Anda di halaman 1dari 12

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019

Manokwari, 8 Agustus 2019

ANALISIS BIDANG GELINCIR TANAH LONGSOR


MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI
KAMPUNG SOWI DISTRIK MANOKWARI SELATAN,
KABUPATEN MABOKWARI

Daud I Wambrauw1, Rosalina Mirino1, Khristian Enggar Pamuji1*


1
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Papua Manokwari, 98314, Indonesia
Email : k_enggar_p@yahoo.com

ABSTRACT
Geoelectrical Resistivity method is a geophysical method that can be used to
determine subsurface geology based on rock resistivity image. Analyis of landslide slip
surface using geoelectrical resistivity method has been conducted at Sowi Village, South
Manokwari District, Manokwari Regency. The measurement method that used is resistivity
mapping, whereas electrode configuration used is dipole-dipole configuration with a stretch
of 100 -150 m. The data which obtained are processed by Res2Dinv. The interpretation
result showed that litology of Sowi village consist of several layers i.e weathered limestone,
sandy clay, and silt clay. The slip plane of landslide is wet clay with depth of 17 until 37 m.
The slip plane of the landslide is wet clay with a depth of 17 to 37 m, and slip subsurface
orientation is northwest-southeast.

Key Words: Geoelectrical; landslide; slipe plane


ABSTRAK

Metode Geoelectrical Resistivity adalah metode geofisika yang dapat digunakan


untuk menentukan geologi bawah permukaan berdasarkan pada gambar resistivitas batuan.
Analisis permukaan bidang longsor menggunakan metode geolistrik resistivitas telah
dilakukan di Desa Sowi, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari. Metode
pengukuran yang digunakan adalah pemetaan resistivitas (resistivity sounding), sedangkan
konfigurasi elektrodanya adalah konfigurasi dipol-dipol dengan bentangan 100 -150 m.
Data yang diperoleh kemudian diproses dengan perangkat lunak Res2Dinv. Hasil
interpretasi menunjukkan bahwa litologi Kampung Sowi terdiri dari beberapa lapisan,
lapisan teratas berupa gamping lapuk, dibawahnya lempung berpasir dan lempung-lanau.
Permukaan bidang gelincir adalah tanah liat basah dengan kedalaman 17 hingga 37 m.
Orientasi permukaan bidang gelincir ke arah tenggara.

Kata Kunci : Geolistrik; Tanah longsor; Bidang Gelincir

76
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008, bencana adalah peristiwa atau


rangkaian peristiwa yang mengacam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis. Salah satu bencana yang merusak lingkungan dan
menimbulkan korban jiwa adalah bencana longsor.
Longsor merupakan salah satu bencana alam geologi yang paling sering
menimbulkan kerugian seperti jalan raya rusak, kerusakan tata lahan, bangunan perumahan,
bahkan sampai merenggut korban jiwa. Kejadian longsor antara lain di kontrol oleh sifat
fisik tanah dan batuan, struktur geologi kemiringan lereng, vegetasi penutup serta faktor
beban dan getaran (Virman et al., 2013).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007, terjadinya
bencana longsor diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu curah hujan yang tinggi, lereng yang
terjal, lapisan tanah yang kurang padat dan tebal, jenis batuan yang kurang kuat, pola tanam
yang tidak mendukung, beban tambahan, adanya material timbunan tebing, bekas longsoran
lama yang tidak segera ditangani, adanya bidang diskontinuitas, penggundulan hutan dan
daerah pembuangan sampah. Diantara faktor tersebut dapat terjadi secara bersama-sama
atau hanya beberapa faktor saja yang dapat mempengaruhi stabilitas lereng yang
mengakibatkan peristiwa tanah longsor.
Provinsi Papua Barat adalah salah satu daerah yang terus berkembang dan
berdasarkan data statistik dinyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk yang kian terus
meningkat setiap tahun yang berbanding lurus terhadap pembangunan infrastruktur kota
yaitu jalan, gedung, perumahan, pembukaan lahan pertanian dan lain-lain. Aktivitas
manusia yang terus melakukan inovasi dan pembangunan di daerah ini, yaitu salah satunya
pembuatan jalan raya dengan memotong lereng-lereng bukit tanpa mempertimbangkan
kemiringan lereng, maka akan berdampak pada tingginya tingkat kejadian longsor (Karlina,
2016)

