Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL

ANALISIS NERACA AIR LAHAN USAHA TANI


DI KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN
KUPANG

Erbin Olimpas Hekboy


2520009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


PROGRAM STUDI MEKANISASI PERTANIAN
UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada kehadirat Tuhan Yang Kuasa atas berkat rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Analisis Neraca Air
Pada Lahan Usaha Tani Di Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang’’. Proposal
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik maupun
saran guna perbaikannya. Penulis berharap proposal ini dapat memberi manfaat
bagi semua pihak.

Kupang, 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecamatan Kupang Timur merupakan kota kecamatan yang terletak di

bagian timur Kabupaten Kupang yang memiliki luas 15,699 m2. Masyarakat
Kecamatan Kupang Timur sebagian besar bermata pencaharian sebagai, buruh
dan petani. Kecamatan Kupang Timur yang terletak dibagian timur Kabupaten
Kupang sehingga tidak terdapat sungai besar, sehingga dalam penyediaan air
khususnya untuk kegiatan pertanian hanya mengandalkan air hujan saja.
Penggunaan lahan wilayah. Kecamatan Kupang Timur sebagian besar merupakan
pemukiman dan lahan pertanian khususnya tanaman hortikultura. Lahan
pertanian wilayah Kecamatan Kupang Timur masih menerapkan system tadah
hujan, sehingga berpotensi terjadinya ketidakpastian ketersediaan air untuk
tanaman hortikultura.
Pada produksi tanaman hortikultura dan buah-buahan ketersediaan air
merupakan salah satu faktor pembatas yang utama. Jika tanaman kekurangan
air, baik pada fase vegetatif maupun generatif dapat menyebabkan
terganggunya pertumbuhan tanaman, penurunan laju fotosintesis dan
mengganggu distribusi asimilat. Kekurangan air pada fase vegetatif ditandai
dengan mengecilnya daun dan jumlah daun yang terbentuk sedikit. Pada
keadaan yang lebih parah, kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan
tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk mengering karena bukaan
stomata sempit, difusi CO2 terhambat, fotosintesis rendah serta
perkembangan perakaran terhambat sehingga penyerapan air dan nutrisi oleh
tanaman berkurang. Sedangkan pada fase generatif kekurangan air
menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman, bahkan pada tanaman
pangan pembentukan bunga terhambat, pengisian biji terganggu dan bentuk biji
kecil serta banyaknya terbentuk polong hampa (Aqil, Firmansyah 2008).
Salah satu faktor penyebab menurunnya produksi tanaman hortikultura
di Kecamatan Kupang Timur beberapa tahun terakhir adalah keterbatasan
jumlah air di lapang serta kesuburan lahan yang semakin menurun (BPS 2016).
Dimana jumlah air di lapang tergantung dari curah hujan yang ada. Disisi lain
optimalisasi produksi tanaman, khususnya tanaman hortikultura sangat
bergantung dengan ketersediaan air di lapang. Menurut Soedharoedjian
(1993), bahwa tanaman hortikultura seperti komoditas sayuran termasuk
jenis mesofit yakni tanaman yang memerlukan air cukup.
Ketersediaan air yang cukup memberikan hasil yang optimal dan
terhindar dari cekaman air. Produksi tanaman hortikultura di Kecamatan
Kupang Timur mengalami peningkatan jika curah hujan tinggi dan sebaliknya
mengalami penurunan pada musim kemarau, sehingga sangat mempengaruhi
harga jual di pasar. Salah satu solusi untuk meningkatkan produksi tanaman
hortikultura adalah melakukan perencanaan waktu dan masa tanam yang tepat,
serta memberikan air yang cukup sesuai kebutuhan tanaman.
Setiap tanaman memerlukan air dengan jumlah yang berbeda.
Kebutuhan air bagi tanaman yang berbeda memerlukan neraca air yang berbeda
pula. Perhitungan neraca air untuk tanaman hortikultura di Kecamatan Kupang
TImur sangat diperlukan, hal ini mengingat ketersediaan air di Kecamatan
Kupang Timur yang terbatas dan bergantung pada air hujan. Oleh karena itu
dengan melakukan perhitungan neraca air, petani dapat menentukan waktu
tanam dan waktu panen untuk meningkatkan produktivitas tanaman khususnya
tanaman hortikultura.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi neraca air untuk memenuhi kebutuhan air oleh
tanaman wilayah Kecamatan Kupang Timur.
1.3. Tujuan
Bagaimana menganalisis neraca air untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman di Kecamatan Kupang Timur.
1.4. Manfaat
Diharapkan agar menjadi acuan dalam menentukan jadwal tanam dan
jenis komoditi pertanian untuk meningkatkan produktivitas tanaman di wilayah
Kecamatan Kupang Timur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Siklus hidrologi
Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian
jatuh ke permukaan tanah sebagai hujan atau bentuk presipitasi dan
akhirnya mengalir ke laut kembali (Soemarto 1995). Sedangkan
menurut Soedibyo (2003), siklus hidrologi adalah proses perubahan air
menjadi uap air yang mengembun, dan kembali menjadi air berlangsung
secara terus-menerus. Lebih lanjut Suyono (2006) dan Triatmodjo
(2013), menjelaskan bahwa siklus hidrologi adalah air yang menguap ke
udara dari permukaan tanah dan laut, yang berubah menjadi awan setelah
melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke
permukaan laut atau daratan.
Menurut Kurniawan (2009), penguapan air menjadi awan karena
adanya radiasi matahari. Kemudian awan yang terbentuk akan bergerak ke
atas daratan karena tertiup angin. Sehingga akan terjadi benturan antara
butir-butir uap air dan menyebabkan presipitasi. Presipitasi yang terjadi
akan menimbulkan limpasan permukaan (surface runoff) yang mengalir
kembali ke laut. Tidak semua air hasil presipitasi kembali ke laut, tetapi
ada sebagian yang masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus ke
bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di
bawah permukaan air tanah. Air di dalam daerah ini bergerak perlahan-
lahan melewati aquifer masuk ke sungai kemudian ke laut (Kurniawan
2009). Secara sederhana siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar
Gambar. Siklus Hidrologi
(Sumber : Soemarto 1995)
Pada Gambar dapat dijelaskan bahwa dalam siklus hidrologi ini
terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara proses hujan
(presipitation), penguapan (evaporation), transpirasi, infiltrasi, perkolasi,
aliran limpasan (runoff), dan aliran bawah tanah (Soemarto,1995).
Komponen-komponen siklus hidrologi menurut Triatmodjo (2013) adalah
evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, kondensasi, sublimasi, adveksi,
presipitasi, infiltrasi, run off.
Pada konsep siklus hidrologi, jumlah air di suatu luasan tertentu di
permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan
keluar (output) pada jangka waktu tertentu. Semakin cepat siklus hidrologi
terjadi maka tingkat neraca air nya semakin dinamis. Kesetimbangan air
dalam suatu sistem tanah-tanaman dapat digambarkan melalui sejumlah
proses aliran air yang kejadiannya berlangsung dalam satuan waktu yang
berbeda-beda (Harto 2000).
2.1.2. Neraca Air
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan
keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat
digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut apakah dalam kondisi
kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui
kondisi air pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang
kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-
baiknya (Soewarno 2000). Sedangkan menurut Triatmodjo (2013), neraca
air dapat menggambarkan bahwa di dalam suatu sistem hidrologi (DAS,
waduk, danau, aliran permukaan) dapat dievaluasi air yang masuk dan
yang keluar dari sistem tersebut dalam suatu periode waktu tertentu.
Dalam hal ini, neraca air meliputi kondisi ketersediaan air dan
kebutuhan atau kehilangan air pada suatu sistem hidrologi.
Suhartanto et al.(2012), menyampaikan bahwa neraca air
menggambarkan sebuah prinsip bahwa selama periode waktu tertentu,
masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah dengan
perubahan air cadangan. Analisis neraca air (water balance) adalah suatu
analisa yang menggambarkan pemanfaatan sumber daya air suatu daerah
tinjauan yang didasarkan pada perbandingan antara kebutuhan dan
ketersediaan air (Bonita, Mardyanto 2015).
Neraca air dapat dihitung pada luasan dan periode waktu tertentu
menurut keperluannya. Perhitungan neraca air menggunakan metode
Thornthwaite Mather, dapat digunakan untuk mengetahui kondisi air
secara kuantitas pada tiap bulannya dalam satu tahun, demikian juga run off
bulanannya. Perhitungan menggunakan metode Thornthwaite Mather
mempertimbangkan suhu udara, indeks panas bulanan, Water Holding
Capacity dan faktor koreksi lama penyinaran matahari berdasarkan kondisi
lintang (Thornthwaite, Mather 1957).
Persamaan neraca air menggambarkan prinsip bahwa selama
selang waktu tertentu masukan air total pada suatu ruang tertentu harus
sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih candangan (Djufry
2012; Zulkipli et al.2012; Oktaviani et al. 2013). Dalam perhitungan
neraca air, penentuan jenis masukan dan keluaran air disesuaikan dengan
ruang lingkup dimana neraca air akan dianalisis. Menurut Thornthwaite dan
Mather (1957),
Nilai cadangan lengas tanah diperoleh berdasarkan hasil
perkalian antara prosentase luas penggunaan lahan, air tersedia dan
kedalaman zone perakaran. Sebagai gambaran candangan lengas tanah
pada berbagai tekstur dan jenis vegetasi. Bahwa persentase luas
penggunaan lahan dan kedalaman zona perakaran diperoleh berdasarkan
survei lapang (pengamatan langsung dilapangan). Sedangkan air tersedia
dihitung berdasarkan hasil analisis sampel tanah yang diambil dengan
menggunakan ring sampel dandianalisis laboratorium (Winarso 2005).
2.1.3. Presipitasi
Presipitasi adalah semua air yang jatuh dari atmosfer ke
permukaan bumi. Di Indonesia maupun daerah tropis lainnya, bentuk
presipitasi umumnya adalah curah hujan (Linsley 1979). Selanjutnya
menurut Seyhan (1990), presipitasi vertikal biasanya dalam bentuk hujan,
hujan gerimis, salju, hujan es batu dan sleet (campuran hujan dan salju).
Presipitasi adalah proses pelepasan air dari atmosfer untuk mencapai
permukaan bumi. Jumlah presipitasi yang jatuh pada suatu lokasi akan
bervariasi secara spasial dan temporal. Hal ini disebabkan oleh dua faktor
yaitu faktor statis dan faktor dinamis. Faktor statis diantaranya ketinggian,
arah lereng, dan kelerengan (topografi). Sedangkan faktor dinamis yaitu
kondisi iklim dan cuaca suatu lokasi (Davie 2008).
Asdak (2010) mendefenisikan presipitasi sebagai faktor utama yang
mengendalikan berlangsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah DAS.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal
tertentu. Besar curah hujan dapat dinyatakan dalam m³ per satuan luas,
atau secara umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu (mm). Besaran
curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa
tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun (Arsyad
2010).
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas
permukaan horizontal sebelum terjadi evaporasi, run-off, dan infiltrasi.
Derajat curah hujan dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan
waktu dan disebut intensitas curah hujan (Sosrodarsono, Takeda 2003).
Menurut Tjasyono (2008), curah hujan merupakan salah satu bentuk
presipitasi. Sedangkan presipitasi adalah endapan air dari atmosfer pada
permukaan bumi dalam bentuk cair (tetes hujan) dan padat (es). Di wilayah
tropis seperti Indonesia presipitasi lebih didefinisikan sebagai hujan karena
sangat jarang dalam bentuk jatuhan keping es.
Jumlah hujan dicatat dalam inci atau millimeter. Curah hujan dapat
diartikan sebagai ketinggian air yang tekumpul dalam tempat yang datar,
dengan asumsi tidak meresap, tidak mengalir dan tidak menguap ke
atmosfer (Tjasyono 2008).
Tinggi curah hujan diasumsikan sama pada luasan yang tercakup
oleh sebuah penakar hujan tergantung pada homogenitas pada daerahnya.
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan
waktu. Curah hujan diukur dalam satuan milimeter (mm). Alat yang
dipakai untuk mengukur curah hujan adalah tabung gelas ukur (raingauge)
atau perekam (Automatic Rain Recorder atau Pluviometer) (Harto 2000).
Curah hujan yang mencapai permukaan tanah tidak semuanya
meresap kedalam tanah dan digunakan oleh tanaman, akan tetapi sebagian
hujan yang jatuh akan mengalir menjadi limpasan air permukaan atau air
larian (surface runoff). Sedangkan curah hujan yang dapat digunakan
oleh tanaman adalah curah hujan efektif. Lebih jauh Dastene (1974)
menyatakan bahwa curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh
selama periode pertumbuhan tanaman dan hujan itu berguna untuk
memenuhi kebutuhan air tanaman.
Penentuan curah hujan efektif dapat dicari dengan menggunakan
tahun dasar perencanaan. Pemilihan tahun dasar perencanaan didasarkan
pada teori dasar peluang peristiwa hidrologis. Peluang dinyatakan sebagai
perbandingan antara peristiwa sebenarnya terhadap jumlah peristiwa
seluruhnya yang mungkin terjadi.
2.1.4. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah proses penguapan air yang berasal dari
permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air
dan penguapan melalui jaringan tumbuhan melalui stomata. Secara global
air yang di uapkan melalui proses evapotranspirasi dari daratan (termasuk
permukaan air danau, waduk dan sungai) adalah sebesar 0.6 geogram. Uap
air yang dihasilkan dari proses ini dari berbagai sumber di permukaan
bumi akan bergerak ke lapisan troposfer bumi (Lakitan. 1994).
Evapotranspirasi potensial akan berlangsung bila pasokan air tidak
terbatas bagi stomata tanaman dan permukaan tanah lebih dekat pada fase
dengan radiasi matahari karena sedikit panas disimpan oleh tanaman
dan stomata menutup selama malam hari. Variabilitas waktu
evapotranspirasi mengikuti pola yang sama seperti evaporasi permukaan air
bebas pada kawasan kawasan yang tidak kekurangan air. Pada daerah-
daerah yang kering ia mungkin berbeda cukup basah (Seyhan 1990).
Evapotranspirasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi
produksi bahan kering karena itu merupakan penentu produksi
pertanian untuk suatu wilayah.
Taksiran mengenai besarnya evapotranspirasi yangmendekati
kenyataan sangat penting bagi para ahli teknik irigasi, ahli agronomi dan
pihak lain yang berkecimpung dalam bidang perencanaan pertanian
(Pasandaran dan Donald. 1984).
Evapotranspirasi merupakan peristiwa berubahnya air menjadi uap
dan bergerak dari permukaan tanah, permukaan air dan permukaan udara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu air, suhu
udara (atmosfer), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar
matahari dan lain-lain yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya
(Asdak 2010; Triatmodjo 2013).
2.1.5. Kapasitas Simpan Air
Kapasitas simpan air (STo) atau cadangan air merupakan besaran
yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang
tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran
keluar pada ruang tersebut. Bahwa kapasitas cadangan lengas tanah
bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis
tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Oleh sebab itu,
nilai STo pada setiap persentase penutupan lahan akan berbeda. Nilai
STo ditentukan dengan cara tertimbang sesuai proporsi luasan penutupan
lahan (Prastowo 2010). Menurut Thornthwaite dan Mather (1957),
2.1.6. Limpasan dan Pengisian Air Tanah
Perhitungan neraca air dengan menggunakan persamaan
Thornthwaite dapat memberikan gambaran tentang CH lebih dan defisit
air pada suatu wilayah. Setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan
lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung
sebagai CH lebih Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi
kembali. Dengan demikian CH lebih dihitung sebagai nilai curah hujan
dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah.
2.2. Kerangka Pemikiran
Upaya peningkatkan hasil produksi pertanian di Kecamatan Kupang
Timur untuk memenuhi permintaan pasar dapat dilakukan dengan perluasan
areal tanam dan peningkatan kesuburan lahan pertanian. Pemanfaatan lahan
yang kurang subur di Kecamatan Kupang Timur merupakan tantangan serius
bagi petani dalam hal penyediaan kebutuhan unsur hara dan ketersediaan
air di lapangan. Selain butuh biaya lebih besar yang digunakan untuk
budidaya, petani juga membutuhkan informasi yang berkaitan dengan
kebutuhan air tanaman dan ketersediaan air di lapang.
Ketersediaan air di lapang merupakan salah satu faktor pembatas utama
bagi produksi tanaman, baik tanaman hortikultura maupun tanaman
pangan, mengingat kondisi tanah dan iklim di Kecamatan Kupang Timur.
Kondisi tanah di Kecamatan Kupang Timur masuk dalam kategori lahan yang
subur dan memiliki batasan musim yang tidak menentu antara musim kemarau
dan penghujan, sehingga air merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam budidaya tanaman. Kekurangan air menyebabkan penurunan
laju fotosintesis dan distribusi asimilat terganggu, serta berdampak negatif pada
pertumbuhan tanaman baik pada fase vegetative maupun fase generatif.
kegiatan budidaya tanaman di Kecamatan Kupang Timur perhitungan neraca
air sangat dibutuhkan, hal ini dapat membantu petani dalam menentukan masa
tanam yang tepat.
2.3. Hipotesis
Analisis neraca air dapat mengetahui ketersediaan dan kebutuhan air
tanaman sehingga dapat mendukung kegiatan budidaya tanaman dan
peningkatan produktivitas tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kupang_Timur,_Kupang
https://www.google.com/search?
sca_esv=584800322&q=Siklus+hidrologi+kecamatan+kupang+timur+pdf&sa=X&v
ed=2ahUKEwjj9LC_19mCAxW7zDgGHahCCkQQ1QJ6BAguEAE&biw=911&bih
=371&dpr=1.5

Anda mungkin juga menyukai