Anda di halaman 1dari 73

BAHAN AJAR

PETA KONSEP

SIKLUS HIDROLOGI

KARAKTERISTIK DAN
DINAMIKA PERAIRAN
LAUT

PERSEBARAN DAN
PEMANFAATAN
BIOTA LAUT

DINAMIKA PENCEMARAN DAN


HIDROSFER KONSERVASI PERAIRAN
LAUT

POTENSI, PERSEBARAN,
DAN PEMANFAATAN
PERAIRAN DARAT

KONSERVASI AIR
TANAH DAN DAS

LEMBAGA PENYEDIA
DATA HIDROLOGI
A. SIKLUS HIDROLOGI

1. Pengertian Siklus Hidrologi


Hidrosfer berasal dari bahasa Yunani, yaitu hidros artinya air, dan sphere
artinya lapisan. Hidrosfer adalah lapisan air yang terdapat di bumi yaitu meliputi
air yang ada di permukaan maupun di bawah permukaan bumi (air tanah).
Hidrosfer dapat diartikan semua air yang berada di bumi, baik dalam bentuk cair
(air), padat (es dan salju), dan gas (uap air). Hidrosfer meliputi samudra, laut,
sungai, danau, air tanah, mata air, hujan, dan air yang berada di atmosfer. Cabang
ilmu geografi yang mempelajari tentang air adalah hidrologi.
Jumlah air di bumi relatif tetap, yaitu sekitar 1.386 miliar km3, sebanyak 97%
dari jumlah tersebut adalah air asin yang berasal dari lautan. Air tawar yang
merupakan kebutuhan utama manusia di dunia tidak lebih dari 1% dari
keseluruhan air yang tersedia di dunia (Manning, 1987). Volume air relatif tetap
karena air di bumi senantiasa bergerak dalam suatu lingkungan perputaran yang
disebut siklus air.
Siklus air/siklus hidrologi adalah serangkaian tahapan yang dilalui air dari
atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer. The water cycle or hydrologic is a
continuous cycle where water evaporates, travels into the air and becomes part of
a cloud, falls down to earth as precipitation, and then evaporates again. This
repeats again and again in a never-ending cycle. Water keeps moving and
changing from a solid to a liquid to a gas, over and over again (www.fcwa.org).
Gambar A.1 Proses Terjadinya Siklus Air
Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/19/Watercyclesummary.jpg
2. Proses-proses dalam siklus hidrologi
a. Evaporasi
Evaporasi adalah proses air berubah dari padat menjadi gas atau uap air di
atmosfer. Air berpindah dari permukaan menuju atmosfer melalui evaporasi,
proses perubahan uap air menjadi gas. Sekitar 90% proses evaporasi berasal
dari lautan, 10% berasal dari perairan darat dan vegetasi. Angin memindahkan
uap air mengelilingi bumi, mempengaruhi kelembaban udara di bumi.
Sebagian air menguap sebagai gas di luar awan dan penguapan lebih intens
dengan adanya suhu hangat. Hal ini ditunjukkan dengan gambar, dimana
penguapan terkuat terjadi di daerah khatulistiwa (ditandai dengan warna
merah dan kuning)

Gambar A.2 Intesitas Penguapan di Bumi


Sumber : http://ww2010.atmos.uiuc.edu/(Gh)/guides/mtr/hyd/evap.rxml
Gambar A.3 Penguapan air laut
Sumber: https://water.usgs.gov/edu/watercycleoceans.html
b. Sublimasi
Adalah perubahan wujud dari padat ke gas tanpa mencair terlebih dahulu.
Misalkan es yang langsung menguap tanpa mencair terlebih dahulu. Proses
evaporasi terjadi pada salju dan es.
c. Transpirasi
Adalah proses penguapan air ke atmosfer dari daun dan batang tanaman.
Tanaman menyerap air tanah melalui akar-akar. Sebagai contoh, tanaman
jagung memiliki akar 2,5 meter, sementara beberapa tanaman gurun memiliki
akar yang memperpanjang 20 meter ke dalam tanah. Tanaman memompa air
naik dari tanah untuk memberikan nutrisi ke daun. Proses memompa didorong
oleh penguapan air melalui pori-pori kecil yang disebut “stomata” yang
ditemukan di bawah daun.

Gambar A.4 Transpirasi


Sumber : http://ww2010.atmos.uiuc.edu/(Gh)/guides/mtr/hyd/trsp.rxml
d. Evapotranspirasi
Adalah gabungan dari evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi dapat
menggambarkan nilai kebutuhan lingkungan, vegetasi, atau daerah pertanian.
Gambar A.5 Proses Evaporasi dan Transpirasi
e. Kondensasi
Adalah perubahan air dari bentuk uap air ke dalam air cair. Kondensasi
umumnya terjadi di atmosfer saat peningkatan suhu udara hangat, mendingin,
dan kehilangan kemampuan menahan uap air. Akibatnya uap air berlebih
mengembun membentuk awan. Gerakan ke atas yang menghasilkan awan dapat
diproduksi oleh konveksi udara yang tidak stabil, konvegerensi terkait siklon,
udara terangkat di bagian depan, dan pengangkatan pada daerah topografi tinggi
seperti gunung.
f. Presipitasi
Adalah air yang dikeluarkan dalam bentuk hujan, hujan beku, hujan es,
atau salju. Presipitasi merupakan mekanisme utama untuk mengangkut air dari
atmosfer ke permukaan bumi dalam bentuk curah hujan. Awan mengandung
uap air akibat kondensasi. Sebagian besar air yang terkondensasi di awan tidak
jatuh sebagai hujan karena kecepatan jatuh mereka tidak cukup besar untuk
mengatasi arus naik yang mendukung awan.

Gambar A.6 Bentuk Presipitasi


Sumber : http://majalah1000guru.net/wp-content/uploads/Ed35-fisika-3.jpg
Keempat jenis presipitasi dibedakan oleh keberadaan massa udara hangat
(di atas 0oC) pada perjalanannya menuju muka bumi.
1) Hujan (Rain), massa udara hangat dominan menguasai jalur kristal es,
termasuk di dekat tanah, sehingga kristal es tersebut segera mencair dan
tetap dalam keadaan cair saat ia menyentuh muka bumi.
2) Hujan Beku (freezing rain), adanya massa udara hangat sepanjang
perjalanan menyebabkan butir kristal es yang telah mencair itu kembali
bertemu massa udara dingin. Butir-butir air tidak sempat membeku sebelum
mencapai muka bumi, tetapi membeku setelah bersentuhan dengan objek-
objek di permukaan dan melapisinya dengan es.
3) Hujan Es (Sleet), massa udara hangat yang dihadapi butir kristal es tidak
setebal pada kondisi pertama dan kedua. Karenanya, butir kristal es yang
telah meleleh itu bisa kembali membeku, membentuk butir-butir kecil es.
4) Salju (Snow), tidak ada massa udara hangat yang signifikan untuk
melelehkan kristal es sehingga kristal ini bisa mencapai permukaan Bumi
tetap dalam bentuk kristal.
g. Aliran permukaan
Ketika hujan turun , tetesan pertama air hujan dicegat oleh tajuk tanaman,
daun, dan batang tanaman. Hal ini biasanya disebut sebagai simpanan intersepsi.
Kalau hujan berlangsung terus , air hujan mencapai permukaan tanah dan
meresap ke dalam tanah sampai mencapai tahap di mana tingkat curah hujan
(intensitas) melebihi kapasitas infiltrasi tanah . Setelah itu , terjadi genangan air
di permukaan tanah, mengisi selokan , depresi lainnya (storage depresi) , dan
kemudian dihasilkan air limpasan permukaan (runoff).
Gambar A.7 Aliran Permukaan
Sumber : https://belajar.kemdikbud.go.id/SumberBelajar/tampilajar.php?ver=11&idmateri=78&mnu=Materi2&kl=9

h. Infiltrasi
Adalah aliran air ke dalam tanah melalui pori-pori tanah di permukaan. Di
dalam tanah, air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow)
menuju mata air, danau, dan sungai, atau secara vertikal, yang dikenal sebagai
perkolasi menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah
dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi
menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya
kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Air kapiler selalu bergerak
dari daerah basah menuju ke daerah yang lebih kering.
Tanah kering mempunyai gaya kapiler lebih besar daripada tanah basah.
Gaya tersebut berkurang dengan bertambahnya kelembaban tanah. Selain itu,
gaya kapiler bekerja lebih kuat pada tanah dengan butiran halus seperti lempung
daripada tanah berbutir kasar pasir. Apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui
permukaan tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler pada seluruh
permukaan. Setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena
berkurangnya gaya kapiler.
Hal ini menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler
pada lapis permukaan berkurang, aliran karena pengaruh gravitasi berlanjut
mengisi pori-pori tanah. Dengan terisinya pori-pori tanah, laju infiltrasi
berkurang secara berangsung-angsur sampai dicapai kondisi konstan, di mana
laju infiltrasi sama dengan laju perkolasi melalui tanah.
Dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju
infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju
infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu; sedang laju infiltrasi
adalah kecepatan infiltrasi yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan
intensitas hujan.
Apabila tanah dalam kondisi kering ketika infiltrasi terjadi, kapasitas
infiltrasi tinggi karena kedua gaya kapiler dan gravitasi bekerja bersama-sama
menarik air ke dalam tanah. Ketika tanah menjadi basah, gaya kapiler berkurang
yang menyebabkan laju infiltrasi menurun. Akhirnya kapasitas infiltrasi
mencapai suatu nilai konstan, yang dipengaruhi terutama oleh gravitasi dan laju
perkolasi.
3. Proses Siklus Hidrologi
Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan
laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang
tidak pernah berhenti, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai,
danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau
mahluk hidup lainnya.
Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor-faktor iklim lainnya
menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, di
laut atau badan-badan air lainnya. Uap air sebagai hasil proses evaporasi akan
terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar, dan apabila
keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian uap air akan terkondensasi sebagai air
hujan.
Sebelum mencapai permukaan tanah, air hujan tersebut akan tertahan oleh
tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan
tajuk/daun selama proses pembasahan tajuk, dan sebagian lainnya akan jatuh ke
atas permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah
melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian air hujan tidak akan
pernah sampai di permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer
(dari tajuk dan batang) selama dan setelah berlangsungnya hujan (interception
loss).
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk
(terserap) ke dalam tanah (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke
dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan
tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke
tempat yang lebih rendah (runoff), kemudian masuk ke sungai. Air infiltrasi akan
tertahan dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk
kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka
air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral
(horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan
tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air
hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang
lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut,
terutama pada musim kemarau akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau, atau
tempat penampungan air alamiah lainnya (baseflow).
Tidak semua air infiltrasi (air tanah) mengalir ke sungai atau tampungan air
lainnya, melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan
tanah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui
permukaan tanah (soil evaporation) dan melalui permukaan tajuk vegetasi
(transpiration). Untuk membedakan proses intersepsi hujan dari proses
transpirasi, dapat dilihat dari asal air yang diuapkan ke atmosfer. Apabila air yang
diuapkan oleh tajuk berasal dari hujan yang jatuh di atas tajuk tersebut, maka
proses penguapannya disebut intersepsi. Apabila air yang diuapkan berasal dari
dalam tanah melalui mekanisme fisiologi tanaman, maka proses penguapannya
disebut transpirasi. Dengan kata lain, intersepsi terjadi selama dan segera setelah
berlangsungnya hujan. Sementara proses transpirasi berlangsung ketika tidak ada
hujan. Gabungan kedua proses tersebut disebut evapotranspirasi. Besarnya angka
evapotraspirasi umumnya ditentukan selama satu tahun, yaitu gabungan antara
besarnya evaporasi musim hujan (intersepsi) dan musim kemarau (transpirasi).

B. KARAKTERISTIK DAN DINAMIKA PERAIRAN LAUT

Oseanografi adalah ilmu yang mempelajari lautan. Bidang kajian ilmu tersebut
meliputi arus laut, pasang surut laut, temperatur, kedalaman, kehidupan yang ada di laut,
geologi laut, dan bentukan-bentukan yang ditimbulkan oleh proses kelautan. Sebagian
besar permukaan bumi terdiri dari permukaan laut. Bagian terbesar dari lautan terletak di
belahan bumi selatan, sedangkan sebagian besar belahan bumi utara berupa daratan.
1. Pesisir dan Laut
Pesisir adalah daratan di tepi laut yang tergenang pada saat air laut pasang dan
kering pada saat air laut surut. Oleh karena itu, pesisir memiliki panjang yang sama
dengan garis pantai, tetapi lebarnya berbeda untuk tiap pantai. Pesisir Indonesia
mempunyai ekosistem yang beraneka ragam, antara lain hutan mangrove, terumbu
karang, padang lamun, dan rumput laut.
Laut adalah tubuh air asin yang sangat luas dan saling terhubung antara lautan
yang satu dan lautan lainnya. Sebesar 70% permukaan bumi merupakan lautan
sehingga jika dilihat dari angkasa luar, bumi didominasi oleh warna biru. Laut yang
luas disebut juga samudra. Ada lima samudra di bumi yaitu Samudra Antartika,
Samudra Artik, Samudra Atlantik, Samudra Hindia, dan Samudra Pasifik.
2. Jenis-jenis Laut
a. Berdasarkan Cara Terjadinya
Berdasarkan cara terjadinya laut dibedakan menjadi tiga :
1) Laut Transgesi (laut meluas)
Yaitu laut yang terjadi karena permukaan air laut menjadi bertambah luas,
akibat naiknya permukaan air laut atau adanya daratan yang turun sehingga
bagian daratan yang rendah tergenang air laut. Kedalaman laut transgresi
umumnya tidak lebih dari 75 m.
Contoh : Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul.
2) Laut Ingresi (laut tanah turun)
Yaitu laut yang terjadi karena adanya penurunan dasar laut. Penurunan dasar
laut dapat membentuk cekungan yang disebut lubuk laut dan palung laut.
Lubuk laut adalah penurunan yang bentuknya bulat. Contoh : lubuk Laut
Sulu. Palung laut adalah penurunan yang bentuknya memanjang. Contoh :
palung Laut Jawa.

