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel dan gambar setelah melalui proses tabulasi data. Data serta informasi yang
telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni
program Microsoft Excel 2007.
d) Metode Analisis
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kajian ini meliputi penetapan lokasi
kawasan pertambangan, penentuan komoditas tambang yang prioritas untuk

diusahakan, penentuan komoditas tambang yang unggul secara ekonomi.


 Metode Tumpang Tindih (Super Impulse)

Salah satu cara yang digunakan untuk menetapkan kawasan pertambangan


dengan pertimbangan bahwa apabila tambang tersebut akan diusahakan lokasinya

sudah tidak lagi berbenturan kawasan sektor lainnya. Model ini menggunakan
bantuan komputer dan perangkat lunak (software) MapInfo dengan cara
menumpangtindihkan lembar (peta) tata guna lahan berbagai sektor yang terkait

dengan keberadaan kawasan tambang.


 Metode Kelayakan Usaha

10
Metode yang digunakan untuk melakukan mengetahui sejauhmana

manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha tambang.
 Metode Prioritas Pengembangan Usaha

Prioritas pengusahaan potensi cadangan tambang yang akan


dikembangkan sangat ditentukan oleh lokasi, kualitas, kuantitas, nilai ekonomi, nilai

manfaat dan lain-lain yang tergabung dalam data spasial dan non spasial. Ukuran
yang digunakan untuk menetapkan komoditas unggulan tersebut adalah model
analisis faktor.

2.3 Metode Analisis


1) Metode Analisis Faktor
Analisis ini akan digunakan untuk mengetahui jenis bahan galian potensial

dan memiliki prioritas untuk dikembangkan di daerah berdasarkan kriteria tertentu.


Analisis faktor adalah suatu studi yang mempelajari hubungan antar variabel yang
berasal dari variabel awal (X) untuk mendapatkan himpunan variabel baru (AKU)
yang disebut sebagai faktor (F) (Dillon W. R dan Goldstein M.; 1984). Hubungan
fungsional antara faktor (F) dengan variabel awal X dinyatakan dalam bentuk model
sebagai berikut :
F1 = w(1)1X1 +w(1)2X2 + . . . + w(1)pXp . . . (3)

W adalah nilai pembobotan yang telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga rasio F1

terhadap total varians maksimum dengan syarat :  a2(i)j > 0


Demikian pula sebaliknya, F1, F2, . . . , Fp merupakan kombinasi linier dari

variabel-variabel X yang saling bebas. Faktor kedua F2 menjelaskan sisa varians yang
belum dijelaskan oleh F1. Faktor ketiga menjelaskan sisa varians yang belum

dijelaskan oleh F2, begitu seterusnya. Model faktor liniernya adalah:

Xi = wij f1 + wij f2 + . . . + wij fq + ei . . . (2)

Untuk memperoleh faktor-faktor dalam AKU, yang harus dilakukan adalah :

11
 Menentukan matrik korelasi rij

 Menentukan eigenvalue dari matrik korelasi e1, e2, . . . , ep, dimana e1> e2 > . .
. > ep.

 Menentukan eigenvektor ke-j untuk eigenvalue ke-j, yaitu j = ((1)1, (2)2, . . . ,


(j)p); j=1,2, . . ., p.

 Menghitung korelasi X1 dengan faktor fj.


 Menghitung total varians = jumlah ej.
 Menghitung varians Fj = 2ij/p dan menghitung total komunalitas V=Vj; j
=1,q.

Di dalam menentukan variabel baru, maka harus dihitung skor dari faktor-
faktor yang ada, karena skor faktor ini mencerminkan keadaan karakteristik individu

yang diwakili oleh faktor. Faktor-faktor tersebut merupakan variabel-variabel baru


yang menghimpun beberapa variabel lama berdasarkan muatan signifikansi terbesar
dari tiap faktor dan nilai setiap skor faktor untuk setiap data pengamatan yang
dihitung akan menentukan prioritas pemilihan data pengamatan tersebut.

2) Analisis Kelayakan Investasi


Analisis kelayakan keuangan (financial) dilakukan dengan melakukan
perhitungan secara finansial untuk mengetahui kelayakan usaha secara privat, dalam
hal ini kelayakan yang dilihat dari sudut pandang individu atau pelaku usaha

pembuatan batako. Perhitungan secara finansial ini menggunakan komponen biaya


dan manfaat untuk memudahkan pengelompokkan kedua bagian tersebut dan juga

menggunakan kriteria investasi untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha secara


kuantitatif.

Metode yang dapat dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi
atau yang biasa disebut dengan kriteria investasi (Sari, 2010 dan Gaspersz, 1992),
yaitu :

1). Net Present Value (NPV)

12
Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus

pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Secara matematis,


perhitungan NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dalam hal ini,


NPV = Net Present Value = nilai bersih (keuntungan) saat sekarang pada interest
rate-i per satuan waktu.

Bt = total penerimaan (benefit ) atau manfaat untuk kegiatan usaha (proyek) pada
pada periode waktu ke-t.
Ct = total biaya yang dikeluarkan (cost) untuk kegiatan usaha pada pada periode

waktu ke-t.
(1+i)-1 = faktor nilai sekarang (present worth factor) atau discount factor yang

merupakan faktor koreksi pengaruh waktu terhadap nilai uang pada periode t
dengan interest rate-i waktu t.
i = Suku bunga yang digunakan
t = priode waktu ke-t

Kriteria suatu usaha memenuhi kelayakan ekonomi apabila NPV (i) lebih besar dari
pada nol, yang tidak lain identik dengan tingkat keuntungan proyek (dalam nilai
sekarang) lebih besar dari pada nol.

2). Internal Rate of Return (IRR)


Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu indeks keuntungan (probability index) yang

telah dipergunakan secara luas dalam analisis usaha. Secara definisi IRR adalah
interest rate (i) yang membuat sehingga nilai sekarang dari arus penerimaan dan
pengeluaran usaha menuju nol. Tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh
suatu usaha untuk sumberdaya yang digunakan, karena usaha tersebut memerlukan

dana untuk pemenuhan biaya-biaya operasi dan investasi dari usaha baru sampai
tingkat pengembalian modal. Secara matematis, perhitungan IRR dapat dirumuskan
sebagai berikut :

13
Dalam hal ini,

IRR = internal rate of return.


i1 = Suku Bunga yang menghasilkan NPV positif.

i2 = Suku Bunga yang menghasilkan NPV negatif.


NPV1 = NPV positif.

NPV2 = NPV negatif.

3). Payback Period (PP)


Perhitungan payback period pada usaha ini bertujuan untuk mengetahui
waktu atau periode pengembalian dari nilai total investasi yang dikeluarkan pada
umur usaha. Usaha ini dikatakan layak jika nilai PP kurang dari umur usaha
pembuatan batako, paving blok ata bata merah (PP < umur usaha). Perhitungan

Payback Period secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dalam hal ini,


I = Nilai Investasi
Ab = Kas Masuk Bersih yang telah di diskonto
.

14
GAMBAR 2.1
SUMBER DAYA POLA PIKIR PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH
(Sektor Pertambangan) BERBASIS SEKTOR PERTAMBANGAN

Penunjang
• Modal
• Teknologi
•Kebiijakan
Status • Kelembagaan

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PENGEMBANGAN EKONOMI
WILAYAH
BELUM (Misi)
DIUSAHAKAN DIUSAHAKAN
Fisik
• Tata ruang Non isik
• Sarana dan • Sosial
Inventarisasi prasaran • Ekonomi
SDA
Analisis Kelayakan Usaha

•Lingkungan hidup

ANALISIS NET SOCIAL GAIN


PROFIL ANALISIS INPUT-OUTPUT
INVESTASI ANALISIS EKONOMETRIKA

Tujuan

• Menjadi pusat pertumbuhan ekonomi


• Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
• Meningkatkan nilai tambah
• Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah
PROMOSI • Mensinergikan sektor pertambangan dengan
INVESTASI sektor lainnya
• Menetapkan sektor unggulan lainnya
• Meningkatkan muatan lokal
• Pemerataan pembangunan dalam wilayah
• Pengembangan SDA berwawasan lingkungan
• Membangun perekonomian daerah yang
berkesinambungan
• Meningkatkan investasi

15
Gambar 2.2 Konsep Pengembangan Sektor Pertambangan Dalam Kerangka
Pengembangan Wilayah

16
BAB 3

KONDISI UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA

3.1 Kondisi Geografis dan Kewilayahan


Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di bagian Selatan garis Khatulistiwa

yang memanjang dari Utara ke Selatan di antara 30 sampai 60 derajat Lintang


Selatan dan melebar dari Barat ke Timur diantara 1200 0” 45' sampai 1240 0” 60'
Bujur Timur. Secara geografis, wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai

batas-batas sebagai berikut (Gambar 3.1) :


 di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi selatan dan Provinsi
Sulawesi Tengah,
 di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores,

 di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan


 di sebelah Barat Berbatasan dengan Teluk Bone.

Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencakup wilayah daratan (Jazirah) dan


kepulauan memiliki wilayah seluas kurang lebih 38.140 km2. Sedangkan wilayah
perairan (Laut) diperkirakan seluas kurang lebih 114.876 km2. Secara administrasi,
Sulawesi Tenggara dibagi menjadi sepuluh wilayah kabupaten dan dua wilayah kota,
yaitu Kabupaten Buton, Buton Utara, Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan,
Kolaka, Kolaka Utara, Muna, Bombana dan Wakatobi serta 2 wilayah kota yaitu
Kendari dan Bau-Bau. Kolaka merupakan wilayah terluas (18,14% dari luas Sulwesi
Tenggara), sedangkan daerah dengan luas terkecil adalah Kota Kendari (0,78%).

3.2 Penduduk dan Tenaga Kerja


Berdasarkan laju pertumbuhan penduduk tahun 2008-2009 sebesar 2,09%,
jumlah penduduk Sulawesi Tenggara yang tersebar di sepuluh kabupaten dan kota
pada tahun 2010 diperkirakan mecapai 2.179.731 jiwa. Terdapat enam daerah yang
masuk ke dalam kelompok dengan jumlah penduduk terbanyak, yaitu Kolaka, Buton,
Muna, Konawe Selatan, Konawe dan Kota Kendari dengan %tase sebaran berkisar
antara 11 – 14%. Sulawei Tenggara memiliki tingkat kepadatan rata-rata sebesar 57
jiwa/km2, wilayah terpadat dengan kepadatan 907 jiwa/km 2 adalah Kota Kendari
diikuti kemudian oleh Kota Bau-Bau (440 jiwa/km2), Wakatobi (250 jiwa/km2), Buton

17
(109 jiwa/km2), Muna (88 jiwa/km2), sedangkan wilayah lainnya berada di bawah
rata-rata tingkat kepadatan Sulawesi Tenggara (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Luas Wilayah, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan


menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, Tahun 2010

Jumlah Kepadatan
Luas Persentase
No. Kabupaten/Kota penduduk penduduk
(Km2) sebaran (%)
(jiwa) per Km2
1 Buton 2.675 292.881 109 13,44
2 Muna 2.890 255.666 88 11,73
3 Konawe 6.792 239.839 35 11,00
4 Kolaka 6.918 295.576 43 13,56
5 Konawe Selatan 4.514 251.123 56 11,52
6 Bombana 3.056 114.714 38 5,26
7 Wakatobi 426 106.422 250 4,88
8 Kolaka Utara 3.392 121.819 36 5,59
9 Konawe Utara 1.997 50.612 25 2,32
10 Buton Utara 4.877 47.987 10 2,20
11 Kota Kendari 296 268.432 907 12,31
12 Kota Bau Bau 306 134.657 440 6,18
Jumlah 38.139 2.179.731 57 100,00
Sumber : BPS (2010)

Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang dapat
dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok penduduk yang mempunyai
pekerjaan (bekerja) atau sedang mencari pekerjaan, kelompok lainnya yang
kegiatannya hanya bersekolah/kuliah, mengurus rumah tangga dan lainnya (tidak
aktif secara ekonomi). Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Sulawesi
Tenggara yang berumur di atas 15 tahun sekitar 1.459.270 jiwa (Tabel 3.2), naik
sebesar 2,31% dibandingkan dengan tahun 2009. Jumlah angkatan kerja sebesar
998.195 orang dan yang bukan angkatan kerja sekitar 419.949 orang, dengan
demikian total parttisipasi angkatan kerja mencapai 70,39%. Sementara itu,
angkatan pengangguran terbuka mencapai 48.691 orang, dengan kata lain bahwa
tingkat pengangguran di Sulawesi Tenggara rata-rata sebesar 4,74%, sedangkan
penduduk yang bekerja diperkirakan mencapai 978.452 orang (95,26%). Tidak
kurang dari 52,89% penduduk bekerja pada sektor pertanian. Tingkat pengangguran
tertinggi justru terjadi di kota Kendari, Bau-Bau dan Wakatobi masing-masing
13,39%, 9,23% dan 7,18%.

18
..
Tabel 3.2 Struktur Ketenagakerjaan Menurut kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010

Sulawesi Konawe Kolaka Konawe Buton Kota Kota


Jenis kegiatan Buton Muna Konawe Kolaka Bombana Wakatobi
Tenggara Selatan Utara Utara Utara Kendari Bau Bau

Angkatan kerja : 1.027.143 133.601 116.213 114.364 144.328 123.916 59.252 23.110 70.166 22.916 23.368 106.662 58.869

Bekerja 978.452 130.854 112.192 110.772 137.647 121.500 58.179 21.451 66.974 21.907 22.735 92.385 53.435

Mencari pekerjaan 48.691 2.747 4.021 3.592 6.680 2.416 1.073 1.660 3.193 1.008 633 14.277 5.434

Bukan angkatan kerja : 432.128 50.351 43.772 42.374 59.270 50.643 21.208 16.363 18.377 8.801 8.609 74.606 32.394

Sekolah 135.086 14.441 11.821 12.899 15.918 12.250 4.108 3.846 4.999 2.671 2.209 32.055 14.498

Mengurus RT 252.357 27.859 26.472 22.739 38.989 33.412 14.299 10.727 11.723 5.428 5.903 38.325 16.103

Lainnya 44.684 8.051 5.478 6.737 4.364 4.981 2.801 1.789 1.655 702 496 4.225 1.794

Penduduk umur 15
tahun ke atas 1.459.270 183.952 159.985 156.738 203.598 174.560 80.460 39.473 88.543 31.717 31.976 181.268 91.263
% Bekerja terhadap AK 95,26 97,94 96,54 96,86 95,37 98,05 98,19 92,82 95,45 95,60 97,29 86,61 90,77
% AK terhadap P15 T K 70,39 72,63 72,64 72,96 70,89 70,99 73,64 58,55 79,25 72,25 73,08 58,84 64,50
Tingkat pengangguran
(%) 4,74 2,06 3,46 3,14 4,63 1,95 1,81 7,18 4,55 4,40 2,71 13,39 9,23
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara (2010)

19
Selama periode tahun 2009-2011(Tabel 3.3), jumlah penduduk yang bekerja

hingga Februari 2011 mengalami kenaikan terutama di sektor jasa sebesar 47.083 orang
(33,16 %) dan sektor perdagangan, RM sebesar 27.679 orang (18,03 %). Sedangkan

sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian sebesar 65.469 orang
(12,42 %) dan sektor angkutan sekitar 8.481 orang (17,34 %).

Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja
dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan
utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan
kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini,
maka hingga Februari 2011 sekitar 298.335 orang (29,30 %) bekerja pada kegiatan formal
dan 719.799 orang (70,70 %) bekerja pada kegiatan informal. Dari 1.018.134 orang yang
bekerja pada Februari 2011, status pekerjaan utama yang terbanyak sebagai

buruh/karyawan sebesar 267.608 orang (26,28 %), diikuti pekerja keluarga/tidak dibayar
sebesar 253.377 orang (24,89 %), dan berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 229.657
orang (22,56 %), sedangkan yang terkecil adalah pekerja bebas pertanian sebesar 10.914
orang (1,07 %). Dalam satu tahun terakhir (Februari 2010 – Februari 2011) terdapat
penambahan pekerja dengan status buruh/karyawan sebesar 70.740 orang (35,93 %),
berusaha sendiri sebesar 30.869 orang (18,13 %), dan berusaha dibantu buruh tetap
sebesar 6.489 orang (26,77 %). Sementara itu terjadi penurunan pada status berusaha
dibantu buruh tidak tetap sebesar 31.265 orang (11,98 %), pekerja keluarga sebesar
29.859 orang (10,54 orang), pekerja bebas pertanian sebesar 6.711 orang (38,08 %), dan

pekerja bebas non pertanian sebesar 6.400 orang (20,54 %).

20
Tabel 3.3 Penduduk Usia15 Tahun ke Atas yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan, 2009 - 2011

Lapangan pekerjaan 2009 2010 2011


Pertanian 467.268 527.066 461.597
Industri 56.482 51.163 66.032
Bangunan 42.103 32.385 38.083
Perdagangan 141.035 153.502 181.181
Angkutan 55.252 48.921 40.440
Jasa 110.430 142.004 189.087
Lainnya* 60.459 29.230 41.714
Sultra 933.029 984.271 1.018.134
*) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri dari: Sektor
Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, dan Keuangan

3.3 Kondisi Perekonomian Sulawesi Tenggara

Salah satu indikator untuk mengetahui keberhasilan pembangunan ekonomi


yang dicapai oleh suatu daerah dalam kurun waktu tertentu adalah dengan menggunakan
data produk domestik regional bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan tahun 2000.
Pada tahun 2010, PDRB Sulawesi Tenggara mencapai Rp12,12 triliun naik sebesar 36,37%
dibandingkan dengan tahun 2005.PDRB Sulawesi Tenggara setiap tahun memberikan

sumbangan sebesar 0,48% terhadap produks domestik bruto nasional.


Laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara selama kurun waktu 2005-2010

mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 8,15% per tahun. Sektor yang paling tinggi
mengalami kenaikkan adalah sektor jasa, konstruksi/bangunan dan perdagangan, masing-

masing sebesar 11,66%, 10,58% dan 10,52%. Sedangkan laju pertumbuhan sektor
pertambangan dan penggalian naik sebesar 8,21%.

Struktur perekonomian Sulawesi Tenggara masih didominasi sektor pertanian, pada tahun
2010 kontribusi sektor ini sekitar 32,30%. Sektor lain yang cukup besar kontribusinya
adalah sektor perdagangan 17,51%, sektor jasa 14,15%, sektor konstruksi/bangunan
9,02% dan industri pengolahan 8,21%.
Selama kurun waktu 2005-2010 dominasi sektor pertanian terus mengalami

penurunan sebesar 3,03%, kondisi ini justru meningkatkan peran sektor perdagangan

21
secara perlahan yang terus meningkat rata-rata sebesar 2,54%. Peran sektor

pertambangan dan penggalian terhadap struktur perekonomian Slawesi Tenggara belum


signifikan, karena kontribusinya 4,64%.

Daerah yang paling berperan dalam pembentukan PDRB Sulawesi Tenggara


selama sepuluh tahun terakhir adalah Kabupaten Kolaka dan Kota Kendari, masing-

masing memberikan kontribusi sebesar 24,07% dan 16,28% (Gambar 3.1). Kedua daerah
ini memang unggul dari berbagai sektor, artinya bahwa kedua daerah ini mampu
mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki sehingga
mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari daerah lainnya.

Gambar 3.1 Perkembangan PDRB kabupaten/kota di Provinsi


Sulawesi Tenggara
3,500,000
Bau-Bau
3,000,000 Muna
Kolaka Utara
2,500,000
Buton Utara
PDRB (JUTA RP.)

2,000,000 Wakatobi
Kendari
1,500,000 Kolaka
Konawe Utara
1,000,000
Konawe
Bombana
500,000
Buton Utara
- Konawe Selatan
2005 2006 2007 2008 2009 2010

PDRB per Kapita

PDRB per kapita merupakan salah satu indicator kesejahteraan masyarakat yang
dapat dijadikan salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat di

suatu daerah. PDRB per kapita masyarakat Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 tercatat

22
sebesar Rp5,59 juta, naik sebesar 5,95% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun secara

nasional, PDRB per kapita Sulawesi Tenggara menempati urutan yang ke 24 empat di
antara 33 provinsi di Indonesia.

Daerah yang paling besar PDRB per kapitanya adalah Buton Utara, yaitu sebesar
Rp11,04 juta. Peningkatan PDRB per kapita disebabkan karena pertumbuhan PDRB ADHK

yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Paling sedikit ada
tiga factor yang menyebabkan tingginya PDRB di daerah ini yaitu pendapatan asli daerah,
tingkat investasi dan tenaga kerja.
Enam dari 12 daerah di Sulawesi Tenggara yang tingkat pendapatannya berada
di bawah rata-rata Sulawesi Tenggara, yaitu Muna, Wakatobi, Konawe, Bombana, Buton
Utara dan Konawe Selatan.

Gambar 3.2 Perkembangan PDRB per kapita Kabupaten /Kota Sulawesi Tenggara,
Thun 2005 - 2010 (Juta Rupiah)
12,000,000
bau-Bau
10,000,000 Muna
Kolaka Utara
PDRB/KAPITA (JUTA RUPIAH)

8,000,000 Buton Utara


Wakatobi

6,000,000 Kendari
Kolaka

4,000,000 Konawe Utara


Konawe

2,000,000 Bombana
Buton Utara

- Konawe Selatan
2005 2006 2007 2008 2009 2010

23
3.4 Potensi Sektor Pertambangan

Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai potensi atau kandungan


mineral yang banyak tersebar di hampir semua wilayah kabupaten dan kota, seperti nikel,
aspal, marmer, emas, pasir besi, batugamping dan lain-lain sebagaimana yang akan

diuraikan di bawah ini.

Nikel
Berdasarkan batuan pembawanya (batuan ultrabasah) bahan galian ini memiliki

penyebaran yang sangat luas, meliputi beberapa kabupaten yaitu : Kabupaten Kolaka,
Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten
Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau, dengan luas
penyebaran 480.032,13 Ha dengan status kawasan 283.561,84 Ha (59%) masuk kawasan
Areal Penggunaan Lain (APL), 170.300 Ha (35%) kawasan Hutan Lindung (Hl) dan Hutan

Konservasi (HK) 26.170, 28 Ha (5%).


Potensi nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, menyebar pada beberapa
Kabupaten/Kota. Berdasarkan penyebaran batuan pembawanya, menunjukkan bahwa
potensi nikel sebagai bahan galian di Sulawesi Tenggara mempunyai cadangan pada 7

(tujuh) kabupaten dapat dilihat dalam Tabel 3.4.


Tabel 3.4 Cadangan Nikel di Sulawesi Tenggara (Ton)
No. Kabupaten Cadangan (Ton)
1 Bombana 28.200.014.080
2 Kolaka 12.819.244.028
3 Buton / Bau – Bau 1.676.332.000
4 Kolaka Utara 2.763.796.196
5 Konawe 1.585.927.190
6 Konawe Selatan 4.348.838.160
7 Konawe Utara 46.007.440.652
Jumlah 97.401.592.306
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara
(2011).

Dalam upaya pengembangan kualitas substansi (sasaran dan tujuan) Bank


Sejahtera serta pemantapan Bahteramas menuju Sulawesi Tenggara sebagai Kawasan

24
Ekonomi Khusus (KEK) dimana sektor pertambangan sebagai salah satu sektor strategis

dalam konsep KEK tersebut, maka 3 dari 7 Kabupaten yang menjadi alternatif untuk
pembangunan industri pertambangan yaitu:

1. Kabupaten Konawe Selatan.


2. Bombana

3. Kolaka.

Aspal

Bahan galian ini tersebar luas di Pulau Buton, yaitu di Kabupaten Buton,
Kabupaten Buton Utara dan Kota Bau-Bau. Tabel berikut ini menyajikan potensi cadangan
dan sebaran lokasi sebagai berikut :

Tabel 3.5 Potensi Cadangan Aspal Di Sulawesi Tenggara

Lokasi Luas (Ha) Cadangan (Ton) Kadar Bitumen


Lawele 1/B 1.978 - -
Lawele 2/B 400 438.622.000 -
Siontapina/B 1.986 - -
Winto/B 321 3.200.000 25-35 %
Kabungka 1/B 1.968 60.000.000 15-25 %
Kabungka 2/B 750 - 15-25 %
Waisiu/B 3.600 1.000.000 12,5-40 %
Epe/BU 2.000 174.725.000 10-35 %
Jumlah 13.001 677.547.000 10-40 %
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011).

JENIS PRODUKSI ASPAL BUTON

 Asbuton Konvensional (curah)


- Ukuran butir : ½“(12,7)
- Kadar Bitumin : 20%±1%
- Kadar air : (10-15)%

 Asbuton Halus
- Ukuran Butir : ¼(6.35mm) = 100%
: +4(4,75mm) = 90%-100%
: +30(0,60mm) = 35%-100%

25
- Kadar Air : kurang dari 6%
- Kadar Bitumen : 21% ±1%
- Kemasan : karung plastik (kedap air) berat @40kg

 Buton Granular Asphalt (BGA)


- Ukuran Butir : Lolos saringan nomor 16
- Kadar Bitumen : 5.20(penetasi 5 kadar bitumen 20%)
20.25 (penetasi 20 kadar bitumen 25%)
- Kadar Air : Max.2%
- Kemasan : Karung plastik (kedap air) berat @40kg

Emas
Emas dijumpai di daerah Rarowatu menuju ke arah Wumbubangka sampai ke SP
II dengan kadar Au 10 PPM sampai dengan 198 PPM, menjadikan cadangan emas ini
cukup besar dan dapat dikalolah dengan menggunakan teknologi tepat guna yang

berwawasan lingkungan.
Emas di daerah ini terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di
permukaan beberapa endapan terbentuk karena proses metasomanisme kontak dengan
larutan hidrotermal, sehingga menghasilkan endapan placer dengan penyebaran
diperkirakan ribuan hektar. Jumlah cadangan yang ada di daerah ini disajikan dalam Tabel
3.6:

Tabel 3.6 Perkiraan Cadangan Emas di Sulawesi Tenggara

NO. Kabupaten Cadangan (Gr)


1. Kolaka Utara 35.000.000.000
2. Kolaka 107.000.000.000
3. Konawe 275.000.000.000
4. Konawe Selatan 168.000.000.000
5. Bombana 540.000.000.000
Jumlah 1.125.000.000.000
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara
(2011).

26
Cekungan Minyak

Pada bagian timur dari Pulau Buton dan Muna telah sejak lama diketehui
merupakan cekungan minyak, dan pada beberapa tahun silam pernah dieksplorasi oleh

PT. Conoco And Chevron. Keberadaan cekungan ini diduga berumur kala Neogen, dan
memiliki potensi pada hampir seluruh bagian pulau ini.

Batubara
Lokasinya berada di sekitar Lametusa, desa Tambuha, Kecamatan Ngapa,

Kabupaten Kolaka Utara, dijumpai dalam sungai Watunohu. Sementara ini keberadaan
batubara di daerah ini masih merupakan indikasi, kuat, berdasarkan hasil pengamatan
lapangan dan hasil analisa laboratorium, batubara yang dijumpai memiliki karakteristik
sebagai berikut:
Warna hitam hingga hitam kecoklatan dan mudah hancur

- Nilai Kalori : 2.432 kal/gr


- Debu : 43,03 %
- C (Karbon) : 27,12 %
- H (hidrogen) : 4,47 %

- Ni (nitrogen) : 0,71 %
- S (belerang) : 1,44 %
- O (Oksigen) : 23,23 %

Kromit
Kromit dijumpai di beberapa tempat, antara lain di Kabupaten Bombana, Konawe,

Konawe Utara dan Kolaka Utara. Sampai sejauh ini telah beberapa perusahaan yang
berinvestasi pada bahan galian ini.

Secara umum seberapa besar jumlah cadangan dari bahan galian ini belum
diketahui, akan tetapi diduga secara keseluruhan bisa mencapai jutaan ton, dengan kadar
Cr2O3 berkisar 45-56 % dengan luas penyebaran 2000 hingga 2500 Ha.

27
Pasir Besi

LokaSI di Batauga Kabupaten Buton dan Tapunggaya, Kabupaten Konawe Utara


dan Lansilowo Pulau Wawonii Kabupaten Konawe. Secara pasti belum diketahui sebarapa

besar jumlah cadangan yang ada didaerah ini, tetapi memiliki luas penyebarannya
diperkirakan antara 400 - 700 Ha.

Mangan
Mangan yang dijumpai merupaka tipe psilomelane ( Ba, H 2O2Mn3O10) dengan
kekerasan antara 4-6, dan berat jenis 4,7. Formasi di mana mangan ini berada diperkirakan
berumur jura dan berasosiasi dengan batu gamping, dengan ukuran 2 cm, kadar 50 – 53
%, MnO, dijumpai di Kecamatan Lasalimu, Kumbewaha Kecamatan Siontapina Kabupaten
Buton dengan luas penyebaran berkisar ± 6.000 Ha.

