Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH DRAINASE

PASANG SURUT

Disusun oleh :

Sarah (171050303)

Kasih Puspitasari (171050303)

M Miftakhul Ihsan (1710503036)

Marwan Tri Bastian (1710503037)

(1710503095)

TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TIDAR
2019

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa,


karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, makalah yang berjudul
“DRAINASE PASANG SURUT” dapat saya selesaikan. Penyusunan makalah ini
diharapkan dapat memberikan informasi tentang bab penanggulangan banjir.

Dalam pembuatan makalah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada


Bapak Achmad Rafi’Ud Darajat, S.Pd., M.Eng. selaku dosen pembimbing saya
yang telah berkenan mengizinkan pembuatan makalah ini. Selain itu, ucapan
terima kasih juga saya tujukan kepada kedua orang tua dan teman-teman saya
yang telah memberikan doa, dorongan, serta bantuan kepada saya sehingga
makalah ini dapat saya selesaikan.

Demikian, makalah ini saya hadirkan dengan segala kelebihan dan


kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini, sangat saya harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.

Magelang, 26 November 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pemanfaatan lahan pasang surut di Indonesia masih menemui kendala terutama


untuk budidaya tanaman pangan selain padi. Masalah utama adalah masih
tingginya keragaman air tanah di petak usaha tani. Disisilain kondisi muka air
yang diinginkan sangat tergantung kepada jenis tanaman, tanah dan kondisi
hidrologis wilayah setempat (Ale, et al., 2008; Imanudin, 2006). Variasi status air
tanah di petak tersier juga dipengaruhi oleh curah hujan dan pasang surut air
laut. Pada beberapa daerah yang tidak terjangkau air pasang air tanah lebih
dipengaruhi oleh curah hujan. Pada kondisi ini lahan menjadi tadah hujan dan
pembuangan tidak bisa berlebihan. Drainase terbuka sering penyebab kelebihan
pembuangan dan salah satu alternatif adalah drainase bawah tanah (Bakri. 1999;
Bakri et al.,2013)

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pasang Surut
Pasang surut adalah gerakan naik-turunnya muka air laut, di mana
amplitudo dan fasenya berhubungan langsung terhadap gaya geofisika yang
periodik, yakni gaya yang ditimbulkan oleh gerak reguler benda-benda angkasa,
terutama bulan, bumi, dan matahari. Naik turunnya muka laut akibat gaya
geofisika ini disebut pasang surut gravitasi.

Dari semua benda angkasa yang mempengaruhi proses pembentukan


pasang surut air laut, hanya bumi dan bulan yang sangat berpengaruh melalui
tiga gerakan utama, yaitu :

4
1. Revolusi bulan terhadap bumi,
2. Revolusi bumi terhadap matahari,
3. Perputaran bumi terhadap sumbunya sendiri (rotasi bumi).

Pasang surut mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sistem


drainase di wilayah perkotaan yang terletak di kawasan pantai, khususnya untuk
daerah yang datar dengan elevasi muka tanah yang tidak cukup tinggi.
Permasalahan yang dihadapi, antara lain :

1. Terjadinya genangan pada kawasan-kawasan yang elevasinya berada


dibawah muka air pasang.
2. Terhambatnya aliran air atau banjir pada saluran yang langsung
berhubungan dengan laut atau sungai (yang terpengaruh pasang surut)
akibat naiknya permukaan air pada saat terjadi pasang.
3. Drainase sistem gravitasi tidak dapat bekerja dengan penuh, sehingga
perlu bantuan pompa dan perlu dilengkapi pintu air pada outlet-outlet
yang berfungsi untuk mencegah masuknya air laut pada saat pasang,
sehingga biaya konstruksi maupun operasi dan pemeliharaan sistem
drainase menjadi mahal.
4. Bangunan-bangunan air, khususnya yang terbuat dari metal, mudah
berkarat dan rusak akibat terkena air laut. Hal ini akan meningkatkan
biaya pemeliharaan.

B. Gerakan Pasang Surut

1. Muka air laut rata-rata

Muka air laut rata-rata (MSL) adalah ketinggian rata-rata muka air laut
selama satu periode yang panjang (satu tahun atau lebih). Fluktuasi muka air laut
musiman disebabkan oleh faktor-faktor iklim (variasi dalam tekanan udara, arah,
dan kecepatan angin dikombinasi dengan morfologi dasar laut dan garis pantai)
serta pengaruh aliran sungai. Fluktuasi musiman ini menimbulkan perbedaan
penting dalam hal peluang irigasi pasang surut dan drainase antara musim hujan
dan musim kemarau.

2. Karakteristik pasang surut

Karakteristik pasang surut di sepanjang pantai Indonesia bervariasi dari


satu tempat ke tempat lainnya. Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat
mempunyai pasang surut jurnal, yaitu sekali pasang dan sekali surut setiap hari.

5
Sumatera Utara dan Kalimantan Timur mempunyai pasang surut semi-jurnal,
yaitu dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya. Tempat lainnya
mempunyai pasang surut campuran yang kadang-kadang didominasi oleh pasang
surut jurnal ataupun semi-jurnal. Karakteristik pasang surut berpengaruh
terhadap kecepatan aliran dan waktu yang tersedia untuk navigasi, drainase dan
pemberian air.

3. Kisaran pasang surut dan peluang drainase

Rentang pasang surut merupakan perbedaan antara muka air pasang dan
muka air surut harian. Kisarannya bervariasi secara tetap setiap dua minggu dan
mencapai maksimum pada pasang purnama (spring tide) serta minimum pada
pasang perbani (neap tide). Kisaran ini dipengaruhi oleh perubahan musim.
Kisaran pasang surut bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Pada pantai
utara Jawa hanya sekitar 1,00 m, sedangkan pada pantai timur Sumatera dan
pantai selatan Kalimantan bervariasi antara 2,00 - 3,00 m, dan pada pantai
selatan Irian Jaya dapat mencapai sekitar 6,00 m.

Karena elevasi lahan pasang surut umumnya berkisar elevasi muka air
pasang purnama, kisaran pasang surut pada saat pasang purnama memberikan
indikasi kedalaman muka air surut dibawah permukaan tanah, dan juga
merupakan kedalaman drainase maksimum yang mungkin ada. Dengan masuk
dan mengalir di saluran, fluktuasi pasang surut akan mengecil. Pemeliharaan
saluran yang buruk akan semakin mengurangi kisaran pasang surut dan demikian
potensi kedalaman drainase.

C. Drainase Pasang Surut


Pada lahan pasang surut, hal yang terjadi adalah air pasang dari laut akan
mengalir ke sungai dan dapat mencapai tanah, jadi untuk menanggulanginya
diperlukan bangunan hidrolik terdiri dari Bendung dan Pintu Selain itu bendung
dan pintu, bangunan hidrolik yang dibutuhkan dalam sistem drainase lahan
pasang-surut adalah saluran drainase. Pada hakikatnya pintu dibuat agar pasang
air tidak mencapai area lahan yang ditanami oleh tanaman penduduk, namun bisa
dibuka jika ingin membuang kelebihan air dari hujan dan air tanah pada lahan
usaha.

D. Saluran Drainase

6
Pada dasarnya sistem drainase pada lahan pasang-surut dibuat dengan
tujuan untuk membuang kelebihan air, juga mengendalikan tinggi muka air tanah
agar - agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu oleh muka air tanah yang
terlalu tinggi. (Pada saluran tersier) Saluran drainase pada sistem drainase
pasang surut terbagi menjadi saluran primer, saluran sekunder,dan saluran
tersier. Fungsi alamat adalah sebagai berikut :

1) Saluran Tersier

Saluran tersier dapat digunakan untuk mempertahankan muka air tanah


pada tingkat yang optimal, yaitu pada kedalaman> 0,1 m untuk padi dan
palawija, dan pada kedalaman lebih besar dari 0,6 m untuk tanaman kelapa
sawit. Pintu air bisa ditempatkan disaluran tersier pada jarak tertentu dari
saluran sekunder sebelum berangkat daerah lahan yang ditanami tumbuhan.
selain itu saluran tersier juga berfungsi untuk menyalurkan air berlebih dari air
tanah dan hujan ke saluran sekunder saat surut.

2) Saluran Sekunder

Saluran sekunder berfungsi mengeluarkan air berlebih dari area lahan usaha (air
hujan dan air tanah) ke saluran utama, juga menahan air pasang (dari laut) dan
mengeluarkannya kembali saat surut agar tidak menggenagi area lahan penduduk.

