Anda di halaman 1dari 4

Nama : REISTI HANDAYANI

NIT : 21.7.05.405
JURNAL
1. JURNAL TENGKAWANG (2021) Vol. 11 (2): 98 – 105. PEMETAAN KAWASAN
MANGROVE DI KABUPATEN MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT
MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8. Rafdinal, Adityo Raynaldo, dan Eko
Subrata.

2. Jurnal Kelautan (2014) Vol. 7 (2): 69. ANALISIS KESESUAIAN LAHAN


KONSERVASI HUTAN MANGROVE DI PESISIR SELATAN KABUPATEN
BANGKALAN. Maulinna Kusumo Wardhani.

3. Majalah Geografi Indonesia Vol 37, No 1 (2023) : 84-91. Pemetaan kondisi hutan
mangrove di kawasan pesisir Selat Madura dengan pendekatan Mangrove Health
Index memanfaatkan citra satelit Sentinel-2. Zainul Hidayah, Herlambang Aulia
Rachman, dan Abd Rahman As-Syakur.

4. Geomatika (2017) Vol. 23 (2): 87 – 94. PENDEKATAN METODE NORMALIZED


DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DAN LYZENGA UNTUK
PEMETAAN SEBARAN EKOSISTEM PERAIRAN DI KAWASAN PESISIR
TELUK BENOA-BALI. Aprizon Putra, Try Al Tanto, Aulia Riza Farhan, Semeidi
Husrin, dan Widodo S Pranowo.

5. Bunga Rampai Kepesisiran dan Kemaritiman Jawa Tengah(2016) Vol. II (1): 93-105.
Pemetaan Kawasan Rawan Abrasi di Provinsi Jawa Tengah Bagian Utara. I Wayan
Wisnu Yoga Mahendra, Edwin Maulana, Theresia Retno Wulan, Aries Dwi Wahyu
Rahmadana, dan Anggara Setyabawana Putra.
RINGKASAN JURNAL
PEMETAAN KAWASAN MANGROVE DI KABUPATEN MEMPAWAH
KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8. Rafdinal,
Adityo Raynaldo, dan Eko Subrata.
Kalimantan Barat terletak di bagian pesisir barat pulau Kalimantan, memiliki
potensi hutan mangrove yang cukup tinggi terutama di beberapa Kabupaten yang
berbatasan langsung dengan laut salah satunya Kabupaten Mempawah. Luasan hutan
mangrove di Kalimantan Barat cukup bervariasi, menurut data Bakosurtanal (2009)
dan RLPS-MOF (2007) dalam Hartini et al. (2010), luasan mangrove di Kalimantan
Barat berkisar antara 149.344,19 – 342.600,12 Ha. Variasi luasan ini diakibatkan
perbedaan ketelitian dari metode penginderaan jauh dan survey lapangan yang
digunakan. Luasan mangrove di Kabupaten Mempawah pada tahun 2014 diestimasi
seluas 739,30 Ha, terdistribusi di Kecamatan Mempawah Hilir, Mempawah Timur,
Sungai Kunyit dan Sungai Pinyuh dengan deteksi kerusakan diperkirakan seluas
250,88 Ha dari tahun 1989 (Khairuddin et al., 2016). Laporan lain terkait mangrove di
Kabupaten Mempawah antara lain, Badan Informasi Geospasial (2017) dalam peta
RBI menunjukkan bahwa hutan mangrove di Kabupaten Mempawah terdistribusi di
Kecamatan Sungai Pinyuh, Segedong dan Siantan, dengan luasan total 1.233 Ha.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kawasan mangrove pada 3 kecamatan di
Kabupaten Mempawah yang belum tercover oleh penelitian sebelumnya, serta
mengidentifikasi titik-titik kawasan mangrove yang mengalami degradasi pada
akuisisi data tahun 2018 hingga 2019. Berdasarkan hasil penelitian, diestimasi luasan
mangrove pada 3 Kecamatan di Kabupaten Mempawah yaitu Kecamatan Siantan,
Segedong dan Sungai Pinyuh adalah sebesar 1.090,35 ha. Nilai indeks vegetasi
(NDVI) pada kawasan mangrove di lokasi berkisar antara 0.20 hingga 0.81 terbagi
atas 3 kategori, dimana rentang nilai NDVI 0,20-0,61 (kategori sedang dan rendah)
menunjukkan kawasan yang mengalami degradasi mangrove secara parsial. Potensi
kehilangan mangrove akibat deforestasi dan alihguna lahan juga dapat terlihat dari
hasil perbandingan dengan penelitian sebelumnya, sebaliknya potensi pertambahan
luasan akibat kolonisasi mangrove juga dapat terlihat.
PEMETAAN KONDISI HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PESISIR
SELAT MADURA DENGAN PENDEKATAN MANGROVE HEALTH INDEX
MEMANFAATKAN CITRA SATELIT SENTINEL-2. Zainul Hidayah,
Herlambang Aulia Rachman, dan Abd Rahman As-Syakur.
Kondisi ekosistem hutan mangrove dapat ditinjau dari beberapa parameter antara
lain keanekaragaman jenis (diversity), kerapatan vegetasi (density), penutupan kanopi
dan biomassa (Schaduw, 2019; Suryono et al., 2018; Suwanto et al., 2021). Sementara
itu, untuk pengamatan menggunakan citra satelit, kondisi ekosistem mangrove
umumnya dianalisis dengan menggunakan beberapa indeks vegetasi. Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI) yang memiliki korelasi kuat dengan kerapatan
vegetasi mangrove merupakan salah satu indeks vegetasi yang paling banyak
digunakan (Hidayah et al., 2015; Razali et al., 2019). Penelitian-penelitian yang lain
juga memanfaatkan berbagai indeks vegetasi untuk membuat model penentuan
biomassa dan stok karbon mangrove (Baloloy et al., 2020; Fikri et al., 2021; Muhsoni
et al., 2018) . Sementara itu, analisis MHI (Mangrove Health Index) merupakan
pendekatan baru yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi dan kualitas
lingkungan ekosistem hutan mangrove. Secara umum perhitungan MHI
dikembangkan untuk menilai kesehatan mangrove pada tingkat ekosistem berdasarkan
3 parameter utama struktur tegakan mangrove yaitu diameter batang, tutupan tajuk
dan kepadatan. Nilai MHI dapat ditentukan melalui pengambilan data lapang
(Schaduw et al., 2021; Setyadi et al., 2021) maupun memanfaatkan citra satelit.
Beberapa penelitian yang memanfaatkan citra satelit untuk menentukan MHI
berdasarkan nilai NDVI antara lain dilakukan oleh Akbar et al (2020), Maulidiyah et
al (2017) serta Sukojo & Arindi (2019). Penemuan lebih lanjut menunjukkan korelasi
yang kuat antara ketiga parameter tersebut dengan index vegetasi yang dapat
diketahui melalui analisis citra satelit. Sehingga nilai MHI dapat diprediksi dari
beberapa nilai index vegetasi yaitu NBR (Normalized Burn Ratio), GCI (Green
Chlorophyll Index), SIPI (Structure Insensitive Pigment Index) dan ARVI
(Atmospherically Resistant Vegetation Index) (Nurdiansah & Dharmawan, 2021).
Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan
dinamika spasial dan temporal kondisi hutan mangrove dengan pendekatan MHI dan
menganalisis struktur komunitas hutan mangrove di kawasan pesisir Surabaya dan
Sidoarjo. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar
pengambilan kebijakan untuk konservasi dan rehabilitasi ekosistem hutan mangrove.
Berdasarkan analisa temporal citra satelit Sentinel 2, luas hutan mangrove di pesisir
Surabaya dan Sidoarjo mengalami pertambahan yang signifikan dari 3546,91 Ha pada
tahun 2015 menjadi 3956,77 Ha pada tahun 2021. Pertambahan luas hutan mangrove
sebesar 409,86 Ha ini disebabkan oleh tingginya sedimentasi yang kaya bahan
organik dan membentuk lahan untuk pertumbuhan mangrove. Seiring dengan
pertambahan luas hutan mangrove, hasil penelitian ini menunjukkan terjadi perbaikan
kesehatan mangrove yang dijelaskan melalui nilai MHI. Prosentase luas hutan
mangrove yang berada pada kelas MHI sedang hingga baik pada tahun 2015 hanya
sekitar 2%. Sedangkan pada tahun 2021 prosentase luas hutan mangrove yang berada
pada kelas MHI sedang hingga baik meningkat secara signifikan hingga mencapai
26,02%.
PENDEKATAN METODE NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION
INDEX (NDVI) DAN LYZENGA UNTUK PEMETAAN SEBARAN
EKOSISTEM PERAIRAN DI KAWASAN PESISIR TELUK BENOA-BALI.
Aprizon Putra, Try Al Tanto, Aulia Riza Farhan, Semeidi Husrin, dan Widodo S
Pranowo.
Kawasan Teluk Benoa dan sekitarnya merupakan muara dari tujuh tukad/sungai,
yaitu: Tukad Punggawa, Tukad Balian, Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Soma,
Tukad Mumbul dan Tukad Bualu menciptakan estuari dan tipologi yang berbeda
dengan perairan pantai dangkal lainnya. Dimana hidup sejumlah komunitas strategis,
khususnya komunitas mangrove, lamun, rumput laut, terumbu karang, dan
makrozoobenthos dengan kelimpahan dan keanekaragaman yang tinggi. Adapun
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan luas sebaran ekosistem
pesisir seperti mangrove dan terumbu karang di kawasan Teluk Benoa dan sekitarnya.
Dalam membedakan objek vegetasi mangrove dengan vegetasi jenis lain (non-
mangrove) digunakan analisis NDVI. Dengan transformasi NDVI vegetasi mangrove
akan terlihat lebih kontras dengan proporsi tingkat kecerahan yang lebih tinggi
(Reddy, 2008). Ini dikarenakan dalam pemanfaatan NDVI menggunakan gelombang
sinar inframerah dekat (NIR) dan gelombang merah (R), yang mana gelombang NIR
sangat peka akan
klorofil pada vegetasi.Berdasarkan analisis citra SPOT-6 tahun 2006 kondisi
mangrove relatif sangat baik dengan luas 1.095,89 ha, tetapi pada tahun 2012
keberadaannya berkurang menjadi 1.005,91 ha, hal ini disebabkan karena sebagian
telah ditebang dijadikan lahan tambak dan alih fungsi lahan seperti di Kelurahan
Pedungan dan reklamasi Pulau Serangan. Dengan demikian kondisi mangrove dari
tahun 2006-2015 menunjukkan sudah terdegradasi. Hal tersebut menyebabkan fungsi
mangrove sebagai perlindungan biota perairan sudah menurun, sehingga
menyebabkan penurunan hasil penangkapan ikan bagi nelayan. Sedangkan hasil
analisis algoritma Lyzenga menunjukan terumbu karang dominan berada di luar teluk.
Dengan perubahan luasan pada tahun 1997-2006 seluas -69,07 ha, serta tahun 2006-
2012 seluas -90,51 ha dan tahun 2012-2015 seluas 112,47 ha.

Anda mungkin juga menyukai