3) Laut Regresi (laut menyempit)


Yaitu laut yang terjadi karena permukaan laut menyempit. Terjadinya
penyempitan tersebut akibat bertambahnya endapan yang dibawa aliran
sungai.
Contoh : Laut Flores.
b. Berdasarkan Letaknya
Berdasarkan letaknya dibedakan menjadi tiga :
1) Laut Tepi
Yaitu laut yang letaknya di tepi benua (kontinen). Laut tepi ini seakan-akan
terpisah dari samudra oleh pulau-pulau.
Contoh : Laut Cina Selatan yang dipisahkan oleh rangkaian Kepulauan
Indonesia dan Kepulauan Filipina.
2) Laut Pertengahan
Yaitu laut yang letaknya di antara dua benua dan memiliki gugusan pulau.
Contoh : Laut Tengah di antara Benua Afrika dan Asia yang memiliki
gugusan Kepulauan Indonesia.
3) Laut Pedalaman
Yaitu laut yang hampir seluruh wilayahnya dikelilingi daratan.
Contoh : Laut Baltik, Laut Hitam, Laut Kaspia, dan Laut Mati.
Gambar B.1 Laut Kaspia Gambar B.2 Laut Baltik
https://www.flickr.com/photos/mohammadistanbul/5372834807 https://id.wikipedia.org/wiki/Laut_Baltik
c. Berdasarkan Kedalamannya
Berdasarkan kedalamannya, laut dibedakan menjadi empat zona (wilayah) :
1) Zona Lithoral
Yaitu zona pasang surut air laut. Zona lithoral tergenang air saat laut pasang
dan menjadi daratan saat laut surut. Zona lithoral merupakan daerah pesisir
(shore).
2) Zona Neritik
Yaitu wilayah laut dangkal yang merupakan wilayah pasang surut yang
kedalamannya hingga 150 m. Zona ini masih dapat menerima cahaya
matahari. Oleh karena itu, wilayah ini menjadi tempat yang paling banyak
terdapat kehidupan, baik dari berbagai jenis hewan maupun tumbuhan.
Contoh : wilayah perairan laut dangkal di Paparan Sunda dan Paparan Sahul
seperti Laut Jawa, Selat Sunda, dan Laut Arafuru.
3) Zona Bathial
Yaitu wilayah laut dalam, kedalamannya antara 150 m hingga mencapai
1.800 m. Zona ini sudah tidak dapat menerima cahaya matahari, terdapat
kehidupan namun tidak sebanyak pada zona neritik.
4) Zona Abysal
Yaitu wilayah laut sangat dalam, kedalamannya lebih dari 1.800 m. Zona ini
tidak menerima cahaya matahari sehingga suhunya sangat dingin, tidak ada
tumbuhan yang hidup di wilayah ini. Namun, ada kehidupan hewan meskipun
jenisnya sangat terbatas. Contoh : Palung Laut Banda (7.440meter) dan
Palung Laut Mindanao (10.830 meter).
Gambar B.3 ZonaLaut Berdasarkan Kedalamannya
https://belajar.kemdikbud.go.id/SumberBelajar/tampilajar.php?ver=11&idmateri=78&mnu=Materi3&kl=9

3. Morfologi Laut
Adalah bentuk-bentuk muka bumi di dasar laut atau relief dasar laut. Adapun
bentuk-bentuk morfologi dasar laut adalah sebagai berikut :
a. Dangkalan/Paparan Benua/ Landas Kontinen (Continental Shelf )
Merupakan dasar laut dangkal di sepanjang pantai. Kedalamannya kurang
dari 200 mdpl, kemiringan lereng tidak lebih dari 10, dan merupakan bagian dari
benua (kontinen). Paparan benua merupakan bagian daratan yang tergenang air
laut dan sangat penting bagi perikanan sebab persyaratan hidup ikan dapat
dipenuhi, misalnya sinar matahari dapat menembus pada kedalaman tersebut.
Contoh : Dangkalan Sunda yang terletak diantara Pulau Jawa, Kalimantan, dan
Sumatra yang merupakan bagian dari Benua Asia serta Dangkalan Sahul yang
terletak diantara Benua Australia dan Pulau Papua yang merupakan bagian dari
Benua Australia.
b. Lereng Benua (Continental Slope )
Adalah bagian dasar laut yang merupakan kelanjutan dari paparan benua
sehingga letaknya berbatasan dengan paparan benua, memiliki kemiringan sekitar
50 dengan kedalaman antara 200-1.800 m di bawah permukaan laut. Jika
dibandingkan dengan kemiringan paparan benua, pada lereng benua terjadi
penurunan yang sangat tajam.
c. Pulau Gunung Api Laut (Volcanic Island)
Adalah sebuah pulau vulkanik yang kakinya di dasar laut, sedangkan badan
puncaknya muncul ke atas permukaan laut. Contoh: Pulau Gunung Api di Laut
Banda.
d. Punggung Laut ( Ridge )
Adalah punggung laut pegunungan yang ada di dasar laut dan merupakan
suatu bentuk proses peninggian yang terdapat di atas lautan (sea floor) yang
serupa dengan adanya gunung-gunung di daratan. Contoh : Punggung Tengah
Lautan Atlantik (Mid Ocean Ridge). Punggung Laut ini terletak di Lautan
Atlantik memanjang arah utara-selatan kurang lebih 23.000 km.
e. Lubuk Laut /Abisal Plain( Basin )
Dalam bahasa Belanda disebut bekken, merupakan wilayah dasar laut berupa
cekungan (depresi) yang kedalamannya mencapai 2.000 m di bawah permukaan
laut. Contoh : basin Indo-Australia di Samudra Hindia dan lubuk Laut Sulawesi.
f. Guyot
Adalah gunung laut yang puncaknya datar dan puncaknya tidak dapat
mencapai permukaan laut. Bentuknya seperti meja.
g. Palung Laut ( Trench )
Dalam bahasa Belanda disebut trog) merupakan wilayah dasar laut berupa
ngarai yang sangat dalam, sempit, dan panjang. Palung laut memiliki kedalaman
hingga ribuan meter.
Contoh : Palung Laut Mindanao kedalamannya 10.500 m, Palung Laut Jawa
kedalamannya 8.000 m, Palung Laut Jepang kedalamannya 9.435 m, dan Palung
Mariana kedalamannya mencapai 11.000 m.
h. Ambang Laut (Drempel)
Adalah pegunungan di dasar laut yang terletak diantara dua laut dalam.
Contoh: Ambang Laut Sulu, di barat daya dari Filipina yang memisahkan Laut
Cina Selatan dan Laut Sulawesi.
i. Gunung Api Laut (Seamount)
Adalah gunung api yang muncul dari dasar lautan tetapi tidak dapat
mencapai ke permukaan laut (seperti guyot akan tetapi puncaknya runcing).
Seamount mempunyai lereng yang curam dan berpuncak runcing, kemungkinan
mempunyai tinggi sampai 1 km/lebih.
Gambar B.4 Bentuk-Bentuk Morfologi Dasar Laut
Sumber : https://tsumasagarainbow.wordpress.com/2012/11/03/morfologi-dasar-laut/

Gambar B.5 Aktivitas Gunung Api di Laut Gambar B.6 Gunung Api Laut Banda-Maluku
Sumber : Sumber :
https://tsumasagarainbow.wordpress.com/2012/11/0 https://tsumasagarainbow.wordpress.com/2012/11/03/morfol
3/morfologi-dasar-laut/ ogi-dasar-laut/

Gambar B.7 Sketsa Morfologi Laut


Sumber: http://azzahisyamas.blogspot.co.id/2014_05_01_archive.html
4. Karakteristik Fisik Air Laut
a. Salinitas
Salinitas atau kadar garam (NaCl) adalah rata-rata kadar garam (dalam gram)
yang terdapat dalam setiap 1.000 gram (1kg) air laut. Umumnya sebesar 3% dari
berat seluruhnya. Namun, salinitas air laut biasanya disebut sebagai bagian
perseribu atau permil (0/00). Rata-rata salinitas air laut di daerah khatulistiwa
adalah 350/00. Besar kecilnya kadar garam air laut tersebut disebabkan oleh besar
kecilnya proses penguapan yang diimbangi oleh curah hujan yang tinggi.
Sedangkan di daerah subtropika lebih tinggi yaitu sekitar 370/00, disebabkan oleh
penguapan yang tidak diimbangi dengan curah hujan yang tinggi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi salinitas lainnya adalah banyak sedikitnya air yang berasal
dari gletser, besar kecilnya curah hujan, besar kecilnya penguapan, dan banyak
sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut.
1) Penguapan
Semakin besar penguapan air laut suatu wilayah, maka semakin tinggi
salinitasnya dan sebaliknya.
2) Curah Hujan
Semakin tinggi curah hujan di suatu wilayah, maka semakin rendah
salinitasnya dan sebaliknya.
3) Pemasukan Air Sungai
Semakin banyak air sungai yang masuk ke laut, maka semakin rendah
salinitasnya dan sebaliknya.

b. Suhu
Seperti halnya daratan, laut juga mendapat panas dari pancaran sinar matahari
melalui proses yang disebut insolasi. Suhu air laut, terutama di lapisan
permukaan banyak ditentukan oleh intensitas sinar matahari. Oleh karena itu,
letak suatu astronomis berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya suhu air laut.
Suhu permukaan air laut di daerah kutub sekitar 130C, sedangkan di daerah tropis
sekitar 280C. Suhu air laut dari permukaan cenderung relatif tetap panas hingga
mencapai kedalaman 200 m di bawah permukaan laut. Namun, pada kedalaman
antara 200 m hingga 1.000 m di bawah permukaan laut suhu turun secara
mendadak yang dikenal dengan sebutan termokline. Sementara itu, besarnya
suhu laut pada daerah terdalam kurang lebih sekitar 20C.
c. Warna
Secara umum warna air laut di permukaan bumi berwarna biru. Namun, ada
beberapa daerah tertentu yang berwarna hijau dan sebagainya. Hal tersebut
tergantung pada molekul air dalam menyerap dan memantulkan cahaya matahari,
zat yang larut dalam air laut, jenis endapan, serta organisme dominan yang hidup
di dasar laut. Berikut beberapa warna air laut :
1) Warna biru disebabkan oleh sinar matahari yang bergelombang pendek.
2) Warna kuning karena terdapat banyak lumpur berwarna kuning. Endapan
tersebut merupakan hasil metabolisme dari berbagai material daratan yang
menghasilkan tanah berwarna coklat kekuningan. Contoh : Laut Kuning di
perairan Cina.
3) Warna hijau karena banyak fitoplankton dalam jumlah besar yang
memancarkan kandungan klorofilnya.
4) Warna putih karena permukaan tertutup es. Contoh : Laut di daerah Kutub.
5) Warna hitam karena terdapat lumpur hitam (tanah loss hitam), misalnya Laut
Hitam di Turki.
6) Warna merah karena banyaknya binatang-binatang kecil berwarna merah
dalam jumlah besar seperti ganggang merah, misalnya Laut Merah di Arab
Saudi.
7) Warna ungu karena adanya organisme yang mengeluarkan sinar-sinar fosfor.
5. Gerakan Air Laut
a. Arus Laut (Sea Current)
Arus laut adalah gerakan massa air laut dari suatu tempat ke tempat lain, yang
mempunyai arah secara vertikal atau horizontal dengan peredaran yang tetap dan
teratur. Arus permukaan adalah arus yang bergerak di permukaan laut, sedangkan
arus bawah adalah arus yang bergerak di bawah permukaan laut.
1) Samudra Pasifik
a) Disebelah utara khatulistiwa: Arus Khatulistiwa Utara, Arus Kuroshio,
Arus California, Arus Oyashio.
b) Disebelah selatan khatulistiwa: Arus Khatulistiwa Selatan, Arus Humbolt/
Arus Peru, Arus Australia Timur, Arus Angin Barat.
c) Di sepanjang garis khatulistiwa.
2) Samudra Atlantik
a ) Disebelah utara khatulistiwa: Arus Utara Khatulistiwa, Arus Laut atau
Gulfstream, Arus Green Land Timur, Arus Labrador, Arus Canary.
b ) Disebelah selatan khatulistiwa: Arus Khatulistiwa Selatan, Arus Brazil,
Arus Benguela, Arus Angin Barat.
3) Samudra Hindia
a ) Disebelah utara khatulistiwa: Arus Musim Barat Daya, Arus Musim Timur
Laut.
b ) Disebelah selatan khatulistiwa: Arus Khatulistiwa Selatan, Arus Maskarena
Dan Agulhas, Arus Angin Barat.

