Anda di halaman 1dari 10

BUKU TEHNIK IRIGASI PERTANIAN KARYA HUDAINI HASBI

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Perubahan iklim Global akibat tingginya angka kerusakan hutan (deforestration) di
belahan dunia menyebabkan pemanasan global yang berakibat pencairan gunung es di
kutub utara yang berujung pada perubahan terjadinya cuaca di belahan dunia bagaian utara
dan selatan setiap tahunnya. Tahun lalu banjir terjadi hampir merata di seluruhan Negara
yang terletak di belahan bumi utara dan kekeringan di belahan bumi selatan. Tahun ini
terjadi sebaliknya, banjir hampir merata di bagian bumi selatan dan kekeringan di belahan
bumi selatan.
Semua fenomena ini menjadi ancaman bagi kita, khususnya Indonesia akan terjadi
fenomena kekeringan dan paceklik di tahun mendatang akibat kegagalan panen di musim
penghujan dan kekurangan airdi musim kemarau. Akibatnya ketahanan pangan kita
mendekati garis ambang kritis, bahkan lebih ektrim lagi Indonesia yang dikenal sebagai
Negara Agraris akan tergantung pada Negara lain dengan mengimpor bahan pangan
khususnya beras. Bencana kekeringan,paceklik dan gagal panen sudah pasti akan
mengintai di belahan bumi nusantara ini dan rakyat Indonesia akan selalu kekurangan
pangan dan air. Ironis memang, jika kita tidak pandai-pandai menyiasatinya.
Aspek kebutuhan air memegang peranan penting dalam pertumbuhan tanaman. Air
merupakan unsur hara essensial, baik di dalam tanah, dari tanah ke tanaman maupun di
dalam jaringan tanaman. Sedangkan dalam kenyataannya air merupakan sumberdaya yang
semakin terbatas karena adanya eksploitasi demi kebutuhan hidup manusia, untuk itu
diperlukan suatu usaha efisiensi irigasi pada budidaya suatu tanaman. Terutama untuk
tanaman hortikultura contohnya pada kedelai edamame yang pertumbuhannya sangat
bergantung pada pemberian irigasi.
Shady (1991) juga menambahkan bahwa usaha pengairan tanaman tidak akan terlepas
dari pengetahuan mengenai kadar air tanah θ (cm3.cm-3), yang merupakan pengetahuan yang
sangat penting dan mendesak untuk memperkirakan energi lokal, kesetimbangan air,
transport bahan-bahan kimia ke dalam tanaman dan air bawah tanah, manajemen
pengairan, serta system budidaya tanaman yang tepat.
Standar teknik pengukuran kadar air tanah secara tradisional adalah menggunakan
metode gravimetris (Gardner, 1986) menggunakan contoh tanah yang secara fisik
dipindahkan dari lapangan, di timbang dalam keadaan kelembaban lapang, di oven untuk
menghilangkan kadar air yang terdapat pada contoh tanah tersebut untuk kemudian di
timbang kembali. Penghitungan kadar air tanah dengan menggunakan kepadatan volume
(bulk density) akan menghasilkan nilai θ (Seyfried dan Murdock, 2004).
Perkiraan kebutuhan air tanaman budidaya yang dapat dideteksi menggunakan sensor
kadar air digital membuka kemungkinan menerapkan teknologi Sensor kadar air digital guna
memberikan informasi mengenai efisiensi penggunaan air irigasi bagi tanaman budidaya.
II. SIKLUS AIR

2.1. Pengertian Siklus Air

Siklus Air adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali
ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi
tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi
dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Gambar 1. Silus Air di bumi
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau
langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah
mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang
berbeda:

