Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR TANAH DAERAH IRIGASI

SANGKUB, KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA


Analysis of Soil Moisture Availability of Sangkub Irrigation Area,
Bolaang Mongondow Utara Regency
Risky Sherly Putri1, Muhammad Furqon Habibie2, Muhamad Ahsanul Hadi3, Andi
Ghaitsa Deapati4

Senin- Kelompok 6
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper,
1,2,3,4)

Kampus IPB Dramaga,


Bogor, 16680
ghaitsa_19@apps.ipb.ac.id1

PENDAHULUAN
Air dalam pertanian salah satu kebutuhan pokok, terutama dalam budidaya
tanaman padi atau persawahan. Seringkali terdengar berita mengenai konflik air
antar petani atau bahkan antara petani dengan pengguna air lainnya, seperti
perusahaan air minum, petani kolam atau perikanan, dan sebagainya. Hal ini
terjadi karena air semakin hari memiliki nilai ekonomi yang mahal baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Irigasi adalah upaya pemberian air dalam bentuk
lengas (kelembaban) tanah sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang
bagi tanaman. Pengertian lain dari irigasi adalah penambahan kekurangan kadar
air tanah secara buatan yakni dengan memberikan air secara sistematis pada tanah
yang diolah. Jaringan irigasi yang tidak memadai dan penggunaan air yang tidak
efisien menyebabkan defisit air di musim kemarau. Pertanian beririgasi
merupakan pengguna air terbesar yang jumlahnya diatas 80% dari total
penggunaan air, tetapi efisiensi penggunaannya rendah (<40 %). Kelemahan yang
utama adalahrendahnya efisiensi pemakaian air (Sosiawan dan Subagyono 2007)
Tanaman salah satu unsur penting pada daerah irigasi. Ketersediaan air penting
diperhatikan dalam masa pertumbuhan tanaman. Produksi tanaman beresiko
menjadi rendah dikarenakan kekeringan dan cadangan air di dalam tanah yang
berasal dari air hujan habis. Kadar air tanah penting diketahui guna
memperkirakan cadangan air yang tersedia bagi tanaman dan untuk menentukan
saat yang tepat untuk mengaliri lahan dengan efisien. Pengujian kadar air tanah
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan metode gravimetry dan
metode sensor listrik. Pengujian kadar air tanah biasanya menggunakan metode
gravimetry, metode ini dilakukan di laboratorium untuk menguji kadar air tanah
dan membutuhkan waktu 1 x 24 jam, sehingga menghasilkan kondisi kadar air
tanah yang belum tentu sesuai dengan kondisi lapangan, dikarenakan kadar air
sudah mengalami perubahan sebagai akibat cara pengambilan sampel tanah dan
transportasi.

1
Pengujian kadar air tanah menggunakan metode gravimetry tidak memberikan
nilai kadar air tanah yang sesuai di lapangan maka perlu pengujian kadar air tanah
langsung di lapangan dengan menggunakan salah satu metode sensor listrik yaitu
gypsum block, dimana alat inimerupakan sebuah alat sensor uji kelembaban atau
kelengasan tanah yang sudah digunakan dalam bidang pertanian dan terbuat dari
campuran air, serbuk gipsum, kawat jaring (wire mesh) dan kabel speaker dan
juga dipasang langsung di lapangan setelah dikalibrasi secara individu. Pengujian
metode gravimetry dan metode gypsum block sangat berbeda sehingga
menghasilkan nilai kadar air tanah yang berbeda juga. Hasil dari pengujian
tersebut memiliki selisih sehingga perlu di lakukan perbandingan pengujian antara
kedua metode tersebut berdasarkan variasi kedalaman. Prinsip kerja kedua metode
tersebut adalah mengukur dinamika sebaran neutron atau waktu hantar listrik di
dalam tanah akibat adanya sejumlah air (Nadler et al. 1991). Penelitian kali ini
dilakukan untuk mengetahui nilai ketersediaan air tanah dari Daerah Irigasi
Sangkub menggunakan data aplikasi CROPWAT.

TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, dan kebutuhan air untuk tanaman
dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan
kontribusi air tanah (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Kebutuhan air irigasi
dihitung berdasarkan evapotranspirasi acuan (ET0) dan dikombinasikan dengan
pola tanam dan jadwal tanam, sehingga akan diketahui jumlah kebutuhan airnya
(Hasibuan 2010). Dalam perencanaan pendahuluan suatu sistem irigasi hal
pertama yang perlu dikerjakan adalah analisis hidrologi termasuk mengenai
kebutuhan air (consumative use), dimana jumlah kebutuhan air akan dapat
menentukan terhadap perencanaan bangunan irigasi. Perkiraan banyaknya air
untuk irigasi didasarkan pada faktor-faktor Jenis tanaman,carapemberian air,
banyaknya curah hujan, jenis tanah, waktu penanaman, keadaan iklim,
pemeliharaan saluran dan bangunan irigasi.
Air yang diserap tanaman adalah air yang berada pada pori-pori tanah. Setiap
jenis tanah memiliki distribusi dan ukuran pori yang berbeda-beda, yang akan
mempengaruhi ketersediaan air di dalam tanah. Tekstur tanah sangat
mempengaruhi kemampuan tanah dalam memegang air (Hakim 2000). Tanah
bertekstur liat memiliki kemampuan yang lebih besar dalam memegang air
daripada tanah bertekstur pasir hal ini terkait dengan luas permukaan adsorptifnya.
Semakin halus teksturnya akan semakin besar kapasitas menyimpan airnya.
Setiap tekstur tanah akan mempunyai kapasitas lapang yang berbeda. Menurut
Haridjaja (2013) faktor tekstur tanah berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
kadar air kapasitas lapang. Hal ini disebabkan karena kapasitas menahan air
(water holding capacity) tanah yang berbeda-beda, yaitu tanah bertekstur liat
lebih besar daripada tanah bertekstur lempung liat berpasir dan lempung berpasir.

2
Gambar 1 Nilai FC dan PWP berdasarkan Tekstur Tanah (Haridjaja 2013)
Dalam banyak kasus, kemampuan tanah menahan air dianggap setara dengan
kadar air kapasitas lapang. Secara umum kadar air kapasitas lapang didefinisikan
sebagai kadar air tanah di lapang pada saat air drainase sudah berhenti atau hampir
berhenti mengalir karena adanya gaya grafitasi setelah sebelumnya tanah tersebut
mengalami jenuh sempurna (Islami dan Utomo 1995). Kadar air kapasitas lapang
dapat ditetapkan dengan tiga metode yang berbeda-beda, yaitu metode Alhricks,
Drainase bebas, dan Pressure plate. Ketiga metode tersebut memiliki prinsip yang
berbeda. Secara umum prinsip metode Alhricks dan Drainase bebas berdasarkan
hilangnya air gravitasi, sedangkan metode Pressure plate berdasarkan tekanan
setara pF 2.54 (1/3 atm). Terdapat perbedaan hasil yang nyata diantara metode
Alhricks dan metode Pressure plate, yaitu kadar air yang dihasilkan oleh metode
Pressure plate lebih kecil jika dibandingkan dengan metode Alhricks. Perbedaaan
nilai kadar air tersebut dapat disebabkan karena pemberian tekanan 1/3 atm pada
penetapan dengan metode Pressure plate sebenarnya hanya merupakan
pendekatan. Contoh tanah utuh yang digunakan dalam penetapan kadar air
kapasitas lapang dengan metode Pressure plate hanya setebal + 1 cm. Air yang
ada pada contoh tanah tersebut lebih mudah hilang dibandingkan dengan air
dalam tanah dengan kolom yang tebal seperti pada metode Alhricks.
Kapasitas lapang adalah kandungan air (θ) di dalam tanah, biasanya dicapai 2
atau 3 hari sejak terjadi pembasahan atau hujan, dan setelah proses drainase
berhenti. Definisi tersebut berlaku untuk penampang tanah homogen, dan tidak
terjadi penguapan dari permukaan tanah. Bila tanah dalam keadaan kering,
pemberian air ditujukan untuk membasahi tanah sampai mencapai kapasitas
lapangan, khususnya di sekitar daerah perakaran tanaman. Kandungan air tanah
pada kapasitas lapangan sangat tergantung pada berbagai macam faktor,
diantaranya tekstur tanah, kandungan air tanah awal, dan kedalaman permukaan
air tanah (Hanafiah 2009).
Titik layu permanen adalah kandungan air tanah dimana tanaman sepenuhnya
layu, dan pada akhirnya mati, karena tidak mampu lagi mengembalikan fungsi

