Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

SURVEI PERTAMBANGAN

Perhitungan Volume Seam Batubara

Disusun oleh:
Nama : Daffa Akbar Dwifa
NIM : 18/425031/TK/46726
Kelas : A

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK GEODESI

DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2021
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Mata Acara Pratikum


Perhitungan Volume Seam Batubara
I.2 Tujuan Kegiatan
Mahasiswa mampu melakukan perhitungan volume seam batubara

I.3 Manfaat Kegiatan


Manfaat dari pratikum kali ini adalah memberikan pemahaman kepada mahasiswa
untuk menggunakan software pengolah data pertambangan untuk menghasilkan data
hitungan volume seam batubara.

I.4 Landasan Teori

I.4.1 Digital Terrain Model (DTM)


DTM (Digital Terrain Model) dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu DTM grid
dan DTM non-grid. DTM non-grid dapat berupa DTM Triangulated Irregular Network
(TIN) maupun DTM kontur. Ketiga jenis DTM tersebut masing-masing dibedakan
berdasarkan sebaran titiktitik DTMnya. DTM Grid mempunyai titik-titik DTM yang
tersebar secara merata pada seluruh permukaan model dan teratur dalam interval
tertentu. Titik DTM dapat berupa titik sampel maupun titik hasil interpolasi titik
sampel. Permukaan model terbentuk oleh grid yang menghubungkan titik DTM. DTM
TIN menggunakan titiktitik yang tersebar secara tidak teratur pada permukaan model.
Permukaan model TIN adalah jaring bidang segitiga yang terbentuk dari triangulasi
titik-titik DTM

DTM Kontur menyajikan topografi permukaan bumi dalam bentuk garis-garis


kontur yang menghubungkan titik-titik yang memiliki nilai ketinggian yang sama.
DTM kontur didapat dari tracing/plotting model stereo citra ataupun dari hasil
interpolasi DTM Grid atau TIN. Kualitassuatu DEM dapat dilihat pada akurasi dan
presisi dari DEM tersebut. Yang dimaksud dengan akurasi adalah nilai ketinggian titik
(Z) yang diberikan oleh DEM, berbanding dengan nilai sebenarnya yangdi anggap
benar. Sedangkan presisi adalah banyaknya informasi yang dapat diberikan oleh DEM.
Presisi bergantung pada jumlah dan sebaran titik-titik sample dan ketelitian titik sample
sebagai masukan/input bagi pembentukan DEM dan juga metode interpolasi untuk
mendapatkan ketinggian titiktitik pembentuk DEM. Titik-titik sample yang dipilih
untuk digunakan harus dapat mewakili bentuk terrain secara keseluruhan sesuai dengan
kebutuhan aplikasi penggunaannya (Fairhead, 1991).

I.4.2 Metode Perhitungan Volume Menggunakan Cut and Fill


Dalam menentukan volume galian dan timbunan satuan yang biasa digunakan
adalah Feet kubik (ft³), yard kubik (yd³) dan meter kubik (m³ ) dipakai dalam hitungan
pengukuran volume tanah, walaupun yard kubik adalah satuan yang paling umum
dalam pekerjaan tanah 1yd³ = 27 ft³, 1 m³ = 35,315 ft³. Namum biasanya di Indonesia
digunakan meter kubik (m³) sebagai satuan dalam menentukan jumlah volume
(Iskandar, 2008).

Pengukuran volume secara langsung jarang dikerjakan dalam pengukuran


tanah, karena sulit untuk menerapkan dengan sebenar-benarnya sebuah satuan terhadap
material yang terlibat. Sebagai gantinya dilakukan pengukuran tak langsung. Untuk
memperolehnya dilakukan pengukuran garis dan luas yang mempunyai kaitan dengan
volume yang direncanakan.