Gambar B.8 Pertemuan Arus


https://4.bp.blogspot.com/-fQ5-Cjr5EBY/V6EGEZD20XI/AAAAAAAAIe4/iuOlo-
jn3SYbJKDnjZlisFfGA7hEnkczgCLcB/s1600/stroomnaad-texel-ogb.jpg

Gambar B.9 Pergerakan Arus Laut di Bumi


http://geograph88.blogspot.co.id/2016/08/pergerakan-arus-laut-di-bumi.html
b. Gelombang
Gelombang adalah gerakan naik turunnya air laut, tetapi tidak disertai dengan
perpindahan massa airnya. Gelombang adalah gerakan permukaan air yang
umumnya ditimbulkan oleh tiupan angin di atas laut. Ombak atau gelombang
bergerak dari perairan yang luas, menjalar menuju pantai, kemudian pecah di
dekat garis pantai. Kekuatan gelombang laut untuk mengikis pantai yang curam
lebih kuat dibanding pantai yang landai. Untuk menghambat abrasi pantai, cara
yang dapat dilakukan adalah dengan melestarikan hutan bakau (mangrove).

Gambar B.10 Gelombang Tingi di Laut


Sumber: http://berita.suaramerdeka.com/belum-ada-pergerakan-naik-gelombang-laut/
1) Gelombang karena Angin
Dapat terjadi jika ada gerakan angin di permukaan laut. Oleh karena itu, arah
gelombang searah dengan arah angin. Angin yang berhembus sepoi saat
cuaca cerah sekalipun dapat menimbulkan gelombang. Gelombang yang
disebabkan oleh angin dipengaruhi oleh:
a. Kecepatan angin. Umumnya semakin kencang angin bertiup maka
semakin besar gelombang yang terbentuk.
b. Waktu saat angin bertiup. Tinggi gelombang, kecepatan gelombang, dan
panjang gelombang cenderung meningkat sesuai dengan meningkatnya
waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bertiup.
c. Jarak tanpa rintangan saat angin sedang bertiup (fetch). Rintangan dapat
berpengaruh terhadap panjang dan tinggi gelombang yang terbentuk.
2) Gelombang karena Gempa Bumi
Terjadi jika ada gempa bumi di dasar laut, baik karena adanya gunung di
bawah laut yang meletus maupun pergeseran lempeng bumi di bawah laut.
Contoh : tsunami di Aceh, pantai Phuket (Thailand), hingga Sri Lanka pada
26 Desember 2004 dan 17 Juli 2007 yang melanda pesisir Pulau Jawa
(terutama pantai-pantai di kawasan Pangandaran, Cilacap, Bantul, dan
Banyuwangi).
3) Peristiwa Tsunami
a) Pengertian Tsunami
Tsunami dalam bahasa Jepang berarti gelombang, digunakan sebagai
istilah ilmiah untuk mendefinisikan fenomena gempa di lautan yang
mengakibatkan gelombang laut sangat dahsyat dan mampu merusak
apapun yang ditemuinya ketika mencapai garis pantai.
Gejala tsunami dapat dikatakan sebagai gempa bumi bawah laut, dimana
peristiwa bergesernya lempeng bumi dapat disebabkan oleh pergeseran
lempeng tektonik maupun letusan gunung api bawah laut, serta jatuhnya
batuan meteor ke samudra hingga menghasilkan percikan gelombang laut
dahsyat. Rentang waktu peristiwa tsunami berkisar antara 15 menit hingga
1 jam, dimana panjang gelombang terdahsyat dapat mencapai lebih dari
100-200 kilometer (60-120 mil) dengan jangkauan horizontal gelombang
mencapai ratusan kilometer.
b) Contoh Peristiwa Tsunami
Sejarah tsunami paling dahsyat abad ini adalah tsunami Aceh pada 26
Desember 2004 dengan kekuatan gempa 9SR yang berpusat di Samudra
Hindia sebelah Barat Laut pantai Meulaboh-Aceh. Peristiwa ini
berdampak serius bagi hampir 14 negara di Kawasan Asia Tenggara dan
Timur Laut Afrika. The International Committee of the Red Cross
melaporkan total korban jiwa mencapai lebih dari 250.000 jiwa.
c. Pasang Surut
Pasang naik dan pasang surut merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi
karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi.
1) Pasang Purnama
Terjadi ketika bumi, bulan, dan matahari berada pada posisi garis lurus. Pada
saat itu akan dihasilkan pasang naik dan pasang surut tertinggi. Pasang
purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
2) Pasang Perbani
Terjadi ketika bulan, bumi, dan matahari membentuk sudut siku-siku. Pada
saat itu akan dihasilkan pasang naik dan pasang surut terendah. Pasang
perbani terjadi pada saat bulan paruh.
Gambar B.11 Pasang Surut Purnama dan Perbani
http://ridwanaz.com/umum/alam/pengertian-rotasi-bumi-revolusi-bumi-gelaja-pasang-surut-dan-gerhana/

6. Karakteristik Wilayah Laut Indonesia


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Luas perairan Indonesia sekitar
7,9 juta km2 atau 81% luas keseluruhan Indonesia. Oleh karena itu, sangatlah penting
untuk mengetahui batas-batas wilayah laut tersebut demi meningkatkan potensi
Indonesia. Indonesia berada di posisi yang strategis, yaitu di antara dua benua dan dua
samudra. Posisi ini menguntungkan tetapi juga memiliki potensi bahaya dalam hal
keamanan.

Batas wilayah laut Indonesia yaitu:


a. Landas Kontinen
Yaitu bagian laut yang kedalamannya mencapai 200 meter. Pada wilayah ini suatu
negara berhak untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang terkandung di
dalamnya. Penentuan landas kontinen didasarkan atas wilayah perairan Indonesia dan
dikuatkan oleh perjanjian dengan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia,
seperti Malaysia, Thailand, Australia, Singapura dan India. Indonesia memiliki dua
landas kontinen yaitu landas kontinen Asia di sekitar Laut Natuna dan Selat Malaka
yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura.
b. Laut Teritorial
Yaitu wilayah laut suatu negara sejauh 12 mil dari garis dasar lurus. Garis dasar lurus
adalah garis yang ditarik dari titik-titik terluar suatu pulau pada saat air laut surut.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Yaitu wilayah laut suatu negara yang diukur sejauh 200 mil (± 320 km) dari garis
dasar wilayah laut. Menurut ZEE, segala sumber daya hayati maupun sumber daya
alam lainnya yang berada di bawah permukaan laut, dasar laut, dan di bawah laut
menjadi hak eksklusif Indonesia. Oleh karena itu, segala kegiatan eksplorasi,
eksploitasi, serta penelitian di zona ini harus mendapat izin terlebih dahulu dari
Pemerintah Indonesia. Sementara itu, negara lain memiliki kebebasan untuk pelayaran
dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut dengan mematuhi prinsip
hukum internasional.

Gambar B.12 Batas Perairan Laut Indonesia


Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-PwpmtO8ra2M/T9pR2JZvirI/AAAAAAAABOQ/YrJ91bNk9Xs/s1600/2.jpg

7. Pengelolaan Laut di Indonesia


Pengetahuan kelautan dan pemanfaatan wilayah laut oleh bangsa Indonesia telah ada
sejak permulaan abad masehi. Menurut sejarah, bangsa Indonesia telah menjalin hubungan
dengan pedagang-pedagang dari Arab dan Cina pada abad ke-5. Seperti telah dijelaskan di
depan bahwa wilayah pesisir dan laut memiliki potensi untuk berbagai kegiatan
sehubungan dengan sumber daya alamnya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat saling
melengkapi jika dikelola dengan baik. Namun, sebaliknya jika pengelolaannya salah justru
akan mengganggu potensi wilayah pesisir dan laut tersebut. Oleh karena itu, sangat
dibutuhkan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara bijaksana dan menyeluruh.
Artinya, wilayah pesisir dan laut dikelola secara bersama-sama dan saling mendukung.
Hingga saat ini wilayah pesisir dan laut di Indonesia belum banyak dikelola dan
dimanfaatkan secara bijaksana. Belum banyaknya pengelolaan wilayah tersebut antara lain
karena kurangnya sistem informasi yang dapat menyediakan berbagai informasi bagi
semua yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Ada beberapa
permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan perairan laut antara lain : masih
terbatasnya sarana pelayaran, potensi laut yang belum dikelola secara maksimal serta
sarana perikanan laut yang umumnya masih sederhana.

