Anda di halaman 1dari 121

Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.

00 MW)

BAB VIII
GEOLOGI PENYELIDIKAN

8.1. Umum
Untuk menunjang sebuah pembangunan, diperlukan berbagai data dan
informasi, salah satunya adalah data geologi teknik. Data geologi
teknik, memberikan informasi mengenai kekuatan serta karakteristik
lapisan tanah/batuan yang berguna di dalam perencanaan dan
penataan ruang. Selain itu akan sangat membantu pemerintah daerah
dalam mengontrol pembangunan fisik di daerahnya.

Data dan informasi geologi teknik tersebut dapat diperoleh dengan cara
melakukan pemetaan maupun penyelidikan geologi teknik.
Dengan tersedianya data geologi teknik pada suatu daerah yang akan
dikembangkan, diharapkan terjadinya kesalahan-kesalahan dalam
pengembangan wilayah maupun perencanaan konstruksi bangunan
teknik dapat dihindarkan atau diperkecil.

Laporan penyelidikan geologi ini disusun dengan maksud untuk


memberikan gambaran dan data mengenai kondisi geologi pada lokasi
rencana Bendung (Intake Weir), Saluran Pembawa (Waterway),
Penstock dan pondasi Power House.

Tujuannya adalah untuk masukan kepada tim perencana, dalam rangka


perencanaan disain untuk pelaksanaan pekerjaan Pembangunan PLTM
Sangir di Desa Kubang Gajah, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok
Selatan, Provinsi SumateraBarat.

8.2. Data Geologi Yang Tersedia


1. Peta Geologi Regional
Peta geologi yang telah ada pada daerah studi adalah Peta Geologi
Regional Lembar Painan dan bagian timur laut muarasiberut,
Sumatera, oleh H.M.D. Rosidi, S. Tjokrosapoetro, B Pendowo, S.
Gaforr, Suharsono, 2011, yang diterbitkan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral
(Gambar 3.2).

2. Peta Topografi
Peta topografi skala 1 : 50.000 dan 1 : 1.000 sebagai peta dasar
pembuatan peta geologi daerah studi.

XIII - 1
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

8.2.1. Hasil Investigasi Geologi


Hasil investigasi geologi yang diperoleh yaitu:
1. Gambaran kondisi geologi / geoteknik lokasi rencana PLTM (batuan
pondasi Poros Bendung, batuan pondasi rencana Waterway,
Penstock dan batuan pondasi Bangunan Pembangkit) berupa peta
dan profil geologi (geoteknik) yang mencerminkan kedalaman,
jenis batuan kondisi batuan, tingkat kekerasan batuan dan
ketebalan tanah pelapukan.

2. Penentuan lokasi pengambilan dan ketersediaan material bahan


konstruksi yang berupa batu dan pasir.

3. Parameter tanah dan batu untuk keperluan desain perencana yaitu


menentukan daya dukung, kesetabilan pondasi, kestabilan lereng
dan koefisien rembesan.

4. Nilai koefisien kegempaan untuk perhitungan kestabilan dinamik.

8.2.2. Kegiatan Pekerjaan Geologi dan Mekanika Tanah


8.2.2.1. Tahap Penyelidikan Geologi
Tahap penyelidikan geologi ini yang meliputi Pekerjaan Peninjauan
Lapangan, Pemboran Inti dengan Uji Lapangan, Studi Peta Geologi
Regional, Studi Laporan Terdahulu, Pemetaan Geologi Permukaan serta
Analisis Geoteknik dan Pembuatan Laporan yang menghasilkan
Kesimpulan dan Rekomendasi.

8.2.2.2. Kegiatan Penyelidikan Geologi


Penyelidikan Geologi Permukaan dilaksanakan dalam rangka untuk
mendapatkan data geologi permukaan pada lokasi calon rencana
pembangkit listrik dengan cara pengamatan lapangan (pemetaan
geologi) dan analisa dari singkapan batuan.

Pada penyelidikan geologi permukaan ini juga mencakup pemetaan


geologi dan pengamatan sebaran bahan bangunan yang terdapat
disepanjang sungai, daerah bantaran dan daerah perbukitan dekat
rencana bangunan PLTM Batang sumpur.

Mempelajari Studi Terdahulu (kalau ada), bertujuan untuk


mendapatkan gambaran kondisi geologi daerah setempat dari studi
yang pernah dilakukan sebelumnya.

XIII - 2
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Studi Peta Geologi Regional dilaksanakan untuk mengetahui sebaran


batuan secara menyeluruh dan kondisi tektonik secara regional
(kemungkinan adanya sesar aktif).

Adapun bagan alir dari Pekerjaan Penyelidikan Geologi dapat dilihat


pada Gambar 8.1.

Gambar 8.1.Bagan Alir Pekerjaan Investigasi Geologi

XIII - 3
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

8.3. Prosedur Pelaksanaan


8.3.1. Pemetaan Geologi
Metode Penyelidikan Geologi Permukaan dilaksanakan secara
konvensional dengan sistem lintasan penyusuran sungai, pemotongan
bukit dan mengikuti jalan setapak yang sudah ada.Pengamatan
dilakukan pada singkapan batuan yang terdapat pada lintasan dengan
melakukan diskripsi petrologis dan pengukuran unsur geologi lainnya
seperti kekar dan tingkat pelapukan dari batuan. Disamping dengan
penjelajahan medan secara rinci dilakukan pula pemetaan geologi
secara tinjau untuk pencarian lokasi borrow area dan quarry site yang
lebih dekat dan ekonomis sesuai dengan lokasi calon tubuh bendungan.

Pemetaan konsep geologi ditunjang pula dengan referensi peta geologi


yang sudah ada seperti Peta Geologi Regional Lembar
Padangsidempuan dan Sibolga skala 1 : 250.000, publikasi P3G,
1982.

Pekerjaan ini akan mempergunakan peralatan seperti kompas geologi,


palu geologi, kaca pembesar, pita ukur, altimeter, HCL 0,1 N dan peta
topografi dasar dengan skala 1 : 25.000.

Pengamatan geologi permukaan (pemetaan geologi meliputi:

1. Morfologi yaitu bentuk lembah, bentuk bukit, pola aliran sungai,


gradien sungai dan lain-lain.

2. Stratigrafi Lokal yaitu susunan dan jenis batuan yang ada pada
calon bendungan dan sekitarnya.

3. Struktur Geologi seperti kekar, sesar dan bidang perlapisan.

4. Stadia Erosi dan Tingkat Pelapukan Batuan.

5. Daya Dukung dan Tingkat Permeabilitas Batuan Pondasi.

6. Pengukuran jurus dan kemiringan bidang perlapisan batuan


dilakukan pada singkapan batuan yang mempunyai kemiringan
jelas.

XIII - 4
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

7. Pengukuran jurus dan kemiringan kekar termasuk jenis dan isian


kekar.

8. Deskripsi singkapan batuan pada setiap lokasi pengamatan.

9. Pengukuran dan pencatatan adanya rembesan / sumber airtanah


(sping).

10. Pengukuran kedalaman sumur gali (kalau ada).

Hasil akhir dari pemetaan geologi permukaan ini akan disajikan dalam
bentuk peta geologi teknik dan profil geologinya, baik lokasi bendung,
saluran pembawa, headpond, penstock dan lokasi pembangkit.

8.3.2. Pedoman dan Referensi yang Digunakan


Pedoman dan referensi yang akan digunakan sebagai dasar
pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut:

1. Buku Pedomen Kelayakan Hidrologi Pembangunan PLTMH (Buku


2A), Kerjasama antara Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan
Energi (DJLPE), Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dan
United Nations Development Programme (UNDP), Jakarta Mei 2009.

2. Buku Pedoman Studi Kelayakan Sipil Pembangunan PLTMH (Buku


2B), Kerjasama antara Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan
Energi (DJLPE), Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dan
United Nations Development Programme (UNDP), Jakarta Mei 2009.

