Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM AGROHIDROLOGI

PERHITUNGAN NERACA AIR DI BANTEN UNTUK


PERENCANAAN LAHAN PERTANIAN

Disusun Oleh :
Supriyanti
D1A020048

Dosen Pengampu :
1. Dr. Ir. Sunarti, S.P., M.P.
2. Ir. Najla Anwar Fuadi, S. P., M. Si., IPP

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
BAB I
PENDAHULUN
1.1 Latar Belakang
Ketersediaa akan air semakin hari semakin menurun sementara kebutuhan akan
air semakin meningkat. Air ialah salah satu faktor yang sangat dibutuhkan oleh semua
makhluk hidup di bumi. Begitu pentingnya air bagi kehidupan, sehingga manusia
berusaha melestarikan air agar penggunaannya dapat lebih efektif dan efisien serta
mencegah kehilangan air secara sia-sia. Ketersediaan air merupakan hal utama dalam
kegiatan bercocok tanam, karena setiap tanaman membutuhkan suplai air irigasi yang
cukup untuk menunjang pertumbuhannya.
Air hujan sebagai salah satu sumber air yang murah dan melimpah, dalam bidang
pertanian dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan produksi yang
maksimal. Namun seringkali hadirnya hujan belum disertai dengan penanaman jenis-jenis
tanaman yang mempunyai kebutuhan air sesuai dengan keadaan curah hujan. Hal tersebut
dapat mengakibatkan banyaknya air hujan yang tersisa bahkan malah kekurangan air (jika
merupakan daerah tadah hujan). Penaksiran kebutuhan air untuk satu lahan pertanaman
sangat diperlukan untuk menentukan pola tanam berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan
air hujan yang ada. Hal tersebut dilakukan sebagai usaha untuk memanfaatkan sumber
daya alam (hujan) dengan sebaik-baiknya serta untuk mendapatkan hasil semaksimal
mungkin.
Dalam hal ini, untuk menganalisis hubungan iklim, tanah dan tanaman dilakukan
dengan metode neraca air. Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan
keluaran air di suatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat diketahui jumlah air
tersebut mengalami kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Metode neraca air
digunakan untuk mengetahui kecukupan air untuk tanaman tertentu pada jenis tanah
tertentu dan lokasi tertentu. Kecukupan air selama masa pertanaman menentukan potensi
kehilangan hasil tanaman yang bersangkutan. Tanaman membutuhkan air yang cukup
selama masa pertumbuhannya. Kekurangan air akan mengakibatkan reduksi transpirasi
tanaman dan kondisi ini akan berakibat pada penurunan hasil tanaman. Input air tanaman
berasal dari curah hujan, sedangkan air yang tersimpan pada zona perakaran digunakan
oleh tanaman untuk transpirasi, dan sebagian hilang melalui evaporasi. Metode neraca air
umum dan neraca air lahan perhitungan-perhitungan terhadap curah hujan (CH),
Evaporasi (Eo) dan Evaporasi potensial (ETP).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung dan menganalisis
neraca air lahan bulanan dalam perencanaan lahan pertanian di Banten.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Wilayah Banten

Provinsi Banten yang terletak pada lintang 501’50’’– 701’’’ LS dan bujur 1050
1’11’’– 1060 7’12’’BT. Berdasarkan Peta Jenis Tanah yang diterbitkan PUSLITTANAK-
Bogor tahun 2004, Provinsi Banten mempunyai 32 jenis tanah. Secara umum tanah
wilayah ini didominasi oleh tanah podsolik kuning, aluvial kelabu tua, latosol coklat
kemerahan dan asosiasi podsolik kuning dan regosol. Iklim wilayah Banten dipengaruhi
oleh dua sistem cuaca yaitu Angin Monsun (Monsoon trade) dan gelombang El-Nino atau
La-Nina. Suhu udara di pantai dan perbukitan antara 22 – 320C, sedangkan di
pegunungan dengan ketinggian antara 400 – 1.350 meter dpl berkisar antara 18 - 290C.
Curah hujan rata-rata dalam setiap tahun di daerah pegunungan berkisar antara 2.500 –
3.500 mm. Kelembaban udara berkisar antara 75 – 85%.

