II-1
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-2
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-3
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Keterangan gambar :
a : corong penampung
curah hujan
b: silinder penampung
air hujan
c :corong penyalur air
kesilinder
penampung
d : tiang dari kayu
atau beton
Gambar 2.5. Penakar Hujan Manual Tipe Observatorium
(Sumber : F.J. Mock, 1973)
II-4
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-5
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-6
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-7
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Pe=[{[ IgA * (1-a) (0.18 + 0.62 S) ]-[δT4 * (0.56-0.08 e1/2) (0.1 + 0.9 S) ]}
* [ (1/59) * ((π/γ)/(1+π/γ))] ]+[[(0.26/(1+π/γ))*(ew-e)*(1+0.4V)]]
Besaran Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nop Des
IgA
881.92 888.9 884.3 888.7 790.38 769.1 788.26 823.82 873.73 880.07 872.67 857.52
(cal/cm2)
II-8
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Lokasi Nilai a
Daerah Hutan 0.11
Daerah Batu 0.16
Daerah Tumbuhan Hijau 0.20
Daerah Semak 0.24
Daerah Pasir 0.26
Tabel 2.2. Albedo-albedo penguapan untuk berbagai jenis daerah.
II-9
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
ΔE = Ep * m * (30-n)/30
Et = Ep – ΔE,
II-10
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
dimana :
ΔE = Perbedaan antara Ep dan Et (mm/bln)
Ep = Potensial Evapotranspirasi (mm/bln)
Et = Limited Evapotranspirasi (mm/bln)
n = Jumlah hari hujan tiap bulan
m = Perkiraan permukaan yang tidak tertutup tanaman
Catatan :
Perhitungan Et (Limited Evapotranspirasi) ini untuk
stasiun tertentu (bukan untuk luas wilayah tertentu yang
ada stasiunnya).
Nilai faktor m dapat diperkirakan melaui jenis musim dalam tiap
bulannya, yaitu :
1. Bulan Kering, didefinisikan memiliki < 5 hari hujan.
m = 0% untuk hutan belantara
m = 0 –10 % untuk daerah tumbuhan
hijau/perkebunan
m = 10-40 % untuk daerah erosi
m = 30 – 50 % untuk daerah persawahan
m = 20% – 60% untuk daerah pertokoan.
2. Bulan Peralihan, didefinisikan menjadi 5 – 8 hari hujan, nilai m
sama dengan musim kering.
3. Bulan Basah, didefinisikan memiliki 8 hari hujan, nilai m
berkisar antara 10 – 20 %.
II-11
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
1. Water Balance
Jumlah air yang terdapat di alam adalah tetap dan terdistribusi
tidak merata setiap daerah. Banyaknya air yang masuk (in flow)
dengan air yang keluar (out flow) biasanya dinyatakan dalam
kesetimbangan air (Water Balance). Kesetimbangan ini bisa
dihitung dengan persamaan F.J. Mock yang didasarkan atas
perhitungan nilai limited evapotranspirasi dan presipitasi.
2. Soil Moisture (Lengas Tanah)
Adalah suatu harga kelembaban tanah yang nilainya berubah-
ubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh Curah Hujan dan nilai
evapotranspirasi. Harga Soil Moisture yang paling besar disebut
Soil moisture maksimum. Nilai Soil moisture maksimum
diperkirakan atas dasar kombinasi tekstur tanah dan vegetasi.
Jadi Soil Moisture maksimum adalah harga tetapan tanah pada
II-12
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-13
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
HutanBelantara Tertutup
Pasir halus 100 2.50 250
Lempung berpasir halus 150 2.00 300
Lempung berdebu 200 2.00 400
Lempung liat 250 1.60 400
Liat 300 1.17 250
II-14
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Baseflow, Direct Run Off, dan Run Off. Dalam perhitungan awal,
biasanya satuan besaran-besaran ini adalah mm/thn atau mm/bln
tertentu pada suatu blok tanah atau batuan dengan luas sebesar 1
m2 dengan tebal tanah/batuan yaitu dari permukaan sampai dasar
zona jenuh (lapisan impermeabel) yang tebalnya tergantung pada
daerah-daerah yang berbeda (F. J. Mock, 1973) seperti pada
gambar di bawah ini :
Keterangan gambar :
DROn = Direct Run Off ke-n
(mm/bln atau mm/thn)
In = Infiltrasi bulan ke-n (mm/bln )
Vn = Volume Simpan bln ke – n
(mm/bln), berada pada pori-pori
batuan
Bn = Base Flow ke – n (mm/bln
atau mm/thn)
Ws = Water Surplus
Dari gambar terlihat bahwa zona jenuh
adalah bagian dari Base Flow
Luas Daerah Penelitian = 1 m2
MAT = Muka Air
Tanah
P = Perkolasi
II-15
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Porositas Porositas
No. Material No. Material
(%) (%)
1. Kerikil kasar 28 13 Batupasir kasar 45
2. Kerikil sedang 32 14. Loess 49
3. Kerikil 34 15. Peat 92
4. Pasir kasar 39 16. Schist 38
5. Pasir menengah 39 17. Batulumpur 35
6. Pasir halus 43 18. Batulempung 43
7. Lumpur (silt) 46 19. Shale 6
8. Lempung (clay) 42 22. Tuff 41
Batupasir butir
9. 33 23. Basalt 17
halus
10. Batupasir sedang 37 24. Gabro lapuk 43
11. Batu kapur 30 25. Granit lapuk 45
12. Dolomit 26
(Sumber : Todd, 1980)
II-16
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Dimana
k = Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi, dinyatakan
dalam persen (%).