3. Buku Pedoman Elektrikal Pembangunan PLTMH (Buku 2C),


Kerjasama antara Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan
Energi (DJLPE), Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dan
United Nations Development Programme (UNDP), Jakarta Mei 2009.

4. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Ir. Suyono Sosrodarsono,


Kenzuto Nakazawa, tahun 1980.

8.4. Geologi Regional


8.4.1. Morfologi dan Fisiografi
Lokasi proyek terletak pada daerah pegunungan yang merupakan
produk Gunungapi Kerinci dan Gunungapi Gunung Tujuh. Kelurusan

XIII - 5
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

topografi perbukitan mengarah ke utara-selatan sepanjang sungai


Batang Sangir.

Morfologi lokasi proyek memperlihatkan topografi stadium muda


sampai dewasa dimana erosi vertical lebih potensial.

Secara umum daerah sekitar pembangunan proyek PLTM Sangir dapat


di bagi menjadi beberapa kelompok yaitu Morfologi perbikitan terjal,
morfologi perbikitan landai, dan dataran alluvial.

Satuan morfologi terjal sangat luas didaerah ini, pada level ketinggian
diatas 300 m pal, mulai bagian tengah sampai utara, barat laut sedikit
bagian selatan. Diataranya meliputi daerah Abai, cabang anak sungai
batang hari, sungai Sikiah.Morfologi ini dicirikan oleh tebing yang terjal
tersusun oleh litologi batugamping kristalin, batu metamorf
(batusabak).

Sungai yang mengalir di morfologi perbukitan terjal umumnya


membentuk huruf “V” mengindikasikan sungai muda, sungai - sungai
ini merupakan cabang-cabang sungai Sangir dan sungai batang hari.
Morfologi perbukitan bergelombang landai menempati sebagian kecil
daerah bagian tengah sisi sebelah timur, satuan morfologi ini berada
pada ketingian dibawah 300 m Pal. Sungai yg mengalir pada daerah ini
mempunyai lembah yg lebar tapi dengan arus yang deras, dan banyak
mengendapkan krikil dan bongkah batuan. Seperti sungai Sangir dan
sungai Batang hari.

Morfologi dataran alluvial menempati daerah bagian selatan sekitar


Abai, bakar dalam.Morfologi ini dicirikan dengan topografi dibawah 200
m Pal dan pola sungai “meander”.Komposisi endapan alluvial terdiri
dari lempung krikil, pasir, bongkah, daerah dengan morfologi ini oleh
penduduk dimanfaatkan untuk bercocok tanam dan pemukiman.Aliran
sungai pada morfologi ini dicirikan dengan sungai yang lembahnya
lebar berbentuk “U” dengan gradean rendah.

8.4.2. Stratigrafi
Ada lima satuan batuan yang teramati didaerah Solok selatan (Peneliti
terdahulu) adalah:
1. Satuan alluvial, batu lempung, batu lempung pasiran.

2. Satuan batuan gunung api

XIII - 6
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

3. Satuan batu gamping kristain

4. Satuan batuan intrusif andesit

5. Satuan batuan metamorf

Batuan terobosan granit berumur jura, batuan gunungapi terubah dari


formasi Palepat yang berumur Perm atas, batugamping yg terhablur
sebagai anggota batu gamping formasi bukit barisan yang berumur
Perm awal, batuan malihan yang termasuk formasi bukit barisan umur
Perm, batuan sedimen berupa konglomerat dan batu pasir formasi
sinamat berumur eosin awal – oligosen sedangkan endapan yang
paling muda adalah endapan alluvial yang terdiri dari endapan lepas
berupa lempung, pasir, krikil berumur resen.

Kelompok batuan:
Satuan endapan permukaan terdiri dari endapan endapan sungai dan
rawa ; lumpur, pasir lepas, krikil hingga bongkah, yang diendapkan
oleh aliran sungai-sungai besar umur kuarter, sedimen ini oleh
penduduk setempat didulang atau dari tebing sungai yang berupa
endapan alluvial muda - tua ataupun endapan undak sungai.

Satuan batuan gunungapi terdiri dari lava, tufa sela hablur dan tufa
sela berkomposisi andesitan terpropilitkan akibat proses hidrotermal,
termineralisasi sehingga mengandung pirit, tembaga dan molibden,
lava basalan dan riolitan tersebar tidak beraturan. Pada umumnya lava
andesitan dengan plagioklas menengah dan mineral mafik terubah
menjadi sarisit dan klorit, tufa sela dan tufa hablur, tufa hablur
mengandung pecahan2 andesit dan basal, formasi ini juga
mengandung batu lanau yang terkersikkan, batutanduk , serpih dan
batu gamping hablur berlapis baik, satuan ini dikelompokkan dlm
formasi Palepat umur Perm dan menjari dengan Formasi Bukit barisan.
Satuan batu gamping terhablur merupakan batugamping termalihkan,
terhablurkan dan pejal umur Perm awal, sebagai anggota Formasi
Barisan.

Satuan batuan malihan terdiri dari, filit, sabak, batugamping,


batutanduk dan grywake meta, filit terdiri dari moskopit, serisit, klorit
dan kuarsa, sedikit tourmalin, epidot, zircon dan grafit, rijang banyak
tersebar urat kuarsa magnetik , terdapat didaerah sungai Sapat.

XIII - 7
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Formasi ini menjari dengan formasi Palepat dan dinyatakan sebagai


formasi bukit barisan berumur Perm.

8.4.3. Struktur Geologi dan Tektonika


Terdapat paling sedikit 2 atau 3 deformasi tektonik pada umur Pra-
Tersier dan Tersier yang mengakibatkan batuan-batuan yang ada
dilembar peta membentuk perlipatan-perlipatan.

Sesar yang penting adalah sesar Sumpur yang merupakan salah satu
sistem sesar yang masuk kedalam sistem Sesar Utama Sumatera.
Struktur yang ada ; sesar, lipatan , kekar. Sesar dengan kelurusan
umumnya berarah barat laut-tenggara searah dengan sesar semangko
dibukit barisan, serta sesar geser dibeberapa tempat.

Indikasi patahan berupa bidang-bidang sesar dan zona lemah, bagian


selatan dijumpai bidang sesar dan bidang lemah “Slickenside” , bagian
tengah berupa zona lemah ditunjukkan oleh kehadiran zona argilik
selebar 2 m arah tenggara-barat laut diduga sesar mendatar (pra-
mineralisasi) bila dikaitkan dengan hasil interpretasi foto udara
menunjukan kesesuaian, karena itu diduga ada korelasi antara sesar
dibagian tengah dan selatan. Petunjuk adanya sesar pada bagian
tengah dan selatan teramati tersingkap batuan andesit porfirik berupa
bidang2 sesar dan breksiasi dimana bagian barat daya relatif bergeser
turun kearah barat daya dan berpasangan dengan arah umum
pengkekaran kearah timur laut - barat daya membentuk “Conjugate
shear”. Masing-masing struktur ini dilihat dari pola jurus, saling
berkaitan dengan keberadaan struktur dibagian utaranya sehingga
dapat dikorelasikan. Petunjuk stuktur sesar normal didaerah Gunung
Talakik dibagian selatan sisi barat, sangat jelas terlihat “slickenside”
pada singkapan batuan metamorf (sabak) yang sudah mengalami
gangguan ubahan dan mineralisasi, kehadiran sesar disekitar gunung
ini menyebabkan terjadinya longsoran2 batuan dengan dicirikan bidang
“slickenside” pada permukaan bongkah batuan arah sesar pada daerah
ini adalah tenggara-barat laut sama dengan arah sesar bagian selatan
diduga mempunyai hubungan pembentukan dan kejadiannya.

XIII - 8
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Gambar 8.2. Peta Geologi Regional PLTM Batang Sangir

XIII - 9
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

8.4.4. Kondisi Geoteknik Batuan Pondasi


Bangunan PLTM Batang Sangir lokasi bendung sandaran kanan dan kiri
akan bertumpu pada Satuan batuan breksi volkanik (gunungapi)
dengan tingkat kekerasan sedang sampai keras (D-CL), sedangkan
lokasi waterway sampai lokasi headpond akan bertumpu pada satuan
batuan Tuffa pasiran dengan tingkat pelapukan sedang sampai kuat
menjadi tanah lempungan, sedangkan jalur penstock bagian atas
tertutup endapan Alluvial yang harus dibuang dan lokasi
pembangkit/power house bagian atas tuffa pasiran sedang bawah
breksi volkanik.

