Anda di halaman 1dari 4

PAPER MATA KULIAH

PENGINDRAAN JAUH TERAPAN

Disusun Oleh :

Elysabeth Sitinjak
Fakhrurozi
Ziedan Sahputra
Stani Nugroho Soffa B (119230082)

Program Studi Teknik Geomatika


Jurusan Teknologi Infrastuktur dan Kewilayahan
Institut Teknologi Sumatera
2022
ANALISIS SEBARAN DAN KERAPATAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA
LANDSAT 8 DI KABUPATEN PESAWARAN

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

ABSTRAKSI
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki potensi sumber daya wilayah pesisir
laut yang besar dimana salah satunya adalah hutan mangrove. Ciri khas dari hutan mangrove
Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Akan tetapi, kondisi mangrove
tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif terus menurun dari tahun ke tahun. Penurunan
kualitas mangrove menjadi perhatian serius seiring dengan penyusutan luasnya. Perubahan kerapatan
tajuk merupakan salah satu indikasi untuk memantau kualitasnya. Pemanfaatan citra satelit
penginderaan jauh Landsat telah dilakukan. Seiring dengan berkembangnya citra satelit seri Landsat,
maka pada penelitian ini dilakukan pengolahan citra Landsat 8 untuk menganalisis sebaran dan
kerapatan mangrove menggunakan analisis indeks vegetasi di Kabupaten Pesawaran. Tahapan
identifikasi mangrove dilakukan dengan menggunakan komposit band RGB 564, kemudian dilakukan
pemisahan obyek mangrove dan non mangrove dengan menggunakan metode klasifikasi
unsupervised. Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis kerapatan mangrove dengan
menggunakan formula NDVI.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara mega biodiversity nomor tiga di dunia dengan luas 1.3% dari luas bumi,
memiliki 90 jenis ekosistem khas habitat flora fauna (Harsono, 2000)Indonesia tercatat sebagai
negara yang memiliki luasan kawasan mangrove terluas di dunia, namun kondisinya semakin
menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Kussmana, 2005). Wilayah pesisir memiliki
sumber daya alam dan jasa lingkungan yang sangat kaya, termasuk di dalamnya sumber daya lahan
yang sangat strategi bagi kepentingan pembangunan dalam berbagai sektor (Siobelan et al. 2015).
Ekosistem mangrove merupakan habitat berbagai biota, baik biota akuatik maupun biota daratan.
Ketika menyebut ekosistem mangrove, maka yang pertama kali tergambar adalah tumbuhan-
tumbuhan halofit yang hidup di daerah pesisir pasang surut (Ghufran, 2012). Ekosistem mangrove
bersifat dinamis, labil, dan kompleks. Dikatakan dinamis dikarenakan dapat terus tumbuh,
berkembang, dan megalami suksesi sementara dikatakan labil karena mudah rusak (Mughofar, 2018).
Ekosistem mangrove termasuk tipe ekosistem hutan yang tidak terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor
lingkungan yang sangat dominan dalam pembentukan ekosistem itu (faktor edafis). Salah satu faktor
lingkungan lainnya yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove adalah salinitas atau
kadar garam (Indriyanto, 2010). Mangrove dibatasi oleh suhu secara global, akan tetapi variasi curah
hujan, pasang surut, gelombang, dan arus sungai sangat menentukan hamparan atau luasan dan
biomassa mangrove pada skala regional dan lokal (Alongi, 2009).
Tinjauan Pustaka
Hutan mangrove dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh,
dimana letak geografi hutan mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut
memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan obyek vegetasi darat lainnya (Faizal,
2005). Dengan teknologi ini, nilai spektral pada citra satelit dapat diekstraksi menjadi informasi
obyek jenis mangrove pada kisaran spektrum tampak dan inframerah - dekat (Suwargana, 2008).
Mangrove di kawasan sepanjang pantai dan pertambakan dapat terlihat jelas dari citra FCC (False
Color Composit). Kombinasi tersebut masing-masing adalah band 4,5, dan 7 untuk Landsat-MSS atau
band 2,3 dan 4 untuk Landsat-TM; masing-masing dengan filter Blue, Green dan Red. Hutan
mangrove terlihat dengan warna merah kegelapan pada citra FCC. Warna merah merupakan
reflektansi vegetasi yang terlihat jelas pada citra band inframerah, sedangkan kegelapan merupakan
reflektansi tanah berair yang terlihat jelas pada citra band merah dalam (Suwargana, 2008).
Penelitian yang dilakukan (J.D.Waas, 2010) menunjukkan bahwa analisis data citra untuk penentuan
vegetasi mangrove menggunakan citra Landsat 7 ETM+ mengacu pada hasil eksplorasi citra komposit
RGB 453.

Penelitian mengenai deteksi sebaran hutan mangrove beserta kerapatannya di


menggunakan citra landsat telah dilakukan oleh banyak peneliti. Kondisi hutan mangrove dari tahun
2015 - 2018 terus mengalami penurunan luas dan perubahan tingkat kerapatan. Hal itu disebabkan
oleh banyaknya konversi penggunaan lahan dari penutup lahan yang satu menjadi penutup lahan
lain yang banyak (Parwati, 2001). Pada saat ini, wilayah Hutan mangrove di kabupaten pesawaran
mengalami tekanan yang besar yaitu tingginya laju sedimentasi dari daratan dan penebangan liar
yang mengakibatkan penurunan hutan mangrove baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk
melihat kondisi terkini mengenai sebaran dan kerapatan hutan mangrove di Pesawaran perlu
dilakukan penelitian dengan menggunakan data terbaru. Salah satu satelit terbaru yang bisa
dimanfaatkan untuk mendeteksi hutan mangrove adalah Landsat 8. Satelit ini melanjutkan misi
satelit Landsat 7 (ETM+) sebelumnya. Hal ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan Landsat
7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun
karakteristik sensor yang dibawa. Akan tetapi ada beberapa tambahan yang menjadi titik
penyempurnaan dari Landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik
terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit dari tiap piksel data (Ayuindra, 2013). Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis sebaran hutan mangrove beserta kerapatannya dengan
menggunakan citra satelit Landsat 8 di Segara

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sebaran dan kerapatan hutan mangrove
di Provinsi Lampung pada tahun 2015 dan 2018 dengan menggunakan citra landsat 8 yang didapatkan
dari website USGS lalu dilihat kerapatan vegetasi pada citra tersebut kemudian dibandingkan
sehingga bisa dilihat apakah kerapatan dan sebaran hutan mangrove tersebut naik atau menurun
METODE

Anda mungkin juga menyukai