Anda di halaman 1dari 19

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

HIDROGEOLOGI

TUGAS

OLEH :
SRI HARIANTI ANUGRAH
D061191083

GOWA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang

diketahui sampai saat ini di Bumi, khususnya bagi manusia. Air menutupi hampir

71% permukaan Bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³)

tersedia di Bumi. Air sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-

lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir

sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es. Air

dalam objek-objek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu: melalui

penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah (runoff, meliputi mata

air, sungai, muara) menuju laut.

Air bersih penting bagi kehidupan manusia. Sebagian besar permukaan bumi 

tertutupi air. Akan tetapi hanya sekitar 2,53 % jumlah air di bumi yang berupa air

tawar yang dapat digunakan oleh manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Airtanah

adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan

tanah.

Airtanah merupakan salah satu sumber daya air. Selain air sungai dan air

hujan,

airtanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga k

eseimbangan danketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga

(domestik) maupun untukkepentingan industri. Di beberapa daerah,

ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telahmencapai ± 70%.


Kabupaten Buton memiliki beberapa sungai besar yang terdapat di beberapa

kecamatan. Sungai-sungai tersebut pada umumnya memiliki potensi yang dapat

dijadikan sumber tenaga, irigasi dan kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu

dibutuhkan adanya kajian mengenai kondisi hidrogologi daerah kabupaten Buton.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari makalah hidrogeologi ini adalah untuk mengetahui

kondisi hidrogeologi daerah kabupaten buton. Adapun tujuan dari makalah

hidrogeologi ini adalah:

1. Mengetahui kondisi hidrogeologi daerah Kabupaten Buton

2. Mengetahui gambaran geologi daerah Kabupatan Buton


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat

baik proses diatmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui

proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi (Kodoati dan Rustam,

2008). Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses

siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi,

kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es,atau kabut. Pada

perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas

atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai

tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu

dalam tiga cara yang berbeda:

Evaporasi / transpirasi Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman,

dsb. Kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi

awan. Pada keadaan jenuh uapair (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang

selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah Air bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat

bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal

dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air

permukaan.
Air Permukaan adalah air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan

aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah,

maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat

biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan

membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah

aliran sungai menuju laut.

2.2. Neraca Air

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air

disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air

tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui

kondisi air pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang

kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya

(Soewarno, 2000).

Soewarno (2000) menyatakan bahwa model neraca air cukup banyak, namun

yang biasa dikenal terdiri dari tiga model, antara lain: Model Neraca Air Umum.

Model ini menggunakan data-data klimatologis dan bermanfaat untuk mengetahui

berlangsungnya bulan-bulan basah (jumlah curah hujan melebihi kehilangan

airuntuk penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi maupun penguapan dari

sistem tanaman atau transpirasi, penggabungan keduanta dikenal sebagai

evapotranspirasi).

Model Neraca Air Lahan. Model ini merupakan penggabungan data-data

klimatologis dengan data-data tanah terutama data kadar air pada Kapasitas
Lapang (KL), kadar air tanah pada Titik Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia

(WHC = Water Holding Capacity).

Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang

menunjukkan jumlah airterbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya

tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan tanah tersebut akan terus-menerus diserap

akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama makin kering. Pada suatu

saat akar tanaman tidak lagi mampu menyerap air sehingga tanaman menjadi layu.

Kandungan air pada kapasitas lapang diukur pada tegangan 1/3 bar atau 33 kPa

atau pF 2,53atau 346 cm kolom air. Titik layu permanen adalah kondisi kadar air

tanah dimana akar-kar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tanah, sehingga

tanaman layu. Tanaman akan tetap layu pada siang atau malam hari. Kandungan

air pada titik layu permanen diukur pada tegangan 15 bar atau 1.500 kPa atau

pF4,18 atau 15.849 cm tinggi kolom air. Air tersedia adalah banyaknya air yang

tersedia bagi tanaman yaitu selisih antara kapasitas lapang dan titik layu

permanen.

Model Neraca Air Tanaman. Model ini merupakan penggabungan data

klimatologis, data tanah, dan data tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan

khusus pada jenis tanaman tertentu. Data tanaman yang digunakan adalah data

koefisien tanaman pada komponen keluaran dari neracaair. Neraca air adalah

gambaran potensi dan pemanfaatan sumberdaya air dalam periode tertentu. Dari

neraca air ini dapat diketahui potensi sumberdaya air yang masih belum

dimanfaatkan dengan optimal.


Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa selama periode

waktu tertentu masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah dengan

perubahan air cadangan (changein storage). Nilai perubahan air cadangan ini

dapat bertanda positif atau negatif (Soewarno, 2000).

Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah

air yang masuk ke,yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem)

tertentu. Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan (Sri, 2000).

Beberapa sifat tanah yang merupakan komponen-komponen neraca air,

misalnya kapasitas menyimpan air (jumlah ruang pori), infiltrasi, kemantapan pori

sangat dipengaruhi oleh macam penggunaan lahan atau jenis dan susunan tanaman

yang tumbuh di tanah tersebut. Jadi jenis-jenis pohon atau tanaman semusim yang

ditanam pada suatu bidang tanah dapat mempengaruhi siklus dan kesetimbangan

air pada sistem tersebut. Sebaliknya siklus dan kesetimbangan air dalam system

ini pada gilirannya juga mempengaruhi kompetisi antara komponen tanaman yang

ada (Hendrik,1996).

Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman

baik pohon maupun semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air

yang dapat diserap tanamana dalah air yang berada dalam pori-pori tanah di

lapisan perakaran. Akar tanaman dari semua komponen agroforestri menyerap air

dari tandon air yang sama dan pada kapasitas yang terbatas. Bila jumlah air dalam

tandon berkurang terjadilah perebutan antara akar-akar berbagai jenis tanaman

yang ada untuk mengambil air. Dalam hal ini terjadi kompetisi untuk

mendapatkan airguna mempertahankan pertumbuhan masing-masing jenis


tanaman. Beberapa sifat tanah yang merupakan komponen-komponen neraca air,

misalnya kapasitas menyimpan air (jumlah ruang pori), infiltrasi, kemantapan pori

sangat dipengaruhi oleh macam penggunaan lahan atau jenis dan susunan tanaman

yang tumbuh di tanah tersebut. Jadi jenis-jenis pohon atau tanaman semusim yang

ditanam pada suatu bidang tanah dapat mempengaruhi siklus dan kesetimbangan

air pada sistem tersebut. Sebaliknya siklus dan kesetimbangan air dalam sistem ini

pada gilirannya juga mempengaruhi kompetisi antara komponen tanaman yang

ada (Budiman, 1988).

Curah hujan yang jatuh pada suatu kawasan, sebagian akan ditahan oleh tajuk

pohon, dan sebagian lagi oleh tajuk tanaman semusim, dan lainnya lolos ke

permukaan tanah di bawah pohon dan di bawah tanaman semusim. Air yang

ditahan oleh tajuk pohon dan tanaman semusim sebagian besar menguap sehingga

tidak berpengaruh kepada simpanan (cadangan) air dalam tanah. Tajuk pohon dan

tanaman semusim yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah air yang

ditahan tajuk kedua jenis tanaman itu. Akibatnya jumlah air yang lolos dan

mencapai permukaan tanah di bawah pohon dan dibawah tanaman semusim juga

berbeda. Air hujan yang lolos dari tajuk tanaman akan mencapai permukaan tanah

dan sebagian masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Sebagian lagi

mengalir dipermukaan tanah sebagai limpasan permukaan. Sifat-sifat tanah di

bawah pohon dan tanaman semusim dan jumlah air yang jatuh di bawah kedua

tanaman yang berbeda menyebabkan kecepatan infiltrasi dan limpasan permukaan

di bawah tanaman semusim dan pohon juga berbeda. Dalam kondisi tertentu

infiltrasi di bawah pohon bisa cukup tinggi sehingga tidakhanya cukup untuk
menurunkan Rt menjadi nol (tidak ada limpasan permukaan), tetapi mampu

menampung limpasan permukaan dari areal di bawah tanaman semusim (Rosdan,

2001).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Geografis & Administrasi Kabupaten Buton

Peta geografis Kabupaten Buton berada di bagian selatan garis khatulistiwa,

memanjang dari utara ke selatan di antara 4,96o - 6,25o Lintang selatan dan

membentang dari barat ke timur di antara 120,00 o - 123,34o Bujur Timur, meliputi

sebagian Pulau Muna dan Buton.

Kabupaten Buton terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi. Kabupaten

Buton, memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Muna;

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Wakatobi;

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores;

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bombana. Luas wilayah daratan

Kabupaten Buton 2.488,71 Km2 atau 248.871 Ha dan wilayah perairan laut

diperkirakan seluas 21.054 Km2 . Secara administratif Kabupaten Buton

terdiri dari 21 Kecamatan, 31 Kelurahan, 211 Desa, 661 RW dan 113 RT.
3.2. Gambaran Geohidrologi

Kabupaten Buton memiliki beberapa sungai besar yang terdapat di beberapa

kecamatan. Sungai-sungai tersebut pada umumnya memiliki potensi yang dapat

dijadikan sumber tenaga, irigasi dan kebutuhan rumah tangga. Seperti sungai

Sampolawa di Kecamatan Sampolawa, sungai Winto dan Tondo di Kecamatan

Pasarwajo, sungai Malaoge, Tokulo dan sungai Wolowa di Kecamatan Lasalimu.