Berdasarkan Peta Penggunaan Tahan Provinsi Banten yang dikeluarkan Badan


Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2004, tipe penggunaan lahan di Provinsi Banten
dikelompokkan menjadi 15 macam. Khusus untuk penggunaan lahan bagi tanaman
pangan digolongkan menjadi empat jenis penggunaan yaitu; (1) sawah dua kali, (2) sawah
satu kali, (3) tegalan dan (4) kebun campuran. Sebaran keempat jenis penggunaan tersebut
tersebar di Provinsi Banten baik wilayah Banten Bagian Utara, Banten Bagian Tengah
dan Banten Bagian Selatan.

Secara agroklimatologis kawasan Kabupten Serang dan Tangerang yang terletak


di wilayah utara mempunyai kondisi lahan yang lebih kering dibanding wilayah tengah
dan selatan. Meskipun demikian wilayah utara mempunyai jaringan irigasi yang lebih
baik sehingga areal sawah di wilayah ini dapat ditanami dua kali dalam setahun, bahkan
di Provinsi Banten sebagian besar sawah dua kali terdapat di wilayah ini (Hidayat, 2005).
Menurut (T. Hidayat dkk, 2006) Wilayah tengah dan selatan berdasarkan empat tipe
penggunaan lahan yang menjadi focus pembahasan lebih didominasi oleh sawah satu kali
(sawah 1x) dan kebun campuran, sedangkan tegalan dan sawah dua kali tidak terlalu luas.
Di wilayah tengah pada umumnya didominasi oleh hutan dan semak. Kondisi yang tidak
jauh berbeda juga terdapat di wilayah selatan, dimana lahannya didominasi oleh hutan
dan perkebunan rakyat. Untuk sawah dua kali hanya terdapat di bagian timur yaitu di
wilayah Bojong dan Angsana (Kabupaten Pandeglang). Untuk penggunaan lahan
tanaman pangan dari empat jenis penggunaan, sawah satu kali dan kebun campuran lebih
mendominasi wilayah ini.

2.2 Siklus Hidrologi

Siklus Hidrologi adalah rangkaian berbagai peristiwa air dari permukaan laut,
atmosfer, permukaan tanah, dan kembali ke laut secara berulang (Asdak, 2010).
Komponen siklus hidrologi adalah air intersepsi (Through Fall & Stem Flow), air aliran
permukaan, air infiltrasi, avaporasi / transpirasi, ground water, dan air permukaan.

Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik
pohon maupun semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang dapat
diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Akar
tanaman dari semua komponen agroforestri menyerap air dari tendon air yang sama dan
pada kapasitas yang terbatas. Bila jumlah air dalam tendon berkurang terjadilah perebutan
antara akar-akar berbagai jenis tanaman yang ada untuk mengambil air. Dalam hal ini
terjadi kompetisi untuk mendapatkan air guna mempertahankan pertumbuhan masing-
masing jenis tanaman. Beberapa sifat tanah yang merupakan komponen-komponen
neraca air, misalnya kapasitas menyimpan air (jumlah ruang pori), infiltrasi, kemantapan
pori sangat dipengaruhi oleh macam penggunaan lahan atau jenis dan susunan tanaman
yang tumbuh di tanah tersebut. Jadi jenis-jenis pohon atau tanaman semusim yang
ditanam pada suatu bidang tanah dapat mempengaruhi siklus dan kesetimbangan air pada
sistem tersebut. Sebaliknya siklus dan kesetimbangan air dalam sistem ini pada gilirannya
juga mempengaruhi kompetisi antara komponen tanaman yang ada.