Prinsip perhitungan volume galian dan timbunan menggunakan metode cut and
fill adalah menghitung luasan dua penampang serta jarak antara penampang atas dan
penampang bawah tersebut. Dengan mengetahui data penampang atas dan penampang
bawah, maka dapat dihitung luas masing-masing penampang. Volume dihitung dari
DTM yang dibentuk dari jarring-jaring segitiga (TIN). Jaring segitiga inilah yang akan
membentuk suatu geometri prisma dari dua surface. Surface dibedakan menjadi dua
yaitu design surface dan base surface. Design surface merupakan surface yang akan
dihitung volumenya sedangkan base surface merupakan surface yang dijadikan sebagai
alas.
Gambar I.1. Visualisasi Perhitungan Volume menggunakan Metode Cut and Fill

I.4.3 Stripping Ratio


Salah satu pertimbangan perancangan tambang berdasarkan hasil eksplorasi
adalah faktor ekonomi. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
meningkatkan keuntungan produksi adalah dengan mempertimbangkan nilai Stripping
Ratio (SR). Stripping ratio (SR) merupakan nilai perbandingan antara tonase batubara
yang didapatkan (dalam satuan Metric Ton/MT) dengan volume overburden yang harus
diambil (dalam satuan BCM). Nilai SR menentukan layak tidaknya/nilai
keekonomiannya lokasi tersebut dilakukan penambangan.

Secara umum SR didefinisikan sebagai jumlah volume overburden yang


diambil untuk mendapatkan 1 MT batubara. Nilai SR berupa suatu perbandingan dari 1
: 1 s/d 1 : tak terhingga. Secara umum, SR yang ekonomis saat ini adalah 1:12, berarti
didapatkan 1 MT batubara dengan menggali sebesar 12 BCM OB/IB dan berlaku
kelipatannya. Jika nilai SR > 1:12 maka daerah tersebut tidak menguntungkan untuk
ditambang.

I.4.4 Pemodelan Batu Bara

Permodelan batubara digunakan untuk mengetahui bentuk dan sebaran


lapisan batubara, baik letak/posisi, kedalaman, kemiringan dan jumlah lapisan batubara
yang terdapat pada area penelitian. Permodelan batubara di lakukan dengan korelasi
data pemboran yang terdiri dari ketebalan, elevasi, roof dan floor. Proses permodelan
batubara dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Penentuan lapisan dan kolerasi batubara dari data pemboran yaitu data yang
memuat data survey yang berisikan koordinat, elevasi dan kedalaman total
titik pemboran . Selain itu juga di buat data lithologi yang berisikan elevasi
roof, elevasi floor, ketebalan, penamaan lapisan batubara.
2. Pemprosesan data survey dan lithologi dengan bantuan software (surpac).
Data topografi digunakan sebagai batas permodelan batubaranya.
3. Pemeriksaan hasil permodelan batubara yang telah dilakukan, apabila
menghasilkan permodelan yang tidak sesuai maka di lakukan pemeriksaan
data survey dan lithologi maupun aturan-aturan permodelan yang telah di
tentukan, dan selanjutnya mengulangi kembali tahapan permodelan yang telah
di lakukan.

Hasil permodelan berupa model geologi batubara yang ditampilkan dalam


bentuk tiga dimensi dan dalam bentuk kontur Floor dan Roof dari lapisan batubara.
Berdasarkan data hasil pemboran terdapat tiga seam batubara yang dapat dimodelkan
yaitu Seam B dan Seam C. Berdasarkan hasil permodelan batubara tersebut dapat
diperoleh data masing-masing seam yang berubah arah sebaran (strike), besar
kemiringan (dip) (Sari et al., 2017).
BAB II
PELAKSANAAN

II.1 Persiapan
II.1.1 Alat
1. Laptop/PC sebagai hardware untuk melakukan pengolahan data
(1 Unit)
2. Surpac sebagai software untuk memroses data
(1 item)
3. Microsoft Excel sebagai software untuk mengolah data koordinat titik bor
(1 item)

II.1.2 Bahan
1. Data topografi lapangan
2. Data koordinat sebaran titik bor

II.2.1 Langkah Kerja


1. Buka software surpac dan input data string sebaran bor dan topografi
permukaan. Maka akan ditampilan output sebagai berikut :

Gambar 1. Memanggil data topo dan sebaran titik bor


2. Karena pada data sebaran titik bor nilai koordinat z masih diyatakan dengan 0
sehingga titik bor tidak dapat overlap dengan data topografi, sehingga perlu
dilakukan drape string over DTM yang terdapat pada tab menu surfaces.

