Anda di halaman 1dari 9

Deteksi Penyebar Lindi Menggunakan Resistivitas Geolistrik Di TPA

Masyepi (Sowi), Manokwari, Papua Barat


(Leachate Spreading Detection Using Geoelectric Resistivity in Masyepi (Sowi) Landfill, Manokwari, West Papua)

Khristian Enggar Pamuji


Prodi Fisika Jurusan Fisika FMIPA UNIPA
Jl. Gunung salju Amban, Manokwari
e-mail : k_enggar_p@yahoo.com

ABSTRAK
Peneitian ini dilakukan di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Sowi, Kabupaten Manokwari,
Provinsi Papua Barat. Survei resistivitas geolistrik telah digunakan untuk mendeteksi penyebaran lindi
yang dihasilkan dari TPA tersebut. Konfigurasi elektroda yang digunakan dalam survei ini adalah
konfigurasi Dipole-dipole, sehingga diperoleh penampang 2 dimensi. Untuk mendeteksi sebaran lindi,
pengukuran dilakukan disejumlah lintasan dengan panjang antara 80-100 m. Hasil pengukuran lapangan
kemudian diolah menggunakan software Res2dinv dan diperoleh hasil pengolahan berupa penampang 2d
dengan root mean square error (RMS) 11,2% - 12,5%. Hasil interpretasi menunjukan bahwa lindi telah
meresap hingga kedalaman 17 m di bawah permukaan tanah. Hal ini ditunjukan dengan adanya nilai
resistivitas rendah (antara 8 - 100 Ωm) yang dijumpai pada kedalaman tersebut. Selain itu, terdapat
kontras resitivitas yang tinggi antara daerah dibawah TPA dengan daerah disekitar TPA (2167 – 3714
Ωm). Distribusi Lindi terdeteksi menyebar dari lokasi TPA ke arah barat laut.
Kata Kunci : Geolistrik, Resistivitas, Dipole-dipole, Sebaran Lindi

ABSTRACT
This research was conducted at Sowi Disposal Site (TPA), Manokwari District, West Papua Province. The
geoelectric resistivity survey has been used to detect the leachate spread resulting from the landfill. The
electrode configuration used in this survey is the Dipole-dipole configuration, so that the 2-dimensional
cross section is obtained. To detect the distribution of leachate, the measurement is done in a number of
paths with length between 80-100 m. The result of field measurement is then processed using Res2dinv
software and obtained the result of the processing of 2D sectional with root mean square error (RMS)
11,2% - 12,5%. Interpretation results show that the leachate has penetrated to a depth of 17 m below the
soil surface. This is indicated by the low resistivity value (between 8 - 30 Ωm) found at that depth. In
addition, there is a high contrast of resitivity between areas under landfill with areas around the landfill
(2167 - 3714 Ωm). Distribution of Lindi was detected from the landfill location to the northwest.

Key Words: Geoelectric, Resistivity, Dipole-dipole, Leachate Spreading


PENDAHULUAN
Manokwari merupakan Ibukota Provinsi Papua Barat yang sedang mengalami
perkembangan, baik dari segi infrastruktur maupun jumlah penduduk. Meningkatnya jumlah
penduduk tentunya akan disertai oleh meningkatnya produksi sampah, baik rumah tangga maupun
industri. Ketersediaan lokasi pembuangan akhir (TPA) sampah yang dapat menampung seluruh
sampah yang dihasilkan penduduk di kota ini merupakan suatu keharusan. Lokasi pembuangan
sampah saat ini berada di Kampung Masyepi, Sowi, Distrik Manokwari Selatan. TPA yang ada
saat ini kemungkinan tidak akan dapat lagi menampung seluruh sampah yang dihasilkan di kota
ini dalam 5 sampai 10 tahun yang akan datang, menginggat angka pertumbuhan penduduk di kota
ini cukup tinggi. Selain itu, perkembangan kota Manokwari ke arah selatan juga menjadikan lokasi
TPA saat ini menjadi lebih dekat dengan perkantoran dan permuhaman. Hal ini terlihat dengan
dibukanya lahan lahan untuk permukiman di sekitaran lokasi TPA.
Untuk itu diperlukan langkah-langkah alternatif untuk mengatasi masalah tersebut.
Langkah alternatif yang dapat diambil antara lain, mengembangkan lokasi eksisting dengan
menambah luasan TPA dan mengembangkan teknologi pengelolaan sampah, atau dengan cara
memindahkan lokasi TPA saat ini ke daerah lain yang lebih baik. Jika dipilih alternatif yang
pertama, maka perlu dikaji sebaran air lindi yang berasal dari lokasi TPA saat ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah sebaran air lindi yang sudah
mempengaruhi atau mengkontaminasi lapisan tanah dibawah permukaan. Lindi yaitu cairan yang
dikeluarkan dari sampah akibat proses degradasi biologis. Lindi juga dapat pula didefinisikan
sebagai air atau cairan lainnya yang telah tercemar sebagai akibat kontak dengan sampah
(Rustiawan et al., 1993). Dengan diketahuinya sebaran air lindi, maka diharapkan dapat membantu
pemerintah daerah dalam mengambil keputusan untuk menetukan langkah-langkah pengelolaan
sampah di Kabupaten Manowkari.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Gambar 1. Citra Satelit lokasi TPA