Adapun Sungai – sungai yang potensial dimanfaatkan untuk sumber air baku di

Kabupaten Buton sekaligus potensi menyebabkan banjir dapat dilihat pada peta di

bawah ini:

Gambar 3.1. Peta Daerah Aliran Sungai Kabupaten Buton

3.3. Gambaran Geologi


Secara umum, keadaan tanah (soil) Kabupaten Buton ini terdiri dari tanah liat

bercampur pasir halus dan berbatu. Diperkirakan sebagai jenis aluvium berwarna

coklat keputih-putihan dan ditutupi batuan pratersier terdiri dari batuan batu

lempung bergelimer, batu pasir dan kwarsa. Dibagian pantai batuan pratersier

tersebut ditutupi batuan terumbu gamping. Keadaan batuan yang demikian

umumnya tidak meluas air atau kedap air. Sedangkan, berdasarkan klasifikasi

tanah taxonomy USDA, 1998, maka kondisi tanah di Kabupaten Buton cukup

beragam, yaitu Endoaquents, Fluaquents, Epiaquepts, Endoaquaquepts,

Haplustepts, Haplustalfs, Sulfaquents, dan Sulfaquepts. Tekstur tanahnya

didominasi oleh pasir.

a. Jenis Tanah

Secara umum, keadaan tanah (soil) Kabupaten Buton ini terdiri dari tanah liat

bercampur pasir halus dan berbatu. Diperkirakan sebagai jenis aluvium

berwarna coklat keputih-putihan dan ditutupi batuan pratersier terdiri dari

batuan batu lempung bergelimer, batu pasir dan kwarsa. Secara spesifik jenis

tanah yang terdapat di Kabupaten Buton diklasifikasi kedalam tanah resina,

gleisol eutrik, alluvial tionik, kambisol destrik, podsolik plintit dan mediteran

hplik. Sebagian besar wilayah Kabupaten Buton didominasi oleh jenis tanah

Kambisol dan Gleysol. Karakteristik masing-masing jenis tanah tersebut

secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Tanah Resina, tergolong tanah muda; tingkat kelapukan rendah,

kedalaman tanah sangat dangkal (kurang dari 50 cm); lapisan tanah

langsung berbatasan dengan batu kapur atau sebagian batu kapur muncul
kepermukaan; berstruktur lapis lempung sampai gelu lempung. Ph tanah

agak netral sampai basah; kandungan bahan organik rendah; kejenuhan

basa sedang sampai tinggi dengan kapasitas tukar kation (KTK) lebih

dari 16 me/100 lempung.

2. Tanah Geisol Eurik, jenis tanah yang karena kondisi topografinya yang

selalu jenuh air sehingga menghambat proses pelapukan dan pematangan

tanah. Kedalaman tanah umumnya lebih dari 90 cm; warna tanah gelap

dan terdapat ciri-ciri terjadinya gleisasi dengan adanya bercak-bercak

berwarna biru kehijauan; tekstur pasir geluhan; Ph tanah sangat masam

sampai rendah; mempunyai kandungan ion Natrium (Na+) lebih dari

15%; kejenuhan masa basa rendah dan KTK murang dari 16 me/g

lempung.

3. Tanah Alluvial Teonik, jenis tanah yang berkembang dari bahan alluvial

mudah (recent) yang mempunyai susunan yang berlapis-lapis yang

diskontinyu pedologi (multi sekum, warna tanah umumnya gelap dan

metrik tanah terdapat bercak-bercak berwarna kebiruan hingga kehijauan

sebagai ciri adalah proses ngakesasi dari kandungan bahan sulfida yang

cukup tinggi; tekstur tanah sangat (bervariasi) dari tekstur geluhan

sampai lempung; ph tanah antara masam sampai sangat masam;

kandungan organik tergolong rendah sampai tinggi; kejenuhan basa

kurang dari 50% dengan KTK kurang dari 16 me/100 g lempung.

4. Jenis Tanah Kambisol Distrik, jenis tanah dengan tingkat pelapukan

sedang; proses illuvial debulm, tegas; warna coklat tua sampai merah:
tekstur pasir geluhan sampai gelujan; Ph tanah berkisar antara agak

masam sampai netral; kandungan bahan organik tergolong rendah sampai

sedang; kejenuhan basa kurang dari 50% dari KTK kurang dari 16

me/100 g lempung.