Gambar 2. Melakukan drape string over DTM

Selanjutnya dipilih data string yang ingin dilakukan drape dan apabila berhasil
maka string sebaran koordinat titik bor akan bertampalan dengan topografi,
seperti berikut :
Gambar 3. Hasil drape string over DTM

3. Selanjutnya perlu ditampilkan ID dari setiap titik bor agar diketahui titik mana
yang ingin dibuat batas perhitungan volumenya. Lakukan dengan mengklik

menu drawing ( ) pada toolbars dan pastikan toolbars display and hide
sudah diaktifkan sebelumnya.

Gambar 4. Memunculkan ID Bor

4. Selanjutnya pilih titik bor yang diinginkan (Bor 21). Karena pada soal diminta
membuat boundary berbentuk persegi dengan ukuran 100 x 100 maka perlu di
plot titik DH 21 sebagai center/pusat dari persegi tersebut. Pilih tab menu Edits
=> point => Insert

Gambar 5. Memilih insert point

5. Klik pada titik DH 21 dan tambahkan nilai 50 m pada setiap nilai X dan Y nya,
sehingga dihasilkan titik lain sebagai batas sisinya/diagonal dari titik pusat
sebesar ½ kali nilai panjang.

Gambar 6. Melakukan insert point

Maka akan dihasilkan titik lain dengan nilai yang telah ditentukan seperti pada
gambar berikut :
Gambar 7. Hasil insert point

Lakukan breaklines untuk menghapus garis yang terbentuk antara titik pusat
dengan titik yang telah ditambahkan, sehingga dihasilkan seperti berikut :

Gambar 8. Melakukan breaklines


garis pusat dengan titik yang ditambahkan

Lakukan terus hingga membentuk persegi dengan nilai sisi 100 m, seperti
gambar berikut :
Gambar 9. Boundary 100 x 100 titik DH 21

6. Karena boundary yang dihasilkan nantinya akan digunakan untuk melakukan


perhitungan volume, maka boundary perlu dijadikan clock-wise terlebih dahulu.
Caranya adalah dengan memilih tab menu Edit => Segment => Reverse

Gambar 10. Memilih menu reverse

Klik 2 kali pada salah satu sisi persegi, maka segment akan dinyatakan sudah
menjadi clock-wise
Gambar 11. Mendefinisikan clock-wise pada segment

7. Selanjutnya lakukan renumber segment dan hapus string titik bor dan simpan
hasil pekerjaan dengan nama topo.str.

Gambar 12. Segment yang telah direnumber

8. Karena akan dibuat perhitungan volume pada 5 buah lapisan antara topo hingga
floor f, maka boundary perlu dicopy sebanyak 4 kali lagi sehingga menghasilkan
total 5 buah boundary. Lakukan dengan memilih tab menu Edit => Segment =>
Copy.
Gambar 13. Memilih copy segment

Pilih segment yang ingin di copy dan lakukan secara berulang sehingga
dihasilkan 5 buah segment, seperti pada gambar berikut :

Gambar 14. Hasil copy segment

9. Selanjutnya perlu didefinisikan nilai z untuk setiap segment berdasarkan pada


nilai elevasi roof/floornya. Lakukan dengan memilih tab menu Edit => Segment
=> Maths
Gambar 15. Memilih menu Maths

Selanjutnya pada kolom field masukan nilai z dan pada kolom expression
masukkan nilai elevasinya dengan mengacu pada data titik koordinat titik bor
sebelumnya.