Penelitian ini mengambil waktu bulan Juni 2018 dan mengambil lokasi di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kampung Masyepi, distrik Manokwari Selatan, Kabupaten
Manokwari, Papua Barat. Lokasi Penelitian dapat dilihat pada citra satelit pada Gambar 1. Citra
Satelit lokasi TPA. Garis-garis warna merah merupakan lintasan lintasan geolistrik.
Alat yang digunakan
Alat merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan langsung dengan kualitas dan
kuantitas data. Dalam survei ini alat yang digunakan meliputi :
a. 1 Unit Resisitivitimeter Naniura
b. 4 roll kabel
c. 4 buah elektroda
d. 1 buah accu 12 volt.

Akuisisi Data
Untuk mendeteksi sebaran linda yang berasal dari TPA sowi digunakan metode resistivitas
geolistrik. Pada metode ini parameter yang diukur adalah nilai tahanan jenis bawah permukaan.
Nilai resistivitas (tahanan jenis) yang rendah mengindikasikan adanya bahan-bahan konduktif
yang berasal dari air lindi, mengingat air lindi mengandung senyawa organik dan anorganik. Lindi
membawa materi tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk degradasi sampah. Komposisi
air lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di
daerah TPA dan kondisi spesifik tempat pembuangan tersebut. Air lindi pada umumnya
mengandung senyawa-senyawa organik (hidrokarbon, asam humat, sulfat, tanat dan galat) dan
anorganik (natrium, kalium, kalsium, magnesium, khlor, sulfat, fosfat, fenol, nitrogen dan senyawa
logam berat) yang tinggi. Konsentrasi dari komponen-komponen tersebut dalam air lindi bisa
mencapai 1000 sampai 5000 kali lebih tinggi dari pada konsentrasi dalam air tanah (Maramis,
2008).
Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu dari metode geolistrik yang
mempelajari sifat resistivitas dari lapisan batuan di dalam bumi. Pada metode ini arus listrik
diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus dan dilakukan pengukuran beda
potensial melalui dua buah elektroda potensial, hasilnya berupa beda potensial yang terukur pada
elektroda di permukaan. Dari beda potensial yang diukur dapat ditentukan variasi resistivitas
masing-masing lapisan di bawah titik pengukuran. Susunan elektroda konfigurasi dipole-dipole
dapat dilihat pada Gambar 2. Spasi antara dua elektroda arus dan elektroda potensial sama yaitu a.
Konfigurasi ini mempunyai faktor lain yaitu n yang merupakan rasio jarak antara elektroda C1 dan
P1 ke C2 – C1 atau P1 – P2 dengan jarak pisah a. Pengukuran ini dilakukan dengan memindahkan
elektroda potensial pada suatu penampang dengan elektroda arus tetap, kemudian pemindahan
elektroda arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektroda potensial sepanjang
penampang seterusnya hingga pengukuran elektroda arus pada titik terakhir di penampang itu
Gambar 2. Konfigurasi elektroda dipole-dipole

