Anda di halaman 1dari 75

REKAYASA HIDROLOGI & HIDROLOGI TERAPAN

LITERATUR / KEPUSTAKAAN :
1. .DASAR-DASAR HIDROLOGI Penyusun: Ir. Joyce MatrthadanIr. Wanny
2. HIDROLOGI TEKNIK Penyusun: Ir. C D Sumarto
3. HIDROLOGI UNTUK PENGAIRAN Penyusun: Ir. SujonoSosrodarsono
4. HIDROLOGI TERAPAN Penyusun: Dr. Ir. Sri harto
5. HIROLOGI BANGUNAN AIR Penyusun: Ir. ImanSubarkah
6. HYDROLOGI FOR ENGINEERING Penyusun: Linsley
7. HAND BOOKS HYDROLOGI Penyusun: VenT Cho.
8. STATISTIK HIDROLOGI Penyusun: Ir. Suwarno
9. HIDROLOGI TERAPAN Penyusun Dr. Ir.Bambang Triatmojo
PENDAHULUAN
Pengertian Hidrologi:
Berasal dari dua kata yaitu Hidro(air) dan Logi (ilmu), sehingga secara singkat dapat
dijelaskan bahwa ; Rekayasa Hidrologi adalah salah satu Ilmu Teknik yang mempelajari tentang
proses kejadian atau keberadaan air serta pergerakannya yang ada di bumi, baik di atas permukaan
maupun di bawah permukaan tanah serta menyangkut masalah kuantitas maupun kualitasnya.
Sejarah Penemuan Hidrologi :
Sebelum Tahun Masehi telah ditemukan sumur-sumur purba di Arab, Reservoar terbesar di
Mesir, Sistem Irigasi di Cina. Semua design hidrologi berdasarkan pengalaman dan pengamatan.
Tahun 1452 Masehi Leonardo De Vinci dan Bernard Pallissy menemukan Siklus Hidrologi.
Tahun 1608 Masehi Pierre Perrault dan Edme Mariotte Melakukan Pengukuran aliran sungai dan
membandingkan dengan hujan dan penguapan.
Tahun 1700 Masehi Halley membuktikan bahwa penguapan (evaporasi) dari air laut merupakan satu-
satunya sumber hujan (Presipitasi).
Tahun 1850 --1900 M. ditemukan Hidrologi Modern dengan dilakukannya pengukuran Debit sesaat
dan hingga thn 1930 telah dilakukan penggunaan rumus empiris dan pengumpulan data debit sungai.
Tahun 1930 1950 M. Penggunaan konsep secara rasional , Teori Infiltrasi, hydrograph dan aliran air
tanah dan hingga sekarang penggunaan Teori Linear dan Non Linear dari sistem hydrologi.
Di Indonesia Hidrologi dikembangkan sekitar akhir abad 19 oleh A.P. Melchior dan J.P. der
Weduwen. Hingga abad 20 diperkenalkan rumus empiris untuk perhitungan debit banjir berdasarkan
data curah hujan pada daerah aliran sungai dengan luas tertentu. Pada tahun 1970 perkembangan
hidrologi di indonesia semakin maju dan terbukti sangat dibutuhkan sehingga bermunculan beberapa
disiplin ilmu dan organisasi yang terkait misalnya :
1 Masalah Pengembangan Sumber daya air, Irigasi, Geografi , Kehutanan dan pertanian.

2. Pertambahan Jumlah Pos pengamatan hidrologi yang terkait dengan Meteorologi dan
Geofisika.

3. Perkembangan Teori Model yang didukung dengan Mathematika dan Simulasi menggunakan
komputer.

4. Munculnya Oraganisasi yang terkait dengan pemerhati air dan Lingkungan.

5. Terbentuknya Masyarakat Hidrologi Indonesia (MHI).

6. Terbentuknya Organisasi profesi terkait seperti: himpunan ahli teknik hidraulik Indonesia
(HATHI) dan Himpunan Teknik tanah Indonesia (HATTI).
Melihat besarnya perhatian terhadap Rekayasa Hidrologi, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa
untuk mengaplikasikan teori dari ilmuan ilmuan hidrologi Peluang bagi peneliti muda dan
mahasiswa untuk mengembangkan lebih jauh, terutama dalam menentukan spesifikasi, peralatan
dalam pendataan Hidrologi dan sumber air di Indonesia.
MAKSUD DAN TUJUAN REKAYASA DAN TERAPAN HIDROLOGI

Maksud Mempelajari Rekayasa dan Terapan Hidrologi adalah : Untuk mengetahui secara
jelas tentang sirkulasi atau pergerakan air, jumlah, distribusinya serta kejadian perulangannya
baik secara teoritis maupun secara realitas.
Adapun Tujuannya adalah: Sebagai Dasar penunjang untuk perencanaan dan pengelolaan
bangunan air sehingga, sasaran yang akan diperoleh dalam mempelajari Rekayasa hidrologi secara
umum terbagi dua yaitu :
1. Hidrologi Pemeliharaan (Operation Hydrologi ) menyangkut tata cara :
- Pemasangan dan pembacaan alat ukur hidrologi.
- Penentuan Jaringan Stasiun Pengamatan.
- Pengumpulan Data, Pengelolaan data mentah dan analisa.
2. Hidrologi Terapan ( Applied Hydrology) menyangkut analisa hidrologi untuk pengendalian
dan kebutuhan air yang sasaran hendak dicapai adalah :
- Mengetahui jumlah air permukaan.
- Mengetahui kehilangan kehilangan air dan penyebabnya.
- Mengetahui kebutuhan air.
- Menghitung Banjir Rencana atau Design Flood.
- Menentukan kapasitas Reservoar, Tinggi muka air, serta besar aliran (debit).
MATERI UNTUK BAHAN KULIAH

Materi dasar untuk bahan kuliah dikutip dari Literatur dengan penggunaan teori secara
aplikatif dengan penggunaan rumusan yang empiris dan tidak analitis sebagai penyajian untuk strata
satu. Adapun uraian isi mata kuliah Rekayasa Hidrologi sebagai berikut :
Sirkulasi air (Siklus Hidrologi)
Meteorologi: Elemen-elemen Meteorologi, pengamatan, pengukuran, pengumpulan dan
analisa data Presipitasi, infiltrasi dan evaporasi.
Curah Hujan , Intensitas durasi dan frekuensi.
Limpasan Permukaan (run Off).
Hubungan curah hujan dengan Limpasan permukaan.
Pengukuran Debit Banjir dan Limpasan.
Dasar dasar analisa frekuensi.
Perhitungan debit banjir Rencana.
Pengukuran aliran air sungai dan Hidrograf
SIRKULASI AIR (SIKLUS HIDROLOGI)

3.
Uraian jumlah air yang terdistribusi dimuka bumi kurang lebih 1400 juta km dari jumlah

tersebut sebahagian besar merupakan air laut (asin). Jumlah banyaknya air tersebut kurang lebih 1370

juta km kubik merupakan air bebas di atas kulit bumi yang luasnya 510 km persegi dengan ketebalan

2700 m. Menurut Holman (1962) air di daratan menyebar seluas 136 juta km persegi dengan

ketebalan rata-rata 60m. Secara singkat uraian volume air dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

3 3
Tempat Volume (x10 km ) (%)

Danau dan air tawar 125


Sungai 1,25
Lengas tanah 65 0,64
Air tanah 8250
Danau air asin dan laut mati 105 0,008
Atmosfir 13 0,002
Kutub Es dan Sungai Es
Salju 29.200 2,1
Laut dan Lautan 1.360.000 97,25

Siklus Hidrologi : Merupakan Daur Ulang Kejadian keberadaan air atau pergerakan air ke udara/
atmosfir dan berkondesasi dalam bentuk gumpalan H2O berupa awan yang kemudian jatuh
kepermukaan tanah dalam bentuk butiran air.

Siklus merupakan suatu peristiwa yang tidak sesederhana kita bayangkan akan tetapi merupakan Daur
yang terdiri dari empat kejadian yaitu :
Daur dengan kejadian yang singkat dan pendek

Jatuhnya hujan kepermukaan kemudian mengalir kelaut dan menguap.


Daur yang tidak mempunyai keseragaman waktu

Pada musim kemarau seakan-akan daur terhenti, sedangkan pada musim hujan kembali
bersiklus

Daur yang tergantung pada letak geografis dan keadaan iklim suatu lokasi yang
mempengaruhi intensitas dan frekuensinya.

Siklus berjalan sesuai posisi matahari menurut meridiannya .

Daur yang kompleks, dengan berbagai kejadian hidrologis

Siklus hanya dapat diamati pada bagian akhir suatu curah hujan di atas permukaan tanah
kemudian mencari alur / arah menuju ke laut sebagai posisi konsentrasi kemudian menguap.
Gambar Siklus Hidrologi

KESETIMBANGAN DAN NERACA AIR (WATER BALANCE)

Perkiraan air yang ada secara kuantitatif dengan siklus hidrologi dapat dinyatakan berdasar
prinsip konservasi massa atau neraca air. Pada siklus hidrologi, persamaan neraca air dapat
digambarkan dengan suatu sistim sirkulasi yang terdiri dari tampung (tank) dan aliran permukaan
misalnya waduk, danau dan sejenisnya. Aliran masuk dan keluar pada salah sistem dapat dievaluasi
dengan periode waktu tertentu.
Dengan mengambil interval waktu yang singkat atau dengan durasi yang panjang maka
neraca air tersebut dapat digambarkan dengan persamaan :
P + Qi + Gi E T Qo Go S = 0

Di mana : P = Presipitasi

Qi dan Qo = Aliran masuk dan aliran keluar

Gi dan Go = Aliran Air tanah masuk dan keluar

E = Penguapan (evaporasi)

T = Evapotranspirasi

S = Perubahan volume tampungan

Imbangan Air untuk daerah aliran sungai dengan durasi panjang. Apabila evaluasi dilakukan
dalam waktu dengan periode yang panjang (siklus tahunan), variasi tampung relatif seimbang
sehingga S diabaikan. Jika pada suatu daerah aliran sungai tidak terdapat aliran masuk maka Qi =
nol artinya tidak ada transpormasi air tanah dari suatu daerah aliran sungai ke daerah aliran sungai
yang lain didekatnya sehingga Gi = Go = Nol maka persamaan menjadi :

PETQ=0 Q = debit sungai

Imbangan Air untuk Badan air dalam periode singkat, misalnya dalam waktu menit, jam-jaman
maka perubahan tampungan harus diperhitungkan, sedangkan evaporasi, presipitasi dan aliran air
tanah dapat diabaikan sehingga bentuk persamaan kesimbangan airnya adalah :

Imbangan Air untuk aliran permukaan, hanya diperhitungkan air permukaan yang ada.

P E T I Q Sd = 0 I = infiltrasi

Sd = Tampungan cekungan

Apabila Sd = Nol pada persamaan tersebut di atas maka : Q = P E T I

Atau dinyatakan : Aliran permukaan sama dengan presipitasi dikurang kehilangan air
(jumlah Evaporasi, evapotranspirasi dan Infiltrasi).

Konsep ini adalah dasar untuk menghitung besar limpasan pada sungai sebagai bagian dari
debit sungai dengan periode waktu yang relatif panjang. Misalnya bulanan atau setengah bulanan.
Apabila jika terjadi hujan perkiraan, evaporasi dan evapotranspirasi yang terjadi pada periode sigkat
adalah kecil kemungkinan dan dapat saja diabaikan sehingga persamaan menjadi Q = P I .

Pada umumnya persamaan ini digunakan untuk perkiraan debit banjir dengan cara hidrograph yang
timbul akibat hujan deras dengan waktu / durasi singkat.

CONTOH :

Apabila diketahui luas sebuah DAS 1000 Km 2 dengan hujan rata rata tahunan 2500 mm dan
kehilangan air akibat infiltrasi 750 mm/tahun, penguapan 1000 mm/tahun serta tampungan cekungan
200 mm/tahun. Berapa debit rerataa tahunan ?

Jawaban : P E T I Sd = Q

Kedalaman Limpasan : 2500 1000 750 200 = 550 mm/tahun

Besar Limpasan pada DAS : 1000 km2 x 550 mm/tahun

Diketahui Luas Waduk 1,57 km2 dengan debit aliran masuk dan keluar 2,50 m3/detik
dan 5 m3/detik hitung perubahan tampungan jika penguapan yang terjadi 5 mm/hari dan
aliran air tanah diabaikan.

Jawaban : Q masuk = 2,50 x 24 x 3600 = 216 000 m3/hari

Q keluar = 5,00 x 24 x 3600 = 432 000 m3/hari

Penguapan = 5/1000 x 1,57 x 106 = 7850 m3/hari

Gunakan persamaan : P + Qi + Gi E T Qo Go S = 0

S = Qi Qo E 216 000 432 000 7850 = 223,850 m3/hari

Sebuah waduk dengan luas permukaan 1,57 km 2 , Debit masuk akibat banjir sebesar 100 S
satu jam kemudian 125 m3/detik, Debit keluar melalui pelimpah pada saat yang sama adalah 20
m3/detik dan 25 m3/detik. Ditanyakan perubahaan tampungan dan elevasi muka air dalam satu jam.

Jawaban : Debit masuk rata rata : Qi = (100 + 125)/2 = 112,5 m3/detik

Debit keluar rata rata : Qo = (20 + 25)/2 = 22,50 m3/detik

Gunakan persamaan
(S/t) = Qi Qo 112,50 22,50 = 90 m3/detik

S = 90 x 1 x 3600 = 324 000 m3/jam

Perubahan muka air waduk selama satu jam (S/A) = 324 000/(1,57 x 106) = 0,206 m
METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI

Meteorologi adalah ilmu yang mepelajari phenomena fisik dari atmosfir, yang termasuk di
dalamnya ; Tekanan udara, Kelambaban absoluth dan relatif, Kelambaban Nisbi,
Kejenuhan pengembungan dan titik beku (Temperatur bola basah dan temperatur
aktual).