 Evaporasi / transpirasi – Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
Kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya
akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
 Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah – Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah
dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat
aksi kapiler atau air dapat bergerak secara _actor__ atau horizontal dibawah
permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali _actor air permukaan.
 Air Permukaan – Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan
danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan
semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban.
Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan
sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan
berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen
siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi
secara keseluruhan _actor__ tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
Siklus hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari
atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer : evaporasi dari tanah atau laut maupun air
pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah
maupun dalam tubuh air, dan evaporasi-kembali.
Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lain-lain), jatuh ke atas
vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai
(presipitasi saluran). Air yang jatuh pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang kemudian
berevaporasi dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai
aliran batang) selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (through fall = air
tembus) khususnya pada kasus hujan dengan intensitas yang tinggi dan lama. Sebagian
presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan
tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke dalam
tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat (zone) jenuh di bawah
muka air tanah. Air ini secara perlahan berpindah melalui akifer ke saluran-saluran sungai.
Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air
tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan
pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa dari lengas ini diambil oleh vegetasi dan
transpirasi berlangsung dari stomata daun.
Setelah bagian presipitasi yang pertama yang membasahi permukaan tanah dan berinfiltrasi,
suatu selaput air yang tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut dengan detensi
permukaan (lapis air). Selanjutnya, detensi permukaan menjadi lebih tebal (lebih dalam) dan
aliran air mulai dalam bentuk _actor_. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air
menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir ini disebut limpasan permukaan. Selama
perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada
depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Akhirnya, limpasan permukaan mencapai
saluran sungai dan menambah debit sungai.
Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir kembali
ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini _actor kembali pada
permukaan bumi sebagai presipitasi.
Sebagaimana dapat dilihat dari Gambar dan penjelasan singkat tentang Siklus hidrologi di
atas, tangkapan daerah aliran sungai terhadap presipitasi merupakan keluaran dari saling-
tindak semua proses ini. Limpasan _actor pada _actor yang sangat kompleks setelah
pelintasan presipitasi melalui beberapa langkah penyimpanan dan transfer. Kompleksitas ini
meningkat dengan keragaman areal vegetasi, formasi-formasi geologi, kondisi tanah dan di
samping ini juga keragaman-keragaman areal waktu dari faktor-faktor iklim.

Gambar 2. Siklus Hidrologi (Sumber : Soemarto, 1987)

2.2. Gangguan Siklus Hidrologi Picu Banjir


dan Kekeringan
Gangguan siklus hidrologi mengakibatkan banjir dan kekeringan, karena air hujan yang
seharusnya meresap ke dalam tanah menjadi “air larian”,.“Beban yang harus diterima
saluran atau sungai di hilir menjadi lebih besar. Gangguan seperti ini bisa dilihat pada
karakteristik sungai yang memiliki fluktuasi aliran cukup besar,”. Pada musim hujan debit
aliran air sungai sangat besar bahkan terlalu besar, tetapi pada musim kemarau debit aliran
air sungai sangat kecil bahkan kering sama sekali. Idealnya fluktuasi aliran sungai tidak
terlalu besar atau hampir seragam. Aliran air sungai pada musim kemarau berasal dari air di
dalam tanah yang keluar dari mata air. “Kontribusi terbesar aliran sungai pada musim
kemarau sebenarnya dari mata air,” katanya. Ia menduga banjir disebabkan menurunnya
kapasitas saluran atau sungai akibat proses sedimentasi, buangan sampah atau bangunan
air yang menghambat aliran. Banjir yang terjadi di musim penghujan, karena sebagian besar
air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dialirkan sebagai “air larian” yang akan terbuang
percuma ke laut. “Ekses yang ditimbulkan adalah berkurangnya air yang meresap ke dalam
tanah yang berarti bahwa simpanan air di dalam tanah juga akan berkurang.” “Padahal
simpanan air tersebutlah yang memberikan kontribusi terhadap aliran air pada mata air dan
sungai pada musim kemarau,”. Banjir dan kekeringan yang sering terjadi hampir setiap
tahun khususnya di Jawa Tengah, telah menunjukan adanya kerusakan lingkungan dalam
skala yang cukup luas. Banjir dan kekerangan disertai pencemaran di beberapa bagian
sungai merupakan gambaran suatu krisis air yang sedang dan akan dihadapi pada masa
mendatang. Usaha mengatasi masalah banjir dan kekeringan adalah meningkatkan besaran
resapan air ke dalam tanah yang antara lain bisa dilakukan dengan menjaga kelestarian
hutan dan menghambat laju “air larian” melalui pembuatan sumur resapan. “Air hujan
sebelum masuk ke saluran dibelokan terlabih dahulu ke sumur resapan sehingga
kesempatan air meresap ke dalam tanah menjadi lebih besar

III. IRIGASI
3.1 Pengertian Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi
rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media
pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku
(subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan
tanah atau sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila
terdapat kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber
kehidupan.
Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada sebidang
lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian tujuan irigasi adalah
mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas
tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa
tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tatacara
aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang
dibutuhkan tanaman.

