Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 3(4): 319-326

Pemetaan Kondisi Terumbu Karang Menggunakan Citra Satelit di Pulau


Matahora Kabupaten Wakatobi

[Mapping Coral Reef Condition Using Satellite Imagery in Matahora Island of Wakatobi
Regency]

La Didi1, Halili2, dan Ratna Diyah Palupi3


1
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu KelautanUniversitas Halu Oleo
Jl. H.E.A Mokodompit, kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/fax; (0401) 3193782
2
Surel: halili_99@yahoo.com
3
Surel: palupi_rd@yahoo.com

Diterima: 6 September 2018, Disetujui: 31 Oktober 2018

Abstrak
Penelitian dilakukan di Pulau Matahora Kabupaten Wakatobi selama periode bulan Mei sampai Juni 2017, dengan tujuan
untuk memetakan serta memperoleh data dan informasi spasial mengenai kondisi, sebaran, dan luasan ekosistem terumbu
karang di Pulau Matahora, menggunakan data Citra Satelit Landsat 8 akuisi 19 November 2014. Penelitian dilakukan
dengan tiga tahap (1) Pemetaan terumbu karang, menggunakan metode unsupervised classification untuk proses klasifikasi;
(2) pengamatan lifeform karang dilakukan pada kedalaman 3 dan 10 m, dengan mengunakan line intercept transect untuk
mengamati kondisi terumbu karang; (3) uji akurasi citra dilakukan dengan metode confusion matrix untuk membandingkan
antara titik sampel dilapangan dengan hasil klasifikasi citra. Berdasarkan hasil klasifikasi citra didapatkan empat kelas
substrat dasar perairan yaitu karang hidup, karang mati, lamun, dan pasir. Luas keseluruhan terumbu karang di perairan
Pulau Matahora 15,275 Ha, yang terdiri atas karang hidup 8,523 Ha dan karang mati 6,752 Ha. Persentase rata-rata
penutupan karang hidup pada kedalaman 3 m diperoleh 36,45% (kategori sedang), kedalaman 10 m diperoleh 63,97%
(kategori baik). Hasil pengukuran kualitas perairan didapatkan dengan kisaran suhu 30 - 310C, salinitas 31 - 32 ppt,
kecerahan 9 - 11 m, dan pH 7 - 8. Hasil uji akurasi citra didapatkan nilai overall accuracy sebesar 96,25%, dan nilai
penyimpangan 3,75%. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan data Citra Satelit Landsat 8 untuk pemetaan terumbu karang
cukup akurat.

Kata kunci : Citra Lansat 8, Kondisi, Pulau Matahora, Terumbu Karang

Abstract
The study was conducted on Matahora Island of Wakatobi Regency during May to June 2017, with the objective to map
and obtain spatial data and information on the condition, distribution and extent of coral reef ecosystem in Matahora Island,
using Landsat Satellite Image 8 data acquisition 19 November 2014. The research was conducted with three stages (1)
Coral reef mapping, using unsupervised classification method for classification process; (2) coral lifeform observations
were performed at depths of 3 and 10 m, using intercept transect lines to observe coral reef conditions; (3) image accuracy
test is done by confusion matrix method to compare between sample point in the field with the result of image classification.
Based on the result of image classification, there are four basic substrate classes of waters, namely live coral, dead coral,
seagrass, and sand. The total area of coral reefs in Matahora Island is 15.275 Ha, consisting of live coral 8,523 Ha and coral
dead 6,752 Ha. The average percentage of live coral cover at a depth of 3 m was 36.45% (medium category), 10 m depth
was 63.97% (good category). The result of water quality measurement was obtained with temperature range 30 - 310C,
salinity 31 - 32 ppt, brightness 9 - 11 m, and pH 7 - 8. The result of accuracy test of the image got overall accuracy value
of 96,25%, and deviation value 3,75 %. This shows that the use of Landsat 8 Satellite Image data for coral reef mapping is
accurate.

