ABSTRACT
Geoelectrical Resistivity method is a geophysical method that can be used to
determine subsurface geology based on rock resistivity image. Analyis of landslide slip
surface using geoelectrical resistivity method has been conducted at Sowi Village, South
Manokwari District, Manokwari Regency. The measurement method that used is resistivity
mapping, whereas electrode configuration used is dipole-dipole configuration with a stretch
of 100 -150 m. The data which obtained are processed by Res2Dinv. The interpretation
result showed that litology of Sowi village consist of several layers i.e weathered limestone,
sandy clay, and silt clay. The slip plane of landslide is wet clay with depth of 17 until 37 m.
The slip plane of the landslide is wet clay with a depth of 17 to 37 m, and slip subsurface
orientation is northwest-southeast.
76
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
PENDAHULUAN
Latar Belakang
77
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi letak bidang gelincir, jenis dan pola lapisan batuan yang terdapat pada
daerah penelitian melalui hasil permodelan 2D dan menentukan volume tanah yang
memiliki peluang tergelincir atau longsor.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
78
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
Data yang dapat dikumpulkan pada pengukuran lapangan adalah kemiringan lereng
dan ketebalan tanah. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode
geolistrik tahanan Jenis dengan konfigurasi elektroda dipole-dipole. Konfigurasi dipole-
dipole ini digunakan untuk memenetukan bidang gelincir longsor dan ketebalan tanah.
Lintasan geolistrik memiliki panjang 160 meter dengan spasi antar lintasan 50 m. Selain
data tahanan jenis, diambil juga sampel tanah dan batuan untuk mengetahui jenis dan
porostitas batuan. Lintasan di bentangkan searah dengan kemiringan lereng dan mempunyai
koordinat masing dapat dilihat pada tabel.
A B
NO
Lintang Bujur Lintang Bujur
1 0° 54' 22,12" 134°01'54,14" 0° 54' 18,96" 134°01'50,74"
2 0° 54' 19,80" 134°01'55,12" 0° 54' 16,76" 134°01'52,10"
3 0° 54' 18,37" 134°01'56,05" 0° 54' 14,90" 134°01'53,38"
4 0° 54' 16,96" 134°01'57,18" 0° 54' 13,66" 134°01'54,83"
5 0° 54' 16,06" 134°01'58,77" 0° 54' 12,77" 134°01'56,30"
6 0° 54' 15,22" 134°02'00,87" 0° 54' 12,60" 134°01'58,57"
79
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
Kemiringan Lereng
Berbagai jenis longsor yang terjadi di permukaan bumi erat hubungannya dengan
besarnya kemiringan lereng. Mengacu dalam klasifikasi kelas kemiringan Van Zudiam,
lokasi penelitian masuk dalam kelas 30-80 % dengan kondisi lereng yang curam sampai
terjal, sering terjadi erosi, sehingga dapat terjadi gerakan tanah dengan kecepatan rendah.
80
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
Interpertasi Geolistrik
Struktur lapisan batuan merupakan faktor yang sangat menentukan dan penting untuk
dipertimbangkan. Hasil pengamatan lapangangan dan geolistrik dapat dilihat sebagai
berikut.
17
m
Gambar 2. Lintasan 1
Pada lintasan 1, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0-2 m terdapat
tanah yang berasal dari pelapukan gamping dan kurang lebih kedalaman 3-10 m dengan
nilai resisitivitas 7 Ωm sampai 29 Ωm diduga campuran pasir kasar dengan ketebalan
mencapai enam meter. Pada kedalaman kurang lebih 34 m, dengan nilai resisitivitasnya 50
Ωm sampai 60 Ωm diduga terdapat batuan lempung kering. Dengan demikan dapat
dikatakan lapisan pasir banyak menyimpan air diakibatkan adanya lapisan lempung
(inpermeabel) di bawahnya yang tidak dapat meloloskan air.
