Anda di halaman 1dari 7

Vol. 4, No.

1, Oktober 2015, Halaman: 27 - 33, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

STUDI IMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI PITAP

Ulfa Fitriati1, Novitasari2, Achmad Rusdiansyah3, dan Andi Rahman4


Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat
(Jl. A. Yani Km. 35 Banjarbaru, Kalimantan Selatan)
E-mail : ulfa_fitriatist@yahoo.co.id

Abstract
To fulfilling the demands of irrigation water in the region SWS Barito mostly farming community life is
indispensable. Due to the presence of water balance studies in Sub SWS Barito is the basis for preparing the
development strategy of water resources, particularly water management in irrigation area as one sub DAS Pitap Barito
River. The method used to perform the analysis of the availability of water by using methods Mock and irrigation water
needs analysis to see the balance of water in the water supply for paddy in Pitap Irrigation Area. Balance of water in the
dam Pitap still insufficient to meet the water demands Pitap irrigation area of 4000 ha.

Key Words: water availability, water demand, water balance and irrigation area Pitap

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

Berbagai usaha telah dilakukan untuk (1) Imbangan Air


meningkatkan hasil produksi bahan pangan, Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai
diantaranya adalah dengan pembukaan lahan hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran
pertanian. Usaha ini ditempuh karena dilihat mulai keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode
berkurangnya lahan pertanian akibat perkembangan tertentu disebut neraca air (water balance). Analisis
suatu daerah yang diikuti dengan pembangunan neraca air atau sering juga disebut imbangan air
pemukiman-pemukiman penduduk. Di lain sisi juga merupakan bagian penting dalam tahapan kegiatan
terjadi penyusutan kawasan hutan yang dinilai sudah analisis hidrologi. Neraca air dimaksudkan
sangat mengkhawatirkan, maka usaha untuk merupakan perhitungan jumlah masukan (inflow)
peningkatan pertanian perlu ditekankan pada usaha dan keluaran (outflow) dalam tinjauan periode
intensifikasi daripada ekstensifikasi. Salah satu waktu tertentu pada suatu sub-sistem hidrologi (Sri
wujud usaha intensifikasi ini adalah dengan Harto, 2000) Persamaan dasar hitungan neraca air
meningkatkan fungsi tata saluran atau fasilitas adalah sebagai berikut :
jaringan irigasi dan drainase yang ada pada lahan
 =   (1)
pertanian dengan melakukan penelitian imbangan
air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi. keterangan :
Kurang optimalnya penggunaan air irigasi untuk I : total inflow,
budidaya pertanian diperkirakan sebagai akibat O : total outflow,
belum konsistennya manajemen pengoperasian serta S : perubahan tampungan atau selisih antara
kondisi sarana tata air yang ada. Melalui studi ini jumlah inflow dan outflow.
diharapkan didapatkan gambaran secara jelas
bagaimana ketersediaan dan kebutuhan air pada (2) Evapotranspirasi
beberapa anak Sungai Barito yang pada akhirnya Penguapan merupakan salah satu mata rantai
dapat dijadikan bahan tinjauan manajemen proses dalam siklus hidrologi. Penguapan
pengelolaan sumberdaya air. merupakan proses alami berubahnya molekul cairan
menjadi molekul gas/uap. Penguapan dapat saja
terjadi dari semua permukaan yang lembab