Keywords: Condition, Coral Reef, Mapping, Matahora Island

Pendahuluan
Kabupaten Wakatobi merupakan Wakatobi memiliki terumbu karang seluas
daerah kepulauan yang memiliki potensi 64.553,8 Ha, merupakan kawasan yang sangat
pesisir dan laut yang sangat besar dengan luas potensial bagi perkembangbiakan berbagai
wilayah 1.390.000 Ha terdiri dari 97% lautan spesies ikan serta hewan laut lainnya
dan 3% daratan, terletak dipusat “Coral (Rudianto & Santoso, 2008). Wakatobi juga
Triangle” segi tiga karag dunia. Kabupaten merupakan nama Kawasan Taman Nasional Laut
Pemetaan Kondisi Terumbu Karang Menggunakan Citra Satelit

yang ditetapkan sebagai taman nasional melalui Penelitian ini dilakukan dengan tiga
Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 393/Kpts- tahap, yaitu (1) Pemetaan terumbu karang,
VI/1996, menyangkut keanekaragaman hayati yaitu menggunakan software Er Mapper 6.4,
laut, skala dan kondisi karang yang menempati Ar Gis 10.3, dengan transformasi algoritma
salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi
lyzenga dengan metode unsupervised
laut di Indonesia (Ayiful, 2004). Wakatobi juga
memiliki pulau-pulau kecil yang menjadi daya classification untuk proses klasifikasi; (2)
tarik wisatawan, salah satunya adalah Pulau survei lapangan mengunakan line intercept
Matahora. transect untuk mengamati kondisi terumbu
Pulau Matahora adalah salah satu pulau karang; (3) uji akurasi citra, yaitu dilakukan
yang terdapat di bagian Timur Pulau Wanci, dengan metode confusion matrix.
Kecamatan Wangi-wangi selatan Kabupaten Pemetaan perairan dangkal untuk
Wakatobi, pulau ini memiliki gugusan melihat terumbu karang dapat dilakukan
ekosistem terumbu karang yang masih dengan cara transformasi citra yakni dengan
tergolong kategori sedang hingga baik mengacu pada penggunaan algoritma yang
(Yulius, 2009). disusun oleh Lyzenga (1981) dan
Terumbu karang merupakan ekosistem dikembangkan di perairan Indonesia (Siregar
yang sangat kompleks. Terumbu karang 1992), yang kemudian dalam penelitian ini
mempunyai arti yang sangat penting oleh dimodifikasi untuk penggunaan citra landsat
karena itu fungsi dan peranannya baik secara 8. Adapun formulanya yaitu sebagai berikut:
ekologis, sosial, dan ekonomis bagi biota lain Lyzenga (Y) = log(b2) + ki/kj*log(b3)
dan kehidupan masyarakat yang berdiam di Keterangan:
wilayah pesisir (Suharsono, 2007). Kerusakan Y = Citra hasil ekstrasi dasar perairan
terumbu karang di Wakatobi diakibatkan oleh B2 = Nilai digital kanal biru (band 2) citra
aktivitas penangkapan ikan dengan cara-cara Landsat 8
yang tidak ramah lingkungan, seperti B3 = Nilai digital kanal hijau (band 3) litra
pemboman atau pembiusan dengan landsat 8
menggunakan racun sianida. Mengatasi Ki/kj = Nilai koefisien atenuasi
masalah tersebut perlu adanya data atau Dimana:
informasi mengenai pemetaan terumbu Ki/kj = a + √(a2 + 1)
karang. a = (var b2 –var b3) / (2 x cover b2b3)
Mengingat potensi sumber daya yang Keterangan:
ada di Pulau Matahora khususnya ekosistem Var = Nilai ragan dari nilai digital
terumbu karang, dijadikan sebagai daerah Covar = Nilai koefisien keragaman dari nilai
penangkapan ikan secara terus menerus, maka digital
dapat memicu terjadinya tingkat kerusakan Pengukuran untuk melihat kondisi
ekosistem terumbu karang yang cukup tinggi. terumbu karang dapat dihitung dengan
Oleh karena itu diperlukan adanya data dan menggunakan rumus sebagai berikut (English,
informasi yang bersifat spasial mengenai et al., 1997):
sebaran dan luasan ekosistem terumbu karang 𝑙𝑖
Ni = x 100%
di Perairan Pulau Matahora. Untuk 𝐿
memberikan informasi awal kepada Dimana : Ni = persentase penutupan karang
masyarakat setempat, sejauh mana tingkat (%)
kerusakan terumbu karang di Perairan Pulau li = panjang total life form / jenis ke-I (cm)
Matahora. Penelitian ini dapat bermanfaat L = panjang garis transek (m)
sebagai acuan dalam usaha perlindungan atau Perhitungan uji akurasi dapat dilakukan
pengelolaan ekosistem terumbu karang di dengan membuat matrix kontingensi, yang
perairan Pulau Matahora. disebut confusion matrix yang didapat dengan
cara membandingkan antara titik sampel
Bahan dan Metode dilapangan (ground check) dengan data hasil
Pengambila data penelitian dilaksanakan klasifikasi citra (jumlah pikselnya).
selama dua bulan, dari bulan Mei-Juni 2017. Perhitungan uji akurasi citra hasil klasifikasi
Kegiatan penelitian bertempat di perairan adalah sebagai berikut:
Pulau Matahora Kecamatan Wangi-wangi 𝑂𝑣𝑒𝑟𝑎𝑙𝑙 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟
Selatan Kabupaten Wakatobi. ∑ diagonal utama
= x 100 %
∑ titik sampel

320
La Didi dkk.,

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Hasil dan Pembahasan Dari nilai digital yang diekstrat pada band
Transformasi citra dalam penelitian ini 2 (biru) dan band 3 (hijau), maka didapatkan
dilakukan untuk menonjolkan objek yang ada nilai digital ki/kj sebesar 0.94517184,
di dasar perairan dilakukan dengan Selanjutnya dilakukan pemisahan objek
menggunakan algoritma lyzenga. Algoritma perairan dan daratan (masking image). Masking
lyzenga dapat di terapkan apabila terlebih image dilakukan dengan menentukan luas nilai
dahulu mengetahui rasio koefisien attenuasi piksel antara darat dan laut menggunakan band
perairan (ki/kj) di lokasi penelitian. Penentuan 5 (inframerah) pada citra dengan melakukan
ki/kj dilakukan dengan mengekstrat dilain- sampling pada titik batas antara daratan dan
nilai digital band 2 (biru) dan band 3 (hijau) lautan. Batas nilai piksel yang diperoleh antara
melalui proses training site yang dilakukan daratan dan lautan yaitu 23. Setelah nilai ki/kj
sebanyak 30 region pada daerah yang diduga dan nilai masking image diperoleh, kemudian
terdapat terumbu karang. Dalam sampling dilakukan transformasi citra dengan penerapan
penentuan nilai ki/kj digunakan citra komposit algoritma Lyzenga. Dari hasil perhitungan
band RGB 532 untuk mempertajam terhadap nilai-nilai digital yang di ekstrak pada
penampakan perairan dangkal. band 2 (biru) dan band 3 (hijau) citra landsat 8
akuisi 19 November 2014 di daerah kawsan
Pulau Matahora di peroleh nilai ki/kj sebesar
0.94517184. Sedangkan batas nilai piksel antara
daratan dan laut pada band 5 (inframerah) yaitu
diperoleh batas nilai piksel sebesar 23. Dengan
demikian, formula yang digunakan dalam
transformasi citra dengan menggunakan
algoritma lyzenga yang di imput pada softwere
Er Mapper 6.4 adalah “if (i1) < 23 then log (i2)
+ 0.94517184* log (i3) else null “. Hasil citra
(a) transformasi menggunakan algoritma Lyzenga
dapat dilihat pada Gambar 3.

(b)
Gambar 2. Proses penentuan nilai ki/kj, (a)
Gambar 3. Citra hasil tranformasi
citra komposit band 532 (b) proses training
algoritma lyzenga (color table : rainbow 1).
site.

321
Pemetaan Kondisi Terumbu Karang Menggunakan Citra Satelit

Citra yang dihasilkan dengan algoritma Dari citra hasil penerapan algoritma
lyzenga selanjutnya diklasifikasi. Klasifikasi lyzenga yang kemudian dilakukan proses
digunakan untuk membedakan antara terumbu klasifikasi citra, maka karakteristik dasar
karang dan yang bukan terumbu karang yaitu perairan atau substrat dasar perairan di
dengan menggunakan metode klasifikasi tak perairan Pulau Matahora di bentuk menjadi
terbimbing (Unsupervised Classication), dari empat kelas dominan. Kelas-kelas tersebut
hasil klasifikasi citra tersebut di peroleh enam yaitu (1) karang hidup. (2) karang mati,
kelas yaitu kelas daratan, laut dalam, karang (lamun, dan (4) pasir. Kelas karang hidup
hidup, karang mati, lamun dan pasir. mewakili daerah yang didominasi oleh
Selanjutnya citra hasil klasifikasi tersebut terumbu karang yang masih tumbuh dan
dimasukan dan diolah lebih lanjut dengan berkembang dengan penutupan yang masi
menggunakan softwere Arcgis 10.3, yang baik. Kelas karang mati mewakili daerah yang
kemudian menghasilkan peta sebaran didominasi oleh terumbu karang yang telah
Terumbu Karang perairan Pulau Matahora. rusak dan sudah mati berupa
Peta sebaran terumbu karang dapat dilihat bongkahan/pecahan karang yang masih
pada Gambar 4. memungkinkan dapat ditumbuhi karang lagi,
Hasil luasan dari kelas terumbu serta karang mati yang ditumbuhi alga. Kelas
Karang berdasarkan Gambar 4 baik luasan lamun mewakili daerah yang didominasi
karang hidup maupun luasan dari karang mati lamun. Sedangkan pasir mewakili daerah
dapat dilihat pada Tabel 1. yang didominasi oleh pasir baik pasir kasar,
pasir halus maupun pasir berlumpur.
Tabel 1. Luas Kelas Terumbu Karang Hasi Hasil pengamatan kondisi terumbu
Kalsifikasi Citra karang di perairan Pulau Matahora telah
No Kelas Luas (Ha) dilakukan pada 4 titik stasiun pengamatan
1 Karang Hidup 8,523 memiliki sub stasiun yaitu pada kedalaman 3
2 Karang Mati 6,752 m dan 10 m. Kondisi persentase tutupan
Total 15,275 terumbu karang di perairan Pulau Matahora
pada kedalaman 3 meter dan 10 m dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase tutupan Terumbu Karang di Pulau Matahora pada kedalaman 3 m


Penutupan Terumbu Karang
Stasiun Kondisi
pada kedalaman 3 m (%)
pengamatan Terumbu Karang
Life coral Dead coral Abiotik Other
I 33,78 51,98 9,82 4,42 Sedang
II 28,2 54,4 16,76 0,64 Sedang
III 20,16 25,16 19,04 35,64 Buruk
IV 63,66 25,22 2,41 8,71 Baik
Rata-rata 36,45 39,19 12,00 12,35 Sedang

Gambar 4. Peta sebaran Terumbu Karang Perairan Pulau Matahora

322
La Didi dkk.,

Hasil pengamatan kondisi tutupan pada pagi hari (07.30 WITA) dimana kondisi
terumbu karang di perairan Pulau Matahora lingkungan perairan cukup dingin karena
yaitu diperoleh presentase penutupan karang intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam
hidup pada kedalaman 3 m berkisar antara perairan masih rendah untuk menghangatkan
20,16-63,66% (Tabel 2). Persentase tutupan perairan. hasil pengukuran salinitas di perairan
karang hidup tertinggi pada kedalaman 3 m Pulau Matahora pada empat stasiun
diperoleh pada stasiun IV sebesar 63,66%, pengamatan, didapatkan nilai salinitas dengan
sedangkan persentase tutupan karang hidup kisaran 31-32 ppt. Hal ini menunjukan bahwa
terendah diperoleh pada stasiun I dengan kisaran salinitas di perairan Pulau Matahora
persentase sebesar 20,16%. Persentase masih dalam kisaran yang baik untuk
penutupan karang hidup pada kedalaman 10 m mendukung keberlangsungan hidup terumbu
berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan karang. Berdasarkan hasil pengukuran
berkisar antara 50,86-79,71% (Tabel 3). kecerahan yang dilakukan pada masing-masing
Persentase tutupan karang hidup tertinggi pada stasiun pengamatan menunjukan bahwa
kedalaman 10 m diperoleh pada stasiun I sebesar kecerahan perairan mencapai 9-11 m dengan
79,71%, sedangkan persentase tutupan karang tingkat kecerahan 100%. Kondisi ini tentunya
hidup terendah didapatkan pada stasiun IV yaitu sangat mendukung kelansungan hidup dalam
sebesar 50,86%. pertumbuhan biota karang seperti yang
Kisaran suhu yang diproleh selama dikemukakan oleh Thamrin (2006), bahwa
penelitian berkisaran 29-310C. Suhu tinggi di hampir 100% kebutuhan hidup sebagian besar
peroleh pada stasiun II pada kedalaman 3 m, hewan karang berasal dari simbionya
sedangkan suhu terendah di peroleh pada stasiun zooxantellae yang hidup dalam jaringan karang
II dan IV pada kedalaman 10 m. Tingginya suhu yakni sekitar 95%-99%.
yang di peroleh pada stasiun II di akibatkan Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH
karena pengukuran dilakukan pada siang hari pada masing-masing stasiun pengamatan di
(13.00 WITA), dimana intensitas cahaya Pulau Matahora, yaitu berkisar antara 7-8.
matahari yang masuk kedalam perairan cukup Kondisi ini menunjukan bahwa pH di perairan
tinggi, sehingga menyebabkan kondisi perairan Pulau Matahora masih dalam kisaran normal.
menjadi hangat. Berbeda dengan stasiun IV pada Dengan demikian kisaran nilai pH air laut yang
kedalaman 10 m yang memiliki suhu perairan diperoleh di perairan Pulau Matahora masih baik
yang rendah karena pengukurannya dilakukan untuk keberlangsungan hidup Terumbu Karang.