Magnesit
Lokasinya penyebaran meliputi Lasusua, Pakue (Kolaka Utara), Pulau Padamarang
(Kabupaten Kolaka), Pondidaha (Konawe), Pulau Kabaena (Kabupaten Bombana). Estimasi
cadangan dari magnesit di Pulau Padamarang diperkirakan mencapai 2.000 ton.

Komposisi Kimia Magnesit di Pulau Padamarang :


SiO2 = 23.20 % CaO = 6.65 % NaO = 0.16 %
Fe2O3 = 0.09 % MgO = 27.71 % AI2O3 = 1.41 %

Di Kolaka, diperkirakan 2,2 juta ton kandungan magnesite yang sudah

diidentifikasi di pulau Padamarang yang menunggu untuk diolah. Penelitian telah


dilakukan di 4 tempat yang berbeda. Kegunaan magnesite untuk keperluan industri
kosmetik dan kertas rokok. Potensi magnesite sekitar 240.000 ton yang mengandung
MgO 40% BJ=3,0 warna putih yang sudah disurvey, dan berada di pulau Padamarang

serta di 4 tempat yang berbeda.

28
Fospat

Fospat yang ada di Sulawesi Tenggara umumnya merupakan tipe Goano,


dijumpai pada gua-gua batu gamping yang ada di Sampolawa dan Pulau Kabi-Kabia

Kabupaten Buton. Cadangan diperkirakan mencapai 3.200 ton, dengan P 2O5 berkadar 1,2
hingga 14,2 %.

Batugamping Dolomit
Batugamping merupakan salah satu potensi bahan galian Sulawesi Tenggara
yang cukup besar, lokasinya tersebar di Watuputih Kabupaten Muna (Pulau Muna),
Watumbuloti (Konawe Selatan), Toari (Kolaka). Batugamping dolomit di Muna memiliki
kandungan CaO 35% dan MgO 20%, jumlah cadangan diperkirakan mencapai 220.000 m3.
Sedangkan di watumbuloti memiliki kandungan CaO 55 % dan Mg 20% dengan jumlah
cadangan sekitar 219.700 m3. Batugamping dijumpai pula di Pulau Buton dan Bombana.

Batugamping di Bombana memiliki penyebaran yang cukup luas, yaitu sekitar 14.675 Ha
dengan cadangan diperkirakan mencapai 5.650.000 m 3 dengan kadar CaO lebih dari 45%
(Dinas Pertambangan dan Energi Bombana, Profil Potensi Sumber Daya Mineral
Kabupaten Bombana, 2011). Batugamping di daerah belum dimanfaatkan secara optimal,
hingga saat ini batugamping digunakan hanya untuk bahan bangunan fondasi rumah,
pagar dan jalan.

Marmer
a) Marmer Konawe Utara Dan Konawe Selatan

Lokasinya di Moramo, Wolasi ( Kabupaten Konawe Selatan ), Lasolo dan Kokapi


(Kabupaten Konawe Utara ), warna Abu-abu, hitam, merah, coklat, dan hijau.

Sifat Fisik :

Kuat Tekan : 1.260 kg/cm2


Daya Tahan Keausan : 0,22 mm/menit
Berat Jenis : 2,73 ton/m3
Penyerapan Air : 0,35%
Penyebaran : 94.625 Ha
Cadangan : 75.500.000.000 m3

29
Komposisi Kimia :

Si02 = 0,80 % CaO = 54,12 %


AI2O3 = 0,59 % Fe2O3 = 0,11 %
Na2O3 = 0,24 % FeS2 = 0,36 %
MgO = 1,162 % CaCO3 = 96,6 %

b) Marmer Buton Utara

Lokasi berada di sekitar Labauan, Lanosangiadan Tomohi, warna Abu-abu kehitaman dan
krem, penyebaran 32.762 Ha dengan cadangan diperkirakan 16.493.500.000 M³.

Komposisi Kimia :
SiO2 = 5,32 % CaO = 59,44 %
Fe2O3 = 0,84 % MgO = 1,61 %

c) Marmer – Kolaka

Lokasinya berada di Tamborasi, Ahilulu, warna Abu-abu, cream, coklat kemerahan


cerah, dan hitam.
Sifat Fisik :

Kuat Tekanan : 1.500 – 2000 Kg/Cm2


Daya Tahan Keausan : 0,1 Mm/Menit
Berat Jenis : 2,8 Ton/M3
Penyerapan Air : 0,60 %
Penyebaran : 105.748,5 Ha
Cadangan : 466 Milyar M3

Komposisi Kimia :

Si02 = 10,80 % CaO = 44,58 % AI2O3 = 3,04 %


Fe2O3 = 0,16 % Na2O3 = 0,24 % FeS2 = 0,36 %
MgO = 37,30 %

Cadangan marmer yang tersimpan diperkirakan sekitar 53,2 miliar m 3 yang


sudah diteliti oleh Pemda Kolaka bekerjasama Badan Riset ITB Bandung yang tersebar di
beberapa lokasi sbb.: di Kab. Kolaka memiliki warna bermacam-macam serta memiliki

30
kualitas yang cukup tinggi (B+B Quality) dengan warna keabu-abuan sampai kehitaman

dan daya tekan 546.669 Kg/m 3 yang di ekspor ke negara India, Jepang, Italia dan negara
Arab. Potensi Sumber Daya Marmer Kolaka terletak di Tamborasi sekitar 51.540.000.000

m3, Perabua 918.750.000 m3 dan di Ulunggolaka 10.000 m3.

d) Marmer Batuputih Kolaka Utara


Lokasinya berada di wilayah Batuputih dan Ranteangin, Volume marmer
berwarna krem terang hingga krem ( light cream to cream ) : 17.393.010 M³ Volume

marmer abu-abu hingga abu-abu gelap ( gra to dark gray ) : 130.615.150M³.

Spesifiaksi / Specification :
Kuat Tekan( Compressive strength ) : 520 kg/cm²
Keausan ( Abrasion resistance ) : 0,1 mm/menit

Daya Serap ( Water absortion ) : 0,35%

Komposisi Kimia ( Chemical composition)

SiO2 = 1,04 % AI2O3 = 0,68 % Fe2O3 = 0,10 %


CaO = 45,15 % MgO = 13,54% LoI = 8,00 %

e) Marmer Bombana

Lokasinya beradadi Kecamatan Lengora dan Rahadopi Pulau Kabaena dengan


wwarna Hijau, Hitam, Abu-abu dan Coklat.

Sifat Fisik :
- Kuat Tekan : 1.650 – 2.000 kg/cm²
- Keausan : 0,1 mm/menit
- Berat Jenis : 2,75 ton/MP
- Penyerapan Air : -
- Penyebaran : 0,25%
- Luas : 8.062,5 Ha
- Cadangan : 2,5 Milyar M3
- LOI :

31
Komposisi Kimia :
SiO2 = 14,44 % CaO = 27,05 %
AI2O3 = 0,45 % Fe2O3 = 0,36 %
MgO = 7,95 %

Tabel 3.7 Luas penyebaran dan perkiraan cadangan marmer di Sulawesi Tenggara

Lokasi Luas Cadangan


No Keterangan
(Ha) (M3)
Kabupaten Desa/Kec
1. konawe utara A. Moramo ±2.580 ± 4.000.000.000cadangan terkira
dan konawe 100 -pt. bakri
selatan 50 -pt. s m a
B. L aonti 25 -pt. cendana b.
C. Lasolo - -bahari
D. lamonae dan ± 1.870 ± 4.000.000.000 -
limonoyo ± 90.000 ± 67.500.000.000cadangan terkira
cadangan terkira
2. kolaka dan A. batu putih 1.000 148.008.160 eksplorasi
kolaka utara B. lasusua ± 10.555 ± 31.000.000.000 cadangan terkira
C. tamborasi/wolo ± 3.550 ± 14.400.000.000 cadangan terkira
D. ahilulu/mowewe cadangan terkira
utara ± 40.000 ±137.654.000.000
3. buton utara A. lanosangia – ± 700 ± 350.000.000 cadangan terkira
tomoahi
B. wakorumba ± 4.025 ± 2.125.000.000 cadangan terkira
C. labuan ± 28.037 ±14.018.500.000 cadangan terkira
4. bombana A. lengora-kabaena ± 2.490 ± 2.490.000.000 cadangan terkira
B. kabaena ± 4.100 ± 4.100.000.000 cadangan terkira
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011)

Oniks

Lokasi : Konaweha dan Mangolo Kabupaten Kolaka


Warna : Putih, Putih Transparan, Kekerasan 3,5 - 4,0
Berat Jenis : 2,6 – 2,8
Komposisi Kimia : CaCO3
Luas Areal : 25Ha
Cadangan : 540.000 M³

32
Tanah Liat / Lempung

Lokasinya di Tampo, Kontumere, Kambara, Kabawo (Kabupaten Muna),


Wakorumba (Kabupaten Buton Utar ), Boro-boro, Wowonii (Kabupaten Konawe), Asera,
Lasolo (Kabupaten Konawe Utara), Mulaeno (Kabupaten Bombana), Huko-huko,

Watubagga (Kabupaten Kolaka).

Komposisi Kimia :
Tanah liat di daerah Malaeno Kabupaten Bombana :

SiO2 = 8,98 % Fe2O3 = 0,94 %


MgO = 2,41 % AI2O3 = 0,11 %
K2 O = 0,80 % H2O = 1,64 %
Luas Areal 8.125 Ha
Jumlah Cadangan ± 22 juta M³ ( Cadangan Terkira )

Batu Setengah Permata Krisopras


Lokasinya berada di Pongkalaero, Batuawu, dan Olondoro Pulau Kabaena
(Kabupaten Bombana). Kondisi fisik dan kimia Krisopras biasa disebut juga oval hijau,
berwarna hijau transparan, cerat berwarna putih, kekerasan (dalam skala Mohs), berat
jenis 2,64. Keberadaan warnanya yang hijau lebih disebabkan karena kandungan nikelnya.

Komposisi Kimia :

SiO2 = 88,92 % LOI = 1,32 % H2O = 0,61 %


AI2O3 = 3,57 % K2O = 0,03 % Fe2O3 = 0,35 %
CaO = 0,84 % MgO = 0,81 %
Luas Sebaran : ± 390 Ha
Cadangan : ± 1.524 ton

33
Pasir Kuarsa

Lokasinya berada Tangketada Kabupaten Kolaka, Wanseriu, Labuan Kabupaten


Muna, Batumea dan Tumbutumbu Jaya, Bobolio dan Langara (Pulau Wowonii) Kabupaten

Konawe, Waemputtang, Poleang Timur Kabupaten Bombana, Ranokomea Kecamatan


Poleng Kabupaten Bombana dan Oko-oko Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka (Tabel

3.8).
Tabel 3.8 Luas, Cadangan dan Kadar Pasir Kuarsa di Provinsi Sulawesi Tenggara

Luas Areal Cadangan Kadar


Lokasi Keterangan
(Ha) (Juta Ton) SiO2 (%)
Tangketada-
Watubangga 825 4,8 92,6
(Kolaka)
Ranokomea-
Poleang 100 129,5 92-95
(Bombana)
Wanseriwu-Tikep
1165 93,3 94,96
(Muna)
Oko-oko, Eksplorasi detail 100 Ha Cadangan
2180 116 88-94
Pomalaa (Kolaka) 13.363.133 ton Kadar SiO2 = 68-94%
Waemputtang-
Eksplorasi detail 100 Ha Kadar SiO2 =
Poleang Timur 3000 68 93
74,02-95,80%
(Bombana)
Eksplorasi detail 102,5 Ha di Desa
Wawonii Tumbu tumbu Jaya Cadangan
1039 18 90-97
(Konawe) 1.199.450 ton Kadar SiO2 = 68,81-
95,49%
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011)

Bahan galian lain yang tersebar di Kabupaten Kolaka adalah granit hitam, asbes,
magnesite, onix, tanah, batu gamping, batu setengah kuarsa, sirut (www.kolaka.go.id),

antara lain :

Potensi Bahan Galian Lainnya di Kolaka


 Granit Hitam

Lokasinya tersebar di Kolaka, diperkirakan 24 milyar m3 granit hitam yang telah


diteliti pada areal 240 km2 di Kecamatan Pomalaa, dan Wolo juga terdapat di pulau

34
Padamarang. Material ini sama kegunaannya dengan marmer yakni untuk ornamen,

hiasan dinding atau lantai termasuk cendramata.


 Asbes

Jumlah cadangan diperkirakan sekitar 3.000 ton terdapat di pulau Padamarang.


Kegunaan utama dari jenis krisotil adalah sebagai lapisan pada rem mobil. Selain itu,

digunakan sebagai bahan pelindung terhadap api, listrik, bahan kimia dan lain-lain.
Mengenai mutu dan jumlah cadangannya masih memerlukan penelitian yang detail.
 Oniks
Sekitar 32 juta m3 telah disurvey pada lokasi seluas 400 Ha yang terdapat di
Konaweha Kecamatan Wolo dan Ulunggolaka Kecamatan Latambaga. Onix yang terdapat
di Konaweha berwarna keputih-putihan, sementara yang terdapat di Ulunggolaka
berwarna krem dan kebiru-biruan.

 Tanah Liat
Kurang lebih 4,8 juta m3 tanah liat yang mengandung SiO2 sekitar 58% yang
diidentifikasi dekat sungai Toari Kecamatan Watubangga. Proporsi material tanah liat
sekitar 40%/60% meningkat menjadi 30%/70% dibagian timur Sungai Toari.
 Batu Gamping (Dolomit)

Kurang lebih 1.250.000 m2 yang mengandung CaO 47%-53% MgO 1,56%, Al


7,99%, Al2O3 4,14%-4,48%, SiO2 0,26%-1,38%.
 Batu Setengah Kuarsa

Terdapat di Pulau Padamarang dan Tanjung Ladongi dengan jenis antara lain

krysopras, opal dan jasper. Adapun untuk mutu dan jumlah cadangannya masih
memerlukan penelitian yang lebih detail.

 Sirtu

Penambangan dan pengolahan sirtu (pasir batu) di sungai yang ada di Kolaka

dengan jumlah cadangan jutaan meter kubik, serta pembangunan stone crusher dengan
kapasitas produksi 250 ton/jam yang diharapkan dapat memasok kebutuhan bahan
bangunan baik lokal maupun di luar kabupaten Kolaka (Dinas Pertambangan dan Energi

Kabupaten Kolaka, 2010).

