Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi


Menurut Asdak (2002) siklus air atau hidrologi adalah suatu pola sirkulasi air dalam
ekosistem yang meliputi masukan yang berupa curah hujan dan selanjutnya didistribusikan
melalui beberapa cara (Gambar 2.1).

Sumber : www.repository.usu.ac.id

Gambar 2.1 Ilustrasi Siklus Hidrologi

Daur hidrologi pada Gambar 2.1. tersebut kita dapat menjelaskan mulai dari
perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali
lagi ke laut secara terus menerus. Selain itu air tersebut juga akan tertahan (sementara) di
sungai, danau (waduk) dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau
makhluk hidup lainnya. Dengan bantuan energi panas matahari dan faktor-faktor iklim
lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, di
laut atau badan-badan air lainnya. Uap air sebagai hasil proses evaporasi akan terbawa oleh
angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar dan apabila keadaan atmosfer
memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai air
hujan.

II-1
Sebelum mencapai permukaan tanah, air hujan tersebut akan tertahan oleh tajuk
vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk/daun selama
proses pembasahan tajuk, dan sebagian airnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui
sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon
(steamflow). Sebagian air hujan tidak akan pernah sampai di permukaan tanah, melainkan
terevaporasi kembali ke atmosfer (dari tajuk dan batang) selama dan setelah
berlangsungnya hujan (interception loss). Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah,
sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltration) dan sisanya akan tertampung
sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian
mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya
masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang
selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah, apabila kelembaban tanah sudah cukup
jenuh maka air hujan tersebut akan bergerak secara lateral (horisontal) untuk selanjutnya
pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya
mengalir ke sungai. Air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut dapat pula bergerak
vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (ground water). Air
tanah tersebut pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau, atau
tempat penampungan alamiah lainnya (base flow). Sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal
dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui
permukaan tanah (soil evaporation) dan melalui permukaan tajuk vegetasi (transpiration).
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas
atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.
Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang
berbeda :
1. Evaporasi/transpirasi
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, kemudian akan menguap ke
angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh, uap air (awan)
itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun dalam bentuk hujan, salju,
es.

II-2
2. Infiltrasi/Perkolasi ke dalam tanah
Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah serta batuan
menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak
secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki
kembali sistem air permukaan.
3. Air Permukaan
Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau. Makin
landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar.
Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa
seluruh air permukaan di sekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik
yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah
permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses
perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang
membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
Pada daur siklus hidrologi inilah mekanisme transport terjadi, sehingga berdasarkan
siklus tersebut dapat di bagi menjadi 2 fase yaitu :
a) Siklus hidrologi pada fase/tahap terjadi di satu luasan lahan, sebagai kontrol jumlah air,
sedimen, nutrisi dan pestisida yang akan masuk ke sistim jaringan sungai.
b) Siklus hidrologi pada fase/tahap pada Aliran Sungai yang dapat didefinisikan sebagai
pergerakan air, sedimen, nutrisi dan pestisida melalui aliran sungai menuju ke outlet
masing-masing Sub DAS.

2.2 Model Hidrologi DAS


DAS sebagai suatu sistem hidrologi meliputi jasad hidup, lingkungan fisik dan kimia
yang berinteraksi secara dinamik dan di dalamnya terjadi keseimbangan dinamik antara
energi dan material yang masuk dengan energi dan material yang keluar. Dalam keadaan
alami energi matahari, iklim di atas DAS dan unsur-unsur endogenik di bawah permukaan
DAS merupakan masukan, sedangkan air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta
air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran DAS (Galleguillos et
al., 2011). Konsep dasar yang digunakan dalam setiap hidrologi adalah Daur Hidrologi.
Konsep Daur Hidrologi merupakan titik awal pengetahuan mengenai hidrologi. Dalam

II-3
siklus air yang tidak berpangkal dan tidak berakhir, air berpindah dari laut ke udara atau
atmosfer terus ke permukaan bumi dan kembali lagi ke laut, serta dalam perjalanannya
untuk sementara akan tertahan di tanah ataupun sungai dan tersedia untuk dimanfaatkan
oleh manusia dan makhluk hidup lainnya serta kembali ke udara. Menurut Wen et al.,
(2011) pada dasarnya penggunaan suatu model dalam hidrologi diantaranya sebagai
berikut: (1) Peramalan (forescasting), termasuk di dalamnya untuk sistem peringatan dan
manajemen, pengertian peramalan di sini menunjukkan baik besaran maupun waktu
kejadian yang dianalisis berdasarkan cara probabilistik (2) Perkiraan (prediction),
pengertian yang terkandung di dalamnya adalah besaran kejadian dan waktu hipotetik
(hypothetical future time) (3) Sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian, dengan
sistem yang telah pasti dan keluaran yang diketahui maka masukan dapat dikontrol dan
diatur (4) Sebagai alat pengenal (identification tool) dalam masalah perencanaan, misalnya
untuk melihat pengaruh urbanisasi, pengelolaan tanah dengan membandingkan masukan
dan keluaran dalam sistem tertentu, (5) Ekstrapolasi data atau informasi (6) Perkiraan
lingkungan akibat tingkat perilaku manusia yang berubah atau meningkat dan, (7)
Penelitian dasar dalam proses hidrologi.

2.3 Ketersediaan Air

Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa
(Suripin, 2002). Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit
untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air mengandung
unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal variability)
yang sangat tinggi. Konsep siklus hidrologi adalah bahwa jumlah air di suatu luasan
tertentu dihamparan bumi dipengaruhi oleh masukan (input) dan keluaran (output) yang
terjadi. Kebutuhan air di kehidupan kita sangat luas dan selalu diinginkan dalam jumlah
yang cukup pada saat yang tepat. Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan kualitatif harus
dilakukan secermat mungkin agar dapat dihasilkan informasi yang akurat untuk
perencanaan dan pengelolaan sumber daya air.

Dalam memilih sumber air, maka harus diperhatikan persyaratan utama yang meliputi
kualitas, kuantitas, kontinuitas dan biaya yang murah dalam proses pengambilan sampai

II-4
pada proses pengolahannya. Beberapa sumber air yang dapat dikelompokkan sebagai
berikut :

1. Air Hujan
Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas dari air hujan
adalah sebagi berikut :
a. Pada saat uap air terkondensi menjadi hujan, maka air hujan merupakan air murni
(H2O), oleh karena itu air hujan yang jatuh ke bumi mengandung mineral relatif
rendah yang bersifat lunak.
b. Gas-gas yang ada di atmosfir umumnya larut dalam butir-butir air hujan
terkontaminasi dengan gas seperti CO2, menjadi agresif. Air hujan yang beraksi
dengan gas SO2 dari daerah vulkanik atau daerah industri akan menghasilkan
senyawa asam (H2SO4), sehingga dikenal dengan “acid rain” yang bersifat asam
atau agresif.
Dari segi kuantitas air hujan tergantung pada tinggi rendahnya cur ah hujan,
sehingga air hujan tidak bisa mencukupi persediaan air bersih kar ena jumlahnya
fluktuatif. Begitu pula jika dilihat dari segi kontinuitasnya, air hujan tidak dapat
digunakan secara terus menerus karena tergantung pada musim.

2. Air Permukaan
Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air bersih
adalah :
a. Air waduk (berasal dari air hujan dan air sungai)
b. Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air)
c. Air danau (berasal dari air hujan, air sungai atau mata air)
Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi oleh zat-zat yang berbahaya
bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi
oleh masyarakat yang ada di Indonesia.

3. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang mengalir ke permukaan tanah secara alami karena
adanya gaya gravitasi atau gaya tekanan tanah. Menurut Soetrisno (2004)
penggunaan mata air sebagai sumber air bersih dapat dilakukan jika mata air tersebut

II-5
dihasilkan dari aliran air di bawah tekanan hidrostatik sebagai akibat dari gaya
gravitasi.

Dalam segi kualitas, mata air sangat baik bila dipakai sebagai air baku, karena
berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat tekanan, pada umumnya
mata air cukup jernih dan tidak mengandung zat padat tersuspensi atau tumbuh-tumbuhan
mati, karena mata air melalui proses penyaringan alami dimana lapisan tanah atau batuan
menjadi media penyaring.

4. Air Tanah
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ). Kecepatan aliran air tanah ini
secara alami sangatlah kecil, yaitu berkisar antara 1,5 m/hari - 2 m/hari. Air
tanah pada umumnya jernih dan memiliki kualitas air yang konstan sepanjang
waktu. Air tanah pada akuifer bebas kualitasnya dapat dipengaruhi oleh pembuangan
sampah. Sampah yang membusuk akan mengalami dekomposisi dengan menguraikan
zat organik menjadi materi lain seperti padatan total, Nitrogen organik, Nitrat,
Phospor, Kalsium, Magnesium, Photasium, Sodium, Clorida, Sulfat, Besi dan lain-
lain. Zat-zat ini akan larut ke dalam air sebagai air sampah (Leachate) dan akan
meresap ke dalam tanah sehingga mencemari air tanah (Nusa Idaman Said, 2005).

2.4 Sungai

2.4.1 Pengertian

Sungai adalah perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya. Alur sungai
adalah satu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal
dari air hujan (Narulita Purnamasari, 2010).

2.4.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Konsep dasar aliran sungai atau sering disingkat dengan DAS merupakan dasar dari
semua perencanaan hidrologi. DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS
kecil, dan DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi. Menurut UU
No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, definisi daerah aliran sungai adalah suatu
II-6
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Sedangkan menurut Suripin (2002:183) DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah
yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit-bukit atau gunung, maupun batas
buatan, seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi
kontribusi aliran ke titik kontrol.

Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana
unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan
di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi.

2.4.3 Bentuk Daerah Aliran Sungai

Menurut Soewarno (1991:23) pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk
DAS mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh
terhadap kecepatan terpusatnya air. Pada umumnya bentuk DAS dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu :
1. Daerah pengaliran bulu burung
Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai
utama disebut daerah pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran sedemikian mempunyai
debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-
beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama.

2. Daerah pengaliran radial


Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-anak
sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial disebut daerah pengaliran radial.
Daerah pengaliran dengan corak sedemikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik
pertemuan anak-anak sungai.

3. Daerah pengaliran paralel


Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di
bagian pengaliran yang bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik
pertemuan sungai-sungai.

II-7
4. Daerah pengaliran yang komplek
Hanya beberapa buah daerah aliran yang mempunyai bentuk-bentuk ini dan disebut
daerah pengaliran yang komplek.

2.4.4 Debit Sungai

Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur
pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang lain
debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati
suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya
debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).

Sungai dari satu atau beberapa aliran sumber air yang berada di ketinggian,
umpamanya disebuah puncak bukit atau gunung yang tinggi, dimana air hujan sangat
banyak jatuh di daerah itu, kemudian terkumpul dibagian yang cekung, lama kelamaan
dikarenakan sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir keluar melalui bagian bibir cekungan
yang paling mudah tergerus air.

Selanjutnya air itu akan mengalir di atas permukaan tanah yang paling rendah,
mungkin mula-mula merata, namun karena ada bagian-bagian dipermukaan tanah yang
tidak begitu keras, maka mudahlah terkikis, sehingga menjadi alur alur yang tercipta makin
hari makin panjang, seiring dengan makin deras dan makin seringnya air mengalir di alur
itu.

Semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan berbelok, atau bercabang,
apabila air yang mengalir disitu terhalang oleh batu sebesar alur itu, atau batu yang banyak,
demikian juga dengan sungai di bawah permukaan tanah, terjadi dari air yang mengalir dari
atas, kemudian menemukan bagian-bagan yang dapat di tembus ke bawah permukaan tanah
dan mengalir ke arah dataran rendah yg rendah. lama kelamaan sungai itu akan semakin
lebar (Narulita Purnamasari, 2010).

2.4.5 Debit andalan

Debit andalan adalah debit yang tersedia sepanjang tahun dengan besarnya resiko
kegagalan tertentu (Montarcih, 2010).

II-8
Dalam perhitungan debit andalan ditetapkan debit andalan 80%, berarti akan ada
resiko debit yang lebih kecil dari debit andalan yaitu sebesar 20%. Ada berbagai cara yang
dapat dipakai dalam menganalisis debit andalan. Masing-masing cara mempunyai ciri khas
sendiri, pemilihan metode yang sesuai umumnya didasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :

1. Data yang tersedia


2. Jenis kepentingan
3. Pengalaman

2.5 Metode FJ. Mock

Secara umum analisis debit berdasarkan data curah hujan yang sering dilakukan di
Indonesia adalah menggunakan metode empiris dari Dr. FJ. Mock (1973) yaitu analisis
keseimbangan air untuk menghitung harga debit bulanan berdasarkan tranformasi data
curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembaban tanah dan tampungan air tanah.
(Junaida Wally, 2013).