3
turgor dan aktivitas biologisnya. Ketika tanaman layu, kandungan air di dalam
daun mencapai nilai tertentu, tergantung jenis tanaman dan stadium
pertumbuhannya, serta kondisi lingkungan. Pada titik layu permanen, tekanan air
bervariasi dari -0,80 (~ -8 bar) sampai –2 (~ - 20 bar) atau – 3 Mpa (~ -30 bar).
Titik layu permanen pada awalnya diketahui dari percobaan penanaman
tanaman bunga matahari (Helianthus annuus L), dan gandum (Triticum aestivum
L). Tanaman bunga matahari tumbuh kerdil, mengindikasikan kandungan air
tanahnya mendekati titik layu permanen. Cara ini menuai berbagai kritik, karena
kondisi iklim yang berbeda dapat menyebabkan nilai kandungan air pada titik
layu permanen juga berbeda. Selain itu, kehilangan air melalui transpirasi
berlangsung cepat, meskipun sedikit tergantung pada kandungan air tanah. Oleh
sebab itu kandungan air tanah yang diukur tidak menggambarkan kondisi aktual
stadium layu. Dalam menentukan titik layu permanen harus mempertimbangkan
kondisi iklim aktual, potensial osmosis, perilaku fisiologis tanaman, dan sifat-sifat
hidrolik tanah tidak jenuh (Raharjo 2000).
Proses retribusi air pada tanah dipengaruhi oleh histerisis. Hal ini terjadi
karena bagian atas profil tanah mengeluarkan air (desorpsi) dan bagian bawahnya
menyerap air (absorbs). Menurut Hardjowigeno (1995) tanah yang bertekstur
kasar mempunyai daya menahan air yang lebih kecil daripada tanah bertekstur
halus. Kadar air tanah pada saat musim kemarau mengalami penurunan karena air
dalam tanah mengalami kehilangan dan tidak ada penambahan dari air hujan.
Hubungan antara kelembaban tanah dengan hisapan matriks tidak khas (unik),
tetapi bergantung pada peristiwa pembasahan dan pengeringan yang terjadi pada
setiap titik (tempat) dalam tanah. Hubungan ini kalau diplotkan menggambarkan
dua kurva berbeda apabila pembasahan dan pengeringan dimulai dari kondisi
sangat kering atau jenuh. 
Kemampuan tanah dalam menahan air berbeda-beda salah satunya tergantung
pada tekstur tanahnya (Walidayni 2019). Distribusi air sepanjang kolom tanah
tidak seragam yang artinya belum dicapainya keseimbangan statis yang sempurna.
Pengeruh fenomena histeresis memperlambat redistribusi dan menahan air lebih
banyak pada zona yang mulanya basah. Hal ini terjadi karena redistribusi
horizontal. Sedangkan pada redistribusi vertikal, jika tidak ada histeresis gerakan
air dipengeruhi oleh gravitasi dan kecendrungan untuk mencapai keseimbangan
air, kelembaban tanah akan naik dengan bertambahnya kedalaman. Keberadaan
histeresis ini akan menigkatakan air yang dapat ditahan bagian profil tanah yang
mengalami pembahasan selama infiltrasi. Keadaan ini berdampak positif karena
air dapat mengalir ke bawah di luar akar tanaman.