1. Lereng alami sementara tanah pelapukan batuan breksi volkanik


digali dengan kemiringan 1 : 1 tinggi maksimum 20 m.

2. Lereng alami permanen tanah pelapukan batuan tuffa pasiran digali


kemiringan 1 : 2 dengan tinggi maksimum 30 m dan diproteksi
dengan gebalan rumput dan shotcrate.

3. Lereng alami sementara batuan breksi volkanik dengan tingkat


kekerasan lunak-sedang (D-CL) atau soft rock digali kemiringan 1 :
0.8 sampai 1 : 0.5 dengan tinggi maksimum 20 m.

4. Lereng alami permanen batuan breksi tuffa pasiran lapuk dengan


tingkat kekerasan lunak-sedang (D-CL) atau soft rock digali
kemiringan 1 : 2 dengan tinggi maksimum 30 m dan diproteksi
dengan beton semprot (shotcrete) dan anyaman kawat (wiremesh)
tebal 10 cm.

5. Lereng alami sementara batuan breksi volkanik segar dengan


tingkat kekerasan sedang-keras (CL-CH) atau hard rock digali
kemiringan 1 : 0.5 sampai 1 : 0.3 dengan tinggi maksimum 20 m.

6. Lereng alami permanen batuan breksi volkanik segar dengan


tingkat kekerasan sedang-keras (CL-CH) atau hard rock digali
kemiringan 1 : 0.5 sampai 1 : 0.3 dengan tinggi maksimum 20 m
dan diproteksi dengan beton semprot (shotcrete) dan anyaman
kawat (wiremesh) tebal 5 cm.

Galian lereng pada tanah, batuan tuffa pasiran lapuk (D-CL) dapat
digunakan excavator, sedangkan batuan breksi volkanik segar

XIII - 10
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

(ignimbrite) dengan tingkat kekerasan (CL-CM galian pondasi dapat


menggunakan excavator dibantu ripper atau dengan rock breacker.

8.4.5. Kondisi Geoteknik Bangunan PLTM


8.4.5.1. Bendung
1. Topografi
Rencana Bendung untuk PLTM Sangir mempunyai topografi:
- Sisi kanan bertumpu pada bukit dengan ketinggian 757 Pal ,
dengan lembah elevasi 742 pal , elevasi dasar sungai 734 pal.
dengan kemiringan lereng 35̊, bagian hulu bendung terdapat
bukit yang cukup keras karena tersusun dari batuan breksi
volkanik yang kompak, dengan bagian atas terselimuti soil dan
vegetasi.
- Sisi Kiri dengan tebing yang terjal/tegak ketinggian 753 pal ,
tersusun oleh batuan breksi volkanik yang kompak, bagian atas
tertutup oleh soil dan vegetasi.

2. Tumpuan fondasi untuk Bendung


Batuan pondasi pada lokasi Bendung (Intake Weir) merupakan
batuan breksi volkanik. Pada daerah aliran dan pinggir sungai
terdapat kerakal, kerikil dan pasir serta bongkah-bongkah batu
(andesit) yang berukuran mencapai 1 m, sedangkan pada sandaran
kiri batuan sudah mengalami pelapukan sedalam lebih dari 1,5-2
meter dan harus dibuang.

KLASIFIKASI KWALITAS MASA BATUAN (CRIEPI)


Tabel 8.1. Klasifikasi Kwalitas masa Batuan (Oriepi) untuk Pondasi Bendungan
UNTUK PONDASI BENDUNGAN
KARAKTERIASTIK
KLASIFIKASI PEMERIAN KENAMPAKAN REKAHAN SUARA
MINERAL KETAHANAN
BATUAN
DAN BUTIRAN
IKATAN ISIAN
TERHADAP PEMISAHAN
PUKULAN
Kondisi batuan sangat keras, tidak lapuk (tidak kapuk), Sangat Tidak ada
A Sangat Tidak - Nyaring
rekahan tertutup tanpa pelapukan, segar dan pelapukan kuat ada
qu = 1.600-3.200 kg/cm2. keras atau alterasi

Mineral pembentuk batuan sedikit lapuk, kondisi batuan


Segar Sebagian sedikit Tidak
B keras, rekahan tertutup tanpa pelapukan, kuat ada - Nyaring
qu = 800-1.600 kg/cm2. dan keras lapuk dan alterasi

Mineral pembentuk batuan lapuk dan kondisi batuan keras,


ikatan antar blok batuan agak berkurang dan setiap blok Limonit
CH cenderung mengelupas sepanjang bidang rekahan bila Relatif Sedikit lapuk Sedikit atau Lepas dengan pukulan Kurang
keras kecuali kuarsa terbuka mineral kuat palu geologi nyaring
dipukul keras dengan palu, rekahan kadang terisi mineral lempung
lempung / mineral lain, qu = 400-800 kg/cm2.

Mineral pembentuk batuan lapuk dan kondisi batuan masih


Sedikit lapuk Mudah dipisahkan dengan Agak
C CM sedikit keras, pengelupasan terjadi sepanjang rekahan bila Sedikit kecuali kuarsa
Mineral
Terbuka lempung pukulan sedang palu geologi lebam
dipukul sedang dengan palu, rekahan kadang terisi mineral, lunak dan agak lunak
lempung / moneral lain, qu = 200-400 kg/cm2.
Mineral pembentuk batuan lapuk dan kondisi batuan masih
sedikit keras, pengelupasan terjadi sepanjang rekahan bila Lapuk sedang
CL dipukul ringan dengan palu, rekahan kadang terisi minera lunak dan lunak Terbuka Mineral Mudah dipisahkan dengan
Lebam
lempung pukulan ringan palu geologi
lempung / mineral lain, qu = 200-400 kg/cm2.

Mineral pembentuk batuan lapuk dan kondisi batuansedikit


lunak, tidak ada ikatan antar blok batuandan mudah Lapuk kuat
D bila dipukul ringan dengan palu, rekahan terisi mineral
hancur dan ada perubahan Terbuka Mineral Sangat mudah terlepas dengan Sangat
(dekomposisi) lempung pukulan ringan palu geologi lebam
lempung atau mineral lain, qu = 50-200 kg/cm2.

XIII - 11
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Fondasi Rencana Bendung untuk Pembangunan PLTM Sangir


berada diatas: Breksi Volkanik; warna hitam, kompak, dengan
komposisi penyusun nya Boulder andesit > 2 meter, bongkah
andesit 0,4 – 2 m, krakal, krikil, matrik pasir dengan semen silika .
Dari hasil pemboran (30 m) yang telah dilakukan pada kedalaman
10 m terdapat Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir warna
coklat sedikit mengandung lempung, krikil, krakal, fragmen
andesit, merupakan hasil dari erosi sungai, telah mengalami
pelapukan sangat kuat. Maka disarankan untuk galian rencana
Bendung sampai kedalaman 10 m.