5. Tanah Pedsolik Plintit, jenis tanah yang mengalami pelapukan lanjut;

proses pencucian basa sangat intensif sehingga mempunyai kemasaman

yang tinggi; warna tanah coklat kekuningan samapi kemerahan; pada

matriks tanah terdapat bercak-bercak karatan atau plitik yang berwarna

merah lebih dari 5% luas penampang tanah; bertekstur geluh lempung

sampai masam; kejenuhan basa kurang dari 50% dengan KTK kurang

dari 16 me/100 g lempung.

6. Tanah Mediteran Haplik, jenis tanah yang mengalami pelapukan sedang

terjadi proses alluvial yang nyata pada horison berupa akumulasi

lempung yang dicirikan adanya selaput lempung; warna tanah umumnya

merah sampai merah sampai merah gelap (kecoklatan); kedalam tanah

bervariasi dari dangkal sampai lebih dari 90 cm; tekstur tanah berkisar

antara geluhan sampai lempung geluhan; Ph tanah berkisar antara agak

masam sampai netral. Kandungan bahan organik rendah sampai sedang,

kejenuhan basah lebih dari 50% dengan KTK lebih dari 16 me/100 g

lempung.
Gambar 3.2. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Buton

b. Daerah Rawan Bencana

Bentang alam Wilayah Kabupaten Buton yang terdiri dari daerah pesisir

pantai, muara dari 6 (enam) sungai besar dan kecil, serta daerah perbukitan,

menyebabkan beberapa wilayah cukup rawan terhadap bencana abrasi,

genangan/banjir dan tanah longsor. Jenis bencana ini, disebabkan oleh

terganggunya keseimbangan alam akibat kegiatan yang berlangsung di

Kabupaten Buton maupun di wilayah sekitarnya. Berdasarkan peta zone

seismik yang telah disusun oleh Biro Pusat Penelitian dan Pengembangan

Pengairan, Bandung 1981, maka Kabupaten Buton termasuk daerah dengan

kerawanan gempa yang sedang, dengan harga koefisien gempa z = 1,0. Posisi

Kabupaten Buton dalam peta kegempaan nasional dapat dilihat pada gambar-
gambar berikut ini Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa, posisi

Kabupaten Buton masih relatif aman dari ancaman bencana alam gempa bumi

tektonik maupun vulkanik. Bencana tanah longsor adalah bencana geologi

yang sulit diramalkan kejadiannya biasanya terjadi karena lereng tidak bisa

menahan bebannya sendiri sehingga bergerak karena beratnya sendiri. Hujan

adalah salah satu penyebab terjandinya longsor. Berdasarkan zona tingkat

kerawanannya, ternyata ada sebagian wilayah yang tidak dapat sama sekali

diperuntukkan untuk pemukiman atau perencanaan pembangunan

infrastruktur. Namun kenyataannya zona tersebut telah berkembang sebagai

lahan pemukiman, pertanian bahkan kecenderungan merambah kearah bukit

semakin luas.

3.4. Gambaran Klimatologi

Kondisi iklim suatu wilayah dapat dilihat dari keadaan curah hujan, hari

hujan, temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan penyinaran matahari.

Iklim Kabupaten Buton secara umum beriklim panas, arah angin dipengaruhi oleh

angin barat yang bertiup pada bulan November sampai bulan Agustus dengan

temperatur maksimun rata-rata 31° C.

1. Curah Hujan

Rerata curah hujan di Kabupaten Buton sepanjang tahun 2011 mencapai

154,62 mm/bulan. Bulan basah/kering terjadi jika jumlah curah hujan yang

terjadi pada bulan tersebut melebihi/kurang dari rerata curah hujan pada tahun

bersangkutan. Berdasarkan rerata curah hujan mengindikasikan bahwa bulan


basah Kabupaten Buton terjadi pada bulan Januari – bulan September dengan

rerata curah hujan bulanan berada diatas 177 mm, sedangkan bulan keringnya

yaitu bulan Oktober – bulan Desember dengan rerata curah hujan bulanan

kurang dari 86.1 mm. Sedangkan rata - rata curah hujan selama tahun 2012

berkisar antara 145 mm (Kecamatan Talaga Raya) sampai 1.986 mm

(Kecamatan Lasalimu).