Tabel 3. Persentase tutupan Terumbu Karang di Pulau Matahora pada kedalaman 10 m


Penutupan Terumbu Karang Kondisi
Stasiun pada kedalaman 10 m (%) Terumbu Karang
Pengamatan Life coral Dead coral Abiotik Other
I 79,71 7,86 7,53 4,9 Baik Sekali
II 57,37 39,62 1,21 1,8 Baik
III 67,97 19,4 11,33 1,3 Baik
IV 50,86 12,1 12,95 24,09 Baik
Rata-rata 63,97 19,74 5,34 8,02 Baik

323
Pemetaan Kondisi Terumbu Karang Menggunakan Citra Satelit

Tabel 4. Hasil pengamatan kualitas perairan Pulau Matahora


Stasiun
Parameter Satuan
I II III IV
0 31 30 30
Suhu permukaan C 30
0 29 30 29
Kedalaman C 30
Kecerahan m 10 9 11 11
Salinitas ppt 31 32 32 31
pH 7 8 7 7
Tabel 5. Matriks Uji Akurasi.
Data Lapangan (Ground Check)
Kelas Karang Karang Lamun Pasir Total Baris
Data Citra Substrat Hidup Mati
(Hasil Karang Hidup 23* 1 0 0 24
Klasifikasi) Karang Mati 1 16* 0 0 17
Lamun 0 0 16* 0 17
Pasir 0 0 1 22* 22
Total Kolom 24 17 17 22 80
(*) Diagonal Utama; maka diperoleh Overal accuracy = 96,25%

Tabel 6. Akurasi untuk sisi Producer (data lapangan) dan User (data citra hasil klafikasi)
Producer Accuracy (PA) User Accuracy (UA)
Data Lapangan Akurasi (%) Data Citra Akurasi (%)
Karang Hidup 23/24 x 100 = 95,8 Karang Hidup 23/24 x 100 = 95,8
Karang Mati 16/17 x 100 = 94,1 Karang Mati 16/17x 100 = 94,1
Lamun 16/17 x 100 = 94,1 Lamun 16/17 x 100 = 94,1
Pasir 22/22 x 100 = 100 Pasir 22/22 x 100 = 100

Uji akurasi dengan confusion matrix accuracy) dengan ketelitian sebesar 96,25%
yang membandingkan antara data citra hasil (Tabel 5). Selain mendapatkan nilai akurasi
klasifikasi dan data lapangan (titik ground secara keseluruhan, perlu juga diketahui
check). Hasil perhitungan uji akurasi dapat akurasi dari setiap kelas yang dihasilkan, yaitu
dilihat dari hasil perhitungan overall acurasy kelas dari hasil klasifikasi citra (user
(OA) dan producer acurasi (PA) serta user accuracy) dan dari penelitian dilapangan
acurasi (UA) perhitungan uji akurasi secara sebagai pembanding (producer accuracy)
rinci dapat dilihat pada Tabel 5. (Tabel 6). Tabel 6 yang merupakan turunan
Berdasarkan hasil uji akurasi dari Tabel 5 memperlihatkan tentang
didapatkan nilai akurasi keseluruhan (overall