34 m
Gambar 3.Lintasan 2
Pada lintasan 2, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0-4 m terdapat
gamping muda dan tanah yang berasal dari pelapukan gamping dengan nilai resisitivitas 38
Ωm sampai 57 Ωm dan kurang lebih pada kedalaman 5-34m dengan nilai resisitivitas 7 Ωm
sampai 29 Ωm diduga campuran pasir kasar dan halus, dengan ketebal lapisan mencapai
81
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
enam meter. Pada kedalaman lebih dari 34 m dengan nilai resisitivitasnya kurang lebih 50-
60 Ωm, diduga terdapat batuan lempung kering.
34 m
Gambar 4. Lintasan 3
Pada lintasan 3, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0 sampai 1 m
terdapat tanah hasil dari pelapukan batuan. Kedalaman 5 sampai 34 m dengan nilai
resisitivitas 7 sampi 29 Ωm diduga campuran pasir kasar-halus dan kurang lebih tebalnya
mencapai enam meter. Pada kedalaman lebih dari 34 meter, diduga terdapat batuan lempung
kering dengan jelas tidak dapat meloloskan air dan lapisan tersebut diduga sebagai bidang
gelincir.
34 m
Gambar 5. Lintasan 4
Pada lintasan 4, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0-1 m terdapat
tanah hasil dari pelapukan batuan dan kurang lebih pada kedalaman 5-34 m dengan nilai
resisitivitas 7 Ωm sampai 29 Ωm diduga campuran pasir kasar-halus dengan kurang lebih
tebalnya mencapai enam meter. Pada kedalaman lebih dari 34 meter, diduga terdapat batuan
lempung kering dengan jelas tidak dapat meloloskan air.
82
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
34 m
Gambar 6. Lintasan 5
Pada lintasan 5, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0 sampa 3 m
terdapat batuan gamping dan tanah hasil dari pelapukan batuan dan kurang lebih kedalaman
5 sampai 34 m dengan nilai resisitivitas 7 Ωm sampai 29 Ωm diduga campuran pasir kasar-
halus dengan kurang lebih tebalnya mencapai enam meter. Pada kedalaman lebih dari 34 m
dengan nilai resistivitas batuan 94 Ωm, diduga terdapat batuan lempung kering dan dengan
jelas lapisan tersebut tidak dapat meloloskan air.
17 m
Gambar 7. Lintasan 6
Pada lintasan 6, dengan kedalaman permukaan lereng kurang lebih 0 sampai 10 m
pasir kasar dan halus dengan nilai resisitivitasnya 9,4 Ωm samapai 73 Ωm. Pada kedalaman
lebih dari 12 m dengan nilai resistivitas batuan 206 Ωm, diduga terdapat batuan lempung
kering. Berdasarkan hasil dari geolistrik maka dapat disimpulkan bahwa lintasan 1 sampai
lintasan 6, mempunyai pola lapisan yang sama. Enam lintasan tersebut terdiri dari tiga
lapisan tanah dari hasil dari pelapukan batu gamping, kemudian terdapat pasir kasar-halus
dan yang terakhir adalah lempung.
83
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
Interpretasi Geologi
Bidang Gelincir
Bidang gelincir sangat penting dalam menentukan tingkat kerawanan longsor. Pada
lokasi penelitian, masing-masing lintasan terdapat bidang gelincir. Lokasi lintasan 1 sampai
lintasan 5 dengan kedalaman 34 m, diduga terdapat batulempung sebagai lapisan bidang
gelincir. Berbeda dengan lintasan ke-6 kedalaman 17 m sampai 20 m terdapat lapisan
lempung yang diduga sebagai bidang gelincir.
Dengan adanya bidang gelincir pada lokasi penelitian mulai dari lintasan 1 sampai
lintasan 6 dapat diketahui besar volume tanah yang gugur. Volume tanah yang gugur dapat
ditentukan dengan melakukan pendekatan banguan ruang yang sesuai dengan interpertasi
geolistrik yaitu menggunakan hasil perkalian luas tembereng lingkaran dengan jarak ke-
85
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
enam bentangan geolistrik. Sehingga dapat diperkirakan kurang lebih sekitar 359.356.5 m3
volume tanah yang akan jatuh dari lereng.