Gambar 16. Menggunakan fungsi maths

Kemudian pilih segment yang inign didefinisikan nilai z nya, maka nilai z dari
segment tersebut akan berubah seperti pada gambar berikut :
Gambar 17. Segment yang telah dirubah nilai z nya

Lakukan pada seluruh segment dengan mengacu nilai elevasi permukaan, roof
e, floor e, roof f dan floor f. Sehingga dihasilkan seperti berikut :

Gambar 18. Hasil block berdasarkan elevasi roof dan floor

10. Pisahkna setiap segment berdasarkan jenisnya. Lakukan dengan menghapus


segment lain yang tidak digunakan. Lakukan terus sehingga semua segment
dapat dipisahkan.
Gambar 19. Menghapus segment lain

Gambar 20. Menyimpan segment berdasarkan jenisnya

11. Kemudian lakukan pembentukan DTM berdasarkan setiap data yang telah
dipisahkan sebelumnya, sehingga dihasilkan hasil seperti berikut :

Gambar 21. Hasil DTM setiap block


12. Karena data DTM telah dimiliki, maka selanjutnya lakukan perhitungan volume
untuk menentukan nilai OB, Seam E, IB, IB dan Seam F dengan menggunakan
cut and fill. Lakukan dengan memilih surfacaces

Gambar 22. Memilih metode cut and fill between DTMs

13. Untuk menghitung nilai OB maka pada kolom Define the first DTM data DTM
topo, kemudian pada kolom Define the second DTM input DTM roof E dan
pada boundary input boundary topo. Sehingga akan dihitung volume antara
permukaan topografi terhadap roof E atau volume Over Burden (OB) nya.

Gambar 23. Melakukan perhitungan volume OB


14. Lakukan terus untuk block yang lain sehingga didapatkan nilai Seam E, IB,
Seam F nya.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pratikum kali ini dilakukan perhitungan volume sem batubara dengan
menggunakan data dari pratikum sebelumnya yang meliputi data topografi dan data
sebaran titik bor. Untuk melakukan perhitungan OB,Seam, maupun IB diperlukan
melakukan pembuatan segment/block sebanyak jumlah lapisan yang ada. Kemudian
setiap lapisan didefinisikan nilai z nya berdasarkan data elevasi seamnya.

Gambar 24. Lapisan block sesuai elevasi seam

Dalam menghitung volume menggunakan metode cut and fill diperlukan


adanya dua buah DTM yang ingin dihitung volume diantara keduanya. Sehingga pada
pratikum kali ini dihasilkan 5 buah DTM yang dapat digunakan untuk menghitung
volume OB antara permukaan topografi dengan roof E, volume seam f dengan
menggunakan data DTM roof E dengan DTM floor E, Volume IB dengan
menggunakna data floor E dengan roof F, dan volume seam F dengan menggunakan
data roof F dan floor F. Sehingga hasil perhitungan volume dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1) Volume OB
Gambar 25. Hasil hitungan volume OB

Dapat dilihat pada gambar 25 volume Over Burden (OB) nya adalah 34160
m3.

2) Volume Seam E

Gambar 26. Hasil hitungan volume Seam E

Dapat dilihat pada gambar 26 volume Seam E adalah 30210 m3.

3) Volume IB
Gambar 27. Hasil hitungan volume IB

Dapat dilihat pada gambar 27 volume Inter Burden (IB) nya adalah 128600
m3.

4) Volume Seam F

Gambar 28. Hasil hitungan volume Seam F

Dapat dilihat pada gambar 28 volume Seam F adalah 72100 m3.


A. Soal dan Jawaban
1. Estimasi volume Seam E, Seam F, OB dan IB pada area blok tersebut
dengan menggunakan hitungan volume kubus (p x l x t).
2. Hitung juga tonnage Seam E dan F jika diketahui densitas 1,32 TON/m3.
3. Hitunglah nilai Stripping Ratio blok tersebut.
4. Lakukan hal yang sama pada 3 blok yang lain (silahkan pilih sendiri).