324
La Didi dkk.,

perhitungan akurasi producer accuracy dan 2. Kondisi terumbu karang diperairan Pulau
user accuracy. Matahora secara umum masi tergolong
Berdasarkan hasil perhitungan uji dalam kondisi sedang-baik. Hasil
akurasi dapat dilihat bahwa semua kelas kelas pengukuran kondisi kualitas perairan
pasir, sedangkan akurasi terbaik pada sisi user pulau matahora masih dalam kisaran
accuracy diperoleh nilai akurasi sebesar 100% normal dan optimal bagi keberlangsungan
pada kelas pasir.habitat dasar perairan dapat hidup terumbu karang di perairan pulau
dipetakan dengan baik. Akurasi terbaik dari matahora.
hasil uji akurasi untuk sisi producer accuracy 3. Hasil uji akurasi citra secara keseluruhan
yaitu didapatkan nilai akurasi sebesar 100% (overall accuracy) maka penggunaan data
pada citra satelit landsat 8 akuisi 19 November
Hasil uji akurasi citra klasifikasi dengan 2014 untuk pemetaan terumbu karang
perhitungan Overall accuracy atau akurasi cukup akurat baik serta cukup mewakili
citra secara keseluruhan diperoleh nilai dari keadaan dilapangan dalam memberikan
hasil uji akurasi di atas 96,25% ini informasi terkait sebaran maupun luasan
menunjukan bahwa penggunaan data citra terumbu karang di perairan pulau
satelit landsat 8 akuisi 19 November 2014 matahora.
dengan transformasi algoritma Lyzenga untuk
pemetaan terumbu karang cukup akurat dan Daftar Pustaka
baik serta cukup mewakili keadaan dilapangan Ayiful, R.A. (2004). Strategi Pengembangan
dalam memberikan data informasi terkait Kegiatan Pariwisata Di Taman Nasional
sebaran maupun luasan terumbu karang di Kepulauan Wakatobi Sulawesi
perairan Pulau Matahora. Tenggara. Tugas Akhir, Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota. FT-
Simpulan UNDIP. Semarang.
Berdassarkan hasil pengamatan dan Coralwatch. 2011. Terumbu Karang dan
pembahasan dapat disimpulkan sebagai Perubahan Iklim. Panduan Pendidikan
berikut: dan Pembangunan Kesadartahuan. The
1. Hasil klasifikasi citra di Pulau Matahora University of Queesland. Australia. 272
didapatkan empat kelas dominana substrat hal.
dasar perairan yaitu kelas karang idup, English, S.C., Wilkinson, V., Baker. 1997.
karang mati, lamun, dan pasir. Dari proses Survey Manual For Topical Marine
analisis data citra satelit terlihat bahwa Resources. ASEAN-Australian Marina
sebaran terumbu karang hampir Science Project: Living Coastal
seluruhnya mengelilingi perairan pulau Resources. Australian Institute Of
matahora, dengan luas karang hidup Marine Science, Townsville. Australia.
sebesar 8,523 Ha dan kelas karang mati 390 p.
seluas 6,752 Ha, serta luas keseluruhan Lyzenga, D. R. 1981 Remote Sensing of
terumbu karang di perairan Pulau Bottom Reflectance and Water
Matahora yaitu sebesar 15,275 Ha. Attenuation Parameters in Shallow
Water Using Aircraft And Landsat

325
Pemetaan Kondisi Terumbu Karang Menggunakan Citra Satelit

Data, Int. J. Remote sensing. 2 (1):71- Sutanto. 1992. Penginderaan Jauh Jilid II
82. Gajah Mada University Press.
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Yogyakarta. 381 hal.
Jakarta. 367 hal. Syah, A. F. 2010. Penginderaan Jauh dan
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Aplikasinya di Wilayah Pesisir dan
Pendekatan Ekologis. Cetakan Kedua. Lautan. Jurnal Kelautan. 3(1): 18-28.
Diterjemahkan Oleh H.M. Eidman, Thamrin, 2006. Biologi Reproduksi dan
Koeseobiono, D. G. Bengen, M. Ekologi Karang. Minamandiri pres.
Hutomo, dan S. Sukardjo. PT. Pekanbaru.8 hal.
Gramedia. Jakarta.459 hal. Yasser, M. MF. 2013. Gambaran Sebaran
Suharsono. 2008 Jenis-Jenis Karang di Kondisi Terumbu Karang Di Perairan
Indonesia.LIPI, COREMAP Program. Kecamatan Sangkulirang dan Sandran
Jakarta 372 hal. Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu
Supriharyono, 2002. Pelastarian dan Perikanan Tropis. 18(2): 28-40.
pengelolaan sumber dayaalam di Yulius, 2009. Distribusi Spasial Terumbu
wilayah pesisir tropis. PT. gramedia Karang di perairan pulau wangi-wangi,
Pustaka Utama.Jakarta. wakatobi. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I Gajah Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1, 59-69.
Mada University Press. Yogyakarta.
251 hal.

326

Anda mungkin juga menyukai