Klimatologi adalah ilmu yang membahas tentang iklim, cuaca termasuk interpretasi statistik record
cuaca untuk mendapatkan data rata rata, trend waktu, gambaran lokal dari cuaca,
meliputi ; Perhitungan radiasi matahari, derajat hari, angin hujan, temperatur rata rata
bulanan dan harian, temperatur maksimum dan minimum dan penguapan.

Pos klimatologi lengkap

Pos yang mempunyai alat alat pemantau iklim di suatu wilayah : penakar hujan
otomatis, penakar hujan biasa, thermometer maksimum, thermometer minimum,
thermometer bola kering, thermometer bola basah, thermohigrograf, panci penguapan
kelas A, alat ukur lamanya penyinaran matahari, alat ukur energi radiasi matahari, alat
ukur kecepatan angin, dan sangkar meteo.

Fungsi Alat dan Jenisnya

Sangkar meteo : Bangunan berbentuk rumah yang terbuar dari kayu, berdinding jalusi
dan dicat putih berfungsi untuk menyimpan alat termohigraf, thermometer maksimum,
thermometer minimum, thermometer bola kering, dan thermometer bola basah.
Psikrometer standar : Satu unit peralatan yang terdiri dari thermometer maksimum,
thermometer minimum, thermometer bola kering, thermometer bola basah.
Termohigrograf : Alat ukur suhu udara dan kelembaban relatif (RH) udara secara
otomatis.
Thermometer maksimum : Alat ukur suhu udara maksimum yang terbuat dari gelas
dengan bejana berbentuk bola dan pada ujungnya berisi air raksa.
Thermometer minimum : Alat ukur suhu udara minimum yang terbuat dari gelas
berbentuk garpu dan pada ujungnya berisi alkohol.
Themometer bola kering : Alat ukur suhu udara yang terbuat dari gelas dengan bejana
berbentuk bola, berisi air raksa dan ujungnya dalam keadaan kering.
Thermometer bola basah : Alat ukur suhu udara yang terbuat dari gelas dengan bejana
berbentuk bola, berisi air raksa dimana pada ujungnya dibalut kain kasa yang ujung kain
tersebut direndam dalam air.
Pan A : Panci penguapan kelas A yang terbuat dari plat besi dan dilengkapi dengan
talang penenang, titik tinggi pedoman serta takaran penguapan berskala.
Titik tinggi pedoman : Batasan ketinggian air pada panci penguapan kelas A
Anemometer : Alat ukut kecepatan angin dalam satuan km/hari.
Aktinograf : Alat ukur energi radiasi matahari satuan cal/cma/hari.
Pencatat lamanya penyinaran matahari : Alat untuk mengukur lamanya penyinaran
matahari dalam satuan %.
Penakar curah hujan otomatis : Alat ukur untuk mengukur ketebalan curah hujan secara
otomatis dalam satuan mm.
Penakar curah hujan biasa : Alat ukur untuk mengukur ketebalan curah hujan secara
manual dalam satuan mm.
Depressi : Perbedaan suhu bola kering dengan suhu bola basah.

PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN DATA KLIMATOLOGI

Ikhwal yang harus dipenuhi dalam mengolah data klimatologi adalah sebagai berikut :

a) Data harian, minimal tersedia data jam-jaman;


b) Data bulanan, minimal tersedia dara harian;
c) Data tahunan, minimal tersedia data bulanan;
d) Perhitungan manual atau menggunakan komputer dengan program perangkat lunak.

Suhu Rata rata :

a) Suhu udara rata rata harian (T), dihitung dengan rumus:

Di mana T : adalah udara rata rata, harian (oC);


Tmax : adalah udara maksimum harian (oC);
Tmin : adalah udara minimum harian (oC);
b) Suhu udara rata rata harian dalam satu bulan dihitung dengan rumus :

Di mana T B : adalah suhu udara rata rata harian dalam satu bulan (oC)
n : adalah jumlah hari dalam satu bulan.

c) Depresi (D), dihitung dengan rumus


D = Tbk Tbb
Di mana D = adalah depresi (oC).
Tbk = adalah temperatur bola kering (oC).
Tbb = adalah temperatur bola basah (oC).
Kelembaban Udara :
Salah satu fungsi kelembaban udara merupakan lapisan pelindung permukaan bumi dan
dapat menurunkan suhu dengan penyerapan dan pemantulan. Jika banyak uap air di udara yang
bergerak akan mempengaruhi besarnya curah hujan, intensitas dan durasi hujan. Banyaknya uap di
dalam massa udara disebut Kelembaban spesifik dan jika molekul molekul air yang ada di udara
menimbulkan tekanan setempar di sebut tekanan uap aktual (Ea) dan dinyatakan dalam millbart
(1MilB = 0,02953 inch Hg) sehingga kelembaban spesifik (qs) dari udara sama dengan perbandingan
dari massa uap air (gram) tehadap massa udara yang lembab.

, oleh karena uap air relatif kecil maka,

Di mana ; Ea = Tekanan uap aktual ( milbart)


P = Tekanan Atmosfer (1 millbart = 100 dyne pada bidang 1 cm persegi)
( 1 p = 760 mm Hg = 1013,3 millbart)
Hubungan antara tekanan udara dan ketinggian dinyatakan dengan persamaan Laplace,

h = 18400.(1 + .t) Log

Di mana ; h = Elevasi / ketinggian (selisih)


o = Tekanan udara pada ketinggian awal (semula) satuan (mmHg).
= Tekanan udara pada ketinggian h satuan (mm Hg)
= Koefisien Pengembangan udara = 0,00367
t = Suhu rata rata sampai ketinggian h meter satuan oCelsius.
Batas untuk banyaknya uap air yang terkandung di dalam suatu volume udara, di mana tekanan uap
air dari molekul molekul pada batas tersebut meruapakan Tekanan uap jenuh (Es) sehingga :
Kelembaban Relatif (RH) merupakan perbandingan persentase dari uap air yang ada terhadap
banyaknya uap air yang dibutuhkan untuk membuat udara jenuh pada tekanan dan suhu yang sama :

RH = 100. ( dalam satuan % )

Kelembaban ditentukan dengan pembacaan dry buld dan wet buld phycrometer serta tekanan uap

dihitung dari : e = Es 0,000367 p (t tw) (1 - )

Di mana, t = suhu dry buld ( suhu udara ) oF


tw = suhu wet buld oF
Ea, Es dan p = Tekanan uap aktual, Tekanan uap jenuh dan tekanan
atmosfir
Kelembaban relatif rata rata harian (RH) dihitung dengan rumus :
Di mana : RH adalah kelembaban udara relatif rata rata harian (%)
RH maks adalah kelembaban udara relatif maksimum harian (%)
RH min adalah kelembaban udara relatif minimum harian (%)
Kelembaban relatif rata- rata harian selama satu bulan (RHb) dihitung dengan menggunakan rumus :

n adalah jumlah hari dalam satu bulan yang dihitung


Pengukuran Kecepatan Angin :
Angin mempunyai pergerakan dan arah sehingga pengukuran di permukaan tanah dinyatakan dengan
16 arah kompas (nata angin), Arah tersebut dinyatakan dengan satuan derajat dan kecepatan
dinyatakan dalam satuan mil/jam, Km/jam, m/det dan knot (1 knot = 1,852 km/jam atau = 1,51

mil/jam). Kecepatan angin harian, dihitung dengan rumus : VA = (SP2 SP1) x


Di mana : VA : adalah kecepatan angin, km/hari
SP1 : adalah pembacaan spidometer e 1 ( 1 hari sebelumnya)
SP2 : adalah pembacaan spidometer ke 2 ( saat pengamatan)
k1 : adalah koefiseian yang ditetapkan pada alat
k2 : adalah konversi dari satuan yang tertera pada alat,
Kecepatan angin rata rata harian dalam satu bulan dihitung dengan menggunakan rumus:


VAB =

Di mana : VAB = kecepatan angin rata rata harian dalam satu bulan (km/hari)
n = jumlah hari dalam bulan yang dihitung;
Pengukuran Radiasi Matahari :
Radiasi matahari adalah sumber energi yang menentukan kondsi cuaca dan iklim. Dari sinar matahari
dipancarkan gelombang pendek ( 0,4 sampai 0,8 jam) dan sebaliknya bumi memantulkan kembali
dengan sinar glombang panjang ( 10 jam). Bagian yang sampai ke bumi disebut Insolasi. Sedangkan
perbandingan antara radiasi pantul dari bumi terhadap radiasi matahari disebut Albedo dan nilainya
dinyatakan dalam presentase
Durasi matahari dapat dihitung dengan rumus : DM = n/N x 100 %
Dimana DM : Durasi penyinaran matahari (%)
n : Lamanya penyinaran matahari dari rekaman alat ukur.
N : Kemungkinan maksimum durasi penyinaran matahari dan
matahari terbit hingga terbenam (jam), sesuai posisi lokasi.
Perhitungkan radiasi matahari mingguan tipe OSK 726, dihitung dengan rumus :
RAM = A x 360 x C
Di mana RAM : adalah energi radiasi matahari mingguan, cal/m2/hari
A : adalah luas bidang radiasi (hasil planimeter), cm 2
360 : adalah konstanta
C : adalah koefisian alat
Perhitungan Radiasi matahari harian tipe Mikasa, dihitung dengan rumus :
RAh = A x 54,545 x C
Di mana RAh : adalah energi radiasi matahari harian, cal/cm2/hari
A : adalah luas bidang radiasi (hasil planimeter), cm2
54,545: adalah konstanta
C : adalah koefisian alat
PRESIPITASI
Suatu peristiwa kejadian Jatuhnya cairan dari atmosfir ke permukaan bumi

Proses Presipitasi terbagi dalam dua bentuk :

- Presipitasi Climatologis : Proses Presipitasi di Udara.

- Presipitasi Hidrologis : Proses Presipitasi di darat.

Wujud Presipitasi terbagi dua :

- Presipitasi Cair : Hujan dan Embun

- Presipitasi Beku : Salju dan Hujan ES

Faktor Faktor yang mempengaruhi terjadinya Presipitasi :

- Adanya Uap air di atmosfir.

- Faktor Meteorologi.

- Lokasi daerah, sehubungan dengan sistem siskulasi secara Umum.

- Rintangan yang sebabkan oleh pegunungan dan sebagainya.

Distribusi Presipitasi dalam bentuk curah hujan

- Daerah Equador ( 0 s/d 20 derajat ) hujannya rata-rata 150 sampai 300 mm/tahun

- Daerah yang letaknya 30 dan 40 derajat Bujur Timur hujannya rata-rata 400 sampai 800
mm/tahun

- Daerah Non Trofis hujannya rata-rata lebih kecil 200 mm/tahun hingga 10 mm/tahun.

- Daerah dengan garis lintang lebih besar 70 derajat hujannya tidak melebihi 200 mm/tahun.
PRESIPITASI DALAM BENTUK CURAH HUJAN
Data-data yang sangat penting dalam suatu analisa kejadian hujan dan merupakan Parameter
utama dalam perhitungan untuk suatu perencanaan dalam bidang keairan adalah sebagai berikut :
Jumlah Presipitasi adalah :Banyaknya volume hujan, salju,es dan sejenisnya yang jatuh
kepermukaan atau areal-areal yang terke dan butuh akan air sesudah mencair dalam keadaan
terukur.
Apabila dilakukan pengukuran Presipitasi alam bentuk curah hujan akan diperoleh 5 (lima) unsur

1. Tinggi Hujan (d) = banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan
datar.

2. Intensitas (I) = Laju hujan atau tinggi kecepatan hujan dalam satu satuan waktu.

misalnya 30 mm/menit, 500mm/jam, 40cm/5jam .

3. Durasi atau lama waktu Hujan (t) = lamanya terjadi hujan dalam satu satuan waktu

misalnya satu jam, lima menit dst.

4. Frekuensi (T, Tr), = Kejadian ulang suatu peristiwa hujan yang dinyatakan dengan
waktu ulang atau Return Priode.

misalnya sekali setahun ( T=1), sepuluh kali dalam seratus tahun (T=10) dst.

5. Catchman Area (Luas daerah Tamgkapan) = Luas geografis curah hujan yang
jatuh pada suatu areal hingga titik konsentrasi pengalirannya.

ANALISA CURAH HUJAN


Curah hujan Lokal (Point Rain Fall)

Data diperoleh dari stasion yang berada pada daerah tangkap dalam sebuah wilayah
perkotaan/ Daerah.
Curah hujan Wilayah (Regional Rain Fall)

Diperoleh dari analisis distribusi curah hujan dari beberapa curah hujan lokal yang terjadi
pada wilayah atau daerah tangkapan dengan menggunakan metode-motode empiris seperti :
Metode Arimathik atau cara aljabar .

Metode ini sangat simpel, digunakan apabila data catchman area tidak jelas dan keterbatasan
jumlah banyaknya stasiun pengamatan (point rain fall).
d d ... d n
d 1 2 n di
n i 1 n
d1, d2, dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, .n

n = banyaknya atau jumlah pos penakar hujan yang


diperhitungkan.
Metode Poligon Thissien.

Metode ini lebih akurat bila dibandingkan dengan metode di atas, karena dapat menggambarkan
batasan tangkapan hujan dari masing-masing stasiun (point rain fall) yang ada dalam Catchman
area. Dengan menggunakan poligon dari garis hubungan tiap stasiun pengamatan tersebut.
Kelemahannya peta geografis hujan biasanya sulit ditemukan

A1 P1 A2 P2 A3 P3 ......... An Pn
R
A1 A2 A3 . ....... An

A = Luas Cachtman masing masing stasiun


curah hujan lokal.