C. PERSEBARAN DAN PEMANFAATAN BIOTA LAUT

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas 1,9 juta
kilometer persegi,. Laut Nusantara yang membentang dari barat ke timur sepanjang lebih
dari 5.000 kilometer, memberikan kontribusi besar bagi perikanan dunia. Perairan
Indonesia merupakan habitat bagi 76%terumbu karang dan 37% ikan karang dunia.
Keberadaan laut menjadi penopang ekonomi masyarakat. Sekitar 2,8 juta
keluarga nelayan yang tersebar di 9.326 desa pesisir menggantungkan hidup dari laut.
Hasil tangkapan nelayan menjadi sumber protein penting bagi masyarakat. Selain itu,
laut juga digunakan sebagai sarana utama kegiatan transportasi dan distribusi ke seluruh
wilayah. Laut adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Oleh karena itu, laut harus dimanfaatkan secara benar.
1. Pemanfaatan Perairan Laut Indonesia
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor ikan, udang, dan berbagai jenis
hewan laut lainnya untuk dikirim ke luar negeri seperti Cina, Jepang, bahkan sampai
ke Amerika untuk diolah sebagai bahan makanan. Dari hal tersebut, kita dapat
berpendapat bahwa kekayaan laut Indonesia tidak hanya indah, tetapi memiliki
kualitas internasional.
Pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan salah satunya diatur dalam
UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan. Dalam pasal tersebut disebutkan
bahwa pengelolaan perikanan harus memperhatikan asas manfaat, keadilan,
kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan,
efisiensi, kelestarian, kekuatan yang berkelanjutan.
Berikut adalah beberapa pemanfaatan kekayaan sumber daya laut Indonesia:
a. Sebagai sumber pangan
Laut merupakan habitat bagi oranisme di dalamnya, baik itu tumbuhan maupun
hewan. Tumbuhan (rumput laut dan alga) dan hewan (teripang, kerang, udang,
cumi, dan beragam ikan baik demersal atau pelagis) dapat ditangkap nelayan
sehingga menjadi komoditi bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan.
b. Sebagai Objek Wisata
Laut juga memiliki manfaat sebagai objek wisata, karena memiliki panorama
yang indah. Bukan hanya keindahan yang terlihat di atas permukaannya tetapi
juga keindahan yang tersimpan di dasar laut yaitu keindahan terumbu karang
dengan biota di dalamnya. Contoh objek wisata bahari terkenal di Indonesia
adalah Bunaken dan Wakatobi (Sulawesi).
c. Sebagai Media Transportasi
Indonesia merupakan negara kepulauan, sarana transportasi laut memiliki
potensi yang penting. Banyak pelabuhan terkenal di Indonesia yang dapat
disinggahi kapal barang atau kapal penumpang. Contoh Pelabuhan Tanjung
Perak, Tanjung Priuk, Tanjung Emas, Ketapang, dan sebagainya.
d. Sebagai Sumber Bahan Tambang
Bahan tambang bukan hanya diperoleh di darat tetapi ada pula yang tersimpan
di dalam laut. Potensi bahan tambang di laut sangat beragam, misalnya, pasir
laut yang banyak diekspor ke Singapura dan Malaysia, timah dan bauksit yang
banyak terdapat di Pulau Bangka Belitung.
2. Potensi Perairan Laut Indonesia
Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 yang
merupakan tiga perempat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut
tersebut terdapat sekitar 17.508 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000
km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Fakta
fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim
terbesar di dunia. Ibarat "mutiara terpendam" potensi kelautan itu belum banyak
disentuh, mulai dari Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) maupun kawasan sepanjang
pantai. Potensi yang dapat dikembangkan antara lain :
1) Perikanan
Laut Indonesia memiliki angka potensi lestari sebesar 9,9 juta ton per tahun.
Jika dibandingkan sebaran potensi ikannya, tampak adanya perbedaan secara
umum antara Indonesia bagian Barat dan Timur. Di Indonesia bagian Barat
dengan rata-rata kedalaman 75 meter, jenis ikan yang banyak dtemukan adalah
ikan kecil. Kondisi yang agak berbeda terdapat di kawasan Indonesia Timur
yang kedalaman lautnya mencapai 4.000 m, banyak ditemukan ikan besar
seperti tuna dan cakalang.
2) Budidaya Kelautan
Budidaya kelautan terdiri dari budidaya ikan, budidaya moluska
(kekerangan, mutiara, dan teripang), dan budidaya rumput laut, yang potensi
lahan pengembangannya mencapai sekitar 913.000 hektar. Besaran potensi hasil
laut dan perikanan Indonesia mencapai 3.000 triliun per tahun, akan tetapi yang
sudah dimanfaatkan hanya sekitar 225 triliun atau sekitar 7,5% saja. Indonesia
memiliki sumber daya perikanan meliputi, perikanan tangkap di perairan
umum seluas 54 juta hektar dengan potensi produksi 0,9 juta ton/tahun.
Sedangkan untuk rumput laut, tersedia sekitar 1,1 juta hektar tetapi baru sekitar
20% atau 220.000 hektar yang sudah dimanfaatkan.
Salah satu sektor ekonomi kelautan yang berpeluang besar untuk
menjadi penyelamat adalah sektor perikanan budidaya (aquaculture),
khususnya budidaya laut (mariculture). Pasalnya, sebagai negara maritim dan
kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai 95.181 km, Indonesia memiliki
sekitar 24 juta ha wilayah perairan laut dangkal (coastal waters) yang
cocok untuk usaha budidaya laut (mariculture) dengan potensi produksi lestari
sekitar 45 juta ton/tahun (terbesar di dunia) dan nilai ekonomi langsung (on-
farm) sekitar 90 miliar dolar AS per tahun.
Apabila setiap hektar usaha budidaya laut memerlukan satu orang tenaga
kerja, maka total lapangan kerja on-farm yang bisa disediakan sekitar 24 juta
orang. Belum lagi nilai ekonomi dan tenaga kerja yang bisa digerakkan oleh
industri hulu dan industri hilir (backward-and forward-linkage industries) dari
bisnis budidaya laut ini.
3) Bioteknologi Kelautan
Bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut untuk membuat
atau memodifikasi produk, memperbaiki kualitas tumbuhan dan hewan, dan
merekayasa organisme untuk keperluan tertentu. Secara garis besar industri
bioteknologi kelautan meliputi tiga kelompok industri.
a. Pengambilan bahan alami dari biota laut sebagai bahan dasar untuk industri
makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, cat, perekat, film, kertas, dan
berbagai industri lainnya.
b. Rekayasa genetik terhadap spesies tumbuhan atau hewan untuk
menghasilkan jenis tumbuhan atau hewan baru yang memiliki
karakteristik yang lebih baik unggul.
c. Merekayasa genetik sehingga biota mampu menetralkan bahan pencemar
yang mencemari lingkungan perairan, teknik ini lazim dinamakan
sebagai bioremediasi.
Sebagai negara maritim dan kepuluan terbesar di dunia, Indonesia memiliki
potensi industri bioteknolgi kelautan terbesar di dunia, yang nilainya mencapai
US$ 50 milyar per tahun. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia merupakan
negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia (mega
marine biodiversity).
3. Persebaran Biota Laut di Perairan Indonesia
a. Perikanan
1) Perikanan Pantai
Perikanan pantai terdapat di kawasan laut dangkal dengan jarak
tempuh kurang dari 60 mil dari pantai. Jenis penangkapan ikan ini biasa
dilakukan oleh nelayan tradisional yang menggunakan perahu dayung atau
kapal motor tempel. Karena peralatan yang digunakan sangat terbatas, hasil
tangkapannya pun kurang memuaskan. Jenis ikan yang sering ditangkap,
antara lain kembung, teri, petek, lemuru, dan beberapa jenis moluska, seperti
cumi dan ubur-ubur.
2) Perikanan Laut Dalam
Perikanan laut dalam merupakan jenis penangkapan ikan di laut lepas
atau samudera yang biasa dilakukan oleh nelayan modern atau perusahaan
perikanan dengan peralatan canggih. Mereka biasa pergi menangkap ikan
dengan kapal trawl serta alat penangkap ikan berupa pukat harimau. Jala
ikan jenis ini mampu menjaring ikan dalam jumlah yang banyak, mulai dari
ikan-ikan besar sampai yang ukurannya kecil. Komoditas yang menjadi
andalan tangkapan adalah tuna dan cakalang. Beberapa wilayah di Indonesia
yang merupakan kawasan perikanan laut yang potensial antara lain sebagai
berikut.
• Perairan Selat Malaka dengan pusat di daerah Bagansiapiapi. Di wilayah
ini banyak terdapat ikan terumbuk.
• Sekitar perairan pantai utara Jawa, dan Segara Anakan (Cilacap).
• Perairan selatan Pulau Jawa, menyisir hingga kawasan timur Indonesia,
banyak terdapat ikan tuna jenis Bluefin.
• Perairan Wakatobi, Laut Banda, dan sekitarnya merupakan habitat jenis
tuna sirip kuning.
• Sekitar Air Tembaga, Bitung, dan Sulawesi Utara banyak menghasilkan
jenis ikan tuna dan cakalang.
• Perairan Maluku (sekitar Ambon) yang merupakan salah satu zona up
welling curent sehingga menjadi kawasan yang kaya dengan ikan. Di
wilayah ini banyak terdapat jenis ikan cakalang dan beberapa jenis ikan
hias.
b. Rumput Laut
Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan jumlah 17.504 pulau dan
panjang garis pantai mencapai 81.000 km memiliki potensi yang sangat besar
bagi pengembangan komoditi rumput laut, dimana kegiatan pengembangannya
telah dilakukan di seluruh perairan Indonesia mulai, dari Aceh sampai dengan
Papua. Sentra lokasi budidaya rumput laut tersebar di daerah tengah dan timur
Indonesia, seperti Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa
Tenggara Timur (NTT), Bali, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Tengah,
Maluku, Jawa Timur, dan Banten.
c. Terumbu Karang
Penyebaran terumbu karang di Indonesia tidak hanya terbatas secara
horizontal saja, namun juga secara vertikal dengan faktor kedalaman dan
struktur substrat. Pertumbuhan dan perkembangan karang berkurang secara
eksponensial dengan kedalaman. Beberapa hal yang menjadi faktor pembatas
antara lain cahaya, oksigen, suhu, dan kecerahan.
Secara umum penyebaran terumbu karang di Indonesia tersebar di pantai
barat Sumatera dan Jawa bagian selatan yang dipengaruhi oleh arus dari lautan
Hindia. Keanekaragaman terumbu karang didaerah ini relatif rendah
dikarenakan adanya Up welling berupa air naik yang membawa air dingin dari
dasar samudera. Pantai yang banyak lumpurnya seperti pantai utara Jawa tidak
mempunyai keanekaragaman terumbu karang yang tinggi bila dibandingkan
dengan daerah lain. Sebaran terumbu karang sepanjang pantai timur Sumatera,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Jawa bagian utara dipengaruhi oleh
sedimentasi yang tinggi yang dibawa oleh adanya aliran air sungai.
Pertumbuhan terumbu karang di Indonesia umumnya terdapat dipulau-pulau
kecil yang terpisah dari pulau utama semakin baik pertumbuhannya. Penyebaran
terumbu karang paling baik di daerah Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur,
Nusa Tenggara Barat, dan Bali. Didaerah ini muara sungai relatif sedikit,
struktur pantai, dan substrat dasar yang keras serta pola arus terus menerus
mengalir.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki terumbu karang terluas di
dunia. Luas terumbu karang Indonesia mencapai 18% dari terumbu karang yang
ada di dunia. Kekayaan terumbu karang Indonesia tidak hanya dari luasnya,
tetapi juga keanekaragaman hayati yang hidup di dalamnya. Keanekaragaman
hayati terumbu karang juga yang tertinggi di dunia. Di dalamnya terdapat 2.500
jenis ikan, 590 jenis karang, 2.500 jenis moluska, dan 1.500 jenis udang-
udangan. Terumbu karang yang paling beragam jenisnya di Indonesia adalah
daerah Raja Ampat, Papua yang merupakan taman laut terbesar di Indonesia ,
Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara, dan Wakatobi di Sulawesi Tenggara.
Terumbu karang memiliki manfaat ekonomis, ekologis, maupun sosial
ekonomi. Manfaat ekonomi, yaitu sebagai sumber makanan, obat-obatan, dan
objek wisata bahari. Manfaat ekologis, yaitu mengurangi hempasan gelombang
pantai yang dapat berakibat terjadinya abrasi. Manfaat sosial ekonomi, yaitu
sebagai sumber perikanan yang dapat meningkatkan pendapatan para nelayan
dan penduduk sekitar.
4. Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang terletak di daerah pasang surut
air laut. Hutan mangrove tersebar di pesisir barat Pulau Sumatra, beberapa
bagian dari pantai utara Pulau Jawa, sepanjang pesisir Kalimantan, Pesisir Pulau
Sulawesi, Pesisir Selatan Papua, dan sejumlah pulau kecil lainnya. Jenis
tumbuhan yang hidup di hutan mangrove Indonesia mencapai 89 jenis yang
total luas seluruhnya mencapai angka 3.716.000 hektare.
Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Fungsi
ekologis hutan mangrove adalah sebagai habitat atau tempat hidup, berlindung,
mencari makan, atau berkembang biak binatang laut dan melindungi pantai dari
abrasi air laut. Fungsi ekonomis hutan mangrove berupa nilai ekonomi dari kayu
dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Penduduk biasanya memanfaatkan
kayu sebagai bahan kayu bakar dan bahan pembuat arang.
D. PENCEMARAN DAN KONSERVASI PERAIRAN LAUT

1. Pengertian Pencemaran Laut


Pencemaran laut adalah peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri,
pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing)
ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya
berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar,
yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan
cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan.
Semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula
kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel
kimiawi ini bereaksi dengan oksigen. Sebagian besar sumber pencemaran laut
berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan.
2. Penyebab Pencemaran Perairan Laut
a. Pencemaran oleh minyak
Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan
yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampir tidak dapat dihindari.
Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar setiap
tahun. Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, akan mengakibatkan minyak
mengapung di atas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke
pantai.
Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan
tumbuh-tumbuhan yang hidup di suatu daerah. Minyak yang mengapung
berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air.
Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka
menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri
sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak.
Gambar D.1 Tumpahan Minyak di Laut
b. Pencemaran oleh logam berat
Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau
lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram
adalah logam ringan. Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik
(As), kadmium (Cd), kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan bentuk
materi anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan pada perairan.
Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan biasanya berasal dari
masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan
pertambangan.
Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :
No. Jenis Industri Pembuang Limbah Logam Berat
1. Kertas Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
2. Petro-chemical Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
3. Pengelantang Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
4. Pupuk Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
5. Kilang minyak Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
6. Baja Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn
7. Logam bukan besi Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
8. Kendaraan bermotor Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn
9. Semen, keramik Cr
10. Tekstil Cr
11. Industri kulit Cr
12. Pembangkit listrik tenaga uap Cr, Zn
Logam berat yang memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 adalah
logam berat yang bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan
logam berat semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di
dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam
tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan
secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air
tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan
menimbulkan bahaya kesehatan.

Gambar D.2 Pencemaran Logam Berat


c. Pencemaran oleh sampah
Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung
dan terendap di lautan. 80% dari sampah di laut adalah plastik. Massa plastik di
lautan diperkirakan menumpuk hingga 100 juta metrik ton. Plastik dan turunan
lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar dan
perikanan.
Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di
laut. Jaring ini sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung
laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan,
menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan kembali ke permukaan
untuk bernapas. Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang ke laut
melalui daerah aliran sungai (DAS).
Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya
kandungan oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan
berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di
daerah tersebut. Pada keadaan yang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada
didaerah tersebut akan berkurang secara drastis dan dapat mengakibatkan bagian
dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang dapat hidup
hanya dari golongan cacing saja.