BH 1
Kedalaman bor 30 m

BH 2
Kedalaman bor 20 m

Gambar 8.3. Peta Situasi Daerah Weir/Intake/Bendung

XIII - 12
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Foto Bendung alt. 1 (diambil dr hilir)

AS BENDUNG
alt 1

Foto sisi Bendung alt. 2 (diambil dr hilir)

AS BENDUNG alt. 2

XIII - 13
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Foto pelaksanaan bor di BH 1 (WEIR)

Foto pelaksanaan bor di BH 2 (WEIR)

XIII - 14
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

HASIL LOG BOR DI BH 1 (Rencana bendung )

Lapisan penutup berupa lempung, coklat


1 dengan bongkah andesit merupakan hasil
lapukan batuan dibawahnya

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir,


krikil, krakal, fragmen andesit, merupakan
hasil dari erosi sungai, struktur kekar

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir,


krikil, krakal, fragmen andesit, merupakan hasil
dari erosi sungai, telah mengalami pelapukan
sangat kuat

10 Batas galian untuk Fondasi

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

15

XIII - 15
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

15 Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

20

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

25

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

30

XIII - 16
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

HASIL LOG BOR DI BH 2

Lapisan penutup berupa pasir bercampur


1 dengan lempung, hitam dengan sedikit
krakal andesit merupakan hasil erosi sungai
(dataran banjir)

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen
andesit, struktur kekar

5
Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir
warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
10 struktur kekar

XIII - 17
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

15

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam tebal, krikil, krakal, fragmen
andesit, struktur kekar

Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir


warna hitam, krikil, krakal, fragmen andesit,
struktur kekar

20

XIII - 18
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

8.4.5.2. Sandtrap
1. Topografi
Topografi untuk lokasi sandtrap berada pada elevasi 742 pal daerah
yang relatif datar dengan soil yang tebal berdasar dari test pit yang
dilakukan mempunyai ketebalan 4 - 5 m.

2.Geologi/Fondasi untuk Sandtrap


Top soil ; merupakan hasil lapukan batuan dibawahnya terdiri dari
lempung , pasir , krakal, banyak mengandung unsur hara oleh
penduduk untuk pertanian/perkebunan (tanaman kopi).
Tuffa warna coklat dengan komposisi penyusunnya tuffa andesit,
krakal, krikil, pasir, lempung kadang dijumpai bongkah andesit .
Dari hasil test pit yang dilakukan diperoleh pada kedalaman > 3 m
terdapat bataun yang lebih stabil , pada erea sandtrap digeser
menjauhi tepi sengai untuk mendapatkan posisi yang lebih stabil.

Foto Rencana Pembangunan Sandtrap

Tepi
Renc. Santrap sungai

elevasi 742

XIII - 19
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Foto pelaksanaan test pit di daerah Sandtrap

XIII - 20
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Tabel 8.2. Log Of Test Pit

LOG OF TEST PIT

PROJECT PLTM SANGIR COORDINAT


LOCATION CHANAL/SANDTRAP GROUND ELV. 725 M
PIT
NUMBER TP3 DATE OF EXCAVATION 7/20/2013
TOTAL DEPTH 2.5 M LOGGED BY PURWANTO
GROUND WATER LEVEL -

SOIL
DEPTH ELV. SYMBOL DESCRIPTION SAMPLE
(M)
0 740
Lapisan atas terdiri dari metrerial
warna coklat , lempung, psair, krikil
banyak mengandung unsur hara

0.5 739.5
Satuan tuffa
Dijumpai bongkah andesit dengan
diameter 20 - 50 cm pada kanan kiri
terbungkus oleh lempung berwarna
1.0 739 coklat, pada posisi ini juga dijumpai
pasir, krakal yang mempunyai keke-
rasan sedang berwarna abu abu ke-
coklatan.

1.5 738.5 Bongkah andesit dengan diameter


40 cm , lempung berwarna
coklat, pada posisi ini juga dijumpai
pasir, krakal yang mempunyai keke-
rasan sedang berwarna abu abu ke-
2.0 738 coklatan.

Dijumpai bongkah andesit dengan


diameter 30 - 50 cm pada kanan kiri
2.5 737.5 terbungkus oleh lempung pasiran ber-
warna abu abu kecoklatan.

XIII - 21
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

8.4.5.3. Waterway
1. Topografi
Topografi untuk lokasi sandtrap berada pada elevasi 742 - 745 pal
daerah bergelombang - terjal dengan soil yang cukup tebal
berdasar dari test pit yang dilakukan mempunyai ketebalan 1 - 3
m. Dengan lereng yang mempunyai sudut antara 30 ̊ - 40 ̊.

2.Geologi/Fondasi untuk Waterway


Fondasi untuk Waterway berada pada : Tuffa warna coklat dengan
komposisi penyusunnya tuffa andesit, krakal, krikil, pasir, lempung
kadang dijumpai bongkah andesit .
Dari hasil test pit yang dilakukan diperoleh pada kedalaman > 3 m
terdapat bataun yang lebih stabil , pada erea tertentu untuk jalur
water way digeser menjauhi tepi sengai untuk mendapatkan posisi
yang lebih stabil.

Foto Rencana Pembangunan Waterway dan Jalan

Water way dan jalan


kerja

XIII - 22
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Water way

Jalan kerja

8.4.5.4. Siphon/Talang
1. Topografi
Topografi untuk posisi siphon/talang dimana pada sisi kanan dan
kiri merupakan bukit dengan kemiringan lereng 30 ̊ - 40 ̊, pada
sisi kiri melewati perkebunan kopi, sedang sisi kanan melewati
dataran dengan elevasi 722 pal. yang cukup luas kemudian naik
menuju elevasi 743 pal. dengan kemiringan > 40 ̊, elevasi dasar
sungai jernih 705 pal.

2.Geologi/Fondasi untuk Siphon/Talang/ Bendung


Jalur Siphon / Talang terdapat pada Dari hasil pemboran : Breksi
Volkanik ; warna hitam, kompak, dengan komposisi penyusun nya
Boulder andesit > 2 meter, bongkah andesit 0,4 – 2 m, krakal,
krikil, matrik pasir dengan semen silika .
Dari hasil pemboran (20 m) yang telah dilakukan pada kedalaman
5 m terdapat Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir warna
coklat sedikit mengandung lempung, krikil, krakal, fragmen
andesit, merupakan hasil dari erosi sungai, telah mengalami
pelapukan sangat kuat. Maka disarankan untuk galian rencana
posisi siphon sampai kedalaman 5 m.

XIII - 23
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Gambar 8.4. Peta Situasi di Sungai Jernih

Foto Saluran penghubung yang melewati Sungai Jernih Alt. 1 (Siphon)

Syphon

Foto diambil dari hilir Sungai Jernih

XIII - 24
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Water Way

Siphon

S. Jernih

Foto diambil dari hulu S Jernih

Foto Saluran penghubung yang melewati Sungai Jernih Alt. 2 (Talang)

± 30 m

2m

Bor Investigasi
S. Jernih

Foto diambil dari hilir S Jernih

XIII - 25
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Foto Saluran penghubung yang melewati Sungai Jernih Alt. 3 (Bendung)

Bendung di S. Jernih untuk


mendapat suplai debet tambahan

S. Jernih

waterway

8.4.5.5. HeadPond dan Jalur Penstock


1. Topografi
Topografi untuk Headpond berada pada lereng bukit yang cukup
terjal, dimana pada puncak bukit tersebut oleh warga dipergunakan
untuk perkebunan kopi.Elevasi Headpon 743 pal. sedang Elevasi
Power House 662 pal jadi beda tinggi 81 m, sementara jalur
Penstock menempati lereng dengan kemiringan 40 ̊- 45 ̊, pada
lereng ditutupi dengan vegetasi yang lebat.

2. Geologi/Fondasi Headpong dan Jalur Penstock


Fondasi Headpond dan Jalur penstock terdapat pada Tuffa warna
coklat dengan komposisi penyusunnya tuffa andesit, krakal, krikil,
pasir, lempung kadang dijumpai bongkah andesit. Dari hasil
pemboran dapat ditafsirkan bahwa tumpuan fondasi jalur penstock
akan lebih stabil meskipun pembangunan sadel sadel agak
dirapatkan (± 10 m).

XIII - 26
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Foto Rencana Pembangunan HeadPond dan Jalur Penstock

Headpond

Jalur penstock

Site Power House

Foto Pelaksanaan Pemboran inti di Daerah Headpond dan Jalur Penstock

XIII - 27
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

HASIL LOG BOR INTI DI JALUR


PENSTOCK
0-3 m terdiri dari lempung,
coklat hasil pelapukan
batuan dibawahnya
1
sedikit mengandung
koral dan pasir.
3-6 mterdiri dari lempung,
coklat hasil pelapukan
batuan dibawahnya
sedikit mengandung
koral dan pasir.

6-9 m terdiri dari fragmen


andesit , krakal, krikil,
pasir warna hitam.

9-10 m terdiri dari koral


10
dengan pasir warna
coklat kehitaman ,
mengandung lempung.

XIII - 28
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

10-12 m terdiri dari koral


dengan pasir warna
coklat , mengandung
lempung.

12--17 m terdiri dari fragmen


andesit , krakal, krikil,
pasir warna hitam

15

17-20 m terdiri dari koral


dengan pasir warna
hitam , fragmen
andesit.

20

XIII - 29
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

8.4.5.6. Power House


1. Topografi
Lokasi Power House berada pada daerah yang datar dengan luasan
± 2 Ha, berada pada elevasi 675 pal., jarak rencana pembangunan
Power House 50 m dari tepi sungai Sangir kearah Bukit dengan
dilindungi tebing yang kompak dengan ketinggian tebing dari dasar
sungai 10 m.

2. Geologi/Fondasi Power House


Fondasi Rencana Power house untuk Pembangunan PLTM Sangir
berada diatas : Breksi Volkanik ; warna hitam, kompak, dengan
komposisi penyusun nya Boulder andesit > 2 meter, bongkah
andesit 0,4 – 2 m, krakal, krikil, matrik pasir dengan semen silika.
Dari hasil pemboran (20 m) yang telah dilakukan pada kedalaman
10 m terdapat Breksi andesit abu-abu, dengan matrik pasir warna
coklat sedikit mengandung lempung, krikil, krakal, fragmen
andesit, , telah mengalami pelapukan sangat sedang-kuat.

Lokasi titik Bor jalur


penstock baru

HEADPOND BARU

Lokasi titik Bor PH


baru

POWER HOUSE BARU

Gambar 8.5. Peta SituasiLokasi Power House

XIII - 30
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Foto Penampang Lokasi Power House

Headpond Water way

Penstock

Power House

10 m

S. Sangir

Area Rencana
Power House

XIII - 31
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

HASIL LOG BOR BH PH BARU


0-1 m terdiri dari
lempung, coklat hasil
1 pelapukan batuan
dibawahnya sedikit
mengandung koral dan
pasir.

1-5 m terdiri dari fragmen


andesit , krakal, krikil,
pasir warna hitam.

5-5,5 m terdiri dari koral


dengan pasir warna
coklat , mengandung
lempung.

5,5 – 10 m terdiri dari


fragmen andesit , krakal,
kriki, ukuran fragmen
andesit berdiameter 1 m .

10

XIII - 32
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

10-11 m terdiri dari koral


dengan pasir warna
hitam.

11 – 15 m terdiri dari
fragmen andesit ,
krakal, krikil, pasir
warna hitam, ukuran
fragmen andesit
berdiameter >1 m .

15-19 m terdiri dari koral


dengan pasir warna
hitam .
15

19-20 m terdiri dari


fragmen andesit ,
ukuran fragmen
andesit berdiameter 1
m.

20

XIII - 33
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

8.5. Kegempaan (Seismicity)


Untuk diketahui bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan
kegempaan yang paling aktif di dunia.Hal ini disebabkan terdapatnya
tiga lempeng tektonik besar aktif yaitu; Lempeng Eurasia, Lempeng
Indo-Australia, dan Lempeng Filipina.Oleh karena itu, perencanaan
pembangunan pekerjaan sipil di Indonesia harus mempertimbangkan
aktifitas kegempaan ini.Cara yang paling efektif untuk mengurangi
bencana yang disebabkan oleh gempa bumi adalah memperkirakan
resiko gempa dan menerapkannya pada kode seismik, yang kemudian
digunakan dalam perencanaan konstruksi sehingga memiliki kapasitas
ketahanan gempa yang memadai (Hu, 1996).

Untuk memastikan keamanan bangunan proyek yang berhubungan


dengan aspek seismologi, geoteknik, dan struktural, penilaian tentang
bahaya seismik sangat diperlukan diperlukan.

8.6. Seismotektonik
Busur Kepulauan Indonesiah adalah salah satu daerah tektonik yang
paling aktif di dunia karena terletak pada perbatasan antara tiga
lempeng utama yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng India-Australia, dan
Pasifik. Kepulauan Indonesia duduk di tepi selatan Lempeng Eurasia.
Lempeng India-Australia bergerak ke timur laut sekitar 50 sampai
70mm/th sepanjang palung Sunda. Lempeng Pasifik bergerak ke arah
barat dan bertabrakan dengan bagian timur Indonesia dengan
pergerakan relatif sekitar 120mm/th (Gambar 5.1).Lingkungan yang
dinamis secara tektonik ini membuat sebagian besar wilayah Indonesia
rawan gempa dan bahaya sekunder.

Pulau Sumatera, di dalam kepulauan Indonesia, berada di atas


lempeng Eurasia Tenggara, yang mana lempeng India-Australia
menunjam dibawahnya (Gambar 5.1). Berdasarkan vektor kecepatan
yang didapatkan dari data GPS regional, kutub rotasi untuk pelat India-
Australia relatif terhadap lempeng Eurasia terletak di Afrika Timur
(9,64°N, 51,38°E), dengan rotasi sudut sekitar 0,677°/My
(Prawirodirdjo et al, 1999; Prawirodirdjo, 2000). Hal ini memberikan
tingkat konvergensi di sepanjang barat daya Sumatera berkisar dari
60mm/yr, azimut N170°E pada (6°S, 102°E) untuk 52mm/yr, N100°E
di azimut (20°N, N95°E). Konvergensi di sepanjang Sumatra adalah
sangat miring dimana regangan tektonik sangat kuat dan dibagi
menjadi slip-dip pada permukaan lempeng atau subduksi megathrust,

XIII - 34
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

dan menjadi komponen geseran dextral pada zona patahan Sumatera


yang membagi dua Pulau Sumatera (misalnya Fitch, 1972; Mc Caffrey,
1991; Sieh dan Natawidjaja, 2000)

Catatan:Panahhitam adalahpergerakan lempengsecara


relatifberdasarkansurvei data GPS-mode [dari Bocketal,2002].

Gambar 8.6. Tektonik Aktif Indonesia

8.7. Sesar Besar Sumatera dan Dampak Proyek


Sesar Sumatera (SFZ) dengan panjang 1900km melintasi punggungan
Sumatera, pada atau dekat busur vulkanik aktif [Katili dan Hehuwat,
1967; Sieh dan Natawidjaja, 2000]. Bagian substansial dari komponen
dextral tumbukan miring Sumatera diakomodasi oleh SFZ (Gambar
5.2).

Sieh dan Natawidjaja (2000) menetapkan 11 segmen patahan


sepanjang SFZ dalam radius 500-km dari lokasi penelitian (Gambar 8.8
dan 5.3). Setiap segmen memiliki panjang bervariasi dari 35 km
sampai 200 km. Kedalaman zona seismogenik sepanjang sesar
ditentukan dengan menggunakan hasil penelitian sebelumnya (misal
Genrich et al, 2000; Prawirodirdjo, 2000; Widiwidjayanti et al, 1997).
Ringkasan sumber seismik utama dari zona sesar Sumatera dijelaskan
dalam Tabel 8.3.

Sieh dan Natawidjaja (2000) telah mengukur pergeseran geologi dari


sesar Sumatera di tiga lokasi. Dari bagian selatan, sekitar 3,6°S di sisi

XIII - 35
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

barat Gunung Kaba, mereka mengukur pergeseran sekitar ~ 600 meter


dari lava yang mengalir pada Sungai Musi yang berumur ~ 60.000
tahun. Geseran secara geologis pada garis lintang ini, adalah ~
10mm/tahun. Dekat Khatulistiwa, pada Sungai Sianok pergeseran
sekitar 720 meter sepanjang garis patahan yang memotong tufa
Manunjau yang berumur ~ 60.000 tahun. Pergeseran secara geologis
berkisar 11mm/yr.