27
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

(moisture), baik dari permukaan tanah, permukaan laju penguapan yang diperlukan. Hal ini dapat
tanaman (transpiration from vegetated surface) dilakukan dengan pengukuran laju penguapan secara
maupun dari permukaan air seperti rawa, danau dan langsung, terdapat paling tidak tiga kelompok yaitu :
lautan. Besarnya laju penguapan mempunyai peran 1. Panci penguapan (evaporation pan)
berbeda untuk berbagai kepentingan analisis 2. Atmometer
hidrologi. Untuk satu kasus tertentu, penguapan 3. Lysimeter
dapat mempunyai nilai yang sangat penting seperti
Evapotranspirasi tanaman acuan adalah
irigasi dan waduk, sehingga besarannya sama sekali
evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan,
tidak dapat diabaikan. Akan tetapi untuk kasus
yakni rerumputan pendek. ETo adalah kondisi
lainnya seperti banjir, besar penguapan umumnya
evapotranspirasi berdasarkan keadaan meteorologi
diabaikan, karena peran/pengaruhnya sangat kecil.
seperti temperatur, sinar matahari, kelembaban dan
Meskipun demikian berbagai cara pendekatan untuk
angin dimana tersedia cukup air untuk pertumbuhan
mengukur dan memperkirakan nilai penguapan
tanaman. Untuk perhitungan evapotranspirasi,
perlu dicermati benar.
dianjurkan untuk menggunakan rumus FAO
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
Penman-Monteith. Metode FAO Penman-Monteith
penguapan cukup banyak, baik faktor fisis maupun
dalam hitungannya menggunakan data iklim secara
faktor meteorologis, meskipun faktor panas
maksimum seperti data temperatur, kelembaban
merupakan faktor utama. Faktor-faktor lain yang
udara, radiasi matahari dan kecepatan angin, maka
tidak sangat menonjol seperti kualitas air dan bentuk
prakiraan besarnya evapotranspirasi dianggap
permukaan air. Dari banyak penelitian ditemukan
mempunyai derajat ketelitian yang cukup tinggi
bahwa upaya untuk memisahkan pengaruh masing-
dibandingkan dengan metode lainnya. Metode FAO
masing faktor sangat sulit, karena tingginya
Penman-Monteith juga menggunakan beberapa
ketergantungan sifat antar faktor tersebut. Faktor-
kalibrasi lokal sesuai daerah setempat. Selain itu
faktor meteorologis yang dimaksudkan tersebut
Metode FAO Penman-Monteith juga menyediakan
diantaranya suhu, kelembaban (humidity), tekanan
alternatif perhitungan untuk data terbatas (under
udara (barometer), angin. Dengan diperlukannya
standard conditions). Bentuk persamaan FAO
data fisis dan meterorogis yang banyak sedangkan
Penman-Monteith yang telah dimodifikasi berikut
ketersediaan data yang lengkap amat terbatas
ini.
terutama di Kalimantan Selatan maka FAO Penman-
900
Monteith memberikan solusi untuk perhitungan 0.408 ( Rn G ) + u 2 (e s ea )
evapotranspirasi dengan data yang tidak lengkap. ET0 = T + 273 (2)
Penguapan (evaporation) adalah proses + (1 + 0.34u 2 )
perubahan dari zat cair atau padat menjadi gas.
Keterangan:
Lebih spesifik dapat ditakrifkan bahwa penguapan
ETo : evapotranspirasi tetapan (mm/hari),
adalah proses transper air dari permukaan bumi ke
Rn : radiasi netto pada permukaan lahan
atmosfer. Transpirasi adalah penguapan air yang
(MJ/m2.hari),
terserap tanaman, tidak termasuk penguapan dari
G : fluks panas tanah (MJ/m2.hari),
permukaan tanah. Evapotranspirasi adalah
T : rata-rata suhu udara harian pada ketinggian
penguapan yang terjadi dari permukaan bertanaman.
2 m (C),
Evapotranspirasi tanaman acuan adalah
u2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m
evapotranspirasi yang terjadi apabila kandungan air
(m/detik),
tidak terbatas. Beberapa pendekatan teoritik yang
es : tekanan uap air jenuh (kPa),
digunakan dalam memperkirakan besarnya
ea : tekanan uap air nyata (kPa),
penguapan yaitu:
es-ea : penurunan tekanan uap air (kPa),
Persamaan-persamaan empirik (empirical
: kemiringan kurva tekanan uap air
equations)
L (kPa/C),
1. Keseimbangan air (water balance method)
: konstanta psychrometric (kPa/C).
2. Aerodynamic method
3. Energy balance method
(3) Ketersediaan Air
4. Combination method
Ketersediaan air adalah jumlah air yang tersedia
5. Priestley-Taylor method
di dalam dan sekitar lahan yang dapat dimanfaatkan
Dalam prakteknya besaran penguapan tidak untuk keperluan pertanian. Besaran ini dapat
dapat diperoleh dengan rumus-rumus yang ada, berasal dari curah hujan dan debit sungai yang
misalnya karena keterbatasan data, sehingga berada disekitar lahan pertanian yang ditinjau.
diperlukan upaya lain untuk memperoleh besaran