4
Gambar 2 Moisture retention characteristics curve (Soilmoisture 2020)
Kurva karakteristik retensi kelembaban menggambarkan hubungan antara
tegangan air tanah dan kadar air tanah. Tegangan air tanah menggambarkan
keketatan air yang terikat pada matriks tanah. Misalnya, saat tegangan air tanah
adalah 0,3 bar, artinya untuk mengambil air dari tanah, seseorang perlu
memberikan tekanan (atau tegangan) lebih dari 0,3 bar ke tanah (Soilmoisture
2020)

METODOLOGI
Praktikum Teknik Irigasi untuk menganalisis ketersediaan air tanah dearah
irigasi dilakukan pada hari Senin, 22 Februari 2021 pada pukul 13.00- 16.00 WIB
secara daring menggunakan aplikasi Zoom Meeting. Daerah irigasi yang
digunakan adalah Daerah Irigasi Sangkub yang berada di Kabupaten Mongondow
Utara, Sulawesi Utara. Perhitungan dilakukan secara manual dan menggunakan
aplikasi CROPWAT. Berikut ini merupakan diagram alir dari perhitungan
ketersediaan air tanah yang dilakukan.

Mulai

Menu settings di klik, lalu options di klik

Satuan dari data iklim dan persentase curah hujan diatur pada options
sesuai dengan data sekunder yang diperoleh, lalu save as default dan ok di
klik

Gambar 3 Diagram alir perhitungan ketersediaan air tanah

5
A

Data iklim seperti suhu, kelembapan, penyinaran, dan kecepatan


angin dimasukkan ke menu climate pada Cropwat

Data rad dan ETo dihitung pada menu climate

Data curah hujan dimasukkan pada menu rain, sehingga data curah
hujan efektif dapat dihitung

Menu soil di klik dan pilih jenis tanah yang tersedia

Jika jenis tanah tidak tersedia, data sekunder yang diperlukan


dimasukkan guna menghitung RAM dan TAM

Menu schedule di klik, kemudian klik graphic

Tampilan RAM, TAM, dan depletion akan muncul, lalu data


dianalisis

Selesai

Gambar 4 Diagram alir perhitungan ketersediaan air tanah (lanjutan)