Gambar D.3 Pencemaran Laut oleh Sampah


d. Pencemaran oleh pestisida
Pencemaran yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif.
Pestisida sengaja ditebarkan dengan tujuan untuk mengontrol hama tanaman atau
organisme-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini harus
mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organisme-organisme
yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya
pestisida bisa membunuh biota laut.
Beberapa pestisida yang dipakai berasal dari suatu grup bahan kimia yang
disebut Organochloride. Pestisida jenis ini termasuk golongan yang mempunyai
ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-molekul ini kemungkinan dapat
bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak mulai dipergunakan. Hal itu sangat
berbahaya karena dengan digunakannya golongan ini secara terus menerus akan
terjadi penumpukan di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang
tidak dapat ditolerir lagi dan berbahaya bagi organisme yang hidup.
e. Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi,
biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal
ini dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan
pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek
lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta
tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain. Muara merupakan
wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan
dari tanah akan terkonsentrasi.
f. Pencemaran akibat polusi kebisingan
Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara
dari sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan
frekuensi sonar angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di
udara. Hewan laut, seperti paus, cenderung memiliki penglihatan lemah, dan
hidup di wilayah yang sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini
berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di wilayah gelap.
Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik
sekitar sepuluh desibel (meningkat sepuluh kali lipat).
3. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Air Laut
Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran laut :
a. Tidak membuang sampah ke laut
b. Penggunaan pestisida secukupnya
c. Selalu biasakan untuk tidak membuang puntung rokok di sekitar laut.
d. Kurangi penggunaan plastik
e. Jangan tinggalkan tali pancing, jala, atau sisa sampah dari kegiatan memancing di
laut.
f. Setiap industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
g. Menggunakan pertambangan ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup.
h. Pendaurulangan sampah organik
i. Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi
tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran
air.
j. Penegakan hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah
k. Melakukan proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untuk
menetralisir pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari ledakan
ladang minyak.
l. Fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam berat
juga ditempuh. Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah pohon api-api
(Avicennia marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan akumulasi logam berat
yang tinggi.
m. Melakukan pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta
masyarakat
4. Konservasi Perairan Laut
Konservasi dalam bahasa inggris disebut conservation yang artinya pengawetan atau
perlindungan alam. Konservasi adalah upaya yang dilakukan untuk pemeliharaan dan
pengembangan alam menurut status aslinya. Dengan kata lain dalam konservasi laut
diharapkan agar mampu untuk melindungi dan mengembangkan sumberdaya yang ada di
laut baik berupa hewan, tumbuhan, dan lain-lain sehingga tercipta alam laut yang alami
tanpa diusik oleh tangan-tangan usil manusia.
Menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah:
a. Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang
berakibat pada pengurangan konsumsi energi dilain pihak menyediakan jasa yang
sama tingkatannya.
b. Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber
daya alam.
c. Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kimia atau
transformasi fisik.
d. Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan.
e. Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara
keanekaragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan
lingkungan alaminya.
Jadi konservasi ekosistem laut merupakan upaya untuk melindungi dan
mengembangkan potensi ekosistem yang ada di laut dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga tercipta kelestarian ekosistem.
Bentuk-bentuk konservasi sebagai berikut :
a. Konservasi Ekosistem Pantai
Pantai merupakan ekosistem yang terletak antar garis air surut terendah
dengan air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah rendah yang
substratnya berbatu dan berkerikil (yang mengandung flora dan fauna dalam
jumlah terbatas) hingga daerah berpasir aktif (dimana populasi bakteri, protozoa,
dan metozoa ditemukan) serta daerah yang bersubstrat liat dan lumpur (dimana
ditemukan sejumlah besar komunitas binatang yang jarang muncul ke permukaan).
Banyak diantara pantai-pantai di Indonesia yang mengalami abrasi, mulai dari
yang tingkat abrasinya rendah, sedang, sampai yang tingkat abrasinya parah/tinggi.
Dalam upaya mengatasi abrasi ini sudah saatnya bagi kita untuk memikirkan cara-
cara dan melakukan tindakan yang berwawasan konservasi, tidak lagi hanya
dengan melakukan upaya yang sifatnya sementara saja. Pencegahan ataupun
penanggulangan abrasi dengan berwawasan konservasi ini tentunya akan
memberikan berbagai keuntungan bagi lingkungan (alam) yang akan membawa
banyak imbas positif dalam kehidupan manusia. Salah satu cara mencegah ataupun
mengatasi abrasi yaitu dengan cara penanaman bakau. Sebenarnya telah banyak
orang yang mengetahui fungsi dan kegunaan hutan bakau bagi lingkungan. Namun
dalam prakteknya di lapangan, masih banyak pula yang belum memanfaatkan
hutan bakau sebagai sarana untuk mencegah atau mengatasi abrasi.
Yang sering terlihat, dalam usaha mengatasi abrasi di daerah pantai,
pemerintah di beberapa daerah melakukan kebijakan pencegahan abrasi dengan
membangun pemecah gelombang buatan di sekitar pantai dengan maksud untuk
mengurangi abrasi yang terjadi tanpa dibarengi dengan usaha konservasi ekosistem
pantai (seperti penanaman bakau dan/atau konservasi terumbu karang). Akibatnya
dalam beberapa tahun kemudian abrasi kembali terjadi karena pemecah gelombang
buatan tersebut tidak mampu terus-menerus menahan terjangan gelombang laut.
Ketika pemecah gelombang telah rusak, lagi-lagi pemerintah setempat membangun
pemecah geombang buatan tanpa dibarengi dengan penanaman bakau atau
konservasi terumbu karang yang rusak. Hal tersebut seakan-akan menjadi suatu
rutinitas yang bila difikir lebih jauh, tetunya hal tersebut akan berimbas terhadap
dana yang harus dikeluarkan daerah setempat.
Seandainya, dalam mengatasi abrasi tersebut kebijakan yang diambil
pemerintah yaitu dengan membangun pemecah gelombang buatan (pada awal
usaha mengatasi abrasi atau jika kondisi abrasi benar-benar parah dan diperlukan
tindakan super cepat) dengan dibarengi penanaman bakau di sekitar daerah yang
terkena abrasi atau bahkan bila memungkinkan dibarengi pula dengan konservasi
terumbu karang, tentunya pemerintah setempat tidak perlu secara berkala terus
menerus membangun pemecah gelombang yang menghabiskan dana yang tidak
sedikit. Hal ini dikarenakan dalam beberapa tahun sejak penanaman, tanaman-
tanaman bakau tersebut sudah cukup untuk mengatasi atau mengurangi abrasi yang
terjadi.
b. Konservasi ekosistem estuari
Estuari merupakan suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir
sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya
percampuran antara air tawar dan air laut. Salah satu bagian wilayah pesisir yang
memiliki tingkat kesuburan cukup tinggi adalah estuaria (muara sungai). Daerah ini
merupakan ekosistem produktif yang setara dengan hutan hujan tropik dan terumbu
karang, karena perannya adalah sebagai sumber zat hara, memiliki komposisi
tumbuhan yang beragam sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang
tahun, serta sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang
surut.
Kondisi ekosistem yang produktif ini kemudian menjadikannya sebagai salah
satu wilayah yang memiliki tingkat produktifitas tinggi. Produktifitas merupakan
suatu proses produksi yang menghasilkan bahan organik yang meliputi
produktifitas primer ataupun sekunder. Produktifitas primer pada wilayah estuaria
dapat diartikan sebagai banyaknya energi yang diikat atau tersimpan dalam
aktifitas fotosintesis dari organisme produsen, terutama tanaman yang berklorofil
dalam bentuk-bentuk substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan. Produktifitas ini dilakukan oleh organisme ‘outotroph’.
Estuari merupakan wilayah yang sangat dinamis (dynamics area), rentan
terhadap perubahan dan kerusakan lingkungan baik fisik maupun biologi
(ekosistem) dari dampak aktifitas manusia di darat ataupun pemanfaatan
sumberdaya perairan laut secara berlebihan (over-exploited).
Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber kerusakan dan perubahan
fisik lingkungan wilayah estuaria antara lain:
1) Semakin meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di
darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wilayah estuaria.
2) Pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya
dukung produktifitas pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya
perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat tekanan
dan menyebabkan menurunnya produktifitas.
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada
ekosistem perairan wilayah estuaria yaitu:
1) Menata kembali sistem pengelolaan daerah atas.
Pembangunan lahan atas harus memperhitungkan dan
mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir. Jika
penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap, budidaya
atau konservasi maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif.
Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang
memerlukan kualitas perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak
diperkenankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat
menimbulkan pencemaran atau limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai
harus melalui pengolahan terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah
ditetapkan.
2) Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
Wilayah estuaria yang berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah
spesies untuk berlindung dan mencari makan serta tempat reproduksi dan
tumbuh, oleh karenanya di dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan
khususnya di wilayah estuaria diperlukan tindakan-tindakan yang bijaksana
yang berorientasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan
sebaiknya memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity).
c. Konsenvasi Hutan Mangrove
Mangrove/bakau merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang khas
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur, berpasir, atau
muara sungai, seperti pohon api-api (Avicennia spp), bakau (Rhizophora spp),
pedada (Sonneratia), tanjang (Bruguiera), nyirih (Xylocarpus), tengar (Ceriops)
dan buta-buta (Exoecaria).
Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah
diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik,
tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan
dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru,
penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo, 1979).
Masing-masing kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis
perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan keadaan kawasan pantai dan
ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur
tangan manusia.
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini
mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara
lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal),
tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery
ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta
sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain :
penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil
bibit.
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu
atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut
tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang
terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut
dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%

E. POTENSI, PERSEBARAN, DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DARAT

1. SUNGAI
Sungai adalah aliran air yang mengalir memanjang mulai dari sumber (bagian hulu)
sampai ke muara (bagian hilir). Sumber air sungai dapat berasal dari air hujan dan
pencarian es atau gletser. Adapun badan-badan air yang berfungsi sebagai muara
adalah laut, danau, atau sungai lain.
a. Pembagian wilayah sungai
Gambar E.1 Pembagian wilayah sungai
Sumber : http://harirustianto.blogspot.com

1) Hulu
Pada umunya terletak pada dataran tinggi. Badan sungai sempit dengan
kecepatan aliran cukup besar sehingga erosi bagian dasar lebih besar daripada
bagian tepi.
2) Tengah
Lembah menyerupai huruf U. Kecepatan aliran mulai kecil sehingga partikel
besar mulai diendapkan pada bagian tepi sungai.
3) Hilir
Air mengalir sangat lambat sehingga hanya partikel berukuran kecil yang
masih mampu mengalir.
b. Klasifikasi sungai
1) Berdasarkan debit dan volumenya
a) Sungai episodik atau sungai permanen
Sungai yang memiliki volume dan debit air yang relatif konstan sepanjang
tahun.
b) Sungai periodik atau sungai non permanen
Sungai yang volume dan debit airnya tinggi di musim penghujan dan kering
dimusim kemarau.
c) Sungai ephemeral
Sungai yang terisi air jika terjadi hujan dan selanjutnya kering kembali.
2) Berdasarkan sumber airnya
a) Sungai hujan
Sungai yang sumber airnya berasal dari resapan air hujan, kemudian keluar
sebagai mata air.
b) Sungai gletser
Sungai yang sumber airnya berasal dari gletser. Sungai gletser hanya ada
di daerah bersalju dan es. Di Indonesia ada di bagian hulu sungai
membramo dan digul.
c) Sungai campuran
Sungai gletser yang mendapat tambahan air hujan, seperti sungai di bagian
tengah dan hilir di papua.

3) Berdasarkan genetiknya

Gambar E.2 Pembagian sungai berdasar genetiknya


Sumber : www.agrobisnisinfo.com
a) R (sungai Resekuen)
Sungai yang mengalir searah dengan kemiringan batuan. Sejajar dengan
sungai konsekuen. Merupakan anak sungai subsekuen yang terbentuk
setelah sungai konsekuen dan sungai subsekuen pada bidang erosi yang
baru dan pada level lebih rendah.
b) K (sungai Konsekuen)
Sungai yang alirannya searah dengan kemiringan batuan yang dilaluinya.
Terdapat dua jenis sungai konsekuen.
• Konsekuen lateral : menuruni lereng-lereng asli yang ada di
permukaan bumi seperti dome, pegunungan blok, atau dataran yang
baru terangkat.
• Konsekuen longitudinal : memiliki aliran sejajar dengan bagian puncak
gelombang pegunungan.
c) O (sungai Obsekuen)
Sungai yang mengalir berlawanan arah dengan kemiringan struktur batuan
dan juga sungai konsekuen.
d) S (sungai Subsekuen)
Sungai yang mengalir sejajar dengan arah perlapisan. Mengalir pada
bidang yang relatif tahan erosi. Umumnya tegak lurus dengan sungai
konsekuen.

c. Pola aliran sungai


1) Pola aliran dendritik
Sungai yang umum dijumpai. Daerah aliran sungainya luas, aliran sungai
konsekuen, dan anak-anak sungainya mirip cabang atau akar pohon.
Terbentuk pada daerah dengan kemiringan struktur batuan yang hampir
horizontal dan memiliki tingkat resistensi batuan yang seragam.

Gambar E.3 Pola aliran dendritik


Sumber : www.lets-sekolah.blogspot.com
2) Pola aliran trelis
Banyak ditemukan di daerah yang memiliki struktur perlipatan dan daerah
pesisir. Pola trelis terbentuk di area bidang perlapisan yang tersingkap panjang
dan sejajar. Pola ini menunjukkan desain geometris berbentuk persegi dari
jaringan konsekuen dan anak-anak sungai. Anak-anak sungai ini hampir
membentuk sudut 900 terhadap sungai induknya dengan panjang yang relatif
sama.

Gambar E.4 Pola aliran trelis


Sumber : www.aditiamuhamad.blogspot.com
3) Pola aliran rektangular
Terbentuk akibat adanya patahan atau rekahan pada permukaan suatu area.
Juga memiliki geometri berbentuk persegi dengan sudut 900. Berbeda dengan
trelis, pola ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan struktur batuan sehingga
terkadang tidak ada jaringan antarsungai. Ruang antar sungai memiliki jarak
lebih lebar antara sungai satu dengan berikutnya.

Gambar E.5 Pola aliran rektangular


Sumber : www.lets-sekolah.blogspot.com
4) Pola aliran paralel
Pola aliran sungai yang arah alirannya hampir sejajar dengan sungai induk.
Terbentuk di daerah dengan batuan seragam dengan kemiringan yang sama.
Umumnya terbentuk di wilayah pesisir yang sempit atau lereng perbukitan
yang panjang.

Gambar 6. Pola aliran paralel


Sumber : www.gurugeografi.id

5) Pola aliran radial sentripetal


Pola aliran yang ditemukan di daerah topografi seperti kubah, bukit terisolasi,
atau kerucut vulkanik dengan lereng divergen yang ditemukan disemua arah.
Daerah aliran sungai berasal dari puncak topografi dan menyebar ke segala
arah dari atas dataran tinggi.

Gambar E.7 Pola aliran sentripetal


Sumber : www.fastrans.blogspot.com
6) Pola aliran radial
Terbentuk pada sungai-sungai dari arah yang berbeda bertemu di dalam satu
cekungan, seperti laut pedalaman, danau, atau cekungan struktural.

Gambar E.8 Pola aliran radial


Sumber : www.lunu.blogspot.com
7) Pola anular
Pola anular melingkar menunjukkan aliran konsentrasi sungai di sekitar
dataran tinggi. Umumnya terjadi ketika batuan keras dan lunak tersusun dalam
bentuk konsentris di sebuah struktur seperti kubah.