77
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

Berdasarkan survei awal yaitu observasi lapangan geomorfologi Desa Sowi RT 03


RW 05, Distrik Manokwari Selatan, diketahui bahwa daerah ini merupakan daerah
perbukitan dengan elevasi mencapai 70-100 dpl yang mempunyai kemiringan lereng 250-
400 dan jenis tanah permukaan yaitu tanah lempung berpasir. Dari hasil wawancara dengan
Kepala Kelurahan Sowi RT 03 RW 05, menyatakan bahwa pada tahun 2014 pernah terjadi
bencana longsor yang mengakibatkan 2 rumah warga tertimbun tanah, jalan rusak dan
sebagian lahan pertanian masyarakat yang berada di lereng bukit rusak. Pada bulan Februari
tahun 2017 terjadi bencana longsor yang mengakibatkan tanaman dan pohon rusak tetapi
tidak menimbulkan korban jiwa.

Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi letak bidang gelincir, jenis dan pola lapisan batuan yang terdapat pada
daerah penelitian melalui hasil permodelan 2D dan menentukan volume tanah yang
memiliki peluang tergelincir atau longsor.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini di wilayah Kelurahan Sowi RT 03 RW 05 Distrik Manokwari Selatan


Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat, terletak pada koordinat bujur 134°01’37.5”-
134002’04” dan lintang 00054’10”-0054’40”. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan dari
April-September 2017. Lokasi penelitian ditunjukkan pada gambar berikut:

78
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

Gambar 1. Lokasi Penelitian Di Kelurahan Sowi RT 03 RW 05


Metode Pengumpulan Data

Data yang dapat dikumpulkan pada pengukuran lapangan adalah kemiringan lereng
dan ketebalan tanah. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode
geolistrik tahanan Jenis dengan konfigurasi elektroda dipole-dipole. Konfigurasi dipole-
dipole ini digunakan untuk memenetukan bidang gelincir longsor dan ketebalan tanah.
Lintasan geolistrik memiliki panjang 160 meter dengan spasi antar lintasan 50 m. Selain
data tahanan jenis, diambil juga sampel tanah dan batuan untuk mengetahui jenis dan
porostitas batuan. Lintasan di bentangkan searah dengan kemiringan lereng dan mempunyai
koordinat masing dapat dilihat pada tabel.

A B
NO
Lintang Bujur Lintang Bujur
1 0° 54' 22,12" 134°01'54,14" 0° 54' 18,96" 134°01'50,74"
2 0° 54' 19,80" 134°01'55,12" 0° 54' 16,76" 134°01'52,10"
3 0° 54' 18,37" 134°01'56,05" 0° 54' 14,90" 134°01'53,38"
4 0° 54' 16,96" 134°01'57,18" 0° 54' 13,66" 134°01'54,83"
5 0° 54' 16,06" 134°01'58,77" 0° 54' 12,77" 134°01'56,30"
6 0° 54' 15,22" 134°02'00,87" 0° 54' 12,60" 134°01'58,57"

79
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

Pengolahan dan Analisis Data

Hasil dari pengumpulan data di lapangan akan diolah menggunakan software


res2dinv, untuk menghasilkan pemodelan 2 dimensi. Hasil pengolahan data kemudian
diinterpratasi untuk mengetahui kedalaman bidang gelincir. Sedangkan sampel Tanah dan
Jenis batuan dibawah ke Laboratorium Geologi dan Pertanian, untuk di analisis jenis dan
porostitasnya.
Pendugaan Volume tanah yang akan tergelincir ditentukan dengan melihat pola
gambar lapisan bidang gelincir dari geolostrik, kemudian mencari pendekatan bangun ruang
yang sesuai dengan pola dari hasil geolistrik. Penentuan waktu terjadinya longsor dilihat
dari seberapa lama tanah di daerah berlereng itu menjadi jenuh dengan air. Kejenuhan tanah
dapat dihitung dengan besar intensitas curah hujan dikurangi dengan air larian (Runoff),
kemudian hasil tersebut disandingkan dengan banyaknya pori di dalam tanah dan lamanya
waktu hujan.