35
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Kawasan Pengusahaan Sektor Pertambangan

Bappeda Sulawesi Tenggara (2010) memperkirakan bahwa luas kawasan

pertambangan di Sulawesi Tenggara diperkirakan mencapai 2.886.770 Ha (atau


28.857,70 Km2), berarti sekitar 75,66% dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara

(38.140 Km2). Namun dari sejumlah itu, tidak berarti seluruhnya bisa digunakan
untuk usaha pertambangan. Banyak faktor yang mempengaruhi, selain kualitas dan
kuantitas cadangan juga harus memperhatikan fungsi lahan yang ada.
Keberadaannya yang berada di bawah permukaan tanah, mengakibatkan tidak
dapat dihindarinya permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan baik dengan
kawasan kehutanan, pertanian, maupun permukiman. Pemerintah daerah seringkali
merasa kesulitan dalam mendelineasi/menggambarkan kawasan peruntukan
pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah, dikarenakan kawasan ini memang
belum tergambarkan secara jelas dalam Lampiran Peta Pola Ruang Wilayah Nasional
dalam PP Nomor 26 tahun 2008, walaupun kawasan peruntukan pertambangan

telah disebutkan dalam pasal-pasalnya. Untuk mengetahui berapa luas lahan


pertambangan yang bisa diusahakan diperlukan beberapa data tata guna lahan
yang saat ini dimiliki oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Sulawesi
Teggara.

Salah satu kriteria pokok yang menjadi pembatas untuk pemilihan lokasi
usaha tambang adalah lahan yang ditetapkan menjadi kawasan lindung. Kawasan ini

berfungsi untuk melindungi kelestarian sumber daya alam, sumber daya buatan,
nilai dan budaya bangsa untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Wilayah
yang ditetapkan sebagai kawasan lindung pada dasarnya merupakan kawasan yang

secara teknis planologis tidak memungkinkan untuk dijadikan kawasan


pengembangan berbagai kegiatan budi daya dan ekonomi karena fungsi

perlindungannya. Dalam penetapan lokasi potensi bahan galian yang dapat

36
dijadikan kawasan usaha pertambangan, baik di darat maupun di aliran sungai,

harus berpedoman pada rencana tata ruang wilayah (RTRW), agar kegiatan usaha
pertambangan tersebut kelak tidak menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan fisik alami dan buatan serta dapat menunjang pelaksanaan


pembangunan yang berkelanjutan.

Deliniasi kawasan lindung yang dilakukan berpedoman pada Keppres No.


32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, yaitu kawasan yang
memberikan perlindungan bawahnya, kawasan hutan suaka alam dan kawasan
perlindungan setempat. Wilayah yang merupakan bagian dari pada kawasan lindung
tertuang dalam RTRW Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan superimpose, ternyata ada beberapa lokasi pengamatan berada dalam
kawasan lindung, sehingga hal ini menjadi bahan pertimbangan untuk diusahakan.

Langkah berikutnya adalah melakukan analisis terhadap sejumlah lokasi penyebaran


bahan galian yang diusulkan menjadi prioritas utama untuk diusahakan berdasarkan
kriteria tertentu.
Luas seluruh lokasi penyebaran nikel di Sulawesi Tenggara diperkirakan
480.032 Ha, berdasarkan hasil tumpang tindih tata guna lahan (super impulse)
menunjukkan bahwa 58,10% penyebaran nikel berada di kawasan areal penggunaan
lain (APL), 35,03% berada di kawasan hutan lindung (HL) dan sisanya 6,88 kawasan
hutan konversi (HK) (Tabel 4.1). 387.308 Ha (80,68%) dari luas penyebaran nikel di
Sulawesi Tenggara sudah dikuasai oleh para penanam modal, dengan kata lain

bahwa hampir seluruh kawasan penyebaran nikel sudah ada yang memiliki. Potensi
sebaran mineral lainnya yang luasnya sekitar 273.117 Ha (Tabel 4.4) ternyata 24,93%

berada di kawasan hutan lindung dan 1,06% berada dalam kawasan taman nasional
(Lampiran A).

37
Tabel 4.3 Potensi Nikel Dan Status Kawasan Kabupaten/Kota se Provinsi
Sulawesi Tenggara

Status
No. Kabupaten/Kota Luas (Ha) Persentase (%) Jumlah
Kawasan
1 Kolaka Utara APL 52.671 63,37
HL 30.440 36,63 100%
HK - -
2 Konawe APL 80.399 55,22
HL 57.310 39,36 100%
HK 7.882 5,41
3 Konawe Utara APL 85.801 59,72
HL 57.865 40,28 100%
HK - -
4 Kolaka APL 24.178 71,32
HL 5.041 14,87 100%
HK 4.681 13,81
5 Konawe Selatan APL 1.726 23,87
HL - - 100%
HK 5.505 76,13
6 Bombana APL 27.400 53,31
HL 17.490 34,03 100%
HK 6.503 12,65
7 Muna APL 93 27,14
HL - - 100%
HK 249 72,86
8 Buton Utara APL 270 58,72
HL - - 100%
HK 190 41,28
9 Buton Utara APL 5.442 48,23
HL - - 100%
HK 5.841 51,77
10 Kota Bau-Bau APL 895 29,28
HL - - 100%
HK 2.161 70,72
APL 278.875 58,10
Sulawesi Tenggara HL 168.146 35,03
HK 33.012 6,88
Jumlah 480.032 100,00
Sumber :
 Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara (2011)
 Diolah kembali

38
Tabel 4.4 Potensi Aspal, Bitumen Padat, Kromit , Mangan, Pasir Besi, Emas dan Mineral Logam Lainnya Dalam Kawasan
Hutan Dan Perairan Sulawesi Tenggara
JENIS BAHAN STATUS KAWASAN (HA)
NO KAB/KOTA
GALIAN TN/TWAL/HAS HL HPT HP HPK APL TOTAL
ASPAL 1.597 478 12.267 8.369 - 9.545 32.255
I. BUTON MANGAN - - - 3.602 - 2.199 5.801
PASIR BESI - - - 315 - 1.448 1.763
II. BOMBANA KROMIT - - - - - 1.724 1.724
ASPAL
BUTON 1.302 502 - 1.689 10.463 7.062 21.018
III. DITUMEN
UTARA - - 1.703 - - 3.263 4.966
PADAT
IV. MUNA ASPAL - - 243 657 231 648 1.779
KROMIT - - - - 279 71 350
V. KONAWE
EMAS - 15.203 6.022 4.681 20.863 7.041 53.810
KONAWE KROMIT - - - - - 434 434
VI.
UTARA EMAS - 45.233 11.925 16.478 - 10.044 83.680
KONAWE BAHAN GALIAN
VII. - 6.669 441 36.515 - 20.825 64.450
SELATAN LOGAM
KOLAKA
VIII. KROMIT - - - - - 1.088 1.088
UTARA
Sumber :
 Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara (2011)
Keterangan :
TN/TWAL/HAS : Taman Nasional/Taman Wisata Alam laut/Hutan Suaka Alam
HL : Hutan Lindung
HPT : Hutan Produksi Terbatas
HPT : Hutan Produksi
HPK : Hutan Produksi Konversi
APL : Areal Penggunaan Lain

39
4.2 Analisis Daya Saing Komoditas Unggulan Sektor Pertambangan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, analisis faktor menginformasikan


tingkat keunggulan komoditas sektor pertambangan daerah dalam suatu wilayah.

Dalam konteks wilayah Sulawesi Tenggara, nilai skor masing-masing daerah


menunjukkan konfigurasi keunggulan dari setiap provinsi tersebut dalam wilayah

Sulawesi Tenggara. Suatu komoditas tambang merupakan sektor basis


kabupaten/kota bila memiliki nilai skor lebih besar dari satu, tidak demikian apabila
terjadi sebaliknya

Tabel 4.5 Indeks skor Pemusatan (Analisis Faktor) Sektor Pertambagan Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara

Kabupaten/Kota Aspal Batu Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batu pasir Pasir Tembaga Marmer
pasir, gamping besi kuarsa
kerikil
Buton 1,92 1,71 0,49 1,34 0,64 0,32 0,76 1,26
Buton Utara 1,76 0,62 0,23 0,93 028 0,42 1,17
Kolaka 0,54 0,29 1,53 0,81 2,36
Konawe 0,63 1,86 0,52 0,38 1,88
Konawe 0,82 0,47 1,91 1,55
selatan
Konawe Utara 0,69 1,02 0,53 1,08 0,72
Bombana 0,28 1,63 0,48 1,83 2,71 0,65 0,65
Kolaka Utara 1,10 0,21 1,75 0,91 0,34
Muna 0,61 0,89 0,72 1,72
Bau-Bau 0,32 0,83
Lintas 0,76 1,99 1,01
Kabupaten
Kontrak Karya 0,33 1,06
Sumber : Hasil penghitungan

Dari dalam Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan struktur

basis komoditas dari setiap daerah di Sulawesi Tenggara, hal ini terlihat dari nilai
skor faktor yang dihitung. Buton, Muna dan Buton Utara yang berada dalam satu

pulau dengan ciri khas tambang aspal dan batugamping yang memiliki potensi
untuk diusahakan karena nilai skor faktornya lebih besar dari satu. Komoditas

tambang lain yang memiliki peluang untuk diusahakan di Buton adalah sirtu dan
mangan. Komoditas nikel merupakan komoditas yang tersebar seluruh daerah dan

40
daerah yang memiliki prospek untuk mengembangkan usaha nikel antara lain

Kolaka, Konawe Selatan, Konawe Utara, Bombana, Kolaka Utara dan lintas Bombana-
Buton. Kromit secara ekonomi dapat diusahakan di daerah Konawe, Konawe Utara,

Bombana dan Kolaka Utara. Emas komoditas yang memiliki prospek untuk
diusahakan di empat daerah yaitu Konawe, Konawe Selatan, Bombana dan lintas

Kolaka-Konawe Selatan. Potensi lain yang memiliki prospek untuk diusahakan


adalah pasir kuarsa, komoditas tersebut dapat diusahakan daerah di Kolaka, Muna,
Bombana dan Konawe.

4.3 Perkembangan Pengusahaan Tambang di Sulawesi Tenggara Saat ini dan


Prospeknya

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia memiliki


sumberdaya alam yang cukup besar, seperti nikel, aspal, mangan dan lain-lain.
Tidak kurang dari 309 perusahaan yang telah memiliki izin usaha pertambangan

(IUP) untuk berbagai komoditas tambang, 65% IUP diantaranya masih melakukan
tahap eksplorasi sedangkan 35% IUP lainnya sudah berproduksi. Ada tiga daerah
yang paling banyak memiliki IUP yaitu Kabupaten Bombana sebanyak 76 IUP,
disusul Konawe Utara 66 IUP dan Buton 61 IUP (Tabel 4.4). Nikel merupakan
komoditas yang paling diminati oleh para penanam modal, karena dari 309 IUP
yang tercatat ternyata 160 IUP (51,78%) bergerak di bidang pertambangan nikel,
kemudian emas 59 IUP dan Aspal 56 IUP.

Berdasarkan data dari Dinas pertambangan dan energi Sulawesi Tenggara


tahun 2011 (Tabel 4.5), luas wilayah IUP saat ini sudah mencapai 741.074 Ha (atau

7.411 Km2), berarti sudah 19,43% dari luas daratan Sulawesi Tenggara (38.140 km2)
dimanfaatkan untuk penambangan. Daerah yang paling luas digunakan untuk

penambangan adalah Konawe Utara (219.055 Ha) dan Bombana (164.445 Ha).
Apabila dilihat dari Tabel 4.7 seluruh daerah di Sulawesi Tenggara terdapat
perusahaan penambangan.

41
.

Tabel 4.6 Jumlah IUP menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2011

Batu
pasir
Kabupaten/Kota Aspal pasir, Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping Tembaga Marmer Jumlah
besi
kerikil
Buton 42 3 1 10 5 61
Buton Utara 13 13
Kolaka 29 1 30
Konawe 4 2 6
Konawe selatan 18 2 20
Konawe Utara 1 64 1 66
Bombana 4 17 53 1 1 76
Kolaka Utara 5 23 1 1 30
Muna 1 1
Bau-Bau 1 1
Lintas Kabupaten *) 1 2 3
Kontrak Karya 1 1
Lintas Prov Sultra-
Sulteng 1 1
Jumlah 56 3 15 10 160 1 59 1 2 1 1 309
Sumber :
 Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
 Dinas Energi dan Sumber Daya MineralSulaesi Tenggara (2011)
Keterangan :
Nikel lintas Bombana – Buton
Emas lintas Kolaka – Konawe Selatan
.

42
Tabel 4.7 Luas IUP (Ha) menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2011

Kabupaten/Kota Aspal Batu Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping pasir Tembaga Marmer Jumlah
pasir, besi
kerikil
Buton 39.442 11 521 10.892 4.866 55.732
Buton Utara 24.682 24.682
Kolaka 27.393 300 27.693
Konawe 5.716 76.030 81.746
Konawe selatan 20.849 15.584 36.433
Konawe Utara 2.497 188.248 28.310 219.055
Bombana 2.124 30.317 131.306 695 3 164.445
Kolaka Utara 1.979 31.248 2.000 45 35.272
Muna 5.200 5.200
Bau-Bau 1.796 1.796
Lintas Kabupaten * 3.084 6.429 9.513
Kontrak Karya 35.537 35.537
Lintas Prov Sultra-Sulteng 43.970 43.970
Jumlah 69.324 11 12.837 10.892 387.308 300 229.349 28.310 2.695 3 45 741.074
Sumber :
 Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
 Dinas Energi dan Sumber Daya MineralSulaesi Tenggara (2011)
Keterangan :
*Nikel lintas Bombana – Buton
*Emas lintas Kolaka – Konawe Selatan

43
IUP yang paling luas penggunaan lahannya adalah komoditas tambang

nikel, luasnya mencapai 387.308 Ha, disusul emas seluas 229.349 Ha.

1) Aspal
Buton merupakan penghasil aspal terbesar di dunia, namun kebaradaannya

saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, hal ini terlihgat dari perkembangan
produksi yang masih sangat rendah. Rendahnya tingkat produksi disebabkan oleh
kurangnya permintaan baik dari dalam maupun luar negeri, padahal IUP yang sudah
dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebanyak 56 IUP. Rendahnya tingkat produksi
dapat dilihat di dalam Gambar 4.1, data statistik menunjukkan bahwa produksi aspal
pada tahun 2010 tercatat sebesar 52.834 ton, naik sebesar 32,73% dibandingkan
dengan tahun 2008. Perkembangan produksi aspal Buton (asbuton) menunjukkan

perkembangan yang fluktuatif, namun selama kurun waktu 2007 – 2010 produksinya
mengalami kenaikkan yang sangat signifikan yaitu sebesar 59,70% per tahun.
Tenaga kerja yang mampu diserap oleh kegiatan penambangan aspal dari lima
perusahaan yang tercatat di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Buton
tahun 2011 paling sebanyak 620 orang.

