ABSTRACT
Nganjuk Regency is a potential agricultural granary. Results fields and plantations is one
supporting the needs of farms and plantations in East Java in particular and Java in general.
Agricultural production in Nganjuk Regency often experiences fluctuating phases, one of
which is due to drought. Assessment of soil fertility for land suitability evaluation into one of
the efforts in mitigating drought in Nganjuk. This soil fertility assessment is carried out by
taking soil samples based on the unit of land maps. Unit of land maps obtained from the
overlay of base maps such as soil type maps, landuse maps, topographic maps and
administrative maps of Nganjuk. The results of the laboratory analysis of soil samples
subsequently analyzed and interpreted to obtain: 1) soil fertility status in Nganjuk; 2)
determine suitability class; 3) determine the characteristics of an influential land for the
development of food crops and plantations; 4) obtain recommendations or technologies efforts
in tackling drought in Nganjuk.
ABSTRAK
Kabupaten Nganjuk merupakan lumbung pertanian potensial. Hasil sawah dan
perkebunannya merupakan salah satu penopang kebutuhan pertanian dan perkebunan di
Jawa Timur pada khususnya dan Pulau Jawa pada umumnya. Hasil produksi pertanian di
Kabupaten Nganjuk sering mengalami fase naik turun salah satunya karena adanya
bencana kekeringan. Dalam hal ini kajian kesuburan tanah untuk evaluasi kesesuaian lahan
menjadi salah satu upaya dalam mitigasi bencana kekeringan di Kabupaten Nganjuk. Kajian
kesuburan tanah ini dilakukan dengan pengambilan sampel tanah berdasarkan peta satuan
unit lahan. Peta satuan unit lahan diperoleh dari hasil overlay peta-peta dasar seperti peta
jenis tanah, peta jenis penggunaan lahan, peta topografi dan peta administrasi Kabupaten
Nganjuk. Hasil analisis sampel tanah dari laboratorium kemudian dianalisis dan
diinterpretasikan untuk memperoleh: 1) status kesuburan tanah di Kabupaten Nganjuk; 2)
mengetahui kelas kesesuaian lahan; 3) mengetahui karakteristik lahan yang berpengaruh
untuk pengembangan tanaman pangan maupun perkebunan; 4) memperoleh rekomendasi
upaya atau teknologi yang tepat dalam mengatasi bencana kekeringan di Kabupaten
Nganjuk.
Dengan wilayah yang terletak pada dataran kesesuaian lahan; 3) mengetahui karakteristik
rendah dan pengunungan, Kabupaten Nganjuk lahan yang berpengaruh untuk pengembangan
memiliki kondisi dan struktur tanah yang cukup tanaman pangan maupun perkebunan; 4)
produktif untuk berbagai jenis tanaman, baik memperoleh rekomendasi upaya atau teknologi
tanaman pangan maupun perkebunan sehingga yang tepat dalam mengatasi bencana kekeringan
sangat menunjang pertumbuhan ekonomi di di Kabupaten Nganjuk. Hasil penelitian ini dapat
bidang pertanian. Kondisi dan struktur tanah yang dimanfaatkan oleh instansi yang terkait sebagai
produktif ini juga didukung dengan penyediaan air salah satu upaya penanggulangan bencana
dari 43 sungai yang melewati Kabupaten Nganjuk kekeringan di Kabupaten Nganjuk.
dan Sungai Brantas yang mampu mengairi sawah
seluas 42.918 Ha. Dengan potensi ini bidang
pertanian di Kabupaten Nganjuk dijadikan leading II. METODOLOGI PENELITIAN
dari wilayah-wilayah sekitarnya (Statistik Daerah
Kabupaten Nganjuk, 2020). 2.1. Lokasi dan Waktu Kajian
Tapi pada saat musim kemarau tidak semua
sungai yang melintasi Kabupaten Nganjuk ini Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten
dapat berkontribusi dalam mengairi lahan-lahan Nganjuk pada tahun 2019. Lokasi pengambilan
yang tersebar di Kabupaten Nganjuk karena sampel tersebar di seluruh kecamatan di
mengalami kekeringan, sehingga sering terjadi Kabupaten Nganjuk.
bencana kekeringan pada beberapa wilayah di
Kabupaten Nganjuk. Bencana kekeringan yang 2.2. Alat dan Bahan
terjadi di Kabupaten Nganjuk juga diungkapkan
pada kabar berita di Jawa Pos Radar Kediri, 25 Alat yang digunakan dalam penelitian ini
Agustus 2020. Kepala BPBD Soekonjono meliputi: peralatan dasar survei tanah (ring
mengungkapkan Kabupaten Nganjuk siaga sampel, meteran, cangkul, GPS (Global
darurat kekeringan dan kebakaran hutan dan Positioning System), kompas, Munsel soil colour
lahan (karhutla). Beberapa desa yang masuk chart, form isian kesesuaian lahan, kamera, dan
pemantauan BPBD tersebar di beberapa seperangkat komputer.
kecamatan mulai Kecamatan Ngepung, Bahan yang diperlukan dalam pembuatan
Kecamatan Lengkong, kemudian Desa Gampeng, peta survei Kabupaten Nganjuk, diperlukan peta-
Desa Tempuran dan Desa Lengkonglor, peta dasar sebagai berikut:
Kecamatan Ngluyu. Ada pula Desa Pule, a. Peta jenis tanah
Kecamatan Jatikalen; Desa Genjeng, Kecamatan b. Peta jenis penggunaan lahan
Loceret; dan Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan c. Peta topografi
Ngetos. d. Peta administrasi
Selain bencana kekeringan yang Hasil overlay peta-peta di atas menjadi peta
mengakibatkan sulitnya ketersediaan air bersih satuan lahan yang akan dianalisis secara spasial
untuk kebutuhan sehari-hari, bencana kekeringan untuk menentukan titik samplingnya. Peta ini
juga sangat berdampak pada lahan pertanian dan digunakan selama survei lapangan untuk
produktivitasnya di Kabupaten Nganjuk. Salah menggali data primer di Kabupaten Nganjuk.
satu upaya mengatasi kekeringan adalah dengan
melakukan kajian kesuburan tanah untuk 2.3. Metode Penelitian
mengevaluasi kesesuaian lahan. Dengan
mengetahui status kesuburan tanah, maka dapat Metode penelitian dalam kajian di Kabupaten
dilakukan analisis evaluasi kesesuaian lahannya. Nganjuk adalah sebagai berikut:
Hasil evaluasi kesesuaian lahan di sini akan a. Koordinasi dengan instansi terkait
terlihat faktor apa yang menjadi pembatas dalam Dalam hal ini, koordinasi dilakukan dengan Badan
usaha pertanian maupun perkebunan sehingga Perencanaan dan Pembangunan Daerah
dapat dilakukan upaya perbaikan atau mitigasi Kabupaten Nganjuk, Dinas Pertanian Kabupaten
dalam mengatasi faktor pembatas tersebut. Selain Nganjuk, dan Badan Penanggulangan Bencana
tujuan tersebut evaluasi kesesuaian lahan akan Daerah Kabupaten Nganjuk. Koordinasi ini akan
membantu dalam penyusunan arahan teknis memudahkan pemetaan potensi lahan
lahan yang tepat, sehingga penggunaan lahan berdasarkan data yang ada.
dapat dimanfaatkan dengan mempertimbangkan b. Pengumpulan data sekunder
potensi masing-masing yang dimiliki oleh setiap Pengumpulan data sekunder ini meliputi studi
lahan. pustaka data pendukung serta peta-peta dasar
yang diperlukan dalam pembuatan peta SPL.
1.2. Tujuan c. Pengumpulan data primer
Metode pengumpulan data secara primer
Tujuan dari kajian ini adalah 1) mengetahui dilakukan melalui survei lapangan dengan peta
kelas kesuburan tanah; 2) mengetahui kelas SPL. Survei lapangan meliputi pengamatan
Tabel 1. Hasil Analisis Laboratorium Sifat Fisik Sampel Tanah di Kabupaten Nganjuk
Parameter
Unit Bulk Particle Ruang Pori
No. Lahan Desa, Kecamatan Permeabilitas
Density Density Total
(UL)
g/cc g/cc % cm/jam
1 UL 1 Ngadiboyo, Rejoso 1,12 2,19 48,78 1,33
2 UL 2 Ngumpul, Bagor 1,15 2,20 47,62 1,12
3 UL 3 Ngadipuro, Wilangan 1,19 2,23 46,66 1,90
4 UL 4 Gampeng, Ngluyu 1,02 2,11 51,76 1,83
5 UL 5 Logawe, Lengkong 1,16 1,92 39,51 3,71
6 UL 6 Gandu, Bagor 1,19 2,07 42,56 1,85
7 UL 7 Banjaranyar, Tanjunganom 1,07 2,14 49,89 3,15
8 UL 8 Kampung Baru, Tanjunganom 1,06 2,01 47,25 3,02
9 UL 9 Jatigreges, Pace 1,08 2,12 49,17 2,60
10 UL 10 Sukoharjo, Wilangan 1,09 2,08 47,66 1,83
11 UL 11 Tempuran, Ngluyu 1,09 2.14 48.96 2,90
12 UL 12 Mojoduwur, Ngetos 1,13 2,25 49,87 1,86
13 UL 13 Bajang, Ngluyu 1,12 2,22 49,63 2,70
14 UL 14 Lengkong Lor, Ngluyu 1,18 2,29 48,58 1,87
15 UL 15 Bajulan, Ngetos 1,06 1,87 43,21 4,43
16 UL 16 Kedungsoko, Sukomoro 1,12 2,25 50,27 1,79
Sumber : Hasil Analisis, 2019
Bulk density (BD) merupakan petunjuk menentukan porositas, contoh tanah ditempatkan
kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin pada tempat berisi air sehingga jenuh dan
tinggi bulk density berarti makin sulit meneruskan kemudian cores ini ditimbang. Perbedaan berat
air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya antara keadaan jenuh air dan core yang kering
bulk density kurang dari 0,85 (Hardjowigeno, oven merupakan volume ruang pori. Untuk 400
1981). Bulk density tanah di lokasi sampling cm3 cores yang berisi 200 gr (200 cm3) air pada
menunjukkan nilai BD yang berkisar antara 1,02 kondisi jenuh porositas tanahnya akan mencapai
gr/cm3 hingga 1,19 gr/cm3. Hasil analisis 50% (Foth, 1988).
memperlihatkan bahwa tingkat kepadatan tanah di Ruang pori total di lokasi studi bervariasi
Kabupaten Nganjuk masih tergolong baik. antara 39,51% yang teridentifikasi di Lengkong
Dikatakan baik karena tanah tersebut masih hingga yang tertinggi 51,76% teridentifikasi di
memiliki tekstur tanah yang kasar. Nilai dengan Ngluyu. Sebagaimana dijelaskan di atas, tekstur
kisaran 1 gr/cm3 hingga 1,8 gr/cm3 bahwa tekstur tanah sangat menentukan ruang pori total. Tekstur
tanah tersebut masih tergolong kasar. Kondisi ini yang mengandung pasiran tinggi akan lebih kecil
disebabkan oleh kemampuan tanah di bawah ruang pori totalnya apabila dibandingkan dengan
tegakan yang beraneka ragam (tanaman pangan tanah yang mengandung liat atau debu yang lebih
maupun tanaman perkebunan) dalam meloloskan tinggi.
air (permeabilitas) masih baik sehingga bisa Permeabilitas tanah menunjukkan
menaikkan laju infiltrasi air. kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur
Secara umum tanah-tanah di lokasi kajian dan tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil
mempunyai fraksi debu lebih tinggi dibandingkan bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah.
dengan fraksi pasir dan liat. Kandungan fraksi Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju
debu antara 67,76% hingga 98,38% sehingga infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan laju
berdasarkan kriteria segitiga tekstur, tanah-tanah air larian. Permeabilitas tanah di lokasi studi
di lokasi tersebut digolongkan sebagai tanah yang bervariasi antara 1,12 cm/jam hingga yang
mempunyai tekstur lempung berdebu hingga tertinggi 4,43 cm/jam. Permeabilitas terendah
lempung liat berdebu. Jenis tanah ini memberikan teridentifikasi di lahan sawah di Kecamatan Bagor,
ketersediaan nutrisi, ketersediaan air, udara yang sedangkan permeabilitas tertinggi teridentifikasi di
cukup serta sifat-sifat fisik yang baik dimana Kecamatan Ngetos.
sistem perakaran tanaman bisa leluasa untuk
berkembang. 3.1.2. Sifat Kimia
Ruang pori total adalah volume dari tanah Sifat kimia tanah yang dianalisis dalam kajian
yang ditempati oleh udara dan air. Persentase ini antara lain sebagai berikut:
volume ruang pori total disebut porositas. Untuk
Tabel 2. Hasil Analisis Laboratorium Sifat Kimia Sampel Tanah di Kabupaten Nganjuk
Parameter
Kemasaman
Organi
Unit pH C/N P2O5 K2O Kation Dapat Tukar KTK Tekstur 3 Fraksi
Total
Desa, P2O5 Dapat Tukar
C-
N-
Lahan Ratio Poten Poten KB
k
Kecamatan N # Tersedia
(UL) H 2O sial sial K+ Na+ Ca2+ Mg2+ Al3+ H+ Pasir Debu Klei
KCl
- % % - mg/Kg mg/100g cmol(+)/kg % cmol(+)/kg %
Ngadiboyo,
1 6,09 4,17 1,86 0,15 12 11,60 19,45 45.58 0,29 0,22 14,55 3,05 25,30 71,55 0,13 0,44 26 27 47
Rejoso
Ngumpul, 127.1
2 7,47 6,16 3,59 0,24 15 161,66 117,87 1,35 2,27 47,72 15,37 64,29 100,00 0,00 0,36 16 14 70
Bagor 5
Ngadipuro,
3 5,99 4,48 1,10 0,07 16 7,68 14,20 12.32 0,05 0,04 25,19 3,58 32,73 88,18 0,00 0,11 29 28 43
Wilangan
Gampeng, 110.4
4 7,29 6,61 1,20 0,10 12 58,16 109,97 0,55 0,34 54,26 1,48 38,43 100,00 0,00 0,23 17 34 48
Ngluyu 0
Logawe,
5 7,66 6,37 1,57 0,11 14 15,58 33,07 12.50 0,04 0,07 37,97 4,39 40,74 100,00 0,00 0,17 39 15 46
Lengkong
6 Gandu, Bagor 7,66 6,39 3,41 0,22 16 81,46 69,90 18.78 0,15 0,82 35,86 10,60 38,96 100,00 0,00 0,18 16 26 58
Banjaranya,
7 7,77 6,16 1,88 0,13 14 120,41 98,61 85.21 0,49 0,43 26,98 11,52 40,33 97,76 0,00 0,18 12 31 58
Tanjunganom
Kampung
8 Baru, 7,76 6,17 1,41 0,14 10 96,82 84,71 73.77 0,42 0,58 20,62 12,84 34,54 99,79 0,00 0,24 27 24 49
Tanjunganom
Jatigreges,
9 6,97 4,97 1,13 0,09 13 117,62 91,62 51.53 0,23 0,14 12,68 3,65 20,64 80,94 0,00 0,17 35 31 34
Pace
Sukoharjo,
10 7,09 5,95 1,00 0,07 14 143,23 88,49 44.71 0,26 0,55 25,31 8,41 34,16 100,00 0,00 0,28 20 29 51
Wilangan
Tempuran, 113.5
11 6,76 4,51 1,16 0,12 10 208,61 103,12 0,55 0,03 42,53 5,59 47,39 100,00 0,00 0,35 23 17 60
Ngluyu 7
Mojoduwur,
12 6,89 5,43 2,48 0,19 13 52,57 65,34 16.17 0,18 0,25 17,17 5,99 29,28 80,56 000 0,17 10 36 54
Ngetos
Bajang, 114.0
13 7,48 6,85 2,57 0,19 14 106,92 149,91 0,40 0,11 52,46 2,53 32,05 100,00 0,00 0,34 22 49 30
Ngluyu 3
Lengkong Lor,
14 8,29 7,10 0,66 0,07 9 36,98 75,33 70.62 0,12 0,09 61,98 3,67 34,67 100,00 0,00 0,35 21 35 44
Ngluyu
Bajulan,
15 7,60 5,60 1,47 0,11 13 60,93 96,81 85.17 0,76 0,16 9,46 3,58 14,11 98,89 0,00 0,23 50 26 24
Ngetos
Kedungsoko,
16 8,20 6,78 2,46 0,14 18 88,97 76,40 92.98 0,84 4,78 26,55 12,26 38,11 100,00 0,00 0,29 18 26 55
Sukomoro
Sumber : Hasil Analisis (2019)
singkapan batuan, bahaya longsor, bahaya erosi faktor pembatas hubungannya dengan
serta tinggi dan lama genangan. persyaratan tumbuh tanaman. Lahan tersebut
Sistem evaluasi lahan yang berkembang dapat berupa areal yang belum dibuka atau
selama ini, menggunakan berbagai pendekatan, belum diusahakan, atau sudah berupa lahan
antara lain sistem perkalian parameter, pertanian, namun belum dikelola secara optimal
penjumlahan, dan sistem matching atau atau intensif. Dengan memperhatikan kendala
mencocokkan antara kualitas/karakteristik lahan yang ada, potensi lahan tersebut masih dapat
(land qualities/land characteritics) dengan ditingkatkan.
persyaratan tumbuh tanaman, lingkungan, dan
manajemen (landuse requirement). Struktur 3.2.1. Padi Sawah
klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan Tanaman padi sawah menjadi tanaman
pada dasarnya mengacu pada Framework of pangan yang banyak ditanam di Kabupaten
Land Evaluation (FAO, 1976) dengan Nganjuk. Tanaman padi sawah menjadi tanaman
menggunakan 4 kategori, yaitu ordo, kelas, yang tersebar di seluruh kecamatan di
subkelas dan unit. Dalam pemetaan tanah tingkat Kabupaten Nganjuk, berdasarkan Kabupaten
semi detil, klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan Nganjuk Dalam Angka 2020, 4 kecamatan
sampai tingkat subkelas. mempunyai luas area panen terbanyak selama
Hasil evaluasi lahan menggunakan prosedur tahun 2019, yaitu Kecamatan Tanjunganom,
di atas berupa kelas kesesuaian lahan aktual dan Kecamatan Rejoso, Kecamatan Gondang, dan
kelas kesesuaian lahan potensial. Kelas Kecamatan Prambon. Untuk meningkatkan
kesesuaian lahan aktual (actual land suitability) produktivitas padi sawah di seluruh kecamatan,
menyatakan kesesuaian lahan berdasarkan data maka diperlukan evaluasi kesesuaian lahan
hasil survei tanah atau sumberdaya lahan yang untuk tanaman padi sawah. Hasil evaluasi
belum mempertimbangkan masukan-masukan kesesuaian lahan tanaman padi sawah di
yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau Kabupaten Nganjuk, dapat dilihat sebagai berikut:
UL Padi Sawah
(Unit Desa, Kecamatan Sampel
Lahan) Aktual Potensial
UL 1 Ngadiboyo, Rejoso NGA 01 S3oa,na S2oa,rc,na
UL 2 Ngumpul, Bagor NGA 02 S3na S2oa,nr,na
UL 3 Ngadipuro, Wilangan NGA 03 A S3oa,rc,na S3rc
UL 4 Gampeng, Ngluyu NGA 04 Neh S3eh
UL 5 Logawe, Lengkong NGA 05 Neh S3rc,eh
UL 6 Gandu, Bagor NGA 06 S3oa S2oa,nr,na
UL 7 Banjaranya, Tanjunganom NGA 07 A S2nr,na S1
UL 8 Kampung Baru, Tanjunganom NGA 08 A S2nr,na S1
UL 9 Jatigreges, Pace NGA 09 S3rc,na S3rc
UL 10 Sukoharjo, Wilangan NGA 10 S3na S2nr,na
UL 11 Tempuran, Ngluyu NGA 11 Neh S3oa,rc,eh
UL 12 Mojoduwur, Ngetos NGA 12 A S2na S1
UL 13 Bajang, Ngluyu NGA 14 Neh S3eh
UL 14 Lengkong Lor, Ngluyu NGA 15 A Neh S3nr,na,eh
UL 15 Bajulan, Ngetos NGA 16 A Neh S3rc,eh
UL 16 Kedungsoko, Sukomoro NGA 17 S3nr S2nr,na
Sumber : Hasil Analisis, 2019
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi kelas S3 (sesuai marginal) untuk tanaman padi
sawah di berbagai unit lahan menunjukkan kelas sawah terdapat di unit lahan (UL) 1, UL 2, UL 3,
kesesuaian lahan bervariasi, mulai dari kelas UL 6, UL 9, UL 10, dan UL 16, sedangkan
terendah N (tidak sesuai) sampai kelas S2 (cukup kesesuaian lahan aktual dengan kelas S2 (cukup
sesuai). Kesesuaian lahan aktual dengan kelas N sesuai) untuk tanaman padi terdapat di UL 7, UL
(tidak sesuai) untuk tanaman padi sawah 8, dan UL 12.
terdapat di beberapa unit lahan seperti di Desa Dari hasil analisis kesesuaian lahan untuk
Gampeng Ngluyu, Desa Logawe Lengkong, Desa tanaman padi sawah, parameter lahan sebagian
Tempuran Ngluyu, Desa Bajang Ngluyu, Desa besar sudah sesuai untuk pertumbuhan padi
Lengkong Lor Ngluyu, dan Desa Bajulan Ngetos. sawah. Seperti temperatur rata-rata di Kabupaten
Sedangkan kesesuaian lahan aktual dengan Nganjuk berkisar antara 25-26°C sehingga
masuk ke dalam kelas cukup sesuai untuk berhubungan dengan jenis tanah. Sebagian
pertumbuhan padi sawah. Temperatur sangat besar jenis tanah di Kabupaten Nganjuk masuk
mempengaruhi perkembangan profil tanah, faktor ke dalam jenis aluvial kelabu dan aluvial coklat
tersebut menentukan sifat kimia dan sifat fisik di ataupun asosiasi keduanya. Sehingga
dalam tanah. Temperatur rata-rata yang tinggi mempunyai tekstur tanah yang halus atau agak
cenderung menambah kecepatan pelapukan dan halus sehingga masuk ke dalam kelas sangat
pembentukan liat sehingga kesuburan tanah sesuai (S1) untuk pertumbuhan padi sawah.
menjadi optimal untuk pertumbuhan padi sawah. Faktor pembatas lain dalam pertumbuhan
Selain temperatur, curah hujan juga sangat padi sawah yang ditemukan di beberapa unit
mempengaruhi perkembangan profil tanah lahan adalah retensi hara (nr). Retensi hara di
melalui sifat kimia dan sifat fisik tanah. Curah sini meliputi nilai KTK tanah (cmol), kejenuhan
hujan yang tinggi cenderung menambah basa (%), pH H2O dan kadar C-organik (%) di
kecepatan pelapukan dan pembentukan liat dan dalam tanah. Dari keempat parameter tersebut,
secara tidak langsung mempengaruhi reaksi nilai pH H2O menjadi faktor pembatas di unit
tanah. Selain itu juga dapat mengakibatkan lahan (UL) 3 di Kecamatan Wilangan, UL 7 di
pencucian kation basa dari lapisan permukaan Kecamatan Tanjunganom, UL 8 di Kecamatan
tanah ke lapisan tanah yang lebih dalam Tanjunganom, dan UL 16 di Kecamatan
sehingga pH tanah akan menjadi masam. Bagi Sukomoro. Sedangkan parameter yang lain
pertumbuhan tanaman curah hujan bertindak masuk ke dalam kelas sangat sesuai (S1) untuk
sebagai penyedia air tanaman sesuai dengan pertumbuhan padi sawah. pH H2O secara
kebutuhannya. berturut-turut di UL 3, UL 7, UL 8, dan UL 16
Berdasarkan data Rencana Tata Ruang adalah 5,99 (agak masam), 7,77 (agak alkalis),
Wilayah (RTRW) Kabupaten Nganjuk Tahun 7,76 (agak alkalis) dan 8,2 (agak alkalis).
2019–2039 diperoleh bahwa curah hujan rendah Sedangkan rentang nilai pH H2O yang
di Kabupaten Nganjuk mencapai nilai 800 mm/th, dibutuhkan pertumbuhan padi sawah adalah 5,5–
dan mencapai nilai curah hujan tertinggi sampai 7,0.
3.700 mm/th. Dari setiap sampel unit lahan yang Nilai derajat keasaman tanah (pH) penting
telah disurvei, memiliki curah hujan berkisar untuk menentukan mudah tidaknya unsur-unsur
antara 1.400-1.900 mm/th dan 1.900-2.300 hara diserap tanaman. Karena itu diperlukan
mm/th. Nilai tersebut termasuk curah hujan yang usaha perbaikan untuk mengoptimalkan pH
optimal untuk pertumbuhan padi sawah sehingga tanah salah satunya dengan cara pengapuran
tidak termasuk sebagai faktor pembatas dalam untuk tanah yang masam seperti di UL 3,
kelas kesesuaian lahan tanaman padi sawah. sedangkan di UL 7, dan UL 8 bisa dengan cara
Parameter lahan berikutnya yang penting penambahan sulfur atau belerang. Selain itu,
dalam pertumbuahan padi sawah adalah usaha perbaikan yang bisa dilakukan untuk
drainase tanah. Drainase tanah yang baik menetralkan pH tanah adalah dengan
diperlukan oleh tanaman yang membutuhkan penambahan bahan organik tanah. Penambahan
aerasi yang baik seperti padi sawah. Aerasi tanah bahan organik di setiap unit lahan tersebut harus
yang baik menyebabkan di dalam tanah cukup disesuaikan tingkat kematangannya sehingga
tersedia oksigen. Dengan demikian, akar berpengaruh positif untuk menaikkan pH pada
tanaman mampu menyerap unsur hara dan dapat tanah masam dan menurunkan pH pada tanah
berkembang dengan baik. Berdasarkan alkalis.
pengamatan di lapangan, drainase tanah menjadi Jika pH tanah menjadi optimal maka
faktor pembatas di beberapa unit lahan, seperti di ketersediaan hara bagi pertumbuhan padi sawah
UL 1, UL 3, dan UL 6. Sampel UL 1 terletak di juga tercukupi. Faktor ketersediaan hara (na) ini
Kecamatan Rejoso, UL 3 di Kecamatan Wilangan melingkupi kadar N total tanah, kadar P2O5
sedangkan UL 6 di Kecamatan Bagor. tersedia, dan kadar K2O tersedia. Unsur N, P,
Usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk dan K merupakan unsur makro esensial yang
memperbaiki kondisi drainase tanah adalah diperlukan dalam pertumbuhan tanaman padi.
dengan pemberian bahan organik tanah seperti Dari hasil analisis faktor pembatas
kotoran kambing, kotoran sapi, seresah organik ketersediaan hara ditemukan di sebagian besar
(jerami padi) ataupun pupuk organik. Dengan unit lahan yang disurvei. Kelas ketersediaan hara
pemberian bahan organik tersebut akan di UL 1 di Kecamatan Rejoso, UL 2 di Kecamatan
memperbaiki kondisi fisik tanah sehingga Bagor, UL 3 dan UL 10 di Kecamatan Wilangan,
drainase tanah menjadi optimal untuk dan UL 9 di Kecamatan Pace, tergolong sangat
pertumbuhan padi sawah. Drainase tanah yang rendah sehingga masuk ke dalam kelas sesuai
optimal untuk pertumbuhan padi sawah masuk ke marginal (S3). Sedangkan di UL 7, UL 8 di
dalam kelas agak terhambat dan sedang. Kecamatan Tanjunganom dan UL 12 di
Media perakaran menjadi parameter lahan Kecamatan Ngetos tergolong rendah sehingga
yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Media masuk ke dalam kelas cukup sesuai (S2).
perakaran yang dimaksud adalah tekstur tanah Untuk memperbaiki ketersediaan unsur hara
serta kedalaman tanah. Tekstur tanah sangat di Kabupaten Nganjuk bisa dilakukan dengan
pemupukan intensif baik pupuk organik maupun Karakteristik lereng ini berhubungan dengan
pupuk anorganik seperti pupuk N (Urea), pupuk P sifat morfologi lahan. Topografi landai memiliki
(SP-36), dan pupuk K (KCl). Untuk menjaga agregat tanah lebih mantap daripada yang
kualitas lahan maka sebaiknya dipilih pupuk berlereng curam, sebab pada topografi yang
organik yang lebih ramah lingkungan seperti berlereng curam sering terjadi erosi sehingga
kompos, pupuk kandang ataupun pupuk hijau. bahan organik yang merupakan perekat-perekat
Atau dengan cara konvensial lain seperti agregat hilang sehingga kemantapan agregat
pengembalian jerami padi ke tanah sawah akan tanah menjadi lemah. Kemiringan yang besar
memperbaiki kondisi fisik tanah, meningkatkan maka kecepatan aliran permukaan serta
kesuburan tanah serta mengurangi terjadinya kekuatan mengikis tanah akan menjadi
degradasi tanah. Salah satu pupuk organik yang meningkat. Oleh karena itu, diperlukan usaha
mampu memperbaiki atau membenahi kondisi perbaikan (improvement). Usaha perbaikan untuk
fisik dan kesuburan tanah serta mampu faktor pembatas kemiringan lereng bisa dilakukan
meningkatkan kadar N total dalam tanah adalah dengan pembuatan teras, penanaman sejajar
pemberian Azolla pinnata. Azolla pinnata kontur, serta penanaman tanaman penutup tanah,
merupakan jenis tumbuhan paku air yang hidup sehingga laju erosi dapat diminimalisir.
di perairan. Seperti halnya tanaman
Leguminosae, Azolla pinnata mampu mengikat 3.2.2. Jagung
N2 dari udara karena berasosiasi dengan Tanaman jagung merupakan tanaman yang
sianobakteri (Anabaena azollae) yang hidup di banyak ditanam di wilayah Kabupaten Nganjuk.
dalam rongga daunnya. Kemampuan Azolla Berdasarkan Kabupaten Nganjuk Dalam Angka
pinnata mengikat N2 dari udara berkisar antara 2020, seluruh kecamatan di Kabupaten Nganjuk
400-500 kg N ha-1 tahun-1. Azolla pinnata terdapat area tanaman jagung dengan area
berkembang sangat cepat dan dapat terluas terdapat di Kecamatan Tanjunganom,
menghasilkan biomassa sebanyak 10-15 ton ha-1 Kecamatan Ngluyu, Kecamatan Loceret,
dengan C/N rasio 12-18, sehingga dalam waktu Kecamatan Bagor, Kecamatan Sukomoro, dan
satu minggu Azolla pinnata telah terdekomposisi Kecamatan Lengkong. Karena itu, diperlukan
dengan sempurna (Khan, 1983). evaluasi kelas kesesuaian lahan untuk
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi mengidentifikasi potensi dan tingkat kecocokan
sawah dengan kelas tidak sesuai (N) tersebar di tanah pada komoditi tanaman jagung, dan
UL 4, UL 5, UL 11, UL 13, UL 14, dan UL 15 mempertimbangkan kesesuaian input yang
dengan faktor pembatas kemiringan lereng. diberikan dengan faktor pembatas yang ada. Dari
Kemiringan lereng di setiap unit lahan tersebut hasil matching (pencocokkan) antara syarat
lebih dari 8% seperti di UL 4 dan UL 5 yang tumbuh tanaman jagung dengan karakteristik
terletak di Kecamatan Ngluyu dan Kecamatan lahan, diperoleh kelas kesesuaian lahan untuk
Lengkong, bahkan di Kecamatan Ngluyu terdapat tanaman jagung sebagai berikut:
kemiringan lereng yang mencapai 15-25% seperti
di UL 11, UL 13, UL 14, dan UL 15 di Kecamatan
Loceret.
Hasil kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Sedangkan parameter seperti retensi hara (KTK
jagung hanya terbagi menjadi 2 kelas yaitu tidak tanah, KB, pH H2O, dan C-organik), alkalinitas,
sesuai (N) dan sesuai marginal (S3). Kesesuaian dan persiapan lahan (batuan di permukaan dan
lahan aktual untuk tanaman jagung di UL 11, UL singkapan batuan) sudah memberikan kelas
13, UL 14, dan UL 15 masuk ke dalam kelas tidak sangat sesuai untuk tanaman jagung. Untuk
sesuai (N) dengan faktor pembatas berupa meningkatkan kelas kesesuaian lahan naik satu
bahaya kemiringan lereng. Sedangkan sisanya tingkat, diperlukan usaha perbaikan
masuk ke dalam kelas sesuai marginal (S3). (improvement) terhadap faktor pembatas yang
Sebagian besar faktor pembatas yang ada.
ditemukan dalam kesesuaian lahan untuk Berdasarkan pengamatan di lapangan
tanaman jagung adalah curah hujan seperti di UL drainase tanah unit lahan 2 di Kecamatan Bagor
1 di Kecamatan Rejoso, UL 4 di Kecamatan menunjukkan kelas terlambat, sehingga masuk
Ngluyu, UL 5 di Kecamatan Lengkong, UL 7 dan ke dalam kelas sesuai marginal (S3). Usaha
UL 8 di Kecamatan Tanjunganom, UL 9 di perbaikan yang bisa dilakukan untuk
Kecamatan Pace, UL 12 di Kecamatan Ngetos, memperbaiki kondisi drainase tanah adalah
dan UL 16 di Kecamatan Sukomoro. Curah hujan dengan penambahan bahan organik tanah
terendah dari semua sampel unit lahan sebesar seperti kotoran sapi, kotoran kambing, serasah
1400-1900 mm/th, sedangkan curah hujan organik, kompos ataupun pupuk kandang.
tertinggi dari semua sampel unit lahan sebesar Pemberian bahan organik ini akan memperbaiki
1900-2300 mm/th. Dengan rentang nilai curah kondisi fisik tanah sehingga drainase tanah
hujan itu, curah hujan masuk ke dalam kelas menjadi optimal untuk pertumbuhan jagung. Dari
sesuai marginal (S3). penambahan bahan organik tanah ini tidak bisa
Jagung memerlukan banyak air ketika memperbaiki kondisi tekstur tanah karena tekstur
berbunga. Pada masa ini waktu hujan yang tanah suatu lahan merupakan hasil dari proses
pendek diselingi dengan matahari jauh lebih baik pedogenesis batuan yang dipengaruhi oleh iklim,
daripada hujan terus-menerus. Curah hujan yang topografi, batuan induk, organisme, dan waktu.
tinggi menyebabkan kemantapan tanahnya Berdasarkan pengamatan di lapangan kelas
menurun (lemah), karena air hujan tersebut tekstur tanah di Unit Lahan (UL) 3 di Kecamatan
melarutkan bahan organik dan unsur hara yang Wilangan, UL 5 di Kecamatan Lengkong, dan UL
berfungsi sebagai perekat tanah agregat dan 9 di Kecamatan Pace tergolong agak kasar
sebaliknya. Karena faktor pembatas curah hujan sehingga menjadi faktor pembatas dalam
berhubungan dengan iklim makro suatu tempat, pertumbuhan jagung dengan kelas sesuai
maka tidak dapat dilakukan usaha perbaikan, marginal (S3). Dari hasil laboratorium juga
hanya saja pemilihan masa tanam bisa menjadi menunjukkan bahwa presentasi 3 jenis fraksi
solusi untuk menghadapi faktor curah hujan yang tekstur tanah pada unit lahan 3 di Kecamatan
terlalu tinggi bagi tanaman jagung. Sehingga Wilangan mempunyai fraksi pasir 29%, debu
kelas kesesuaian potensial untuk tanaman 38% dan klei 43%, unit lahan 5 di Kecamatan
jagung di UL 1 di Kecamatan Rejoso, UL 4 di Lengkong mempunyai fraksi pasir 39%, 15%, dan
Kecamatan Ngluyu, UL 5 di Kecamatan klei 46%, sedangkan di unit lahan 9 di
Lengkong, UL 7 dan UL 8 di Kecamatan Kecamatan Pace mempunyai fraski pasir 35%,
Tanjunganom, UL 9 di Kecamatan Pace, UL 12 di debu 31%, dan klei 34%. Sehingga memang
Kecamatan Ngetos, dan UL 16 di Kecamatan dikatakan tekstur tanah di ketiga unit lahan
Sukomoro masih masuk ke dalam kelas sesuai tersebut sesuai marginal untuk pertumbuhan
marginal (S3) dengan faktor pembatas curah jagung. Tekstur tanah merupakan faktor
hujan. Untuk parameter iklim lainnya seperti suhu pembatas yang sulit diatasi karena berhubungan
udara, faktor suhu udara di semua lokasi unit juga dengan faktor alam yang tidak bisa
lahan mempunyai rentang nilai dari 25-26°C dipengaruhi oleh manusia secara langsung.
sehingga masuk ke dalam kelas sangat sesuai Sedangkan usaha perbaikan yang bisa
untuk pertumbuhan jagung. Sesuai dengan dilakukan untuk memperbaiki ketersediaan hara
pendapat Rukmana (1997) suhu optimum untuk bagi tanaman jagung di UL 1, UL 3, UL 5, UL 6,
pertumbuhan jagung adalah dari 23-27°C. Suhu UL 9, UL 10, dan UL 12 adalah pemupukan
panas dan lembab amat baik bagi pertumbuhan secara intensif, baik pemupukan anorganik
tanaman jagung pada periode tumbuh sampai ataupun pemupukan organik. Pupuk anorganik
fase reproduktif. yang dapat digunakan antara lain Urea, SP-36,
Parameter lahan lain yang menjadi faktor dan TSP. Dosisnya sesuai dengan kebutuhan
pembatas bagi pertumbuhan jagung adalah pada tanah tersebut. Cara lain yang bisa
ketersediaan air (drainase tanah), media dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan hara
perakaran (tekstur tanah) dan ketersediaan hara di dalam tanah secara ramah lingkungan adalah
(kadar N total tanah, P2O5 tersedia, dan K2O penambahan bahan organik tanah, seperti
tersedia) serta bahaya erosi (kemiringan lereng). penambahan kotoran sapi, kotoran kambing,
kotoran ayam, kompos, kascing, maupun pupuk usaha perbaikan yang telah dilakukan maka
kandang. Selain meningkatkan ketersediaan hara kelas kesesuaian lahan potensial di setiap unit
di dalam tanah, penambahan bahan organik lahan untuk tanaman jagung menjadi sesuai
tanah akan membantu memperbaiki kondisi marginal (S3) dengan faktor pembatas
tanah baik secara fisik, kimiawi maupun biologi. kemiringan lereng.
Purwono dan Purnamawati (2007),
menjelaskan bahwa peranan bahan organik 3.2.3. Bawang Merah
terhadap kesuburan tanah antara lain: (1) Potensi ekonomi daerah yang dimiliki dan
mineralisasi bahan organik akan melepas unsur layak dikembangkan oleh Kabupaten Nganjuk
hara tanaman secara lengkap (N, P, K , Ca, Mg, salah satunya adalah sektor pertanian. Kontribusi
S, dan unsur hara mikro lainnya) tetapi dalam sektor pertanian untuk daerah adalah perannya
jumlah yang relatif kecil; (2) meningkatkan daya dalam pembentukan Produk Domestik Regional
menahan air, sehingga kemampuan tanah untuk Bruto (PDRB). Bawang merah menjadi komoditas
menyediakan air menjadi lebih banyak; (3) unggulan pada sektor pertanian yang ikut
memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah. menyumbang nilai PDRB. Namun kontribusi
Berdasarkan survei lapangan yang telah komoditas bawang merah untuk sektor pertanian
dilakukan, beberapa unit lahan mempunyai belum optimal karena sering mengalami fluktuasi
kemiringan lereng berkisar antara 8-15% dan di bawah target produksi yang ditentukan.
sehingga masuk ke dalam kelas sesuai marginal Sehingga, diperlukan langkah pengembangan
(S3) dan beberapa diantaranya seperti di unit terhadap komoditas unggulan bawang merah.
lahan (UL) 11, UL 13, UL 14, di Kecamatan Salah satunya dengan melakukan evaluasi
Ngluyu, dan UL 15 di Kecamatan Loceret bahkan kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah,
mempunyai kemiringan lereng sampai 15-25% sehingga diketahui faktor pembatas dan upaya
sehingga masuk ke dalam kelas tidak sesuai (N) perbaikannya dalam pengembangan produksi
untuk pertumbuhan tanaman jagung. Seandainya bawang merah di Kabupaten Nganjuk.
budidaya jagung terus dilakukan maka Berdasarkan Kabupaten Nganjuk Dalam
pengolahan tanah di lahan ini harus berpedoman Angka 2020, produksi bawang merah tertinggi
pada metode konservasi tanah dan air, antara tersebar di Kecamatan Rejoso, Kecamatan Bagor,
lain dengan mengadakan penanaman jagung Kecamatan Gondang, Kecamatan Wilangan, dan
searah dengan kontur, pembuatan terasering, Kecamatan Sukomoro. Hasil evaluasi kesesuaian
penanaman penutup tanah dan usaha lainnya lahan untuk tanaman bawang merah dapat dilihat
sehingga bahaya erosi bisa diminimalisir. Dengan sebagai berikut:
Dari tabel analisis di atas, terlihat bahwa ketersediaan hara dan bahaya erosi (kemiringan
kesesuaian lahan aktual untuk tanaman bawang lereng). Sedangkan kesesuaian lahan aktual
merah sebagian besar masuk ke dalam kelas untuk tanaman bawang merah dengan kelas
sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas tidak sesuai (N) terdapat di unit lahan 11, UL 13,
berupa ketersediaan air (curah hujan), UL 14, dan UL 15 dengan faktor pembatasnya
adalah kemiringan lereng. Untuk meningkatkan faktor pembatas pertumbuhan bawang merah di
kelas kesesuaian lahan naik satu kelas maka unit lahan 3 di Kecamatan Wilangan, UL 5 di
diperlukan usaha perbaikan untuk setiap faktor Kecamatan Lengkong, dan di UL 9 di Kecamatan
pembatas yang ditemukan. Pace. Tekstur tanah merupakan hasil dari proses
Faktor curah hujan menjadi faktor pembatas pelapukan batuan dengan faktor-faktor yang
untuk pertumbuhan bawang merah di seluruh unit mempengaruhinya dalam jangka waktu yang
lahan yang disurvei. Curah hujan yang sesuai lama. Karena itulah tidak ada usaha pengelolaan
untuk pertumbuhan bawang merah berkisar 350- lahan yang bisa dilakukan untuk mengubah
600 mm/th. Sedangkan curah hujan di Kabupaten tekstur tanah. Berdasarkan pengamatan di
Nganjuk antara 1.400-1.900 mm/th dan 1.900- lapangan serta didukung hasil laboratorium, unit
2.300 mm/th sehingga masuk kelas sesuai lahan 3, UL 5, dan UL 9 mempunyai tekstur
marginal (S3). Faktor curah hujan merupakan tanah agak kasar sehingga masuk ke dalam
faktor yang tidak bisa dikendalikan dalam skala kelas sesuai marginal (S3). Sedangkan tekstur
mikro sehingga tidak ada usaha perbaikan yang tanah yang optimal untuk pertumbuhan bawang
bisa dilakukan untuk meningkatkan kelas merah masuk ke dalam kategori agak halus atau
kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah sedang.
menjadi cukup sesuai (S2). Hanya saja pemilihan Berbeda dengan tekstur tanah yang tidak
varietas bawang merah yang sesuai untuk musim dapat diperbaiki untuk mendukung pertumbuhan
kemarau dan musim hujan perlu diperhatikan. bawang merah, derajat keasaman tanah (pH)
Berdasarkan Badan Penelitian dan menjadi parameter kesesuaian lahan yang bisa
Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian, dioptimalkan untuk pertumbuhan bawang merah.
dikatakan bahwa varietas bawang merah yang Retensi hara dalam hal ini pH H2O menjadi faktor
sesuai untuk musim kemarau adalah varietas pembatas di unit lahan 16 di Kecamatan
bima curut, sembrani, katumi dan maja, Sukomoro. pH H2O di sampel unit lahan di
sedangkan untuk musim penghujan bisa dipilih Kecamatan Sukomoro mencapai nilai 8,2 (agak
varietas Bangkok dan Filipin. Dengan arahan alkalis) sehingga masuk ke dalam kelas sesuai
pemilihan jenis varietas tersebut diharapkan marginal (S3) dan diperlukan usaha perbaikan
produksi bawang merah di Kabupaten Nganjuk sehingga naik kelas menjadi cukup sesuai (S2)
dapat ditingkatkan sehingga faktor besarnya untuk mendukung pertumbuhan bawang merah
curah hujan bisa diminimalisir. di Kecamatan Sukomoro. Untuk menurunkan pH
Selain curah hujan, faktor ketersediaan tanah dari 8.2 menjadi pH yang optimal untuk
oksigen dalam hal ini adalah drainase tanah juga pertumbuhan bawang merah yaitu sekitar 6.0-7.8
masuk ke dalam kelas sesuai marginal (S3). adalah dengan penambahan sulfur atau belerang.
Usaha perbaikan yang bisa dilakukan untuk Selain berpengaruh untuk menurunkan pH
meningkatkan kelas kesesuaian lahannya tanah, pemberian sulfur ini akan meningkatkan
menjadi cukup sesuai (S2) adalah dengan ketersediaan hara sulfat di dalam tanah karena
penambahan bahan organik tanah. Dengan ketersediaan hara sulfat di dalam tanah juga
penambahan bahan organik tanah seperti sering menjadi faktor pembatas bagi tanaman
kotoran ternak, seresah organik maupun pupuk bawang merah untuk menghasilkan umbi dengan
organik dipastikan akan berpengaruh terhadap bobot dan kualitas yang baik. Selain pemberian
sifat fisik tanah seperti drainase tanah dan sulfur untuk memperbaiki pH tanah alkali,
struktur tanah. penambahan bahan organik yang belum matang
Dengan pemberian bahan organik struktur juga mampu menurunkan pH tanah karena
tanah menjadi lebih gembur sehingga selama proses dekomposisi akan melepaskan
perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman asam-asam organik yang menyebabkan
bawang merah menjadi lebih baik. Struktur tanah menurunnya pH tanah.
ini mempengaruhi pertumbuhan tanaman bawang Selain pH tanah, ketersediaan hara di dalam
merah melalui pengaruhnya terhadap tanah juga sering menjadi faktor pembatas bagi
perkembangan akar tanaman dan proses-proses pertumbuhan bawang merah. Kadar N total yang
fisiologi akar tanaman seperti absorpsi hara, rendah, kadar P2O5 tersedia dan K2O tersedia
absorpsi air dan respirasi sehingga pembentukan menjadi unsur hara makro esensial yang harus
umbi bawang merah menjadi lebih optimal. Di ditingkatkan ketersediaannya di dalam tanah
samping itu, struktur tanah juga mempengaruhi sehingga mampu meningkatkan produktivitas
pergerakan hara, pergerakan air, sirkulasi O 2 dan tanaman bawang merah. Ketersediaan hara di
sirkulasi CO2 di dalam tanah (Islami & Utomo dalam tanah di beberapa unit lahan seperti UL 1
1995). Usaha perbaikan dengan penambahan di Kecamatan Rejoso, UL 2 di Kecamatan Bagor,
bahan organik ini bisa diaplikasikan di unit lahan UL 9 di Kecamatan Pace serta UL 3, dan UL 10
2 di Kecamatan Bagor sehingga kondisi drainase di Kecamatan Wilangan masuk ke dalam kelas
tanahnya menjadi optimal untuk pertumbuhan sesuai marginal (S3) dengan kategori rendah-
bawang merah. sangat rendah. Usaha perbaikan yang bisa
Selain drainase tanah, media perakaran dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan hara
dalam hal ini adalah tekstur tanah juga menjadi di dalam tanah adalah dengan penambahan
bahan organik tanah. Pemupukan anorganik dan muka air tanah secara alami (Van Lanen,
dapat dilakukan tetapi kurang efisien karena sifat 2015).
pupuk anorganik yang mudah mengalami Bencana kekeringan yang terjadi pada
penguapan saat musim kemarau, leaching daerah beriklim kering akan mudah diantisipasi
(pencucian) saat musim hujan, ataupun unsur oleh masyarakat, tetapi kekeringan bisa saja
hara terikat pada mineral-mineral tanah sehingga terjadi pada daerah yang mempunyai curah hujan
unsur hara tidak tersedia bagi tanaman. Dengan tinggi atau rendah (Mohammad et al., 2018).
penambahan bahan organik akan memperbaiki Kekeringan tersebut dapat menyebabkan
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang dapat kerugian pada daerah-daerah yang bergantung
menunjang peningkatan produktivitas dan pada pertanian apabila tidak diantisipasi
kualitas umbi bawang merah. Pemberian bahan sebelumnya. Kekeringan merupakan bencana
organik tanah memperbaiki sifat kimia tanah yang sangat kompleks dan mempunyai dampak
seperti meningkatnya kadar C-organik tanah yang sangat buruk terhadap manusia (Wilhite et
sehingga hara di dalam tanah menjadi tersedia al, 2007).
bagi pertumbuhan bawang merah. Berdasarkan hasil evaluasi status kesuburan
Bahaya erosi merupakan parameter lahan tanah dan kesesuaian lahan untuk beberapa
yang digunakan dalam kesesuaian lahan. Dalam tanaman di Kabupaten Nganjuk, bencana
hal ini dilihat dari kemiringan lerengnya. kekeringan yang sering terjadi di Kabupaten
Kemiringan lereng menjadi salah satu faktor Nganjuk sebenarnya bisa diminimalkan dan
pembatas yang menyebabkan kesesuaian lahan dihindarkan. Dalam rangka mengantisipasi
aktual untuk tanaman bawang merah di unit kekeringan di tingkat petani, adanya penerapan
lahan 11, UL 13, UL 14 di Kecamatan Ngluyu dan pola tanam yang baik terkait perencanaan
UL 15 di Kecamatan Loceret masuk ke dalam komoditas dengan berdasarkan evaluasi
kelas tidak sesuai (N). Karena kemiringan lereng kesuburan tanah dan kesesuaian lahan, petani
di setiap unit lahan tersebut lebih dari 15%, untuk diharapkan dapat melakukan budidaya
menaikkan kelas kesesuaian lahannya diperlukan tanamannya dengan melakukan penanaman
usaha perbaikan yaitu dengan pembuatan teras, sesuai dengan kondisi iklim seperti pemilihan pola
penanaman searah kontur, penanaman tanaman tanam padi sawah (sawah irigasi maupun tadah
penutup tanah, sehingga bahaya erosi bisa hujan) pada musim penghujan. Akan tetapi pada
diminimalisir. musim kemarau yang cenderung sulit air petani
melakukan adaptasi terhadap kekeringan dengan
3.3. Implikasi Evaluasi Lahan Terhadap cara memilih budidaya tanaman yang toleran
Bencana Kekeringan terhadap air serta membuat irigasi pompa dalam
pengelolaan airnya untuk memenuhi kebutuhan
Menurut Badan Koordinasi Nasional lahan pertaniannya (Gambar 2). Kondisi ini
Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) (2007) dilakukan karena sulit air pada musim kemarau
bencana kekeringan adalah hubungan antara dan ketersediaan air irigasi permukaan sangat
kebutuhan air yang melebihi ketersediaan air, terbatas karena debit air sungai yang berkurang.
sedangkan Raharjo (2010) mendefinisikan Di beberapa lokasi yang lebih sulit air petani
kekeringan sebagai pengurangan kelembaban melakukan pengalolaan air dengan membuat
secara signifikan pada suatu periode tertentu mikro embung (Gambar 3) untuk sumberdaya
yang tidak bersifat permanen. Definisi bencana pengairan bagi lahan usaha taninya. Pengelolaan
kekeringan menurut BNPB yang terdapat dalam sumber air dengan membuat mikro embung
UU no 24 tentang Penanggulangan Bencana dirasa sangat bagus terutama pada lahan-lahan
(2007) adalah ketersediaan air yang jauh di kering dataran tinggi yang memang tidak
bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, terjangkau saluran irigasi. Baik secara
untuk pertanian, kegiatan ekonomi, dan rekomendasi evaluasi lahan pada lahan kering
lingkungan. maupun kecerdasan petani lokal dalam
Bakornas PB (2007) membedakan implementasi mikro embung, hal ini merupakan
kekeringan berdasarkan tipenya menjadi 3 (tiga); salahan satu antisipasi bencana kekeringan di
yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan lahan usaha taninya.
hidrologis dan kekeringan pertanian. Kekeringan
meteorologis menunjukkan curah hujan dalam
satu musim yang berada di bawah normal.
Kekeringan ini menjadi indikasi awal munculnya
bencana di bidang pertanian. Kekeringan
pertanian terjadi setelah kekeringan meteorologis,
dimana kandungan air dalam tanah tidak
mencukupi kebutuhan tanaman pada suatu
periode tertentu dan cakupan wilayah yang luas.
Kekeringan hidrologis terjadi apabila terdapat
penurunan air di waduk, muka air sungai, danau,