P = Pembacaan data hujan pada Stasiun lokal

Metode Garis Isohiet

Dibanding dengan kedua metode di atas, metode ini mempunyai tingkat ketelitian yang cermat
oleh karena adanya penggambaran peta topografi dan garis elevasi ketinggian hujan interval 10
mm sampai 20 mm berdasarkan data curah hujan stasiun (point rain fall). Kelemahannya,
sangat sulit dalam penggambaran elevasi ketinggian hujan tiap stasiun dan memerlukan
pengukuran garis Isohiet.
p p2 p p3 p p4 p pN
A1 1 A2 2 A3 3 ........... An n

R 2 2 2 2
A1 A2 A3 ................ AN

A = Luas interval batas garis ketinggian curah hujan (countur Isohiet)

P = Pembacaan data hujan pada countur isohiet


MELENGKAPI DATA CURAII HUJAN YANG TIDAK TERCATAT ATAU HILAI\IG PADA
STASIUN PENGAMATAN

Pengukuran yang dihasilkan dari stasiun pengamatan atau penakar hujan terkadang tidak
Lengkap, sehingga pada daftar data ada yang kosong atau hilang sedangkan pada pencatatan saat itu
sebenar ada kejadian hujan.
Untuk pengisian kekosongan data yang tidak terekam atau tercatat diperlukan perkiraan
dengan dasar menggunakan data curah hujan dari dua atau tiga stasiun terdekat di sekitar stasiun yang
datanya tidak lengkap tersebut. Apabila data curah hujan tahunan dari stasiun yang datanya hilang
mempunyai selisih kurang l0 % dari data tahunan tiga stasiun lainnya, maka perkiraaan data hilang
dapat dihitrmg dengan nilai rata - rata. Sebaliknya jika lebih besar dari 10 % maka di gunakan
beberapa metode empiris sebagai berikut :

1. Metode Rasio Normal

( )

Di mana: rx = Data dari stasiun yang hilang.(yang dicari)


R, = Hujan tahunan Pada Stasiun yang memiliki data hilang
Rb, Rc, ......... Rn = Hujan Tahun Normal Pada Stasiun sekitarnya.
rB. re, ...........rn = Data hujan stasiun sekitar pada saat yang sama
dengan hujan yang dipertanyakan hilang,

2. Metode Inversed Square Distance.

Dimana: Px = Tinggi hujan yang dicari (hilang)


Pa, Pb. Pc ..... Pn = Tinggi hujan pada stasiun sekitarnya
xA, xB, x c, .....x.N = Jarak masing masing Stasiun terhadap Stasiun
yang datanya dicari ( hilang )

3. Cara rata- rata Aljabar

Dimana Px = Tinggi hujan yang dicari (hilang)


P A, PB. Pc ....Pn, = Tinggi hujan pada stasiuns sekitarnya
INTENSITAS DAN DURASI HUJAN

Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi dalam satu satuan waktu tertentu.

Besarnya intensitas hujan ini dapat dibaca dari kemiringan curva hasil pencatatan alat ukur
curah hujan otomatis. Umumnya data curah hujan yang diperoleh dari stasiun penakar hujan baik
manual maupun otomatis merupakan curah hujan harian. Dengan demikian dibutuhkan pengelolaan
data yang merubah curah hujan harian menjadi intensitas hujan yang berkaitan dengan lama dan
kejadiannya (duration and frequency) yang merupakan jangka waktu hujan yang pendek dengan
berdasar pada curah hujan harian maksimum.

Pada perhitungan Intensitas hujan, lama curah hujan bervariasi misalnya 5 menit, 10 menit,
15 menit, 30 menit dan seterusnya. Hasil perhitungan intensitas hujan akan digambarkan dalam
bentuk grafik hubungan intensitas dengan durasi berupa garis lengkung.

Pada grafik akan terbaca bahwa semakin pendek waktu hujan makin besar intensitas dan
makin lama waktu hujan makin kecil intensitasnya. Pada penentuan intensitas hujan berdasarkan
curah hujan jangka waktu pendek dengan dasar curah hujan satu jam (60 menit), Umumnya
digunakan dua cara yaitu :

Cara Pertama (I) yaitu Metode kombinasi Talbot, Sherman, Ishiguro.

Cara ini terdiri dari tiga rumus dengan nilai tetapan yang dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan Kwadrat terkecil (least square).

( )( )
Metode prof. Talbot: I = a=
. /

Metode prof sherman : I = log a =

n =

( )( )
Metode Dr. Ishiguro : I a=

( )
b=

di mana : I = intensitas hujan (mm/jam)


t = lama terjadi hujan/durasi (menit,jam)
a, b,&n = konstanta (tetapan) keterangan hujan
i = curah hujan jangka waktu pendek t menit (mm/jam)
( i, tergantung t menit dan dapat diperoleh dengan rumus BELL bila mana,-
Curah hujan 60 menit/satu jam diketahui )

Untuk menghitung curah hujan jangka pendek dengan priode ulang tertentu dapat digunakan
metode rata-rata jam-jaman kejadian atau dasar durasi selain itu metode yang dikembang
oleh BELL sebagai berikut :
0.25
Pi = (0.21 ln T + 0,52)( 0,54 t - 0,50 ) P (T)
Pi : Presipitasi/ Curah hujan jangka waktu pendek. satuan mm/ n. menit
T : Kala ulang (frekuensi hujan). satuan tahun

ln T : Logaritma naturalis dari kala ulang.


t : selang waktu curah hujan (durasi pendek). satuan menit, detik.
P : Perkiraan curah hujan selama satu jam (60 menit) dengan kala ulang T
(T)

tahun.

Cara kedua (II), Metode Dr. Mononobe


Cara ini sangat sederhana dan merupakan sebuah variasi dari beberapa metode
sebelumnya. Adapun perumusannya sebagai berikut :
2/3
R 24 24
I=
24 t
dimana : I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam
t : Lamanya curah hujan/durasi (jam).
EVAPORASI DAN EVAPORTRANSPIRASI

I. PENGERTIAN PROSES TERJADINYA EVAPORASI DAN


EVAPORTRANSPIRASI :
A. EVAPORASI
Proses atau peristiwa perubahan/pertukaran molekul air dari permukaan bumi menjadi molekul
uap di atmosfir yang diakibatka oleh suatu energi panas.

Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya evaporasi :


Faktor Meteorologi antara lain : Radiasi Matahari, Suhu Udara Permukaan,
Kelembaban, Kecepatan Angin dan tekanan udara.
Faktor Geografis antara lain : Kualitas air (Warna, Salinitas, Kesadahan), Siklus
pengaliran, Luas dan bentuk penampang air.
Faktor faktor lain : Kandungan lengas tanah, Karakteristik kapiler, siklus muka air
tanah, warna dan kualitas tanah, tipe kerapatan, tinggi vegetasi dan ketesedian air.

B. EVAPORTRANSPIRASI
Selain penguapan langsung pada peristiwa evaporasi dikenal juga penguapan tidak langsung yang
disebut evaportranspirasi yang berasal dari dua peristiwa atau kejadian penguapan yaitu
Transpirasi dan evaporasi.
Transpirasi adalah proses berkurangnya molekul air di permukaan bumi melalui suatu media
tumbuh-tumbuhan dengan sistem sel stomata, sehingga setelah molekul air meninggalkan
tumbuhan dengan proses asimilasi pada daun maka peristiwa tersebut menjadi evapo-transpirasi.
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya transpirasi adalah:
Faktor Meteorologi antara lain : Radiasi matahari (menyebabkan 90% transpirasi
berlangsung pada siang hari sedangkan pada malam hari stomata tertutup)
Jenis tumbuh tumbuhan : terjadinya transpirasi oleh tumbuhan disebebkan oleh
terbatasnya persedian air untuk kelembaban yang diperlukan untuk tumbuh atau
adanya titik layu serta membesarnya stomata tumbuhan.
Jenis Tanah : Karena adanya kondisi kadar air yang membatasi ketersedian air untuk
kebutuhan tanaman.
Evaportranspirasi atau Evaporasi Total, bertujuan untuk menghitung kehilangan air dipermukaan
baik pada tampungan maupun pada Daerah aliran sungai sehingga kedua proses tersebut selalu
memperhitungkan kondisi dengan proses evapotranspirasi. Pada perhitungan akan diperoleh dua
parameter yang saling terikat yaitu:

Evaportranspirasi Potensial (PET/ETo) : Proses ini terjadi apabila ketersedian air


cukup (Baik dari presipitasi maupun dari aliran) untuk memenuhi kebutuhan tanaman
pada pertumbuhan yang optimum. Manfaatnya adalah ; Untuk memperkirakan
kebutuhan air pada Irigasi, dan kebutuhan tumbuhan lainnya.
Evaportanspirasi Sesungguhnya (AET) : Besarnya penguapan aktual atau
sesungguhnya dimana kejadiannya akibat pemberian air seadanya pada suatu analisa
kebutuhan. Evapotranspirasi akan kecil apabila jumlah air yang tersedia untuk
kebutuhan berkurang oleh karena banyaknya evaporasi.
II. PENGUKURAN DAN PENETAPAN EVAPORASI DAN EVAPOTRANSPIRASI
Penentuan nilai evaporasi dan evapotranspirasi dapat ditebtukan secra empiris atau pendekatan
dengan menggunakan alat ukur (Pengukuran Langsung) dan perhitungan berdasarkan data-data
klimatologi dan agroklimatologi (pengukuran tidak langsung).
EVAPORASI :
1. Alat Pengukuran Evaprasi
Atmometer, terdiri dari jenis : Pitche, Livingstone, Black Belani alat ini tidak banyak di
gunakan di Indonesia.
Evaporigrafi, sebagai alat rekaman penguapan otomatis dan pencatatanya setiap jam, alat
ini harus dikontrol dengan panic penguapan.
PAN EVAPORASI (Panci Evaporasi) alat yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
tentang besanrnya penguapan pada satu unit atau satuan permukaan daerah aliran dengan
memperhatikan faktor klimatologi. Penguapan alat ini sangat tergantung pada kalibrasi
koefisien PAN sehingga Penguapan Permukaan Bebas dirumuskan Sbb: C x Evap Panci.

dimana C = Koefisien Panci = atau

ew : Tekanan uap jenuh suhu udara permukaan air bebas


ea : Tekanan Uap actual pada suhu udara
ep : Tekanan uap jenuh udara pada suhu air di panic
Jenis jenis panci Evaporasi dengan koefisen panci empirisnya :
Us Wather Bureau Class A Land Pan (Pan A)
Us Bureau of Plant Indstry Sunken Pan (BPI PAN)
USSR. GGI 3000 Pan
Colorado Sunken Pan (Sunken in Ground) Koefisien panci untuk klas A berkisar 0,60
0,80 rata-rata 0,70 sedangkan untuk type Colorado berkisar 0,75 0,86.
2. Perhitungan Evaporasi
Perhitungan laju penguapan muka air bebas (seperti pada waduk, danau) sebenarnya tidak
dapat di ukur secara langsung sehingga memerlukan perhitungan dengan rumus empiris.
Beberapa pendekatan dalam perkiraan laju penguapan bebas (evaporasi) antara lain dengan
metode-metode :
a. Metode Budget Air
Metode ini menggunakan metode kesetimbangan air atau neraca air (water balance method)
misalnya persamaan budget air untuk muka air waduk :
Eo = H + Qi + Qg Qo I Pa
dimana ; Eo : Penguapan dari muka air danau.
H : Curah hujan yang langsung jatuh di danau
Qi : Aliran permukaan yang masuk ke danau
Qg : Aliran air tanah yang masuk ke danau
I : Rembesan atau Ifiltrasi di danau
Pa : Perubahan tampungan air dalam waduk.
b. Metode Budget Energi
Metode ini menggunakan basis perhitungan energi yang diterima dan energi yang keluar
dari sebuah tampungan dengan permukaan bebas seperti waduk dan danau biasa juga
disebut sebagai perhitungan neraca energi untuk merubah suatu garam air pada temperature
20 derajat celcius dan kebutuhan energy sekitar 586 kalori. Secara sederhana dapat
dirumuskan sebgai berikut:
Energi yang diterima oleh tampungan Ri = Rs (1 ) Rb + Ra
dimana Rs: Radiasi global (kal/cm2/hari) gelombang pendek dari matahari
dan langit
: Albedo, Koefisien refleksi dari permukaan terhadap radiasi
gelombang pendek nilainya sekitar ;
0,10 0,30 untuk daerah yang berevegetasi;
0,15 0,40 untuk daerah terbuka ;
0,05 0,07 untuk tampungan (Badan Air)
Rb : Radiasi gelombang panjang pada tampungan
Ra : Energi Bersih pada tampungan Energi yang keluar
Rb : Radiasi gelombang panjang pada tampungan
Ra : Energi Bersih pada tampungan
Energi yang keluar dari tampungan Ro = Rb + Re + Rt
dimana Ro : Perpindahan panas dari tampungan (badan air) ke udara oleh
karena konvensi (kal/m2/hari),
Re : Energi yang diperlukan untuk proses penguapan
Rt : Penambahan Energi Simpanan dalam tampungan
Apabila dari persamaan energy masuk, Ra = 0 dan pada persamaan energy keluar Rt = 0
maka diperoleh hubungn energy yang diterima sama dengan energy yang keluar :
Ri = Ro
Rs (1 ) Rb = Rh + Re
Energi yang digunakan untuk proses penguapan sebesar Ro adalah sebanding
dengan penguapan, oleh karena itu laju penguapan dari suatu tampungan (waduk
atau danau) akan setara dengan besarnya Ro dan dapat diperkirakan dengan

persamaan : Eo =

dimana Eo : Laju penguapan (cm/hari)