Penentuan waktu tanah jenuh sangatlah penting dalam kasus tanah longsor. Ketika
tanah menjadi jenuh air, maka akan ada penambahan bobot tanah yang mengakibatkan tanah
tersebut tergelincir ke bawah lereng. Penentuan waktu tanah jenuh air dapat dilihat dengan
menentukan jumlah pori dalam dibagi dengan debit air yang masuk ke dalam tanah.
Menghitung jumlah air yang masuk ke dalam tanah yaitu dengan mengetahui jumlah
total hujan di kurangi dengan air larian (runoff) 15.57 m3s-1 sehingga debit air yang masuk
ke dalam tanah yaitu sebesar 2320,5 m3s-1. Kapasitas pori di dalam tanah pada daerah
penelitian khususnya daerah berlereng yaitu 138.780 m3, maka waktu tanah menjadi jenuh
adalah kurang lebih 59.8 jam atau dua hari berturut-turut hujan dengan intensitas 2,5
mm/jam yaitu dengan membagi volume pori tanah dengan debit air yang masuk ke tanah.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan dibahas pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bidang gelincir terdapat pada kedalaman 17-34 m, jenis lapisan tersebut adalah
lempung-lanau dengan pola longsoran rotasi.
2. Berdasarkan deskripsi geologi dan interpratasi data resistivitas, lapisan paling atas
merupakan tanah hasil pelapukan batu gamping dengan ketebalan mencapai 1 sampai 3
m. Lapisan kedua adalah pasir kasar dengan ukuran butiran 1 mm, pasir tesebut warna
segar kuning kecoklatan dan mempunyai kepadatan yang rendah sehingga mudah
terlepas. Lapisan dibawahnya merupakan campuran antara lempung dan lanau yaitu
lapisan yang tidak dapat meloloskan air (impermeabilitas), mempunyai warna abu-abu
dan warna lapuk kuning kecoklatan, dengan mempunyai ukuran butir 0,062 mm.
3. Volume tanah yang berada diatas lapisan impermeabel dan memiliki peluang untuk akan
longsor mencapai 359.356.5 m3.
86
Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA IV tahun 2019
Manokwari, 8 Agustus 2019
DAFTAR PUSTAKA
Agus F. et al., 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar LITBANG
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Arifin S dan Carolina I, 2006. Implementasi Pengindraan jarak Jauh Dan SIG Untuk
Inventarisasi Daerah Rawan Longsor (Provinsi Lampung). Jurnal Citra Digital,
3(1),77-86.
Asdak, C. 1995. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah. Gadjah Mada University Press.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2012. Jurnal Penanggulangan Bencana. 3(2),
Bowles, E, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Kedua.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Efandi, D. 2013. Vegetasi Dalam Penanganan Lahan Rawan Longsor Pada Areal Pertanian.
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Ramah Lingkungan. 319-328
Eko, M. 2007. Pemodelan Invers Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Pelapisan
Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Mataloko. Jurnal Fisika dan Aplikasinya.
3(2).3-5
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.
Ribosom, G. P. 1990. Geologi Lembar Manokwari, Irian Jaya. (Geology of the Manokwari
Sheet Area, Irian Jaya.) Geological Research and Development centre, Indonesia.
Setiawan, O 2012. Sistem Perakaran Bidara Laut (Strychnos lucida R. Br) Untuk
Pengendalian Tanah Longsor. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Balai
Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. (l)1. 50-61.
Suryana P.2018. Analisis morfologi dan geologi bencana tanah longsor di Desa Ledokasari
Kabupaten Karangannyar. Jurnal sains dan teknologi. Jakarta. 10(2). (84-89).
Telford, et al. 1990. Applied Geophysics Second Edition. University of Cambridge.
Virman dan Lasmono, 2013. Identifikasi Bidang Gelincir Daerah Kepulauan Serui
Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Seminar Nasional Fisika 2013
Jurusan Fisika FMIPA Unhas Makassar.
87