Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.

1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

KAJIAN GERAKAN TANAH DAN PENANGGULANGANNYA


PADA RUAS JALAN WOROTICAN – POOPO – SINISIR
PROPINSI SULAWESI UTARA
Feliks Ricardo Pasla1)
Oktovian B. A. Sompie2), Steeva G. Rondonuwu2)
1)
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kab.Minahasa Selatan
2)
Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado
felikspasla75@gmail.com

ABSTRAK
Bencana Alam merupakan kejadian yang tidak bisa diprediksi kapan, dimana akan terjadi dan siapa
saja yang akan menjadi korban. Salah satu kejadian pada bulan Desember Tahun 2000 dimana ruas
jalan Worotican – Poopo – Sinisir, tepatnya dari Desa Wakan sampai Desa Pontak terputus akibat
gerakan tanah (tanah longsor), sehingga melumpuhkan perekonomian masyarakat yang ada di
daerah Kecamatan Kumelembuai, Kecamatan Motoling Timur, Kecamatan Motoling, Kecamatan
Motoling Barat, Kecamatan Ranoyapo dan sekitarnya. Ruas jalan ini rawan terhadap gerakan tanah
dan belum ada penelitian serta upaya penanggulangan secara teknis. Oleh sebab itu dilakukan
penelitian untuk mengetahui kondisi alam dan penyebab terjadinya gerakan tanah (tanah longsor).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya gerakan tanah (tanah longsor),
menentukan daerah rawan longsor agar diketahui bentuk penanganan yang akan dilakukan dan
memeriksa sifat fisik dan mekanis tanah dan batuan dengan pengujian laboratorium serta
menentukan faktor aman lereng dengan software SLOPE/W. Berdasarkan hasil analisa dapat
diketahui bahwa penyebab terjadinya gerakan tanah (tanah longsor) adalah curah hujan yang tinggi,
dan faktor manusia. Tipe gerakan tanah pada lokasi penelitian adalah tipe rotasi (rotational).
Penanggulangan sebagai aspek mitigasi dapat dilakukan dengan cara non fisik dan melakukan
penanganan yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada pada ruas jalan tersebut, diantaranya
dengan cara pelandaian lereng dan penanaman pohon (Bio Engineering). Penanggulangan secara
mekanis dilakukan di STA 19 + 000, yakni dengan mamasang tembok penahan. Penanggulangan
secara fisis (fisis lereng) dilakukan terhadap STA 19 + 200,, STA 24 + 300, STA 26 + 600 dan 26 +
800.
Kata kunci: Bencana Alam, Gerakan Tanah, Longsor, Lereng, Penanggulangan

PENDAHULUAN karena baru kali ini terjadi tanah longsor besar


sejak dibangunnya ruas jalan tersebut.
Latar Belakang Masalah Bencana tanah longsor tidak hanya
Bencana Alam merupakan kejadian yang menimbulkan kerusakan lingkungan
tidak bisa diprediksi kapan, dimana akan sekitarnya, akan tetapi juga menimbulkan
terjadi dan siapa saja yang akan menjadi kerugian harta benda dan melumpuhkan
korban. Salah satu kejadian pada bulan perkonomian masyarakat. Ini merupakan salah
Desember Tahun 2000 dimana ruas jalan satu kejadian bencana alam yang terjadi ruas
Worotican – Poopo – Sinisir, tepatnya dari jalan Worotican – Poopo – Sinisir, masih
Desa Wakan sampai Desa Pontak terputus banyak lagi kejadian-kejadian yang belum
akibat gerakan tanah (tanah longsor), sehingga diungkapkan.
melumpuhkan perekonomian masyarakat yang Badan Penanggulangan Bencana Daerah
ada di daerah Kecamatan Kumelembuai, (BPBD) Kabupaten Minahasa Selatan
Kecamatan Motoling Timur, Kecamatan menyebutkan bahwa 80% wilayah Minahasa
Motoling, Kecamatan Motoling Barat, Selatan rawan longsor. Lereng pegunungan
Kecamatan Ranoyapo dan sekitarnya. atau dataran tinggi di Kabupaten Minahasa
Kejadian ini sangat meresahkan masyarakat, Selatan yang rawan terjadi longsor, lahan

81
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

tersebar di 9 (sembilan) kecamatan. 1. Bagaimana kondisi geomorfologi,


Kesembilan kecamatan tersebut, meliputi hidrologi, geologi, dan tata guna lahan di
Kecamatan Tareran, Ranoyapo, Maesaan, daerah penelitian yang menyebabkan
Tompaso Baru, Tenga, Modoinding, terjadinya gerakan tanah;
Amurang, Suluun-Tareran dan Motoling 2. Tipe dan ciri gerakan tanah yang terjadi di
Timur. Permasalahan tersebut perlu disikapi daerah penelitian;
dengan adanya suatu penelitian tentang 3. Faktor-faktor yang menjadi penyebab
mitigasi bencana tanah longsor. terjadinya gerakan tanah;
Kejadian tanah longsor pada ruas jalan 4. Aspek mitigasi.
Worotican – Poopo – Sinisir menarik bagi
penulis untuk melakukan penelitian. Ada Batasan Masalah
beberapa faktor yang dapat menyebabkan Berdasarkan perumusan masalah yang
terjadinya tanah longsor antara lain: dipaparkan, maka batasan masalah di dalam
1. curah hujan yang tinggi, penelitian ini sebagaiberikut:
2. kemiringan lereng yang terjal, 1. Data yang digunakan sesuai dengan yang
3. Pelapukan batuan, ada di lokasi penelitian yakni, ruas jalan
4. tataguna lahan, Worotican – Poopo – Sinisir yang berada
5. getaran. pada wilayah Kecamatan Motoling Timur
Lokasi Penelitian berada pada ruas jalan dan Kecamatan Motoling, Kabupaten
Worotican – Poopo – Sinisir yang berada pada Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi
wilayah Kecamatan Motoling Timur dan Utara.
Kecamatan Motoling, Kabupaten Minahasa 2. Data primer yang diperoleh langsung dari
Selatan, Propinsi Sulawesi Utara. Status ruas investigasi / pengamatan lapangan dan
jalan ini adalah jalan Propinsi Sulawesi Utara pengujian laboratorium.
yang menghubungkan Kabupaten Minahasa 3. Penanganan bencana tanah longsor pada
Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow ruas jalan Worotican – Poopo – Sinisir
Timur, yang berjarak ± 142,26 km (lewat dititik beratkan pada aspek mitigasi non-
Modoinding). Kondisi ruas jalan umumnya struktur.
berkelok-kelok sesuai dengan keadaan
alamnya yang berbukit dan sebagian Tujuan Penelitian
permukaan jalan sudah tertutupi dengan Adapun yang menjadi tujuan dari
konstruksi Aspal Hotmix. Untuk mencapai penelitian ini yaitu:
lokasi penelitian dari Kota Manado di 1. Untuk mengetahui mekanisme longsoran.
butuhkan waktu ± 2 jam perjalanan dengan 2. Menganalisis factor keamanan lereng
menggunakan kendaraan bermotor roda 2 atau menggunakan Slope/W.
roda 4. Panjang lokasi kajian ±8 KM. 3. Membuat peta rawan bencana tanah
longsor.
Rumusan Masalah
Ruas jalan Worotican – Poopo – Sinisir Manfaat Penelitian
berada pada daerah dekat dengan Gunung Berdasarkan tujuan penelitian maka
Lolombulan, sebagian besar wilayahnya manfaat yang dapat diambil adalah sebagai
tersusun oleh endapan koluvial yang sudah berikut:
melapuk pada lapisan permukaan. Jenis 1. Dapat mengetahui penyebab terjadinya
batuan di lokasi penelitian adalah batuan gerakan tanah, serta mekanisme dan tipe
sedimen, dengan jenis batu lempung yang longsoran.
suda lapuk dengan kelerengan yang sedang 2. Dapat mengetahui bagaimana mitigasi
sampai terjal, sehingga pada musim hujan bencana di lokasi penelitian serta membuat
mempunyai potensi untuk terjadi gerakan peta rawan bencana gerakan tanah.
tanah dan batuan. Gerakan tanah dan batuan 3. Memberikan informasi kepada Pemerintah
yang berpotensi terjadi di daerah penelitian Daerah Propinsi Sulawesi Utara tentang
adalah longsoran. Permasalahan bencana alam hasil Penelitian sebagai aspek mitigasi.
gerakan tanah dan mitigasinya yang diangkat
dalam penelitian ini adalah:
TINJAUAN PUSTAKA

82
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

Varnes (1978) mengklasifikasi tanah


Pengertian Gerakan Tanah / Tanah longsor menjadi 6 tipe yaitu fall
Longsor (runtuhan/jatuhan), topple (robohan/
Pengertian gerakan tanah (mass jungkiran), slides (longsoran), lateral spread
movement) dengan longsoran (landslide) (pencaran/hamparan lateral), flow (aliran) dan
mempunyai kesamaan. Gerakan tanah adalah complex/compound (kompleks atau
perpindahan massa tanah atau batu pada arah gabungan). Lebih jelasnya klasifikasi tanah
tegak, mendatar atau miring dari kedudukan longsor menurut Varnes (1978) disajikan
semula, gerakan tanah mencakup gerak dalam Tabel 1.
rayapan dan aliran maupun longsoran. Dari Klasifikasi Tanah Longsor (landslide)
definisi gerakan tanah dapat disimpulkan lebih jelasnya dijelaskan sebagai berikut:
bahwa longsoran adalah bagian dari gerakan a. Jatuhan (Fall) adalah jatuhan atau massa
tanah. (Pangular., 1985). Gerakan tanah adalah batuan bergerak melalui udara,termasuk
suatu konsekuensi fenomena dinamis alam gerak jatuh bebas, meloncat dan gerakan
untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan menggelinding bongkah batudan bahan
keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara rombakan tanpa banyak bersinggungan satu
alamiah maupun akibat ulah manusia dengan yang lain. Jenis Longsoran Jatuhan
(Suryolelono, 2001). Tanah longsor dapat juga (Fall) dapat dilihat pada Gambar 1.
diartikan sebagai suatu bentuk erosi dimana b. Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar
pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi batuan atau material lain bergerak ke
pada suatu saat dalam volume yang relatif bawah dengan cara jatuh bebas.Umumnya
besar. Varnes (1978) secara definitif juga terjadi pada lereng yang terjal hingga
menerapkan istilah tanah longsor ini untuk menggantung, terutama di daerah pantai.
seluruh jenis gerakan tanah. Gerakan tanah Batu-batu besar yang jatuh dapat
merupakan salah satu proses geologi yang menyebabkan kerusakan yang parah.
terjadi akibat interaksi beberapa kondisi antara
lain geomorfologi, struktur geologi, Tabel 1. Klasifikasi Tanah Longsor
hidrogeologi dan tata guna lahan. Kondisi
tersebut saling berpengaruh sehingga
mewujudkan kondisi lereng yang cenderung
bergerak (Karnawati, 2001).

Klasifikasi Gerakan Tanah / Tanah


Longsor
Para peneliti umumnya mengklasifikasi-
kan jenis-jenis longsoran berdasarkan pada
jenis gerakan materialnya. Klasifikasi yang
diberikan oleh HWRBLC, Highway Research
Board Landslide Committee (1978), mengacu
kepada Varnes (1978) yang berdasarkan:
a. Material yang nampak,
b. Kecepatan perpindahan material yang
bergerak,
c. Susunan massa yang berpindah, Sumber: Varnes, (1978)
d. Jenis material dan gerakannya.
Berdasarkan definisi dan klasifikasi c. Robohan (topples) adalah robohnya batuan
longsoran Varnes (1978 dalam Hansen, 1984), umumnya bergerak melalui bidang-bidang
maka disimpulkan bahwa gerakan tanah (mass diskontinyu yang sangat tegak pada lereng.
movement) adalah gerakan perpindahan atau Bidang diskontinyu ini berupa retakan pada
gerakan lereng dari bagian atas atau batuan seperti pada runtuhan. Robohan ini
perpindahan massa tanah maupun batu pada biasanya terjadi pada batuan dengan
arah tegak, mendatar atau miring dari kelerengan sangat terjal sampai tegak,
kedudukan semula. seperti pada Gambar 2.

83
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

Gambar 1 Jenis Longsoran Jatuhan (Fall) Gambar 3. Jenis Longsoran Rotasi

d. Longsoran-longsoran gelinciran (slides), 2) Longsoran Translasi


adalah gerakan yang disebabkanoleh Longsoran translasi adalah bergeraknya
keruntuhan melalui satu atau beberapa massa tanah dan batuan pada bidang
bidang yang dapat diamatiataupun diduga. gelincir berbentuk rata atau
Longsoran (Slide) adalah gerakan bergelombang landai, seperti pada
menuruni lereng oleh material penyusun Gambar 4.
lereng, melalui bidang gelincir pada lereng.
Seringkali dijumpai tanda-tanda awal
gerakan berupa retakan berbentuk lengkung
tapal kuda pada bagian permukaan lereng
yang mulai bergerak. Longsoran gelinciran
(slides) dibagi menjadi dua jenis. Bidang
gelincir ini dapat berupa bidang lengkung
ke atas (rotasi) ataupun berupa bidang yang
relatif lurus (translasi), selebihnya Gambar 4. Jenis Longsoran Rotasi
mengenai longsoran rotasi dan longsoran
translasi dijelaskan sebagai berikut: e. Gerak horizontal/Pencaran lateral (lateral
spread) adalah material tanah atau batuan
yang bergerak dengan cara perpindahan
tranlasi pada bagian dengan kemiringan
landau sampai datar. Lateral spread
merupakan jenislongsoran yang
dipengaruhi oleh gerakan bentangan
material batuan secara horizontal.
Pergerakan terjadi pada lereng yang
tersusun atas tanah lunak dan terbebani
oleh massa tanah di atasnya, seperti pada
Gambar 5. Pembebanan inilah yang
mengakibatkan lapisan tanah lunak tertekan
dan mengembang ke arah lateral.

Gambar 2. Jenis Longsoran Robohan


(Topples)

1) Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya
massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung, seperti pada
Gambar 5. Jenis Longsoran Pencaran lateral
Gambar 3.
(lateral spread)

84
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

f. Aliran (Flows) dan Majemuk (Complex) antara massa yang bergerak dan yang diam
Aliran (flows) yaitu aliran massa yang (disebut bidang gelincir), kedalamanbatas
berupa aliran fluida kental. Aliran pada tersebut dari permukaan tanah sangat penting
bahan rombakan dapat dibedakan menjadi bagi deskripsilongsoran.Klasifikasi tanah
aliran bahan rombakan (debris), aliran longsor yang berkaitan dengan kedalaman
tanah (earth flow) apabila massa yang maksimum material yang longsor diusulkan
bergerak didominasi oleh material tanah oleh Broms, 1975, (dalam Hardiyatmo, 2006)
berukuran butir halus (butir lempung) dan dapat dilihat pada Tabel 2.
aliran lumpur (mud flow) apabila massa
yang bergerak jenuh air. Jenis lain dari Tabel 2. Klasifikasi Longsoran Dengan
aliran ini adalah aliran kering yang biasa Kedalaman
terjadi pada endapan pasir (dry flow).
Gerakannya terjadi di sepanjang lembah
danmampu mencapai ratusan meter
jauhnya. Di beberapa tempatbisa sampai
ribuan meter seperti di daerah aliran sungai
disekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat
menelan korban cukup banyak. Jenis
Longsoran Aliran (Flows) dan Majemuk
(Complex) dapat dilihat pada Gambar 6. Umur gerakan dan derajat aktivitas
longsoran merupakan kondisi yang cukup
penting diketahui. Longsoran aktif selalu
bergerak sepanjang waktu atausepanjang
musim, sedangkan longsoran lama dapat
kembali aktif sepanjangadanya faktor-faktor
pemicu longsoran. Zaruba & Mencl, (1969),
dalam Hardiyatmo, 2006) mempelajari
longsoran-longsoran yang berumur Plistosen
dan menggunakan istilah fosillongsoran untuk
longsoran yang sudah tidak aktif lagi.

Gambar 6. Jenis Longsoran Aliran (Flows) Daya Dukung Tanah


dan Majemuk (Complex) Daya dukung tanah adalah kemampuan
tanah untuk menahan tekanan atau beban
Di alam sering terjadi tanah longsor bangunan pada tanah dengan aman tanpa
dengan mekanisme gabungan dari dua atau menimbulkan keruntuhan geser dan penurunan
lebih jenis tanah longsor. Tanah longsor berlebihan (Najoan, 2002). Daya dukung tanah
tersebut diklasifikasikan sebagai tanah longsor adalah parameter tanah yang berkenaan
gabungan atau kompleks. Longsoran majemuk dengan kekuatan tanah untuk menopang suatu
(complex landslide) merupakan gabungan dari beban di atasnya dengan kata lain daya dukung
dua atau tigajenis. Pada umumnya longsoran tanah adalah kemampuan tanah untuk
majemuk terjadi di alam,tetapi biasanya ada menahan beban konstruksi.
salah satu jenis gerakan yang menonjol atau Daya dukung tanah berhubungan erat
lebih dominan. Menurut Pastuto & Soldati dengan dengan kuat geser tanah. Sebelum
(1997), dalam Hansen (1984) longsoran melakukan pembangunan perlu adanya
majemuk diantaranya adalah bentangan lateral perencanaan pondasi dengan
batuan, tanah maupun bahan rombakan. mempertimbangkan kondisi tanah termasuk
Jenis longsoran translasi dan rotasi paling seberapa mampu atau besar daya dakang
banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan dukung tanahnya. Daya dukung tanah
longsoran yang paling banyak memakan dianalisis agar pondasi tidak mengalami
korban jiwa manusia adalah longsoran keruntuhan geser (shear failure) dan
majemuk (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi penurunan (settlement) berlebih.
Bencana Geologi, 2008). Pada longsoran tipe Tanah yang berada di bawah suatu
translasional maupun rotasional, ada batas konstruksi harus dapat memikul beban yang

85
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

ada di atasnya tanpa mengalami kegagalan Tabel 3. Hubungan antara Sudut Geser Dalam
geser (shear failure) dan dengan penurunan (Das, 1993)
(settlement) yang dapat ditolerir. Daya dukung Sudut Geser Dalam
tanah tersebut ditentukan oleh jenis atau sifat Tipe Tanah
(φ)
dan karakteristik tanah. Daya dukung tanah Pasir : butiran bulat
dipengaruhi oleh jumlah air yang terdapat di  Renggang atau lepas
dalamnya, kohesi tanah, sudut geser dalam, 27o – 30o
 Medium
30o – 35o
dan tegangan efektif tanah.  Padat
35o – 38o
Untuk menghitung daya dukung tanah Pasir : butiran bersudut
berlapis dapat dilakukan pendekatan dari teori  Renggang atau lepas
30o – 35o
Limit Equilibrium Method oleh Terzaghi  Medium
35o – 40o
(1943), Meyerhof (1963), Hansen (1970), dan  Padat
40o – 45o
Kerikil bercampur
Vesic (1973), yaitu dengan asumsi tanah 34o – 48o
pasir
berlapis menjadi tanah homogen (satu lapis), 26o – 35o
Lanau
meskipun kekuatan tiap lapisan tanah cukup
berbeda.
Fungsi dari sistem klasifikasi tanah ialah
Hal itu dilakukan jika ketebalan lapisan
untuk menentukan dan mengindentifikasi
atas relatif tebal dibandingkan dengan lebar
tanah dengan cara yang sistematis guna
pondasi. Sebaliknya, jika tebal lapisan atas
menentukan kesesuaian terhadap pemakaian
relatif tipis dibandingkan dengan lebar
tertentu yang didasarkan pada pengalaman
pondasi, maka asumsi tersebut tidak berlaku.
terdahulu (Bowles, 1999).
Namun pada kenyataan di lapangan, kondisi
tanah homogen jarang dijumpai. Oleh karena
Tabel 4. Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo,
itu, daya dukung pondasi pada tanah berlapis
1992)
perlu ditinjau lebih lanjut. Sedangkan, untuk
tinjauan daya dukung tanah terhadap jarak
antar pondasi, studi dilakukan pada tanah
pasiran homogen.

1. Sudut Geser Dalam/Internal Friction (φ)


Sudut geser dalam merupakan sudut yang
terbentuk dari hubungan antara tegangan
normal dan tegangan geser di dalam material
tanah ataupun bebatuan. Sudut geser dalam
adalah sudut rekahan yang terbentuk jika suatu
material dikenal tegangan atau gaya
2. Tegangan Efektif Tanah
terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya.
Tanah yang mengalami tekanan
Semakin besar sudut geser dalam suatu
mengakibatkan angka pori berkurang dan
material maka material tersebut akan lebih
merubah sifat-sifat mekanik tanah yang lain,
tahan menerima tegangan luar yang
seperti menambah tahanan geser.Tanah yang
dibebankan terhadapnya. Sudut geser dalam
berada dalam air akan dipengaruhi oleh gaya
bersamaan dengan kohesi menentukan
hidrostatis. Berat tanah yang terendam disebut
ketahanan tanah akibat tegangan yang bekerja
berat tanah efektif, dan tegangan yang terjadi
berupa tekanan lateral tanah.
disebut tegangan efektif. Tegangan efektif
Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran
merupakan tegangan yang mempengaruhi kuat
sifat-sifat teknis tanah dengan uji Triaxial.
geser dan perubahan volume atau penurunan
Hubungan antara sudut geser dalam dan jenis
tanah. Penurunan muka air tanah akan
tanah ditunjukkan pada Tabel 3.
menyebabkan kenaikan tegangan efektif pada
tanah, dan apabila besamya tegangan efektif
melampaui tegangan yang diterima tanah
sebelumnya maka tanah akan mengalami
konsolidasi dan kompaksi yang

86
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

mengakibatkan amblesan tanah pada daerah 4. Permeabilitas


konsolidasi normal. Menurut Khashef dan Ismail, (1986)
Kekuatan geser suatu masa tanah secara kualitatif permeabilitas dapat
merupakan perlawanan internal tanah tersebut didefinisikan sebagai kemampuan air atau
per satuan luas terhadap keruntuhan atau cairan lainnya untuk merembes melalui ruang
pergeseran sepanjang bidang geser dalam antar pori. Untuk tanah, permeabilitas
tanah tersebut. Pengetahuan tentang kekuatan dilukiskan sebagai sifat tanah yang
geser tanah dan sifat-sifat fisik tanah lainnya mengalirkan air melalui rongga pori tanah
akan sangat membantu dalam merencanakan (Hardiyatmo, 2006). Permeabilitas tergantung
suatu konstruksi yang sesuai dengan kondisi pada properti tanah atau cairan.
tanahnya, aman, dan ekonomis.
Tegangan geser hanya dapat ditahan oleh 5 Kuat Geser Tanah
butiran-butiran tanah, yaitu oleh gaya-gaya Kuat geser tanah adalah kemampuan
yang berkembang pada bidang singgung antar tanah untuk melawan tegangan geser yang
butiran. Tegangan normal yang bekerja, terjadi pada saat terbebani. Keruntuhan geser
ditahan oleh tanah melalui penambahan gaya (shear failure) tanah terjadi bukan disebabkan
antar butirannya. Jika tanah dalam keadaan karena hancurnya butiran tanah tersebut tetapi
jenuh sempurna, air yang mengisi ruang pori karena adanya gerak relatif antara butiran
dapat juga menahan tegangan normal, dengan tanah tersebut (Hardiyatmo, 2010)
akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan air Parameter kuat geser tanah diperlukan
pori. Pada tanah granuler, seperti tanah pasir untuk analisis-analisis kapasitas dukung tanah,
dan kerikil, secara fisik tegangan efektif stabilitas lereng, dan gaya dorong pada
kadang-kadang disebut tegangan intergranuler. dinding penahan tanah.
Luas bidang kontak antar butiran sangat kecil, Menurut teori Mohr (1910), dalam
dimana untuk butiran bulat kontak antar Hardiyatmo, 2010), kondisi keruntuhan suatu
butirnya berupa sebuah titik. bahan terjadi oleh akibat adanya kombinasi
keadaan kritis dari tegangan normal dan
3. Kohesi (c) tegangan geser.
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara
partikel dalam tanah, dinyatakan dalam satuan Intensitas Curah Hujan
berat per satuan luas. Kohesi juga dikatakan Intensitas curah hujan adalah jumlah
sebagai gaya tarik menarik antar sesama curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi
partikel tanah. Kohesi merupakan parameter hujan atau volume hujan tiap satuan waktu,
kuat geser tanah yang menentukan ketahanan yang terjadi pada suatu kurun waktu air hujan
tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya
bekerja pada tanah. Deformasi ini terjadi intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung
akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan dari lamanya curah hujan dan frekuensi
normal dan tegangan geser yang tidak sesuai kejadiannya. Satuan yang digunakan untuk
dengan faktor aman dari yang direncanakan. menghitung nilai dari intensitas curah hujan
Nilai ini didapat dari uji di laboratorium yaitu adalah mm/jam. Dengan kata lain, intensitas
uji Triaxial dan uji Direct Shear Test. curah hujan ialah rasio jumlah hujan
Bowles (1984) membedakan tingkat (presipitasi) dengan curah hujan dalam waktu
longsor berdasarkan faktor aman dalam Tabel relatif singkat, biasanya dalam waktu 2 jam
5. (Sosrodarsono dan Takeda, 1987).
Menurut Prasetiyowati (2007), hujan
Tabel 5. Nilai FK terhadap bidang longsor diperkirakan sebagai penyebab utama
(Bowles, 1984) terjadinya kelongsoran. Suryolelono (2001),
Faktor aman Kejadian
menjelaskan bahwa meningkatnya kandungan
air dalam tanah dapat disebabkan oleh hujan
FK ≤ 1.07 Longsor sering terjadi selama periode tertentu, sehingga tegangan
1.07 < FK < 1.25 Longsor dapat terjadi efektif menurun dan berakibat tegangan geser
FK ≥ 1.25 Longsor jarang terjadi dalam tanah menurun. Kegagalan pada
beberapa lereng di Pulau Jawa terjadi terutama
dikarenakan oleh akumulasi air dalam tanah

87
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

akibat intensitas curah hujan yang rendah, (resisting forces) adalah kuat geser (shear
dimana kondisinya akan semakin buruk pada strength) tanah atau batuan yang bekerja
musim hujan. Dan untuk mendefinisikan sepanjang bidang gelincir pada lereng.
karakter hujan paling kritis yang memicu Besarnya kuat geser suatu massa tanah atau
kelongsoran lereng, beberapa peneliti batuan dikontrol oleh kohesi ( c ) dan sudut
menganjurkan dipakai hujan deras dengan gesekan dalam antara partikel-partikel
intensitas curah hujan tinggi, adapula yang penyusun tanah atau batuan (Ø). Besarnya nilai
berpendapat bahwa hujan dengan intensitas kohesi tergantung pada kekuatan ikatan antara
curah hujan rendah, durasi panjang yang atom-atom atau molekul-molekul penyusun
terjadi sebelum hujan deras tersebut yang partikel-partikel batuan/ tanah, ataupun
merupakan hujan yang paling kritis pemicu tergantung pada kekuatan sementasi antar
longsor (Karnawati, 2004). partikel-partikel batuan/tanah. Sudut gesekan
dalam merupakan nilai yang mengekspresikan
Pengaruh Hujan Terhadap Mekanisme kekuatan friksi antara partikel- partikel
Lonsoran penyusun batuan/tanah.
Hujan pemicu longsoran adalah hujan Berdasarkan interaksi antara momen-
yang mempunyai curah tertentu, sehingga air momen gaya tersebut di atas, kestabilan suatu
yang dicurahkannya dapat meresap ke dalam lereng dapat diperhitungkan dengan cara
lereng dan mendorong massa tanah untuk membandingkan antara gaya yang menahan
longsor. Secara umum terdapat dua tipe hujan dan gaya yang melongsorkan/meluncurkan.
pemicu longsoran di Indonesia, yaitu tipe Analisis umumnya dilakukan untuk
hujan deras yang berlangsung singkat dan menentukan besarnya angka aman (factor of
hujan normal tapi berlangsung lama. Tipe safety –Fs) dari bidang longsor yang potensial.
hujan deras misalnya adalah hujan yang dapat Menurut Hardiyatmo (2006), ada
mencapai 70 mm/jam atau lebih dari 100 beberapa anggapan yang dibuat dalam analisis
mm/hari. Tipe hujan deras hanya akan efektif stabilitas lereng, yaitu:
memicu longsoran pada lereng-lereng yang 1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang
tanahnya mudah menyerap air, seperti permukaan bidang longsor tertentu dan
misalnya pada tanah lempung pasiran dan dapat dianggap sebagai masalah bidang dua
tanah pasir (Premichit, 1995, dalam Karnawati, dimensi.
1996, 1997). Tipe hujan normal contohnya 2. Massa tanah yang longsor dianggap sebagai
adalah hujan dengan intensitas 20 - 50 mm/hari. benda massif.
Hujan tipe ini bila berlangsung selama 3. Tahanan geser dari massa tanah pada setiap
beberapa minggu hingga beberapa bulan dapat titik sepanjang bidang longsor tidak
memicu longsoran pada lereng yang tersusun tergantung dari orientasi permukaan
oleh tanah yang permeabilitasnya kecil, longsor, atau dengan kata lain kuat geser
misalnya tanah lempung (Karnawati, 2001). tanah dianggap isotropis.
4. Faktor aman didefinisikan dengan
Analisis Stabilitas Lereng memperhatikan tegangan geser rata – rata
Kestabilan pada suatu lereng ditentukan sepanjang bidang longsor potensial, dan
oleh hubungan antara momen gaya yang kuat geser tanah rata – rata sepanjang
melongsorkan/meluncurkan (driving forces) permukaan longsoran. Jadi kuat geser tanah
yang akan membuat massa tanah/batuan mungkin terlampaui di titik – titik tertentu
bergerak ke bawah, dan momen gaya yang pada bidang longsornya padahal faktor
menahan (resisting forces) yang menyebabkan aman hasil hitungan lebihdari 1.
masa tanah/batuan tetap berada di tempatnya.
Gaya-gaya yang melongsorkan/ Mitigasi Gerakan Tanah / Tanah Longsor
meluncurkan (driving forces) atau gaya Prinsip penanggulangan longsoran adalah
penggerak / peluncur, umumnya berupa berat mengurangi gaya pendorong atau menambah
massa material tanah/batuan, beban yang ada gaya penahan. Penanggulangan sangat
pada lereng, tekanan air dalam pori-pori tanah tergantung pada tipe dan sifat gerakan tanah,
(tekanan hidrostatis akibat naiknya permukaan kondisi lapangan dan geologi. Penaggulangan
air dalam lereng), gangguan pada lereng dimaksud untuk menghindari kemungkinan
(getaran), sedangkan gaya-gaya yang menahan

88
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

terjadinya longsoran pada daerah yang sewaktu-waktu longsor bisa terjadi, apalagi
berpotensi longsor (Tumanduk, 2012). pada musim hujan. Ancaman gerakan tanah
(longsor) terdapat pada dua sisi yakni, sisi
kanan terdapat jurang dengan kemiringan >
METODE PENELITIAN 45o dan kedalaman > 10 m, dan sisi kiri
adalah lereng yang di tumbuhi pohon kecil
Lokasi Penelitian sampai besar dengan kemiringan > 45o dan
Lokasi penelitian terletak di ruas jalan ketinggian > 10 m. Dari hasil pengamatan di
raya Worotican – Poopo – Sinisir yang berada lapangan, bukan hanya tanah longsor yang
pada wilayah Kecamatan Motoling Timur dan menjadi ancaman bagi pengguna jalur ini,
Kecamatan Motoling, Kabupaten Minahasa akan tetapi pohon-pohon besar yang berada di
Selatan, Propinsi Sulawesi Utara, lebih atas lereng yang sewaktu-waktu dapat
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7. Panjang tumbang.
lokasi kajian ±8 km. Identifikasi yang dilakukan adalah
terhadap daerah rawan dan daerah yang sudah
terjadi gerakan tanah (longsor). Untuk
memberikan informasi yang lebih jelas
terhadap identifikasi daerah rawan dan daerah
yang sudah terjadi gerakan tanah (longsor),
maka pembahasan akan dibagi dua yakni;
daerah rawan gerakan tanah (longsor), yang
terdapat pada STA. 19 + 200 (Titik koordinat
1.075089N, 124.496416E), STA. 24 + 300
(Titik koordinat 1.042177N, 124.483262E),
STA. 26 + 600 (Titik koordinat 1.025777N,
Gambar 7. Lokasi Penelitian 124.476879E), dan daerah yang sudah terjadi
gerakan tanah (longsor), yakni STA. 19 + 000
Bagan Alir Penelitian (Titik koordinat 1.076963N, 124.496593E),
Bagan alir penelitian diperlihatkan pada dan STA. 26 + 800 (Titik koordinat
Gambar 8. 1.025395N, 124.478192E), dan untuk lebih
memberikan gambaran yang jelas terhadap
titik- titik yang diidentifikasi dapat dilihat pada
Gambar 4.15 peta titik longsor.

Aspek Mitigasi
1. Pembuatan Peta Rawan Longsor
Berdasarkan hasil identifikasi dan
pengamatan lapangan maka untuk lebih
memberikan informasi tentang lokasi yang
rawan terjadinya tanah longsor dapat dilihat
pada peta rawan longsor dengan skala 1 : 5000.
Pembuatan peta rawan longsor ini dibuat
dengan menggunakan progam ArcView GIS
Gambar 8. Bagan alir penelitian. 3.3, kemudian dari peta buat polygon longsoran
sesuai dengan titik dan luasannya sehingga
memberikan informasi sebagai aspek mitigasi
HASIL DAN PEMBAHASAN kepada masyarakat yang melaluinya. Dari hasil
identifikasi lapangan dan diaplikasikan pada
Identifikasi Daerah Gerakan Tanah peta rawan longsor, (lihat gambar peta rawan
Gerakan massa tanah di ruas jalan raya longsor, lampiran 2).
Worotican – Poopo – Sinisir secara umum
menjadi ancaman bagi masyarakat yang 2. Analisa Stabilitas Lereng
menggunakan jalur ini. Hal ini disebabkan oleh Analisis stabilitas lereng di daerah
penelitian dilakukan dengan menggunakan

89
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

program SLOPE/W. Analisa ini untuk menambahkan faktor air tanah dan koefisien
menentukan Faktor aman (Fs) dari suatu gempa Fs=0.60.
lereng. Factor of safety (Fs) atau disebut juga b. Hasil analisa SLOPE/W pada STA 26 +
faktor keamanan lereng merupakan nilai yang 800
mengekspresikan tingkat kestabilan suatu Gambar hasil analisa yang ditunjukan
lereng. Lereng akan tetap stabil jika gaya yang pada Gambar 11 adalah faktor aman tanpa
menahan gerakan lebih besar dari pada gaya memasukan koefisien gempa dan faktor air
yang meluncurkan (Fs>1). Kondisi kritis pada tanah Fs=1.33, serta Gambar 12 menunjukan
lereng terjadi apabila gaya yang menahan hasil analisis dengan menambahkan faktor air
gerakan seimbang dengan gaya yang tanah dan koefisien gempa Fs=0.62.
meluncurkan (Fs=1). Lereng akan mulai
bergerak (tidak stabil) apabila gaya yang
menahan gerakan lebih kecil dibandingkan
dengan gaya yang meluncurkan (Fs<1).
Penggambaran kondisi morfologi/
permukaan longsor di lapangan kedalam lembar
kerja SLOPE/W adalah berdasarkan data
ketinggian yang diukur menggunakan Altimeter
dan berdasarkan peta topografi. Analisis
dilakukan terhadap lokasi yang diidentifikasi
rawan gerakan tanah (tanah longsor), dan yang
sudah terjadi longsor. Nilai kuat geser tanah
dari matriks endapan koluvial pada daerah Gambar 9. Faktor aman 1.26 pada kondisi
penelitian terdiri dari kohesi 12.8 kN/m2 dan dengan koefisien gempa dan air tanah19 + 000
sudut gesekan dalam 33.10 o. Nilai berat
volume tanah (unit weight) 14.94 kN/m3.
Nilai tersebut merupakan nilai rata-rata dari 3
sampel yang di uji di laboratorium.
Perhitungan (running) dengan program
SLOPE/W dilakukan sebanyak 2 kali, running
yang pertama dilakukan terhadap STA 19 +
000, sebagai lokasi pengambilan sampel asli,
kemudian running yang kedua merupakan data
asumsi yang dilakukan pada STA 19 + 200, 24
+ 300, STA 26 + 600, dan STA 26 + 800
karena tidak mempunyai data hasil
penyelidikan tanah dan data yang kami Gambar 10. Faktor aman 0.60 pada kondisi
gunakan untuk analisa tersebut adalah data dengan koefisien gempa 0.28dan air tanah
yang pertama. Kami mengasumsikan bahwa STA 19 + 000.
hasil penyelidikan tanah yang berada pada
sampel pertama adalah sama dengan sampel
kedua. Adapun hasil analisa adalah sebagai
berikut.

3. Analisa terhadap lokasi yang sudah


terjadi gerakan tanah (tanah longsor).
a. Hasil analisa SLOPE/W pada STA 19 +
000
Gambar hasil analisa yang ditunjukkan
pada Gambar 9 adalah faktor aman dengan
menambahkan faktor air tanah dan koefisien
gempa, Fs=1.26. serta Gambar 10 Gambar 11. Faktor aman 1.33 pada kondisi
menunjukkan hasil analisis dengan tanpa koefisien gempa dan air tanah STA 26
+ 800

90
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

Gambar 12. Faktor aman 0.62 pada kondisi Gambar 15. Faktor aman 1.05 kondisi tanpa
dengan koefisien gempa 0.28dan air tanah air tanahdan koefisien gempa
STA 26 + 800.
c. Hasil analisa SLOPE/W pada STA 26 +
4. Analisa stabilitas pada lokasi rawan 600.
gerakan tanah (tanah longsor). Hasil analisa dan penggambaran
a. Hasil analisa SLOPE/W STA. 19 + 200. dilakukan tanpa memasukan muka air tanah
Hasil analisa dan penggambaran dan koefisien gempa 0.28, pada STA 26 + 600
dilakukan tanpa memasukan muka air tanah dengan Fs = 1.20, sebagaimana dalam Gambar
dan koefisien gempa 0.28, pada STA 19 + 16. Untuk analisa dengan memasukan air
200, dengan Fs = 1.14, sebagaimana dalam tanah dan koefisien gempa, Fs = 0.79,
Gambar 13. Untuk analisa dengan memasukan sebagaimana dalam Gambar 17.
air tanah dan koefisien gempa, Fs = 0.80,
sebagaimana dalam Gambar 14.

Gambar 13. Faktor aman 1.14 pada kondisi Gambar 16. Faktor aman 1.20 pada kondisi
tanpa air tanah dan koefisien gempa tanpakoefisien gempa dan air tanah

Gambar 14. Faktor aman 0.80 pada kondisi Gambar 17. Faktor aman 0.79 pada kondisi
dengan air tanah dankoefisien gempa. dengan air tanah dankoefisien gempa

b. Hasil analisa SLOPE/W pada STA 24 + 5. Penanggulangan gerakan tanah


300. (longsor)
Hasil analisa dan penggambaran Penanggulangan gerakan tanah pada ruas
dilakukan tanpa memasukan muka air tanah jalan raya Worotican – Poopo – Sinisir
dan koefisien gempa 0.28, pada STA 24 + 300 merupakan hal yang sangat penting, karena
dengan Fs = 1.05, sebagaimana dalam Gambar ruas jalan ini adalah satu-satunya sarana yang
15. menghubungkan daerah yang berada di

91
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

Kecamatan Kumelembuai menuju Kecamatan Konstruksi ini dapat dilaksanakan di daerah


Modoinding. Berbagai macam cara untuk penelitian, komposisi material disesuaikan
penanggulangan bencana alam gerakan tanah dengan kondisi lapangan, dengan prinsip
seperti, penanggulangan secara fisis (fisis pondasi tembok penahan diletakan di bawah
lereng), secara mekanis, bioengineering (bio bidang gelincir supaya dapat menahan momen
technical stabilization) dan secara kimiawi. guling.
Dari keempat cara tersebut tentunya Penanggulangan secara mekanis ini
membutuhkan analisa yang cukup matang dianggap cocok dan sesuai dengan kondisi
untuk menentukan bentuk penanganannya, lapangan, dimana kemiringan lereng sudah
kerena berbagai macam faktor seperti, sosial, cukup landai dan faktor amanannya telah
ekonomi, budaya, lingkungan dan sebagainya. memenuhi syarat > 1. Penerapan secara
Terutama faktor ekonomi, dan lingkungan, mekanis ini dapat dilihat pada Gambar 18.
dimana harus mempertimbangkan biaya murah
dengan kualitas pekerjaan yang baik dan tahan
lama serta menerapkan teknologi yang tepat
dan ramah lingkungan, tanpa merugikan
masyarakat yang menggunakannya.
Penanggulangan dilakukan sepanjang
daerah kajian kemudian dibagi atas dua bagian
antara lain, terhadap daerah yang sudah terjadi
longror dan daerah rawan longsor serta
penanggulangan diantara titik yang sudah
tanggulangi.
a. Penanggulangan pada daerah yang sudah Gambar 18. Penanggulangan secara mekanis
terjadi longsor dan daerah rawan longsor pada 19 + 000 dengan membuat tembok
Ada beberapa alternatif penanggulangan penahan tanah faktor aman 1.10.
bencana alam gerakan tanah yang akan kami
terapkan pada ruas jalan Worotican – Poopo – 2) Secara fisis (fisis lereng)
Sinisir yang tentunya sudah mempertim- Penanggulangan yang akan dilakukan
bangkan faktor-faktor hasil penelitian pada STA 26 + 800, yaitu melandaikan lereng
sebagaimana pembahasan sebelumnya. (cut and fill) dengan tujuan mengurangi
Alternatif yang cocok untuk penanggulangan besarnya sudut lereng baik dengan melakukan
antara lain: galian. Prinsip penanggulangan cara ini
1) Secara mekanis. dilakukan dengan cara mengurangi besarnya
Penangulangan pada STA 19 + 000, sudut lereng (melandaikan sudut lereng)
dilaksanakan secara mekanis dengan dengan tujuan mengurangi gaya yang
memasang dinding penahan tanah yaitu dengan melongsorkan. Pemotongan yang dilakukan
menempatkan konstruksi penahan beban dapat mengurangi tegangan tangensial, hal ini
(counterweight) seperti pemasangan kawat dapat dicapai dengan pemotongan pada bagian
bronjong, tembok penahan baik berupa yang lebih banyak menimbulkan tegangan
pasangan batu atau beton bertulang, pembuatan tangensial dari pada tegangan geser.
teras batu atau kayu, dinding penopang isian Penanggulangan ini dilakukan dengan
tanah atau batu, atau pembuatan tanggul berbagai pertimbangan antara lain tipe
penguat. longsoran, kemiringan lereng dan hasil analisa
Konstruksi penahan tanah dapat dibuat SLOPE/W sebagaimana telah dibahas
dari pasangan batu atau beton bertulang. Sama sebelumnya. Untuk pelaksanaan penanggu-
halnya dengan bronjong, keberhasilan tembok langan secara fisis ini yang akan diterapkan
penahan tergantung dari kemampuan menahan pada STA 19 + 200,, STA 24 + 300, STA 26 +
geseran, tetapi perlu pula ditinjau stabilitas 600 dan 26 + 800.
terhadap guling. Untuk lebih meningkatkan
efektifitas konstruksi, perlu dilengkapi lubang a. Penanggulangan pada STA 19 + 200
penetes dan pipa salir yang diberi bahan filter Dengan melakukan pelandaian dari sudut
supaya tidak tersumbat, sehingga tidak α50º menjadi α40º, menunjukan faktor aman >
menimbulkan tekanan hidrostatis yang besar. 1, hal ini membuktikan bahwa

92
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

penanngulangan secara fifis ini dapat menunjukan faktor aman > 1, hal ini
diterapkan, hasil analisis sebagaimana Gambar membuktikan bahwa penanngulangan secara
19. fisis ini dapat diterapkan, hasil analisis
sebagaimana Gambar 22.

Gambar 19. Faktor aman 1.12 pada kondisi


dengan koefisien gempa 0.28dan air tanah Gambar 22. Faktor aman 1.25 pada kondisi
setelah dilandaikan (STA 19 + 200) dengan koefisien gempa 0.28dan air tanah
setelah dilandaikan ( STA 26 + 800).
b. Penanggulanagan pada STA 24 + 300
Penanggulangan pada STA 24 + 300 6. Daerah Rawan Longsor Yang Sudah
dengan cara memotong dan melebarkan jalan, Ditanggulangi
apabila daerah rawan terjadi longsoran, a. STA 20+150
sebagaimana dalam Gambar 20. Berdasarkan kondisi geologi daerah
penelitian satuan batuan penyusunnya semua
hampir sama sebagaimana sudah dibahas
sebelumnya, namun kondisi lereng pada
daerah ini masih cenderung stabil atau belum
ada tanda-tanda akan terjadi longsor.
Penanggulangan yang akan dilakukan pada
daerah ini direncanakan adalah dengan
pelandaian sebagaimana dilakukan pada STA
19+200. Namun penanggulangan sementara
Gambar 20. Penanggulangan secara mekanis, telah dilakukan dengan memasang talud di
dengan pelebaran jalan kaki-kaki lereng, sebagaimana yang terlihat
pada gambar 23 dan 24.
c. Penanggulangan pada STA 26+600
Dengan melakukan pelandaian dari sudut
α50º menjadi α40º, menunjukan faktor aman >
1, hal ini membuktikan bahwa penangulangan
secara fifis ini dapat diterapkan, hasil analisis
sebagaimana Gambar 21, dengan faktor aman
Fs=1.22.

Gambar 23. Penanggulangan dengan


pelandaian lerengdan secara fisis lereng

b. STA 21+400 dan STA 21+550


Gambar 21. Faktor aman 1.22 pada kondisi Penanggulangan yang akan dilakukan
dengan koefisien gempa 0.28dan air tanah pada daerah ini direncanakan adalah dengan
setelah dilandaikan ( STA 26+600 ). pelandaian sebagaimana dilakukan pada
penanggulangan diatas. Pertimbangan ini
d. Penanggulangan pada STA 26 + 800 sesuai dengan kondisi lereng yang relatif terjal
Dengan melakukan pelandaian dari sudut namun sebagian besar penanggulangan
α50º menjadi α40º maka hasil analisa

93
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

dilakukan secara mekanis yakni dengan pohon yang sudah tua dengan pohon yang baru
memasang tembok penahan pada kaki lereng, yang mempunyai akar tunggang dan akar
sebagaimana pada gambar 23 dan 24. cabang yang banyak seperti pohon chery,
kondisi daerah ini dapat dilihat pada gambar
25.

Gambar 24. Penanggulangan dengan


pelandaian lerengdan secara fisis lereng
Gambar 25. Penanggulangan dengan
c. STA 26+900
pelandaian lereng dan secara fisis lereng.
Penanggulangan yang akan dilakukan
pada daerah ini direncanakan adalah dengan
pelandaian sebagaimana dilakukan pada
7. Rekapitulasi Hasil analisa SLOPE/W.
penanggulangan diatas. Namun sebagai
Hasil analisa SLOPE/W di uraikan pada
tambahan penanggulangan dilakukan dengan
Tabel 6.
Bioengineering (Bio Technical Stabilization).
Penanggulangan macam ini untuk mengganti

Tabel 6. Hasil analisa SLOPE/W.


No. STA/ (SF) (SF) dengan factor air (SF) setelah Jenis penanggulangan Keterangan
Koordinat tanpa beban tanah dan koef. gempa penanggulangan

19 + 000 Daerah
1 1.076963N, 1.26 0.60 1.10 Secara Mekanis longsor
124.496593E
19 + 200 Daerah
2 1.075089N, 1.14 0.80 1.12 Dilandaikan
Rawan
124.496416E
longsor
20 + 150 Daerah
3 1.069392N, - - - Dilandaikan dan secara
fisis Rawan
124.498608E
Longsor
21 + 400 Daerah
4 1.062327N, - - - Dilandaikan dan secara
fisis Rawan
124.495111E
Longsor
21 + 550 Daerah
5 1.061341N, - - - Dilandaikan dan secara
fisis Rawan
124.495036E
Longsor
24 + 300 Daerah
6 1.042177N, 1.05 0.85 - Relokasi rawan longsor
124.483262E
26 + 600 Daerah
7 1.025777N, 1.20 0.79 1.22 Dilandaikan
rawan
124.476879E
longsor
26 + 800 Daerah
8 1.025395N, 1.33 0.62 1.25 Dilandaikan
Longsor
124.478192E
26 + 900 - - - Dilandaikan dan secara Daerah
9 1.025359N, fisis Rawan
124.478868E
Longsor

94
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

Grafik Hasil Faktor Keamanan Tanpa Beban


1.26 1.33
1.4 1.14 1.2
1.05

Faktor Keamana (SF)


1.2
1
0.8
0.6
0.4
SF
0.2
0
19000 19200 24300 26600 26800
SF 1.26 1.14 1.05 1.2 1.33
STASIONING (m)

Gambar 26. Hasil Faktor Kemanan Tanpa Beban

Grafik Hasil Faktor Keamanan Dengan


Koefisien Gempa
dan Muka air
1 0.8 0.85 0.79
Faktor Keamanan (SF)

0.8 0.6 0.62


0.6
0.4
0.2 SF
0
19000 19200 24300 26600 26800
SF 0.6 0.8 0.85 0.79 0.62
STASIONING (m)

Gambar 27. Hasil Faktor Kemanan Dengan Koefisien Gempa


dan Muka Air

PENUTUP kestabilan lereng. Gerakan tanah yang


terjadi pada daerah penelitian adalah jenis
Kesimpulan rotasi, ini dapat dilihat dari susunan
Berdasarkan hasil kajian penelitian yang material dan bentuk longsoran berbentuk
telah dilakukan, maka dapat disimpulkan cekung.
beberapa hal sebagai berikut ini: 2. Berdasarkan hasil analisa SLOPE/W
1. Mekanisme gerakan tanah yang terjadi penanggulangan yang dilakukan adalah
adalah karena adanya gangguan secara mekanis, secara fisis (fisis lereng)
keseimbangan pada lereng yang disebabkan dan Bioengineering (Bio Technical
oleh getaran gempa dan beban yang Stabilization). Penanggulangan secara
diterima oleh lereng semakin besar, mekanis dilakukan terhadap Sta 19 + 000,
mengkibatkan terjadi retakan-retakan tanah yakni dengan mamasang tembok penahan.
terutama pada lereng dengan kemiringan Penanggulangan secara fisis (fisis lereng)
yang besar. Retakan tersebut memicu dilakukan terhadap STA 19 + 200,, STA 20
masuknya air kedalam tanah sehingga akan + 150, STA 20 + 400, STA 21 + 550, STA
menambah beban dan mengganggu 24 + 300, STA 26 + 600, STA 26 + 800

95
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

dan STA 26 + 900. mitigasi bencana dalam bentuk sosialisasi


yang intensif dan pembangunan
Saran
infrastruktur khususnya upaya
1. Untuk Pemerintah Propinsi Sulawesi penanggulangan/mitigasi tanah longsor.
Utara, Kabupaten Minahasa Selatan
terlebih khusus di Kecamatan
2. Untuk meningkatkan kestabilan lereng
salah satu cara penanggulangan yang perlu
Kumelembuai, Kecamatan Motoling
ditingkatkan adalah dengan Bioenginerring
Timur, Kecamatan Motoling, dan
(Bio Technical Stabilization). Cara ini
Kecamatan Ranoyapo, perlu upaya
dengan melakukan penanaman pohon yang
mengurangi kerentanan masyarakat dalam
mempunyai akar serabut.
pemanfaatan lahan pada daerah rawan
bencana tanah longsor dengan kegiatan

DAFTAR PUSTAKA

Abramson, L.W., Lee, T.S., Sharma, S. dan Boyce, G.M., 1996, Slope Stability and Stabilization
Methods, John Wiley & Sons, Inc., New York.

Anonim, Pengenalan Gerakan Tanah, www.esdm.go.id/batubara/doc, download tanggal 27


September 2021.

Anonim, Data Curah Hujan, https://climatecharts.net/, download tanggal 27 September 2021

Bowles, Joseph E. 1984. Sifat-Sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta.

Bowles, J. E., 1986, Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Edisi ke 2, Terjemahan oleh Ir. Johan K.
H., Erlangga, Jakarta, Indonesia.

Bowles, Joseph E. 1999.Sifat–Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Marga.

Das, Braja M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 2.Jakarta: Erlangga.

Das, Braja M. 1995. Mekanika Tenah 1. Jakarta: Erlangga.

Fredlund, D.G., dan Rahardjo, H.,1993, Soil Mechanic for Unsaturated Soils, John Wiley and
Sons, Canada.

Hansen, M.J., 1984, Strategies for Classification of Landslides, (ed.:Brunsden, D, & Prior, D.B.,
1984), Slope Instability, John Wiley & Sons, New York, USA.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah I. Jakarta: PT. Gramedia.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi,Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi bagian I. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.

Imbar Enricho R. B., Mandagi Agnes T., Rondonuwu Steeva G., 2019, Analisis Stabilitas Lereng
Dengan Perkuatan Soil Nailing Menggunakan Program Slope/W Dan Geostructural,
Jurnal Tekno, Vol. 17, No. 72, (59-64), ISSN: 0215-9617,.

Karnawati, D., 1997, Prediction of Rain-Induced Lansliding by Using Slope Hydrodynamic Numerical
Model, Forum Teknik Jilid 20 no. 1 Januari 1997, Yogyakarta.

96
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun Th 2000 (Evaluasi dan
Rekomendasi).Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil-Universitas Gadjah Mada.

Karnawati, D. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan. Yogyakarta: Tim Longsoran
Teknik Geologi UGM. Tidak Diterbitkan.

Khasef dan Ismail, 1986. Groundwater Engineering. McGraw-Hill.

Krahn, J, 2004, Seepage Modeling with SEEP/W An Engineering Methodology, Calgary, Alberta,
Canada.

Krahn, J, 2004a, Stability Modeling with SLOPE/W An Engineering Methodology, Calgary, Alberta,
Canada.

Lumentah E., Manoppo F. J., Sompie O. B. A., 2021. Analisis Kestabilan Dam Tailing PT. Sumber
Energy Jaya. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.11 No.3, November 2021 (171-
178), ISSN: 2087-9334

Najoan. 2002. Interpretasi Hasil Uji dan Penyusunan Laporan Penyelidikan Geoteknik. Badan
Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum.

Pangemanan V. G. M., Turangan A.E, Sompie O.B.A., 2014,. Analisis Kestabilan Lereng Dengan
Metode Fellenius (Studi Kasus: Kawasan Citraland). Jurnal Sipil Statik Vol.2 No.1,
Januari 2014, (37-46), ISSN: 2337-6732.

Pangular, D., 1985, Petunjuk Penyelidikan & Penanggulangan Gerakan Tanah, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pengairan, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta,
Indonesia.

Prasetiyowati, SH. 2007. Analisis Pengaruh Karakteristik Hujan Terhadap Gerakan Lereng.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Santoso, Budi dkk. 1998. Dasar Mekanika Tanah. Jakarta: Gunadarma.

Sri Harto, Br., 1993, Analisis Hidrologi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sompie O.B.A., 2011, Rekayasa Geoteknik Dalam Disain Dam Timbunan Tanah, Jurnal Ilmiah
MEDIA ENGINEERING Vol. 1, No. 2, Juli 2011 (90-95) ISSN 2087-9334.

Sosrodarsono dan Takeda, 1987, Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha.

Sunggon, K. H.1984. Mekanika Tanah. Bandung.

Suryolelono, K. B. 2001. Konsep dan Analisa Penanggulangan Bahaya Tanah. Longsor. Yogyakarta:
KMTS UGM.

Terzaghi, K., Peck, R. B. 1987. Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Tumanduk, M. 2012. Identifikasi tanah, Penentuan Bidang Gelincir Longsor dan Upaya
Penanggulangannya. ARSKON, Jurnal Arsitektur & Konstruksi 10 Volume 1, Nomor
1, hal 1-19.

Undang-undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2007 TentangPenanggulangannya Bencana.

User’s Guide, 2002a, SLOPE/W for Slope Stability Analysis Version 5, GEOSLOPE
INTERNASIONAL Ltd. Calgary, Alberta, Canada.

97
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.12 No.1, Maret 2022 (81-98), ISSN: 2087-9334

Wesli. 2008. Drainase Perkotaan.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Varnes, D.J. 1978. Slope Movement types and Processes - Special Report Hal 68 & 76. Washington
D.C.

98

Anda mungkin juga menyukai