Jawab :

a. Volume di titik DH 21
• Volume Over Burden (OB)
Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume OB pada titik DH 21 yang
terdapat pada gambar 25. Nilai OB dengan menggunakan konsep matematis
dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (120.916 – 88.5) m
= 324160 m3
• Volume Seam E
Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume Seam E pada titik DH 21
yang terdapat pada gambar 26. Perhitungan Volume Seam E dengan
menggunakan konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (88.5 – 85.479) m
= 30210 m3
Kemudian nilai tonase dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tonase = V x densitas
= 30210 x 1.32
= 39877.2 Ton
• Volume Inter Burden (IB)
Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume IB pada titik DH 21 yang
terdapat pada gambar 27. Perhitungan Volume IB dengan menggunakan
konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
100 m x 100 m x (85.479 – 72.619) m
= 128600 m3
• Volume Seam F
Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume Seam F pada titik DH 21
yang terdapat pada gambar 28. Perhitungan Volume Seam F dengan
menggunakan konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (72.613 – 65.409) m
= 72100 m3
Kemudian nilai tonase dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tonase = V x densitas
= 72100 x 1.32
= 95172 Ton
• Stripping Ratio
Dari hasil perhitungan nilai OB dan IB dapat dihasilkan nilai volume waste
adalah sebesar 452760 m3 dan dari hasil hitungan tonase di seam E dan F
dapat dihasilkan nilai total tonase sebesar 135049.2 Ton. Sehingga nilai
Stripping Rasio (SR) bisa dapat dihitung :
SR = (VOB + VIB) / (Tonase E + Tonase F)
= 452760 / 135049.2
= 3.35 BCM OB/IB
Dengan demikian dapat disimpulkan untuk mendapatkan 1 MT batubara
perlu mengupas 3.35 BCM OB/IB. Sehingga dengan nilai rasio tersebut,
blok ini masih dapat menguntungkan untuk dilakukan kegiatan
penambangan.

b. Volume di titik DH 17
Gambar 29. Area DH 17

• Volume Over Burden (OB)

Gambar 30. Hasil perhitungan volume OB DH 17

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume OB pada titik DH 17 yang


terdapat pada gambar 30. Nilai OB dengan menggunakan konsep matematis
dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (102.517 – 73.05) m
= 294670 m3
• Volume Seam E

Gambar 31. Hasil perhitungan volume Seam E DH 17

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume Seam E pada titik DH 17


yang terdapat pada gambar 31. Perhitungan Volume Seam E dengan
menggunakan konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (73.05 – 70.029) m
= 30210 m3
Kemudian nilai tonase dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tonase = V x densitas
= 30210 x 1.32
= 39877.2 Ton
• Volume Inter Burden (IB)
Gambar 32. Hasil hitungan volume IB DH 17

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume IB pada titik DH 17 yang


terdapat pada gambar 32. Perhitungan Volume IB dengan menggunakan
konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
100 m x 100 m x (72.619 – 57.169) m
= 128600 m3

• Volume Seam F

Gambar 33. Hasil volume Seam F DH 17

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume Seam F pada titik DH 17


yang terdapat pada gambar 33. Perhitungan Volume Seam F dengan
menggunakan konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (65.409 – 49.959) m
= 72100 m3
Kemudian nilai tonase dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tonase = V x densitas
= 72100 x 1.32
= 95172 Ton
• Stripping Ratio
Dari hasil perhitungan nilai OB dan IB dapat dihasilkan nilai volume waste
adalah sebesar 423270 m3 dan dari hasil hitungan tonase di seam E dan F
dapat dihasilkan nilai total tonase sebesar 135049.2 Ton. Sehingga nilai
Stripping Rasio (SR) bisa dapat dihitung :
SR = (VOB + VIB) / (Tonase E + Tonase F)
= 423270 / 135049.2
= 3.13 BCM OB/IB
Dengan demikian dapat disimpulkan untuk mendapatkan 1 MT batubara
perlu mengupas 3.13 BCM OB/IB. Sehingga dengan nilai rasio tersebut,
blok ini masih dapat menguntungkan untuk dilakukan kegiatan
penambangan.