Nilai resistivitas semu dari konfigurasi dipole-dipole adalah


𝑉
𝜌=𝐾
𝐼
Dengan K adalah faktor geometri :
𝐾 = 𝑛(𝑛 + 1)(𝑛 + 2)𝜋𝑎
Metode pengukuran resistivity yang digunakan pada survey ini adalah mapping
geoelectric. Metode ini digunakan untuk mengetahui perubahan tahanan jenis secara vertical dan
lateral atau untuk mengetahui perlapisan tanah/batuan dibawah permukaan. Sedangkan
konfigurasi elektroda yang digunakan adalah dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole
dengan bentangan 80 -200 m. lintasan geolistrik diambil di empat lokasi yang dianggap dapat
mewakili kondisi hidrologi loasi TPA.
Pengolahan Data
Pengolahan data resistivitas pada survei ini menggunakan perangkat lunak Res2Dinv.
Res2Dinv adalah sebuah program komputer yang secara otomatis menentukan model resestivity
2D untuk bawah permukaan dari data hasil survey. Model 2D menggunakan program inversi, yang
terdiri dari sejumlah kotak persegi. Selain itu digunakan juga Microsoft excel dan surfer untuk
membantu mengolah dan menganisis data.
Interpretasi
Langkah terakhir ini sering disebut sebagai suatu langkah penerjemahan bahasa fisis
(resisitivitas) menjadi bahasa geologi. Oleh karena itu didalam analisa interpretasi ini sangat
diperlukan pengetahuan geologi, baik struktur maupun proses sedimentasi untuk mengetahui
perkiraan jenis-jenis batuan yang berada dibawah lintasan survei.

HASIL DAN PEBAHASAN

Aliran Permukaan
Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat
masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih
rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang
hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian
yang lebih rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut air larian atau
limpasan. Berdasarkan kontur di lokasi studi pola aliran permukaan memiliki pola aliran seperti
pada Gambar 3. Dilihat dari elevasi dan kontur lokasi TPA, pola aliran permukaan akan
mengarah ke arah barat laut atau ke arah Kampung Masyepi lama (kontur warna biru).
Gambar 3. Pola Aliran Permukaan

Gambar 4. Kontur dan Pola Aliran Permukaan


Analisis Sebaran Lindi
Air hujan apabila terkena tumpukan sampah dapat terkontaminasi, air yang terkontaminasi
ini di namakan air lindi. Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik yang
tinggi yang terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill. Air
lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya tinggi, juga
dapat mengandung unsur logam seperti Zn dan Hg. Jika tidak ditangani dengan baik, air lindi dapat
menyerap dalam tanah sekitar landfill kemudian dapat mencemari air tanah di sekitar landfill. Air
lindi ini dapat menyebar jika masuk ke dalam lapisan akuifer dan mencemarinya. Dalam SNI 03-
2341-1994 tentang penentuan lokasi TPA sampah dimasukan parameter kedalaman muka air
tanah.
Sebaran Lindi di Lintasan 1
Gambar 5 merupakan penampang resistivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran
geolistrik di Lintasan 1 atau tepat di atas lokasi TPA. Penampang resistivitas ini berawal di titik
0°54'44.39"S dan 134°01'15.78" E dan berakhir di titik 0° 54' 43.35"S dan 134°01'18.12"E, pada
ketinggian ± 240 m di atas permukaan air laut. Pengukuran dilakukan di atas timbulan sampah
yang menutup batu gamping. Panjang bentangan 80 m, dengan arah N 2450 E (Timur-Barat), dan
kemiringan lintasan < 10 %. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data mengunakan sofware
Res2Dinv, dengan kesalahan (RMS) sebesar 12.1%, dapat di interpretasi hingga kedalaman ± 17
m dan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa lapisan isoresistivity (batuan dengan tahanan jenis
sama) seperti pada gambar tersebut.

Gambar 5. Penampang resistivity lintasan 1 (di atas lokasi tempat sampah)

Nilai tahanan jenis kearah vertical mengalami variasi/perbedaan yang cukup signifikan,
yakni pada kisaran puluhan Ωm hingga ribuan Ωm. Tahanan jenis pada permukaan hingga
kedalaman 0-8 m memiliki nilai antara 8 – 30 Ωm (warna biru – biru tua). Resistivitas ini tergolong
rendah dan mengindikasikan keadaan air. Dilihat dari kecenderungan penurunan nilai resistivitas,
air yang berada pada kedalaman ini diperkirakan merupakan resapan air hujan yang berasal dari
permukaan dan melewati tumpukan sampah. Nilai resitivitas yang kecil (<10 Ωm) dan posisi
lintasan yang tepat berada di atas tumpukan sampah, menunjukan bahwa zona resapan pada
kedalaman ini sudah tercemar air lindi (Gambar 6).