Infiltrasi (In) dinyatakan dalam mm, biasanya dalam per
bulan tertentu dalam luas 1 m2.
Water Surplus didapatkan dari perhitungan sendiri,
dinyatakan juga dalam mm per bulan tertentu atau per
tahun tertentu dalam luas 1 m2.
Indeks n menyatakan perhitungan dilakukan dalam bulan
tertentu n.
6. Volume Simpan
Volume Simpan adalah suatu kemampuan tanah/batuan untuk
menyimpan sejumlah air dalam bulan tertentu dalam luas
wilayah 1 m2 (Gambar 2.7). Volume simpan ini berada pada
pori-pori atau celah-celah (rongga-rongga/ruangan-ruangan pada
tanah/batuan). Harga volume simpan tidak dipengaruhi oleh
infiltrasi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh debit Run Off dan
volume simpan bulan sebelumnya. Untuk menghitung volume
simpan bulan ini (n) harus ditentukan lebih dahulu volume
simpan sebelumnya (n-1) dengan cara tertentu.
Volume Simpan (storage volume) dirumuskan :
II-17
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Vn = K * Vn-1 + ½ * (1 + K) * (In)
dimana,
Vn = Volume simpan bulan n (bulan sekarang), dinyatakan
dalam mm per bulan tertentu.
Vn-1 = Volume simpan bulan n-1 (bulan sebelumnya),
dinyatakan dalam mm per bulan tertentu.
K = Koefisien aliran air tanah, harganya diasumsikan <1,
tanpa dimensi, dapat ditentukan sebagai berikut :
Kt = qt / q0
qt = Run off sesaat t, t dinyatakan dalam hari atau
bulan ke-n (dengan anggapan harga konstan
selama satu hari atau bulan).
q0 = Run off pada saat t = 0, hari atau bulan
sebelumnya (n-1). Run off ini direfleksikan
sebagai debit sungai andalan (Base Flow).
In = Infiltrasi bulan n, dinyatakan dalam mm per bulan.
V1 = C12 / (1-K12)
dimana
dimana:
:
V
C121 ==0.5*[
Volume
I2 (K12Simpan
+ K11) + Ibulan
11 Januari (mm).
3 (K + K ) + I4 (K + K ) + I5 (K + K ) + . . . + I1 (K
10 10 9 9 8
II-18
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Dimana :
Bn = Base Flow pada bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm
per bulan atau per tahun.
II-19
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-20
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-21
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-22
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Imbuhan = f (Presipitasi)
Fungsi di atas dapat berbentuk linear atau non-linear dan dapat pula
meliputi ukuran lainnya seperti ketinggian dan luas area. Beberapa
metode penentuan fungsi imbuhan adalah sebagai berikut :
Metode kesetimbangan neraca air
Pendekatan persamaan Darcy dimana pemakaiannya
menggunakan persamaan aliran air pada daerah di atas airtanah
Environmental or applied tracers yaitu dengan cara menelusuri
jejak bergeraknya bagian air pada daerah yang tidak jenuh
(Beberapa usaha telah dilakukan untuk mendapatkan hubungan yang
sederhana antara curah hujan dengan proses pengimbuhan).
II-23
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
R = f (p)
Dimana :
R = imbuhan
f (p) = fungsi
presipitasi
Fungsi f (p) bergantung pada keadaan di lapangan dan keadaan iklim
yang selalu berubah. Contohnya adalah sebagai berikut :
Mandel dan Shiftan (1981) memberikan formulasi untuk imbuhan
pada iklim Mediterania (Laut Tengah) adalah sebagai berikut :
R = 0,9 (p – 360)
R = p (1 – (0,9 + p2/L2)-0,5)
II-24
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-25
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-26
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-27
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
II-28