Gambar 3. Saluran irigasi untuk persawahan

3.2 Fungsi Irigasi


memasok kebutuhan air tanaman
menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
menurunkan suhu tanah
mengurangi kerusakan akibat frost
melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah

3.3 Tujuan Irigasi


Irigasi bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah lahan pertaniannya,
terutama bagi para petani di pedesaan yang sering kekurangan air.
Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi
Meningkatkan intensitas tanam
Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam pembangunan jaringan irigasi
perdesaan

3.4 Manfaat Irigasi


Irigasi sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di pedesaan. Dengan irigasi, sawah dapat
digarap tiap tahunnya, dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang
bermanfaat.

3.5 Jenis-Jenis Irigasi

1. Irigasi Permukaan, merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai
melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free
intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan
pertanian. Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier. Pengaturan air ini
dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan
mendapat air lebih dulu.
2. Irigasi Lokal, yaitu sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga
berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air
yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.
3. Irigasi dengan Penyemprotan. Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau
sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari
atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.
4. Irigasi Tradisional dengan Ember, diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang
banyak sekali. Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng
ember.
5. Irigasi Pompa Air. Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air,
kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada
musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.
6. Irigasi Tanah Kering dengan Terasisasi. Di Afrika yang kering dipakai sustem ini,
terasisasi dipakai untuk distribusi air.

3.6 Macam-Macam Sistem Irigasi


Dalam memberikan air pada areal persawahan ada beberapa macam cara tergantung dari
jenis tanaman yang akan dialiri. Cara pengambilan air tersebut adalah:
1. Sprinkler
Adalah cara membasahi tanaman dengan cara menyemprotkan air ke udara sehingga
tanaman mendapatkan air dari atas seperti hujan. Alat ini ditempatkan pada interval
tertentu sesuai kebutuhan.
Gambar 4. Sistem irigasi sprinkler
2. Drip Irrigation
Adalah cara membasahi tanaman dengan jalan menentukan air pada permukaan tanah
sekitartanaman sesuai dengan kebutuhannya.

Gambar 5. Sistem irigasi Drip

2. Penggenangan
Sistem penggenangan hanya cocok untuk beberapa jenis tertentu terutama padi. Jadi
air digenangkan pada petak sawah hingga ketinggian tertentu, tergantung jenis padi.

3. Pompa
Adalah cara membasahi tanah pertanian dengan jalan menaikkan air (menyedot air) untuk
dialirkan ke daerah pertanian yang mempunyai elevasi yang lebih tinggi.

Gambar 6. Sistem irigasi pompa

4. Gravitasi
Air dengan beratnya sendiri dan pengaruh gravitasi menuju ketempat yang lebih rendah ke
daerah yang dialiri lebih rendah elevasinya sehingga tinggi membuat saluran.

Gambar 7. System irigasi gravitasi


Sumber: Macam-Macam Sistem Irigasi | Mafioso de Civilianohttp://www.mafiosodeciviliano.com/hidro/826-macam-macam-
sistem-irigasi#ixzz1q1LnUT00

3.7 Pola Tanam dan Golongan dalam Sistem Irigasi


Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman,penentuan pola tanam merupakan hal yang
perlu dipertimbangkan. Tabel di bawah ini merupakan contoh pola tanam yang dapat
dipakai.