Genrich et. al (2000) dan Prawirodirdjo dkk. (2000) menentukan


pergeseran sesar di beberapa lokasi dari survei studi dengan
menggunakan GPS. Nilai geseran GPS pada 2,7°N, 2,2°N, 1,3°N,
0,6°N, 0,4°S, 0,8°S sebesar masing-masing 26.2mm/yr, 24.1mm/th,
24.2mm/th, 23.2mm/th, 23.3mm/th, 23.5mm/th. Pergeseran GPS
pada lintang ~ 2°N kira-kira sama dengan geseran secara geologi (Sieh
dan Natawidjaja, 2000), tetapi pada lintang ~ 0,8°S di daerah Tinggi
Bukit, tingkat geseran dikurangkan dari pengukuran GPS kira-kira dua
kali lebih banyak dari geseran secara geologi (Gambar 5.3). Studi lebih
lanjut sangat diperlukan untuk menyelesaikan perbedaan ini.

Jumlah perpindahan yang terkait dengan pecahan masa lalu di


sepanjang patahan Sumatera sebagian besar tidak diketahui, kecuali
yang terkait dengan peristiwa tahun 1867 sepanjang segmen Angkola
(Muller, 1891;. Prawirodirdjo et al, 2000) dan kejadian tahun 1926
sepanjang segmen Sumani (Untung et al, 1985;. Natawidjaja et al,
1995;. Prawirodirdjo et al, 2000).

Sejumlah gempa bumi besar dengan magnitude 6,5-7,7 telah terjadi


dalam 200 tahun terakhir di sepanjang zona sesar Sumatera termasuk
pada tahun 2007 (M6.3 & 6,4) dan tahun 2009 (M6.6). Pada Zona
Tumbukan (Tunjaman) mampu menghasilkan gempabumi M> 8 pada
masa lalu, seperti kejadian 1797, 1833 dan 1861. Dalam 10 tahun
terakhir, kegiatan di megathrust sudah sangat tinggi. Gempa bumi
megathrust terakhir termasuk kejadian tahun 2000, 2004, 2005 dan
2007. Bentuk elip warna kuning menunjukkan segmen sesar yang
pecah selama gempa bumi. Angka menunjukkan tahun kejadian dan
nomor dalam kurung adalah besarnya gempa.

Nilai kecepatan (mm/tahun) warna putih adalah geseran secara


geologi [Sieh et al., 1991, 1994]. Nilai warna kuning adalah geseran
dari survei pengukuran GPS [dari Genrich et al, 2000.]. Komponen
palung-paralel dari konvergensi lempeng kira-kira 29mm/th, dan

XIII - 36
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

sebagian besar diambil untuk gerakan dextral sepanjang SFZ. Geseran


(sliprate) meningkat keutara, tetapi tidak seragam. Bagian selatan dari
setengah sesar Sumatera bergerak sekitar 11mm/th. Dari sekitar
0,5°LS sampai 2°N, meningkat menjadi 27mm/th. Terutama
berdasarkan kualitas yang rendah survei GPS di wilayah Aceh, dapat

diindikasikan bahwa dari 2°LU sampai 6°LU pergeseran (sliprate)


menurun secara signifikan.

Gambar 8.7. Peta Penentuan Geometrik Sesar Sumatera


(segments of the Sumatran fault zone and their spatial relationships to active
volcanoes, major graben, and lakes [from Sieh an Natawidjaja, 2000])

8.8. Sejarah dan Bencana Gempa


8.8.1. Sejarah dan Bencana Gempa Bumi
Indonesia terletak pada daerah tektonik yang sangat aktif pada titik
pertemuan tiga lempeng utama dan sembilan lempeng yang lebih kecil
yang menciptakan jaringan kompleks pada batas antar lempeng (Bird,
2003). Dengan adanya interaksi antara lempengan-lempengan ini
menempatkan Indonesia pada wilayah yang rawan gempa (Milson et
al., 1992). Aktivitas kegempaan yang tinggi dapat dilihat di kawasan
itu, selama periode tahun 1897-2009, ada peristiwa gempa bumi lebih
dari 14.000 dengan magnitudo M> 5.0 telah direkam. Beberapa gempa
bumi besar terjadi di Indonesia dalam enam tahun terakhir. Beberapa
gempa bumi besar terjadi di Aceh tahun 2004 yang diikuti oleh
tsunami, Gempabumi Nias tahun 2005 (Mw 8,7), Gempa Tasik tahun

XIII - 37
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

2009 (Mw 7,3), dan Gempa Padang terbaru tahun 2009 (Mw 7,6 ).
Gempa ini telah menyebabkan ribuan korban jiwa, kehancuran dan
kerusakan ribuan infrastruktur dan bangunan, serta miliaran dolar AS
dibutuhkan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi.
Dengan gerakan lempeng yang relatif tinggi dan semua jajaran sesar
aktif mengakomodasi gerakan ini, jajaran sesar Sumatera dianggap
sebagai salah satu zona seismik yang paling aktif di Bumi, khususnya
untuk 10 tahun terakhir di mana aktivitas seismik luar biasa tinggi.
Didalam catatan sejarah masa lalu, kurun waktu 140 tahun, banyak
gempa bumi besar mulai dari magnitude 6,5-9 telah terjadi baik di
zona sesar Sumatera maupun jalur tunjaman (megathrust), dan telah
menghancurkan banyak rumah dan properti serta membunuh banyak
orang .

Visser [1922] melaporkan bahwa getaran selama 22 Februari 1916,


gempabumi sangat kuat di lembah Taruntung dan gemetar kuat
dirasakan sampai radius 50km. Pada tanggal 24 Januari 1921,
gempabumi dengan wilayah goncangan berat yang sama dengan
gempabumi tahun 1916. Radius getaran untuk gempabumi tanggal 1
April 1921 (Mb ~ 6.8), adalah dua kali lebih besar [Visser, 1922].
Beberapa kerusakan terjadi sepanjang daerah sempit sepanjang 80 km
dari jalur sesar, dari Pangunguran ke Tarutung di Lembah Sungai
Batang Toru. Bagian pantai barat Danau Toba yang runtuh ke dalam air
menyebabkan gelombang yang signifikan. Pada tahun 1936,
gempabumi utama yang lain (Ms 7,2) pecah bagian paling utara sesar
Renun. Daerah hancur dilaporkan dalam beberapa km pada zona
sempit di sepanjang jalur sesar.

8.8.2. Design of Ground Motion


Gempa adalah fenomena alam yang: (1) berpotensi menyebabkan
kerugian dan bencana, (2) tidak dapat diprediksi secara akurat; kapan,
dimana, dan besarnya, dan (3) tidak dapat dicegah. Untuk mengurangi
gempa bumi, FEMA 451b menyarankan bahwa: (1) orang harus
menghindari bangunan sebuah infrastruktur dekat sesar aktif, di
daerah rawan tsunami, likuifaksidan tanah longsor, dan (2)
infrastruktur harus dirancang dan dibangun sesuai dengan kode
bangunan tahan gempa.

Dari pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar


korban gempa dan kerugian disebabkan oleh keruntuhan dan

XIII - 38
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

kerusakan infrastruktur. Kerusakan infrastruktur dapat dibagi menjadi


dua jenis:

1. Kerusakan tidak langsung karena likuifaksi, siklus mobilitas,


penyebaran lateral, keruntuhan lereng, retakan tanah, amblesan,
dan deformasi yang berlebuhan dan

2. Kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari gaya inersia yang


diterima oleh infrastruktur selama getaran berlangsung.

Kerusakan struktur akibat gempa dapat diminimalisir dengan


mengantisipasi beban seismik dari gerakan tanah dalam tahap desain.
Oleh karena itu, penentuan parameter gerakan tanah sangat penting
untuk ketahanan gempa desain. Parameter ground motion yang dapat
diwakili oleh: (1) percepatan puncak dipermukaan tanah (peak ground
acceleration), (2) response spectrum, dan (3) acceleration time
histories.

