V =RI (2.1)
dimana V adalah tegangan (dalam Volt), R adalah resistansi (dalam Ohm) dan I adalah
arus (dalam Ampere). Resistansi sering pula disebut sebagai hambatan atau tahanan.
R
I Gambar 2.1
Rangkaian listrik sederhana.
_
+
Jika beban adalah suatu material tertentu (misal kawat tembaga) maka nilai
resistansinya akan bergantung pada dimensi material tersebut. Untuk diameter atau luas
penampang yang sama resistansi akan bertambah besar dengan bertambahnya panjang
kawat tembaga. Sebaliknya dengan panjang yang sama resistansi kawat tembaga akan
berkurang jika diameter atau luas penampangnya bertambah (Gambar 2.2). Resistansi
bukan merupakan besaran atau kuantitas yang dapat mengkarakterisasi sifat kelistrikan
suatu material karena resistansi bergantung pada jenis dan dimensi material tersebut.
Resistansi berbanding lurus dengan panjang L (dalam meter) dan berbanding terbalik
dengan luas penampang A (dalam meter2) dan konstanta proporsionalitasnya adalah
resistivitas sehingga :
L L
R∝ ⎯
⎯→ R = ρ (2.2a)
A A
A
ρ=R (2.2b)
L
4
Dengan demikian resistivitas (dalam Ohm.meter atau Ohm.m) adalah kuantitas yang dapat
mengkarakterisasi sifat kelistrikan material karena hanya bergantung pada jenis atau bahan
material. Resistivitas sering disebut pula sebagai hambatan-jenis atau tahanan-jenis.
Resistivitas menyatakan derajat kemudahan atau kesulitan suatu material dalam
menghantarkan arus listrik. Untuk menyatakan sifat material dalam menghantarkan listrik
dapat pula digunakan besaran konduktivitas yang merupakan kebalikan dari resistivitas
atau σ = ρ-1. Satuan konduktivitas adalah Siemens/meter.
L1 L2 L1
A1
A2
Gambar 2.2
Perbedaan resistansi material akibat perbedaan dimensi (panjang dan luas penampang).
5
garam (dalam gram) untuk setiap liter larutan. Dengan demikian resistivitas batuan juga
merupakan fungsi dari salinitas air atau larutan yang terkandung dalam pori-pori batuan
(air formasi). Salinitas air formasi menentukan kemampuannya mengalirkan listrik yang
dapat dinyatakan pula oleh besaran resistivitas.
Resistivitas formasi batuan ρf sebagai fungsi porositas φ dan resistivitas air
formasi ρw dinyatakan oleh persamaan atau Hukum Archie yang diperoleh secara
empirik (melalui eksperimen). Persamaan Archie adalah sebagai berikut :
ρ f = a ρ w φ −m (2.3a)
ρf
F = = a φ −m (2.3b)
ρw
dimana a adalah konstanta (0.6 < a < 1.0), m adalah konstanta yang disebut sebagai
faktor sementasi (1.3 < m < 2.5) dan F disebut sebagai faktor formasi. Semakin baik
butiran penyusun batuan tersementasi (terutama pada batuan sedimen) maka faktor
sementasi m semakin besar. Hukum Archie mengasumsikan bahwa seluruh pori-pori
batuan terisi oleh air formasi atau formasi batuan dikatakan dalam keadaan jenuh
(saturasi). Persamaan Archie yang memperhitungkan derajat saturasi adalah sebagai
berikut :
ρ f = a ρ w φ−m s −n (2.4)
dimana s menyatakan tingkat saturasi (prosentase pori-pori yang terisi air) dan n ≈ 2.
Faktor lain yang mempengaruhi resistivitas suatu formasi batuan adalah temperatur.
Secara umum resistivitas suatu material pada temperatur T (dalam OK) dinyatakan oleh
persamaan :
ε
ρT = ρ 0 exp ( − ) (2.5)
kT
dimana ρf adalah resistivitas pada 0 OK, ε adalah energi aktivasi dan k adalah konstanta
Boltzman. Besarnya energi aktivasi bergantung pada material yang ditinjau. Mengingat
mekanisme konduksi elektrolitik sangat dominan maka faktor temperatur hanya
diperhitungkan pengaruhnya pada resistivitas air formasi. Peningkatan temperatur akan
menurunkan viskositas larutan yang dapat meningkatkan mobilitas ion-ion dalam larutan.
Peningkatan temperatur mengakibatkan penurunan resistivitas air formasi dan dinyatakan
oleh persamaan berikut :
ρ18
ρt = (2.6)
1 + α (t − 18)
dimana ρt dan ρ18 masing-masing adalah resistivitas air pada t OC dan 18 OC, α adalah
koefisien yang besarnya 0.025/OC untuk larutan NaCl. Pengaruh temperatur pada
resistivitas batuan dapat diabaikan pada daerah-daerah yang bukan daerah geotermal.
6
Konduktivitas air formasi σw (dalam Siemens/meter) dapat diperkirakan berdasarkan
salinitas S (dalam gram/liter) dan temperatur T (dalam OC) menggunakan persamaan
empirik berikut :
Persamaan (2.7) di atas juga dapat digunakan untuk memperkirakan salinitas suatu larutan
garam berdasarkan harga konduktivitas dan temperaturnya.
Gambar 2.3 memperlihatkan kurva konduktivitas beberapa larutan garam sebagai
fungsi salinitas, sedangkan Gambar 2.4 menunjukkan variasi konduktivitas larutan NaCl
sebagai fungsi salinitas dan temperatur.
Gambar 2.3
Konduktivitas beberapa larutan
garam (serta larutan asam dan basa
sebagai penghasil garam) sebagai
fungsi dari salinitas (Keller, 1987).
Gambar 2.4
Konduktivitas larutan NaCl sebagai
fungsi salinitas dan temperatur
(Keller, 1987).
7
2.3 Resistivitas Batuan
Resistivitas material pembentuk material geologi memiliki interval harga yang
paling besar diantara sifat-sifat fisika lainnya, yaitu mulai dari 1.6×10-8 Ohm.m untuk
perak alami (native silver) sampai 1.0×1016 belerang murni (pure sulphur). Oleh karena
itu digunakan skala logaritmik untuk menggambarkan besaran resistivitas. Disamping
faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi resistivitas formasi batuan sebagaimana
dinyatakan dalam Hukum Archie, terdapat faktor-faktor geologi yang juga menentukan
resistivitas batuan. Faktor-faktor tersebut terutama mempengaruhi porositas batuan,
diantaranya adalah :
Asal-usul batuan
Batuan beku cenderung memiliki resistivitas paling tinggi sedangkan batuan sedimen
umumnya lebih konduktif terutama karena porositas dan kandungan fluida pada pori-
porinya. Oleh karena itu Hukum Archie berlaku terutama untuk batuan sedimen dan
batuan beku maupun batuan metamorf yang telah mengalami frakturasi. Batuan metamorf
memiliki resistivitas menengah namun dapat saling tumpang-tindih (overlap) baik dengan
batuan beku maupun batuan sedimen.
Umur batuan
Batuan dengan umur lebih tua cenderung lebih resistif dibandingkan dengan batuan dari
jenis yang sama namun berumur lebih muda. Batuan lebih tua telah lebih lama mengalami
proses mineralisasi sekunder dan proses kompaksi sehingga porositasnya menurun.
Tekstur batuan
Tekstur batuan diwakili oleh 5 jenis batuan sebagai berikut (Gambar 2.5) :
(a) Batupasir berbutir homogen (well-sorted sandstone) cenderung memiliki ruang kosong
yang lebih besar di antara butiran-butirannya sehingga memiliki resistivitas yang
rendah.
(b) Batupasir berbutir tak-homogen (poorly-sorted sandstone) relatif lebih resistif karena
porositasnya lebih rendah (ruang kosong diantara butiran-butiran terisi oleh butiran
dengan ukuran lebih kecil).
(c) Batugamping (limestone) memiliki porositas tinggi akibat proses pelarutan oleh air
yang mengikuti rekahan sehingga resistivitasnya rendah.
(d) Pembentukan mineral sekunder pada pori-pori batuan melalui proses yang disebut
presipitasi dapat mengurangi porositas batuan sehingga resistivitasnya meningkat.
(e) Pada tekstur granitik ruang kosong dibentuk oleh butiran dengan bentuk tak beraturan
sehingga porositasnya rendah dan resistivitasnya tinggi.
(f) Pori-pori pada basalt tidak saling berhubungan sehingga permeabilitasnya rendah.
Oleh karena itu batuan bertekstur basaltik sangat resistif meskipun porositasnya tinggi.
8
Gambar 2.5
Beberapa tekstur batuan
(Ward, 1990).
Proses geologi
Proses geologi yang dialami suatu formasi batuan juga dapat mempengaruhi resistivitas
batuan tersebut. Secara skematis proses geologi dan efeknya terhadap peningkatan atau
penurunan resistivitas digambarkan pada Gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6
Perubahan resistivitas
sebagai akibat proses
geologi pada batuan
(Ward, 1990).
9
Gambar 2.7
Interval harga resistivitas
beberapa jenis batuan dan
soil (Ward, 1990).
Tabel 2.1 memberikan kisaran harga porositas serta koefisien a dan m untuk digunakan
pada persamaan Archie untuk litologi batuan dengan kondisi tertentu. Secara lebih
spesifik harga resistivitas beberapa litologi batuan ditampilkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1
Porositas dan koefisien
untuk persamaan Archie
beberapa litologi batuan
(Keller, 1987).
10
Tabel 2.2
Resistivitas material
geologi (Reynolds, 1997).
11