Tabel 1. Hubungan ketersediaan air irigasi dengan pola tanam


Sumber: Macam-Macam Sistem Irigasi | Mafioso de Civilianohttp://www.mafiosodeciviliano.com/hidro/826-macam-macam-
sistem-irigasi#ixzz1q1LnUT00

3.8 Sistem Golongan Sawah


Untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan yang optimal guna mencapai
produktifitas yang tinggi,maka penanaman harus memperhatikan pembagian air secara
merata ke semua petak tersier dalam jaringan irigasi.
Sumber air tidak selalu dapat menyediakan air irigasi yang dibutuhkan,sehingga harus
dibuat rencana pembagian air yang baik, agar air yang tersedia dapat digunakan secara
merata dan seadil-adilnya. Kebutuhan air yang tertinggi untuk suatu petak tersier adalah
Qmax, yang didapat sewaktu merencanakan seluruh sistim irigasi. Besarnya debit Q yang
tersedia tidak tetap, bergantung pada sumber dan luas tanaman yang harus diairi.
Pada saat-saat dimana air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman
dengan pengaliran menerus, maka pemberian air tanaman dilakukan secara bergilir. Dalam
musim kemarau dimana keadaan air mengalami kritis, maka pemberian air tanaman akan
diberikan atau diprioritaskan kepada tanaman yang direncanakan.
Dalam sistem pemberian air secara bergilir ini permulaan tanam tidak serentak, tetapi
bergiliran menurut jadwal yang telah ditentukan, dengan maksud pemberian air lebih
efisien. Sawah dibagi menjadi golongan-golongan dan saat permulaan pekerjaan sawah
bergiliran menurut golongan masing-masing.
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem giliran adalah:
1. Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.
2. Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu pemberian
air irigasi (pada periode penyiapan lahan).
Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan dari sistem giliran adalah:
1. Timbulnya komplikasi sosial.
2. Eksploitasi lebih rumit.
3. Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi.
4. Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit waktu
tersedia untuk tanaman kedua.
5. Daur atau siklus gangguan serangga meningkat, sehingga pemakaian insektisida juga
meningkat.
Sumber:http://www.mafiosodeciviliano.com/hidro/827-pola-tata-tanam-dan-sistem-golongan-dalam-sistem-irigasi#ixzz1q1Q2yUGf

3.9 Dampak Sistem Irigasi

Dunia pertanian memang sudah mengalami kemajuan sangat pesat, demikian juga pertanian
di desaku. Dulu hampir 99% persawahan menggunakan sistem irigasi dari alam atau disebut
dengan pertanian sistem tadah hujan. Sistem pertanian tadah hujan adalah sistem pertanian
yang memanfaatkan sumber air dari air hujan, baik yang langsung mengalir dipersawahan
atau memanfaatkan air yang tertampung di sungai baru dialirkan ke persawahaan.
Kondisi tanah yang tergolong kering sedikit menyulitkan para petani untuk bercocok tanam
pada musim kemarau. Kebanyakan mereka membiarkan sawah untuk sementara waktu
sambil menunggu musim penghujan datang atau sebagian ditanami tanaman yang mampu
hidup di musim kemarau yang sangat panas. Ada juga sebagian kecil para petani yang
mencoba membuat sumur bor di sawah, Tetapi hasilnya kurang maksimal dan pada akhirnya
sumur tersebut sudah kering sumber airnya. Bagi petani yang kebetulan sawahnya berada
dipinggiran sungai mereka mencoba membuat bendungan agar air sungai bisa tertampung
kemudian mereka alirkan ke sawah dengan Embor. Embor adalam semacam timba yang biasa
digunakan oleh petani untuk menaikan air sungai ke sawah mereka. Alat ini sangat sederhana
terbuat dari bambu atau kayu yang atasnya dikasih ember untuk menampung air dan bagian
pangkalnya dikasih penganggan. Sistem alat ini mengadoksi sitem timbangan gantung atau
sistem timbangan gunting. Dengan sistem inipun juga kurang bisa bertahan lama karena
kebanyakan sugai yang mengalir disepanjang persawahan adalah sungai kering. Tapi setelah
dengan adanya sarana irigasi dari Waduk melalui irigasi makan merubah pola tanam para
petani. Biasanya setahun bisa panen 2 kali maka akan mapu panen 3 kali, dari sitem tadah
hujan berubah menjadi sistem irigasi.
Ada juga beberapa kasus dimana tidak semua sawah bisa dialiri dengan sistem irigasi ini
disebabkan karena letak saluran yang jauh dari persawahan atau saluran tersebut letaknya
lebih rendah dibanding dengan persawaan. Untuk mengatasi hal tersebut maka biasanya para
petani terpaksa menggunakan diesel untuk menyedot air ke sawah.