Ro : Energi yang diperlukan untuk proses penguapan
: Rapat massa air (gram/m3)
L : Panas Laten penguapan

c. Metode Perpindahan Massa


Asumsi laju penguapan merupakan fungsi dari perbedaan antara nilai tekanan uap jenuh (e a)
pada temperature air (Ts) dengan nilai tekanan uap actual (e a) udara diatas permuakan pada
temperatus udara (Ta). Pemindahan uap terjadi karena adanya angina yang memindahkan
molekul air secara kontiu. Apabila lapisan udara diatas permukaan air menjadi jenuh yang
terjadi adalah kondensasi bukan penguapan. Perhitungan dengan perpindajan massa ini
dikenal dengan hokum Dalton (Aerodynamik Method) menyatakan bahwa Penguapan
permukaan bebas akan sebanding dengan defisit kejenuhan (es ea) dan fungsi dari
kecepatan angin f(U) sehingga persamaannya adalah : Eo = k (es ea) f(U)
Nilai es dapat ditemukan berdasarkan data temperatur permukaan air sedangkan nilai
tekanan uap diatas muka air (ea) dihitung berdasarkan data es dikalikan nilai kelembaban
relatief (Rh). Pengembangan diri rumus di atas memunculkan beberapa persamaan empiris
antara lain:
Persamaan Mayer :

Eo = k (es ea) * ( )+

dimana Eo = Penguapan (inch/hari)


k = Koefisien untuk tampungan terbuka (danua)
es = Tekanan uap jenuh pada temperatur air (Ts)
ea = Tekanan uap udara pada temperatur udara (Ta)
w = kecepatan angin harian rata-rata (mil/jam) pada ketinggian
feet.
Persamaan Danau Hafiner:
Eo = 0,129 (es ea) Us
dimana Eo = Penguapan muka air bebas (mm/hari)
es = Tekanan uap jenuh (mm Hg) pada temperatur air (Ts)
ea = Tekanan uap udara (mm Hg) pada temperatur udara (Ta)
Us = Kecepatan angina (m/det) pada ketinggian 8 meter di atas
Permukaan.
Persamaan Rohwer
Persamaan ini mengasumsikan bahwa angina adalah faktor yang mempengaruhi
evaporasi terbesar, E = a (ew ea) (1 + bV)
Parameter a dan b diperoleh dari penilitian/penyilidikan, sehingga dari
pengukuran di Frot Collins (Colorado) terhadap PAN Evaporation maka
persamaan Rohwer menjadi : E = 0.484 ( 1 + 0,6 V) (ew ea)
Dimana E = Evaporasi (mm/hari)
ew = Tekanan Uap jenuh dengan temperature air
ea = Tekanan Uap di udara
V = Kecepatan angina rata-rata dalam sehari.
Persamaan Orstom
Metode ini adalah salah satu mengacu pada hokum Dalton untuk daerah tropis
dan didasari oleh pengukuran 15 stasiun klimatologi di Afrika.
E = 0, 348 (1 + 0,588 V) (ew ea)
Persamaan Penman

E = 0,35 (es ea) * ( )+

dimana E = Penguapan (mm/hari)


es = Tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian
ea = Tekanan uap sebenarnya
V = Kecepatan angina ketinggian 2 meter diatas permukaan
(mil/hari)

EVAPOTRANSPIRASI
1. Alat Ukur Evapotranspirasi
Alat ukur yang digunakan untuk pengukuran evaportranpirasi umumnya berdasarkan experiment
atau percobaan.
Lysimeter, terbuat dari bejana berisi tanah dan diberi tumbuhan yang sesuai lahan yang
ditinjau, kondisi tanah harus diatas kondisi lapang atau disebut kapasitas menahan air yaitu
jumlah air yang ditahan dalam tanah setelah gravitasi yang berlebih tertiris kelaur.
Besanrnya evapotranspirasi potensial dan actual dapat diperoleh dari pembacaan alat ini
dengan melihat kesetimbangan air sebagai berikut :ETo = hujan + Tambahan air Perkolasi
(drain)
Phytometer, alat ini digunakan untuk mengukur transpirasi dengan menggunakan POT yang
ditanami satu dua batang. Pohon atau tanaman yang dapat tumbuh dalam pot serta
permukaan ditutup sehingga tidak memungkingkan terjadi penguaoan permukaan tanah,
hanya terjadi transpirasi oleh batang, alat ini menggunkan prinsip aliran masuk dan aliran
keluar:
(jumlah Aliran yang masuk = Jumlah aliran yang keluar + perrubahan Simpanan).

2. Perhitungan Evepotranspirasi
pada perhitungan evepotranspirasi menggunakan beberapa rumusan bedasarkan parameter model
dari klimatologi yaitu :
a. Model Temperatur, dinamakan model temperature oleh karena untuk memperkirakan Eto
hanya berbasis satu data iklim yaitu data temperatur.
Persamaan atau rumusan yang masuk model ini adalah : Thornthwaite, Hamon, dan
Blaney-Criddle.
b. Model Temperatur kelembaban Relatif, memperkirakan Eto menggunakan persamaan
yang dihitung berdasarkan temperatur dan kelembaban relatif dari David dan prosecoott,
ivanov dan Hargreaves ( di Indonesia penggunaanya harus diteliti lebih lanjut).
c. Model Radiasi Global, model ini menggunakan data radiasi yang tercatat pada stasiun
klimatoligi termasuk data durasi penyiaran matahari yang terukur. Beberapa perumusan
yang termasuk metode ini adalah : Hargreaves RS, Steaphen, Radiasi FAO tanpa koreksi,
Makkink, dan metode Turc.
d. Model dan metode Radiasi Bersih, berdasar pada data radiasi bersih (Rn, net solar
radiation).
e. Model kombinasi, berdasarkan data kelembaban relative, lama penyinaran, temperature,
kecepatan angin. Rumus-rumus empiris yang digunakan metode ini adalah : Penman,
Penman FAO (modification), Standar FAO,
f. Model Regresi : menggunakan data sendiri yang membangdingkan dengan metode yang
kombinasi memakai faktor korelasi dari persamaan regresi.
Eto = ao + a1X1 + a2X2 + anXn
ao, a1,a2,.an = Koefisien regresi
X1,X2,Xn = jenis atau variable iklim

Rumus-rumus perhitungan Evepotranspirasi

1. Metode Thornthwaite,
Digunakan pada daerah yang beriklim sedang dan berada pada posisi kira-kira antara 290 LU
hingga 430 LU denga vegetasi yang pendek dan padat, suflay/ketersedian air yang cukup.
Eto = C. Ta
dimana, Eto = evapotranspirasi (cm/bulan)
T = temperature rata-rata bulanan (0 C/bulan)
C dan a = Koefisien besarnya ketergantungan lokasi
a = (675.10-9).I3 (771.10-7)I2 + (1792.10-5)I +0.49239
C = bervariasi 1/I
sebagai

[ ]

Dapat juga menggunakan table heat bulan dari Thornthwaite,


Sehingga : Evapotranspirasi bulanan standar Eto = 1,62 ( )

Evapotraspirasi bulanan yang disesuaikan kondisi


ET = ETo

S = Jumlah hari dalam bulan


Tz = Jumlah jam rata-rata per hari

dapat menggunakan tabel rata-rata penyinaran 30 hari/12 jam

Untuk nilai i yang sederhana menurut SERPA ; i : 0,009t1,5


a : 0,016.I + 0,5
2. Metode Hamon;
Metode ini menghitung evapotransipirasi dengan nilai kerapatan jenuh berdasarkan
temperatur dan kemungkinan durasi jam penyinaran matahari terhadap satuan 30 hari dan 12
jam/hari.
ETo = Ch x D2 x Pt
Dimana, ETo = evapotranspirasi (inch/hari)
Ch = Koefisien = 0,55
D = Durasi penyinaran matahari
Pt = Kerapatan uap air jenuh (gram/m2/100) sebagai fungsi temperatur
3. Metode Blaney dan Criddle;
Umumnya digunakan untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman.
ETo = K. p. (0,4572.t + 8,128 ) mm/hari
Dimana; K = Koefisien tanaman tergantung pada tipe dan lokasi.
P = Porentasi jam penyinaran matahari per bulan dalam setahun atau
j/J x 100
j = Rata-rata harian lamanya waktu siang hari untuk bulan tertentu.
J = Jumlah waktu lamanya siang dalam setahun
t = Temperatur rata-rata harian.
Saran untuk penggunaan nilai K adalah : K = 0,80 untuk daerah pantai
K = 0,85 untuk daerah kering
K = 0,75 untuk daerah tropis
Prosedur perhitungan ETo untuk suam bulan tertentu adalah sebagai berikut:
1. Can letak lintang daerah yang ditinjau.
2. Sesuai dengan letak lintang, cari nilai (P) melalui Tabel BC.1.
3. Can data suhu rata-rata bulanan (t)
4. Dengan memakai nilai (p) yang didapat dari tabel BC.1 dan data terukur (t), hitung
ETo = P (0,457.t + 8, 13). Untuk memudahakan pakai tabel BC.2 yang menyajikan
hubungan besaran ETo dengan nilai (p) dan (t).
5. Sesuai dengan bulan yang ditinjau. Carilah nilai angka koreksi ( c ) melalui tabel
BC.3.
6. Hitung ETo = c.ETo*
Prosedur perhitungan ETo dengan menggunakan rumus Blaney-Criddle tersebut disajikan
dengan bagan berikut ini:
4. Metode Ture
Metode ini dapt digunakan apabila kelembaban relative (Rh) lebih besar dari 50 %

ETo = a ( lg + 50 ) (mm)

Dimana; a : Koefisien yang merupakan fungsi jumlah hari perbulan


a : 0.40 untuk bulan dengan 31 hari
a : 0.39 untuk bulan dengan 30 hari
a : 0.37 untuk bulan Februari
t : temperature rata-rata tiap bulan (oC).
lg : radiasi global selama 1 bulan (cal/cm2/hari) (Solar Radiation &
diffusion)
Apabila lg tidak diukur pada stasiun meteorologi, maka dapat ditentukan

lg = lgA (0.18 + 0.62

untuk lgA : radiasi maksimum secara teoritis. (Tabel radiasi yang hanya
tergantung pada oLintang dari stasiun dan bulannya)
H : Lamanya penyinaran secra astronomis dalam 1 hari
H : Lamanya penyinaran matahari pada stasiun yang diukur oleh
heliograph Campbell atau Jordan.
h/H : adalah penyemuran relatif ( relative insolation) selama periode
penelitian.
Apabila kelembaban relatif (Rh) lebih dari 50% maka persamaan TURC dikoreksi menjadi:

ETo = a ( lg + 50 ) (1+ )

5. Metode Penman
Metode ini dikembangkan berdasar pada keseimbangan energy yang memperhitungkan
volume air yang diubah di antara permukaan penguapan dan atmosfir.

ETo = , ( ) ( )( )-

(mm/hari)

Dimana IgA : Radiasi solar maksimum secara teoritis (cal/cm2)


a : Albedo ( koef pemantulan sinar) dari permukaan penguapan
a = 0,26 untuk permukaan pasir
a = 0,16 untuk permukan batu
a = 0,11 untuk hutan
a = 0,20 untuk tanaman hijau
a = 0,05 sampai 0,15 untuk permukaan air.
h : Lama penyinaran matahari pada stasiun ( sesungguhnya)
H : Lama penyinaran matahari dalam satu hari menurut Astronomi.
: Konstanta Stefan-Boltzman = 1,18 x 10-7 cal/cm2/hari/oK
T : Temperatur Udara di tempat teduh
e : Tekana uap air di tempat teduh
ew : Tekanan uap maksimum pada temperatur T
FT : Kemiringan kurva hubungan tekanan uap air jenuh terhadap
temperatur, pada temperature air yang ditinjau.
: Konstanta psychrometric untuk tekanan 1015 mb -> j = 0,65
V : Kecepatan rata-rata angin (m/jam) diukur setinggi 10 meter dari
permukaan penguapan
6. Penman Modifikasi (FAO)
ETo = c . ET*
ET* = w (0,75 Rs Rn1) + ( 1 w ) f(u) (ea ed)
Dimana; w : faktor yang berhubungan dengan temperatur (t) dan elevasi
daerah. Untuk daerah Indonesia dengan elevasi antara 0 500 m,
hubungan harga t dan w.
Rs : Rasia gelombang pendek dalam satuan evaporasi (mm/hari)
= (0,25 + 0,54 n/N) Ra
Ra : Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir
(angka angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah.
Rn1 : Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
= f(t) . f (ed) . f (n/N)
f(t) : fungsi suhu = . Ta4
: Konstanta
Ta : Suhu (oK)
f(ed) : Fungsi tekanan uap = 0,34 0,44 . ( ed )
f(n/N): Fungsi kecerahan = 0,1 + 0,9 n/N
n : Jumlah jam yang sebenarnya dalam sehari matahari bersinar(jam)
N : Jumlah jam yang dimukingkan dalam satu hari matahari bersinar
(jam)
f(u) : Fungsi dari kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/dt)
= 0,27 (1 + 0,864 u)
u : kecepatan angin (m/dt)
(ea ed) : Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang
Sebenarnya.
ed : ea - Rh
Rh : Kelebaban udara relatif (%)
ea : Tekanan uap jenuh (mbar)
ed : Tekanan uap sebenarnya (mbar)
c : angka koreksi Penman yang memasukkan harga perbedaan
kondisi cuaca siang dan malam.
Prosedur perhitungan ETo berdasar rumus Penman adalah sebagai berikut:
1. Cari data suhu rata-rata bulanan
2. Berdasar nilai (t) earl besaran (ea), <W>, (1-W) dan f(t) dengan gunakan rumus PN.1
3. Cari data kelebaban relatif (RH).
4. Berdasar nilai (ea) dan (RH) earl (ed) dengan menggunakan tabel PN.4.
5. Berdasarkan nilai (ed) melalui Tabel PN.5 earl f(ead)
6. Cari letak lintang daerah yang ditinjau
7. Berdasar letak lintang earl nilai (Ra) melalui Tebal PN.2
8. Cari data kecerahan matahari (n/N)
9. Berdasar nilai (Ra) dan (n/N) hitung atau gunakan Tabel PN.3 untuk cari besaran (Rs)
10. Berdasarkan nilai (n/N) cari f(n/N) melalu Tabel PN.6
11. Carai data kecepatan angin rata-rata bulanan (u).
12. Berdasar nilai (u) earl f(u) melalui Tabel PN.7.
13. Hitung besar Rnl = f(t).f(ed).f(n/N)
14. Cari besar angka koreksi (c) Tabel PN. 8
15. Berdasarkan besaran nilai W, (1-W), Rs, Rn1, f(u), ea dan ed yang telah didapat.
Hitung ETo = W. (0,75 , Rs Rnl) + (1-W) . f(u), (ea-oo)
Hitung ETo = c. ETo* .
INFILTRASI DAN PERKOLASI
INFILTRASI adalah proses meresapnya air atau lolosnya air dari permukaan tanah kebawah
permukaan
PERKOLASI adalah pergerakan air dalam tanah melalui pori menyebabkan kebasahan pada lapisan
tak jenuh atau soil moisture zone unsaturated zone hingga mencapai muka air tanah
(water tableground water) atau pada lapisan jenuh (saturated zone).
Tujuan Praktis Infiltrasi :

- Mengurangi banjir pada permukaan tanah.