7
Berbicara saluran sekunder, saluran sekunder dirancang sesuai kondisi topografi
wilayah yang dilaluinya.

3) Saluran Primer

Mengeluarkan air berlebih dari areal lahan usaha (air hujan dan air tanah)
ke saluran utama, juga menahan air pasang (dari laut) dan dikeluarkannya
kembali saat surut agar tidak merusak area lahan penduduk. Selain itu itu saluran
primer juga bisa digunakan untuk sarana transportasi. Secara umum tata letak
sistem drainase pada lahan pasang surut bisa dilihat pada gambar . Tata letak di
atas tampak itu pintu ditempatkan pada saluran tersier sebelum mencapai
daerah lahan usaha, hal ini mengharapkan agar air pasang dari laut tidak
mencapai lahan usaha.Pintu yang digunakan memiliki engsel yang bisa terbuka
kearah saluran sekunder, sehingga saat pasang, air laut tidak bisa masuk ke
saluran tersier pada lahan usaha, dan saat surut,saluran tersier sekitar lahan
usaha bisa membuang kelebihan air dari air tanah dan hujan. Pintu air bisa juga
diterapkan pada saluran sekunder dan primer, namun terkadang saluran
tersebut sering digunakan sebagai sarana transportasi, jadi penggunaan pintu air
perlu dilengkapi dengan sistem multi-polder yang mampu menaik turunkan
muka air, sepertiyang diterapkan di Belanda.

E. Hidrotopografi

Kebutuhan pengamanan banjir dan peluang irigasi ataupun drainase pasang


surut ditentukan oleh hubungan antara elevasi muka tanah, tinggi muka air
pasang, dan peredaman muka air pasang dalam sistem saluran antara sungai dan
lahan yang bersangkutan. Hubungan ini dikenal sebagai hidrotopografi lahan dan
sangat penting dalam menilai potensi pengembangan lahan pertanian. Dalam
pembagianya dapat dibedakan empat kategori hidrotopografi sebagai berikut:

1. Kategori A (lahan terluapi air pasang).

Lahan terluapi air pasang sekurang-kurangnya 4 atau 5 kali dalam


14 hari siklus pasang perbani-purnama, baik di musim hujan maupun di
musim kemarau. Lahan ini kebanyakan berada di kawasan rendah atau
berdekatan dengan muara sungai.

2. Kategori B (lahan secara periodik terluapi air pasang).

8
Lahan terluapi air pasang sekurang-kurangnya 4 atau 5 kali dalam
14 hari siklus pasang perbani-purnama tetapi hanya di musim hujan saja.

3. Kategori C (lahan berada di atas elevasi muka air pasang tinggi).

Lahan tidak bisa diluapi air pasang secara teratur meskipun


pasang tinggi, sedang muka air tanah masih bisa dipengaruhi oleh
fluktuasi pasang surut. Karena elevasinya relatif tinggi, kemungkinan
kehilangan air akibat perkolasi relatif tinggi sehingga sulit mempertahankan
genangan air di atas lahan sawah. Dengan demikian, hanya palawija dan
tanaman perkebunan yang lebih cocok untuk dibudidayakan di lahan kategori ini.

4. Kategori D (lahan kering).

Keseluruhan lahan berada di luar pengaruh pasang surut.


Tanaman kering dan perkebunan paling cocok untuk lahan kategori ini.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

9
DAFTAR PUSTAKA

Ekoloyo, Agung . 1999. Rancangan Sistem Drainase Di Lahan Pasang Surut


Padang Kumbang Sumatera Selatan. Institut Pertanian Bogor.

Permen PU.2015. Tentang Eksploitasi Dan Pemeliharaan. Nomor : 11 / PRT / M


/ 2015,

Imanudin,S dkk. 2014. Kajian Aplikasi Sistem Drainase Bawah Tanah Untuk
Budidaya Jagung Di Lahan Pasang Surut Telang II Sumatera Selatan.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27
September 2014.ISBN : 979-587-529-9.

Bakri. 1999. Korelasi Air Di Pintu tersier dan Lahan Usaha Pada Lahan Pasang
Surut Primer 2 Sumber Mukti Pulau Rimau Sumatera Selatan. Prosiding
Semiloka Manajemen Daerah Rawa dan Kawasan Pesisir, Palembang, 4-6
Maret 2000.

Damayanti, Dwi dkk. 2017 . Perencanaan Sistem Drainase Wilayah Tawang Sari
Dan Tawang Mas Semarang Barat. Universitas Diponegoro : Jurnal Karya
Teknik Sipil. Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017, Halaman 194-203.

Romadona, Irenne Ismayanti dkk. 2019.Analisis Reduksi Genangan Pada Saluran


Drainase Di Pesisir Kota Palu Yang Berwawasan Lingkungan.Universitas
Brawijaya : Jurnal Teknik Pengairan, Vol. 10 No. 1 Mei 2019, hlm 39-50.

10

Anda mungkin juga menyukai