Curah hujan yang jatuh pada suatu kawasan, sebagian air tersebut juga bergerak
dari tanah dan akar melalui melalui tanaman ke atmosfer dan disebut sebagai transpirasi.
Air dalam siklus hidrologi sebagian juga akan tertahan sementara pada bagian aerasi
tanah dalam bentuk detention storage dan untuk waktu yang lebih lama dalam bentuk
retention storage.
2.3 Neraca Air

Neraca air (Water Balance) merupakan neraca masukan dan keluaran airdi suatu
tempat pada periode tertentu, sehingga dapat diketahui jumlah air tersebut kelebihan
(surplus) atau kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan
defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk
mendayagunakan air sebaik-baiknya.(Soewarno, 2000).

Keseimbangan air dalam suatu system tanah tanaman dapat digambarkan


melalui sejumlah proses aliran air yang kejadiannya berlangsung daam satuan waktu
berbeda. proses aliran dan kisaran waktu kejadian yang dinilai penting yaitu curah hujan,
pengaliran larutan tanah antara lapisan- lapisan tanah melalui alisan massa, dan
perubahan volume ruang pori makro. Soewarno (2000) menyatakan bahwa model neraca
air cukup banyak, namun yang biasa dikenal terdiri dari tiga model, antara lain:

a) Model Neraca Air Umum.


Model ini menggunakan data-data klimatologis dan bermanfaat untuk
mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah (jumlah curah hujan melebihi kehilangan
air untuk penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi maupun penguapan dari sistem
tanaman atau transpirasi, penggabungan keduanta dikenal sebagai evapotranspirasi).
b) Model Neraca Air Lahan.
Model ini merupakan penggabungan data-data klimatologis dengan data-data
tanah terutama data kadar air pada Kapasitas Lapang (KL), kadar air tanah pada Titik
Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia (WHC = Water Holding Capacity).
c) Model Neraca Air Tanaman.
Model ini merupakan penggabungan data klimatologis, data tanah, dan data
tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan khusus pada jenis tanaman tertentu. Data
tanaman yang digunakan adalah data koefisien tanaman pada komponen keluaran dari
neraca air. Neraca air adalah gambaran potensi dan pemanfaatan sumberdaya air dalam
periode tertentu. Dari neraca air ini dapat diketahui potensi sumberdaya air yang masih
belum dimanfaatkan dengan optimal. Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan
prinsip bahwa selama periode waktu tertentu masukan air total sama dengan keluaran air
total ditambah dengan perubahan air cadangan (change in storage). Nilai perubahan air
cadangan ini dapat bertanda positif atau negatif (Soewarno, 2000). Konsep neraca air
pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke, yang
tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu.
BAB III
METODOLOGI PERHITUNGAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum mengenai perhitungan neraca air untuk perencanaan lahan pertanian di
Banten ini dilakukan secara online melalui analisis data dan berdasarkan sampel curah
hujan bulanan dan EP Stasiun Klimatologi yang dilaksanakan pada Kamis, tanggal 28
April 2022 pukul 08.00 – 09.55 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah data curah
hujan bulanan di Banten dan komputer/ laptop dengan program Software MS Words dan
MS Excel.