Prinsip metode FJ. Mock menyatakan bahwa hujan yang jatuh pada daerah
tangkapan air, sebagian akan hilang akibat evapotranspirasi, sebagian akan langsung
menjadi direct runoff dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah atau terjadi infiltrasi.
Infiltrasi ini mula-mula akan menjenuhkan permukaan tanah, kemudian terjadi perkolasi ke
air tanah dan akan keluar sebagai base flow . Hal ini terdapat keseimbangan antara air hujan
yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct runoff dan infiltrasi, dimana infiltrasi ini
kemudian berupa soil moisture dan ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah
jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah dan base flow.

Curah hujan rata-rata bulanan di daerah pengaliran sungai dihitung berdasarkan data
pengukuran curah hujan dan evapotranspirasi yang sebenarnya dari data meteorologi
dengan menggunakan metode Penman dan karakteristik vegetasi. Perbedaan antara curah
hujan dan evapotranspirasi mengakibatkan limpasan air hujan langsung (direct runoff),
aliran dasar/air tanah dan limpasan air hujan lebat (storm runoff).

Data dan asumsi yang diperlukan untuk perhitungan metode Fj.Mock adalah sebagai
berikut :

II-9
1. Data Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan 10 harian. Stasiun curah hujan
yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut.
2. Evapotranspirasi Terbatas
Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi actual dengan mempertimbangkan
kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan.
Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data :
a. Curah hujan 10 harian (P)
b. Jumlah hari hujan (n)
c. Jumlah permukaan kering 10 harian (d) dihitung dengan asumsi bahwa tanah dalam
suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4 mm.
d. Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan atau dengan
asumsi :
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk
lahan sekunder.
m = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi.
m = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah.
Secara matematis evapotranspirasi dirumuskan sebagai berikut:
m
∆E = Epm 20 (18 – n ) ......................................................................................... (2.2)

Eactual = Epm - ∆E ................................................................................................ (2.3)


Dengan :
Delta E = Beda antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas
(mm)
Eactual = Evapotranspirasi terbatas (mm)
Epm = Evapotranspirasi potensial (mm)
m = singkapan lahan (Exposed surface)
n = jumlah hari hujan
3. Faktor Karakteristik Hidrologi
Faktor Bukaan Lahan
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat

II-10
m = 10 – 40% untuk lahan tererosi
m = 30 – 50% untuk lahan pertanian yang diolah.
4. Luas Daerah Pengaliran
Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin besar
pula ketersediaan debitnya.
5. Water Surplus
Water Surplus didefinisikan sebagai curah hujan yang telah mengalami
evapotranspirasi dan mengisi soil storage (SS). Water Surplus secara langsung
berpengaruh pada infiltrasi / perkolasi dan total run – off yang merupakan komponen
dari debit.
Persamaan Water Surplus (WS) adalah sebagai berikut :
WS = (P – Ea) + SS ................................................................................................ (2.4)
Water Surplus adalah air permukaan run – off dan infiltrasi. Soil moisture
storage (SMS) terdiri dari soil moisture capacity (SMC), zona dari infiltrasi,
limpasan permukaan dan soil storage.
Besarnya Soil moisture storage (SMS) untuk masing – masing wilayah tergantung
pada jenis tanaman, tutupan lahan (land cover) dan jenis tanah.
Dalam FJ. Mock, SMS dihitung sebagai berikut :
SMS = ISMS + (P - Ea) ......................................................................................... (2.5)
6. Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)
Soil Moisture Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah
permukaan (surface soil) per m2. Besarnya SMC untuk perhitungan ketersediaan air
ini diperkirakan berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah permukaan dari DPS.
Semakin besar porositas tanah akan semakin besar pula SMC yang ada. Dalam
perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm sampai dengan 200 mm.
Persamaan yang digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban tanah adalah:
SMS = ISMS + P – Eactual .................................................................................... (2.6)
WS = ISMS + P – Eactual – SMS .......................................................................... (2.7)
Dengan :
Eactual = evapotranspirasi aktual, mm/bulan;
SMS = simpanan kelembapan tanah, mm/bulan;

II-11
ISMS = kelembaban tanah awal, mm/bulan;
P = curah hujan bulanan, mm/bulan;

2.6 Metode NRECA

Metode NRECA adalah suatu metode simulasi hujan-debit yang diperkenalkan


oleh Norman H. Crawford pada tahun 1985. Model NRECA merupakan model
konsepsi yang bersifat deterministik. Model konsepsi adalah model dengan basis teori,
sedang sifat deterministik adalah penggunaan persamaan dan rumus semi empiris
untuk menginterprestasikan fenomena proses fisiknya.

Tahapan perhitungan debit dengan Metode NRECA adalah sebagai berikut (Festy
Ratna, 2013) :

1. Q = DF + GWF ........................................................................................... (2.8)


2. DF = EM – GWS ........................................................................................ (2.9)

3. GWF = P2 x GWS ....................................................................................... (2.10)

4. GWS = P1 x EM .......................................................................................... (2.11)

5. S = WB – EM .............................................................................................. (2.12)

6. EM = EMR x WB ........................................................................................ (2.13)

7. WB = Rb – AET .......................................................................................... (2.14)

8. AET = AET/PET x PET .............................................................................. (2.15)

9. Wi = Wo / N ................................................................................................ (2.16)

10. N = 100 + 0.20 Ra ....................................................................................... (2.17)

dengan :

Q = Debit aliran rerata, m3/dt,

DF = Aliran langsung (direct flow),

GWF = Aliran air tanah (ground water flow),

EM = Kelebihan kelengasan (excess moist),

II-12
GWS = Tampungan air tanah (ground water storage),

P1 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan,

P2 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah bagian dalam,

WB = Keseimbangan air (water balance),

EMR = Rasio kelebihan kelengasan (excess moist ratio),

Rb = Curah hujan bulanan, mm,

AET = Evapotranspirasi aktual, mm,

PET = Evapotranspirasi potensial (Eto), mm,

Wi = Tampungan kelengasan tanah,

Wo = Tampungan kelengasan awal,

N = Nominal,

Ra = Curah hujan tahunan, mm.

2.7 Metode SMEC

Metode SMEC pertama kali dibuat oleh konsultan SMEC pada tahun 1982. Metode
SMEC ini didasarkan pada jenis tanah daerah tangkapan (Catchment Area). Metode ini
merupakan hasil analisa data debit dari 21 stasiun dan data curah hujan rata-rata jangka
panjang, sehingga diperoleh persamaan empiris yang dikembangkan untuk memberikan
perkiraan rata-rata limpasan hujan bulanan dalam 2 dan 5 tahun (kemungkinan terlampaui
50% dan 80%) (Narulita Purnamasari, 2010).

Metode SMEC dikembangkan dalam 2 zona yang dibedakan menurut kondisi


geologinya, yaitu zona A dan zona B.

II-13
1. Zona A : sebagian besar daerah pengaliran saat terjadi hujan, pengisian air tanah akan
terjadi secara perlahan-lahan sehingga debit sungai cepat naik tetapi dasarnya kecil
(jenis tanah tidak poros). Persamaan yang digunakan adalah :
Q2 = A (0,210 MMR – 8,50) 10-3 ............................................................... (2.18)
(untuk MMR < 250 mm)
Q2 = A (0,366 MMR – 47,5) 10-3 ............................................................... (2.19)
(untuk MMR ≥ 250 mm)
2. Zona B : sebagian besar daerah pengaliran saat terjadi hujan, pengisian air tanah akan
terjadi dengan cepat dengan aliran dasarnya besar (jenis tanah poros). Persamaan yang
digunakan adalah :
Q2 = A (0,20. PI) 10-3 .................................................................................. (2.20)
(untuk PI < 300 mm)
Q2 = A (0,32. PI – 36) 10-3 ......................................................................... (2.21)
(untuk PI ≥ 300 mm)

PI = (1/3 MMR + 2/3 MMRsblm) ................................................................ (2.22)

Untuk aliran zona A dan zona B

Q5 = 0,75 Q2 ............................................................................................... (2.23)

Dimana :

A = Luas daerah tangkapan/catchment area (km2)

MMR = Curah hujan rata-rata bulan ini (mm)

MMRsblm = MMR untuk sebelumnya

Q2 = Debit andalan rata-rata bulanan 1 dalam 2 tahun (m3/det)

PI = Indeks presipitasi

Q5 = Debit andalan rata-rata bulanan 1 dalam 5 tahun (m3/det)

II-14

Anda mungkin juga menyukai