28
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

Potensi ketersediaan air permukaan pada SM : Soil Moisture


umumnya dapat diketahui melalui berbagai analisis BF : Baseflow
debit aliran sungai, namun untuk keperluan tersebut GWS : Ground Water Storage
dibutuhkan data debit aliran sungai masa lalu yang IGWS : Initial Ground Water Storage
panjang. Data debit aliran yang terlalu pendek tidak SF : Stream Flow
dapat digunakan sebagai informasi untuk
mengetahui ketersediaan air dengan tepat. Berbagai Metode ini menganggap bahwa hujan yang jatuh
model analisis yang telah dikembangan untuk pada suatu DAS sebagian akan hilang sebagai
mengetahui potensi ketersediaan air pada suatu evapotranspirasi, sebagian akan menjadi limpasan
daerah aliran sungai salah satunya adalah Model langsung (direct runoff) dan sebagian lagi akan
Mock yang merupakan penyederhanaan dari Model masuk ke tanah sebagai infiltrasi, kemudian jika
Tangki. Model Mock merupakan salah satu model kapasitas lengas tanah (soil moisture capacity) telah
yang umum digunakan di Indonesia, karena model terlampaui air akan mengalir ke bawah akibat gaya
ini cukup sederhana, mudah penerapannya dan gravitasi (percolation) ke air tanah (groundwater)
menggunakan data yang relatif lebih sedikit (Sinaro, yang akhirnya akan keluar ke sungai sebagai aliran
1987). dasar (baseflow). Untuk lebih jelasnya dapat
Pada dasarnya hitungan simulasi hujan-aliran dipelajari pada Gambar 1.
menurut Model Mock adalah berupa hitungan Perhitungan model ini didasarkan pada data
imbangan air pada tiga zona, yaitu di permukaan, curah hujan, evapotranspirasi dan karakteristik
sub surface dan akuifer. Imbangan air pada zona hidrologi daerah aliran sungai yang ditinjau untuk
permukaan dimaksudkan untuk menentukan nilai menaksir/memperkirakan ketersediaan air di sungai,
aliran permukaan yang ditaksir sebagai selisih bila data debit tersedia minimal atau bahkan tidak
antara water surplus dan infiltrasi. Kelebihan air ada. Gambar 2 menunjukkan struktur Model Mock
(water surplus) adalah sisa air dari curah hujan yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu hujan,
setelah dikurangi untuk evapotranspirasi dan penguapan (evaporasi), aliran permukaan dan aliran
pengisian lengas permukaan tanah. dasar. Persamaan dasar Model Mock digunakan
Imbangan air di zona sub surface merupakan dalam perhitungan pengalihragaman hujan menjadi
representasi pengisian lengas tanah oleh curah hujan aliran (debit). (Nurrochmad, 1998).
efektif (setelah dikurangi evapotranspirasi) dan
proses infiltrasi untuk mengetahui potensi recharge
ke zona akuifer. Pengaruh aliran horisontal di zona
sub surface ini diabaikan dan dianggap menyatu
dengan aliran permukaan sebagai direct runoff.
Proses hitungan imbangan air di zona akuifer
dimaksudkan untuk memperkirakan laju aliran air
tanah sebagai baseflow. Untuk itu imbangan air
dihitung berdasarkan nilai infiltrasi sebagai
masukan, baseflow sebagai keluaran dengan
memperhatikan karakteristik kemampuan
pengaturan di zona ini, yaitu ditentukan oleh
koefisien resesi aliran air tanah.

Gambar 2. Struktur Model Mock


Sumber: Mock (1973) dalam Nurrochmad (1998)

AET = CF*PET
ER = P AET
Gambar 1. Skema Water Balance
SM = SMC ISM
Keterangan: WS = ER - SM
P : Presipitasi I = Cds*WS ; I = Cws*WS
ET : Evapotranspirasi GWS = (0,5*(1+ K )*I)+(k* IGWS )
I : Infiltrasi S = GWS IGWS
SRO : Surface Runoff BF = I- S

29
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

DRO = WS I dengan koefisien korelasi (R) dan volume error.