c. Volume di titik DH 27

Gambar 34. Area DH 27


• Volume Over Burden (OB)

Gambar 35. Hasil perhitungan volume OB DH 27

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume OB pada titik DH 27 yang


terdapat pada gambar 35. Nilai OB dengan menggunakan konsep matematis
dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (109.755 – 60.32) m
= 494350 m3
• Volume Seam E

Gambar 36. Hasil perhitungan volume Seam E DH 27

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume Seam E pada titik DH 27


yang terdapat pada gambar 36. Perhitungan Volume Seam E dengan
menggunakan konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (60.325 – 55.299) m
= 50210 m3
Kemudian nilai tonase dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tonase = V x densitas
= 50210 x 1.32
= 66277.2 Ton
• Volume Inter Burden (IB)

Gambar 37. Hasil hitungan volume IB DH 27

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume IB pada titik DH 27 yang


terdapat pada gambar 37. Perhitungan Volume IB dengan menggunakan
konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
100 m x 100 m x (55.299 – 42.439) m
= 128600 m3
• Volume Seam F

Gambar 38. Hasil volume Seam F DH 27

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume Seam F pada titik DH 27


yang terdapat pada gambar 38. Perhitungan Volume Seam F dengan
menggunakan konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (42.439 – 35.229) m
= 72100 m3
Kemudian nilai tonase dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tonase = V x densitas
= 72100 x 1.32
= 95172 Ton

• Stripping Ratio
Dari hasil perhitungan nilai OB dan IB dapat dihasilkan nilai volume waste
adalah sebesar 622950 m3 dan dari hasil hitungan tonase di seam E dan F
dapat dihasilkan nilai total tonase sebesar 161449.2 Ton. Sehingga nilai
Stripping Rasio (SR) bisa dapat dihitung :
SR = (VOB + VIB) / (Tonase E + Tonase F)
= 622950 / 161449.2
= 3.86 BCM OB/IB
Dengan demikian dapat disimpulkan untuk mendapatkan 1 MT batubara
perlu mengupas 3.86 BCM OB/IB. Sehingga dengan nilai rasio tersebut,
blok ini masih dapat menguntungkan untuk dilakukan kegiatan
penambangan.

d. Volume di titik DH 10

Gambar 39. Area DH 10

• Volume Over Burden (OB)

Gambar 40. Hasil perhitungan volume OB DH 10


Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume OB pada titik DH 10 yang
terdapat pada gambar 40. Nilai OB dengan menggunakan konsep matematis
dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (98.965 – 77.1) m
= 218650 m3
• Volume Seam E

Gambar 41. Hasil perhitungan volume Seam E DH 10

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume Seam E pada titik DH 10


yang terdapat pada gambar 41. Perhitungan Volume Seam E dengan
menggunakan konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (77.1 – 73.079) m
= 40210 m3
Kemudian nilai tonase dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tonase = V x densitas
= 40210 x 1.32
= 53077.2 Ton
• Volume Inter Burden (IB)

Gambar 42. Hasil hitungan volume IB DH 10

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume IB pada titik DH 10 yang


terdapat pada gambar 42. Perhitungan Volume IB dengan menggunakan
konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
100 m x 100 m x (73.079 – 61.219) m
= 118600 m3