- Dapat mengurangi terjadinya erosi tanah
- Memberikan dan dapat memenuhi kebutuhan air tanaman
- Sebagai sumber pengisian ulang air tanah
- Dapat berfungsi sebagai penyedia aliran pada sungai dimusim kemarau

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infiltrasi :


1. Karakteristik hujan (hubungan intensitas dengan infiltrasi )
2. Kondisi permukaan tanah:
a. Hubungan ukuran tetesan hujan dengan kerasnya kepadatan tanah atau pemadatan
mekanik
b. Ukuran partikel tanah yang membentuk pori. (soil permeability zone)
c. Hubungan laju awal aliran permukaan dengan kenaikan retensi permukaan.
d. Kemiringan tanah secara tidak langsung
e. Penggolongan tanah (Terrasering,pembajakan,vegetasi dan cadangan permukaan)
3. Kondisi penutup permukaan lahan (hubungan Limpasan dengan Koefisien pengaliran
permukaan) termasuk banyaknya endapan ,tombuh-tumbuhan dan Humus
4. Transmibility tanah,
a. Besar pori yang dilewati dengan gaya gravitasi .
b. Lengas tanah akibat infiltrasi terbalik atau beragam.
c. Tingginya genangan permukaan dan tebalnya lapisan permukaan yang jenuh
menimbulkan gaya gaya terikatnya air antara lain:
Gaya Absorbsi : Terikatnya molekul air dan beradhesi pada permukaan partikel.
Gaya Osmotik : Terikatnya molekul air oleh bahan-bahan kimiawi terlarut
Gaya Kapiler : Proses adhesi dan kohesi yang terjadi.
5. Karakteristik air tanah
a. Suhu air termasuk mempercepat infiltrasi pada waktu panas
b. Kualitas air mempengaruhi laju aliran baik pada infiltrasi maupun pada perkolasi
6. Udara yang terdapat dalam tanah
Apabila permukaan tanah dan permukaan air tanah sejajar dan air yang meresap membentuk
bidang tebal maka kedalaman yang dapat dicapai sebagai bidang infiltrasi diisi oleh udara dan
dapat ditentukan dengan persamaan
P = Pa + w dI

Pa D = P ( D Y )II

Y = D - Pa w = D 1,034 cm
Dimana : P = Tekanan udara dalam tanah ( kg/ cm2)
Pa = Tekanan Atmosfir = 1,034 ( kg/ cm2)
w = Berat Jenis Air = 10-3 ( kg/ cm2)
D = Kedalaman Permukaan air tanah
Y = Kedalaman resapan yang dicapai oleh infiltrasi
Parameter-parameter Infiltrasi dan Perkolasi.

Untuk memperhitungkan besar pengaruh infiltrasi pada ketersediaan air digunakan parameter yang
terkait antara lain :

Kapasitas Infiltrasi (fc) yaitu kecepatan infiltrasi maksimum yang bisa terjadi. Kapasitas
ini tergantung dari kondisi permukaan,termasuk lapisan teratas di permukaan. Dan
dinyatakan dalam satuan mm/jam atau mm/hari. Sedangkan kecepatan maksimum
diperoleh saat awal hujan yang lebat yang nilainya makin lama makin kecil mendekati
kecepatan infiltrasi constant dan rendah bila propil tanah menjadi jenuh.

Kecepatan infiltrasi (fa) yaitu kecepatan infiltrasi yang terjadi sesungguhnya. Kecepatan
ini dipengaruhi oleh intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi.

Jika fa fc apabila i (intensitas hujan) fp dan fa=fc apabila i fc

Kapasitas perkolasi (Pp) yaitu kecepatan perklasi maksimum sangat ditentukan oleh
kondisi tanah dibawah permukaan pada diantara permukaan tanah dan muka air tanah.
Perkolasi tidak akan terjadi lagi apabila mencapai kapasitas lapang (field capacity/specific
retention)sehingga di definisikan :

Jumlah perkolasi(mm) = jumlah infiltrasi yang terjadi (mm) jumlah air yang
diperlukan mengisi kelembaban tanah (mm)

Kecepatan Perkolasi (Pa) yaitu kecepatan perkolasi sesungguhnya terjadi. Tergantung pada
kondisi tanah, baik permukaan tanah maupun di bawah permukaan. Nilainya di pengaruhi oleh
kecepatan infiltrasi dan kapasitas perkolasi

Alat-alat yang digunakan untuk menentukan kapasitas infiltrasi :

1. Infiltrometer, type gelang,jenis tabung


2. Lysimeter
3. Simulator hujan (splingker Uniform Atrificial Rainfall in plot).
PERHITUNGAN INFILTRASI :

Kapasitas Infiltrasi (fc)

Untuk menghitung besarnya infiltrasi dan perkolasi mengacu pada suatu eksperimen pada lokasi yang
ditinjau atu diteliti dengan memperoleh kurva kapasitas infiltrasi sehingga digambarkan dalam tiga
kasus yaitu :

a. Intensitas Hujan (i) yang sama atau lebih besar dari pada kapasitas infiltrasi (fc).
b. Intensitas Hujan berselang (i1,i2,dan i3 ) yang lebih besar dari pada kapasitas infiltrasi (fc)
c. Intensitas Hujan (i) yang kurang dari pada infiltrasi (fc)

Rumus rumus yang dikembangkan dalam perhitungan secara empiris adalah sebagai berikut :

Kotiakov dan Lewis,


(a-1)
1. F =K.ta - f = dF/dt = A.t
Dimana F = Infiltrasi (mm) dengan massa kumulatif
t = Durasi/waktu (jam)
a,n = Konstanta, harga-harga ini dinilai dari persamaan garis
lurus yang disesuaikan dengan floting F dengan logaritma
waktu (t).

a (a-1) (a-1)
f = dF/dt = d(K.t )/dt, maka f = K.a.t atau f = A.t , A = K.a
f = LAJU INFILTRASI, dan A= aK
Konstanta ini tidak dapat di interpolasi secara fisik dan harus dievaluasi dari data percobaan,
yaitu hasil percobaan infiltrasi diplotkan pada grafik double logaritma

a = n/m

2. Horton, fc-fa =(fo-fa) ekt ;


Rumus ini dapat dipergunakan untuk mengembangkan keadaan i fc.

f = kapasitas infiltrasi (LT-1)


fc = laju infiltrasi atau kapasitas infiltrasi konsta
fo = kapasitas infiltrasi awal
k = konstanta untuk kondisi awal dan tanah tertentu
t = waktu
nilai-nilai parameter persamaan di atas diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan
CONTOH PENGGUNAAN RUMUS HORTON DAN KOSTIAKOV
Dari data hasil pengukuran infiltrasi berikut

apabila kapasitas infiltrasi konstan < 0,1 cm/jam, dianggap tidak dapat diirigasi untuk
tanaman selain padi sawah untuk padi sawah- fc < 0,1 cm/jam , idealnya setelah
pembajakan fc turun terus sampai 0,02 cm/jam
apabila fc mencapai 6,5 cm/jam, tanah tsb dianggap tidak sesuai untuk dibei irigasi
pemukaan, perlu perlakuan khusus pada tanah tsb - tanah tsb mempunyai perkolasi kurang
baik
PEMBUATAN KURVA LAJU INFILTRASI
Data laju infiltrasi setiap kali pengukuran diplotkan kedalam kertas grafik milimiter blok
3. Holtan (fc-fa) = k. fc1,387
untuk i fc dapat dikembangkan dengan cara yang sama.

4. Philip, (fc-fa) = [a 2 t]1/2

Untuk penggunaan praktis nilai-nilai k, Fc,dan a harus diketahui sebelumnya. Karakteristik


infiltrasi bervariasi sesuai ruang atau Daerah aliran sungai oleh karena itu harga konstanta
yang tetap ini meliputi kondisi tanah pada kawasan yang ditinjau maka rumus ini bisa saja
tidak praktis.

Kecepatan atau laju Infiltrasi (fa)

Selain dengan cara eksperiment dari factor limpasan dengan menggunakan alat ukur seperti
infiltrometer, simulator hujan dan sejenisnya kecepatan atau laju infiltrasi dapat dihitung dengan cara
cara alami .

Metode ini menggunakan dasar perbandingan laju suplai air hujan dan limpasan permukaan .
prosedurnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Perkiraan kehilangan total dimungkinkan dengan anggapan bahwa intensitas kehilangan selama hujan
tidak beragam dengan waktu (constant). Tanges yang menghasilkan indeks . Sehingga pada Kurva
F (infiltrasi kumulatif) dianalisa dengan memperkirakan kehilangan-kehilangan air yang lain seperti
akibat Da (Detensi Permukaan Lapisan Air), Sd (Cadangan Defresi Permukaan),Intersepsi dan
Evapotranspirasi. Metode ini hanya dapat digunakan pada daerah aliran sungai yang kecil sehingga ini
merupakan metode alternative saja, Untuk Daerah aliran yang besar dibutuhkan kurva kapasitas
infiltrasi pada segmen-segmen daerah aliran sungai besar dan seragam.
Dengan demikian tanpa memperhatikan metode yang dipergunakan, nilai-nilai indeks untuk
kawasan tertentu ditetapkan pada suatu kisaran kondisi yang besar misalnya Kisaran tanah, Kisaran
musim, Distribusi Curah hujan dan lain-lainnya. Menurut Volker,jika pada suatu banjir tertentu maka
nilai indeks harus dipergunakan.
a. Metode Kapasitas f
Pada metode ini yang ditentukan adalah laju atau kecepatan infiltrasi actual (f ac) yaitu dengan
membandingkan intensitas hujan dengan harga kapasitas infiltrasi (f c), dengan menambah
cadangan defresi permukaan (Sd) dan sisa infiltrasi sebelumnya (Fr untuk menggantikan
cadangan detensi) dikurangkan dari curah hujan tertentu dan hujan efektif (Curah Hujan
Netto/Pnetto yang sama dengan hujan minus semua yang hilang) di tetapkan. Pada gambar
dibawah ini dapat dianalisa sebagai berikut : bila i > fc maka fac = fc dan bila i fc maka
facfc pemulihan 3% (asumsi) disebabkan karena jumlah curah hujan yang kecil masuk pada
period eke lima dan ke enam (periode kering berarti kapasitas infiltrasi meningkat)
b. Metode Indeks
Metode indeks ; Metode ini merupakan kecepatan atau laju konstan (mm/jam) pada
besarnya curah hujan. Dengan metode ini menyatakan semua kehilangan air pada permukaan
digambarkan (intersepsi,defresi,retensi,dan evapotranspirasi)dan infiltrasi. Pada penggunaan
metode indeks, asumsi limpasan cukup besar pada awal kejadian hujan dan kecil pada akhir
kejadian hujan.(lihat gambar) sehingga tidak di analisa kehilangan air pada awal dan infiltrasi
selama periode tidak ada hujan.
= ( P- Q) /t = L/t Dimana P = Curah hujan total(mm)
Q = Limpasan Permukaan total
t = durasi atau lamanya terjadi hujan
Contoh : F P Q
Indeks
Tr Tr
Distribusi hujan berikut diukur selama 6 jam.

Jam 0 1 2 3 4 5 6

Intensitas hujan (cm/jam) 0,5 1,5 1,2 0,3 1 0,5

Kedalaman limpasan (runoff) adalah 2 cm. Hitung indeks infiltrasi.