3.3 Metode Analisis


Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah metode deskriftif analitik,
yakni pengumpulan data iklim curah hujan bulanan di provinsi Banten yang berasal dari
stasiun klimatologi. Perhitungan neraca air dilakukan dengan menggunakan metode
Thornthwaite dan Mather (1957) yang telah dimodifikasi (PUSLITTANAK 1995) dan dalam
penentuan nilai evapotranspirasi potensial (EP) dilakukan dengan sistem tata buku
(bookkeeping). Perhitungan neraca air mengandung enam komponen utama, yaitu curah
hujan, evapotranspirasi potensial, evapotranspirasi aktual, ketersediaan air tanah serta
surplus dan defisit yang dihitung dengan prosedur sebagai berikut :
1. Mengisi kolom curah hujan (CH) dengan data CH bulanan di Banten berdasarkan hasil
pengamatan di stasiun klimatologi.
2. Mengisi kolom evapotranspirasi potensial (EP) dengan metode data yang didapat dari
stasiun klimatologi di provinsi Banten.
CH EP
Bulan
(mm) (mm)
Januari 20,3 5,1
Februari 14,6 5,6
Maret 10,8 5,4
April 14,0 5,0
Mei 8,2 4,9
Juni 7,1 4,8
Juli 8,1 5,0
Agustus 4,5 5,4
September 1,2 5,7
Oktober 4,3 5,5
Nopember 15,0 5,7
Desember 18,4 5,7
Tabel.1 data curah hujan dan evapotranspirasi di provinsi Banten
3. Mengisi kolom CH – EP dengan nilai dari hasil pengurangan dua kolom tersebut.
4. Perhitungan hasil dengan nilai negatif pada perlakuan 3 diakumulasikan bulan ke
bulan sebagai nilai APWL (Accumulation of Potensial Water Lost) untuk
mengetahui potensi kehilangan air pada musim kering dengan rumus :
APWL = Penjumlahan P- EP sebelum dan sesudah
5. Kemudian mengisi kolom ST yang didapat dari hasil perkalian anatara % luas
penggunaan lahan dengan air tersedia dan kedalamaan zona perakaran.
6. Selanjutnya, mengisi delta ST dengan rumus bulan ini – bulan sebelumnya dengan
perhitungan dmulai dari nilai minus dan seterusnya.
7. Mengisi kolom AE (Actual Evaporation) sesuai ketentuan, yakni jika curah hujan
(CH) lebih besar dari evapotranspirasi potensial (EP) maka nilai AE = EP karena
AE mencapai maksimum dan jika nilai CH lebih kecil dari EP maka AE = CH +
Delta ST.
8. Mengisi kolom defisit (D)
A Arti D adalah berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan. Sehingga D =
ETP – ETA dan terjadi di bulan – bulan di musim kemarau.
9. Mengisi kolom surplus (S)
Surplus ialah kelebihan air (CH > EP), dimana S = CH – EP – delta ST dan terjadi
di bulan musim hujan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 2. Hasil Perhitungan Neraca Air di Banten Untuk Perencanaan Lahan Pertanian
DELTA
Bulan CH EP CH-EP APWL ST AE D S
ST
Januari 20,3 5,1 15,2 0 95 0 5,1 0 15,2
Februari 14,6 5,6 9,0 0 95 0 5,6 0 9,0
Maret 10,8 5,4 5,3 0 95 0 5,4 0 5,3
April 14,0 5,0 9,0 0 95 0 5,0 0 9,0
Mei 8,2 4,9 3,4 0 95 0 4,9 0 3,4
Juni 7,1 4,8 2,4 0 95 0 4,8 0 2,4
Juli 8,1 5,0 3,1 0 95 0 5,0 0 3,1
Agustus 4,5 5,4 -0,9 -0,9 94 -1,0 3,5 1,9 0
September 1,2 5,7 -4,5 -5,4 93 -1,0 0,2 5,5 0
Oktober 4,3 5,5 -1,2 -6,6 90 -3,0 1,3 4,2 0
Nopember 15,0 5,7 9,3 0 80 -10,0 5,7 0 19,3
Desember 18,4 5,7 12,7 0 90 10,0 5,7 0 2,7
Total 126,5 63,8 52, 2 11,6 67,8

Dari data pada tabel 2. hasil perhitungan neraca air di Banten untuk perencanaan
lahan pertanian diatas, dapat dilihat neraca air bulanan di Banten seperti pada grafik
dibawah ini :