Gambar 6. Daerah resapan air hujan

Nilai resistivitas mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada pada kedalaman 8 -
20 m, dimana nilai resistivitas berkisar 50 – 1100 Ωm (warna kuning-coklat). Nilai resitivitas yang
tinggi ini diperkirakan berasal dari batu gamping yang banyak dijumpai dilokasi studi. Dibawah
kedalaman 8 m tidak dijumpai nilai resistivitas yang rendah yang berasosiasi dengan keberadaan
akuifer.
Sebaran Lindi Pada Lintasan 2
Gambar 7 merupakan penampang resistivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran
geolistrik di Lintasan 2 atau berada di sebelah selatan lokasi TPA. Penampang resistivitas ini
berawal di titik 0°54'49.29"S dan 134°01'19.58" E dan berakhir di titik 0° 54' 55.69"S dan
134°01'19.60"E, pada elevasi ± 145 m di atas permukaan air laut. Panjang bentangan 200 m,
dengan arah N 1800 E (Utara-Selatan), dan kemiringan lintasan < 10 %. Hasil yang diperoleh dari
pengolahan data mengunakan sofware Res2Dinv, dengan kesalahan (RMS) sebesar 12.5%, dapat
di interpretasi hingga kedalaman ± 34 m dan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa lapisan
isoresistivity (batuan dengan tahanan jenis sama) seperti pada berikut.
Gambar 7. Penampang resistivity lintasan 2 (di atas lokasi tempat sampah)

Nilai tahanan jenis (resistivitas) kearah lateral mengalami variasi/perbedaan yang


signifikan. Pada Gambar 8 terlihat bahwa tahanan jenis kearah lateral pada jarak 25 – 50 m dari
titik awal (bagian Utara) berkisar antara 100 – 300 Ωm (warna biru tua - biru muda), kemudian
mengalami peningkatan yang besar pada jarak 50-170 m dari titik awal, menjadi 500 – 2000 Ωm
(warna hijau-coklat). Nilai tahanan jenis rendah (< 100 Ωm) berada di sebelah utara (lokasi TPA),
dan diduga berasal dari tanah yang sudah tercemar air lindi. Warna kuning - coklat yang
menunjukan nilai tahanan jenis tinggi (>500 Ωm), diduga berasal dari batu gamping yang kering.
Nilai tahanan jenis tertinggi yang terlihat pada data geolistrik lintasan 2, dimana nilainya mencapai
2000 Ωm (Coklat tua), posisinya terletak di bawah jalan raya. Berdasarkan data resitivitas (tahanan
jenis), sampai kedalaman 34 m, tidak dijumpai adanya tahanan jenis rendah yang berasosiasi
dengan keberadaan air tanah. Dari data tahanan jenis juga terlihat bahwa pengaruh lindi pada tanah
ke arah selatan (warna biru atau tahanan jenis <100 Ωm) hanya sampai di jalan raya.

Gambar 8. Variasi Lateral pada lintasan 2

Sebaran Lindi Pada Lintasan 3


Gambar 9 merupakan penampang resistivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran
geolistrik di Lintasan 3 atau berada di sebelah utara lokasi TPA. Penampang resistivitas ini
berawal di titik 0°54'40.44"S dan 134°01'15.78" E dan berakhir di titik 0° 54' 37.95"S dan
134°01'15.32"E, pada elevasi ± 137 m di atas permukaan air laut. Panjang bentangan 80 m, dengan
arah N 3500 E (Utara-Selatan), dan kemiringan lintasan < 10 %. Hasil yang diperoleh dari
pengolahan data mengunakan sofware Res2Dinv, dengan kesalahan (RMS) sebesar 11.4%, dapat
di interpretasi hingga kedalaman ± 17 m dan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa lapisan
isoresistivity (batuan dengan tahanan jenis sama) seperti pada berikut.
Gambar 9. Penampang resistivity lintasan 3 (di utara lokasi TPA)