Dari distribusi hujan, hujan total adalah P = 5 cm. sehingga kehilangan yang disebabkan oleh
infiltrasi adalah:
F = P Q = 5 2 = 3 cm
Dengan menggunakan gambar di bawah, indeks dihitung dengan cara coba banding (Misal dicoba
nilai < 0,3; atau 0,3 < < 0,5; atau 0,5 < < 1,0 dst. Sesuai data intensitas hujan)
Dianggap nilai berada antara 0,5 dan 1,0 cm/jam.
Dengan menyamakan luas histogram di atas garis putus-putus dan kedalaman limpasan, dapat
diperoleh nilai :
(1,5 )x1+(1,2 )+(1,0 )x1 = 2 cm
= 0,567 cm/jam
Nilai 0,5 < < 1,0 sehingga perkiraan tersebut adalah benar.
Metode fav ; Metode ini lebih teliti disbanding metode metode indeks karena sudah
memperhitungkan tampungan awal (Sd),periode tidak ada hujan,dan sisa infiltrasi
sebelumnya. Metode ini merumuskan rata-rata laju infiltrasi selama ada suflai (pasokan)air
yang kontinu seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Pada metode fav analisa dilakukan
secara terpisah untuk masing-masing periode hujan (disarankan tiap satu jam) dengan asumsi
bahwa hujan sebelum atau sesudah periode terhitung berhenti atau tidak ada lagi. Pada
perhitungan umumnya sama dengan metode kapasitas f . A bstrasi awal (simpanan intersepsi
+ defresi) lebih kurang 20% dari perbedaan potensial maksimum antara volume total P dan Q.
Metode W indeks ; Metode ini mengacu pada kecepatan infiltrasi selama periode t, jika
intensitas curah hujan (i) melebihi kapasitas infiltrasi maka indek W adalah;

W = Laju kehilangan atau W = ( P Q Da Sd In) / t


Dimana : Da = Detensi permukaan air
Sd = Defresi permukaan air
In = Intersepsi
Apabila tanah jenuh air, kapasitas infiltrasi akan mencapai laju atau kecepatan minimum yang
konstan dan akhir (fa) berarti kenaikan dalam tampungan permukaan (Da + Sd + In ) akan
mendekati nol. Dengan demikian indeks W merupakan indeks W minimum dan nilainya
hamper sama . Indeks Wminimum dapat digunakan pada kondisi banjir atau luapan
maksimum.
ANALISA FREKUENSI HUJAN
Pengertian Frekuensi curah hujan adalah pengulangan suatu kejadian curah hujan dengan intensitas
tertentu, adapun tujuan dari analisa frekuensi sebagai berikut :
- Menyimpulkan atau menberikan kesan tentang sifat-sifat populasi dengan menggunakan
urutan pengamatan hidrologi masa lalu
- Menaksirkan (estimation) atau memperkirakan besarnya suatu kejadian, untuk periode
ulang rencana yang lebih kecil atau lebih besar dari rentan waktu pencatatan.
- Meramalkan (Prediction) dan menentukan periode ulang (kala ulang) dari kejadian-
kejadian ekstrim hasil pencatatan (seperti kejadian banjir atau musim kering) dan nilai
probabilitas.
Pada umumnya perencanaan bidang keairan, cenderung menghitung periode ulang dengan
menggunakan analisis frekuensi sebaran Gumbel dan Log Person III serta metode Iway Kodoya.
Analisa frekuensi curah hujan untuk suatu perencanaan dapat menggunakan salah satu dari tiga
metode tersebut di atas dengan memperhatrikan kualitas dan jumlah data (diharapkan tidak lebihh
kecil dari n = 10 ).
Metode Gumbel Rtr = + K. .Sx

Rtr = +


Sx =

Dimama : Rtr : Curah hujan dengan kala ulang T tahun.


R : Rata-rata curah hujan dari n tahun.
Ytr : Nilai reduksi variate dari variabel yang di harapkan terjadi pada periode ulang
T. (reduksi fungsi probabilitas).
Ytr : Nilai reduksi variate dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang T
.
T 1
: - Ln Ln
T
dapat dilihat pada tabel 0.1

Yn : Nilai reduksi rata-rata, nilainya tergantung jumlah data (n). Lihat tabel 02
Sn : Nilai standar diviasi ( Reduced Standard Diviation), nilainya tergantuang nilai
data (n). Dapat dilihat pada tabel 03
Sx : Simpangan baku (standar diviasi) dari data.
Tabel 01. REDUCED VARIATE ( Ytr ).
Tabel .02 REDUCED MEAN ( Yn )

Tabel .03 REDUCED STANDARD DEVIATION ( Sn ).

Metode Log Pearson Log Rtr + k ( S )


Cara penggunaan metode ini,
1. Logaritmakan semua data (Ri) menjadi (Log Ri)

2. Hitung nilai rata-rata data. =

3. Hitung nilai standar diviasi data

4. Hitung nilai koefisien ketidak simetrisan (skewness Coefisien) Cs =
Tabel 04 NILAI FAKTOR FREKUENSI ( k ) LOG PEARSON III.
Metode Iway Kodoya
Metode ini merupakan distribusi asimmetris dan dapat di rubah atau diperkirakan mempunyai
distribusi normal. Jika data distribusi curah hujan mempunyai pencatatan cukup panjang atau
jumlah data tidak kurang dari 20 tahun (n20) maka ini cocok digunakan.
Perumusan menurut Iway Kodoya sebagai berikut :

Log

Cara menggunakan metode Iway Kodoya :


- Urutan data darei nilai terbesar hingga nilai terkecil kemudian logaritmakan.

- Hitung rata-rata yang dilogaritma Log R =

- Hitung harga b b= ;m=

bi =

- Hitung nilai ( )

Dimana : : Curah hujan dengan kata ulang T tahun


RT : Serial data pengamatan curah hujan
R : Rata-rata data pengamatan dari n tahun.

Rs : Nilai data pengamatan urutan terbesar.

Rt : Nilai data pengamatan urutan terkecil.

: Variabel normal, kemungkinan kala ulang T.


Tabel 05 NILAI FAKTOR FREKUENSI MENURUT IWAY KODOYA
LIMPASAN PERMUKAAN ( SURFACE RUN OFF)

PENGERTIAN LIMPASAN;

Limpasan adalah air yang mengalir secara tidak beraturan di atas sebuah permukaan
bebas tanpa penampang yang mengatur pergerakan atau kecepatannya. Sedangkan limpasan
permukaan adalah besarnya volume air yang bergerak secara menyebar pada sebuah daerah
tangkapan air ditinjau dari titik terjauh hingga dimana air tersebut berkumpul atau
terkonsentrasi.

Besar volume air tersebut sangat tergantung dari luas daerah tangkapan (cachtman
area) dan besarnya curah hujan yang terjadi. Pergerakan volume tersebut pada bidang
permukaan disebut juga limpasan langsung. Sedangkan limpasan yang terjadi akibat
pergerakan air yang ada disebuah penampang menuju titik tertentu seperti Sungai, Danau,
Waduk di golongan limpasan tidak langsung terkecuali apabila air tersebut jatuh di atas
permukaan termasuk limpasan langsung.

ANALISA LIMPASAN :

Untuk mengetahui besar limpasan permukaan yang terjadi baik langsung maupun
tidak langsung dan dihitung dengan menggunakan parameter curah hujan dan luas daerah
tangkapan serta karakteristik permukaan. Dalam perhitungan terdapat beberapa metode dan
dapat disesuaikan dengan kondisi peruntukannya misalnya untuk perhitungan Banjir Rencana
(Design Flood), Puncak Banjir dan tujuan lain yang terkait dengan aplikasi atau terapan.

1.Metode Rasional.
Perhitungan limpasan hujan dengan menggunakan metode rasional sangat tergantung
pada luas areal pengaliran dan tata guna lahan. Penggunaan metode ini dibatasi dengan luas
areal maksimum 1300 Ha untuk lahan terbuka (non land use).
Perumusan metode ini adalah sebagai berikut :
Q=CIA atau Q=kCIA
Dimana : Q : Debit Limpasan (banjir rencana) m3/detik.
A : Luas areal tangkapan hujan
k : Faktor proporsionalitas nilainya = 0,278 untuk A (dalam satuan
Km2) = 0,00278 bila A (dalam Satuan Ha).
C : Koefisien limpasan ( Run off coeficient ).
I : Intensitas hujan dengan durasi/lama waktu konsentrasi (tc) mm/jam.
KOEFISIEN PENGALIRAN/ LIMPASAN.

Koefisien pengaliran adalah proporsi hujan yang dapat menghasilkan limpasan, atau
perbandingan antara tinggi aliran terhadap tinggi hujan dalam waktu yang cukup panjang.
Koefisien ini umumnya didefinisikan sebagai koefisian limpasan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya koefisien Limpasan hujan adalah :

1. Keadaan hujan.
2. Luas dan bentuk daerah aliran.
3. Kemiringan daerah aliran.
4. Daya infiltrasi, perkolasi tanah dan porsentase lapisan kedap air.
5. Suhu udara dan angin serta evaporasi yang berhubungan dengan drainase.
6. Besarnya daya tampung permukaan tanah dan palung sungai.

Untuk perencanaan sistem limpasan air permukan, nilai koefisien ini telah diperoleh melalui
eksperimen lapangan dan laboratorium seperti pada tabel

TABEL KOEFISIEN PENGALIRAN / LIMPASAN (C).

KONDISI LAHAN C KARAKTERISTIK PERMUKAAN C

PERDAGANGAN JALANAN :
- Pusat Perdagangan 0,70 0,95 - Lapisan Aspal 0,70 0,95
- Lingkungan sekitarnya 0,50 0,70 - Lapisan Beton 0,80 0,95
PERUMAHAN - Lapisan Bebatuan / Batu merah 0,70 0,85
- Rumah-rumah tunggal 0,30 0,50 - Lapisan Ber-kerikil 0,15 0,35
- Kompleks perumahan 0,40 0,60 Alur jalan setapak 0,70 0,85
- Daerah pinggiran/kumuh 0,25 0,40 Lahan Beratap/terlindung. 0,75 0,95
- Apartemen/Asrama 0,50 0,70 LAHAN TANAH BERPASIR :
INDUSTRI : - Kemiringan 2% 0,05 0,10
- Kawasan berkembang 0,50 0,80 - Kemiringan 2% sampai 7% 0,10 0,15
- Industri besar/berat 0,60 0,90 - Bertrap (7%). 0,15 0,20
Kebun, Taman,kuburan 0,10 0,25 LAHAN TANAH BERPASIR :
Taman bermain 0,10 0,25 - kemiringan 2% 0,13 0,17
Terminal dan rel kereta 0,20 0,40 - kemiringan rata-rata 2% - 7% 0,18 0,22
Lahan tidak berkembang 0,10 0,30 - bertrap ( 7% ). 0,25 0,35
WAKTU KONSENTRASI.

Yang dimaksud dengan waktu konsentrasi adalah selang waktu yang diperlukan oleh limpasan air
untuk mengalir, dari titik terjauh sampai ke titik pengeluaran (outlet). Nilai waktu konsentrasi dapat
dihitung dengan rumus :

Te =0,0195 L 0,77 .S -0,385


(Kirpich 1940)

Dimana : tc : lama waktu konsentrasi aliran (satuan menit atau jam)


L : panjang jarak dari titik terjauh mulai terjadinya limpasan sampai tempat terjadinya
genangan atau sama dengan panjang lereng permukaan (satuan meter).
S : kemiringan permukaan lahan yang di tinjau atau perbandingan antara selisih
ketinggian titik terjauh hingga titik genangan terhadap panjang jaraknya.
Selain dengan rumus Kirpich di atas besar waktu konsentrasi aliran dapat diperoleh dengan cara
empiris yaitu :
tc = to + td (dalam satuan menit).
Dimana : to : waktu yang diperlukan oleh titik air hujan di atas permukaan pada areal pengaliran
sampai rencana fasilitas drainase terdekat .
Nilai to dan td dapat diperkirakan dengan rumus :

to = b=

Lo : panjang overland flow (satuan feet).


C : Koefisien limpasan
i : intensitas hujan (dalam satuan inch/jam).
Cr : Koefisien hambatan (retordance coefficient).
So : kemiringan permukaan lahan.
Dengan memperhatikan topografi lahan maka perlu penyisian areal-areal yang memungkinkan untuk
menampung aliran air hujan (dataran rendah). Oleh karena itu perhitungan debit limpasan dengan
menggunakan metode rasional perlu dimodifikasi (Rasional modification method).
Metode Rasional Modifikasi
Metode ini memperhitungkan faktor tampungan sebagai berikut :

Q = k. C. Cs. I . A dalam satuan m3/detik.

Dimana : Cs : koefisien tampungan (storage coefficient).

KOEFISIEN TAMPUNGAN.

Efek tampungan pada permukaan terhadap puncak banjir semakin besar bila areal aliran semakin luas.
Efek tampungan ini diperhitungkan dengan menggunakan koefisien tampungan (Cs) atau :

Cs = non dimensional.

dimana : tc : lama waktu konsentrasi aliran (flow time Consentration).


td : lama waktu yang diperlukan oleh titik hujan untuk mengaliran sepanjang
penempan alur. (time of flow drain).

PERKIRAAN KECEPATAN AIR UNTUK PENAMPANG ALAMI

KOEFISIEN HAMBATAN (Cr).


KEMIRINGAN KECEPATAN

RATA-RATA RATA-RATA
JENIS PERMUKAAN NILAI
(PERSEN) (meter/detik)
Cr
Kurang dari 1,00 0,40
Permukaan halus 0,02
1,00 sampai 2,00 0,60
Tanah gundul, tanah padat, tanpa 0,10
batu
2,00 sampai 4,00 0,90
0,20
Permukaan tumput rata-rata
4,00 sampai 6,00 1,20
0,40
Permukaan rumput padat
6,00 sammpai 10,00 1,50
0,80
10,00 sampai 15,00 2,40

2. Metode Hydrograf dari SCS (us Soil Consevation Service).


Metode ini digunakan untuk analisa debit banjir rencana pada areal yang luas dibandingkan
dengan metode rasional ( kebih besar dari 1300 Ha). Penggunaan metode ini umumnya pada
perencanaan drainase perkotaan yang berda dalam kawasan daerah pengaliran sungai (DPS) atau
dengan istilah wilayah perkotaan yang mendapat banjir kiriman. Adapun perumusan metode SCS
ini adalah :

Q= (dalam satuan m3 /detik).

q= (cm)

dimana : Q : debit banjir rencana (m3/det).


A : Luas areal pengaliran (Ha).
q : Aliran permukaan / limpasan langsung (cm)
P : Hujan maksimum.
Ia : Abstraksi awal ( DAS di Indonesia Ia =2,5 mm Atau Ia = 0,20 S)

S : Daya tampung maksimum (cm) = atau CN =

tp : Waktu puncak hidrograf aliran (jam)


=D/2 + lag time atau antara 0,60 hingga 0,70 (tc).
D : Durasi hujan atau lama terjadi hujan (jam).
CN : Curva Number (dapat dilihat pada table atau dihitung).
TABEL CN CURAH HUJAN UNTUK WILAYAH PERKOTAAN
DISKRIPSI PERMUKAAN CN-UNTUK
KELOMPOK TANAH
Porsentase rata-rata
Tipe Permukaan & Kondisi Hidrologi wilayah kedap air A B C D
WILAYAH KOTA TERBANGUN
Lahan kosong (lapangan,Taman, Lapangan
golf dan sebagainya)
-Lahan Kritis (rumput kering 50%). 68 79 86 89
-Lahan menengah (Rumput lebih 75%). 49 69 79 84
-Lahan Subur (rumput lebih 75%). 39 61 74 80

WILAYAH KEDAP AIR


- Lantai Parkir, Atap, Jalanan (Tidak 98 98 98 98
termasuk ROW).
- Jalan raya, tikungan dan saluran (tidak 98 98 98 98
termasuk ROW).
- Parit terbuka (Termasuk ROW) 83 89 92 93
- Kerikil (Termasuk ROW). 76 85 89 91
WILAYAH PERKOTAAN
-Pusat perdagangan. 85 89 92 94 95
- Industri. 75 81 88 91 93
WILAYAH HUNIAN DENGAN
UKURAN RATA-RATA
- Luas 500m2 atau Kota besar 65 77 85 90 92
2
- 1000m 38 61 75 83 87
2
- 1350m 30 57 72 81 86
2
- 2000m 25 54 70 80 85
2
- 4000m 20 51 68 79 84
- 8000m2 12 46 65 77 82

Wilayah-wilayah perkotaan yang sedang


berkembang (Untuk wilayah kedap air 77 86 91 94
bukan vegetasi)

Klasifikasi kelompok jenis tanah berdasarkan kondisi hidrologi untuk menentukan potensi daya
tamping maksimum :
- Kelompok A : Terdiri dari tanah-tanah berpotensi rendah, daya resapan besar, walaupun
kondisi basah. Pada umumnya terdiri dari pasir sampai kerikil yang cukup dalam dengan
tingkat transmisi yang tinggi (cepat mongering dengan baik).
- Kelompok B : Terdiri dari tanah-tanah dengan laju penyusupan (infiltrasi) sedang pada
keadaan basah. Umumnya semakin dalam semakin kering dengan tekstur halus sampai kasar
dan tingkat transmisi airnya rendah.
- Kelompok C : Terdiri dari tanah-tanah dengan daya laju penyusupan yang lambat pada proses
pengeringan vertical, tekstur agak halus sampai cukup halus dengan transmisi lambat.
- Kelompok D : Terdiri dari tanah-tanah dengan potensi limpasan tinggi, mempunyai daya laju
penyusupan (infiltrasi) yang sangat lambat pada saat basah, umumnya terdiri dari tanah liat
dengan penyerapan air yang tinggi (daya swelling) dimana permukaan air tanah (water table)
sangat tinggi diatas permukaan atau tanah-tanah dangkal, tingkat transmisi airnya sangat
lambat.

3. Metode Melchior, Der Weduwen dan Haspers

Apabila curah hujan terjadi pada suatu daerah pengaliran dan di dalamnya terdapat suatu
penampang alur seperti sungai kanal dan sejenisnya akan terjadi limpasan langsung dan limpasan
tidak langsung pada penampang alur tersebut. Untuk menghitung debit limpasan digunakan tiga
metode dengan rumus dasar : Q maksimum = (m3/detik)

Dimana: = Koefisien Pengaliran

Koefisien Reduksi

F = Luas Daerah Pengaliran

q = Curah Hujan Maksimum (m3/km2/detik)

ada tiga metode yang dianjurkan untuk menetapkan curah hujan empiris limpasan air
hujan, yakni

- Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100 km 2
- Metode der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai 100 km 2
- Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5000 ha

Penguraian tentang penggunaan rumus di atas pada ketiga metode tersebut di atas di jelaskan sebagai
berikut :

b. Metode Melchior

Metode ini mempunyai ketentuan sebagai berikut :

- Koefisien Pengaliran ( ) berkisar antara 0,42 hingga 0,62 dan umumnya di gunakan 0,52
- Koefisien reduksi ( dihitung dengan persamaan : F = 3960 + 1720.

- Waktu konsentrasi ditentukan lebih awal sebelum menghitung curah hujan terhadap luas

daerah aliran sebagai berikut : tk =

Dimana tk = Waktu konsentrasi (jam)


L = Panjang sungai (km)

V = Kecepatan aliran rata-rata (m/detik) ~ V = .


i = Kemiringan dasar penampang memanjang sungai diambil
dengan

Tanah Penutup Kelompok hidrologis tanah

C D

Hutan lebat (vegetasi dikembangkan dengan 0,60 0,70


baik )
Hutan dengan kelembatan sedang (vegetasi 0,65 0,75
dikembangkan dengan cukup baik)
Tanaman lading dan daerah-daerah gudul 0,75 0,80
(terjal)

Kelompok C : Tanah-Tanah dengan laju infiltrasi rendah pada saat dalam keadaan sama sekali basah,
dan terutama terdiri dari tanah, yang terutama terdiri dari tanah-tanah yang lapisannya menghalangi
gerak turun air atau tanah dengan tekstur agak halus sampai halus. Tanah-tanah ini memliki laju
infiltrasi air yang sangat lambat.

Kelompok D : (Potensi limpasan air hujan tinggi) Tanah dalam kelompok ini memiliki laju infiltrasi
sangat rendah pada waktu tanah dalam keadaan sama sekali basah, dan terutama terdiri dari tanah
lempung dengan potensi mengembang yang tinggi, tanah dengan muka air-tanah yang tinggi dan
permanen, tanah dengan lapis lempung penahan (claypan) atau dekat permukaan serta tanah dangkal
di atas bahan yang hamper kedap air. Tanah ini memiliki laju infiltrasi air yang sangat lambat.

- Curah hujan maksimum (q) terhadap luas pengaliran berdasarkan waktu konsentrasi dapat
diperoleh dari grafik : tk = 0,186 L. Q-0,2 I-0,4

C. Metode der Weduwen

Metode ini mempunyai ketentuan sebagai berikut :


- Koefisien pengaliran ( = 1+

- Koefisien reduksi (
- Waktu konsentrasi (tk) dihitung sebagai berikut = 0,125 L. Q-0,125 I-0,25

- Hujan maksimum (q) dapat di hitung dengan rumus:

T adalah 1/6 sampai dengan 12 jam dan F < 50km2

Dimana tk = Waktu konsentrasi (jam)

L = Panjang Sungai (km)

q = Curah hujan (m3/dt.km2)

I= Kemiringan dasar penampang memanjang sungai diambil dengan

t= lamanya curah hujan (jam)

D. Metode Harpers

- Koefisien Pengaliran ( =

- Koefisien reduksi ( dihitung dengan persamaan : = 1+ *

- Waktu konsentrasi (tk) dihitung sebagai berikut = .

- Hujan maksimum (q) dapat dihitung dengan rumus :

Di mana tk = Waktu konsentrasi (jam)

.t = Waktu / lama Curah hujan (jam)

Q = Curah hujan (m3/dt.km2)

Rt = Curah hujan dengan priode ulang T tahun (mm).

= Curah Hujan 24 jam

Dengan metode Haspers, ditemukan waktu/lama hujan sebagai berikut :

Untuk t > 2 jam, maka : Rt =

Untuk 2 jam < t <19 jam Rt =


Untuk 19 jam < t < 30 hari Rt = 0,707 .

HIDROMETRI DAN HIDROGRAFH

HIDROMETRI: Pengukuran besarnya aliran pada sebuah penampang saluran misalnya pada sungai,
kanal, dan sejenisnya.
Parameter-parameter yang terkait dengan hidrometri atau pengukuran adalah :

1. Pengukuran Elevasi dan kedalaman Air


Elevasi muka air adalah elevasi permukaan air pada saluran atau sungai, danau dan waduk diukur
relatif terhadap suatu bidang persamaan atau datum misalnya muka air laut rata-rata (MSL).
Tujuannya : a. Untuk mengetahui besar aliran atau debit.
b. Untuk mengetahui debit banjir sebagai dasar perencanaan.
c. Sebagai dasar untuk pembuatan lengkung debit dan debit andalan.
Pemilihan tempat pengukuran tergantung pada :
a. Tujuan pengumpulan data pengukuran.
b. Kemudahan dalam pencapaian tempat atau lokasi.
c. Kesanggupan dari pengamatan dan pengambilan data.

Alat ukur yang digunakan :

a. Alat ukur Manual, Seperti : Papan Duga muka air (staff gauge) dan Duga air gantung
(suspended gauge).
Syarat-syarat : - Mempunyai titik ketinggian tetap (BM).
- Penempatan pada pilar, pangkal jembatan. Dan tembok bangunan.
- Tidak langsung pada arah arus aliran.
- Papan duga dapat mencapai tinggi muka minimum (aliran
mendekati debit nol) sampai muka air maksimum yang mungkin
terjadi.
b. Alat ukur muka air Automatic (AWLR).
Alat ini terdiri dari dua type yaitu :
- Pencatat dengan sistem pelampung (Float Recorder).
- Pencatat dengan Pheneumatic (pheneumatic Recorder).

Prosedur Pengukuran :

- Pembacaan titik Nol berada di bawah muka air terendah.


- Titik datum harus dichek dan diperiksa setiap waktu terhadap titik BM lokal.

2. Pengukuran Kecepatan Aliran.


Pengukuran kecepatan aliran dilakukan pada waktu tertentu, pengukuran kecepatan aliran
sangat terkait untuk perhitungan debit dan penggambaran lengkung debit (rating curve).
Hasil pengukuran kecepatan aliran dapat digunakan untuk menghitung besar debit, baik
tidak langsung maupun dengan cara langsung.
Metode-metode yang digunakan dalam pengukuran kecepatan aliran adalah sebagai
berikut :
a. Velocity head rod : Alat ini terbuat dari tiang yang berskala dan dilengkapi pemberat
yang dapat diputar hingga terjadi kenaikan muka air.
Rumus dasar kecepatan tergantung tinggi selisih muka air pada saat tiang skala
diputar :
V= di mana : g = Kecepatan gravitasi.
H = Selisih ketinggian air pada skala tiang saat diputar.
b. Trupps Ripple Meter. Terdiri dari rangkaian plat papan dan tiang yang selalu harus
dikalibrasi terhadap persamaan yang digunakan yaitu :
V = c + X. L di mana : L = panjang titik tertentu pada plat papan.
X = nilai korelasi antara lebar plat papan (W) terhadap
V (hasil kalibrasi).
c = Konstanta.
c. Pitot meter : umumnya digunakan pada uji pemodelan fisik pada laboratorium, terbuat
dari pipa kaca atau logam yang dibengkokkan 90 derajat dengan mulut tangkapan
aliran di bawah permukaan air. Pada saat terjadi tekanan aliran, air dalam pipa akan
naik setinggi H sehingga dengan rumus tinggi energy dapat dituliskan sebagai :
V= di mana : g = Kecepatan gravitasi.
H = Tinggi kenaikan air akibat adanya kecepatan.
d. Pengapung (Float) :
Cara ini hanya digunakan untuk menaksir kecepatan aliran secara kasar karena
pengamatannya hanya di permukaan air. Selain itu diperlukaan pencatat waktu (stop
watch) dan pengukuran dilakukan pada antara dua titik :

e. Current meter :
Current meter adalah sejenis alat ukur kecepatan aliran yang digunakan untuk
mengukur arus pada saluran dengan aliran rendah. Alat ini cocok digunakan untuk
mengukur kecepatan aliran antara 0,30 sampai 3,00 meter perdetik dengan kedalaman
hingga 30 meter sesuai spesifikasi dan jenisnya. Terdapat banysk type Current meter
seperti : Type Price, Type Waltman, dll.
Pembacaan alat ukur ini diperoleh dari hasil pembacaan propeller dengan rumus dasar
:
V=a+bN di mana : N = Jumlah putaran profeler perdetik.
a = Kecepatan awal yang diperlukan.
A dan b merupakan konstanta dari kalibrasi alat current
meter yang digunakan.

Prosedur pengukuran :

1. Metode satu titik (gb.a) =


Kecepatan yang diukur pada (0,60) kedalaman dari permukaan air.

2. Metode dua titik (gb.b) =

Kecepatan yang diukur pada kedalaman (0,20) dan (0,80) dari permukaan air.

3. Metode tiga titik (gb.c) = atau

Kecepatan yang diukur pada kedalaman (0,20), (0,60) dan (0,80) dari permukaan
air.
4. Jika sungai cukup lebar maka dilakukan pengukuran sistem multi titik misalnya 5
titik.

Vs = Kecepatan aliran diukur pada permukaaan.


Vb = Kecepatan aliran diukur pada dasar saluran.

Tabel Interval Pengukuran Dalamnya Air.

Lebar Sungai (meter) 100 100 sampai 200 Lebih dari 200
Di atas tanah Kurang dari 5 Kurang dari 10 Kurang dari 20
Interval (meter)
Dalamnya air Kurang dari 5 Kurang dari 5 Kurang dari 10

Tabel Interval Pengukuran Kecepatan Air.


Lebar sungai
B<50 50<B<100 100<B<200 200<B<400 400<B<800
(meter) B>800
Jumlah
3 4 5 6 7
Penampang 8

3. Pengukuran Penampang Basah.


Pada pengukuran debit dengan parameter kecepatan baik dengan pelampung maupun
dengan alat ukur arus (current meter) dibutuhkan luas penampang melintang saluran atau
sungai. Pada titik pengukuran diambil acuan bench mark yang telah ditetapkan. Apabila
kita mengambil sebuah penampang melintang saluran atau sungai maka akan digunakan
interval garis pengukuran sebagai berikut :
Tabel Standar Interval Garis Pengukuran
Interval Garis-Garis
Lebar Permukaan Air (B) Interval Garis Pengukuran
Pengukuran kecepatan
Meter dalamnya Air (meter)
aliran (meter)
<10 0,10 B 0,15 B
10-20 1 2
20-40 2 4
40-60 3 6
60-80 4 8
80-100 5 10
100-150 6 12
150-200 10 20
>200 15 30

Banyaknya garis pengukuran dalamnya air adalah dua kali banyaknya garis pengukuran
kecepatan. Dengan demikian maka perhitungan luas penampang melintang akan lebih
mudah, dengan menggunakan rumus trapezoidal, misalnya seperti pada gambar di bawah
ini.

Dengan memperhatikan gambar tersebut di atas maka luas adalah : F = 2 . b .


Jika debit adalah Luas Penampang Melintang dikali kecepatan maka : Q = F x V ( /det)

4. Pengukuran dan Perhitungan Debit.


Pengukuran debit dilakukan pada waktu tertentu, dengan guna mendapatkan
penggambaran lengkung debit (rating curve) pada suatu aliran.
Penentuan jumlah pengukuran sangat tergantung pada :

Tujuan dan fungsi hasil pengukuran :


- Kepekaaan sungai/saluran sesuai karakteristik
- Ketelitian yang hendak dicapai sesuai korelasi.

Prinsip Pengukuran Debit ada 2 (dua) Metode :

Pengukuran Tak Langsung yaitu : Dengan menghitung besar kecepatan aliran


berdasarkan perumusan hidrolika dengan menggunakan data parameter hasil
pengukuran lapangan dengan menggunakan alat ukur kecepatan aliran misalnya :
Velocity head rod, Current meter dan lainnya.

Q=FxV( /det) Di mana : F = luas ukur penampang melintang.


V = Kecepatan ukur aliran.
Pengukuran Langsung.
Pengukuran debit dilakukan dengan cara mengukur langsung pada saluran memakai
alat ukur pintu atau penampang kendali berdasar tinggi muka air pada pelimpah.
Persyaratan perhitungan debit hasil pengukuran yang harus diperhatikan yaitu jenis
alirannya sempurna dan koefisien debit maupun koefisien kecepatan. Pengujian
penampang kendali dapat dilakukan di laboratorium dan kalibrasi lapangan.
Metode-metode pengukuran dan perhitungan yang dapat dilakukan adalah :
1. Perhitungan debit berdasarkan penampang kendali buatan yang hanya menentukan
tinggi muka air.
a. Ambang Lebar yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk segi empat.
Q = 2/3 Cd . Cv . .b. ( /det)
Di mana Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan
g = percepatan gravitasi
b = lebar mercu
h = kedalaman air di hulu terhadap ambang bangunan ukur
b. Ambang lebar yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk trapezium.
Q = Cd . .[2g(H - y)] /det)
Di mana H = tinggi energy di hulu
y = kedalaman air pada bagian pengendali
m = kemiringan samping bagian pengendali
c. Ambang tajam yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk segi empat.
Q = 2/3 . Cv . .b. /det)
d. Ambang tajam yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk trapezium.
Q = 2/3. Cd . Cv . .b. /det)
e. Ambang tajam yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk segi tiga.
Q = Cd . . (2g /det)
f. Alat ukur parshall atau venture, terdiri dari :
- Sebuah bagian peralihan penyempitan dengan lantai dasar.
- Leher dengan lantai miring ke bawah.
- Peralihan pelebaran dengan lantai miring ke atas.
2. Perhitungan debit berdasarkan penampang kendali buatan yang dapat mengatur tinggi
muka air.
a. Balok sekat terbuat dari balok atau propel segi empat yang ditempatkan tegak
lurus terhadap potongan segi empat saluran.
Q = 2/3 Cd . Cv . .b. /det)
Di mana Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan
g = percepatan gravitasi
b = lebar normal
h = kedalaman air di atas balok sekat
b. Pintu sorong dan pintu radial yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur debit
aliran bawah.
Q = k . Cd . a .b /det)
Di mana k = factor aliran tenggelam
Cd = koefisiwn debit
a = tinggi bukaan pintu
b = lebar bukaan pintu
g = percepatan gravitasi
b = lebar mercu
h = kedalaman air di depan pintu atas ambang
c. Alat ukur romijn, yaitu bangunan pengendali berbentuk ambang lebar dengan
mercu terbuat dari plat baja yang dapat digerakkan untuk mengatur dan mengukur
debit.
Q = 2/3 . Cd . Cv . .b. /det)
Di mana Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan
g = percepatan gravitasi
b = lebar meja romijn
H = tinggi energy hulu di atas meja romijn
d. Alat ukur Crump de Gruyter, yaitu alat ukur leher panjang yang dipasang pintu
gerak vertical dan searah aliran.
Q = Cd . b . w . . /det)
Di mana Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan
g = percepatan gravitasi
b = lebar bukaan pintu
w = bukaan pintu
h = tinggi air di atas ambang

HIDROGRAFH ALIRAN
Adalah penggambaran dalam bentuk grafik hubungan waktu atau durasi dengan debit, ini dapat
diperoleh dari konversi stage hydrograph (yaitu hubungan antara waktu dengan tinggi muka air).

Tujuan pembuata hydrograph adalah untuk menganalisa besar banjir pada aliran akibat limpasan
permukaan yang merupakan salah satu unsure atau bagian dari debit aliran yang menghasilkan puncak
banjir.

Hydrograph terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu : sisi naik (rising limb), puncak (crest) dan sisi
turun (resesi limb).

Data-data ysng terkait dengan pembuatan hidrograf aliran :

Pencatatan tinggi muka air terhadap debit (stage hydrogaph).


Periode pemusatan aliran atau waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari
titik terjauh dalam sebuah daerah aliran sungai sampai stasiun pengukuran (time of
konsentration).
Grafik atau kurva massa aliran secara kumulatif terhadap fungsi waktu.
Sebahagian dari total presipitasi yang terdistribusi di atas permukaan tanah atau hujan
efektif.
Lengkung aliran atau grafik hubungan antara elevasi muka air sebuah saluran atau
sungai terhadap debit pada salah satu penampangnya (rating curve).

Oleh karena hasil pencatatan dan perhitungan debit yang tergambar dalam hydrograph aliran ini
adalah debit total atau banjir yang terjadi maka dibutuh pemisahan hydrograph antara limpasan banjir
dan aliran sebelum ada banjir. Dengan demikian maka perlu dibuat hydrograph satuan (unit
hydrograph).

Metode yang dapat digunakan adalah metode bersifat empiris degan prinsip :

Penggambaran hidrograf aliran sungai dapat dilakukan dengan pengumpulan data-data aliran yang
terjadi dengan periode waktu yang pendek dengan daerah aliran yang tidak terlalu luas. Prosedur
sebagai berikut:

a. Pencatatan banjir dari curah hujan yang lebat diasumsikan merata dan pilih beberapa
intensitas dengan durasi tertentu.
b. Data debit banjir digambarkan dalam grafik hubungan waktu dengan debit sesuai
hasil pengamatan selama beberapa hari sebelum dan sesudah kejadian hujan.
c. Dilakukan pemisahan antara aliran dasar (base flow) degan limpahan/imbuhan yang
ada berdasarkan debit banjir.
d. Dengan hasil pemisahan tersebut, dapat dihitung ordinat aliran dasar dan ordinat
limpasan langsung.
e. Besar volume limpasan langsung dihitung dengan menggunakan persamaan :

= = =

=

Di mana : A = luas daerah aliran sungai


= ordinat debit limpasan langsung
=
t = batas interval waktu kejadian
f. Tentukan ordinat-ordinat hidrograf satuannya Untuk mengetahui besar limpasan dari

imbuhan aliran sungai dengan rumus :

Untuk memudahkan perhitungan dapat dibuat dengan model tabelaris seperti di bawah ini :

Ordinat Ordinat
Waktu
Debit Total Aliran Dasar Limpasan Hydrograf
Pencatatan
/det) /det) Langsung satuan
(Tgl, Jam)
/det) /det)
(1) (2) (3) (4) (5)

Hidrologi satuan sintetik Nakayasu,

Qmaks= C . A . Rn

3,6 . 0,30 . Tp + T0,3

Dimana : Qmaks = debit puncak banjir (m3/dtk)

C = koefisien pengaliran sungai

Rn = hujan satuan (mm/jam)


A = luas daerah pengaliran sungai (km2)

Tp = waktu permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak
banjir (jam)

Tp = Tg + 0,8 Tr

T0,3 = . Tg

Tg = 0,4 + 0,058 L ( untuk L < 15 km )

Tg = 0,21 . L 0,27 ( untuk L > 15 km )

Tg = waktu kosentrasi pada daerah aliran ( jam)

Tr = Satuan waktu dari curah hujan ( 0,5 1,0). Tg

= koefisein ( 1,5 3, 0)

L = ruas sungai terpanjang ( KM )

Banjir rencana di hitung dengan prinsip superposisi yaitu sebagai berikut :

Q1 = Rn1 . UH1

Q2 = Rn1 . UH1+ Rn2 . UH1

Q3 = Rn1 . UH1+ Rn2 . UH1+ Rn3 . UH1

Q4 = Rn1 . UH1+ Rn2 . UH1(n-1)+ Rn2 . UH1(n-2)+ Rn . UH1

Dimana :

Qn = debit pada saat jam ke n (m3/dtk)

Rn1 = hujan rencana efektif jam ke 1 ( mm/jam)

UH1 = ordint hidrograf satuan

Q1 = total debit pada jam ke i akibat limpasan hujan efektif


(m3/dtk)

Hidrolograf satuan sintetika Snyder


Empat parameter yaitu waktu kelambatan, aliaran puncak, waktu
dasar, dan durasi standar dari hujan efektif untuk hidrolograf satuan di
kaitkan denan geometri fisik dari DAS dengan hubungan berikut ini.

tp = Ct (LLc) 0,3

Qp =

T = 3+

tp =

Apabila durasi hujan efektif t, tidak sama dengan durasi standar to, maka :

t pr = t p + 0,25 (tr t D)

QPR = Q P
Di mana ;

to : durasi dari hujan efektif (jam)

t : durisa hujan efektif

tp : waktu dari titik berat durasi hujan efetif to puncak hidrograf satuan (jam)

tpR :waktu dari titik berat durasi hujan tr ke puncak hidrograf satuan (km)

T : waktu dasar hidrograf

Qp:debit puncak untuk durisa to

QpR:debit puncak untuk durasi tr

L:panjang sungai utama terhadap titik control yang di tinjau (km)


2
A:luas DAS (km )

Ct:koefisien yang tergantung kemiringan DAS, bervariasi dari 1,4 s/d 1,7.

Cp:koefisien yang tergantung pada karakteristik DAS, bervariasi antara 0,15 s/d
0,19.

,Memudahkan penggambarkan, berikut ini di berikan berapap rumus :

W50 = dan W75 =


Dengan w 50 dan w75 adalah lebar unit hidrograf pada debit 50% dan 75% dari debit

puncak,yang di nyatakan dalam jam. Sebagai acuan, lebar w 50 dan w


75 dibuat dengan
perbandingan 1:2; dengan sisi pendek di sebelah dari hidrograf satuan.

HIDROGRAP SATUAN SINTETIK GAMA I



Satuan hidrograf sintentika Gama I di bentuk oleh tiga komponen dasar yaitu
naik (TR), debit puncak (QP), waktu dasar (TB) dengan uraian sebagai berikut
:

a.waktu naik (TR) dinyatakan dengan rumus :

+
TR = 1.0665 SIM +1,2775

Di mana ;

TR = Waktu naik ( Jam )

L = panjang sungai ( km )

SF = factor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai


tingkat 1 dengan jumlan panjang sungai semua tingkat

SIM = Faktor simetri di tetepi sebagai hasil antara factor lebar


(WF)dengan lurus relative DAS sebelah hulu ( HULU)

WF = factor lebar adalah perbandingan antara lebar saluran DPS yang


di ukur dari titik di sungai yang berjarak dan lebar DPS yang
di ukur dari titik yang berjarak dari tempat pengukuran (liat
gambar).

b. Debit puncak ( QP) Di nyatakan dengan rumus :

QP =
3
QP = debit puncak (m /dtk)

JN = jumlah pertemuan sungai ( liat gambar A. 1. 14 )

TR= waktu naik (jam)

c.Debit puncak ( QP) dinyatakan dengan rumus :


TB =

TB = waktu dasar ( jam )

TR = waktu naik ( jam )

S = landau sungai rata rata

SN = freukensi sumber yaitu perbandingan antara segmen sungai


sungai 1dengan jumlah sungai semua tingkat

RUA = luas DPS sebelah hulu ( km ), (liat gambar )

Sedengkan bentuk grafis dari hidograf satuan (liat gambar )

Hujan efektif di dapat dengan cara metode indeksi yang di pengaruhi fungsi luas DPS dan
frekuensi sumber SN di rumuskan sebagai berikut ;

= 10,4903

= indekasi dalam mm/jam

A = luas DPS,dalam km2

SN = freukensi sumber, tidak berdimensi

Aliran dasar dapat di dekati sebagai fungsi luas DPS dan kerpatan jaringan sungai yang di
rumus kan sebagai berikut ;
QB =

QB = aliran dasar (m3/dtk)


A
= luas DPS km2
D
= kecepatan jaringan sungai (km/km2)

Besarnya hidrograp banjir dengan mengalirkan bulan elektif dengan kala ulang tertentu
dengan hidrograf satuan yang di dapat dari rumus di atas selanjutnya di tambah dengan aliran
dasar.

Anda mungkin juga menyukai