Gambar 4.1 Produksi Aspal Buton, 2007 - 2010 (Ton)

56,584
52,834

39,807

20,500

2007 2008 2009 2010


Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Buton

44
Pemasaran aspal Buton (Asbuton) dalam negeri saat ini hanya untuk

memenuhi permintaan dari Lampung dan Surabaya. Pada tahun 2011, PT. Sarana
Karya salah satu perusahaan aspal saat ini telah menerima permintaan dari Cina

sebanyak 6 juta ton, yang harus dipenuhi hingga tahun 2013. Poduk aspal yang
dihasilkan oleh PT. SAKA untuk memenuhi permintaan Cina adalah dalam bentuk

yang sudah diolah, hal ini sesuai dengan peraturan daerah tahun 2007 yang
melarang ekspor aspal dalam bentuk curah.
Berdasarkan hasil survei Direktorat Energi dan Sumber Daya Mineral
Bandung, cadangan aspal Buton yang terukur diperkirakan mencapai 650 juta ton
dari sejumlah 2 miliar ton. Sejak ditambang hingga saat ini, aspal Buton yang telah
dieksploitasi baru 3,4 juta ton. Rendahnya permintaan aspal Buton antara lain
disebabkan oleh kualitas dan teknologi pengolahan aspal juga karena bersaing

dengan aspal dari kilang minyak bumi.


Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas asbuton terus dilakukan yaitu
dengan mencampur aspal panas dengan bahan tambah Asbuton (BGA), campuran
dingin aspal emulsi dengan bahan tambah Asbuton (BGA) perkerasan jalan
campuran beraspal panas asbuton (BGA) yang diremajakan,campuran ebraspal
panas asbuton Lawele dan dengan lapis penetrasi mastic asbuton (asbuton Lawele)
(Hermadi, 2011). Metode tersebut telah diterapkan di Gorontalo dan Muna (Sulawesi
Tenggara). Teknologi tersebut di atas memberikan harapan baru terhadap
optimisme perkembangan permintaan asbuton di masa mendatang, sehingga

produksi asbuton akan meningkat.


Pemerintah perlu untuk segera meningkatkan produksi serta pemanfaatan

aspal Buton (asbuton). Selain memiliki banyak kelebihan, juga karena dalam
beberapa tahun terakhir, aspal minyak mengalami kenaikan seiring harga minyak

dunia yang semakin mahal. Di samping itu, perkembangan teknologi pengolahan


minyak bumi juga semakin maju, sehingga jumlah residu berupa aspal yang
dihasilkan semakin kecil hal tersebut akan menyebabkan harga aspal minyak akan

semakin mahal. Dalam sepuluh tahun, jumlah panjang jaringan jalan beraspal terus
bertambah dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 3,53% per tahun. Oleh karena itu,

45
material aspal merupakan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan jaringan jalan

di Indonesia. Pada tahun 2011, kebutuhan aspal untuk penyelenggaraan jaringan


jalan tersebut adalah sekitar 1,25 juta ton. Kemampuan dalam negeri untuk

memasok kebutuhan aspal tersebut masih terbatas, yaitu sekitar 690 ribu ton,
sisanya sebesar 560 ribu ton diharapkan dapat dipenuhi melalui impor. Sebagian

besar (lebih dari 90%) pasokan aspal tersebut berupa aspal minyak. Tentunya
kebutuhan aspal tersebut akan terus bertambah seiring dengan program
percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah.
Inovasi teknologi pengolahan aspal terus berkembang dan diharapkan
pengolahan asbuton akan lebih efisien hingga mampu bersaing dengan
penggunaan aspal minyak yang mulai langka dan mahal. Penggunaan asbuton
sebagai komponen utama aspal telah dapat digunakan dalam metode/bentuk hot

mix, cold mix, dan lapen. Sementara itu, produk modifier asbuton telah diterapkan
di beberapa negara, seperti China dan Myanmar, serta telah terbukti memberikan
kualitas hasil terbaik. Bahkan aplikasinya telah dilakukan untuk kelas jalan tingkat
tinggi (high performance pavement) di negara-negara tersebut.
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam upaya
pengembangan industri asbuton di antaranya adalah regulasi dan penataan konsesi
pertambangan dalam rangka penyusunan skema investasi dalam skala industri.
Selain itu, juga diperlukan dukungan jaminan pemasaran berupa kebijakan dari
pemerintah serta jaringan distribusi yang baik. Transportasi kapal untuk distribusi

asbuton dari Buton ke berbagai daerah di Indonesia juga masih terbatas dan hanya
mampu menjangkau kota-kota besar di Indonesia, sehingga pemesanan hanya

dapat dilakukan dalam jumlah besar (www.bpksdm.pu.go.id, 2011).


Pada tahun 2005, Jawa Barat pernah memanfaatkan Asbuton untuk jalan di

beberapa daerah dengan menggunakan pola Lapis Penentrasi Macadam Asbuton


(LPMA). Metode tersebut telah berhasil dilaksanakan di antaranya : Kuningan,
Subang, Ciamis, Cirebon, Majalengka, Bogor, Sumedang dan terbukti dapat

menghemat anggaran biaya pembangunan dan pemeliharaan jalan antara 20-30%.


(http://asbutonglobalindo. blogspot.com/2007, 2011).

46
Prospek asbuton didukung pula dengan diterbitkannya Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 35/PRT/M/2006 tentang Peningkatan Pemanfaatan


Asbuton, sehingga pemerintah harus memudahkan distribusi aspal buton ke

daerah-daerah melalui intensifikasi bagi produsen dan pengguna, termasuk


pemerintah daerah (http://www.waspada.co.id, 2011).

2) Nikel
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kegiatan penambangan nikel adalah

kegiatan penambangan yang paling banyak diminati oleh para penanam modal dan
yang paling luas cakupan penggunaan lahannya. Hal ini bisa dimaklumi mengingat
permintaan nikel dunia saat ini sangat tinggi dan harganya yang terus mengalami
kenaikkan, nikel digunakan untuk bahan campuran dalam industri besi baja agar
kuat dan tahan karat.
Di samping itu, komoditas ini memiliki cadangan yang cukup besar dan
menyebar di seluruh beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.2).
PT. Antam Tbk dan PT. Inco Tbk adalah dua perusahaan yang sudah sejak lama
mengelola nikel, sehingga kedua perusahaan tersebut memiliki tanggungjawab

sosial, ekonomi dan lingkungan terhadap daerah penambangan dan sekitarnya.


Selain dua perusahaan besar tersebut, terdapat banyak perusahaan-perusahaan
kecil pemegang IUP yang melakukan penambangan kemudian dijual (ke Cina) masih
dalam bentuk bijih tanpa melalui pengolahan/pemurnian terlebih dahulu.

Perkembangan pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara saat ini menunjukkan


peningkatan yang tinggi, penambangan dilakukan secara besar-besaran karena

pada tahun 2014 ekspor dalam bentuk bijih akan dihentikan. Dikhawatirkan apabila
hal ini terus berlangsung, maka pada tahun 2014 nanti sudah tidak ada lagi
cadangan nikel yang tersisa.

Untuk mencegah ekspor dalam bentuk bijih maka harus dibangun pabrik
pengolahan nikel di daerah ini untuk menampung kesulitan pemegang IUP menjual

bijih nikel. Salah satu material yang digunakan dalam pengolahan bijih nikel adalah
batu kapur yang bisa didatangkan dari Buton yang cadangannya cukup melimpah.

47
Perkembangan ekspor bijih nikel dan feronikel Sulawesi Tenggara

berfluktuatif dan sangat tergantung dari permintaan dunia, hal ini dapat dilihat
dalam Tabel 4.6 dimana perubahan ekspor berubah setiap tahun. Puncak kenaikan

terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 60,30%, memasuki tahun 2010
perlahan menurun walaupun masih positif. Secara umum, laju pertumbuhan ekspor

nikel selama sepuluh tahun terakhir mengalami kenaikkan sebesar 14,81% per
tahun, sedangkan ekspor feronikel naik rata-rata sebesar 18,95% per tahun. Namun
berdasarkan UU No. 4 tahun 2009, ekspor nikel dalam bentuk bijih nikel sudah tidak
diperkenankan lagi. Dengan kata lain nikel dapat di ekspor apabila sudah diolah
menjadi barang jadi atau setengah jadi, sehingga harus dibangun pabrik di dalam
negeri.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Sulawesi Tenggara telah

melakukan kerjasama dengan investor dari luar negeri, yaitu Jillin Horoc NonFerous
Metal Group Cc. Ltd asal Cina untuk membangun kawasan industri pengolahan nikel
di Kabupaten Bombana dan Konawe Utara. Nilai investasi diperkirakan mencapai
US$6 miliar, kapasitas produksi 100.000 ton logam nikel per tahun
(http://www.bisnis.com, 2011) dan bahan baku nikel yang diperlukan sekitar
11.346.154 ton/tahun. Konsumsi listrik yang diperlukan untuk proses produksi
tersebut akan dipasok oleh PT. Billy International yang rencananya akan
membangun pembangkit berkekuatan 600 MW di Bombana.
Perjanjian pembangunan kawasan pengolahan nikel ini merupakan bagian

dari program MP3EI untuk mewujudkan Sulawesi Tenggara menjadi pusat industri
pertambangan nasional untuk nikel, emas dan aspal.

PT Aneka Tambang Tbk (Antam), bersama konglomerasi India, Jindal


Stainless Limited, menandatangani kerja sama pembangunan pabrik peleburan nikel

dan baja tahan karat (stainless steel) di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Jumlah
investasi diperkirakan 700 juta dolar AS, realisasinya baru 1 juta dolar (BPMD Sultra,
2011). Perusahaan tambang BUMN, PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM) membentuk

perusahaan patungan (joint venture) bersama Jindal Stainless Limited untuk


membangun fasilitas peleburan nikel dan stainless steel di Mandiodo, Konawe Utara,

48
Sulawesi Tenggara. Untuk tahap awal proyek ini direncanakan akan memiliki

kapasitas sebesar 20.000 ton per tahun feronikel dan sekitar 250.000 ton per tahun
untuk stainless steel yang sebagian besar berupa high quality stainless steel seri 300.

Berdasarkan rencana survei pasar yang akan dilakukan segera, produk akhir dapat
berupa stainless steel slabs atau stainless steellong products. Selain itu, PT. Antam

akan meningkatkan kapasitas produksi feronikel sebesar 26.000 ton/tahun, kapasitas


raw material yang diperlukan sekitar 2.950.000 ton/tahun. Konsumsi listrik yang
diperlukan untuk proses produksi tersebut sekitar 108 MW yang akan dibangun
oleh PT. Antam sendiri.
Proyek terintegrasi tersebut akan memproses bijih nikel yang berasal dari
konsesi Antam di lokasi Mandiodo yang memiliki kadar nikel rata-rata 1,5%. Selain
fasilitas pengolahan nikel dan stainless steel, pada proyek tersebut akan dilengkapi

dengan pembangkit listrik bertenaga batubara dengan kapasitas 108 MW, sarana
pengolahan air, pelabuhan serta infrastruktur lainnya termasuk sarana perumahan

bagi karyawan.
Sedangkan PT. Inco merencanakan pabrik pengolahan nikel hidroksida di
Pomalaa, Kabupaten Kolaka, kapasitas produksi 48.800 ton per tahun dengan bahan

baku bijih nikel 5.536.923 ton.

49
Tabel 4.8 Perkembangan Produksi, Ekspor dan Impor Bijih Nikel dan Feronikel Indoensia, Tahun 2003 -
2010 (Ton)
Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Produksi :
Bijih Nikel (Ton) 4.395.429 4.095.478 4.080.800 4.353.832 7.112.870 10.634.452 10.847.141 11.635.416
Feronikel (Ton ni) 8.933 7.945 7.338 14.474 18.532 17.566 17.917 18.024
Nikel kasar (Ton ni) 71.211 73.283 77.471 72.780 77.928 73.356 63.548 63.231
Impor (ton) 329 80 309 325 Na - -
Ekspor :
Bijih Nikel (Ton) 3.239.598 3.907.042 4.086.081 4.309.134 6.907.459 8.622.480 9.026.373 10.126.352
Feronikel (Ton ni) 8.855 7.888 6.948 13.389 17.548 17.025 17.928 18.002
Nikel kasar (Ton ni) 71.521 73.575 77.218 72.879 77.838 74.030 67.782 70.927
Sumber : Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panasbumi, 2011
3) Batugamping
Sumber daya batugamping dolomit banyak tersebar di Kabupaten Muna,
Konawe Selatan, Kolaka dan Buton, namun sejauh ini belum banyak investor
menanamkan modalnya pada komonditas ini. Sebagian masyarakat menggunakan

hanya untuk keperluan sendiri seperti untuk pengerasan jalan, sebagai fondasi
rumah, pagar rumah yang disusun tanpa bantuan pengeras lainnya seperti semen.
Padahal batugamping dapat diolah untuk berbagai keperluan di dalam industri yang
memiliki nilai ekonomi dan dapat meningkatkan nilai tambah.
Batugamping apabila diolah menjadi kapur tohor atau kapur padam dapat
dimanfaatkan oleh oleh berbagai industri, antara lain :
 dalam bidang kimia, untuk netralisasi, koagulasi, pembasaan, dehidrasi dan
absorpsi;
 di bidang konstruksi untuk stabilisasi tanah, adukan tembok, plester, bata pasir-

kapur, kapur-pozolan, kapur-terak blast furnace, kapur-tepung bata


merah/genting, semen, bahan baku keramik dan lain-lain;
 di bidang pertanian untuk pengapuran tanah-dasar tambak-tambak ikan, bahan

pupuk, industri kelapa sawit;


 di bidang kesehatan pasta gigi, kosmetik, pembuatan soda abu;

 untuk penanggulangan pencemaran lingkungan : menghilangkan belerang


dalam gas buang cerobong asap industri melalui sistem pencucian gas (gas-

stack scrubbing system), mengendapkan berbagai produk dalam air limbah

50
industri dan rumah tangga, pengolahan air untuk industri dan rumah tangga,

netralisasi limbah padat industri;


 sebagai bahan imbuh (flux) dalam reduksi bijih besi dan juga bahan imbuh

untuk peleburan (smelting) logam-logam bukan besi.