Gambar 10. Variasi Lateral pada lintasan 3

Dari Gambar 10 terlihat bahwa nilai tahanan jenis rendah (warna biru) terakumilasi di
sebelah utara lokasi TPA. Berdasarkan posisi ketinggian, bagian utara TPA memiliki elevasi yang
lebih rendah daripada TPA, sehingga kemungkinan pergerakan air akan menuju ke arah Utara.
Nilai tahanan jenis rendah (warna biru) berada pada kedalaman 0 – 15 m, artinya air dari
permukaan merembes sampai kedalaman 15 m, atau dengan kata lain air ini berasal dari aliran
permukaan dari lokasi TPA. Pada lintasan ini tidak dijumpai adanya akuifer air tanah.
Sebaran Lindi Pada Lintasan 4
Gambar 11 merupakan penampang resistivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran
geolistrik di Lintasan 4 atau berada di sebelah Barat Daya lokasi TPA. Penampang resistivitas ini
berawal di titik 0°54'45.55"S dan 134°01'16.85" E dan berakhir di titik 0° 54' 52.42"S dan
134°01'11.78"E, pada elevasi ± 143 m di atas permukaan air laut. Panjang bentangan 200 m,
dengan arah N 2300 E (Timur laut – Barat Daya), dan kemiringan lintasan < 10 %. Hasil yang
diperoleh dari pengolahan data mengunakan sofware Res2Dinv, dengan kesalahan (RMS) sebesar
11.2%, dapat di interpretasi hingga kedalaman ± 34 m.

Gambar 11. Penampang resistivity lintasan 4 (di atas lokasi tempat sampah)

Nilai tahanan jenis (resistivitas) kearah lateral mengalami variasi/perbedaan yang


signifikan. Pada Gambar 12, terlihat bahwa tahanan jenis kearah lateral pada jarak 25 – 50 m dari
titik awal (bagian Timur Laut) berkisar antara 100 – 400 Ωm (warna biru tua - biru muda),
kemudian mengalami peningkatan yang besar pada jarak 90-170 m dari titik awal, menjadi 500 –
3000 Ωm (warna hijau-coklat). Nilai tahanan jenis rendah (< 100 Ωm) berada di sebelah utara
(lokasi TPA), dan diduga berasal dari tanah yang sudah tercemar air lindi. Warna kuning - coklat
yang menunjukan nilai tahanan jenis tinggi (>500 Ωm), diduga berasal dari batu gamping yang
kering. Nilai tahanan jenis tertinggi pada data geolistrik lintasan 4 nilainya mencapai 3000 Ωm
(Coklat tua), sampai kedalaman 34 m, tidak dijumpai adanya tahanan jenis rendah yang berasosiasi
dengan keberadaan air tanah. Dari data tahanan jenis juga terlihat bahwa, tanah pada jarak 150 m
dari lokasi tempat sampah ke arah barat daya, sudah dipengarui lindi (warna biru atau tahanan
jenis <100 Ωm).

Gambar 12. Variasi Lateral pada lintasan 4

KESIMPULAN

Dari hasil survei metode geolistrik resistivitas di lokasi Tempat Pembuangan Akhri (TPA) di
kampung Masyepi, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1) Nilai tahanan jenis rendah (antara 8 - 100 Ωm) yang diasosiasika dengan daerah yang
sudah tercemar lindi berada pada kedalaman antara 0 – 25 m dari permukaan tanah.
2) Sebaran lindi mengarah ke barat laut lokasi TPA atau kearah Kampung Masyepi lama

DAFTAR PUSTAKA

Grant, F, S., and West, G, F., 1965. Interpretation theory in applied geophysics :Mc-Graw-Hill
Book Company.
Maramis, A, 2008. Pengelolaan Sampah dan Turunannya di TPA, Program Pasca Sarjana Magister
Biologi Terapan, Universitas Satyawacana, Salatiga.
Rustiawan, A. I. Ekayanti dan T. Riani. 1993. Kandungan Logam Berat Timah Hitam pada
Sayuran di Sekitar Lokasi Pembuangan Akhir Sampah Akhir (LPA) Kapuk Kamal,
Cengkareng, Jakarta. Laporan Penelitian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB.
Bogor.
Schon, J, H., 1996. Physical Properties of Rock : Fundamentals and Priciples of Petrophysics:
Institute of Applied Geophysics, Austria
Telford, W.M. Geldart, L.P. Sheriff, R.E. Keys, D.A. (1974). Applied Geophysics. Cambridge
University Press. Cambridge
Todd, 1980. Ground Water Hydrokoi. Second Edition, Jhon wiley & Sons. New York.

Anda mungkin juga menyukai