Gambar E.9 Pola aliran anular


Sumber : www.fastrans.blogspot.com
8) Pola pinnate
Pola pengaliran anak-anak sungai yang bermuara ke sungai induk membentuk
sudut lancip. Banyak ditemui di daerah yang memiliki lereng tinggi dan
curam.
Gambar E.10 Pola aliran pinnate
Sumber : www.fastrans.blogspot.com.
d. Manfaat sungai bagi kehidupa manusia
1) Menampung dan mengalirkan air hujan.
2) Pembangkit listrik.
3) Pusat dari ekosistem.
4) Sumber mata pencaharian.
5) Sebagai tempat wisata.
6) Sumber air kehidupan.
7) Pencegah banjir.

2. AIR TANAH
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antara
butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah
yang disebut akuifer. Air tanah dapat disebut aliran yang secara alami mengalir ke
permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran air tanah
1) Tingkat porositas tanah dan batuan
Porositas tanah adalah ruang volume pori-pori tanah yang dapat meoloskan air
dari satu lapisan ke lapisan yang lain.
2) Kemiringan lereng
Lereng yang miring memiliki tingkat infiltrasi lebih tinggi daripada lereng yang
landai atau lereng yang datar. Air hujan yang jatuh di wilayah dataran tinggi
lebih cepat bergerak sebagai air larian (run off), sedangkan air yang jatuh di
wilayah datar lebih banyak meresap melalui pori-pori tanah.
3) Tingkat kelembaban tanah
Tanah kering memiliki kemampuan untuk menyerap air lebih banyak dibanding
dengan tanah yang lembap atau basah.
b. Klasifikasi air tanah
1) Beradasarkan letaknya

Gambar E.11 Klasifikasi air tanah berdasarkan letaknya


Sumber : www.rinessa.blogspot.com
a) Air tanah freatis
Air tanah yang berada di atas lapisan kedap air. Biasanya letaknya jauh dari
permukaan tanah.
b) Air tanah artesis
Air yang terperangkap diantara dua lapisan kedap air. Letaknya jauh di
dalam tanah. Untuk pemanfaatan perlu dibuat sumur artesis atau sumur bor.
2) Berdasarkan asal-airnya
a) Air tanah meteorik
Air tanah yang airnya berasal dari hujan dan gletser.
b) Air tanah tubir
Air tanah yang airnya berasal dari dalam perut bumi, seperti air tanah yang
tersimpan di dalam batuan sedimen.
c) Air tanah juvenile
Mata air panas yang naik ke permukaan karena gas-gas magma yang
dilepaskan
d) Air tanah fosil
Air tanah yang terperangkap dalam rongga-rongga batuan dan tetap tinggal
dalam batuan tersebut sejak penimbunan terjadi.
c. Manfaat air tanah bagi manusia
1) Sebagai bagian dari siklus hidrologi.
2) Memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti memasak dan mencuci.
3) Membantu proses produksi pada industri kecil atau industri rumah tangga.
4) Sebagai sumber irigasi pertanian, yang dialirkan melalui sumur bor.

3. DANAU
Danau adalah suatu genangan air dalam jumlah besar yang menempati cekungan
dan terletak di wilayah daratan. Air yang menggenangi danau dapat berasal dari mata
air, air tanah, air sungai yang bermuara di danau tersebut atau berasal dari air hujan.

Gambar E.12 Danau Maninjau di Sumatera Barat


Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/8a/Panoramaninjau.jpg
Suatu genangan dapat disebut danau apabila memiliki tiga syarat ini:
1) Mempunyai permukaan air yang cukup luas sehingga mampu menimbulkan
gelombang.
2) Air cukup dalam sehingga terdapat strata suhu pada kedalaman air tersebut.
3) Vegetasi yang mengapung tidak cukup untuk menutupi seluruh permukaan
danau.
a. Klasifikasi Danau
1) Berdasarkan Jenis Airnya
a) Danau Air Asin
Dikatakan danau air asin karena airnya asin. Pada umumnya danau air
asin terdapat di daerah semiarid dan arid dimana terjadi proses
penguapan yang sangat kuat dan danau bersifat tertutup sehingga air yang
ada tidak terganti. Ketika danau mengering, terdapat lapisan garam di
dasar danau. Contoh : Great Salt Lake di Amerika Serikat.

Gambar E.13 Great Salt Lake


Sumber: https://cache-graphicslib.viator.com/graphicslib/page-
images/360x240/166945_shutterstock_135015434.jpg
b) Danau Air Tawar
Dikatakan danau air tawar karena airnya tawar. Danau air tawar terutama
terdapat di daerah-daerah yang beriklim humid (basah) dengan curah
hujan tinggi. Pada umumnya jenis danau ini mendapatkan sumber air dari
hujan dan mengalirkan airnya kembali ke laut sehingga termasuk dalam
danau terbuka. Contohnya adalah danau-danau yang ada di Indonesia.

Gambar E.14 Danau Toba, termasuk Danau Air Tawar


Sumber: https://encrypted-
tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQrfCjcd43pQ15CVA8TPgIFe8-
wrT3ud2MBcl9nvtY4Z_vR8s7PFA
2) Berdasarkan Proses Tebentuknya
a) Danau Tektonik
Pada dasarnya yang dimaksud dengan danau tektonik adalah danau yang
terbentuk akibat peristiwa tektonik seperti gempa bumi. Peristiwa gempa
tersebut akan berujung pada fault atau suatu kejadian dimana permukaan
tanah mengalami patahan. Selanjutnya, patahan tersebut akan mengalami
pemerosotan atau dikenal juga dengan istilah subsidence/amblas. Lokasi
amblas ini akan membentuk cekungan alami. Pada saat musim penghujan,
cekungan bekas gempa tersebut kemudian akan terisi oleh air dan jadilah
danau alami.

Gambar E.15 Proses patahan


Sumber: http://www.everythingselectric.com/wp-content/uploads/fault-horsts-grabens-1.jpg

Danau yang terbentuk akibat gempa ini bisa dijumpai dengan mudah di
Indonesia. Contohnya antara lain Danau Singkarak, Danau Tondano, Danau
Towuti, Danau Poso, Danau Tempe, Danau Maninaju, Danau Takengon, dan
masih banyak lagi lainnya.

Gambar E.16 Danau Singkarak


Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-
DHMPrl460d8/UbWFwLk0woI/AAAAAAAAAo4/TmqHlQO7GHk/s1600/danau-
singkarak.jpg
b) Danau Vulkanik
Danau ini terbentuk dari aktivitas vulkanik. Pada bekas letusan gunung api
akan menimbulkan cekungan yang disebut depresi vulkanik. Jika dasar
tersebut kemudian tertutup oleh material vulkanik yang kedap air, maka air
hujan yang jatuh akan tertampung dan membentuk danau vulkanik.
Ciri lain suatu danau merupakan danau tektonik adalah terdapat jejak
endapan material letusan gunung api tua di lembah-lembah di sekitar danau.
Bukit-bukit yang mengelilingi danau juga mencirikan dinding sisa runtuhan
tubuh gunung api akibat letusan kaldera. Dinding kaldera sangat khas karena
tegak.
Contohnya adalah Danau Batur, Danau Kelimutu, Danau Kerinci, Danau
Toba, Danau Kawah di Gunung Kelud, Danau Telaga Warna di Dieng.

Gambar E.17 Danau Kelimutu


Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-
DHMPrl460d8/UbWFwLk0woI/AAAAAAAAAo4/TmqHlQO7GHk/s1600/danau-
singkarak.jpg
c) Danau Karst
Danau karst ini ini merupakan danau yang terjadi di daerah bertanah kapur
sebagai akibat dari proses pelarutan terhadap batuan kapur yang dilakukan
oleh air hujan. Proses pelarutan kapur ini lama kelamaan akan membentuk
sebuah cekungan dan cekungan tersebut akan terisi air, sehingga terbentuklah
danau. Contoh : dolina di Gunung Kidul.

Gambar E.18 Danau doline Saptosari, Gunung Kidul


Sumber: https://younggeomorphologys.files.wordpress.com/2010/04/pemanfaatan-doline.jpg?w=300&h=225

d) Danau Glasial
Jenis danau selanjutnya adalah danau glasial. Danau glasial ini merupakan
danau yang terjadi karena adanya proses erosi glasial, yakni erosi yang
terjadi pada gletser. Karena proses erosi inilah membentuk sebuah cekungan,
dan cekungan tersebut terisi oleh air sehingga terbentuklah sebuah danau.
Biasanya, danau jenis ini banyak dijumpai di daerah sekitar kawasan iklim
kutub. Contoh : danau Michigan di Amerika Serikat, Danau St. Laurence di
Kanada, Danau Superior, dan Danau Mc. Kanzie.

Gambar E.19 Danau Finger, New York


Sumber: https://arisudev.files.wordpress.com/2011/12/finger_lake.jpg?w=500&h=332
e) Danau Buatan (Waduk)
Danau yang terjadi akibat manusia karena memang sengaja dibangun oleh
manusia yang biasa disebut waduk. Manusia membangun waduk atau
bendungan dengan tujuan tertentu, seperti pengendali banjir, menejemen
sumber daya air, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), irigasi, pariwisata,
budidaya ikan, dan sebagainya.
Contoh : Waduk Jati Luhur (Jawa Barat), Waduk Serbaguna Wonogiri (Jawa
Tengah), Waduk Karang Kates (Jawa Timur), dan Waduk Asahan (Sumatra
Utara).
Gambar E.20 Waduk Sermo
Sumber: http://www.piknikdong.com/wp-content/uploads/2015/03/Mengenal-Keindahan-
Waduk-Sermo-Kulon-Progo.jpg
b. Penyebab Hilangnya Danau
Suatu danau dapat hilang karena beberapa hal berikut:
1) Pembentukan delta-delta dan sedimentasi di danau yang mengakibatkan
penyempitan dan pendangkalan danau yang akhirnya membuat danau
menghilang.

Gambar E.21 Pengerukan material sedimentasi di Danau Buyan, Bali


Sumber http://singarajafm.com/wp-content/uploads/2016/06/160617.-mud-pengerukan-sedimentasi-Danau-Buyan-1-
1024x682.jpg

2) Gerakan tektonik berupa pengangkatan dasar danau.


3) Penguapan yang tinggi terutama di daerah kering
Gambar E.22 Danau Waiau, Hawaii yang mengering
Sumber https://2.bp.blogspot.com/-h-47Aea0O08/VUS1BnUBaYI/AAAAAAABEO8/_ozwkEUNI4o/s1600/36.jpg

4) Sungai-sungai yang mengalir keluar dari danau menimbulkan erosi dasar pada
bibir danau sehingga bibir danau semakin rendah dan air yang keluar dari danau
semakin banyak. Akibatnya danau akan kehabisan air dan mengering.

Luas perairan danau alam di Indonesia sekitar 518.240,2 ha atau 0,27% dari
luas daratan Indonesia. Sebagian besar diantaranya belum dimanfaatkan secara
maksimal. Air danau di Indonesia sebagian besar masih aman kecuali Danau / Waduk
Pluit di Jakarta. Danau ini sudah tidak layak dari segala jenis peruntukan karena
memiliki kandungan nitrat, fosfat, klorida, dan sulfat yang sangat tinggi.

Gambar E.23 Waduk Pluit, Jakarta


Sumber https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2016/07/14/729149/670x335/4-pompa-waduk-
pluit-rusak-istana-dan-balai-kota-terancam-banjir.jpg
Permasalahan lain yang dialami danau-danau di Indonesia adalah proses
sedimentasi, seperti yang terjadi di Danau Tempe (Sulawesi Selatan), Danau Sentani
(Papua), Danau Singkarak (Sumatera Barat), Danau Tondano, dan Danau Limboto
(Sulawesi Utara). Upaya yang harus dilakukan dalam rangka pembinaan dan
pengelolaan danau antara lain dengan menjaga kelestarian hutan di sekitar danau.
Hal ini agar ketersediaan air tetap terjaga dan menanggulangi tingkat sedimentasi
yang berlebihan. Upaya lainnya adalah memberikan penyuluhan dan melatih
masyarakat mengenai pentingnya mempertahankan kualitas hutan, tanah, dan air.
c. Pemanfaatan Danau
1) Merupakan tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora maupun fauna yang
bersifat penting. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa danau merupakan tempat
hidup berbagai jenis flora dan fauna.
2) Merupakan sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di
lingkungan sekitarnya. Air yang ada di danau merupakan air yang bersih. Apabila
danau tersebut merupakan jenis danau air tawar, maka air danau tersebut dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan, diantaranya rumah tangga,
industri, maupun pertanian (untuk mengairi lahan persawahan atau ladang).
3) Sebagai sumber listrik. Air danau juga dapat dijadikan sebagai sumber pembangkit
listrik, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air.

Gambar E.24 PLTA Waduk Wonogiri


Sumber http://assets.kompas.com/data/photo/2016/12/15/1834220IMG-20161215-WA0-780x390.jpg

4) Sarana rekreasi keluarga.Di danau terdapat banyak aktivitas yang dapat


dilakukan, seperti memancing, berkeliling danau menggunakan perahu, maupun
sekedar menikmati pemandangan alam yang ada di sekitarnya.