Gambar 8. Irigasi lebih rendah dari sawah


Dengan adanya sistem irigasi ini tentu saja ada untung dan rugi bagi para petani.
Keuntungannya adalah : Kapasitas produksi padi bertambah,meningkatkan taraf hidup
petani,timbul lapangan kerja baru,kegiatan perekonomian bertambah. Sedang kerugiannya
adalah :Kapasitas produksi palawija berkurang,timbul hama penyakit baru,tidak ada
penambahan lapangan pekerjaan bagi buruh tani. Jenis lapangan pekerjaan yang baru ini
antara lain : adanya persewaan diesel untuk penyedot air, karena tidak semua petani mampu
untuk memilikinya. Kesempatan lapangan pekerjaan bertambah untuk para buruh di
persawahaan, karena kesempatan panen menjadi lebih banyak sehingga diperlukan
tambahan tenaga. Munculnya usaha sewa perontok padi dan penggilingan padi keliling atau
yang sering disebut Tleser sehingga para petani tidak usah repot dalam menggurus hasil
panennya, walaupun usaha ini ada segi negatifnya diantaranya adalah keberadaanya yang
tidak berijin sehingga membuat iri para pengusaha penggilingan padi yang menetap yang
memiliki ijin usaha dan HO. Masalah yang timbul bagi para petani adalah murahnya harga
jual gabah disaat panen dan mahalnya bibit serta pupuk buatan pada waktu mulai bercocok
tanam. Sebenarnya Pemerintah juga berusaha untuk mengatasi ini dengan membeli gabah
dari petani melalui Bulog dan memberikan subsidi untuk pupuk buatan.

3.10 Sistem irigasi tetes (drip irrigation).

Sistem ini merupakan sistem pengairan yang menyalurkan air


pada setiap tanaman secara langsung melalui penetesan. Pipa induk memiliki
cabang-cabang yang kecil dan diarahkan langsung ke tanaman.

Gambar 9. Sistem irigasi tetes

3.11 Sistem irigasi mikro untuk rumah kaca

Gambar 10. Sistem irigasi mikro

 Sistem irigasi mikro ini merupakan paket teknologi menengah dengan memanfaatkan
input produksi budidaya tanaman (berupa air irigasi bahkan sekaligus pupuk) secara
efisien dan efektif berdasarkan kebutuhan air tanaman, ketersediaan air setempat,
musim tanam, cara budidaya, pola tanam, harga air dan kuantitas kebutuhan pasar
untuk mendukung agribisnis tanaman bernilai jual tinggi.
 Mampu menyediakan air irigasi suatu komoditi hortikultura (cabe, tomat) dengan
hemat berdasarkan lengas media tanah ataupun kondisi iklim mikro (evapotranspirasi)
tanaman yang dibudidayakan.
 Penggunaan dukungan instalasi irigasi mikro seperti: pipa PE, emitter murah, sistem
kontrol dan pompa air yang sesuai yang relatif murah dan mempunyai reabilitas cukup
tinggi hingga 5 tahun.