Produk lain dari kapur adalah kalsium karbonat presipitat (PCC) yang

memiliki kemurnian tinggi, berukuran butir lebih halus, kristalin dengan permukaan
padat dan halus, serta lebih putih yang umum digunakan untuk bahan pengisi
kertas, karet, plastik, cat, pemutih, penyebar warna (pigment extender) kualitas baik.
Untuk kertas berfungsi pula sebagai bahan pelapis (coating).

Mengingat banyaknya manfaat batugamping dalam kehidupan manusia,


apalagi jika komoditas ini telah diproses menjadi kapur tohor. Salah satu perusahaan
pertambangan nikel terbesar di Sulawesi Tenggara yang menggunakan kapur

sebagai bahan tambahan adalah PT. Antam Tbk. Batu kapur sebagai bahan
tambahan ini berfungsi untuk mengikat abu kokas dan batuan ikutan hingga
menjadi terak yang dengan mudah dapat dipisahkan dari logam. Jumlah batu kapur
yang dibutuhkan untuk proses pengolahan nikel ini diperkirakan sebesar 192.469
ton per tahun.
Berikut ini adalah cara-cara memproses batugamping menjadi kapur tohor dan
kapur padam, perhitungan ekonominya dapat dilihat dalam Lampiran B.
Proses pembuatan kapur tohor (quicklime, CaO)

Kapur tohor dibuat melalui proses yang relatif sederhana yang disebut
kalsinasi (calcination), yaitu pembakaran batu kapur di dalam suatu tungku

pembakaran (kiln) pada suhu 900-1.000OC. Pada pembakaran batu kapur pada suhu
tersebut di atas, terjadi penguraian (dissosiation) batu kapur (CaCO3) menjadi kapur

tohor (CaO) dan gas CO2, menurut reaksi:


CaCO3 = CaO + CO2 ∆ H900C = + 15,5 kkal.
Reaksi ini merupakan reaksi dapat balik (reversible) bersifat endoterm, yaitu

membutuhkan panas. Dibutuhkan panas sekitar 770 kkal untuk setiap 1 kg CaO
yang diproduksi.

51
Kapur padam dibuat dengan mereaksikan CaO hasil kalsinasi batu kapur

dengan air (H2O), sehingga terbentuk senyawa kalsium hidroksida Ca(OH)2. Proses
ini disebut juga hidratasi. Pada hidratasi CaO terjadi reaksi kimia sebagai berikut :

CaO + H2O => Ca (OH) 2 ∆ H = - 15,9 kkal


Reaksi ini eksotermis, dengan dilepaskan sejumlah panas selama reaksi

berlangsung. Sebagaimana telah diutarakan, setiap 1 kg CaO akan mengeluarkan


panas sebesar 284 kkal.
Proses pembuatan kapur tohor dilakukan dalam beberapa tahap sebagai
berikut (Edi Herianto, Pengembangan Industri Kapur di Kalimantan Timur, Puslit
Metalurgi-LIPI, Puspitek Serpong, Semiloka Nasional Metalurgi 2003, Jakarta, 2003) :
a. Preparasi bahan
Preparasi bahan dilakukan untuk membuat batu berukuran sama atau

homogen (10 – 15 cm) serta ukuran kayu maksimal 60 cm, agar baik dalam segi
pengumpanan batugamping ke dalam tungku maupun proses kalsinasi akan lebih
baik dan merata.

b. Pengumpulan batugamping
Pengumpanan batu gamping dari atas dan pengeluaran produk dari bawah
tungku kalsinasi dilakukan secara manual.

c. Kalsinasi

Proses kalsinasi batu gamping di dalam tungku dilakukan pada suhu 9000C
– 10000C, dengan waktu tinggal di dalam tungku sekitar 6 jam.

d. Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada produk kapur tohor yangtelah jadi, agar

dihasilkan serbuk kapur tohor atau lebih dikenal dengan kapur padam.
e. Pengepakan
Kapur tohor yang sudah menjadi serbuk lalu dimasukan ke dalam karung

dengan berat masing-masing 25 – 40 kg.

52
Penentuan lokasi pabrik harus berdasarkan pertimbangan dari berbagai

aspek seperti infrastruktur jalan, jarak, lokasi pasar dan lain-lain agar menghasilkan
biaya produksi dan biaya distribusi yang minimal. Selain itu, apabila melihat potensi

batugamping di Sulawesi Tenggara ternyata cukup besar, upaya lain dalam


mendukung pengembangan wilayah adalah dengan menggagas membangun satu

kawasan industri semen di sekitar Poleang atau Poleang Timur (Bombana) karena
selain batu gamping sebagai bahan baku utama juga terdapat pasir kuarsa, tanah
liat serta ketersediaan lahan dan air. Upaya-upaya tersebut tiada lain untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan peningkatan
pertumbuhan ekonomi.

4) Pasir Kuarsa dan Kegunaannya

Pasir kuarsa pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri ataskristal-
kristal silika (S i O 2 ) dan mengandung senyawa p e n g o t o r y an g t e r b a w a
s e l am a p r o s e s p e n g e n d ap an . P as i r kuarsa juga dikenal dengan nama pasir
putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama,
seperti kuarsa dan feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan
t e r b aw a o l e h ai r at au an g i n y an g t e r e n d ap k an d i t e p i -t e p i sungai,
danau atau laut. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2,Fe 2 O 3 ,
A l 2 O 3 , T i O 2 , CaO , M g O , d a n K 2 O , b e r w ar n a p u t i h bening atau warna
lain bergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), berat

jenis 2,65, titiklebur 171500C, bentuk kristal hexagonal, panas sfesifik 0,185, dan
konduktivitas panas 120 – 10000C (http://www.scribd.com, 2011). Penyebaran pasir

kuarsa di Sulawesi Tenggara cukup luas, lokasinya berada di Tengketada dan Oko-
oko (Kolaka), Wanseriwu (Muna), Betumea, Tumbutumbu Jaya, Bobolio dan

Langara/Wangonii (Konawe), Waemputtang dan Ranokomea (Bombana).


Di Kolaka, potensi pasir kuarsa sekitar 3,3 juta m 3 yang sudah di survey
pada area 230 km2 di Kecamatan Watubangga. Kegiatan penambangan pasir kuarsa

telah dilakukan oleh PT. Gasing Sulawesi dengan luas IUP 186,25 Ha serta perkiraan
produksi 150.000 ton/th. Pasir kuarsa ini dikirim ke PT. Inco Tbk di Soroako Sulawesi

53
Selatan sebagai bahan pendukung untuk memenuhi kebutuhan dalam proses

pengolahan biji nikel menjadi nikel matte. Analisa kimia menunjukan bahwa
kandungan SiO2 diantara 97% dan 98% (bersih), material ini memiliki kualitas yang

cukup tinggi.

Dalam kegiatan industri, penggunaan pasir kuarsa sudah berkembang


meluas, baik langsung sebagai bahan baku u t am a m au p u n b ah an
i k u t an . Se b ag ai b ah an b ak u u t am a, misalnya digunakan dalam industri
gelas kaca, semen, tegel, m o s a i k k e r a m i k , b a h a n b a k u f e r o s i l i k o n ,
silikon carbide bahan abrasit (ampelas dan sand blasting). Sedangkan
s e b ag a i b ah an ikutan, m i s al d al am industri cor, industri
perminyakan dan pertambangan, bata tahan api (refraktori) dan lain

sebagainya.

Spesifikasi pasir kuarsa untuk berbagai industri adalah sebagai berikut :


 Industri gelas/kaca, SiO2>98,50%, Fe2O3 dan Al2O3<0,30%, ukuran butir<20
mesh, >200 mesh (Tabel 4.9). Batas maksimum dari kandungan oksida besi
adalah sbb: untuk gelas optik 0,005-0,008%, untuk gelas flint dan soda-lime
0,05-0,02%, untuk gelas jendela atau botol putih 0,2-0,5 %, untuk gelas plat 0,1-
0,2%. Senyawa kromium tidak dibutuhkan, karena akan memberi pengaruh
terhadap warna Industri semen, pasir kuarsa merupakan bahan imbuh sebagai

pengontrol kandungan silika aktifnya, kadar SiO2  21,30%.


 Industri bata tahan api, kuarsa merupakan bahan utama pada pembuatan bata

tahan api dengan spesifikasi: SiO2>95%, Al2O3<1%, K2O dan Na2O<3%. Jenis
silika yang ideal adalah kuarsa dengan ukuran butir yang halus (ukuran butir

>0,18mm, <3,35mm) yang mengandung sedikit nonkristalin flint atau silika jenis
kalsedonik.
 Industri pengecoran logam, SiO2>90%, Na2O+K2O<2%, Fe2O3>1,5%, ukuran

butir <30 mesh, >200 mesh, bentuk butiran sub-angular.

54
 Pembuatan ferosilikon dan silikon karbid, SiO2>98%, oksida besi <0,3% dan

bebas dari pirit (sulfida besi).


 Listrik dan optik, kuarsa yang diperlukan untuk kegunaan listrik dan optik adalah

kuarsa kristal dengan mutu tinggi. Untuk keperluan ini dibutuhkan kuarsa jernih,
bebas dari deep optical, retak, gelembung udara.

 Industri keramik, kuarsa digunakan terutama untuk gerabah putih dan enamel,
dalam istilah perdagangan disebut flint.
 Serat gelas, kuarsa merupakan bahan utama pada pembuatan serat gelas,
karena silika merupakan unsur yang paling tinggi kandungannya (>52,4% selain
boric acid, alumina dan kapur).
 Abrasif, kuarsa yang digunakan sebagai bahan abrasif adalah kuarsit, flint, bath
brick, batu apung rottenstone, tripoli, diatome, kuarsa yang digerus dan pasir

silika.

Tabel 4.9 Syarat kimia pasir kuarsa untuk bahan gelas

% SiO2 % Fe2O3 %Cr2O3 %CaO + MgO


Jenis gelas
(min) (maks) ( maks) (maks)
Mutu pertama (gelas optik,
untuk instrumen, alat kristal 99,8 0,1 0,002 0,10
berat
Mutu kedua (gelas untuk barang
pecah belah, alat listrik, 98,5 0,5 0,035 0,2
kontainer)
Mutu ketiga (flint glass) 95,0 4,0 0,035 0,5
Mutu keempat (gelas dipoles, di-
98,5 0,5 0,06 0,5
roll dan lembaran)
Mutu kelima 95,0 4,0 0,6 0,5
Mutu keenam (gelas hijau,gelas
98,0 0,5 0,3 0,5
jendela)
Mutu ketujuh (gelas hijau) 95,0 4,0 0,3 0,5
Mutu kedelapan(gelas amber) 98,0 0,5 1,0 0,5
Mutu kesembilan (gelas amber) 95,0 4,0 1,0 0,5

55
Tabel 4.10 Mutu pasir silika untuk gelas tidak berwarna

% Silika % Fe2O3 %TiO2 %Cr2O3 %Al2O3


Mutu
(maks) (maks) (maks) (maks) (maks)
A 99,5 0,008 0,030 0,0002 (i)
B 99,5 0,013 0,0002 (i)
C 78,5 0,030 0,0006 (i)
(i) Batas maksimum, jika diperlukan sesuai perjanjian pembeli dan penjual

Pengolahan
Pada dasarnya, pengolahan pasir kuarsa dimaksudkan untuk
menghilangkan mineral-mineral pengotor, sehingga kadar SiO2 meningkat (Gambar
4.2). Selain itu, pengolahan juga dilakukan sesuai dengan kebutuhan, misalnya untuk
gravel pack pada pemboran minyak bumi yang memerlukan pasir kuarsa berukuran

tertentu dan berbentuk bulat. Untuk pasir cetak dalam pengecoran logam kadang-
kadang tidak memerlukan pengolahan. Industri kaca/gelas memerlukan kadar SiO2
yang tinggi. Untuk industri cat, filler, memerlukan penggilingan agar diperoleh
ukuran butir yang sangat halus.

56
57
Pengolahan dengan cara flotasi

Untuk mendapatkan kuarsa dengan mutu tinggi (biasanya sebagai bahan


baku pada pabrik gelas) diolah dengan cara flotasi, meskipun biaya proses ini relatif
mahal. Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bagan alir proses pengolahan kuarsa dengan

cara flotasi. Reagen flotasi yang digunakan adalah sebagai berikut: fuel oil, asam
sulfonat, pine oil, petroleum sulfonic tergantung pada jenis pengotornya (oksida-

oksida). Bila oksidanya besi dalam bentuk sulfide, digunakan xantat sebagai
aktivator dengan pH regulator asam sulfat.

58
Pada pengolahan dengan cara flotasi diharapkan produk hanya

mengandung oksida besi 0,01-0,02% dengan recovery sebesar 95%. Grinder yang
digunakan umumnya menggunakan pelapis silikon atau keramik dan bola-bolanya.

Bola-bola tersebut adalah bola keramik dengan densitas tinggi. Sel flotasi
umumnya terdiri atas bahan tahan korosi dan tahan asam dilengkapi dengan

circular wood tank dengan poros dan propeller dilapisi karet.

5) Kromit

Kromit merupakan salah satu jenis mineral yang berkomposisi kimia Fe


Cr2O3 dan ternyata memiliki nilai strategis, karena mineral tersebut berasal dari
ektrasi mineral dan sangat di butuhkan dalam perkembangan industri-industri :
rekayasa, pesawat terbang, ruang angkasa dan kemiliteran serta industri hi-tech
lainnya. Oleh karena mineral tersebut memiliki nilai yang strategis, maka sangat

perlu di kembangkan dan diteliti lebih rinci terutama di daerah-daerah yang


kemungkinan adanya endapan mineral-mineral tersebut (Hasan, 1998). Kromit yang
sering di jumpai di beberapa daerah di Indonesia ini hadir sebagai endapan primer
dan endapan sekunder. Endapan primer ini dapat ditafsirkan berasal dari proses

kristalisasi satu fase kromit dari suatu massa magma yang bersifat basa sedangkan
endapan sekunder merupakan hasil proses pelapukan batuan yang mengandung

kromit. Ditinjau dari penggunaannya jenis ini dikenal sebagai kromit metelurgi,
refraktori dan kromit kimia. Pengolahan kromit ini terutama di dasarkan kepada sifat
fisik yaitu memisahkan mineral kromit dari mineral-mineral ikutan lainnya yang

disebut "gangue minerals’’. Sifat fisik yang di maksud adalah gaya berat, medan
listrik dan medan magnet.