Gambar E.25 Danau Ciburuy, Bandung


Sumber http://www.buahatiku.com/wp-content/uploads/2015/02/situ-ciburuy-300x199.jpg

5) Sebagai sarana edukasi. Ekosistem danau juga mempunyai fungsi sebagai sarana
edukasi atau pendidikan tentang ketergantungan makhluk hidup terhadap
lingkungannya. Danau dapat dijadikan sebagi objek penelitian tentang ekosistem,
kualitas air danau, dll.

4. RAWA
Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang
panjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged)
air dangkal. Rawa selalu tergenang air baik dari air hujan, air tanah, atau air
permukaan lainnya dan tidak ada jalan untuk pelepasan airnya secara lancar. Rawa
adalah daerah rendah yang tergenang air dan pada umumnya permukaan air rawa
selalu dibawah atau sama dengan permukaan air laut, sehingga airnya selalu
menggenang dan permukaan airnya selalu tertutup oleh tumbuhan air, tidak bergerak
(static) atau mengalir, baik air tawar, payau, maupun air asin, termasuk juga
wilayah laut yang kedalaman airnya, pada keadaan surut terendah tidak melebihi
enam meter.

Gambar E.26 Rawa


Sumber https://2.bp.blogspot.com/-
P_98mVF_Od0/Vrl88lkRTcI/AAAAAAAAAgg/I1tiPdgCfSw/s640/Pengertian%2BRawa%252C%2BJenis%2Bdan%2BM
anfaat.jpg

Karakteristik rawa antara lain :


a. Air rawa adalah airnya asam dan berwarna coklat tampak kehitam-hitaman.
b. Air rawa disekitar pantai sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.
c. Pada saat air laut pasang permukaan rawa banyak tergenang dan saat air surut,
daerah ini kering.
d. Rawa di tepi pantai banyak ditumbuhi oleh Pohon Bakau sedangkan yang ada di
daerah pedalaman banyak ditumbuhi Palem Nipah (sejenis palem).
e. Kadar keasaman airnya tinggi.
f. Airnya tidak dapat di minum.
g. Dasar rawa terdapat tanah gambut.
a. Klasifikasi Rawa
1) Berdasarkan Tingkat Genangan Airnya
a) Rawa yang Selalu Tergenang
Adalah rawa yang tidak pernah kering sepanjang tahun, terbentuk oleh
genangan air hujan atau air tanah yang tidak mempunyai pelepasan. Air di
rawa tersebut sangat asam dan berwarna kemerah-merahan. Di rawa
tersebut hampir tidak ada organisme yang dapat hidup.

Gambar E.27 Rawa Selalu Tergenang


Sumber https://2.bp.blogspot.com/-
GLcxwVRCU8M/VFs2hx6Q3UI/AAAAAAAAEZ4/9z9k-Z1CboE/s320/rawa.jpg
b) Rawa yang Tidak Selalu Tergenang
Jenis rawa ini memperoleh pergantian air tawar yang berasal dari limpahan
air sungai saat terjadi pasang naik air laut. Proses pergantian air yang
senantiasa berlangsung mengakibatkan kondisi air di wilayah rawa tidak
terlalu asam sehingga beberapa jenis hewan dan tanaman mampu hidup dan
beradaptasi dengan wilayah ini. Jenis flora khas yang tumbuh di wilayah
rawa antara lain mangrove, nipah, dan rumbia. Penduduk yang tinggal di
sekitar kawasan pantai biasa memanfaatkan wilayah rawa ini dengan
budidaya sawah pasang surut.
Gambar E.28 Pengolahan Rawa Pasang Surut
Sumber http://www.pusdatarawa.or.id/wp-content/gallery/kalsel-batola/3.jpg

2) Berdasarkan Kondisi Air dan Jenis Tumbuhan Yang Hidup


1) Swamp
Menyatakan wilayah lahan, atau area yang secara permanen selalu jenuh air,
permukaan air tanahnya dangkal, atau tergenang air dangkal hampir sepanjang
waktu dalam setahun. Air umumnya tidak bergerak, atau tidak mengalir
(stagnant), dan bagian dasar tanah berupa lumpur. Pada umumnya daerah ini
ditumbuhi flora seperti lumut, rumput- rumputan, semak-semak, dan
tumbuhan jenis pohon.

Gambar E.29 Swamp


Sumber https://cdn.pixabay.com/photo/2013/12/16/10/52/swamp-229250_960_720.jpg
2) Marsh
Rawa yang genangan airnya bersifat tidak permanen, namun mengalami
genangan banjir dari sungai atau air pasang dari laut secara periodik, dimana
debu dan liat sebagai muatan sedimen sungai seringkali diendapkan.
Tanahnya selalu jenuh air, dengan genangan relatif dangkal. Marsh biasanya
ditumbuhi berbagai tumbuhan akuatik, atau hidrofitik, berupa lumut dan
rumput, seperti sejenis rumput rawa berbatang padat, yang batangnya dapat
dianyam menjadi tikar, topi, atau keranjang.

Gambar E.30 Marsh


Sumber https://cdn.pixabay.com/photo/2015/03/29/15/58/marsh-697390_960_720.jpg
3) Bog
Rawa yang tergenang air dangkal, dimana permukaan tanahnya tertutup
lapisan vegetasi yang melapuk, khususnya lumut sebagai vegetasi dominan,
yang menghasilkan lapisan gambut (bereaksi) masam. Ada dua macam bog,
yaitu “blanket bog” dan “raised bog”. Blanket bog adalah rawa yang
terbentuk karena kondisi curah hujan tinggi, membentuk deposit gambut
tersusun dari lumut, menutupi tanah seperti selimut pada permukaan lahan yang
relatif rata. Raised bog adalah akumulasi gambut masam yang tebal, disebut
“hochmoor”, yang dapat mencapai ketebalan 5 meter.

Gambar E.31 Bog


Sumber http://wetlife2.gpf.lt/wp-content/uploads/2014/09/1_tituline3.jpg
4) Rawa Pasang Surut
Rawa pasang surut merupakan rawa yang jumlah kandungan airnya selalu
berubah-ubah (pasang surut), hal ini dikarenakan oleh adanya pengaruh
pasang surutnya air laut. Bakau adalah tanaman yang sering ada di daerah ini.
b. Persebaran Rawa Di Indonesia
Sumberdaya lahan rawa di Indonesia, sebagai salah satu pilihan lahan
pertanian di masa depan, secara dominan terdapat di empat pulau besar di luar
Jawa, yaitu Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua, serta sebagian kecil di
Pulau Sulawesi.
Di Sumatera, penyebaran lahan rawa secara dominan terdapat di dataran
rendah sepanjang pantai timur, terutama di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, dan
Jambi, serta dijumpai lebih sempit di Provinsi Sumatera Utara dan Lampung.
Di pantai barat, lahan rawa menempati dataran pantai sempit, terutama di
Provinsi Nanggro Aceh Darussalam (sekitar Meulaboh dan Tapaktuan), Sumatera
Barat (Rawa Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan), dan Bengkulu (selatan
kota Bengkulu).
Di Kalimantan, penyebaran lahan rawa yang dominan terdapat di
dataran rendah sepanjang pantai barat, termasuk wilayah Provinsi
Kalimantan Barat; pantai selatan, dalam wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah, dan sedikit di Kalimantan Selatan; serta pantai timur dan timur
laut, dalam wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Penyebaran rawa lebak yang
cukup luas, terdapat di daerah hulu Sungai Kapuas Besar, sebelah barat
Putussibau, Kalimantan Barat, serta di sekitar Danau Semayang dan Melintang,
sekitar Kotabangun, di Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian tengah Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur.
Di Sulawesi, penyebaran lahan rawa relatif tidak luas, dan terdapat
tempat di dataran pantai yang sempit. Lahan rawa yang relatif agak luas
ditemukan di pantai barat-daya kota Palu, dalam wilayah Kabupaten
Mamuju, kemudian di sekitar Teluk Bone, sepanjang pantai timur-Iaut Palopo,
dan sedikit di pantai selatan Kabupaten Toli-toli di sekitar Teluk Tomini.
Di Papua, penyebaran lahan rawa yang terluas terdapat di dataran rendah
sepanjang pantai selatan, termasuk wilayah Kabupaten Fakfak, dan pantai
tenggara dalam wilayah Kabupaten Merauke. Kemudian di daerah Kepala
Burung, di sekeliling Teluk Berau-Bintuni, dalam wilayah Kabupaten
Manokwari dan Sorong. Selanjutnya di sepanjang dataran pantai utara,
memanjang dari sekitar Nabire (Kabupaten Paniai) sampai Sarmi (Kabupaten
Jayawijaya). Penyebaran lahan rawa lebak yang cukup luas terdapat di lembah
Sungai Membramo, yang terletak hampir di bagian tengah pulau.

Gambar E.32 Peta Persebaran Rawa di Indonesia


c. Manfaat Rawa
1) Persawahan pasang surut
Baik di Kalimantan maupun di pantai timur Pulau Sumatera, rawa-rawa banyak
dijadikan sebagai wilayah persawahan pasang surut.
2) Menghasilkan kayu
Di daerah pedalaman Kalimantan dan pantai timur Sumatera, rawa banyak
menghasilkan kayu, seperti bakau, ulin, meranti, dan sebagainya.
3) Menghasilkan nipah dan rumbia
Nipah dan rumbia banyak terdapat di rawa-rawa pantai. Daunnya digunakan
sebagai atap rumah oleh penduduk setempat. Rawa yang menghasilkan nipah dan
rumbia banyak terdapat di wilayah pantai Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.

Gambar E.33 Nipah


Sumber https://3.bp.blogspot.com/-
3seHDQxTJn0/VjrgRlj8S6I/AAAAAAAABoA/UX1rRJh0C10/s320/Pohon%2BNipah%2BPalem%2BHutan%2BBakau.jp
g

4) Wilayah permukiman
Di daerah Kalimantan dan pantai timur pulau Sumatera, daerah rawa banyak
dijadikan sebagai wilayah permukiman. Wilayah ini dihuni oleh penduduk
setempat dan transmigran dari Jawa, Bali, dan Lombok.
5) Perikanan
Di daerah-daerah rawa air tawar banyak terdapat ikan air tawar yang
dimanfaatkan penduduk sebagai lauk pauk. Daerah rawa air payau dimanfaatkan
penduduk untuk memelihara ikan bandeng, udang, dan kepiting bakau. Adapun di
daerah rawa air asin, pohon bakau menjadi tempat bersarangnya kepiting dan
udang.

5. GLETSER
Gletser atau geyser ini merupakan hal yang seringkali kita dengar sebagai salah
satu wujud bongkahan dari es. Adapun pengertian dari gletser adalah sebuah
bongkahan es yang mempunyai ukuran besar yang terbentuk di atas daratan melalui
proses pengkristalan salju atau endapan salju dalam kurun waktu yang lama. Selain
pengertian yang telah disebutkan, ada pula yang menyebut gletser sebagai sebuah
sungai es yang terbentuk di lembah pegunungan dan mengalir menuruni lembah
pegunungan secara perlahan- lahan yang diakibatkan dari akumulasi es, salju, dan
juga bebatuan karena adanya perubahan temperatur.

Gambar E.34 Gletser


Sumber :
https://lh3.googleusercontent.com/3qBOcCBV6ZHMjONyl7c1SyqwnAPXWKdkR5ccl0Bc_Za0x
0waIJ8QE-pT6H2nS-zR9QdF-fQdomiO8t2glmnUoPsEWCsff1K2bP-F69inkL5nv6f74Ls

a. Proses Terjadinya Gletser


Proses terjadinya gletser dimulai pada lereng pegunungan yang mempunyai
bentuk cekung dan disebut dengan sirka (cirque). Terjadinya gletser ini akibat
adanya proses sublimasi dan juga pembekuan salju. Salju yang pada mulanya
berbentuk butiran akan lepas menjadi padat dan akhirnya akan membentuk
semacam bola salju. Apabila salju yang turun ini lebih banyak yang membeku
daripada salju yang mencair atau menguap maka akan terbentuk gletser.

Gambar E.35 Sirka


Sumber https://pixabay.com/p-445172/?no_redirect
Adapun proses terbentuknya gletser adalah sebagai berikut:
a) Gletser akan terbentuk dan dimulai ketika salju segar turun, setelah
mengendap udara yang terperangkap di antara serpihan, salju terdorong keluar
sehingga terjadi keping salju yang padat dan disebut dengan firn.
Gambar E.36 Firn
Sumber https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/ba/Firn_ss_2006.jpg
b) Ketika salju semakin banyak turun di puncak pegunungan, firn akan semakin
terpadatkan menjadi es gletser. Bebatuan atau till yang jatuh dari puncak
gunung akan ikut terbawa oleh gletser ini. Dan di daerah yang curam, es akan
terpecah- pecah menjadi rekahan- rekahan yang berbentuk baji (crevasse).