Percepatan puncak dipermukaan tanah (PGA) memberikan informasi


hanya dari beban gempa puncak.Respon Spektrum memberikan
informasi tambahan mengenai frekuensi yang berisi gerak dan
kemungkinan efek amplifikasi.Acceleration time histories pada tanah
memberikan informasi yang paling lengkap karena mereka dapat
menunjukkan variasi beban gempa selama durasi getaran. Secara
umum, metode analisis sederhana memerlukan parameter gempa yang
lebih sedikit, namun lebih banyak parameter biasanya menghasilkan
perhitungan yang lebih akurat.

8.8.3. Penentuan beban Gempa (Seismic Assessment)


Parameter ground motion yang menjadi pertimbangan dalam penilaian
seismik adalah percepatan puncak dipermukaan tanah (peak ground
acceleration) dan respon spektrum. Umumnya, ada dua metode untuk
melakukan penilaian bahaya seismik, yaitu analisis bahaya seismik
deterministik (DSHA) dan analisis resiko gempa probabilistik (PSHA).
Pemilihan dua metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tujuan
dari penilaian bahaya atau risiko, lingkungan seismik (apakah lokasi
pada daerah seimik risiko tinggi sedang, atau rendah), dan lingkup
penilaian. Sebagian besar gambaran akan bisa diperoleh jika kedua
analisis deterministik dan probabilistik dilakukan.

XIII - 39
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Hal ini juga disyaratkan bahwa beberapa analisis untuk merancang


struktur bangunan dalam kondisi gempa harus dilakukan sesuai dengan
klasifikasi struktur. Dua perencanaan gempa bumi yang berbeda, yaitu
Perencanaan Gempa Dasar (DBE) dan Maximum Credible Earthquake
(MCE), akan diterapkan.

a. DBE adalah gempa dengan probabilitas yang cukup kecil sehingga


akan terjadi setidaknya diharapkan sekali selama umur dari
struktur. Untuk mengevaluasi keselamatan selama DBE, metoda
Pseudo-statis kesetimbangan batas dengan koefisien seismik yang
sama harus diterapkan.

b. MCE adalah peristiwa gempa bumi maksimum yang dapat


mempengaruhi struktur bangunan. Tujuan dari desain ketahanan
gempa terhadap MCE adalah bahwa kerusakan yang tidak serius
mempengaruhi struktur bangunan, bahkan jika beberapa tingkat
kerusakan terjadi pada berbagai deformasi plastik. Untuk
mengevaluasi tingkat keselamatan selama MCE, analisis dinamik
dengan menggunakan metode elemen hingga harus diterapkan.

Kedua metoda yaitu DSHA dan PSHA membutuhkan sejumlah besar


penelitian untuk mendukungnya, yang tidak diperlukan dalam Tahap
Studi Kelayakan Proyek. Pada tahap ini,Konsultan mengkaji dari
pedoman nasional untuk memberikan parameter desain gempa yang
diusulkan untuk proyek tersebut.

1. Studi Sebelumnya
Patahan Aktif dan Analisis Bahaya Gempa untuk Mengembangkan
Pembangkit Listrik Tenaga Air Mikro di Lau Gunung-2, Dairi,
Sumatera Utara. Laporan oleh Dr Danny Hilman Natawidjaja, Dr
T.A. Sanny, Prof Dr masyur Irsyam, Dr Eko Yulianto dan Ir.
Hendriyawan, PT. Inpola Meka Energi, Januari, 2011.

Laporan ini menyajikan hasil awal penentuan bahaya seismik untuk


PLTM Lau Gunung. Laporan ini terdiri dari hasil penilaian bahaya
gempa deterministik dan probabilistik untuk lokasi bendung dan
pembangkit rencana PLTM Lau Gunung, yang berjarak kurang lebih
100 km barat laut lokasi proyek.

Analisis deterministik telah diterapkan pada model sumber gempa


untuk mengevaluasi kemungkinan gerakan tanah dasar (ground

XIII - 40
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

motion) terburuk. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kontrol


gempa dihasilkan oleh Patahan Renun. Menurut studi lebih lanjut
dan segmentasi, magnitude maksimum sesar yang digunakan
dalam penilaian tersebut adalah 6,9, bukan 7,8 seperti penelitian
yang disarankan sebelumnya. Gempa bumi dengan jarak paling
dekat karena sesar ini adalah 3,2 km ke lokasi bendung. Dua
alternatif lokasi pembangkit dianalisis, yaitu 100m dan 200m dari
Patahan Renun. Persentil 84,1 digunakan sebagai referensi untuk
menentukan PGA di batuan dasar untuk MCE. Hasilnya 0.628g,
0.826g, dan 0.822g untuk bendung dan pembangkit yang berjarak
masing-masing 3.2km, 100m, dan 200m dari Patahan Renun.

Berdasarkan analisis probabilistik, PGA untuk lokasi bendung


adalah 0.35g dan 0.72g untuk periode ulang gempabumi masing-
masing 475 dan 2.500 tahun. PGA untuk lokasi pembangkit yang
berjarak 100m dan 200 m dari Patahan Renun adalah 0.40g dan
0.92g untuk periode ulang gempa masing-masing 475 dan 2.500
tahun.

Untuk menentukan yang mana gempa bumi akan memberikan


kontribusi paling besar penentuan bahaya di lokasi proyek, model
sumber gempa itu dikumpulkan untuk menentukan sumber yang
berkontribusi pada tingkat bahaya pada periode ulang 475 dan
2.500 tahun. Analisis menunjukkan bahwa kombinasi antara
magnitude dan jarak memberikan tingkat periode ulang 475 tahun
dan 2.500 tahun dari gempa Mw 6.0-7.0 pada jarak kurang dari 3,0
km. Hasilnya relatif konsisten dengan analisis deterministik.

Dalam menggabungkan nilai-nilai probabilistik dan deterministik


untuk MCE, nilai ambang batas dari 0.6g untuk PGA digunakan
untuk batas atas probabilitas.

Mengingat bahwa jarak terdekat dari lokasi Proyek untuk sesar


Toru akan menjadi urutan yang sama dengan lokasi PLTM Lau
Gunung untuk sesar Renun, dapat diharapkan bahwa PGA tingkat
MCE akan serupa.

2. Pedoman Nasional Penentuan Beban Gempa


Studi khusus untuk penentuan gempa di wilayah ini belum
dilakukan, sehingga perlu sekali mendapatkan data-data terkini
mengenai sejarah gempa di wilayah studi. Hal ini diperlukan untuk

XIII - 41
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

menilai kecukupan besarnya nilai koefisien gempa yang ditetapkan


untuk perencanaan yang didapatkan dari Peta Zona Seismik untuk
perencanaan penentuan beban gempa pada bangunan di Indonesia
yang dipublikasikan oleh Dirjen Pengairan tahun 2004 (Gambar
8.10).

Tabel 8.3. Faktor Koreksi Pengaruh Jenis Tanah/Batuan

Faktor Koreksi Batuan


Jenis
Periode Predominan Dasar
Batuan Ts < 0.25 0.80
Diluvium 0.25 < Ts < 0.50 1.00
Aluvium 0.50 < Ts < 0.75 1.10
Aluvium Lunak Ts < 0.75 1.20

Tabel 8.4. Periode Ulang dan Percepatan Dasar Gempa

Periode Ulang ac
(Tahun) (gal = cm/det2)

10 0.127
20 0.155
50 0.196
100 0.227
200 0.255
500 0.289
1000 0.313
5000 0.364
10000 0.385

Berdasarkan Peta Zona Seismik untuk perencanaan penentuan


beban gempa pengairan di Indonesia yang dipublikasikan oleh
Dirjen Pengairan tahun 2004 (Gambar 8.9), maka lokasi rencana
PLTM Batang Sumpur untuk periode ulang 100 tahun mempunyai
parameter untuk perhitungan koefisien gempa sebagai berikut:

Percepatan gempa dasar ( Ac) untuk periode ulang 10-500 tahun


dapat dilihat pada Tabel 8.4.
Daerah rencana PLTM Batang Sumpur termasuk dalam zona
koefisien (Z) pada daerah gempa E, yaitu sebesar 1.3
Parameter jenis pondasi sebagai tumpuan bangunan adalahbatuan
diluvium, dengan nilai v = 1 (Tabel 8.3)

XIII - 42
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Sehingga percepatan gempa desain untuk perioda ulang 50 tahun


dapat dihitung dengan
rumusan:

Acuntuk periode ulang 50 tahun adalah


= 0.60 gal x 980 cm/sec2
= 588 cm/sec2

Ad = Z x Ac x v
= (1.3)x 222.46 x 1.0
= 289.198 gal

Koefisien gempa dapat dicari dengan rumusan:


k = Ad/ g
= (289.198)/980
= 0.295

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka koefisien gempa yang


terjadi untuk periode ulang 10-500 tahun adalah dapat dilihat pada
Tabel 8.5.