4.4 Prospek Investasi Pengusahaan Sektor Pertambangan


Sulawesi Tenggara memiliki keunggulan komparatif sekaligus kompetitif
untuk kegiatan investasi pertambangan mengingat letaknya yang strategis

ditengah-tengah Indonesia sehingga akan menjadi pintu gerbang sekligus berfungsi

59
sebagai jembatan hubungan antara kawasan barat dengan timur Indonesia. Jumlah

investasi asing sektor pertambangan pada tahun 2010 (Gambar 4.4), tercatat
sebesar US$123,465 triliun turun sebesar 6,69% dibandingkan dengan tahun 2009

(U$ 132,32 triliun). Sebagian besar investor menanamkan modalnya pada kegiatan
yang menunjang kegiatan pertambangan, seperti peralatan tambang, mesin dan

lain-lain. Sebagian lainnya investor menanamkan modalnya pada penambangan


nikel, emas, pera, batubara dan kromit. Ada pula yang berencana untuk mendirikan
pabrik pengolahan logam besi dan baja dasar, yaitu PT. Antam-Jindal Stainless
Indonesia di Konawe Utara dan PT. Asia Crown di Kendari. Jumlah tenaga kerja
dalam negeri yang akan terserap diperkirakan sekitar 7.792 orang dari berbagai
keahlian dan kompetensi (Tabel 4.9). PT. Mineral Energy Indonesia Stone asal
Hongkong/Cina adalah perusahaan yang paling besar menanamkan modalnya di

Sulawesi Tenggara, yaitu US$132,25 miliar. Perusahaan ini bergerak dalam bidang
penambangan onik/marner.
Tahun 2007 – 2010, nilai investasi dalam negeri di Sulawesi Tenggara
diperkirakan mencapai Rp1,59 triliun (BPMD, 2011), diantaranya untuk kegiatan
penambangan nikel, pembangkit listrik (di Kolaka) dan pembangunan industri
pengolahan nikel (Gambar 4.5).
Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan
lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak
swasta. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat

kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik


bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat daerah.

Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu
perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah.

Modal pembangunan yang penting selain keuangan daerah dan investasi


adalah sumber daya manusia dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat sehingga

akan mempercepat pembangunan daerah karena rasa kepemilikan yang lebih besar
terhadap daerah. Hasil yang dicapai dalam pembangunan juga akan lebih cepat

60
dirasakan untuk daerah sendiri sehingga nantinya dapat merangsang kesadaran

masyarakat membangun wilayah lokal masing-masing. Untuk mendukung


pelaksanaan pembangunan memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas di

samping terpenuhinya kuantitas permintaan tenaga kerja.

140,000 132.317
123.465
120,000
Nilai Investasi (Juta US$)

100,000

80,000

60,000

40,000

20,000
708 51
-
2007 2008 2009 2010
Gambar 4.4 Perkembangan Investasi Asing di Sektor Pertambangan, 2007 -
2010 (Juta US$)

Adapun keunggulan untuk berinvestasi di bidang sektor pertambangan


Sulawesi Tenggara, antara lain :
1. Posisi yang strategis secara ekonomi sehingga berperan sebagai pusat
pelayanan angkutan udara dan laut di Kawasan Timur Indonesia dan Pusat

pelayanan jasa perdagangan, industri serta perbankan.


2. Wilayah yang relatif aman bagi kegiatan investasi di Indonesia, dimana gejolak
masyarakat dan komunitas buruh relatif rendah.
3. Keanekaragaman potensi sumberdaya alam dan ketersediaan infrastruktur

wilayah yang memadai bagi kegiatan investasi.


4. Kawasan Timur Indonesia sebagai pasar potensial yang belum termanfaatkan

secara maksimal.

61
5. Komitmen Pemerintah Daerah yang sangat kuat dalam memberikan

kemudahan bagi Investor.


6. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas.

7. Ketersediaan lahan yang masih luas dan relatif murah.

Gambar 4.5 Nilai Investasi Sektor Pertambangan dalam Negeri ,


2007 - 2010 (Miliar Rp.)

3,500 3.088
Nilai Investasi PMDN (Miliar Rp.)

3,000
2,500
2,000 1.574
1,500
1,000
74 15 20
500
0
PT. PBI PT. NP PT. CASH PT. ABUKI PT. KONUT
Listrik JSI SEJATI

4.5 Dukungan Infrastruktur Energi

Masyarakat Sulawesi Tenggara menggunakan tenaga listrik atau


penerangan listrik pada umumnya diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN),
sedangkan masyarakat pedesaan yang tidak terjangkau dengan jaringan listrik dari
PLN menggunakan tenaga listrik non PLN dan lampu minyak tanah. Kebutuhan

tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara dipasok oleh beberapa sistem terisolasi,
yaitu Sistem Kendari, Lambuya, Bau-Bau, Wangi- Wangi, Lasusua, Kolaka, Kassipute,

dan Raha. Dari 8 sistem yang memasok tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara,
6 sistem (Sistem Lambuya, Bau-Bau, Wangi-Wangi, Lasusua, Kassipute, dan Raha),

berada dalam kondisi “surplus”, dan 2 sistem (Sistem Kendari dan Kolaka) berada
pada kondisi “defisit”. Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Tenggara baru
mencapai 38,09% dan rasio desa berlistrik sebesar 95,95%. Adapun daftar tunggu

PLN telah mencapai 24.042 permintaan atau sebesar 34,7 MVA.

62
.

Tabel 4.11 Potensi Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Pertambangan

Batu
pasir
Kabupaten/Kota Aspal pasir, Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping Tembaga Marmer Jumlah
besi
kerikil
Buton 1.050 75 25 250 125 1.525
Buton Utara 325 325
Kolaka 725 26 751
Konawe 101 61 162
Konawe selatan 450 56 506
Konawe Utara 25 1.600 18 1.643
Bombana 100 425 1.325 38 45 1.933
Kolaka Utara 125 575 31 29 760
Muna 25 25
Bau-Bau 28 28
Lintas Kabupaten *) 35 50 85
Kontrak Karya 29 29
Lintas Prov Sultra-
Sulteng 21 21
Jumlah 1.400 75 376 250 4.013 26 1.492 18 69 45 29 7.793
Sumber :
 Bappeda Sulawesi Tenggara (2010)
 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara (2011)
Keterangan :
Nikel lintas Bombana – Buton
Emas lintas Kolaka – Konawe Selatan

63
Salah satu pendukung yang sangat diperlukan dalam membangun kawasan

industri adalah ketersediaan energi, dalam hal ini pembangkit listrik. Setelah
menerbitkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 sebagai landasan dan payung

hukum Program Percepatan 10.000 MW Tahap II, Kementerian ESDM mengeluarkan


Peraturan Menteri ESDM No. 02 Tahun 2010 Tentang Daftar Proyek-Proyek

Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tahap II serta transmisi terkait


(http://www.esdm.go.id/, 2011). Program Percepatan 10.000 MW merupakan salah
satu upaya pemerintah dalam mempersiapkan ketersediaan energi nasional di masa
depan untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan energi untuk industri rata-rata
6,8% per tahun.
Proyek-proyek pembangkit yang dilaksanakan melalui kerjasama antara
PLN dengan pengembang listrik swasta yang akan dibangun di Sulawesi Tenggara

yang merupakan bagian dari proyek percepatan 10.000 MW tahap II dan master
plan pembangunan ketenagalistrika 2010-2016 (Tabel 4.11).
Program pemerintah Sulawesi Tenggara dalam membangun kawasan
industri pertambangan di Sulawesi Tenggara didukung pula oleh partisipasi investor
swasta dalam membangun energi, yaitu PT. Billy International. Pembangkit listrik
yang rencananya akan dibangun berkapasitas 600 MW, lokasinya di Pulau Kabaena
(Kabupaten Bombana). Pembangunan pembangkit ini untuk mendukung kegiatan
pengolahan nikel, rencanaya akan dibangun awal tahun 2012 dan mulai beroperasi
tahun 2014 (http://regionalinvestment.com, 2011).

Kehadiran listrik dan industri pengolahan nikel ini diharapkan dapat


membawa manfaat bagi masyarakat di daerah tersebut terutama dalam membuka

lapangan kerja dan berusaha sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan


ekonomi dan pendapatan masyarakat yang lebih baik.

Potensi Listrik bertenaga Air


Sulawesi Tenggara memiliki beberapa sungai yang melintasi hampir seluruh

kabupaten/kota. Sungai-sungai tersebut pada umumnya potensial untuk dijadikan


sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan industri, rumah tangga dan

64
irigasi. Daerah air sungai (DAS) seperti Konaweho melintasi Kabupaten Kolaka dan

Konawe. Luas DAS tersebut sekitar 7.150,68 km2 dengan debit air rata-rata 200
m3/detik. Wawotobi yang menampung aliran sungai tersebut, mampu mengairi

sawah seluas 18.000 Ha. Selain itu masih banyak dijumpai DAS dengan debit air
yang besar seperti Sungai Lasolo (Konawe), Sungai Roraya di Kecamatan Rumbia

dan Poleang (Bombana), Sungai Wandasa dan Kabangka Balano (Muna), Sungai
Laeya (Kolaka) dan Sungai Sampolawa (Buton).
Tabel 4.12 Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik di Sulawesi Tenggara

Kapasitas Rencana
No Jenis Nama Proyek Keterangan
(MW) COD
1 PLTU Kendari - Nii Tanasa (FTP1) 10 2011 PLN
2 PLTM Rongi 1 2011 PLN
3 PLTU Kendari - Nii Tanasa (FTP1) 10 2011 PLN
4 PLTU Kolaka (FTP2) 10 2012 IPP
5 PLTU Kolaka (FTP2) 10 2012 IPP
6 PLTU Wangi-Wangi 3 2012 PLN
7 PLTU Wangi-Wangi 3 2012 PLN
8 PLTU Raha 3 2012 PLN
9 PLTU Raha 3 2012 PLN
10 PLTU Bau-Bau (FTP2) 10 2013 IPP
11 PLTU Bau-Bau (FTP2) 10 2013 IPP
12 PLTU Kendari Baru I (FTP2) 25 2013 IPP
13 PLTU Kendari Baru I (FTP2) 25 2013 IPP
14 PLTU Bau-Bau (rencana) 10 2014 PLN
15 PLTP Mangolo (FTP2) 5 2014 IPP
16 PLTP Mangolo (FTP2) 5 2014 IPP
17 PLTD Raha 3 2015 PLN
18 PLTU Bau-Bau (rencana) 10 2015 PLN
19 PLTP Lainea 10 2015 IPP
20 PLTP Lainea 10 2015 IPP
Total 176

Sumber :
Kementerian ESDM (2010)

65
Tabel 4.13 Rencana Pengembangan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik di
Sulawesi Tenggara

Rencana
No Dari Ke Tegangan (kV) Panjang (kms)
COD
1
PLTU Kolaka (FTP 2) Kolaka 150 20 2012
2
Malili Lasusua 150 240 2013
3
Lasusua Kolaka 150 270 2013
4
Kolaka Unahaa 150 120 2013
5
Unahaa Unahaa 150 150 2013
6
Kendari Raha 150 170 2013
7
PLTU Kendari (FTP 2) Kendari 150 30 2013
Total 1.050 1.000
Sumber :
Kementerian ESDM (2010)
COD = Cash on Delivery

Tabel 4.14 Rencana Pengembangan Gardu Induk di Sulawesi Tenggara

Rasio
Kapasitas
No Nama Gardu Induk Tegangan Rencana COD
(MVA)
(Kv)
1 Kendari 70/20 30 2011
2 Nii Tanasa 70/20 10 2011
3 Kolaka - (GI Baru) + 2 LB 150/20 30 2012
4 Kendari - (GI Baru 150 Kv) + 2 LB 150/20 30 2012
5 Lasusua - (GI Baru) + 4 LB 150/20 30 2013
6 Kolaka, Ext 4 LB 150/20 4 LB 2013
7 Unahaa - (GI Baru) + 4 LB 150/20 30 2013
8 Unahaa 150/20 30 2013
9 Kendari, Ext 4 LB 150/20 4 LB 2013
10 Kendari - IBT 2X31,5 MVA 150/70 63 2013
11 Raha - (GI Baru) - 2 LB 150/20 30 2013
12 Kolaka 150/20 30 2014
13 Raha 150/20 30 2014
14 Raha 150/20 30 2014
Total 373
Sumber :
Kementerian ESDM (2010)

66
.

Tabel 4.14 Rencana Pengembangan Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Tahun JTM kms JTR kms Gardu MVA

2011 113,1 154,2 13,6


2012 117,1 166,2 15,0
2013 108,4 158,9 15,2
2014 97,5 147,8 14,1
2015 107,5 163,1 15,6
Total 543,6 790,2 73,5

4.6 Konsep Pengembangan Wilayah

Langkah-langkah kebijakan pembangunan pertambangan di Sulawesi


Tenggara dalam kerangka pengembangan wilayah dalam mendukung
pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut :
• Penataan fungsi kawasan hutan melalui perubahan tata ruang wilayah Sulawesi
Tenggara melalui penurunan kriteria sesuai kondisi kawasan hutan saat ini.
• Penataan kembali lahan-lahan konsesi pertambangan untuk menghindari
adanya kepemilikan lahan ganda.

• Mendorong pembangunan industri pengolahan guna memperluas kesempatan


kerja, kesempatan berusaha dan multiplier effect lainnya. Industri-industri yang

memiliki prospek baik tersebut antara pengolahan untuk nikel, mangan,


batugamping, kromit dan aspal.
• Mengembangkan kawasan industri pertambangan nasional sesuai dengan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang


Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI) 2011-2025. Berdasarkan kebijakan tersebut maka Pemerintah Provinsi


Sulawesi Tenggara mencanangkan areal pengelolaan kawasan hutan seluas 481

ribu ha yang akan dimanfaatkan untuk kebutuhan areal pertambangan,

67
pertanian dan perkebunan dalam rangka mewujudkan kawasan industri

pertambangan nasional.

MP3EI diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-


pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan

ini yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan


ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali
potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan
kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya.
Kebijakan pengembangan sektor pertambangan dan penggalian
memperhatikan hal-hal berikut :

- Berorientasi pada kekuatan pasar (market driven), melalui pemberdayaan


masyarakat dan kemitraan;
- Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan usaha sektor
pertambangan;
- Komoditas yang dikembangkan bersifat export base (luar negeri dan antar
pulau) bukan row base.
Prioritas pengembangan usaha sektor pertambangan dalam kerangka
pengembangan wilayah di Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil perhitungan analisis
faktor. Prioritas pengembangan usaha ini berdasarkan pula pada sumber daya yang

dimiliki, tingkat permintaan, manfaat hilir/keterkaitan hilir, nilai ekonomi dan harga.
Pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan ini diwujudkan dalam bentuk

konsep sebagai berikut :


- Emas, nikel, aspal, batugamping, mangan, kromit dan pasir kuarsa adalah

komoditas tambang yang menjadi prioritas utama untuk diusahakan karena


memiliki keterkaitan hilir yang tinggi terhadap sektor industri seperti industri
logam, kaca, konstruksi/bangunan dan lain-lain.