3.12 Sistem irigasi Otomatis berbasis mikrokontroler

Sistem Pengairan automatik pada rumah kaca berbasiskan mikrokontroler dirancang dengan
tujuan mengatur pemberian air pada tanaman dengan mengurangi campur tangan manusia.
Indikator yang digunakan untuk menggerakkan sistem ini adalah suhu dan kelembapan
tanah. Bila suhu di lingkungan tanaman melebihi batas normal (yang sesuai jenis tanaman),
maka sistem akan menggerakkan kipas angin, sedangkan bila kelembapan tanah lebih
rendah daripada batas kelembapan yang ditentukan, sistem akan mengaktifkan pompa
air. Hasil penelitian Thalib dan Lim (2008) menunjukkan, bahwa sistem yang dikembangkan
berfungsi sesuai dengan rancangan. Kalibrasi sensor suhu menunjukkan selisih antara suhu
yang ditunjukkan thermometer (sebagai acuan) dan suhu yang ditampilkan pada LCD (hasil
sensor dan A/D-C) sangat kecil. Kesalahan relatifnya 1,62%. Demikian juga pada sensor
kelembapan. Kelembapan hasil penghitungan (hasil sensor dan voltmeter) dibandingkan
dengan hasil yang ditampilkan pada LCD (sensor dan A/D-C). Kesalahan relatifnya 1,35%.
Kedua grafik hasil pengujian menunjukkan kurva yang linier. Dari hasil percobaan dapat
disimpulkan bahwa ketelitian pengukuran besaran suhu dan kelembapan tanah sangat
menentukan keberhasilan pengaturan sistem penyiraman. Jika pengukuran besaran
tersebut kurang teliti maka tanaman tidak akan tumbuh dengan baik karena iklimnya tidak
sesuai. Saat ini cukup banyak perusahaan agribisnis yang membudidayakan tanaman di
rumah kaca. Salah satu tanaman yang cocok dibudidayakan di rumah kaca adalah tanaman
hias krisan [1]. Tanaman krisan akan tumbuh lebih optimal bila diberikan perawatan yang
baik. Salah satu faktor penting dalam pemeliharaan adalah sistem pengairannya. Sistem
pengairan secara manual masih banyak mengandung masalah. Untuk itu, diperlukan alat
yang dapat mengatur pemberian air pada tanaman secara automatik berdasarkan perubahan
suhu udara dan kelembapan tanah. Ada tiga masalah utama yang dapat ditemukan pada
sistem pengairan tanaman dalam rumah kaca yang masih menggunakan metode manual,
yaitu
(a). Pada rumah kaca skala besar, pengelola sulit mengatur proses penyiraman tanaman, karena
dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengerjakannya;
(b). Pengelola sukar mengaturr pemberian kadar air yang tepat. Padahal kurangnya pemberian air
sangat mengganggu produksi tanaman. Sebaliknya, penyiraman berlebihan menyebabkan
tumbuhnya jamur dan bakteri.; dan
(c). Tanaman membutuhkan pemberian kadar nutrisi yang tepat untuk merangsang
pembungaan. Kesalahan dalam proses penyiraman tanaman dapat menyebabkan
terhambatnya pembungaan tanaman.
Penelitian ini bertujuan merancang bikin perangkat pengatur sistem pengairan tanaman
secara automatik dengan menggunakan mikrokontroler. Dengan teknik pengaturan
berbasiskan mikrokontroler, sistem akan mengatur pemberian air pada tanaman
berdasarkan masukan data suhu udara dan kelembapan tanah. Sistem pengairan
automatik memberi kemudahan dalam pengaturan pengairan pada rumah kaca sehingga
dapat meningkatkan produksi tanaman dengan pemberian kadar air yang tepat.. Selain itu,
campur tangan manusia dalam proses pengairan dapat dikurangi, sehingga lebih praktis dan
mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh kelalaian manusia. Bagi pengusaha agribisnis,
ini adalah metode baru untuk meningkatkan hasil produksi tanaman dengan perhitungan
yang cermat. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong pengusaha agribisnis di Indonesia
untuk mengembangkan kualitas produknya. Bagi kalangan akademis, seperti ilmuwan
maupun mahasiswa, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang penerapan
teknologi mikrokontroler pada bidang pertanian.

3.13 Sistem irigasi tetes (drip irrigation)

Sistem ini merupakan sistem pengairan yang menyalurkan air pada setiap tanaman secara
langsung melalui penetesan. Pipa induk memiliki cabang-cabang yang kecil dan diarahkan
langsung ke tanaman.

Gambar 9. Sistem irigasi tetes

Anda mungkin juga menyukai