Neraca Air Bulanan


25,0
20,3
20,0 18,4
14,6 14,0 15,0
15,0
10,8
10,0 8,2 7,1 8,1
4,5 4,3
5,0 5,1 5,6 5,4 5,0 4,9 4,8 5,0 5,4 1,2 5,7 5,5 5,7 5,7

0,0

CH (mm) EP (mm) AE (mm)

Gambar 1. Rata-rata curah hujan, evapotranspirasi lahan dan evaporasi aktual bulanan di Banten.
Dari tabel data hasil perhitungan neraca air diatas, maka dapat diketahui kapan
terjadinya defisit dan surplus didaerah tersebut untuk perencanaan lahan pertanian yang
dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Grafik Defisist dan Surplus


25
20
15
10
5
0

Defisit Surplus

Gambar 2. Grafik terjadinya defisit dan surplus di daerah Banten selama setahun.

4.2 Pembahasan

Dari data tersebut diketahui bahwa rata-rata jumlah curah hujan bulanan Kota
Bengkulu berkisar antara 1,2 – 20,3 mm. jumlah air yang tersedia dilahan mencapai 126,5
mm dengan jumlah evapotranspirasi 63,8 mm, dan evapotranspirasi aktual sebesar 52,2
mm. sehingga selama setahun terjadi defisit dan surplus masing- masing sebesar 11,6 mm
dan 67,8 mm. Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa surplus sejak bulan januari hingga
bulan juli dan terjadi kembali pada bulan November dan desember. Surplus merupakan
kelebihan air dimana nilai curah hujan (CH) lebih besar dari pada penguapan /
evapotranspirasi potensial (EP). Surplus air terjadi selama musim hujan. Surplus air
tertinggi terjadi pada bulan November, dengan curah hujan 15,0 mm. Curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan januari yakni sebesar 20,3 mm. selama bulan januari sampai
juli nilai curah hujan selalu lebih besar dari nilai EP. Nilai AE mencapai nilai maksimum.
Karena itu AE = EP.

Pada bulan agustus hingga oktober terjadi defisit air dimana jumlah
evapotranspirasi aktual melebihi jumlah curah hujan. Hal ini berarti seluruh air hujan di
evapotranspirasikan bersama-sama dengan air yang ditarik dari tanah. Pada kondisi defisit
ini kandungan air tanah pun mengalami penurunan seiring dengan berkurangnnya curah
hujan dan air tanah dimanfaatkan untuk evapotranspirasi (EP) maka apabila air tanah
tidak disuplai oleh hujan akan mengalami defisit dan kondisi demikian disebut musim
kemarau. Pada bulan november hingga desember nilai curah hujan kembali lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai evapotranspirasi (EP). Sedangkan pada bulan agustus hingga
oktober terjadi potensi kehilangan kehilangan air hingga dapat dikatakan terjadi musim
kemarau.

Dalam hal ini dapat diketahui bahawa selama setahun didaerah Banten mengalami
surplus selama 9 bulan yakni pada bulan januari hingga juli dan november hingga
desember. Sedangkan defisit hanya terjadi selama 3 bulan yakni pada bulan agustus
hingga bulan oktober. Karena sepanjang tahun banyak terdapat bulan-bulan surplus air,
maka kemungkinan dapat terjadi bencana banjir di daerah tersebut. Setelah mengetahui
data neraca air ini, dapat dilakukan tindakan- tindakan untuk mengantisipasi bencana
banjir yang mungkin akan terjadi, seperti dengan membuat saluran drainase, dan
menentukan teknik pengendalian banjir. Jika terjadi banyak bulan defisit air, analisis
neraca air dapat digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan
pembagi air serta saluran-salurannya. Selain itu, analisis neraca air juga digunakan
sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.