68
- Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih lembar tata guna

lahan disarankan untuk diusahakan dalam mendukung industri pengolahan


tersebut antara lain di Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe

Selatan, Muna, Bombana dan Buton.


- Mengingat besarnya manfaat dari kelima komoditas tersebut perlu dibangun

industri pengolahan dan penentuan lokasi yang dapat dijadikan kawasan


industri tersebut, yaitu di kawasan industri pengolahan mangan, aspal, kapur
dan semen di Buton. Kolaka sebagai kawasan industri pengolahan
pertambangan selain pabrik pengolahan nikel yang sudah ada, di daerah ini
juga dapat dikembangkan sebagai kawasan pabrik pengolahan pasir kuarsa dan
pasir besi (bahan baku dipasok dari Kolaka Utara). Bombana selain sebagai
lokasi pertambangan emas juga disarankan sebagai kawasan industri

pengolahan nikel, pasir kuarsa dan kromit. Konawe Utara disarankan sebagai
kawasan industri pengolahan nikel untuk menampung bahan baku dari wilayah
sekitarnya karena pemilik IUP jumlahnya cukup banyak.
- Hasil pengolahan bahan tambang dari berbagai kawasan tersebut tidak hanya
untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi tersebut, melainkan dapat di jual
ke luar daerah (antar pulau/provinsi) atau ke luar negeri (ekspor). Daerah-
daerah yang kemungkinan sangat membutuhkan pasokan produk hasil
pengolahan komoditas tambang dari Sulawesi Tenggara seperti Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Pulau Jawa. Tujuan ekspor ke luar negeri

antara lain Cina, Korea Selatan, Jepang dan negara Eropa.

69
Tabel 4.15 Konsep pengembangan wilayah Sulawesi Tenggara Berbasis Sektor Pertambangan

Kawasan Kawasan Jenis industri (dasar)


Komoditas Tujuan Perkiraan
pertambanga industri yang dapat Industri hilir
tambang pemasaran kebutuhan listrik
n pengolahan diusahakan
- Pengolahan - Industri baja, IPP : PLTU Bau-
logam stainless steel Bau (3x10 MW)
(feromangan) - Konstruksi/bangun
Mangan,
- Pengolahan an
Buton aspal,
peningkatan - Industri
batugamping
kualitas aspal pengolahan nikel
Sulawesi
- Pengolahan kapur - Industri pertanian
Tenggara,
tohor - Industri kimia
Kabupaten Sulawesi Selatan,
- Pengolahan nikel - Industri PT. Antam Tbk.
Kolaka, Kolaka Gorontalo,
(feronikel) pengolahan nikel (108 MW)
Utara, Konawe Sulawesi Utara,
Nikel, pasir - Stainless steel - Industri logam PT. Inco (125 MW)
Utara, Konawe Kolaka Pulau Jawa dan
kuarsa - Nikel hidroksida dasar di Karebe
Selatan, Muna, luar negeri (Cina,
- Industri semen - Bangunan/konstru (Sulawesi Selatan)
Bombana dan Korea Selatan,
ksi
Buton Jepang, Belgia,
- Pengolahan nikel - Industri logam
Jerman dan
dan kromit dasar
Konawe Utara Nikel, kromit Inggris)
- Pig iron - Industri baja,
stainless steel
- Pengolahan nikel - Industri logam PT. Billy Intl. (600
Emas, kromit, dan kromit dasar MW)
Bombana
nikel - Pengolahan emas - Industri perhiasan
emas

70
71
Tabel 4.9b0 Potensi penerimaan daerah Sulawesi Tenggara dari kegiatan sektor pertambangan (1000 Rupiah)
Kabupaten/Kota Aspal Batu pasir, Kromit Mangan Nikel Oniks Emas Batugamping pasir besi Tembaga Marmer Jumlah
Jenis Penerimaan kerikil
Iuran eksplorasi 197.210 55 2.605 54.460 24.330 - - - - - - 278.660
Iuran eksploitasi 394.420 110 5.210 108.920 48.660 - - - - - - 557.320
PBB 7.494 2 99 2.069 925 - - - - - - 10.589
Buton 599.124 167 7.914 165.449 73.915 - - - - - - 846.569
Iuran eksplorasi 123.410 - - - - - - - - - - 123.410
Iuran eksploitasi 246.820 - - - - - - - - - - 246.820
PBB 4.690 - - - - - - - - - - 4.690
Buton Utara 374.920 - - - - - - - - - - 374.920
Iuran eksplorasi - - - - 136.965 1.500 - - - - - 138.465
Iuran eksploitasi - - - - 273.930 3.000 - - - - - 276.930
PBB - - - - 5.205 57 - - - - - 5.262
Kolaka - - - - 416.100 4.557 - - - - - 420.657
Iuran eksplorasi - - 28.580 - - - 380.150 - - - - 408.730
Iuran eksploitasi - - 57.160 - - - 760.300 - - - - 817.460
PBB - - 1.086 - - - 14.446 - - - - 15.532
Konawe - - 86.826 - - - 1.154.896 - - - - 1.241.722
Iuran eksplorasi - - - - 104.245 - 77.920 - - - - 182.165
Iuran eksploitasi - - - - 208.490 - 155.840 - - - - 364.330
PBB - - - - 3.961 - 2.961 - - - - 6.922
Konawe Selatan - - - - 316.696 - 236.721 - - - - 553.417
Iuran eksplorasi - - 12.485 - 941.240 - - 141.550 - - - 1.095.275
Iuran eksploitasi - - 24.970 - 1.882.480 - - 283.100 - - - 2.190.550
PBB - - 474 - 35.767 - - 5.379 - - - 41.620
Konawe Utara - - 37.929 - 2.859.487 - - 430.029 - - - 3.327.445
Iuran eksplorasi - - 10.620 - 151.585 - 656.530 - 3.475 15 - 822.225
Iuran eksploitasi - - 21.240 - 303.170 - 1.313.060 - 6.950 30 - 1.644.450
PBB - - 404 - 5.760 - 24.948 - 132 1 - 31.245
Bombana - - 32.264 - 460.515 - 1.994.538 - 10.557 46 - 2.497.920
Iuran eksplorasi - - 9.895 - 156.240 - - - 10.000 - 225 176.360
Iuran eksploitasi - - 19.790 - 312.480 - - - 20.000 - 450 352.720
PBB - - 376 - 5.937 - - - 380 - 9 6.702
Kolaka Utara - - 30.061 - 474.657 - - - 30.380 - 684 535.782
Iuran eksplorasi 26.000 - - - - - - - - - - 26.000
Iuran eksploitasi 52.000 - - - - - - - - - - 52.000
PBB 988 - - - - - - - - - - 988
Muna 78.988 - - - - - - - - - - 78.988
Iuran eksplorasi - - - - 8.980 - - - - - - 8.980
Iuran eksploitasi - - - - 17.960 - - - - - - 17.960
PBB - - - - 341 - - - - - - 341
Bau-Bau - - - - 27.281 - - - - - - 27.281
Iuran eksplorasi - - - - 15.420 - 32.145 - - - - 47.565
Iuran eksploitasi - - - - 30.840 - 64.290 - - - - 95.130

63
PBB - - - - 586 - 1.222 - - - - 1.807
Lintas Kabupaten - - - - 46.846 - 97.657 - - - - 144.502
Iuran eksplorasi - - - - 177.685 - - - - - - 177.685
Iuran eksploitasi - - - - 355.370 - - - - - - 355.370
PBB - - - - 6.752 - - - - - - 6.752
Kontrak Karya - - - - 539.807 - - - - - - 539.807
Iuran eksplorasi - - - - 219.850 - - - - - - 219.850
Iuran eksploitasi - - - - 439.700 - - - - - - 439.700
PBB - - - - 8.354 - - - - - - 8.354
Lintas Prov Sultra- - - - - 667.904 - - - - - - 667.904
Sulteng
Iuran eksplorasi 346.620 55 64.185 54.460 1.936.540 1.500 1.146.745 141.550 13.475 15 225 3.705.370
Iuran eksploitasi 693.240 110 128.370 108.920 3.873.080 3.000 2.293.490 283.100 26.950 30 450 7.410.740
PBB 13.172 2 2.439 2.069 73.589 57 43.576 5.379 512 1 9 140.804
SULAWESI 1.053.032 167 194.994 165.449 5.883.209 4.557 3.483.811 430.029 40.937 46 684 11.256.914
TENGGARA

64
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis di dalam Bab 4, dapat diambil beberapa

kesimpulan yang berkaitan dengan pengembangan wilayah berbasis sektor


pertambangan, antara lain :

1) Sumber daya sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara cukup melimpah dan


variatif, namun sampai sejauh ini belum dimanfaatkan secara optimal sehingga

kontribusi terhadap PDRB Sulawesi Tenggara sangat rendah.


2) Komoditas sektor pertambangan yang memiliki peluang untuk diusahakan dan
memiliki prospek untuk dikembangkan adalah emas, aspal, nikel, batugamping,
pasir kuarsa, kromit dan mangan karena memiliki keterkaitan hilir yang tinggi
terhadap industri-industri manufaktur.
3) Penataan ruang wilayah sektor pertambangan yang mengacu pada tata ruang
wilayah Sulawesi Tenggara diharapkan mampu mendorong pemanfaatan ruang

sektor pertambangan yang optimal. Selanjutnya dinamika kegiatan


pembangunan wilayah kabupaten bersifat global yang berwawasan lingkungan,
baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat
secara menyeluruh dan transparansi.
4) Sesuai dengan arahan MP3EI yang menyatakan Sulawesi Tenggara merupakan

salah satu kawasan industri pengolahan sektor pertambangan maka industri


yang sesuai untuk dikembangkan adalah industri pengolahan logam seperti

nikel, kromit dan mangan, industri pengolahan kapur tohor, pengolahan pasir
kuarsa dan industri pengolahan dan peningkatan kualitas aspal.

5) Lokasi industri pengolahan sektor pertambangan di daerah Buton, Kolaka dan


Konawe Utara, karena selain karena memiliki infrastruktur yang mendukung

seperti pelabuhan, jalan dan rencana pembangunan pembangklit listrik.

71
6) Hasil pengolahan bahan tambang dari berbagai kawasan tersebut tidak hanya

untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi tersebut, melainkan dapat di jual


ke luar daerah (antar pulau/provinsi) atau ke luar negeri (ekspor). Daerah-

daerah yang kemungkinan sangat membutuhkan pasokan produk hasil


pengolahan komoditas tambang dari Sulawesi Tenggara seperti Sulawesi

Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Pulau Jawa.

5.2 Saran
1) Selain penyiapan infrastruktur jalan, energi (listrik) merupakan salah satu unsur

pendukung terpenting dalam industri pengolahan sektor pertambangan. Oleh


karena itu perlu dibangun pembangkit listrik seperti PLTU batubara atau PLTA
dengan memanfaatkan potensi sungai-sungai yang ada di Sulawesi Tenggara.
2) Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih lembar tata guna

lahan disarankan untuk diusahakan dalam mendukung industri pengolahan


tersebut antara lain di Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe
Selatan, Muna, Bombana dan Buton.
3) Mengingat besarnya manfaat dari kelima komoditas tersebut perlu dibangun
industri pengolahan dan penentuan lokasi yang dapat dijadikan kawasan

industri tersebut, yaitu di kawasan industri pengolahan mangan, aspal, kapur


dan semen di Buton. Kolaka sebagai kawasan industri pengolahan

pertambangan selain pabrik pengolahan nikel yang sudah ada, di daerah ini
juga dapat dikembangkan sebagai kawasan pabrik pengolahan pasir kuarsa dan

pasir besi (bahan baku dipasok dari Kolaka Utara). Bombana selain sebagai
lokasi pertambangan emas juga disarankan sebagai kawasan industri
pengolahan nikel, pasir kuarsa dan kromit. Konawe Utara disarankan sebagai

kawasan industri pengolahan nikel untuk menampung bahan baku dari wilayah
sekitarnya karena pemilik IUP jumlahnya cukup banyak.

72
DAFTAR PUSTAKA

___________, Bappeda Sulawesi Tenggara, 2010, Kajian Pengembangan Pusat Kawasan


Industri Pertambangan, Kendari.
___________, BPMD Sulawesi Tenggara, 2011, Perkembangan Investasi Asing Sektor
Pertambangan Tahun 2007 - 2010 Di Sulawesi Tenggara, Kendari.
___________, Badan Pusat Statistik, 2010, Sulawesi Tenggara Dalam Angka, Kendari.

___________, Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara, 2011, Profil Potensi
Bahan Galian Sulawesi Tenggara, Kendari.

___________, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kolaka, 2010, Potensi


Pertambangan di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Kolaka.

___________, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panasbumi, 2011, Statistik


Mineral dan Batubara, ESDM, Jakarta.
___________, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia,
2010, Master Plan Pembangunan Ketenagalistrikan 2010 S.D. 2014, Jakarta.

Dillon W. R. Goldstein M. 1984. Multivariate analysis methods and applications. New


York Wiley
Hermadi, M., 2011, Peluang dan Tantangan Dalam Penggunaan asbuton Sebagai
Bahan Pengikat Pada Perkerasan Jalan, www.bai.co.id, 2011
Hasan, R.S, 1998, Mineral Kromit Di Indonesia, Puslitbang Geologi, Bandung.
www.bpksdm.pu.go.id/, 2011, Pemerintah Harus Tingkatkan Produksi Dan
Pemanfaatan Asbuton, 12 Juli 2011, 19:08
www.asbutonglobalindo. blogspot.com/2007, archive.html, Bantuan Aspal Pedesaan,
25-10-2011, 19:20
www.bisnis.com, Investor China bangun pengolahan nikel di Sultra US$6 miliar,
Sutan Eries Adlin , 2011, 15:47

www.scribd.com/doc/45936738/Geologi-Dan-Potensi-Ok, 27-10-2011; 11:51.

www.bai.co.id/fl/ref_articles_citation/Peluang-dan-Tantangan- sbuton.pdf, 25-10-


2011, 19:39).

www.esdm.go.id/, Pemerintah Siap Bangun 93 Pembangkit Listrik Baru Sultra, 2011,


19:53.

www.regionalinvestment.com, Billy International Bangun Pembangkit Listrik di


Kabaena, 2011, 11:32).

73

Anda mungkin juga menyukai