• Volume Seam F

Gambar 43. Hasil volume Seam F DH 10

Dengan mengacu pada hasil perhitungan volume Seam F pada titik DH 10


yang terdapat pada gambar 43. Perhitungan Volume Seam F dengan
menggunakan konsep matematis dapat ditentukan dengan :
V =PxLxT
= 100 m x 100 m x (61.219 – 53.009) m
= 82100 m3
Kemudian nilai tonase dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tonase = V x densitas
= 82100 x 1.32
= 108372 Ton

• Stripping Ratio
Dari hasil perhitungan nilai OB dan IB dapat dihasilkan nilai volume waste
adalah sebesar 337250 m3 dan dari hasil hitungan tonase di seam E dan F
dapat dihasilkan nilai total tonase sebesar 161449.2 Ton. Sehingga nilai
Stripping Rasio (SR) bisa dapat dihitung :
SR = (VOB + VIB) / (Tonase E + Tonase F)
= 337250 / 161449.2
= 2.09 BCM OB/IB
Dengan demikian dapat disimpulkan untuk mendapatkan 1 MT batubara
perlu mengupas 2.09 BCM OB/IB. Sehingga dengan nilai rasio tersebut,
blok ini masih dapat menguntungkan untuk dilakukan kegiatan
penambangan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan pratikum kali ini akan
dijabarkan melalui poin – poin berikut :

1. Dalam melakukan pengkuran volume seam batubara disuatu pertambangan


diperlukan adanya data DTM permukaan serta DTM lapisan roof dan floor antar
setiap seam batubara.
2. Ketika melakukan perhitungan volume untuk menentukan volume OB/IB
maupun volume seam dapa digunakan metode cut and fill.
3. Berdasarkan hasil perhitungan SR dari lokasi DH 10, DH 17, DH 21, dan DH
27 dapat disimpulkan bahwa keempat lokasi tersebut masih menguntungkan dan
dapat dilakukan kegiatan eksploitasi.

IV.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam pelaksanaan pratikum kali ini adalah
sebagai berikut :

1. Diperlukan mempelajari bahan dan modul pratikum dengan lebih cermat


2. Perlu diperhatikan kembali apakah setiap blok yang dibikin sudah didefinisikan
sebagai clock-waise atau belum
3. Karena pada pengukuran volume menggunakan metode cut and fill memerlukan
data string boundary awal, maka perlu diperhatikan nomor string yang
digunakan sebagai boundary awal..
DAFTAR PUSTAKA

Martiana D.N, Prasetyo Y, Wijaya A.P. 2017. Analisis Akurasi DTM Terhadap
Penggunaan Datapoint Cloudsdari Foto Udara Dan Las Lidar Berbasis Metode Penapisan
Slope Based Filteringdan Algoritma Macroterrasolid. Jurnal Geodesi UNDIP. 6(1) : 293 – 302.

Modul Pratikum Survei Pertambangan Minggu Ke-9. 2021. Teknik Geodesi UGM :
Yogyakarta.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Fakultas Teknik Universitas Pakuan :


Pakuan, Jawa Barat.

Pahlevi, Reza Prasetya. 2013. Pemanfaatan Media Pembelajaran Animasi Pada Materi
Penggambaran Kontur Mahasiswa D3 Teknik Sipil Semester Genap Tahun 2013 Universitas
Negeri Semarang. Skripsi. Universitas Negri Malang : Malang, Jawa Timur.

Purwati, Dwi Nur. 2020. Pengukuran Topografi Untuk Menghitung Volume Cut And
Fill Pada Perencanaan Pembangunan Perumahan Di Km. 10 Kota Balikpapan. Skripsi.
Politeknik Negeri Balikpapan : Balikpapan, Kalimantan Timur.

Sari, A. S., Basuki, M., & Iriawan, S. A. 2017. Pemodelan Perhitungan Cadangan
Batubara Dengan Perangkat Lunak Pada PT. Mitra Abadi Mahakam Provinsi Kalimantan
Selatan. Journal of Information Technology. 2(2) : 11–20.

Anda mungkin juga menyukai