Berdasarkan hasil perhitungan dan nilai surplusserta defisit yang telah didapatkan
maka dapat dilakukan perencanaan lahan pertanian didaerah Banten. Dalam hal ini
penyusunan kalender tanaman dibagi menjadi 2 komoditas yaitu tanaman padi pada bulan
januari hingga juli dan tanaman jagung pada bulan agustus hingga oktober. Padi (Oryza
sativa L.) adalah tanaman yang dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl. Tanaman
padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air.
Dengan begitu petani dapat melakukan penanman pada awal bulan januari atau pada
periode surplus sehingga dapat dilakukan panen pada bulan agustus atau pada periode
defisit. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi
selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 - 2000 mm. Suhu
udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 19 - 27°C, namun suhu
paling ideal adalah sekitar 23°C (Jaka dkk, 2017). Sedangkan jagung (Zea mays L.)
merupakan tanaman semusim. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.
Jagung biasanya cocok di lahan yang kering, kurang cocok di tanah yang terdapat air
menggenang. Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata (Rasyid dkk.
2010) dalam (Jaka dkk, 2017). Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu
mendapatkan cukup air maka dari itu sebaiknya ditanam awal musim hujan atau
menjelang musim kemarau. Petani dapat menanam tanaman jagung pada akhir bulan juli
atau awal bulan agustus. Tanaman jagung membutuhkan sinar matahari, tanaman yang
apabila tanaman ternaung maka pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil
biji yang tidak optimal (Jaka dkk, 2017).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air di suatu
tempat pada periode tertentu, sehingga dapat diketahui jumlah air tersebut mengalami
kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Metode neraca air digunakan untuk
mengetahui kecukupan air untuk tanaman tertentu pada jenis tanah tertentu dan lokasi
tertentu sehingga dapat dilakukan perencanaan lahan pertanian.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, yakni menghitung dan menganalisis


neraca air bulanan di Banten dapat diketahui bahwa surplus terjadi dalam jangka waktu
bulan januari hingga bulan juli dan terjadi kembali pada bulan november dan desember.
Surplus merupakan kelebihan air dimana nilai curah hujan (CH) lebih besar dari pada
penguapan / evapotranspirasi potensial (EP). Surplus air terjadi selama musim hujan.
Defisit terjadi pada bulan agustus hingga oktober terjadi defisit air dimana jumlah
evapotranspirasi aktual melebihi jumlah curah hujan. Pada periode surplus kemungkinan
dapat terjadi bencana banjir di daerah tersebut. Sehingga perlu dilakukan tindakan
tindakan untuk mengantisipasi bencana banjir. Penanaman yang dapat dilakukan pada
periode surplus adalah tanaman padi (Oryza sativa L.) dengan penanaman sebaiknya
dilakukan pada periode surplus serta panen dilakukan pada periode defisit. Pada periode
defisit dapat dilakukan penanaman tanaman jagung (Zea mays L.) karena tanaman ini
cocok di lahan yang kering, kurang cocok di tanah yang terdapat air menggenang. Pada
periode defisit perlu dilakukan penyiraman.

5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum ini, yakni menghitung dan menganalisis neraca air
bulanan diharapkan dilakukan dengan hati-hati dan teliti. Disarankan untuk menggunakan
metode Thorthwaite dan Software MS Excel dalam menghitung data sehingga hasil yang
didapatkan lebih akurat dan mempermudah dalam menghitung dan menganalisis.
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai (edisi kedua). Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.

Hidayat T. 2005. Analisis Perubahan Musim, Kekeringan dan Potensi Waktu Tanam
Tanaman Pangan di Provinsi Banten [tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor,
Sekolah Pascasarjana.

Hidayat, dkk. 2006. Analisis Neraca Air untuk Penetapan Periode Tanam Tanaman
Pangan di Provinsi Banten. Jurnal Indonesia Agromet. Vol 20 (1) : 44 – 51.

Jaka, dkk. 2017. Analisis Neraca Air Lahan untuk Tanaman Padi dan Jagung di Kota
Bengkulu. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol 15 issue 2 (2017) : 83-89.

Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional (Jilid kesatu). PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai