Anda di halaman 1dari 25

PENERAPAN METODA USED SOIL LOST EQUATION (USLE) DALAM

PENENTUAN ZONA POTENSI LONGSOR/EROSI BERBASIS ANALISIS


SPASIAL DI KABUPATEN BANDUNG BARAT BAGIAN SELATAN

Oleh :
Adang Saputra 1), Emi Sukiyah 2)
1)Pusat Pendidikan dan Pelatihan Geologi,
2)Universitas Padjadjaran Bandung

ABSTRAK

Kawasan Penelitian Bandung Barat bagian selatan merupakan bentang alam


berupa daerah perbukitan berelief datar hingga perbukitan berelief kasar. Secara
geomorfologi dapat dibedakan menjadi 5 satuan, yaitu daerah pedataran, perbukitan
berelief halus, perbukitan berelief sedang, perbukitan berelief agak kasar, dan
perbukitan berelief kasar. Dengan kondisi di atas maka diperkirakan daerah tersebut
merupakan daerah yang rawan bencana seperti longsor, erosi maupun gempabumi.
Hasil perhitungan besaran erosi dengan metoda USLE diperoleh luasan
berdasarkan prosentase, dimana yang masuk kedalam kelas rawan I (Sangat
rendah erosi) sebesar 24,164 % tersebar di wilayah Bunijaya, Ciwidey bagian
timur, Batujajar dan Padalarang timur dengan luas 192518786,1 m2, kelas rawan
II (Rendah erosi) sebesar 3,957% m2 tersebar di Rongga, Ciranjang Bagian Barat
dan Batujajar , kelas rawan III (Erosi sedang) sebesar 19,464 m2 dengan
155069174,00 m2 tersebar di Sindangkerta, Pasir Jambu, Campaka Mulya dan
Gunung Halu,, kelas rawan IV (Erosi tinggi) sebesar 51,424 % dengan luas
409698011,5 m2 tersebar 75% di sebagian wilayah kajian bagian barat, dan kelas
rawan V (Erosi sangat tinggi) sebesar 1,323 % dengan luas 7884848,66 m2
tersebar di sebagian besar Cilili, Gn. Halu, Cipongkor, Pasir Jambu dan Cipatat
hingga Padalarang. Dengan demikian di wilayah penelitian 51 % lebih
wilayahnya merupakan daerah yang berisiko erosinya tinggi.

ABSTRACT
The research area of the southern part of West Bandung is a landscape
of flat to hilly terrain rugged hills. In geomorphology can be divided into five
units, namely the plain area, smooth hills, the hills were, the hills a bit rough, and
rugged hills. With the above conditions, the estimated area is an area that is prone to disasters
such as landslides, erosion and earthquakes.
Results calculated the amount of erosion by USLE method obtained
extents based on a percentage, which are entered into the vulnerable class I ( very
low erosion ) of 24.164 % spread in the Bunijaya, Ciwidey the east , Batujajar and
east with extensive Padalarang 192,518,786.1 m2 , prone class II ( Low erosion )
1
2

of 3.957 % m2 spread Ciwidey , Ciranjang Western and Batujajar , prone class III
( moderate erosion ) of 19.464 m2 with 155,069,174.00 spread Sindangkerta ,
Pasir Jambu , Campaka Mulya and Gunung Halu, prone class IV ( high erosion )
of 51.424 % with 409,698,011.5 m2 wide spread 75 % in the most western part of
the study area , and prone class V ( very high erosion ) of 1.323 % with an area of
7,884,848.66 m2 spread over most of Cilili, Gn . Halu , Cipongkor , Pasir Jambu
and Cipatat to Padalarang . Thus in the region of 50 % over the study area is an
area of high erosion risk.

Latar Belakang
Bentukan bentang alam suatu daerah merupakan ekspresi hasil proses
aktivitas tektonik dan erosi dalam waktu yang cukup lama. Pengaruh tektonik
yang sangat berperan pada suatu daerah, salah satunya adalah sesar aktif.
Geomorfologi Kawasan Bandung Selatan, khususnya daerah Wilayah penelitian,
Kabupaten Bandung berupa perbukitan yang dikontrol struktur geologi.
Perbukitan yang membentang arah barat-timur menjadi yang dicerminkan oleh
sesar-sesar aktif, seperti jalur sesar Cimandiri, sesar Lembang dan sesar lokal.
Salah satu yang dihasilkan dengan adanya sesar tersebut adalah getaran.
Adanya getaran akan berpengaruh terhadap tatanan geologi, khususnya di daerah
penelitian. Salah satu efek yang ditimbulkan dari getaran adalah hancurnya /
retaknya batuan, walaupun akan tergantung pada keras atau lunaknya batuan.
Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap terjadinya bencana alam, khususnya
erosi di wilayah kajian, apalagi ditunjang dengan kondisi morfologi wilayah,
dimana berupa pegunungan dan perbukitan sebagian besar memiliki sudut
kemiringan lereng sedang hingga terjal.
Latar belakang wilayah yang cukup kompleks memerlukan pengelolaan
yang khusus. Pengembangan dan penataan ruang di wilayah tersebut perlu dikaji
secara komprehensif. Salah satu penelitian yang dapat mendukung adalah dengan
melakukan kajian terhadap kekuatan batuan, yang dikaji melalui rekahan
batuannya. Dengan kajian tersebut diharapkan pengembangan, perencanaan dan
penataan ruang di wilayah tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi alam yang
ada, dan terhindar dari risiko bencana alam atau kerusakan akibat bencana
tersebut dapat di minimalisir.
3

Maksud dan Tujuan


Maksud dari kajian ini adalah untuk melakukan kajian hubungan dan
pengaruh rekahan dengan besaran risiko erosi yang terjadi diwilayah Kabupaten
Bandung Barat, Bagian Selatan.
Sedangkan tujuannya adalah memberikan rumusan, solusi, informasi dan
rekomendasi kepada pemeritah daerah dalam rangka penyusunan Rencana Umum
Tata Ruang Wilayah yang aman dari risiko bencana alam, khususnya bencana
erosi dan longsor di wilayah kajian.

Lokasi dan Waktu Kajian


Lokasi Penelitian meliputi Kecamatan Gunung Halu dan sekitarnya, yang
secara geografis daerah penelitian terletak di antara 6o50’00” – 7o40’00” Lintang
Selatan dan 107o15’00 di Wilayah penelitian, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat pada Jadwal Penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Peta lokasi kajian


4

Kegunaan Kajian
Kegunaan kajian adalah sebagai berikut :
a. Bagi pemerintah daerah, hasil dari kajian ini dapat digunakan sebagai dasar
kebijakan dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah di wilayah.
b. Bagi masyarakat setempat, hasil dari pengkajian ini dapat digunakan sebagai
salah satu dasar informasi untuk menyusun aksi praktis dalam rangka
kesiapsiagaan menghadapat risiko bencana alam, khususnya risiko
erosi/longsor di wilayahnya.
d. Sebagai informasi risiko kebencanaan geologi khususnya erosi/longsor bagi
masyarakat dan pemerintah Daerah dalam rangka mendukung pengembangan
Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTW) di wilayah tersebut.

DASAR TEORI
1). Erosi
Erosi merupakan proses di permukaan bumi yang berlangsung secara
radial diakibatkan oleh aktivitas air, angin dan salju (SCSA, 1976, dalam El-
Swaify dkk., 1982; Field & Engel, 2004). Arnoldus (1974, dalam El-Swaify
dkk.,1982) mengusulkan klasifikasi erosi menjadi erosi geologi (geological
erosion) dan erosi yang dipercepat (accelerated erosion). Erosi geologi terjadi
secara alami dan berlangsung dalam kurun waktu geologi (jutaan tahun). Erosi
yang dipercepat diakibatkan oleh aktivitas manusia, pada umumnya bersifat
mengubah kondisi alami secara drastis.
Morgan (1979; dalam Sutedjo & Kartasapoetra, 1987) mengklasifikasikan
bentuk erosi menjadi empat macam, yaitu erosi permukaan (sheet erosion), erosi
alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion), dan erosi tebing sungai (stream
bankerosion). Sementara itu, van Zuidam (1983) membagi erosi menjadi empat
jenis, yaitu erosi percikan (splash erosion), erosi permukaan, erosi alur, dan erosi
parit. Erosi percikan disebabkan oleh energi yang ditimbulkan ketika tetes-tetes
hujan jatuh ke permukaan batuan atau tanah (Gambar 2.).
5

Gambar 2.. Ilustrasi (a) erosi percikan dan (b) erosi permukaan (modifikasi dari
Anthoni, 2000)

Besarnya material yang tererosi akan setara dengan energi yang dihasilkan
oleh percikan air hujan tersebut. Erosi lembaran didefinisikan sebagai
perpindahan serentak material fragmen batuan atau tanah membentuk lapisan tipis
mengikuti arah kemiringan lahan. Erosi alur adalah bentuk erosi yang paling
umum, terjadi ketika material fragmen batuan dan/atau tanah dipindahkan oleh air
yang menyisakan bentuk alur di permukaan. Erosi parit merupakan
pengembangan erosi alur (Gambar. 2.23)
6

Gambar 3. Ilustrasi erosi, A. erosi selokan dan B. erosi alur (El-Swaify dkk.,
1982)

3). Perhitungan Besaran Erosi


Perhitungan besaran erosi dalam kajian ini dilakukan dengan
menggunakan persamaan erosi Used Soil Lost Equation (USLE) yang merupakan
salah satu persamaan erosi yang banyak digunakan untuk prediksi tahunan jumlah
material yang hilang akibat erosi (Ambar, 1986). Model persamaan erosi tersebut
secara umum disajikan di bawah ini (Persamaan 1). (Wischmeier & Smith, 1962,
1965, 1978; dalam El-Swaify dkk., 1982; Mitasova, 1999; Stone, 2000):

A= R.K.L.S.C.P
...................................................... ( 1 )
7

dengan A = jumlah rata-rata material tanah yang hilang pada suatu lokasi setiap
tahun (ton/ha); R = indeks erosivitas aliran permukaan; K = indeks erodibilitas
tanah; LS = indeks topografi, L: panjang lereng, S: kemiringan lereng; C = indeks
penggunaan lahan untuk tanaman; P = indeks tindakan pengolahan tanah.
Indeks erosivitas hujan dapat diperoleh dengan menghitung energi kinetik
hujan (Ek), yang ditimbulkan oleh intensitas hujan maksimum selama 30 menit
(EI30). Dalam kajian ini, erosivitas hujan dihitung dengan menggunakan
persamaan dari Wiersum dan Ambar (1979; dalam Ambar; 1986), yaitu:

EI30 tahunan = 0,41 R 1,09 ………......................…………...… (2)

dengan EI30 = Indeks erosivitas hujan dan R = intensitas curah hujan tahunan
(mm). Harga intensitas curah hujan diperoleh dari data curah hujan yang
dipublikasikan oleh BMG setelah dianalisis dengan menggunakan metode
Thiesen.
Indeks erodibilitas tanah untuk menghitung erosi menggunakan USLE,
diperoleh dari publikasi Departemen Kehutanan (1985) yang kriterianya
ditampilkan pada Tabel 1. Beberapa publikasi terdahulu menyatakan bahwa
erodibilitas tanah dapat diperoleh dengan beberapa metode, diantaranya adalah
rasio lempung (Bouyoucos, 1935) dan rasio transportabilitas terhadap stabilitas
(Kuron & Jung, 1957

Tabel 1. Indeks erodibilitas tanah (K) berdasarkan tekstur tanah


(Departemen Kehutanan, 1985)
No Tekstur tanah Kriteria K
1. Lempung Halus 0,02
2. Loam lempungan Agak halus 0,04
3. Loam pasiran Sedang 0,30
4. Pasir halus Agak kasar 0,20
8

5. Pasir Kasar 0,70

Indeks panjang dan kemiringan lereng menggunakan kriteria dari


Departemen Kehutanan (1986). Besarnya nilai LS tercantum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) berdasarkan kemiringan


lereng (Departemen Kehutanan, 1986)
No Kemiringan lereng (%) LS
1. 0–5 0,25
2. 5 – 15 1,20
3. 15 - 35 4,25
4. 35 - 50 7,50
5. > 50 12,0

Indeks penggunaan dan pengelolaan lahan juga mengacu pada kriteria dari
Departemen Kehutanan (1985) seperti ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Indeks penggunaan dan pengolahan lahan


(Departemen Kehutanan, 1985)
No Penggunaan lahan CP
1. Permukiman 0,60
2. Kebun campuran / belukar 0,30
3. Sawah 0,05
4. Tegalan 0,75
5. Perkebunan 0,40
6. Hutan 0,03

Hasil prediksi erosi menggunakan metode USLE, selanjutnya digunakan


untuk penyusunan model erosi pada daerah kajian. Besaran erosi pada suatu
wilayah dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan. Tujuan klasifikasi
9

tersebut biasanya untuk memudahkan visualisasi secara spasial. Beberapa


klasifikasi tingkat erosi telah dipublikasikan, diantaranya oleh Dangler dkk.
(1975; dalam Sutedjo & Kartasapoetra, 1987) dan Departemen Kehutanan RI
(1985, 1998) seperti tercantum pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Distribusi tingkat erosi berdasarkan RKLT 1985,


Buku II (Dep. Kehutanan, 1985)
No Erosi (ton/ha/th) Kelas Tingkat Erosi Kriteria
1. 0– 20 I Sangat rendah Sangat baik
2. 20 – 50 II Rendah Baik
3. 50 – 250 III Sedang Sedang
4. 250 – 1000 IV Tinggi Jelek
5 > 1000 V Sangat tinggi Sangat jelek

Tahapan Pengolahan

Metoda yang digunakan dalam penentuan Zona Potensi Kerentanan


Longsor / Erosi di daerah kajian tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data/Peta
2. Mengidentifikasi daerah potensi gerakan tanah sebagai hasil analisis Sistem
Informasi Geografis (SIG) dan pengecekan lapangan.
3. Penentuan Indeks setiap layer peta
4. Melakukan overlay antar peta dengan aplikasi SIG
5. Melakukan perhitungan besaran Erosi dengan metoda USLE
6. Mentukan Range batasan zona potensi longsor/erosi
7. Membuat peta Zona Potensi Longsor / Erosi berdasarkan langkah 6.
10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan/Data Kajian
Bahan atau data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
peta-peta, data statistik, dan data lainnya yang mendukung terhadap penelitian.
Bahan atau data tersebut seperrti disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Bahan atau Data Penelitian

NO JENIS PETA/DATA SKALA TAHUN SUMBER


1. Peta/Data geologi Regional 1 : 100.000 1996 Badan Geologi
2. Peta/Data geologi Lokal 1 : 50.000 2005 Badan Geologi
3. Peta/Data seismotektonik 1 : 100.000 2009 Badan Geologi
4. Peta/Data Zona Intensitas Gempabumi 1 : 50.000 2005 Badan Geologi
5. Peta/Data Tata Guna Lahan 1 : 50.000 2011 PEMKAB
Bandung Barat
6. Peta/Data Curah Hujan 1 : 50.000 2011 PEMKAB
Bandung Barat
7. Peta/Data Kelas Lereng 1 : 50.000 2011 PEMKAB
Bandung Barat
9. Peta/Data Hidrogeologi 1 : 100.000 2011 Badan Geologi
10. Data Citra :
 Landsat ETM, 2 Dimensi (2D) dan 3 2005 Badan Geologi
Dimensi (3D), Resolusi 90 x 90m
 Data Citra SRTM/ASTER, 2 Dimensi
(2D) dan 3 Dimensi (3D), Resolusi 30 x 2010 Badan Geologi
30 m
 Data Terrasar X, 2 Dimensi (2D) dan 3 2012 Badan Geologi
Dimensi (3D), Resolusi 7.5 x 7.5 m
11. Peta Rupa Bumi 1 : 50.000 2009 Badan Informasi
Geospasial
11

Pengolahan Dan Analisis


1). Perhitungan USLE dan Penyusunan Tiap Layer Peta
a. Perhitungan dan Penyusunan layer peta indeks erosivitas hujan (R)

Layer indeks erosivitas hujan dibuat dari peta sebaran curah hujan

tahunan, dimana petanya diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika)

Bandung pada tahun 2011.Nilai indeks erosivitas hujan diperoleh dengan

menghitung besarnyaenergi kinetik hujan (Ek) yang ditimbulkan oleh intensitas

hujan maksimum selama 30 menit (EI30). Dalam penelitian ini, erosivitas hujan

dihitung menggunakan persamaan 3 (Wiersum dan Ambar, 1979; dalam Ambar,

1986) dalam bab III. Intensitas curah hujan diperoleh dari data curah hujan yang

dipublikasikanoleh BMG, setelah dianalisis menggunakan metode Thiessen.

Perhitungan indeks erosivitas hujan (R) langsung dilakukan dalam

perangkat lunak SIG, dan dapat juga dilakukan pengolahannya tabelnya pada

perangkat lunak MS Excel 2007. Distribusi spasial indeks erosivitas curah hujan

di daerah penelitian ditampilkan dalam gambar 4 di bawah ini. Sedangkan hasil

perhitungan indeks Erosivitas hujannya, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

(Kolom Indeks Erosivitas Hujan(IE30)).


12

Gambar 4. Peta Sebaran Indeks Erosivitas Hujan di Wilayah Penelitian

b. Penyusunan Indeks erodibilitas tanah (K)

Indeks erodibilitas tanah diperoleh dari publikasi Departemen

Kehutanan(1985) yang kriterianya ditampilkan dalam Tabel 2. Erodibilitas tanah

juga ditentukan oleh jenis batuan yang menjadi sumber material pelapukannya.

Hasil konversi formasi geologi menjadi indeks erodibilitas secara spasial tersebut

sebarannya disajikan pada gambar 5 di bawah ini, dan nilai indeks erodibilitas

tanahnya dapat dilihat pada lampiran (Kolom Erodibilitas Tanah (K)).


13

Gambar 5. Peta Sebaran Indeks Erodibilitas Tanah (K) di Wilayah Penelitian

134

c. Penyusunan Indeks Topografi (LS)

Penentuan Indeks topografi (LS) digunakan berdasarkan kriteria yang di


publikasikan oleh Departemen Kehutanan (1986) yang kriterianya ditampilkan
pada tabel 3 di atas. Kondisi bentangalam di daerah penelitian juga berperan
dalam penentuan indeks topografi. Kemiringan lereng terendah di daerah
penelitian 0% dan tertinggi 55% lebih maka harga indeks LS berkisar dari 0,25
sampai dengan 12. Peta sebaran indeks LS ditampilkan dalam gambar peta
(Gambar 6) di bawah ini, dan hasil konversi indeks LS selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran di bawah (Kolom Indeks Topografi (LS).
14

Gambar 6. Peta Sebaran Indeks Topografi (LS) di Wilayah Penelitian

d. Penyusunan Indeks penggunaan dan pengelolaan lahan (CP)


Penentuan Indeks penggunaan dan pengelolaan lahan (CP), indeksnya
mengacu pada kriteriayang dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan (1985),
seperti ditampilkan pada Tabel 4di atas. Harga beragam indeks faktor erosi
dikaitkan dengan data spasial pada masing-masing layer atau file (dalam
perangkat lunak ArcGIS 10). Konversi data indeks CP dilakukan menggunakan
fasilitas “open atribut table” yang ada dalam perangkat lunak ArcGIS. Distribusi
spasial hasil konversi tiap luasan indeks ditampilkan dalam gambar peta (gambar
7) di bawah ini. Sedangkan hasil konversi indeks CP selengkapnya disajikan pada
Lampiran (Kolom Indeks CP).
15

Gambar 7. Peta Sebaran Indek Penggunaan dan Pengolahan Lanah (CP) di


wilayah penelitian

e. Perhitungan USLE dan Overlay Peta


Dari hasil perhitungan dan konversi indeks tiap layer peta yang telah di
uraikan di atas, selanjutnya layer-layer tersebut digabungkan menjadi satu layer
dengan metoda intersect atau union yang dapat dilakukan pada software ArcGIS.
Setelah menggabung seluruh layer peta indeks, selanjutnya pada dialog menu
atribut table (ArcGIS) dilakukan perkalian seluruh indeks (Indeks Erosivitas
hujan x Indeks Erodibilitas tanah x indeks LS x indeks CP). Hasil perhitungan
seluruh nilai indeks antar layer peta tersebut selengkapnya disajikan pada
lampiran kajian ini.
16

Hasil perkalian di atas selanjunya dikelompokkan distribusi tingkat potensi


risiko erosinya, dimana pengelompokkan mengacu pada kriteria pengelompokkan
distribusi tingkat erosi berdasarkan RKLT 1985, Buku II Departemen Kehutanan
Tahun 1985 yang telah diuraikan sebelumnya.
Dari hasil pengelompokkan tersebut dapat dilihat bahwa distribusi kelas
rawan erosi I adalah 24,164% (19251,87861 Ha), distribusi kelas rawan erosi II
adalah 3,957% (3153,156885 Ha), distribusi kelas rawan erosi III adalah 19,463
(15506,9174 Ha), distribusi kelas rawan erosi IV adalah 51,424% (40969,80115
Ha), dan distribusi kelas rawan erosi V adalah 1,323% (788,484866 Ha). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar wilayah penelitian merupakan
wilayah rawan erosinya tinggi (kelas tingkat rawan IV).
Hasil perhitungan prosentasi sebaran besaran Erosi berdasarkan luas
tersebut di atas selengkapnya dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Prosentasi Luas Sebaran Berdasarkan Besaran Erosi di Wilayah


Penelitian

LUAS
KLS TINGKAT PROSENTASI
NO. WILAYAH SEBARAN
RAWAN KERAWANAN METER HEKTAR LUAS (%)
(m2) (Ha)
Meliputi bebagian besar Batujajar,
Sangat
1 I 192518786,1 19251,87861 24,164 Ciwidey, Ciranjang, Sebagian kecil
Rendah Erosi
Cililin
Meliputi sebagian besar Bojong picung,
2 II Redah Erosi 31531568,85 3153,156885 3,957 sebagian kecil Batujajar, Gn Halu dan
Ciwidey
Meliputi sebagian kecil Sindangkerta,
Gn. Halu, Pasir Jambu, Rancabali,
3 III Sedang Erosi 155069174 15506,9174 19,464
Cipatat, Bojongpicung,
Campakamulya, Pagelaran
Meliputi sebagian besar Cililin, Gn.
Halu, Cipatat, Bojongpicung, Rongga,
4 IV Tinggi Erosi 409698011,5 40969,80115 51,424
Pagelaran, Ranca Bali dan Pasir
Jambu
Meliputi sebagian kecilr Cililin, Gn.
Sangat Tinggi Halu, Cipatat, Bojongpicung, Rongga,
5 V 7884848,66 788,484866 1,323
Erosi Pagelaran, Ranca Bali dan Pasir
Jambu.

Untuk lebih jelasnya sebaran wilayah sebaran potensi rawan risiko erosi
ini selengkapnya akan di uraikan dalam peta penyusunan peta potense kerawanan
erosi di bawah ini.
17

f. Penyusunan Peta Zona Risiko Potensi Erosi berdasarkan hasil perhitungan


USLE
Dari hasil perhitungan USLE dan penditribusian kelas erosi pada peta hasil
tumpang susun (overlay) dari semua layer di atas, selanjutnya dapat dibuat peta
sebaran zona tingkat potensi risiko erosi berdasarkan hasil klasifikasi zona
potensi risiko erosi tersebut. Sistem GIS dengan perangkat lunak ArcGIS 10
memiliki fungsi dalam membantu mempermudah kita dalam mengolah dan
menganalisis data spasial berbentuk peta. Gambaran tahapan pengolahan dari
awal hingga akhir (output), selengkapnya dapat dilihat pada gambar 8 di bawah
ini.

Gambar 8. Kegiatan Tahapan Analisis Zona Besaran longsor/Erosi di Wilayah


Wilayah Penelitian

Hasil pengolahan dan analisis spasial di atas tersebut berupa peta zona
potensi risiko bencana longsor/erosi diwilayah kajian seperti disajikan pada
gambar 9 di bawah ini.
18
19

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan
Kawasan Penelitian Bandung Barat bagian selatan merupakan bentang alam
berupa daerah perbukitan berelief datar hingga perbukitan berelief kasar. Secara
geomorfologi dapat dibedakan menjadi 5 satuan, yaitu daerah pedataran, perbukitan
berelief halus, perbukitan berelief sedang, perbukitan berelief agak kasar, dan
perbukitan berelief kasar.
Hasil perhitungan besaran erosi dengan metoda USLE diperoleh luasan
berdsarkan prosentase, dimana yang masuk kedalam kelas rawan I (Sangat rendah
erosi) sebesar 24,164 % dengan luas 192518786,1 m2, kelas rawan II (Rendah
erosi) sebesar 3,957% m2 dengan luas , kelas rawan III (Erosi sedang) sebesar
19,464 m2 dengan 155069174,00 m2, kelas rawan IV (Erosi tinggi) sebesar
51,424 % dengan luas 409698011,5 m2, dan kelas rawan V (Erosi sangat tinggi)
sebesar 1,323 % dengan luas 7884848,66 m2. Dengan demikian di wilayah
penelitian 51 % lebih wilayahnya merupakan daerah yang berisiko erosinya tinggi
seperti diperlihatkan pada gambar 9 di atas.
Dari sejarah kegempaan didaerah ini pun tercatat adanya titik kegempaan
meskipun kekuatannya kecil. Tetapi kondisi morfologi memperlihatkan adanya
tektonik aktif pada perbukitan segitiga yang diduga merupakan jalur patahannya
dengan gawir sesar berupa triangular facet. Sehingga jika gawir ini merupakan
jalur patahan aktif maka daerah kajian bagian tengah sampai selatan merupakan
daerah yang rawan aktivitas gempa bumi dan gerakan tanah.

Rekomendasi
Hasil analisis spasial memperlihatkan bahwa di daerah kajian sebagian
besar merupakan daerah rawan longsor/erosi sedang hingga tinggi, apalagi pada
alur patahan aktif, maka daerah yang dilalui jalur ini sebaiknya mendapat
perhatian yang khusus dalam pengembangan wilayahnya dan disarankan pada
masyarakat disarankan tidak bermukim pada zona merah (zona erosi sangat
tinggi).
20

DAFTAR PUSTAKA

Ambar, Supriyo. 1986. Aspek Vegetasi dan Tataguna Lahan dalam Proses Erosi
di Daerah Tampung Waduk Jatiluhur Jawa Barat. Bandung: Disertasi,
Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. 301 h.
Anthoni, J. Floor. 2000. Soil: erosion and conservation. Melalui
<www.seafriends.org.nz/enviro/soil/erosion.htm> [02/01/2006].
Aronoff, Stan. 1989. Geographic Information Systems: A Management
Perspective. Ottawa: WDL Publications. 294 p.
Bouyoucos, G.J. 1935. The Clay Ratio as a Criterion of Susceptibility of Soil to
Erosion. Journal of The American Society of Agronomy 27: 738-741.
El-Swaify, S. A., Dangler, E. W. & Armstrong, C. L. 1982. Soil Erosion by Water
in the Tropics. Honolulu: Department of Agronomy and Soil Science,
University of Hawai.
Edi Hidayat, Puguh Dwi Raharjo 2009, Penggunaan Data SRTM untuk Analisis
Geomorfologi Tektonik Sesar Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,
Prosiding Simposium Sains Geoinformasi - I : Meningkatkan Peran dan
Kualitas Data Spasial untuk Melayani Masyarakat, PUSPICS Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 17-18 November 2009.
ISBN 978-979-98521-3-7.
ESRI, 1994, Arc/Info Data Management : Concept, Data Models, Databasae
design, and Storage,USA: Environmental System Research Institute, Inc.
Haryanto, Edi Tri. 1994. Erosion Mapping and Monitoring Using Remote Sensing
and GIS Techniques. Enschede: Master of Science in Applied
Geomorphology and Engineering Geology, ITC.
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No : 1452 K/10/MEM/2000
Tentang Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah.
Koesmono, M. Kusnama, Suwarna, N. 1993. Peta Geologi Lembar
Sindangbarang dan Bandarwaru Sekala 1 : 100.000. Bandung : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Sabins, Floyd F. 1986. Remote Sensing: Principles and Interpretation. New York:
W.H. Freeman and Company, 2nd Edition. 449 p.
Sjafrudin, Achmad. 2003. Erosion and Aquatic Weeds Problems in The Saguling
Dam West Java. Mathematica et Natura Acta, Vol. 2, No. 3: 22-38.
Sugalang, 2011. Bahaya Gerakan Tanah di Indonesia (Kasus Jabar). Bandung :
Puslitbang Geologi.
Sutedjo, Mul Mulyani dan Kartasapoetra, A.G. 1987. Pengantar IlmuTanah,
Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Jakarta: PT. Bina Aksara. 152 h.
LAMPIRAN
HASIL PERHITUNGAN BESARAN EROSI DENGAN MENGGUNAKAN METODA USLE

INDEKS TOPOGRAFI INDEKS EROSIVITAS HUJAN


ERODIBILITAS TANAH (K) (LS) (IE30) INDEKS CP POTENSI KERAWANAN EROSI ( USLE )
ID
RATA2-CURAH EROSI
Simbol Nm_Batuan USCS K SLOPE LS IE30 LAND_USE CP KLS_EROSI TK_EROSI
HUJAN/TH (Ton/Ha/Th)
Loam
1 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Lempungan 0,040 35-50% 7,500 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 269,1910 IV Tinggi Erosi
Loam
2 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Lempungan 0,040 35-50% 7,500 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 35,8921 II Rendah Erosi
Loam
3 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Lempungan 0,040 >50% 12,000 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 57,4274 III Sedang Erosi
Loam
4 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Lempungan 0,040 >50% 12,000 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 430,7056 IV Tinggi Erosi
Loam
5 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Lempungan 0,040 >50% 12,000 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 57,4274 III Sedang Erosi
Loam
6 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Lempungan 0,040 0-5% 0,250 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 8,9730 I Sangat Rendah Erosi
7 Danau Danau/Air Lempung 0,020 35-50% 7,500 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 17,9461 I Sangat Rendah Erosi
8 Danau Danau/Air Lempung 0,020 >50% 12,000 3500 2991,011 Gedung 0,600 430,7056 IV Tinggi Erosi
9 Danau Danau/Air Lempung 0,020 >50% 12,000 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 28,7137 II Rendah Erosi
10 Danau Danau/Air Lempung 0,020 0-5% 0,250 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 0,5982 I Sangat Rendah Erosi
11 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 4710,8423 V Sangat Tinggi Erosi
12 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 628,1123 IV Tinggi Erosi
13 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3500 2991,011 Pemukiman 0,600 9421,6847 V Sangat Tinggi Erosi
14 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3500 2991,011 Tegalan/Ladang 0,750 11777,1058 V Sangat Tinggi Erosi
15 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3400 2897,983 Belukar/Semak 0,300 4564,3232 V Sangat Tinggi Erosi
16 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3400 2897,983 Kebun/Perkebunan 0,040 608,5764 IV Tinggi Erosi
17 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 5-15% 1,200 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 100,4980 III Sedang Erosi

1
2

18 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 5-15% 1,200 3500 2991,011 Pemukiman 0,600 1507,4695 V Sangat Tinggi Erosi
19 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 5-15% 1,200 3500 2991,011 Tegalan/Ladang 0,750 1884,3369 V Sangat Tinggi Erosi
20 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 5-15% 1,200 3400 2897,983 Kebun/Perkebunan 0,040 97,3722 III Sedang Erosi
21 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 15-35% 4,250 3400 2897,983 Belukar/Semak 0,300 2586,4498 V Sangat Tinggi Erosi
22 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 15-35% 4,250 3400 2897,983 Kebun/Perkebunan 0,040 344,8600 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
23 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Hutan 0,030 683,5933 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
24 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Kebun/Perkebunan 0,040 911,4578 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
25 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Hutan 0,030 706,9107 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
26 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Kebun/Perkebunan 0,040 942,5475 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
27 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 15-35% 4,250 3300 2805,201 Hutan 0,030 250,3642 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
28 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 15-35% 4,250 3300 2805,201 Kebun/Perkebunan 0,040 333,8189 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
29 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 15-35% 4,250 3300 2805,201 Tegalan/Ladang 0,750 6259,1047 V Sangat Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
30 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Hutan 0,030 637,1571 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
31 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Kebun/Perkebunan 0,040 849,5427 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
32 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Hutan 0,030 614,0421 IV Tinggi Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU
33 Qlkd BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Kebun/Perkebunan 0,040 818,7228 IV Tinggi Erosi
34 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 35-50% 7,500 2900 2436,675 Kebun/Perkebunan 0,040 511,7018 IV Tinggi Erosi
35 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 35-50% 7,500 2900 2436,675 Pemukiman 0,600 7675,5263 V Sangat Tinggi Erosi
Sawah Tadah
36 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 35-50% 7,500 2900 2436,675 Hujan 0,050 639,6272 IV Tinggi Erosi
37 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Hutan 0,030 233,8710 III Sedang Erosi
38 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Kebun/Perkebunan 0,040 311,8280 IV Tinggi Erosi
39 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Pemukiman 0,600 4677,4194 V Sangat Tinggi Erosi
3

40 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Tegalan/Ladang 0,750 5846,7742 V Sangat Tinggi Erosi
Sawah Tadah
41 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Hujan 0,050 389,7849 IV Tinggi Erosi
42 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3200 2712,672 Hutan 0,030 242,1060 III Sedang Erosi
43 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2900 2436,675 Hutan 0,030 217,4732 III Sedang Erosi
44 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2900 2436,675 Kebun/Perkebunan 0,040 289,9643 IV Tinggi Erosi
45 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2900 2436,675 Pemukiman 0,600 4349,4649 V Sangat Tinggi Erosi
Sawah Tadah
46 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2900 2436,675 Hujan 0,050 362,4554 IV Tinggi Erosi
47 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2800 2345,234 Hutan 0,030 209,3121 III Sedang Erosi
48 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2800 2345,234 Kebun/Perkebunan 0,040 279,0828 IV Tinggi Erosi
49 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2800 2345,234 Pemukiman 0,600 4186,2427 V Sangat Tinggi Erosi
Sawah Tadah
50 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2800 2345,234 Hujan 0,050 348,8536 IV Tinggi Erosi
51 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Hutan 0,030 637,1571 IV Tinggi Erosi
52 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Kebun/Perkebunan 0,040 849,5427 IV Tinggi Erosi
53 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Tegalan/Ladang 0,750 15928,9263 V Sangat Tinggi Erosi
Sawah Tadah
54 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Hujan 0,050 1061,9284 V Sangat Tinggi Erosi
55 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 7537,3477 V Sangat Tinggi Erosi
56 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Gedung 0,600 15074,6954 V Sangat Tinggi Erosi
57 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Hutan 0,030 753,7348 IV Tinggi Erosi
58 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 1004,9797 V Sangat Tinggi Erosi
59 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Pemukiman 0,600 15074,6954 V Sangat Tinggi Erosi
60 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Tegalan/Ladang 0,750 18843,3693 V Sangat Tinggi Erosi
61 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Hutan 0,030 614,0421 IV Tinggi Erosi
62 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Kebun/Perkebunan 0,040 818,7228 IV Tinggi Erosi
63 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Pemukiman 0,600 12280,8420 V Sangat Tinggi Erosi
4

64 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Tegalan/Ladang 0,750 15351,0525 V Sangat Tinggi Erosi
Sawah Tadah
65 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Hujan 0,050 1023,4035 V Sangat Tinggi Erosi
66 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2800 2345,234 Kebun/Perkebunan 0,040 787,9986 IV Tinggi Erosi
67 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2800 2345,234 Pemukiman 0,600 11819,9794 V Sangat Tinggi Erosi
68 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2800 2345,234 Tegalan/Ladang 0,750 14774,9742 V Sangat Tinggi Erosi
Sawah Tadah
69 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2800 2345,234 Hujan 0,050 984,9983 IV Tinggi Erosi
70 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Hutan 0,030 660,3416 IV Tinggi Erosi
71 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Kebun/Perkebunan 0,040 880,4554 IV Tinggi Erosi
72 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Pemukiman 0,600 13206,8311 V Sangat Tinggi Erosi
73 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Tegalan/Ladang 0,750 16508,5389 V Sangat Tinggi Erosi
Sawah Tadah
74 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Hujan 0,050 1100,5693 V Sangat Tinggi Erosi
75 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Belukar/Semak 0,300 6835,9334 V Sangat Tinggi Erosi
76 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Hutan 0,030 683,5933 IV Tinggi Erosi
77 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Kebun/Perkebunan 0,040 911,4578 IV Tinggi Erosi
78 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Tegalan/Ladang 0,750 17089,8336 V Sangat Tinggi Erosi
79 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Belukar/Semak 0,300 7069,1065 V Sangat Tinggi Erosi
80 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Hutan 0,030 706,9107 IV Tinggi Erosi
81 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Kebun/Perkebunan 0,040 942,5475 IV Tinggi Erosi
82 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3400 2897,983 Belukar/Semak 0,300 7302,9172 V Sangat Tinggi Erosi
83 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3400 2897,983 Hutan 0,030 730,2917 IV Tinggi Erosi
84 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3400 2897,983 Kebun/Perkebunan 0,040 973,7223 IV Tinggi Erosi
85 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3400 2897,983 Tegalan/Ladang 0,750 18257,2929 V Sangat Tinggi Erosi
86 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Hutan 0,030 233,8710 III Sedang Erosi
87 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3200 2712,672 Hutan 0,030 242,1060 III Sedang Erosi
5

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU Loam
3934 Ql BERSIFATA TUFAAN Lempungan 0,040 5-15% 1,200 1900 1536,828 Sawah Irigasi 0,050 3,6884 I Sangat Rendah Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU Loam
3935 Ql BERSIFATA TUFAAN Lempungan 0,040 5-15% 1,200 1900 1536,828 Air Tawar 0,050 3,6884 I Sangat Rendah Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU Loam
3936 Ql BERSIFATA TUFAAN Lempungan 0,040 5-15% 1,200 1900 1536,828 Sawah Irigasi 0,050 3,6884 I Sangat Rendah Erosi
ENDAPAN-ENDAPAN DANAU Loam
3937 Ql BERSIFATA TUFAAN Lempungan 0,040 5-15% 1,200 1900 1536,828 Air Tawar 0,050 3,6884 I Sangat Rendah Erosi

Catatan :
Keseluruhan data hasil perhitungan besaran erosi tiap zona potensi erosi/longsor pada tabel di atas baik hardcopy maupun
softcopy selengkapnya ada pada dokumen penulis.

Anda mungkin juga menyukai