Anda di halaman 1dari 9

KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PERKOTAAN

BERDASARKAN ASPEK GEOLOGI LINGKUNGAN PADA DAERAH


PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT

Gatra P. Setyadi1*, Teuku Yan W. M. Iskandarsyah1, Bombom R. Suganda1,


M. Nursiyam Barkah1, Tantan Hidayat2, Rustam2, M. Sapari D. Hadian1
1
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
2
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan

*Korespondensi: gatra14001@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK
Lapangan SF merupakan lapangan yang terletak pada Formasi Baturaja Cekungan Sumatera Selatan.
Formasi Baturaja yang menjadi daerah penelitian seluruhnya batuan karbonat. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui Pola pertumbuhan batuan karbonat pada Lapangan SF serta distribusi fasies baik
secara vertikal maupun lateral berdasarkan analisis fasies dan lingkungan pengendapan. Hasil dari
penelitian ini dapat menjadi acuan sebagai pengembangan lapangan dalam mencari sumur prospek.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data batuan inti (Core), log sumur, sayatan tipis
petrografi, dan data seismik. Berdasarkan hasil analisis fasies dan lingkungan pengendapan
teridentifikasi bahwa Formasi Baturaja pada Lapangan SF memiliki pola yang mendalam dengan
lingkungan Shallow Marine secara keseluruhan. Fase transgresi yang terjadi secara berkala membuat
pertumbuhan batuan karbonat cukup baik. Pertumbuhan batuan karbonat diawali dengan Platform dan
dilanjutkan dengan pertumbuhan Reef dengan masing-masing fasies tersebut. Sedangkan berdasarkan
hasil analisis elektrofasies dan kronostratigrafi, Formasi Baturaja tumbuh pada sistem pengendapan
TST (Transgressive System Tract) dengan 3 Flooding Surface. Kemudian dari Penggabungan analisis
fasies, kronostratigrafi dan analisis data seismik diperoleh model pengendapan dan pertumbuhan batuan
karbonat pada Formasi Baturaja pada setiap fasiesnya sebagai tujuan akhir dilakukannya penelitian ini.

ABSTRACT
SF field is a field which located on Baturaja Formation, South Sumatra Basin. Overall Baturaja
Formation is composed of carbonates rock. This research is conducted to understand about carbonates
growth patterns in SF field along with vertical and lateral facies distriibution based on facies and
depositional environment analysis. The result of this research can become a reference for a field
development in an exploration prospect. The data that being used in this research are core, well log,
thin section, and seismic data. Based on the facies and depositional analysis results, it is identified that
Baturaja Formation in SF field has deepening pattern with generally shallow marine environment.
Transgression phase which occured periodically constructs a good carbonate growth. Carbonate
growth begins with Platform and followed by Reef growth with each of these facies. While based on
electrofacies and chronostratigraphy analysis result, Baturaja Formation grow on phase TST
(Transgressive System Tract) with 3 flooding surface. Thereafter from the compilation of facies,
chronostratigraphy, and seismic analysis, it is obtained depositional model and carbonate rock growth
on Baturaja Formation in each facies as the main purpose of this research

Keywords: Facies; Sequence Stratigraphy; Baturaja Formation; Growth Pattern

355
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 05, Oktober 2018: 355-363

1. PENDAHULUAN Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana


Geologi (PVMBG) tahun 2014.
Peningkatan jumlah Aspek kawasan lindung, didasarkan
penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun pada Keputusan Presiden Republik
terus mengalami peningkatan yang Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang
berakibat ke meningkatnya kepadatan Pengelolaan Kawasan Lindung.
penduduk yang diikuti juga dengan
peningkatan di sektor industri yang
diperlukan oleh penduduk. Dimana semua 3. METODE
itu memerlukan lahan atau ruang. Lahan
Dalam pelaksanaan penelitian ini,
adalah sumberdaya yang terbatas,
tahapan-tahapan yang akan dilakukan
diperlukan perencanaan ruang sesuai
adalah menginventarisasi data yang
dengan daya dukung lingkungannya agar
berhubungan dengan aspek geologi
ketersediaannya dapat dimaksimalkan
lingkungan. Pada tahapan inventarisasi data
dengan efektif dan efisien. Perlakuan yang
sekunder, data didapat dari instansi-instansi
diberikan kepada suatu lahan agar menjadi
terkait berupa citra satelit, laporan, serta
layak juga dapat minimal jika memang
peta yang mendukung penelitian. Data-data
penempatan wilayah tersebut sudah sesuai
yang digunakan adalah: Peta Geologi, Peta
dengan daya dukung lingkungannya.
Pemanfaatan Lahan, Peta Hidrogeologi,
Menurut Dinas Pariwisata dan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah, Peta
Kebudayaan Kabupaten Pangandaran, Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi,
Pangandaran memiliki destinasi unggulan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami,
yang memiliki banyak potensi wisata yang Data Kependudukan Kabupaten
bisa dikembangkan dengan ikon wisatanya Pangandaran, Data Iklim Pangandaran.
yaitu Pantai Pangandaran yang telah Analisis Kesesuaian Lahan
menjadi Kawasan Strategis Nasional bertujuan untuk mendapatkan informasi
(KSN), Kawasan Strategis Pariwisata tingkat kesesuaian lahan untuk
Nasional (KSPN) dan daerah prioritas dikembangkan sebagai perkotaan. Data
pengembangan pariwisata nasional. yang diperlukan untuk analisis ini meliputi
Perkembangan pariwisata tentunya akan data geologi, hidrogeologi, kerentanan
berdampak secara langsung terhadap gerakan tanah, bahaya gunungapi dan
meningkatnya pembangunan infrastruktur tsunami, kemiringan lereng, sifat fisik tanah
hingga kawasan permukiman. atau batuan, serta aktivitas gempabumi.
Dalam menganalisis kesesuaian lahan,
digunakan metode bobot dan skoring
2. TINJAUAN PUSTAKA berdasarkan klasifikasi dari Pusat Air
Potensi airtanah pada daerah Tanah dan Geologi Tata Lingkungan tahun
penelitian berkisar antara akuifer dengan 2018 (tabel 3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4) untuk
produktivitas sedang dan penyebaran luas melakukan penilaian dan pembobotan
hingga daerah airtanah langka atau tak terhadap masing-masing kesesuaian lahan.
berarti. (Soetrisno S, 1983). Dalam penentuan daerah rekomendasi
Aspek kemiringan lereng, daya penggunaan lahan perkotaan, digunakan
dukung tanah, dan tsunami yang dikaji metode tumpang susun (overlay) dari peta-
dalam penelitian ini mengacu pada peta tematik menurut parameter yang
klasifikasi dari Pusat Air Tanah dan digunakan dengan terlebih dahulu
Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) tahun memberikan bobot dan nilai serta skoring
2018. pada tiap parameter sesuai tingkatan
Aspek kebencanaan (gempabumi, pengaruhnya yang dituangkan ke dalam
gerakan tanah, dan gunungapi) yang dikaji grid-grid.
dalam penelitian ini mengacu pada peta dari Besar bobot dan nilai ditentukan dari
tingkat pengaruh setiap parameter terhadap

356
Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Perkotaan Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan pada Daerah
Pangandaran, Provinsi Jawa Barat
(Gatra Purwatmaja)

tujuan kesesuaian lahan. Skor adalah dalam grid-grid dan dijumlahkan dalam
perkalian antara bobot dan nilai yang akan satu peta, sehingga didapat kisaran nilai
menghasilkan nilai tingkatan kesesuaian yang menunjukkan nilai kesesuaian lahan
suatu lahan. Kisaran skor tinggi pada wilayah perencanaan.
mencerminkan kesesuaian lahan yang baik, Menentukan selang nilai yang akan
dan kisaran skor rendah mencerminkan digunakan untuk membagi kelas-kelas
kesesuaian lahan yang buruk. kesesuaian lahan, sehingga didapat zona-
Dari semua unsur dalam perencanaan zona kesesuaian lahan dengan rentang nilai
suatu lahan, dilakukan metode yang menunjukkan tingkat kesesuaian lahan
superimposed sehingga didapat nilai pada wilayah perencanaan, yang kemudian
kesesuaian lahan pada daerah penelitian. digambarkan pada peta klasifikasi
Pada klasifikasi kesesuaian lahan, motede kesesuaian lahan untuk perencanaan tata
yang digunakan adalah metode statistik, ruang.
yakni: selang nilai = (nilai maksimal – nilai Membagi peta tiap satuan
minimal) dibagi 3. kesesuaian lahan dalam sistem grid,
Zonasi kesesuaian lahan, meliputi: kemudian nilai dikali bobot tiap satuan
Kesesuaian Lahan Tinggi, Kesesuaian kesesuaian lahan dimasukkan ke dalam grid
Lahan Menengah, dan Kesesuaian Lahan tersebut. Penjumlahan nilai dikali bobot
Rendah. Langkah yang dilakukan pada secara keseluruhan tetap dengan
analisis superimpose dari peta kemampuan menggunakan grid, yakni hasil nilai dikali
lahan adalah sebagai berikut: bobot seluruh satuan kesesuaian lahan
Hasil perkalian nilai kali bobot dari dijumlahkan pada setiap grid yang sama.
seluruh satuan kesesuaian lahan dibuat ke

Tabel 3.1 Komponen Sumber Daya Geologi (Sumber: Pusat Air Tanah dan Geologi Tata
Lingkungan, 2018)

No. Komponen Bobot Kisaran Kelas Nilai Skor


Tinggi Baik 3 42
Produktivitas akuifer (untuk
1. 14 Sedang Sedang 2 28
memenuhi kebutuhan air bersih)
Rendah Buruk 1 14
Datar (0 –
Baik 3 24
5%)
Morfologi (untuk kemudahan Landai (5 –
2. 8 Sedang 2 16
konstruksi dan aksesibilitas) 15%)
Terjal
Buruk 1 8
(>15%)
Keras Baik 3 6
Sifat fisik tanah/batuan (untuk
3. 2 Sedang Sedang 2 4
kemudahan fondasi)
Lunak Buruk 1 2

357
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 05, Oktober 2018: 355-363

Tabel 3.2 Komponen Bahaya Geologi (Sumber: Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan,
2018)

No. Komponen Bobot Kisaran Kelas Nilai Skor


I – V MMI Baik 0 0
Gempabumi (mengganggu stabilitas VI, VII MMI Sedang 1 -4
1. -4
konstruksi) VIII – XII
Buruk 2 -8
MMI
Ketinggian
tempat
Tsunami (Potensi Landaan) (terkait
2. dengan kerusakan lahan, bangunan, dan -3 > 15 m Baik 0 0
konstruksi) 5 – 15 m Sedang 1 -3
<5m Buruk 2 -6
Sangat
Baik 0 0
Kerentanan gerakan tanah (terkait Rendah
3. -2 Rendah Sedang 1 -2
dengan kemantapan konstruksi)
Menengah Buruk 2 -4
Kawasan
Baik 0 0
Aman
Gunungapi (terkait dengan kerusakan Kawasan
4. -1 Sedang 1 -1
lahan dan bangunan) Rawan I
Kawasan
Buruk 2 -2
Rawan II

Tabel 3.3 Komponen Penyisih Geologi (Sumber: Pusat Air Tanah dan Geologi Tata
Lingkungan, 2018)

No. Komponen Kriteria Kelas Keterangan

Tidak
1. Zona sesar aktif Jarak < 100 meter
Layak
Kawasan Rawan Tidak Berkaitan dengan faktor
2. Bahaya gunungapi keamanan
III Layak
Kerentanan gerakan Kerentanan Tidak
3.
tanah Tinggi Layak

Tabel 3.4 Komponen Penyisih Nongeologi (Sumber: Pusat Air Tanah dan Geologi Tata
Lingkungan, 2018)

No. Komponen Kriteria Kelas Keterangan

Kawasan Dalam Kawasan Tidak Berkaitan dengan peraturan dan


1. perundang-undangan
lindung Lindung Layak

358
Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Perkotaan Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan pada Daerah
Pangandaran, Provinsi Jawa Barat
(Gatra Purwatmaja)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN komposisi kimia butiran. Menurut


4.1 Analisis Kesesuaian Lahan klasifikasi dari Pusat Air Tanah dan
Geologi Tata Lingkungan daya dukung
Kondisi hidrogeologi suatu daerah tanah pada daerah penelitian berdasarkan
akan mempengaruhi produktivitas akuifer jenis material permukaannya terbagi
pada daerah tersebut. Daerah penelitian menjadi tiga (3) jenis, yaitu:
memiliki morfologi dataran hingga
perbukitan dengan batuan yang menyusun a. Daya Dukung Tanah Tinggi (Nilai
adalah batuan sedimen, batuan vulkanik, 3).
dan endapan aluvium, Berdasarkan Peta b. Daya Dukung Tanah Sedang (Nilai
Hidrogeologi Lembar Bandung (Jawa) 2).
nomor V serta ditambah pengamatan c. Daya Dukung Tanah Rendah (Nilai
langsung di lapangan, keterdapatan sumber 1).
daya airtanah dan produktivitas akuifer
pada daerah penelitian terdiri atas: Berdasarkan Peta Kawasan Rawan
Bencana Gempabumi Provinsi Jawa Barat
a. Setempat Akuifer dengan (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Produktivitas Sedang, MAT Relatif Geologi skala 1 : 500.000 tahun 2014),
Dangkal (Nilai 3). daerah penyelidikan terletak pada dua (2)
b. Akuifer dengan Produktivitas kawasan gempa bumi, yaitu:
Sedang dan Penyebaran Luas,
MAT Relatif Dalam (Nilai 2). a. Kawasan Rawan Bencana
c. Akuifer dengan Produktivitas Gempabumi Tinggi (Nilai 2).
Rendah, Setempat Berarti dan b. Kawasan Rawan Bencana
Daerah Airtanah Langka atau Tak Gempabumi Menengah (Nilai 1).
Berarti (Nilai 1).
Daerah penelitian berada pada
Kemiringan lereng pada suatu pesisir pantai selatan dan dalam riwayat
wilayah merupakan salah satu faktor kebencanaannya pernah terlanda bencana
penting dalam penentu kawasan tsunami pada 17 Juli 2006 lalu. Daerah
pengembangan wilayah karena kemiringan penelitian termasuk ke dalam Kawasan
lereng berkaitan dengan berbagai aspek Rawan Bencana Gempabumi Tinggi dan
kebutuhan dalam suatu wilayah seperti nilai memiliki potensi bahaya tsunami
kestabilan lereng serta pengaruhnya dikarenakan adanya sebaran titik gempa
terhadap gaya gravitasi dari suatu lereng. yang terletak di laut, khususnya bagian
Berdasarkan topografi dan elevasinya, selatan daerah penelitian. Berdasarkan data
kemiringan lereng pada daerah penelitian titik gempa PVMBG tahun 2014 yang
terbagi menjadi tiga (3) menurut Klasifikasi berada di selatan daerah penelitian, maka
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata semakin ke utara, tingkat kerentanan
Lingkungan, yaitu: tsunaminya akan semakin rendah (aman)
dan sebaliknya, semakin dekat ke laut,
a. Kemiringan Lereng Datar (0 – 5%) maka daerah tersebut semakin rawan
(Nilai 3). terkena bencana tsunami. Pada daerah
b. Kemiringan Lereng Landai (6 – penelitian dibagi menjadi tiga (3) kawasan
15%) (Nilai 2). rawan bencana tsunami, yaitu:
c. Kemiringan Lereng Terjal (>15%)
(Nilai 1). a. Kawasan Rawan Bencana Tsunami
Tinggi (Nilai 2).
Sifat-sifat fisik tanah ditentukan b. Kawasan Rawan Bencana Tsunami Men
terutama dari mineral yang terkandung pada c. Kawasan Rawan Bencana Tsunami
butiran atau partikel tanah atau batuan Rendah (Nilai 0).
tersebut berasal. Sifat-sifat fisik dari tanah
dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, serta

359
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 05, Oktober 2018: 355-363

Kawasan kerentanan gerakan tanah


adalah suatu zona atau areal yang
mempunyai kesamaan derajat kerentanan
relatif (relative susceptibility) untuk
terjadinya gerakan tanah pada suatu daerah.
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi, zona kerentanan tanah di
daerah penelitian dibagi menjadi empat (3)
zona, yaitu:
a. Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Sangat Rendah (Nilai 0).
b. Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Rendah (Nilai 1).
c. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Gambar 4.1 Analisis Kesesuaian Lahan
Menengah (Nilai 2).
4.2 Analisis Pemanfaatan Lahan
Gunungapi terdekat dari daerah
penelitan adalah Gunung Galunggung yang Berdasarkan Keputusan Presiden
terletak sekitar 60 km ke arah baratlaut dari Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990
daerah penelitian. Sedangkan pada daerah tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
penelitian, seluruh wilayahnya tidak Kawasan Lindung adalah kawasan yang
termasuk ke dalam kawasan rawan bencana ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
gunungapi. Maka, daerah penelitian kelestarian Lingkungan Hidup yang
merupakan zona yang aman dari bahaya mencakup sumber alam, sumber daya
gunungapi (Nilai 0). buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan
Penentuan klasifikasi kesesuaian berkelanjutan.
lahan dilakukan dengan menggunakan
metode statistik, yaitu penentuan skor total, Berdasarkan data dari Dinas
pembagian interval kelas, dan penentuan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
zonasi. Pangandaran, jenis kawasan lindung yang
ada di daerah penelitian terdiri dari
 nilai maksimal = 65 sempadan sungai, sempadan pantai, cagar
 nilai minimal = 14 alam, dan taman wisata alam.
 selang nilai = (65 – 14) : 3 = 17
a. Kriteria sempadan sungai adalah
Berdasarkan perhitungan sekurang-kurangnya 100 meter dari
menggunakan analisis statistik terhadap kiri kanan sungai besar dan 50
kesesuaian lahan dalam pengembangan meter di kiri kanan anak sungai
kawasan perkotaan, maka dapat yang berada di luar permukiman.
diklasifikasikan lebih khusus tingkat Untuk sungai di kawasan
kesesuaian lahannya. Daerah penelitian permukiman berupa sempadan
dibagi menjadi tiga (3) wilayah kesesuaian sungai yang diperkirakan cukup
lahan sebagai berikut: untuk dibangun jalan inspeksi
antara 10 - 15 meter.
a. Warna Hijau, Kesesuaian Lahan
Tinggi (Skor 48 – 65). b. Kriteria sempadan pantai adalah
b. Warna Kuning, Kesesuaian Lahan daratan sepanjang tepian yang
Menengah (Skor 31 – 48). lebarnya proporsional dengan
c. Warna Merah, Kesesuaian Lahan bentuk dan kondisi fisik pantai
Rendah (Skor 14 – 31). minimal 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat.

360
Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Perkotaan Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan pada Daerah
Pangandaran, Provinsi Jawa Barat
(Gatra Purwatmaja)

Berdasarkan klasifikasi dari Pusat bangunan tahan gempa. Konsep bangunan


Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan tahan gempa adalah bangunan yang dapat
tahun 2018, kawasan ini termasuk dalam bertahan dari keruntuhan akibat getaran
kelas tidak layak untuk pengembangan gempa, serta memiliki fleksibilitas untuk
perkotaan karena berkaitan dengan meredam getaran. Untuk membangun
peraturan dan perundang-undangan. bangunan tahan gempa seharusnya
digunakan juga bahan material yang ringan
Wilayah dengan tingkat kesesuaian
sehingga tidak lebih membahayakan jika
lahan tinggi umumnya tersebar di bagian
runtuh dan juga tidak terlalu membebani
pesisir pantai. Hal tersebut dikarenakan
struktur yang ada. Fondasi juga merupakan
oleh faktor potensi airtanah yang cukup
hal yang sangat penting dalam melakukan
baik, kemiringan lereng yang relatif datar,
suatu pembangunan. Untuk membangun
dan memiliki kerentanan gerakan tanah
rumah tahan gempa, sebenarnya semua
yang sangat rendah, Akan tetapi, pada
jenis fondasi dapat digunakan walau dalam
daerah sepanjang pesisir pantai selatan
kondisi gempa. Berdasarkan SNI 03-1726-
berada pada zona rawan tsunami tinggi. Hal
2002 dan SNI 03-2847-2002, jenis-jenis
tersebut tentunya akan sangat berdampak
fondasi yang dapat digunakan yaitu:
pada tata ruang wilayahnya. Untuk
Fondasi batu kali, Fondasi tapak beton
meminimalisir dampak dari gelombang
bertulang, dan Fondasi tiang pancang
tsunami, hal yang dapat dilakukan yaitu
dengan membangun kawasan hutan bakau Untuk permukiman yang sudah
di sepanjang pesisir pantai. Karena tanaman terlanjur dibangun di wilayah Kawasan
bakau memiliki kemampuan untuk Rawan Bencana, sebaiknya pemerintah
mengurangi energi gelombang. Tanaman melakukan penyuluhan tentang mitigasi
bakau umumnya dapat ditemukan pada bencana dan evakuasi warga apabila terjadi
pantai tropis, utamanya pada daerah dengan bencana. Strategi mitigasi bencana
serangan gelombang yang relatif kecil. gempabumi, terdapat tiga (3) tahap
Kemampuan hutan bakau mengurangi evakuasi yaitu: pada tahap sebelum
energi gelombang ditentukan oleh nilai terjadinya bencana meliputi kegiatan
kerapatan dan lebar vegetasi. Peredaman pencegahan dan adanya sistem peringatan
gelombang karena terjadinya gesekan dini; tahap pada saat terjadinya bencana
antara zat cair dan komponen vegetasi berupa upaya penyelamatan dan evakuasi
bakau seperti akar, batang, ranting, dan korban untuk meminimalisir korban jiwa;
daun. dan tahap pasca kejadian gempabumi
berupa rehabilitasi infrastruktur yang
Hutan bakau berumur enam (6)
mengalami kerusakan serta rehabilitasi
tahun dengan lebar 1,5 km dapat mereduksi
korban yang selamat dari bencana tersebut.
tinggi gelombang di pantai sebesar 95%
(Mazda et al., 1997). Pergerakan muka air Faktor pendukung yang terdapat di
pasang terjadi lebih cepat dibanding wilayah penelitian yaitu:
penurunan muka air di saat surut di daerah
a. Memiliki potensi air tanah yang
yang ditumbuhi vegetasi bakau, kondisi
cukup baik untuk dikembangkan
tersebut akan terjadi sebaliknya di daerah
kawasan perkotaan dengan
yang tidak ditumbuhi bakau (McIvor, et al.,
kemiringan lereng yang relatif datar
2012).
hingga landai.
Daerah penelitian termasuk ke b. Wilayah yang hendak
dalam zona rawan gempa bumi tinggi. Hal dikembangkan menjadi perkotaan
tersebut tentunya akan berdampak pada memiliki zona kerentanan gerakan
kekuatan infrastruktur serta sarana tanah yang sangat rendah, dan letak
prasarana yang ada di daerah penelitian. wilayah yang tidak berada di
Salah satu cara untuk menanggulangi hal kawasan zona sesar, sehingga
tersebut adalah dengan membangun konsep

361
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 05, Oktober 2018: 355-363

bangunan diperkirakan tidak akan Kendala yang sangat mungkin


rusak akibat gerakan tanah. terjadi pada wilayah ini adalah adanya
c. Curah hujan yang akan memasok bahaya tsunami dan gempabumi yang
ketersediaan airtanah, maka cukup tinggi. Sehingga perlunya edukasi
berbagai jenis kebutuhan dengan masyarakat tentang bahaya tsunami dan
pemakaian air bersih akan gempabumi serta langkah-langkah evakuasi
tercukupi. yang benar. Selain itu, pada wilayah yang
d. Resiko terjadinya bencana dikembangkan menjadi perkotaan yang
gunungapi sangat rendah, wilayah memiliki daya dukung tanah relatif rendah
ini terletak pada zona aman bahaya hingga menengah, dikhawatirkan akan
gunungapi. merusak fasilitas perkotaan.

Gambar 4.2 Peta Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Perkotaan Berdasarkan Aspek
Geologi Lingkungan Daerah Penelitian

b. Nilai skor total pada rentang 31 –


5. KESIMPULAN 48, masuk ke dalam wilayah
Berdasarkan hasil analisis geologi dengan tingkat kesesuaian lahan
dan perhitungan dengan menggunakan menengah.
analisis statistik terhadap kesesuaian lahan c. Nilai skor total pada rentang 14 –
dalam pengembangan kawasan perkotaan, 31, masuk ke dalam wilayah
maka daerah penelitian dibagi ke dalam tiga dengan tingkat kemampuan lahan
(3) wilayah kesesuaian lahan dengan skor rendah.
sebagai berikut:
a. Nilai skor total pada rentang 48 – Berdasarkan hasil analisis
kesesuaian lahan yang telah dilakukan,
65, masuk ke dalam wilayah
dengan tingkat kesesuaian lahan pada umumnya mayoritas permukiman,
tinggi. pendidikan, industri, dan perkebunan
tersebar di wilayah kesesuaian lahan tinggi.