Gambar E.37 Crevasse


Sumber http://worldlandforms.com/landforms/wp-content/uploads/2015/03/crevasse.jpg

c) Gletser ini, ujungnya akan mencair dan akan membentuk aliran sungai yang
mengalir ke bawah pegunungan. Karena gletser berisi berbagai macam zat,
seperti bebatuan, salju, dan juga sedimen sehingga ketika gletser meluncur ke
bawah maka akan berubah kontur dari pegunungan.
Itulah tahapan- tahapan atau proses terbentuknya gletser, dari awal mula hingga
ketika gletser mencair dan membentuk aliran sungai. Kemudian ketika gletser ini
bisa merubah kontur sungai menjadi berbeda dari yang sebelumnya.
b. Tipe-Tipe Gletser Dan Persebarannya
Gletser merupakan sesuatu yang terbentuk dari salju atau es yang mengendap
dalam jumlah yang banyak serta dalam waktu yang lama. Karena jumlah salju yang
mengendap dan juga lama waktu yang berbeda- beda, maka mungkin saja gletser
yang terbentuk juga akan menjadi gletser yang memiliki tipe berbeda- beda. Adapun
tipe- tipe dari gletser antara lain sebagai berikut:
1) Gletser gunung
Gletser gunung adalah gletser yang bentuknya seperti gunung. Gletser gunung ini
dapat menyebabkan erosi yang besar. Selain itu, gletser gunung juga memiliki
gerakan yang sangat lambat melalui kaki gunung menyebabkan terbentuknya
celah yang dalam. Lokasinya seperti berada di Pegunungan Alpen, Pegunungan
Himalaya, dan juga Pegunungan Kauskus.

Gambar E.38 Pegunungan Himalaya


Sumber : https://www.access-himalaya.com/files/large/ecd37c9f5d627c3046b5d8ad619d2b6f.jpg
b) Gletser benua
Gletser benua ini juga dikenal sebagai lembaran es atau tutupan es. Di dunia ini
hanya terdapat dua lembaran es besar. Lembaran- lembaran es yang ada di dunia
ini terdapat di benua Antartika dan sebagian besar lainnya di Greenland.
Diperkirakan sekitar 90% gletser di dunia ini berada di kedua daerah tersebut, dan
sisanya berada di daerah pegunungan tinggi.
Gambar E.39 Greenland
Sumber : http://www.escapehere.com/wp-content/uploads/2015/11/820x480xGreenland-houses-
820x480.jpg.pagespeed.ic.fmdPSSNb1B.jpg
c. Manfaat Gletser
1) Terbentuknya macam-macam danau glasial
2) Terbentuknya fyord sebagai hasil erosi glasial

Gambar E.40 Fyord


Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/47/Sognefjord%2C_Norway.jpg/300px-
Sognefjord%2C_Norway.jpg

3) Sebagai tempat penelitian ahli glasiologi


4) Sebagai sumber air bagi sungai di bawahnya
5) Daerah yang datarannya tertutup es dapat menyebabkan kebudayaannya yang
khas.
Gambar E.41 Penduduk Eskimo
Sumber https://aos.iacpublishinglabs.com/question/aq/700px-394px/how-do-eskimos-live-
today_6fad996e-b0d1-4a4a-a23f-8ef6c0de7486.jpg?domain=cx.aos.ask.com

F. KONSERVASI AIR TANAH DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

1. Konservasi Air Tanah


a. Pengertian Konservasi Air Tanah
Konservasi air tanah adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi air tanah agar senantiasa dalam kuantitas dan kualitas
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu
sekarang maupun yang akan datang.
b. Konservasi Air Tanah
Konservasi air tanah antara lain mencakup kegiatan sebagai berikut :
1) Perlindungan air tanah
Upaya perlindungan air tanah dapat dilakukan dengan menetapkan kawasan
lindung air tanah pada suatu wilayah cekungan air tanah atau kawasan
sempadan mata air.
2) Pelestarian air tanah
Upaya – upaya pelestarian air tanah dapat berupa kegiatan pelestarian fungsi
daerah imbuhan air tanah dengan vegetasi (reboisasi, pembuatan hutan kota,
dan pembuatan jalur hijau), dan teknologi (pembuatan sumur resapan air
hujan) serta membuat peraturan tentang luasan lahan bangunan.

Gambar 1. Sumur resapan


Gambar F.1 Sumur Resapan
Sumber : http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/14/02/06/n0kl8g-
sleman-wajibkan-hotel-buat-sumur-resapan
3) Pengawetan air tanah
Upaya- upaya yang dapat dilakukan untuk pengawetan air tanah, antara lain
menghemat penggunaan air tanah, sosialisasi gerakan hemat air, pemanfaatan
air tanah untuk air minum menjadi prioritas utama

2. Konservasi Daerah Aliran Sungai ( Das )


a. Pengertian Daerah Aliran Sungai ( Das )
Definisi Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Sedangkan menurut Asdak ( 2010 ), Daerah aliran sungai (DAS) diartikan
sebagai daerah yang dibatasi punggung-punggung (igir-igir) gunung, air hujan
yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut
dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Contoh-contoh DAS
di Indonesia:
1) DAS Ciliwung, yang mempunyai hulu di Bogor dan hilir di Kota Jakarta.
2) DAS Bengawan Solo, yang mempunyai hulu di Wonogiri dan hilir di Gresik.
3) DAS Mahakam, yang mempunyai hulu di Pegunungan Bawui dan hilir di
Samarinda.
Konservasi DAS adalah upaya-upaya pelestarian lingkungan DAS dengan
tetap memperhatikan manfaat yang bisa didapatkan pada saat itu dengan cara
tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen ekosistemnya untuk
pemanfaatan di masa yang akan datang.
Tujuan konservasi DAS adalah untuk membina kelestarian dan keserasian
ekosistem DAS serta meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia
secara berkelanjutan.
b. Kerusakan Das
Kerusakan DAS dapat diakibatkan oleh banyak faktor, seperti penebangan
hutan secara berlebihan, penutupan danau dan kantong-kantong air lainnya,
berubahnya saluran drainase dan sungai, serta pembuangan limbah ke sungai.
Dalam mengelola sumberdaya lahan suatu DAS perlu diketahui apa yang
menjadi masalah utama DAS. Masalah DAS pada dasarnya dapat dibagi menjadi
kuantitas (jumlah) air dan kualitas air. Masalah kuantitas DAS antara lain : banjir,
kekeringan, menurunnya tinggi muka air tanah, tingginya fluktuasi debit puncak
dengan debit dasar. Sedangkan maslaah kualitas air meliputi tingginya
sedimentasi dan pengendapan lumpur di dasar sungai, tercemarnya air sungai, dan
air tanah, eutrofikasi (peningkatan konsentrasi hara di dalam badan air). Berikut
beberapa tindakan yang menyebabkan rusaknya suatu DAS :
1) Penebangan Hutan
Penebangan hutan yang berlebihan terutama di bagian hulu DAS akan
menyebabkan dampak bagi bagian hilir DAS yaitu timbulnya banjir. Hal ini
disebabkan kawasan resapan di wilayah tersebut rusak/tidak berfungsi secara
optimal.

Gambar F.2 Penebangan hutan


Sumber : http://www.berpendidikan.com/2016/02/akibat-penebangan-hutan-secara-liar-dan-upaya-serta-cara-
mengatasi-kerusakan-hutan.html

2) Berubahnya Saluran Drainase dan Sungai


Saluran drainase dan sungai dapat berubah karena adanya pengendapan hasil-
hasil erosi dan pembuangan sampah oleh masyarakat ke saluran tersebut.
Bentuk perubahan saluran drainase dan sungai dapat berupa pendangkalan
saluran, yang menyebabkan kapasitas penampungan air menjadi berkurang.
Selain itu, adanya permukiman di sekitar bantaran sungai juga dapat
menyebabkan hilangnya daerah penyerapan air, menyempitnya sungai, dan
polusi di sungai.

Gambar F.3 Permukiman kumuh di pinggir sungai


Sumber : http://pwkub2011.blogspot.co.id/2014/06/konsep-pemukiman-kumuh-bantaran-sungai.html

3) Pembuangan Limbah Berbahaya


Limbah-limbah yang mengandung bahan kimia dapat berasal dari limbah
domestik, limbah industri, pengolahan lahan, dan lain sebagainya, dapat
menurunkan kualitas air sungai dan berbahaya bagi makhluk hidup yang
memanfaatkan air sungai tersebut.

Gambar F.4 Pembuangan limbah di sungai


Sumber : https://riensetiawan.wordpress.com/2013/01/02/pembuangan-limbah-dan-sampah/

Upaya – upaya dilakukan antara lain adalah sebagai berikut :


a. Konservasi secara vegetatif, yaitu penghutanan kembali lahan hutan gundul,
penutupan lahan terbuka dengan tanaman penutup, penghijauan pada lahan
terbuka dan berlereng curam dengan penanaman pohon-pohon, penanaman
dengan cara melajur sesuai garis kontur.

Gambar F.5 Penanaman pohon


Sumber : http://ksdae.menlhk.go.id/berita/282/penanaman-pohon-balai-tn-gunung-rinjani.html

b. Konservasi secara mekanik, yaitu normalisasi sungai, pembuatan saluran air


terasering di lereng curam dengan mengikuti garis kontur, pembuatan selokan
atau saluran air, membuat sumur resapan.

Gambar F.6 Normalisasi sungai dengan pengerukan


Sumber : http://beritadaerah.co.id/2014/10/27/normalisasi-sungai-di-desa-maribaya-tegal/

c. Pengelolaan DAS
Daerah aliran sungai terbagi menjadi tiga daerah yaitu bagian hulu, bagian
tengah, dan bagian hilir.
Gambar F.7 Skema sebuah DAS
Sumber : https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/mimpi-tentang-das-ciliwung/

Ciri – ciri pada setiap bagian DAS dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) DAS Bagian Hulu (Upperland)
DAS bagian hulu dicirikan oleh hal – hal sebagai berikut : merupakan daerah
konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah
dengan kemiringan lereng besar ( lebih besar dari 15%), bukan merupakan
daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan
jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan.

b) DAS Bagian Tengah (Middle Land)


DAS bagian tengah merupakan daerah peralihan antara bagian hulu dengan
bagian hilir dan mulai terjadi pengendapan. Ekosistem tengah sebagai daerah
distributor dan pengatur air, dicirikan dengan daerah yang relatif datar. Daerah
aliran sungai bagian tengah menjadi daerah transisi dari kedua karakteristik
biogeofisik DAS yang berbeda antara hulu dengan hilir.
c) DAS Bagian Hilir (Lowerland)
DAS bagian hilir dicirikan oleh hal – hal sebagai berikut : merupakan daerah
pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan
kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada
beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian
air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman
pertanian.

Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu akan berpengaruh sampai
pada hilir. Oleh karenanya DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena
mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS, apabila terjadi
pengelolan yang tidak benar terhadap bagian hulu maka dampak yang ditimbulkan akan
dirasakan juga pada bagian hilir. Misalnya, erosi yang terjadi tidak hanya berdampak
bagi daerah dimana erosi tersebut berlangsung yang berupa terjadinya penurunan
kualitas lahan, tetapi dampak erosi juga akan dirasakan dibagian hilir, dampak yang
dapat dirasakan oleh bagian hilir adalah dalam bentuk penurunan kapasitas tampung
waduk ataupun sungai yang dapat menimbulkan resiko banjir sehingga akan
menurunkan luas lahan irigasi.
Pengelolaan DAS secara terpadu merupakan suatu proses penyusunan dan
penerapan suatu tindakan yang melibatkan sumberdaya alam dan manusia di dalam
suatu kawasan DAS dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti sosial, politik,
ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan dalam DAS, untuk mencapai semaksimal
mungkin tujuan masyarakat baik jangka pendek maupun panjang. Dilihat dari aspek
pengelolaan terpadu, unsur-unsur seperti: hutan, tanah, air, masyarakat dan lain-lain
tersebut merupakan sasaran atau obyek yang akan dikelola. Pengelolaan DAS terpadu
perlu mengupayakan agar unsur-unsur struktur ekosistem seperti : hutan, tanah, air,
masyarakat dan lain-lain tetap dalam keadaan seimbang dan serasi.

G. LEMBAGA YANG MENYEDIAKAN DAN MEMANFAATKAN DATA


HIDROLOGI DI INDONESIA

a. Pusat penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Sumber Daya Air Kementerian


Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Badan penelitian ini bertugas melaksanakan penelitian, pengembangan serta penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang sumberdaya air. Website :
http://www.pusair-pu.go.id.
b. Balai Besar Wilayah Sungai, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Badan ini bertugas mengelola seluruh sungai yang ada di Indonesia.
Contohnya : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak mengelola Sungai Progo,
Serayu, dan Opak di wilayah DIY. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain :
pengelolaan sumberdaya air, terkait aspek konservasi sumberdaya air, aspek
pendayagunaan sumberdaya air, aspek pengendalian, dan penanggulangan daya rusak
air, aspek peningkatan ketersediaan dan keterbukaan data dan informasi sumberdaya
air, dan aspek pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, dunia usaha dan
pemerintahan. Website : http://bbws-so.net/gis.
c. Badan Informasi Geospasial (BIG)
Badan ini memerlukan data yang terkait dengan hidrologi, curah hujan, oseanografi
yang nantinya dapat digunakan untuk pemetaan dalan kajian hidrologi.
d. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Badan ini memanfaatkan data terkait hidrologi di suatu wilayah terkait dengan potensi
wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana banjir, longsor, maupun
kekeringan.
e. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Badan ini memanfaatkan data hidrologi di suatu wilayah yang nantinya dapat
digunakan untuk memberikan data informasi perkiraan iklim, cuaca, maritim, potensi
bencana tsunami di wilayah Indonesia.
f. Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal)
Pushidosal menyediakan data dan informasi hidro-oseanografi yang akurat dan
mutakhir sebagai data dasar yang akan digunakan sebagai bahan analisis strategi
pertahanan nasional.

Anda mungkin juga menyukai