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di Daerah Irigasi Sangkub, Mongondow Utara. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui nilai ketersediaan air tanah sesuai dengan kondisi
tanah yang ada pada Daerah Irigasi Sangkub. Tanah di Mongondow Utara
tergolong sebagai tanah yang subur. Terdapat beberapa ordo tanah yang ada di
daerah ini yaitu tanah Entisols, Inceptisols, Andisols, Mollisols, Alfisols, Ultisols,
dan Oxisols. Tanah-tanah tersebut tergolong sebagai tanah Aluvial atau Regosols.
Tekstur tanah pada Kabupaten Mongondow adalah lempung, lempung berdebu,
dan lempung berpasir (Sefle et al. 2013). Sehingga, pada penelitian kali ini
digunakan jenis tanah berupa alluvial dan lempung berpasir dan tekstur tanah
Black Clay Soil dan Red Sandy Loam pada aplikasi CROPWAT. Berikut ini
merupakan Tabel 1 Hasil Komparasi Jenis Tanah Daerah Irigasi Sangkub.
Tabel 1 Hasil Komparasi Jenis Tanah Daerah Irigasi Sangkub
Daerah
% Lengas Tanah FC-WP
Perakaran
Jenis Tanah Tekstur Tanah
(mm/
FC (%) WP (%) (m)
m)
Alluvial Black Clay Soil 22.6 14.7 200 0.9
Lempung Red Sandy
Berpasir Loam 40 24 140 0.9
Berdasarkan hasil komparasi di atas, diperoleh nilai FC-WP dari tanah alluvial
dan lempung berpasir berturut-turut sebesar 200 mm/m dan 140 mm/m.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, diperoleh bahwa Golongan 4 merupakan
golongan yang paling efektif, sehingga golongan ini digunakan pada penelitian
kali ini. Berikut ini merupakan Tabel 2 Hasil Komparasi TAM dan RAM dari
Golongan 4.
Tabel 2 Hasil Komparasi TAM dan RAM dari Golongan 4
Daerah
Jenis Tekstur % Lengas Tanah FC-WP TAM p RAM
Perakaran
Tanaman Tanah
FC (%) WP (%) (mm/m) (m) (mm) (mm)
Black Clay
Padi Soil 22.6 14.7 200 0.9 180 0.2 36
Black Clay
Padi Soil 22.6 14.7 200 1 200 1.2 240
Black Clay
Palawija Soil 22.6 14.7 200 1 200 2.2 440
Berdasarkan hasil komparasi di atas, dapat dilihat bahwa nilai Total Available
Moisture tanaman padi yang pertama lebih kecil dibandingkan tanaman padi yang
kedua. Hal tersebut terjadi karena nilai panjang akar tanaman padi yang kedua
lebih besar karena penanaman padi yang kedua berlangsung saat nilai curah hujan
lebih rendah dibanding penanaman padi pertama. Nilai RAM dari padi pertama,
padi kedua, dan palawija berturut-turut sebesar 36 mm, 240 mm, dan 440 mm.
Perbedaan nilai tersebut terjadi karena adanya perbedaan nilai p untuk setiap

7
tanaman. Nilai p dari padi pertama, padi kedua, dan palawija berturut-turut
sebesar 0,2, 1.2, dan 2,2.

SIMPULAN
Tekstur tanah sangat mempengaruhi kemampuan tanah dalam memegang air.
Penelitian kali ini digunakan jenis tanah berupa alluvial dan lempung berpasir
dan tekstur tanah Black Clay Soil dan Red Sandy Loam pada aplikasi CROPWAT.
Berdasarkan hasil komparasi di atas, diperoleh nilai FC-WP dari tanah alluvial
dan lempung berpasir berturut-turut sebesar 200 mm/m dan 140 mm/m.
Diperoleh nilai hasil komparasi Total Available Moisture tanaman padi yang
pertama lebih kecil dibandingkan tanaman padi yang kedua. Nilai RAM dari padi
pertama, padi kedua, dan palawija berturut-turut sebesar 36 mm, 240 mm, dan 440
mm. Perbedaan nilai tersebut terjadi karena adanya perbedaan nilai p untuk setiap
tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Hakim N, Yusuf N, Lubis AM, dan Sutopo GN. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Lampung (ID): Universitas Lampung.
Hanafiah AST, Sabrina G. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Medan (ID): USU
Press.
Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID) : Akademika Pressindo.
Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang (ID):
IKIP Semarang Press.
Nadler AS, Dasberg, dan Lapid I. 1991. Time domain reflectrometry
measurements of water content and electrical conductivity of layered soil
columns. Soil Sci. Soc. Am Journal. 55(23): 938-943.
Rahardjo M, Darwati I. 2000. Pengaruh cekaman air terhadap produksi dan mutu
simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.). Jurnal Littri. 6 (3): 73-79.
Sosiawan H, Subagyono K. 2007. Pembagian air secara proporsional untuk
keberlanjutan pemanfaatan air. Jurnal Sumberdaya Lahan. 1(3) : 15-24.
Sosrodarsono S, Takeda K. 1976. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta (ID) : PT.
Pradnya Paramita.
Walidayni F. 2019. Kurva penurunan kadar air tanah pada berbagai tekstur di
Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pernian
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai