Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM SUMBER DAYA AIR

PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR


Makalah ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Hukum Sumber Daya Air
Dosen Pengampu: Dr. Djoko Wahyu Winarno, S.H., M.S.

Disusun oleh :
Almaida Savira Gustiaji (E0018034)
Dera Antika Kumalasari (E0019101)
Milenia La Viola Signorita (E0018244)
Whisnu Abhiseka (E0019426)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sumber Daya Air merupakan salah satu unsur utama untuk kelangsungan
hidup manusia, disamping itu air juga mempunyai arti penting dalam rangka
meningkatkan taraf hidup manusia di bumi, bukan hanya manusia tetapi air
merupakan elemen yang sangat signifikan bagi kehidupan mahluk hidup baik
seperti hewan dan tumbuhan. Bisa di pastikan bahwa kehidupan mahluk di bumi
ini memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya. Manusia pun juga seperti itu
entah sekarang atau pun kehidupan yang akan datang pasti akan membutuhkan
air untuk kehidupannya.

Air adalah sumber daya alam yang paling berharga. Air merupakan
kebutuhan primer untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, seperti mandi,
minum, memasak dan mencuci. Kebutuhan terhadap air mutlak harus bisa
dipenuhi setiap manusia. Oleh karena itu, disetiap daerah harus bisa
mengoptimalkan ketersediaan sumber daya air yang ada untuk bisa
dimanfaatkan dalam penggunaanya secara baik dan efesien.

Konsumsi air minum untuk rumah tangga di Indonesia pada tahun 2007
sebagian besar sekitar 58 persen dipenuhi oleh air tanah. Sisanya dipenuhi dari
ledeng (perusahaan air minum) sekitar 16 persen, air sungai 3 persen, air hujan
2,6 persen, mata air 12,6 persen, dan lainnya 0,4 persen. Direktorat Jendral Cipta
Karya, Departemen Pekerjaan Umum, memperkirakan rata-rata kebutuhan air
bersih untuk rumah tangga di Indonesia adalah 110 liter per kapita per hari.

Oleh karena itulah air sangat berfungsi dan berperan bagi kehidupan
makhluk hidup di bumi ini. Penting bagi kita sebagai manusia untuk tetap selalu
melestarikan dan menjaga agar air yang kita gunakan tetap terjaga
kelestariannya dengan melakukan pengelolaan air yang baik seperti
penghematan, tidak membuang sampah dan limbah yang dapat membuat
pencemaran air sehingga dapat menggangu ekosistem yang ada.
Selain merupakan sumber daya alam, air juga merupakan komponen
ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya, yang dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Hal ini tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 33 UUD 1945
mengatur tentang pengertian perekonomian pemanfaatan SDA, dan prinsip
perekonomian nasional. Mengingat pentingnya kebutuhan akan air bersih, maka
sangatlah wajar apabila sektor air bersih mendapatkan prioritas penanganan
utama karena menyangkut kehidupan orang banyak. Adanya Undang Undang
Dasar yang mengatur tentang air memang jelas bahwa air harus di jaga dan
dilindungi agar air tersebut akan tetap ada dan lestari.

Dalam hal pengairan sebenarnya telah di atur dalam UU nomor 11 tahun


1974, UU ini bersifat umum. Setelah sekian lama UU no 11 tahun 1974 ini di
gantikan dengan UU UU nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air. UU
nomor 7 tahun 2004 ini pun sebenarnya lebih fokus terhadap adanya sumber
daya air, tetapi UU tersebut UU nomor 7 pada tahun 2004 banyak pasal yang
mengindikasikan pada usaha komersialisasi dan privatisasi sumberdaya air. Pada
UU nomor 7 tahun 2004 lebih terpadu dalam mengatur pengelolaan air seperti
ditekankan pada fungsi konservasi. Tetapi dengan adanya persoalan bahwa UU
no 7 tahun 2004 bertentangan dengan UUD tahun 1945 maka UU pengairan
kembali ke UU no 11 tahun1974.

Dengan kita tahu bahwa UU pengairan kembali ke UU no 11 tahun1974


maka kita sebagai masyarakat harus menjaga dan merawat smber daya air dari
ancaman-acaman yang datang, seperti adanya investor yang akan memanfaatkan
sumber daya air sebagai usaha. Saat ini saja banyak perusahaan lokal yang
menjadikan sumber daya air sebagai bisnis atau penghasilan yang hasilnya
cukup besar.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka


dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana siklus hidrologi air?
2. Bagaimana potensi sumber daya air di Indonesia?
3. Bagaimana pemanfaatan sumber daya air sebagai peningkat produktivitas
pertanian?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan


penelitian dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana siklus hidrologi air


2. Mengetahui potensi sumber daya air yang ada di Indonesia
3. Mengetahui bagaimana pemanfaatan sumber daya air sebagai peningkat
produktivitas pertanian
BAB II
PEMBAHASAN

A. SIKLUS HIDROLOGI AIR

Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke


armosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu
(Triadmodjo, 2008). Selain berlangsung secara kontinyu, siklus hidrologi juga
merupakan siklus yang bersifat konstan pada sembarang daerah (Wisler dan
Brater, 1959). Siklus hidrologi dimulai dengan terjadinya penguapan air ke
udara. Air yang menguap tersebut kemudian mengalami proses kodensasi
(penggumpalan) di udara yang kemudian membentuk gumpalan – gumpalan
yang dikenal dengan istilah awan (Triadmodjo, 2008). Awan yang terbentuk
kemudian jatuh kembali ke bumi dalam bentuk hujan atau salju yang disebabkan
oleh adanya perubahan iklim dan cuaca. Butiran – butiran air tersebut sebagian
ada yang langsung masuk ke permukaan tanah (infiltrasi), dan sebagian mengalir
sebagai aliran permukaan. Aliran permukaan yang mengalir kemudian masuk ke
dalam tampungan – tampungan seperti danau, waduk, dan cekungan tanah lain
dan selanjutnya terulang kembali rangkaian siklus hidrologi.

Siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang
berbeda, yaitu: Siklus hidrologi, digambarkan dalam dua daur, yang pertama
adalah daur pendek, yaitu hujan yang jatuh dari langit langsung ke permukaan
laut, danau, sungai yang kemudian langsung mengalir kembali ke laut. Siklus
yang kedua adalah siklus panjang, ditandai dengan tidak adanya keseragaman
waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Siklus kedua ini memiliki rute
perjalanan yang lebih panjang daripada siklus yang pertama.
Gambar 1: Siklus Pendek

Siklus hidrologi pendek atau yang dikenal juga dengan siklus hidrologi
kecil. Siklus hidrologi kecil ini merupakan siklus yang paling sederhana karena
hanya melibatkan beberapa tahapan saja. adapun beberapa tahapan yang ada di
dalam siklus hidrologi pendek atau siklus hidrologi kecil ini antara lain sebagai
berikut: 1. Sinar matahari mengenai sumber- sumber air di Bumi dan akan
membuat sumber air tersebut menjadi menguap 2. Karena penguapan tersebut
maka terjadi kondensasi sehingga kemudian membentuk awan yang
mengandung uap air 3. Awan yang mengandung uap air kemudian mengalami
kejenuhan dan turunlah hujan di permukaan laut

Gambar 2: Siklus sedang

Siklus air yang selanjutnya adalah siklus sedang. Siklus sedang tentunya
memiliki proses yang sedikit lebih panjang daripada siklus hidrologi pendek.
Adapun beberapa tahapan dari siklus hidrologi sedang ini antara lain sebagai
berikut: 1. Matahari menyinari permukaan Bumi termasuk sumber-sumber air
(macam-macam laut, samudera dan launnya), sehingga sumber-sumber air
terebut mengalami penguapan; 2. Kemudian terjadi evaporasi; 3. Uap air yang
telah terbentuk (hasil pemanasan) bergerak karena tertiup oleh angin ke darat; 4.
Terbentuklah awan akibat dari pemanasan itu tadi; 5. Hujan turun di atas
permukaan daratan Bumi; 6. Air yang turun di daratan akan mengalir ke sungai
kemudian mengalir lagi ke laut untuk kembali mengalami siklus hidrologi.