362
Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Perkotaan Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan pada Daerah
Pangandaran, Provinsi Jawa Barat
(Gatra Purwatmaja)

Namun masih ada sebagian kecil Bakorsurtanal. 1999. Peta Rupabumi


permukiman yang dibangun di wilayah Indonesia Lembar Pananjung,
kesesuaian lahan menengah serta rendah. nomor 1308-232 berskala 1:25.000
Sempadan Sungai, Sempadan Pantai, Cagar Bakorsurtanal. 1999. Peta Rupabumi
Alam dan Taman Wisata Pangandaran Indonesia Lembar Selasari, nomor
termasuk ke dalam kelas tidak layak untuk 1308-233 berskala 1:25.000
pengembangan perkotaan karena berkaitan Bakorsurtanal. 1999. Peta Rupabumi
dengan peraturan dan perundang-undangan. Indonesia Lembar Padaherang,
Daerah penelitian memiliki nomor 1308-234 berskala 1:25.000
karakteristik yang beragam, baik dari aspek Keputusan Presiden Republik Indonesia
kemiringan lereng, ketersediaan airtanah, Nomor 32, 1990, Pengelolaan
faktor kebencanaan yang mengancam, daya Kawasan Lindung, Jakarta
dukung fondasi tanah, zona kerentanan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
gerakan tanah, dan sebagainya. Semua Nomor 15, 2009, Pedoman
aspek tersebut harus dapat dimanfaatkan Penyusunan Rencana Tata Ruang
dengan baik. Untuk kawasan terjal yang Wilayah Provinsi, Jakarta
tidak dapat dimanfaatkan untuk kawasan Pusat Air Tanah dan Geologi Tata
perkotaan dapat dimanfaatkan menjadi Lingkungan, 2018, Klasifikasi
kawasan konservasi hutan lindung. Komponen Geologi Lingkungan
Kemudian untuk kendala yang berada di untuk Pengembangan Perkotaan,
bagian selatan daerah penelitian yang telah Bandung
dijadikan tempat rekreasi sehubungan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
daerah tersebut terlalu dekat dengan pantai, Geologi. 2010. Peta Kawasan
perlu dibuat jalur evakuasi bencana sebaik Rawan Bencana Tsunami
mungkin. Kemudian untuk permukiman Pangandaran, Provinsi Jawa
yang sudah dibangun di wilayah bencana Barat, berskala 1:100.000
tinggi, sebaiknya diberi jalur khusus Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
evakuasi untuk berjaga apabila terjadi Geologi. 2014. Peta Kawasan
bencana gempabumi dan atau tsunami. Rawan Bencana Gempa Bumi
Untuk permukiman yang hendak dibangun, Provinsi Jawa Barat, berskala
disarankan untuk dibangun pada wilayah 1:500.000
kesesuaian lahan tinggi yang berada pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
bagian selatan daerah penelitian dengan Geologi. Peta Zona Kerentanan
tetap mempertimbangkan aspek Gerakan Tanah Kabupaten
kebencanaannya serta kriteria sempadan Pangandaran, Provinsi Jawa
sungai dan sempadan pantai. Barat, berskala 1:100.000
Simandjuntak, T.O., Surono. 1992.
UCAPAN TERIMAKASIH
Geologi Regional Lembar
Dengan terselesaikannya artikel Pangandaran, nomor 1308-2 skala
ilmiah ini, penulis menyampaikan terima 1:100.000
kasih kepada Pusat Air Tanah dan Geologi Soetrisno S. 1983. Peta Hidrogeologi
Tata Lingkungan yang telah membantu lembar Bandung (Jawa), nomor V
dalam banyak hal untuk artikel ilmiah ini. berskala 1:250.000
Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 26, 2007, Penataan Ruang,
DAFTAR PUSTAKA Jakarta
Bakorsurtanal. 1999. Peta Rupabumi
Indonesia Lembar Pajaten, nomor
1308-231 berskala 1:25.000

363

Anda mungkin juga menyukai