2. Hari Hujan

Pada tahun 2011 rerata hari hujan dalam satu tahunnya selama 16 hari dalam

tiap bulannya. Pada bulan-bulan tertentu frekuensi turunnya hujan lebih

sedikit dibandingkan dengan bulan lainnya. Frekuensi hujan di bawah rata-

rata terjadi pada bulan Agustus – bulan nopember hal ini mengindikasikan

bahwa pada bulan-bulan tersebut sedang mengalami musim kemarau.

Demikian pula sebaliknya musim hujan terjadi pada bulan Desember – bulan

Juli karena jumlah hari hujan tiap bulannya melebihi ratarata. Sedangkan

pada tahun 2012, hari hujan yang paling tinggi berada di Kecamatan

Pasarwajo yaitu 195 hari hujan, menyusul Kecamatan Lakudo sebanyak 169

hari hujan, dan paling sedikit hari hujannya adalah Kecamatan Sampolawa

hanya sebanyak 25 hari hujan.

3. Temperatur/suhu udara

Secara umum keadaan temperatur di Kabupaten Buton mengikuti kondisi

suhu udara di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan wilayah yang lebih luas.

Temperatur rata-rata selama tahun 2011 di Kabupaten Buton berkisar

23.60°C – 31.39°C. Pada bulan-bulan tertentu temperaturnya berada di atas


rata-rata atau bahkan berada di bawah rata-rata. Temperatur pada bulan

Agustus berada di bawah temperatur rata-rata dengan suhu paling rendah

terjadi pada bulan Agustus mencapai 21.8°C. Sedangkan temperatur bulan

November berada diatas rata-rata mencapai 32.7°C.

4. Kelembaban Relatif

Sepanjang tahun 2011 kelembaban relatif rata-rata 81% - 87% sehingga dapat

dikatakan bahwa Kabupaten Buton termasuk daerah dengan kelembaban

relatifnya tinggi. Kelembaban relatif wilayah Kabupaten Buton cukup tinggi

dengan rata-rata mencapai 84.58% pada tahun 2011 Pada bulan Januari –

bulan Juli merupakan bulan-bulan dengan tingkat kelembabannya berada

diatas rata-rata, sedangkan tingkat kelembaban relatif bulan Agustus – bulan

Desember berada di bawah rata-rata.

5. Kecepatan Angin

Rata-rata kecepatan angin di Kabupaten Buton selama tahun 2011 mencapai

6.6 knot, kecepatan angin diatas kecepatan rata-rata terjadi pada bulan Juli –

Desember yang berkisar 6.8 – 7.5 knot.

6. Penyinaran Matahari

Lama penyinaran matahari menunjukkan banyaknya hari yang mendapatkan

penyinaran matahari pada tiap bulannya. Itensitas penyinaran matahari di

Kabupaten Buton selama tahun 2011 berkisar 160.30 jam, hal ini berarti

efektifitas lama penyinaran yang terjadi di Kabupaten Buton berkisar 7 hari

tiap bulannya.

Tabel 3.1. Kondisi Klimatologi Kabupaten Buton Tahun 2011


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:

1. Kabupaten Buton memiliki beberapa sungai besar yang terdapat di beberapa

kecamatan. Sungai-sungai tersebut pada umumnya memiliki potensi yang

dapat dijadikan sumber tenaga, irigasi dan kebutuhan rumah tangga. Seperti

sungai Sampolawa di Kecamatan Sampolawa, sungai Winto dan Tondo di

Kecamatan Pasarwajo, sungai Malaoge, Tokulo dan sungai Wolowa di

Kecamatan Lasalimu
2. Secara umum, keadaan tanah (soil) Kabupaten Buton ini terdiri dari tanah liat

bercampur pasir halus dan berbatu. Diperkirakan sebagai jenis aluvium

berwarna coklat keputih-putihan dan ditutupi batuan pratersier terdiri dari

batuan batu lempung bergelimer, batu pasir dan kwarsa. Dibagian pantai

batuan pratersier tersebut ditutupi batuan terumbu gamping. Keadaan batuan

yang demikian umumnya tidak meluas air atau kedap air. Sedangkan,

berdasarkan klasifikasi tanah taxonomy USDA, 1998, maka kondisi tanah di

Kabupaten Buton cukup beragam, yaitu Endoaquents, Fluaquents,

Epiaquepts, Endoaquaquepts, Haplustepts, Haplustalfs, Sulfaquents, dan

Sulfaquepts. Tekstur tanahnya didominasi oleh pasir.

4.2. Saran

Saran untuk pemerintah dan warga setempat agar tidak membuang sampah

sembarangan agar tidak memicu terjadinya banjir mengingat curah hujan yang

tinggi pada musim hujan, serta meningkatkan lagi penelitian di wilayah penelitian

ini.

Anda mungkin juga menyukai