TRO = DRO + BF Disini diberi batasan R 0,99 dan volume error
QRO = TRO*A (VE) 0,0005. Batasan-batasan lain yang
diinginkan adalah sebagai berikut: ISM 0,0001,
Keterangan: SMC 50, SMC 250, IGWS 0,0001, k
DRO : Direct runoff/aliran langsung 0,9999, k 0,0001.
TRO : Total runoff /total aliran Koefisen korelasi dapat dihitung dengan formula
A : Luas daerah aliran sungai sebagai berikut:
QRO : Debit runoff/debit aliran
AET : Aktual evapotranspirasi/evapotranspirasi
( Dt 2 D 2 )
sebenarnya R= (3)
CF : Crop factor/faktor tanaman /koefisien Dt 2
tanaman N
dimana: Dt2 = (Q i obs Q ) 2
PET : Evapotranspirasi potensial i =1
ER : Excces rainfall/hujan yang langsung N
sampai kepermukaan tanah D2 = (Q i obs Q i sim ) 2
i =1
P : Curah hujan tengah bulanan
N
SM : Soil moisture/kelembaban tanah
ISM : Initial soil moisture/kelembaban tanah
Qi obs
i =1
Q=
awal N
WS : Water surplus/kelebihan air
I : Infiltrasi Sedangkan volume error (VE) dihitung dengan
Cds : Koefisien infiltrasi pada musim kemarau formula:
Cws : koefisien infiltrasi pada musim hujan N N
GWS : Groundwater storage/tampungan air Qi obs Q i sim
IGWS : Initial groundwater storage/tampungan air VE = i =1 N
i =1
(4)
i
tanah awal Q obs
K : konstanta resesi air tanah i =1

S : Perubahan tampungan Keterangan:


BF : Baseflow/aliran dasar Qisim : debit simulasi periode ke-i (m3/det)
Qiobs : debit observasi periode ke-i (m3/det)
Hitungan neraca air diterapkan pada zona atas Q : debit observasi rerata (m3/det)
untuk menetapkan hujan neto (excess rainfall) N : jumlah data
setelah dikurangi evapotranspirasi, kemudian di
zona permukaan tanah dengan menghitung (4) Kebutuhan Air di Sawah (Water
perubahan kelembaban tanah (SM) akibat pengisian Requirement)
hujan neto (ER) dengan memperhitungkan kapasitas
penjenuhan (soil moisture capacity). Selanjutnya Dalam rangka peningkatan pemakaian air irigasi
infiltrasi (I) dihitung berdasarkan nilai koefisien yang terbatas terutama pada permulaan musim hujan
infiltrasi dan sisa air setelah pengisian lengas tanah dan musim kemarau maka diadakan pengaturan tata
(WS). Limpasan permukaan (DRO) merupakan sisa tanam, misalnya pengaturan golongan. Dengan
pengurangan lengas tanah (WS) oleh infiltrasi. pengaturan ini ditentukan waktu, luas, tempat dan
Bagian akhir hitungan neraca air diterapkan di jenis tanaman yang dijamin air irigasinya. Pola tata
aquifer, yaitu menetapkan kondisi akhir tampungan tanam merupakan cara yang terpenting dalam
air tanah akibat masukan infiltrasi dan keluaran oleh perencanaan tata tanam. Tujuan tata tanam adalah
aliran air tanah (groundwater flow atau baseflow). untuk memanfaatkan persediaan air irigasi seefisien
Jumlah limpasan permukaan dan aliran air tanah dan seefektif mungkin, sehingga tanaman dapat
(BF) dianggap sebagai aliran total di sungai (QRO) tumbuh dengan baik.
(Jayadi, R., 2006).
Agar rumusan dengan Model Mock ini dapat (5) Curah Hujan Efektif
mendekati hasil yang diinginkan maka perlu adanya
penyesuaian/kalibrasi untuk mengindentifikasi Tidak semua curah hujan yang jatuh diatas tanah
parameter-parameter model sehingga didapatkan dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk
selisih yang relatif kecil antara besaran terukur pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan
dengan besaran yang dihitung. Yang dinyatakan mengalir sebagai limpasan permukaan. Air hujan

30
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

yang jatuh diatas permukaan dapat dibagi menjadi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
dua, yaitu :
1. Curah hujan nyata, yaitu sejumlah air yang Bendung Pitap terletak di Kabupaten Balangan
jatuh pada periode tertentu Provinsi Kalimantan Selatan yang menyuplai
2. Curah hujan efektif, yaitu sejumlah air hujan kebutuhan irigasi Pitap seluas 4000 ha. Dari data
yang jatuh pada suatu daerah atau petak sawah Dinas Pertanian Balangan selama tahun 2012
semasa pertumbuhan tanaman dan dapat produksi padi mencapai 119.494,46 ton, turun
dipakai untuk memenuhi kebutuhannya. sebesar 14,6 % dari tahun sebelumnya.
Analisis hidrologi yang dilakukan mencakup
(6) Kebutuhan Air Irigasi analisis hidrologi aliran rendah (curah hujan
andalan) dan ketersediaan air (debit andalan).
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang Dalam metode aliran rendah, jenis tipe data curah
diperlukan untuk pertanian dimulai dari pengolahan hujan/debit yang diperlukan adalah suatu data yang
tanah sampai menjelang panen. Besarnya kebutuhan bersifat menerus (continue data). Hal ini
air ini ditetapkan dengan memperhitungkan dikarenakan dalam perhitungan untuk mengetahui
besarnya kebutuhan air efektif, evapotranpirasi, kondisi ketersediaan air pada selang waktu tertentu,
perkolasi, pengolahan tanah, macam tanah, efisiensi maka variabel waktu juga sangat penting untuk
irigasi dan sebagainya. Secara umum perkiraan diketahui. Untuk menentukan besarnya keandalan
banyaknya air irigasi yang diperlukan untuk dibutuhkan seri data yang panjang, sehingga metode
tanaman padi dan palawija diuraikan sebagai yang sering dipakai untuk analisa keandalan adalah
berikut: metode rangking. Penetapan rangking dilakukan
1. Kebutuhan air untuk padi menggunakan analisis probabilitas dengan rumus
2. Kebutuhan air untuk palawija Weibul. Data klimatologi yang digunakan data
3. Penggantian Lapisan air (WLR) klimatologi Banjarbaru tahun 2005-2010.
4. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan (PL)
5. Kebutuhan Air Konsumtif (ETc) Tabel 1. Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Acuan
6. Perkolasi
7. Efisiensi Irigasi Bulan ETo (mm/tengah bulan)
8. Asumsi Dalam Perhitungan Kebutuhan Air Januari I 46,59
Irigasi II 49,70
Februari I 47,05
3. METODOLOGI II 50,18
Maret I 51,79
Penelitian di lapangan yang meliputi penelitian II 51,79
pada DAS-DAS yang menjadi anak-anak Sub SWS April I 51,45
Barito yaitu Sungai Pitap. II 51,45
Penelitian ini meliputi studi imbangan air untuk Mei I 49,52
pemenuhan kebutuhan air irigasi terutama pada II 52,82
sistem irigasi dengan adanya Bendung Pitap. Juni I 43,78
II 49,22
Juli I 46,14
II 46,70
Agustus I 54,05
II 57,65
September I 57,83
II 57,83
Oktober I 54,27
II 57,89
November I 50,30
II 50,30
Desember I 44,05
II 46,99