Gambar 3: Siklus Panjang

Selanjutnya adalah siklus hidrologi panjang atau siklus hidrologi besar.


Siklus hidrologi panjang atau besar ini memiliki tahapan yang lebih kompleks
daripada dua siklus di atas. Beberapa tahapan dari siklus hidrologi panjang
antara lain sebagai berikut: 1. Matahari menyinari permukaan Bumi termasuk
sumber- sumber air (laut, samudera dan launnya), sehingga sumber- sumber air
terebut mengalami penguapan. 2. Kemudian terjadi evaporasi 3. Kemudian uap
air mengalami sublimasi 4. Uap air yang telah terbentuk dan mengalami
sublimasi kemudian menyebabkan terbentuknya awan yang mengandung
kristalkristal es. 5. Awan yang terbentuk kemudian bergerak ke darat karena
tiupan angin 6. Kemudian terjadilah hujan di atas daratan Bumi 7. Air yang
turun di daratan akan mengalir ke sungai kemudian mengalir lagi ke laut untuk
kembali mengalami siklus hidrologi.

B. POTENSI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

Secara nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 694 milyar meter


kubik per tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat
dimanfaatkan, namun faktanya saat ini baru sekitar 23 persen yang sudah
termanfaatkan, dimana hanya sekitar 20 persen yang dimanfaatkan tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bakurumah tangga, kota dan industri,
80 persen lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi. (Hartoyo,
2010)

Sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan masuk ke dalam
cekungan-cekungan air tanah yang potensinya mencapai lebih dari 308 milyar
meter kubik. Potensi volume cekungan air tanah terbesar berada di Sumatera
yaitu sebesar 110 milyar meter kubik.

Table 1: Potensi Cekungan Air Tanah

No
Pulau Cekungan
Jumlah Luas (Km2) Volume (Juta
M3)
1 Sumatra 65 270,656 109,926
2 Jawa 80 80,93 41,334
3 Kalimantan 22 209,971 68,473
4 Bali 8 4,381 1,598
5 Nusa Tenggara 47 41,425 10,139
6 Sulawesi 91 37,768 20.244
7 Maluku 68 25,830 13,174
8 Papua 16 52,663 43,400
Total 397 723,629 308,288
Sumber : Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008, Kementerian Lingkungan Hidup.

Indonesia memiliki lebih dari 5.590 sungai yang sebagian besar di


antaranya memiliki kapasitas tampung yang kurang memadai sehingga tidak bisa
terhindar dari bencana alam banjir, kecuali sungai-sungai di Pulau Kalimantan
dan beberapa sungai di Jawa. Secara umum sungai-sungai yang berasal dari
gunung berapi (volcanic) mempunyai perbedaan slope dasar sungai yang besar
antara daerah hulu (upstream), tengah (middlestream) dan hilir (downstream)
sehingga curah hujan yang tinggi dan erosi di bagian hulu akan menyebabkan
jumlah sedimen yang masuk ke sungai sangat tinggi. Tingginya sedimen yang
masuk akhirnya menimbulkan masalah pendangkalan sungai terutama di daerah
hilir yang relatif lebih landai dan rata, sehingga sering terjadi banjir di dataran
rendah (Kementerian PPN/Bappenas, Infrastruktur Indonesia, 2003). Sungai-
sungai tersebut dikelompokkan menjadi 133 Wilayah Sungai (WS) yang terdiri
dari 13 WS kewenangan kabupaten, 51 WS kewenangan propinsi, dan 69 WS
pusat yang berlokasi di lintas propinsi, lintas negara, dan sungai strategis
nasional. (Hartoyo, 2010). Jika dilihat lebih dalam dari aspek hidrologisnya,
kondisi sungai-sungai induk sangat bervariasi dari kondisi baik, sedang hingga
buruk sebagaimana dilaporkan oleh

Table 2: Kementerian Lingan Hidup

Sumber : (Kementerian Lingkungan Hidup, 2009)

Untuk meningkatkan manfaat dan ketersediaan air, telah dibangun


bendungan yang hingga saat ini telah mencapai 235 buah. Berdasarkan
klasifikasi menurut ketinggian dan volume tampungan, bendungan dibedakan
menjadi: (a) bendungan dengan ketinggian lebih dari atau sama dengan 15 meter
dengan volume lebih besar dari atau sama dengan 100.000 m3 (sebanyak 100
buah) dan (b) bendungan dengan ketinggian kurang dari 15 meter dengan
volume lebih besar dari atau sama dengan 500.000 m3 (sebanyak 135 buah).
(Kementerian PPN/Bappenas, Infrastruktur Indonesia, 2003)

Selain irigasi pada umumnya, pemanfaatan rawa untuk pertanian juga telah
dilakukan untuk menunjang pencapaian peningkatan produksi pangan nasional.
Luas lahan rawa masih bersifat perkiraan, dan estimasi yang dilakukan oleh
beberapa peneliti dan beberapa instansi. Beberapa penelitian menunjukkan hasil
yang bervariasi terhadap luas lahan rawa di Indonesia, seperti ditunjukkan pada
Tabel 3. Dari Total luas luas rawa di Indonesia tersebut, data dari Kementerian
Pekerjaan Umum (2007) menyatakan bahwa hanya 10,8 juta hektar yang
berpotensi untuk dikembangkan, terdiri dari 8,4 juta hektar rawa pasang surut
(tidal) dan 2,4 juta hektar rawa non-pasang surut. Sebagian besar rawa yang
potensial tersebut, 91,32 persen berada di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan
Papua. Dari total 10,8 juta hektar rawa potensial tersebut, 2,9 juta hektar rawa
pasang surut dan 1 juta hektar rawa lebak telah direklamasi baik oleh
pemerintah, maupun swasta dan masyarakat. Dari total 3,9 juta hektar lahan
yang rawa yang telah direklamasi, baru sekitar 2,6 juta hektar yang telah
dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, tambak dan lainnya. Secara rinci
luas rawa potensial di Indonesia disajikan pada Tabel di bawah.
Table 3: Estimasi Luas Rawa di Indonesia

Sumber : (Departemen Pertanian, 2006)


C. PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR KHUSUSNYA SEBAGAI
PENINGKAT PRODUKSI PERTANIAN

Indonesia memiliki potensi sumber daya air yang sangat besar. Potensi
tersebut dapat dimanfaatkan untuk menunjang sektor pertanian, air baku pada
masyarakat perkotaan dan industry, pembangkit listrik, hingga pariwisata.
Berdasarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),
dari total potensi sumber daya air tersebut, hanya sekitar 20 persen yang sudah
dimanfaatkan sedangkan sekitar 80 persen belum dimanfaatkan. Dari air yang
dapat dimanfaatkan tersebut, sekitar 20 persen digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air baku rumah tangga, kota dan industri, 80 persen lainnya
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi.

Dalam perkembangannya, air secara sangat cepat menjadi sumberdaya


yang semakin langka dan relative tidak ada sumber penggantinya. Indonesia
yang merupakan salah satu Negara dalam 10 negara kaya air, dalam
pemanfaatannya masih sering terjadi permasalahan mendasar. Contohnya pada
musim hujan, beberapa bagian Indonesia banyak mengalami pelimbahan air
secara berlebihan. Berkebalikan saat musim kemarau, beberapa bagian malah
mengalami kekurangan air dan kekeringan. Permasalahan lainnya adalah
terbatasnya jumlah air yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan
jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan air
baku meningkat secara drastis. Masalah kualitas air semakin mempersempit
alternatif sumbersumber air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

Untuk mendukung pemanfaatan sumber daya air agar mejadi lebih optimal
dalam mendukung peningkatan produksi pertanian, diperlukan reformasi
pengelolaan sumber daya air yang lebih tepat. Reformasi sub sektor air di
Indonesia, harus dilihat dalam dua aspek terkait, yaitu: pengelolaan layanan
(service management) dan pengelolaan sumberdaya (resources management).
pengelolaan layanan mengacu pada the provision of infrastructure seperti
jaringan pipa distribusi, fasilitas pengolahan air, sumber pasokan air (supply
sources) dan sebagainya, sedangkan pengelolaan sumberdaya mengacu pada
pengalokasian air antara sektor pertanian, industri, rumah tangga, isu-isu polusi
dan sebagainya.

Indonesia sebagai Negara yang memiliki sumberdaya air besar mengalami


ketahanan air yang cukup memprihatinkan. Masalah ketahanan air nasional jika
tidak segera dibenahi akan menyebabkan krisis air berkepanjangan yang
berakibat berkurangnya ketersedian air baik untuk irigasi pertanian, domestik,
maupun industri. Akibatnya produksi pertanian tidak dapat ditingkatkan atau
bahkan akan menurun karena lahan sawah non irigasi terutama lahan sawah
tadah hujan, lahan sawah irigasi sederhana dan lahan kering mengalami
kekurangan air. Karena pada umumnya lahan kering tidak diirigasi, kebutuhan
air untuk tanaman hanya dari curah hujan. Produktivitas sawah tadah hujan dan
lahan kering yang merupakan penghasil bahan pangan masih rendah, pada
umumnya indeks pertanamannya 100, karena keterbatasan air.

Berdasarkan data Kementerian PUPR, ketahanan air atau daya tampung air
yang dimiliki Indonesia saat ini hanya mencapai 63 meter kubik per kapita per
tahun. Idealnya adalah 1.600 meter kubik per kapita per tahun, pemerintah akan
membangun 65 bendungan baru untuk meningkatkan daya tampung air dan
tersebar di beberapa wilayah, akan meningkatkan ketahanan air nasional
mencapai 150 meter kubik per kapita per tahun.

Optimalisasi pemanfaatan sumber daya air harus dilakukan agar dapat


meningkatkan ketahanan air dan ketahanan pangan dengan cara membangun
banyak bendungan yang berperan sebagai penampung banyak air pada musim
penghujan dan menyuplai air pada musim kemarau. Pembangunan bendungan
dan waduk ini nantinya akan berkontribusi terhadao peningkatakan produksi
pertanian. Adanya tampungan air yang dapat dimanfaatkan pada musim kemarau
akan meningkatkan indeks pertanaman sehingga produksi pertanian akan
meningkat.

Selain pembangunan bendungan dan waduk sebagai tampungan air, ada


pula pemanfaatan air permukaan seperti sungai, danau, atau rawa air tawar untuk
tanaman yang dilakukan secara sederhana yang dialirkan secara gravitasu atau
menggunakan pompa. Pemanfaatan sumberdaya air dapat dikategorikan ke
dalam pemanfaatan secara konsumtif maupun non-konsumtif. Air dikatakan
digunakan secara konsumtif jika air setelah penggunaannya, air menjadi tidak
tersedia lagi untuk penggunaan lainnya. Seperti air irigasi untuk tanaman,
pemanfaatan air irigasi dalam pertanian akan habis diserap oleh tanaman, dan
sebagian lagi akan menguap dan diserap ke dalam tanah serta penyerapan oleh
tanaman dan hewan ternak terjadi dalam jumlah yang cukup besar. Jika air yang
digunakan tidak mengalami kehilangan serta dapat dikembalikan ke dalam
sistem perairan permukaan (setelah diolah jika air berbentuk limbah), maka air
dikatakan digunakan secara non-konsumtif dan dapat digunakan kembali untuk
keperluan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Optimalisasi sumber daya air dapat meningkatkan produksi pertanian pada


lahan sawah, lahan sawah tadah hujan dan lahan kering kering. Optimalisasi
sumber daya air dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan air sehingga dapat
memperpanjang masa tanam atau meningkatkan indeks pertanaman dan
ekstensifikasi pertanian. Untuk meningkatkan ketersedaan air dimulai dengan
panen air (water harvesting) berupa embung/damparit atau recharge groundwater
yang digunakan untuk irigasi suplementer. Penjadwalan irigasi dan pemberian
irigasi merupakan tahapan selanjutnya. Pembangunan infrastruktur air
merupakan implementasi optimalisasi sumber daya air yang dapat meningkatkan
produksi pertanian secara keseluruhan, pada lahan sawah, lahan sawah tadah
hujan dan lahan kering.

Optimalisasi pemanfaatan sumber daya air merupakan target utama dari


pengelolaan sumber daya air karena akan menentukan produktivitas air yang
akan meningkatkan produksi pertanian. Sumber daya air yang ada di DAS,
pemanfaatannya harus dilakukan optimalisasi dari mulai hulu DAS sampai hilir
untuk dirubah menjadi bahan pangan atau produk pertanian. Tahap awal dimulai
dari bagian hulu DAS, air yang tersedia dimanfaatkan dengan membangun
infrastruktur air berupa dam parit yang berfungsi menampung dan
mendistribusikan air ke lahan pertanian. Tahap selanjutnya, dibagian bawahnya
dibangun lagi infrastruktur air berupa damparit atau embung yang berfungsi
menampung dan mendistribusikan air ke lahan pertanian yang berada lebih
bawah dari lahan pertanian tahap awal.
Untuk menjaga keberlanjutan air tersedia untuk pertanian, salah satu
alternatifnya adalah dengan mengutamakan konsep keberlanjutan lingkungan
dalam pemanfaatan sumber daya air, yaitu menerapkan konsep eco-efficient.
Eco-efficient merupakan paradigma dan strategi baru untuk mencapai tujuan
pembangunan sumber daya air yang berkelanjutan melalui perencanaan dan
pengelolaan yang terintegrasi dari efisiensi ekologi dan efisiensi ekonomi secara
bersamasama.
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke


armosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu
(Triadmodjo, 2008). Selain berlangsung secara kontinyu, siklus hidrologi juga
merupakan siklus yang bersifat konstan pada sembarang daerah (Wisler dan
Brater, 1959). Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat
dimanfaatkan, namun faktanya saat ini baru sekitar 23 persen yang sudah
termanfaatkan, dimana hanya sekitar 20 persen yang dimanfaatkan tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bakurumah tangga, kota dan industri,
80 persen lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi. Sebagian air
hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan masuk ke dalam cekungan-cekungan
air tanah yang potensinya mencapai lebih dari 308 milyar meter kubik. Indonesia
memiliki potensi sumber daya air yang sangat besar. Dalam perkembangannya,
air secara sangat cepat menjadi sumberdaya yang semakin langka dan relative
tidak ada sumber penggantinya. Masalah kualitas air semakin mempersempit
alternatif sumbersumber air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk
mendukung pemanfaatan sumber daya air agar mejadi lebih optimal dalam
mendukung peningkatan produksi pertanian, diperlukan.

B. SARAN

Hendaknya dalam proses pemanfaatan sumber daya air menjadi focus


permasalahan pemerintah terkait dan pemerintah dapat melakukan pembinaan
terhadap pengelola, sehingga pengelolaan dapat dilakukan lebih optimal dan
tidak mengganggu aktivitas pertanian. Masyarakat juga haarus menjaga,
melestarikan dan menggunakan sebaik-baiknya sumber daya air yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Kajian Undang-Undang Sumber Daya Air, Robert J. Kondoatie, Yogyakarta 2005

Hukum Agraria Indonesia Boedi Harsono,Djambatan, Jakarta, 2005

Candra, Ewin, 2016. “Potensi Sumber Daya air Indoneis”

Nono Sutrisno dan Adang Hamdani, “Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Air
untuk Meningkatkan Produksi Pertanian”, Jurnal Sumberdaya Lahan, Vol. 3 No.
2, (2019).

Status Lingkungan Hidup Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup Republik


Indonesia, 2010.

Annisa, Irma. 2020. “Pengantar Hidrologi”. Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja
Anggota IKAPI No.003/LPU/2013

Hasmari Noer, “Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Air Melalui Perbaikan Pola


Tanam Dan Perbaikan Teknik Budidaya Pada Sistem Usahatani”, Indonesian
Journal of Agricultural Economics (IJAE), Vol. 2 No. 2, (2011)

Anda mungkin juga menyukai