HASIL DAN PEBAHASAN

Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng dapat dilihat langsung di lapangan dan disesuaikan dengan


klasifikasinya. Kemiringan lereng daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Kemiringan Lereng


No Nama Bentangan Derajat Persen
1 Lintasan 1 270 50,95
2 Lintasan 2 360 72.65
3 Lintasan 3 270 50,95
4 Lintasan 4 300 50,73
5 Lintasan 5 300 50,73
6 Lintasan 6 390 80,87

Berbagai jenis longsor yang terjadi di permukaan bumi erat hubungannya dengan
besarnya kemiringan lereng. Mengacu dalam klasifikasi kelas kemiringan Van Zudiam,
lokasi penelitian masuk dalam kelas 30-80 % dengan kondisi lereng yang curam sampai
terjal, sering terjadi erosi, sehingga dapat terjadi gerakan tanah dengan kecepatan rendah.

80
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

Interpertasi Geolistrik

Struktur lapisan batuan merupakan faktor yang sangat menentukan dan penting untuk
dipertimbangkan. Hasil pengamatan lapangangan dan geolistrik dapat dilihat sebagai
berikut.

17
m

Gambar 2. Lintasan 1
Pada lintasan 1, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0-2 m terdapat
tanah yang berasal dari pelapukan gamping dan kurang lebih kedalaman 3-10 m dengan
nilai resisitivitas 7 Ωm sampai 29 Ωm diduga campuran pasir kasar dengan ketebalan
mencapai enam meter. Pada kedalaman kurang lebih 34 m, dengan nilai resisitivitasnya 50
Ωm sampai 60 Ωm diduga terdapat batuan lempung kering. Dengan demikan dapat
dikatakan lapisan pasir banyak menyimpan air diakibatkan adanya lapisan lempung
(inpermeabel) di bawahnya yang tidak dapat meloloskan air.

34 m

Gambar 3.Lintasan 2
Pada lintasan 2, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0-4 m terdapat
gamping muda dan tanah yang berasal dari pelapukan gamping dengan nilai resisitivitas 38
Ωm sampai 57 Ωm dan kurang lebih pada kedalaman 5-34m dengan nilai resisitivitas 7 Ωm
sampai 29 Ωm diduga campuran pasir kasar dan halus, dengan ketebal lapisan mencapai

81
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

enam meter. Pada kedalaman lebih dari 34 m dengan nilai resisitivitasnya kurang lebih 50-
60 Ωm, diduga terdapat batuan lempung kering.

34 m

Gambar 4. Lintasan 3
Pada lintasan 3, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0 sampai 1 m
terdapat tanah hasil dari pelapukan batuan. Kedalaman 5 sampai 34 m dengan nilai
resisitivitas 7 sampi 29 Ωm diduga campuran pasir kasar-halus dan kurang lebih tebalnya
mencapai enam meter. Pada kedalaman lebih dari 34 meter, diduga terdapat batuan lempung
kering dengan jelas tidak dapat meloloskan air dan lapisan tersebut diduga sebagai bidang
gelincir.

34 m

Gambar 5. Lintasan 4
Pada lintasan 4, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0-1 m terdapat
tanah hasil dari pelapukan batuan dan kurang lebih pada kedalaman 5-34 m dengan nilai
resisitivitas 7 Ωm sampai 29 Ωm diduga campuran pasir kasar-halus dengan kurang lebih
tebalnya mencapai enam meter. Pada kedalaman lebih dari 34 meter, diduga terdapat batuan
lempung kering dengan jelas tidak dapat meloloskan air.

82
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

34 m

Gambar 6. Lintasan 5
Pada lintasan 5, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0 sampa 3 m
terdapat batuan gamping dan tanah hasil dari pelapukan batuan dan kurang lebih kedalaman
5 sampai 34 m dengan nilai resisitivitas 7 Ωm sampai 29 Ωm diduga campuran pasir kasar-
halus dengan kurang lebih tebalnya mencapai enam meter. Pada kedalaman lebih dari 34 m
dengan nilai resistivitas batuan 94 Ωm, diduga terdapat batuan lempung kering dan dengan
jelas lapisan tersebut tidak dapat meloloskan air.

17 m

Gambar 7. Lintasan 6
Pada lintasan 6, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0 sampai 10 m
pasir kasar dan halus dengan nilai resisitivitasnya 9,4 Ωm samapai 73 Ωm. Pada kedalaman
lebih dari 12 m dengan nilai resistivitas batuan 206 Ωm, diduga terdapat batuan lempung
kering. Berdasarkan hasil dari geolistrik maka dapat disimpulkan bahwa lintasan 1 sampai
lintasan 6, mempunyai pola lapisan yang sama. Enam lintasan tersebut terdiri dari tiga
lapisan tanah dari hasil dari pelapukan batu gamping, kemudian terdapat pasir kasar-halus
dan yang terakhir adalah lempung.

83
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

Interpretasi Geologi

Berdasaran deskripsi geologi digunakan sebagai pelengkap dan juga memperkuat


hasil dugaan interpertasi geolistrik terhadap lapisan dibawah permukaan lereng.

Gambar 8. Lapisan batulempung dan batulanau


Pada Gambar 8 menunjukan hasil pengamatan lapangan berdasarkan deskripsi
geologi yang menyatakan lapisan paling bawah adalah campuran antara lempung dan lanau
yaitu lapisan yang tidak dapat meloloskan air (inpermeabilitas). Batuan lanau campuran
lempung mempunyai warna abu-abu dan warna lapuk kuning kecoklatan, dengan
mempunyai ukuran butir 0,062 mm. Batuan lanau tersebut memunyai komposisi silika dan
mempunyai struktur yang masif yaitu sangat padat.

Gambar 9. Lapisan batupasir


Lapisan kedua adalah pasir kasar dengan ukuran butiran 1 mm, pasir tesebut warna
segar kuning kecoklatan dan mempunyai kepadatan yang rendah sehingga mudah terlepas.
Komposisi mineral dari pasir yaitu kuarsa dan muskovit. Lapisan penutup yaitu tanah hasil
pelapukan dari gamping dan gamping itu sendiri. Ketebalan lapisan gamping kurang lebih
mencapai 1 sampai 3 m dan bahkan sebagian tempat tidak terdapat lapisan penutup
gamping. Hal ini disebabkan proses geologi dan erosi air hujan.
84
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

Bidang Gelincir

Bidang gelincir sangat penting dalam menentukan tingkat kerawanan longsor. Pada
lokasi penelitian, masing-masing lintasan terdapat bidang gelincir. Lokasi lintasan 1 sampai
lintasan 5 dengan kedalaman 34 m, diduga terdapat batulempung sebagai lapisan bidang
gelincir. Berbeda dengan lintasan ke-6 kedalaman 17 m sampai 20 m terdapat lapisan
lempung yang diduga sebagai bidang gelincir.

Gambar 10. Sebaran dan Arah Bidang Gelincir


Berdasarkan hasil interpertasi geolisrik dan interpertasi pengukuran geologi
menujukan bahwa bidang gelincir searah dengan permukaan lereng. Dengan hasil yang
didapat menunjukan daerah tersebut mempunyai potensi terjadi longsor terhadap batuan
penyusun lereng.

Volume Tanah Yang Diperkirakan Tergelincir

Dengan adanya bidang gelincir pada lokasi penelitian mulai dari lintasan 1 sampai
lintasan 6 dapat diketahui besar volume tanah yang gugur. Volume tanah yang gugur dapat
ditentukan dengan melakukan pendekatan banguan ruang yang sesuai dengan interpertasi
geolistrik yaitu menggunakan hasil perkalian luas tembereng lingkaran dengan jarak ke-

85
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

enam bentangan geolistrik. Sehingga dapat diperkirakan kurang lebih sekitar 359.356.5 m3
volume tanah yang akan jatuh dari lereng.

Penetuan Waktu Tanah Jenuh

Penentuan waktu tanah jenuh sangatlah penting dalam kasus tanah longsor. Ketika
tanah menjadi jenuh air, maka akan ada penambahan bobot tanah yang mengakibatkan tanah
tersebut tergelincir ke bawah lereng. Penentuan waktu tanah jenuh air dapat dilihat dengan
menentukan jumlah pori dalam dibagi dengan debit air yang masuk ke dalam tanah.
Menghitung jumlah air yang masuk ke dalam tanah yaitu dengan mengetahui jumlah
total hujan di kurangi dengan air larian (runoff) 15.57 m3s-1 sehingga debit air yang masuk
ke dalam tanah yaitu sebesar 2320,5 m3s-1. Kapasitas pori di dalam tanah pada daerah
penelitian khususnya daerah berlereng yaitu 138.780 m3, maka waktu tanah menjadi jenuh
adalah kurang lebih 59.8 jam atau dua hari berturut-turut hujan dengan intensitas 2,5
mm/jam yaitu dengan membagi volume pori tanah dengan debit air yang masuk ke tanah.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan dibahas pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bidang gelincir terdapat pada kedalaman 17-34 m, jenis lapisan tersebut adalah
lempung-lanau dengan pola longsoran rotasi.
2. Berdasarkan deskripsi geologi dan interpratasi data resistivitas, lapisan paling atas
merupakan tanah hasil pelapukan batu gamping dengan ketebalan mencapai 1 sampai 3
m. Lapisan kedua adalah pasir kasar dengan ukuran butiran 1 mm, pasir tesebut warna
segar kuning kecoklatan dan mempunyai kepadatan yang rendah sehingga mudah
terlepas. Lapisan dibawahnya merupakan campuran antara lempung dan lanau yaitu
lapisan yang tidak dapat meloloskan air (impermeabilitas), mempunyai warna abu-abu
dan warna lapuk kuning kecoklatan, dengan mempunyai ukuran butir 0,062 mm.
3. Volume tanah yang berada diatas lapisan impermeabel dan memiliki peluang untuk akan
longsor mencapai 359.356.5 m3.

86
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019

DAFTAR PUSTAKA
Agus F. et al., 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar LITBANG
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Arifin S dan Carolina I, 2006. Implementasi Pengindraan jarak Jauh Dan SIG Untuk
Inventarisasi Daerah Rawan Longsor (Provinsi Lampung). Jurnal Citra Digital,
3(1),77-86.
Asdak, C. 1995. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah. Gadjah Mada University Press.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2012. Jurnal Penanggulangan Bencana. 3(2),
Bowles, E, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Kedua.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Efandi, D. 2013. Vegetasi Dalam Penanganan Lahan Rawan Longsor Pada Areal Pertanian.
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Ramah Lingkungan. 319-328
Eko, M. 2007. Pemodelan Invers Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Pelapisan
Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Mataloko. Jurnal Fisika dan Aplikasinya.
3(2).3-5
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.
Ribosom, G. P. 1990. Geologi Lembar Manokwari, Irian Jaya. (Geology of the Manokwari
Sheet Area, Irian Jaya.) Geological Research and Development centre, Indonesia.
Setiawan, O 2012. Sistem Perakaran Bidara Laut (Strychnos lucida R. Br) Untuk
Pengendalian Tanah Longsor. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Balai
Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. (l)1. 50-61.
Suryana P.2018. Analisis morfologi dan geologi bencana tanah longsor di Desa Ledokasari
Kabupaten Karangannyar. Jurnal sains dan teknologi. Jakarta. 10(2). (84-89).
Telford, et al. 1990. Applied Geophysics Second Edition. University of Cambridge.
Virman dan Lasmono, 2013. Identifikasi Bidang Gelincir Daerah Kepulauan Serui
Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Seminar Nasional Fisika 2013
Jurusan Fisika FMIPA Unhas Makassar.

87

Anda mungkin juga menyukai