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

31
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

Data curah hujan untuk perhitungan Model Mock Juli I 2,371


digunakan data curah hujan Kabupaten Balangan II 0,520
tahun 2000-2013, data debit untuk proses kalibrasi Agustus I 0
dalam Model Mock digunakan data debit Sungai II 0
Pitap tahun 2000 dari Balai Wilayah Sungai September I Pasca Panen
Kalimantan II. II
Dengan keandalan lebih 80 % didapat debit Oktober I 4,896
andalan untuk ketersediaan air Bendung Pitap pada II 4,928
tabel berikut. November I 0,666
II 0,633
Tabel 2. Debit Andalan untuk Ketersediaan Air Bendung Pitap
Desember I 1,513
Bulan 3
Debit (m /det) II 1,548
Januari I 15,116
II 14,885 Imbangan air terjadi jika air yang masuk sama
Februari I 8,926 dengan air keluar dari sistem irigasi yaitu
II 7,119 ketersediaan air sama dengan kebutuhan air.
Maret I 11,033
Tabel 4. Imbangan Air Daerah Irigasi Pitap
II 10,325
April I 6,771 Bulan Debit Kebutu- Ketera-
II 6,813 (m3/det) han Air ngan
Mei I 3,426 3
(m /det)
II 3,186 Januari I 15,116 0,112 +
Juni I 3,722 II 14,885 0 +
II 5,109 Februari I 8,926 0 +
Juli I 3,363 II 7,119 0 +
II 3,128 Maret I 11,033 Pasca +
Agustus I 3,327 II 10,325 Panen +
II 3,094 April I 6,771 5,625 +
September I 3,291 II 6,813 5,625 +
II 3,265 Mei I 3,426 2,009 +
Oktober I 3,425 II 3,186 2,116 +
II 8,283 Juni I 3,722 1,598 +
November I 7,878 II 5,109 1,608 +
II 7,850 Juli I 3,363 2,371 +
Desember I 19,059 II 3,128 0,520 +
II 18,823 Agustus I 3,327 0 +
II 3,094 0 +
September I 3,291 Pasca +
Tabel 3. Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Panen
II 3,265 +
Bulan Kebutuhan Air Oktober I 3,425 4,896 -
(m3/det) II 8,283 4,928 +
Januari I 0,112 November I 7,878 0,666 +
II 0 II 7,850 0,633 +
Februari I 0 Desember I 19,059 1,513 +
II 0 II 18,823 1,548 +
Maret I Pasca Panen Keterangan : (+) Terpenuhi (-) Tidak terpenuhi
II
Dari hasil perhitungan imbangan air untuk
April I 5,625
Daerah Irigasi Pitap seluas 4000 ha hanya pada
II 5,625
kebutuhan air Bulan Oktober I ketersedian airnya
Mei I 2,009
tidak mencukupi yaitu pada tahap penyiapan lahan
II 2,116
yang membutuhkan air cukup banyak.
Juni I 1,598
II 1,608

32
Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

5. KESIMPULAN
Imbangan air di Bendung Pitap masih mencukupi
untuk melayani Daerah Irigasi Pitap seluas 4000 ha.

REFERENSI
1) Anonim, 1996, Standar Perencanaan Irigasi Kriteria
Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi (KP 01), Direktorat
Jenderal Pengairan, CV. Galang Persada, Bandung
2) Anonim. 2000. HEC-HMS Technical Reference Manual,
Hydrologic Engineering Center US Army Corps of
Engineers. Davis, CA.
3) Doorenbos, J and W.O Pruitt. 1977. Guidelines for
Predicting Crop Water Requirements. Food and Agriculture
Organization of The United Nations. Rome.
4) Franchini, M., and Pacciani, M. 1991. Comparative
Analysis of Several Conceptual Rainfall-runoff Models
Journal of Hydrology, Vol. 122, pp. 161-219.
5) Jayadi, R. 2006. Modul Pelatihan Hidrologi dan Hidrometri
Pekerjaan Peningkatan Kemampuan Perencanaan Teknis
Jaringan Irigasi Rawa dan Tambak. Direktorat Rawa dan
Pantai. Yogyakarta.
6) Nurrochmad.R. 1998. Optimasi Parameter Modul Hujan
Aliran Mock dengan Solver. Media Teknik No.2 Tahun XX
edisi Mei. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
7) Sinaro, R dan Yusuf I.A. 1987. Perhitungan Simulasi Debit
Sungai dengan Cara Mock untuk Menaksir Debit Andalan.
HATHI. Bandung.
8) Sri Harto, Br. 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
9) Sri Harto, Br. 2000. Hidrologi Teori, Masalah dan
Penyelesaian. Penerbit Nafiri Offset. Yogyakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai