1
Geologiacal Agency and Ph.D Student of Padjadjaran University
2Padjadjaran University
Abstract
Landslide induced earthquake is a common earth disaster, which is occasionally happened in pyroclastic
fall with a thick soil deposit, such as Padang Pariaman district, West Sumatera, Indonesia on 2009 and Aceh,
Indonesia 2013. The high degree of weathering and leaching in this area produces large amount of clay
minerals, especially Halloysite. The present of halloysite, slope and thickness of pyroclastic fall (pumice
layer) in the weathered zone and ground acceleration become important factors controlling of landslide
occurrences within this area. This result concludes that landslide occured on more than 3 m thickness of
pyroclastic fall, developing clay minerals especially haloysite, formed by leaching is the most triggering
factor for landslide occurrences within this area. Based on the simulation the peak ground acceleration
controlling landslide arround 0.2 g – 0.45 g with slope more than 20. The relationship between ground
accelaration, clay mineral around sliding plane, thickness of the pyroclastic fall and slope are the important
parameter to predict a landslide.
220
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
berkaitan dan peak ground acceleration (pga) analisis satelite image seperti ASTER GDEM, SPOT
yang diyakini mengontrol gerakan tanah di Image dan Ikonos, inventarisasi data kejadian
daerah Padang Pariaman dan Agam. gerakan tanah yang dipicu oleh gempabumi
Sumatera Barat 30 September 2009, survey
2. Methodologi lapangan, uji laboratorium dan SIG analisis,
analisis stabilitas lereng. Methodologi Penelitian
Metodologi penelitian dilakukan dengan dapat dilihat pada Gambar 1.
melakukan analisis DEM, analisis Topografi,
221
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
DAS AF Dd Vf Rata-rata
A
C
Nilai faktor asimetri masing-masing DAS dan bukan pengangkatan; tetapi dalam keadaan
bernilai diatas maupun dibawah 50, hal ini setimbang, torehan dan pengangkatan adalah
menunjukan bahwa bentuk cekungan pengaliran sebanding (Silva et al., 2003).
asimetri akibat adanya proses tilting. Rasio Vf
didefinisikan sebagai rasio lebar dari dasar Sungai yang tidak terganggu tektonik
lembah kepada tinggi rata-ratanya (Bull dan biasanya berkembang profil memanjang cekung,
McFadden, 1977). Lembah dengan bentuk-U yang berubah secara halus. Penyimpangan dari
umumnya memiliki nilai Vf tinggi, sedangkan gradien sungai dari bentuk halus yang ideal ini
mungkin mencerminkan variasi dalam litologi
lembah berbentuk V dengan nilai-nilai yang
relatif rendah. Karena pengangkatan dari dasar sungai, atau aktivitas tektonik. Dalam
berhubungan dengan torehan, indeks dianggap penelitian ini indeks gradien sungai menunjukan
menjadi indikator pengganti untuk tektonik aktif nilai yang cukup tinggi berkisar 256 – 794 indeks
di mana nilai-nilai rendah Vf berhubungan gradien.
dengan tingkat pengangkatan dan torehan yang
lebih tinggi. Indeks ini merupakan ukuran torehan
222
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Kelas Kelas
DAS Sln
SL AF Smf Vf Tektonik
Berdasarkan klasifikasi di atas dan dibandingkan penelitian memiliki tingkat aktivitas tektonik
dengan nilai kerapatan sungai (Dd), maka wilayah resen yang aktif dengan kelas keaktifan tektonik
223
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
tinggi pada DAS Manggur Kecil, sedang pada DAS Gerakan tanah yang terjadi di daerah
Manggur Gadang, dan rendah pada DAS Naras. penelitian umumnya terjadi pada lereng lebih
dari 20o dengan bidang gelincir berupa lapisan
b. Kondisi Geologi daerah longsoran dan
gabungan antara lapisan paleo soil dengan tuff
pembentukan lapisan gabungan.
batuapung hornblende-hyperstein yang
Daerah kajian termasuk ke dalam Peta
kemungkinan berasal dari Gunung Tandikat atau
Geologi Lembar Padang (Kastowo dan Leo, 1973),
Singgalang. Bidang gelincir gerakan tanah secara
skala 1:250.000. Di daerah ini terdapat Gunung
umum adalah bertipe rotasi walaupun
Singgalang dan Tandikat (+2438 m), adalah
dibeberapa tempat bertipe translasi terutama
gunung api aktif tipe A, pernah meletus setelah
jika lapisan yang longsor sangat tipis atau kurang
tahun 1600 (van Padang, 1951; Kusumadinata,
dari 1 meter. Dengan melihat peak ground
1979); Kaldera Maninjau (Kuarter) dan
acceleration (pga) yang hampir sama pada lokasi
Sirabungan (Kuarter Awal ?). Secara geologi
penelitian maka gerakan tanah di lokasi ini
gunungapi daerah penelitian terdiri dari satuan
umumnya dikontrol oleh ketebalan lapisan tuff
andesit Maninjau, Ignimbrite Maninjau, Andesit
batuapung hornblede-hyperstein (tepra
Singgalang-Tandikat dan Tepra Malalak yang
Malalak). Gerakan tanah yang dipicu oleh
kemungkinan berasal dari Gunung Singgalang-
gempabumi Sumatera Barat 30 September 2009,
Tandikat (Gambar 3). Kejadian longsor yang
umumnya gerakan tanah terjadi pada lapisan tuff
dipicu oleh gempabumi umumnya terjadi pada
batuapung hornblende-hyperstein (tepra
endapan Tepra Malalak
Malalak) dari Gunung Tandikat atau Singgalang
yang
224
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Lubukaik,
Pariaman Bantiang,
Pauh, Malalak Barat,
Kp Parit, Agam
Malalak
Koto Tinggi Paladangan,
Cumanak,
Damarbancah, Pariaman Pariaman
Pariaman
Agam
Gunung Tigo,
Pariaman 1 meter
Soil
Tuff batuapung Tandikat atau Singgalang
Layer gabungan
Paleo soil
Endapan debris flow
Tuff batuapung Maninjau
Andesite dari
Kaldera
Maninjau
Gambar 5. Peta Geologi Gunungapi di daerah longsoran (Agung Pribadi, dkk, 2007)
225
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Gambar 6. Stratigrafi di daerah yang mengalami longsoran lokasi Cumanak, Gunung Tigo dansekitarnya
Gambar 7. Kontak antara tepra Malalak dengan paleo sol (endapan debris flow) yang menghasilkan
lapisan gabungan, pada tepra Malalak mengandung lapili dengan ukuran butir 2- 5 cm lokasi di Koto
Tinggi.
226
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Endapan debris flow yang merupakan paleosol Hubungan antar arah mahkota longsoran
sangat intensif tercuci membentuk Gibsite (Al dengan segmen sungai
(OH)3), Magnetite (Fe(OH)3). Kemudian endapan
Berdasarkan pengukuran mahkota longsoran
pyroklastik jatuhan yang banyak mengandung
pumice tuff menutupi tanah pelapukan dari pada daerah yang mengalami longsoran paling
debris flow tersebut. Air hujan yang melewati banyak, terlihat bahwa arah mahkota longsoran
lapisan pumice sambil membawa silika, berkorelasi dengan arah segmen sungai. Dari
kemudian terjadi reaksi pada lapisan antara hasil pengukuran menunjukan bahwa 97 % arah
mangkota longsoran berkorelasi dengan arah
tanah pelapukan dari debris flow dengan lapisan
pumice. Silika yang kaya air bereaksi dengan segmen suangai hal ini menunjukan bahwa
gibsite membentuk Haloysite kondisi tektonik lokal didaerah ini berpengaruh
(Al2Si2O5(OH)4.2H2O). Butiran pumice pada terhadap kejadian gerakan tanah, karena searah
dengan kelurusan sungai. Hal ini didukung oleh
layer gabungan terlarut dengan air dan terbentuk
haloysite dipermukaan. Terbentuknya lapisan ini analisis separated varian maupun polled varian
merupakan bidang gelincir dari longsoran yang menunjukan bahwa thit < ttab sehingga dapat
dipicu oleh gempabumi. disimpulkan bahwa kemungkinan tektonik di
daerah tersebut turut mempengaruhi gerakan
tanah yang dipicu oleh gempabumi didaerah ini.
220
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360
Azimuth Longsoran
227
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Model analisis stabilitas lereng terhadap faktor keamanan lereng. Pga yang
diterapkan diasumsikan sebagai horisontal
Model analisis stabilitas lereng dilakukan dengan acceleration mengingat vertikal acceleration
pseudostatis analisis. Pemodelan dilakukan
tidak berpengaruh terhadap stabilitas lereng
dengan membuat hubungan antara variasi (Jibson, 2011). Pemodelan stabilitas lereng
kelerengan, variasi ketebalan lapisan tuff dengan menggunakan Geostudio 2004. Model
batuapaung dan variasi peak ground accelaration stabilitas lereng sebagai berikut
Parameter yang digunakan dalam analisi stabilitas lereng berdasarkan uji laboratorium adalah sebagai
berikut:
pumice = 11 - 14 KN/m3,
= 30 - 39, kohesi = 5 –
11 KN/m2
mix = 16.8KN/m3, =16 -
18, kohesi =18 - 20 KN/m2
228
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
280
270
260
2
250
1
240
230
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Jarak (m)
Hasil analisis stabilitas lereng atau Stabilitas Lereng (p value < 0,05, Rsquare
=0,916) artinya 91,6% stabilitas lereng
Analisis statistik regresi menunjukan bahwa dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut.
ketebalan lapisan pumice, peak ground Hubungan dari ketiga faktor tersebut adalah
acceleration, dan kelerengan signifikan
sebagai berikut:
berpengaruh terhadap Faktor Keaamanan Lereng
Y= 2.2048-0.0176X1-0.054X2-1.691X3
Keterangan: Y = Faktor Keamanan Lereng, X1 : Kelerengan (o), X2: Ketebalan lapisan pumice (m), X3 : Peak
ground acceleration (g)
Hasil analisis stabilitas lereng menunjukan bahwa Lereng (FK). Dari grafik terlihat bahwa semakin
pga, kelerengan dan ketebalan lapisan pumice besar peak ground accelerasi maka Faktor
sangat berpengaruh terhadap Faktor Keamanan keamanan akan semakin berkurang, namun
berkurangnya faktor keamanan tidak linier,
Hubungan FK dengan pga pada lereng 40 demikian juga terhadap ketebalan tanah
1.4
derajat pelapukan dan kelerengan.
1.2
Faktor Keamanan
1.0
0.8 ketebalan 6 m
0.6 Ketebalan 5 m
0.4 Ketebalan 4 m
0.2 Ketebalan 3 m
0.0 Ketebalan 2 m
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
pga (g)
229
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Faktor Keamanan
1.5
Ketebalan 6 m
1.0
Ketebalan 5 m
Ketebalan 4 m
0.5
Ketebalan 3 m
0.0 Ketebalan 2 m
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
pga (g)
2.000
Faktor Keamanan
1.500 ketebalan 6 m
ketebalan 5 m
1.000 Ketebalan 4 m
Ketebalan 3 m
0.500
Ketebalan 2 m
-
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
pga (g)
Gambar 11. Grafik hubungan antara Faktor Keamanan Lereng denga peak ground acceleration, ketebalan
lapisan pumice dalam berbagai kelerengan.
230
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
231