Tabel 8.5 Perhitungan Koefisien Gempa Periode Ulang 10- 500Tahun

Periode Zona Koefisien Percepatan Parameter Koefisien


Ulang T (Z) Gempa Dasar Jenis Pondasi Gempa
(tahun) (Ac) (v)
10 1.3 0.127 1 0.165
20 1.3 0.155 1 0.202
50 1.3 0.196 1 0.255
100 1.3 0.227 1 0.295
200 1.3 0.255 1 0.332
500 1.3 0.289 1 0.376
D
Dasar pijakan untuk menghitung koefisien gempa tersebut adalah:
1. Klasifikasi tempat / site pijakan (jenis batuan)
2. Parameter fisik dan ketebalan lapisan pondasi
3. Jarak dari pusat gempa / patahan
4. Jarak dari pelepasan energi
5. Pemilihan magnitude untuk desain

XIII - 43
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Tabel 8.6.Faktor Lokasi

Lokasi Koefisien

Lokasi risiko tinggi 1,00


Lokasi risiko sedang 0,85
Lokasi risiko rendah 0,70

Tabel 8.7. Faktor Pondasi

Kategori Kondisi Pondasi Koefisien


1 (1) Formasi Pra Tertier 0,90
(2) Diluvium di atas batu < 10 m
2 (1) Diluvium di atas batu > 10 m 1,00
(2) Aluvium di atas batu < 10 m
3 Aluvium di atas batu < 25 m 1,10
dan lapisan lembek < 5 m
4 Lain-Lain 1,20

Tabel 8.8. Faktor Konstruksi

Konstruksi Koefisien
Konstruksi baja 1,00
Konstruksi beton 1,00
Konstruksi Beton bertulang 1,00
Konstruksi masif dan kaku 0,50
Konstruksi timbunan 0,50

Untuk kasus rencana PLTM Sumpur bila diambil nilai-nilai ko = 0,295 g,


Δ1 = 0,85, Δ2 = 0,90 dan Δ3 = 0,5, maka diperoleh kH = 0,1128 g.
Selanjutnya koefisien gempa horisontal kH harus diubah dalam setiap
perhitungan stabilitas dengan mengalikan faktor gaya gempa α, atau :
k = α kH

Faktor gaya gempa α suatu fungsi dua garis, atau secara numerik
dirumuskan sebagai berikut :
k = kH ( 2,5 – 1,85 y/H ) jika y/H < = 0,4 dan
k = kH ( 2,0 – 0,6 y/H ) jika y/H > = 0,4

Dalam mana y/H adalah tinggi relatif yang diukur dari puncak bendung,
sehingga di puncak bendung y/H = 0, dan di pondasi (y = H) y/H = 1
Dilihat dari Peta Penyebaran Sesar Aktif dan Pusat Gempabumi
Merusak di Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Vulkanologi dan

XIII - 44
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Mitigasi Bencana Geologi, Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral


(Gambar 8.9), lokasi proyek terletak cukup jauh dari pusat-pusat
gempabumi merusak dan sesar-sesar aktif.

Dari Peta Wilayah Rawan Gempabumi Indonesia yang dikeluarkan


Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Dirjen Geologi
dan Sumberdaya Mineral (Gambar 8.8), lokasi proyek merupakan
daerah yang rawan dari bencana gempabumi.

Gambar 8.8. Peta Sebaran dan Kedalaman Gempa bumi Wilayah Sumatera

XIII - 45
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Gambar 8.9. Peta Sesar Aktif dan Sebaran Pusat Gempa Bumi Merusak Wilayah
Sumatera

XIII - 46
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Gambar 8.10. Peta Zona Gempa Indonesia

XIII - 47
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Gambar 8.11. Peta Wilayah Rawan Gempabumi Indonesia

XIII - 48
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Lampiran FOTO PLTM Sangir

Topografi PLTM Sangir

Daerah tangkapan terlihat tebing yang tegak, dari rencana wear kehulu ± 3 km

XIII - 49
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Foto Aliran sungai Sangir beserta kondisi batuan di sekitarnya

FOTO Batuan yang ada dilokasi PLTM Sangir

XIII - 50
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Top soil, coklat, komposisi lempung, pasir, banyak mengandung unsur hara, dibawahnya
dijumpai gravel berbagai ukuran

Tuff andesit, coklat, komposisi Bongkah andesit, krakal, krikil, pasir, lempung
Tersebar di rencana Water way, Headpond, Penstock

XIII - 51
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 52
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Breksi andesit , sangat kompak, hitam, boulder andesit> 2 m, bongkah andesit 0,4–2m,
krakal, krikil, pasir, dengan semen silica. Rencana Pondasi Wear dan Power house
FOTO PELAKSANAAN INVESTIGATION SOIL PLTM SANGIR

XIII - 53
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

FOTO Pelaksanaan Test Pit

XIII - 54
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

TP 1 TP2

TP 3 TP 4

XIII - 55
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

Pengambilan sample

XIII - 56
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

PENYELIDIKAN TANAH
PEMBANGUNAN PLTM SANGIR
DESA KUBANG GAJAH KECAMATAN SANGIR
KABUPATEN SOLOK SELATAN SUMBAR

I. Pendahuluan
Dalam rangka Proyek Pembangunan PLTM Sangir DesaKubang Gajah
Kecamatan Sangir Solok Selatan , telah dilaksanakan pekerjan Bor inti
dan Test Pit untuk lokasi Power House dan jalur water way , serta uju
laboratorim Mekanika Tanah di Universitas Bung Hatta dan ITB jurusan
Teknik Sipil, Pekerjaan ini untuk mendapatkan data kondisi tanah dan
material dilapangan.

II. Maksud dan Tujuan


Penyelidikan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dilapangan yang
nantinya dapat dipergunakan untuk perencanaan pondasi pada rencana
Proyek Pembangunan PLTM Sangir.

III. Lingkup Kegiatan


- Pemboran Tanah dengan peralatan Bor mesin 1 unit, diperoleh
kedalaman 29.00 m lokasi Power House.
- Test Pit kedalaman 2.00 m
- Pengujian data N SPT
- Pengujian Laboratorium
- Pelaporan

III.1. Pemboran dengan Peralatan Bor mesin


Dari kegiatan pemboran tanah dengan peralatan bor mesin didapat
jenis tanah / material, muka air tanah dan muka tanah pada lokasi
rencana proyek . Pemboran yang baru dapat dilaksanan 1 titik dengan
lokasi Power House.

III.2. Pengujian data N SPT


Pengujian data N SPT dilakukan setiap interval kedalaman 3 m.

III.3. Pengujian Loboratorium


Pengujian loboratorium dilaksanakan oleh Universitas Bung Hatta dan
ITB Fakultas Teknik Sipil.

XIII - 57
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

III.4. Pelaporan
Dari hasil penyelodikan yang dilakukan, dapat dilaporkan hasil
pemboran , nilai N SPT dan hasil analisis sampel pada Rencana
Pembangunan PLTM Sangir, Kubang Gajah, Kecamatan Sangir,
Kabupaten Solok Selatan Sumbar.
Demikian dilaporkan untuk menjadikan bahan pertimbangan dalam
Perencanaan dan pelaksanaan nya.

XIII - 58
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 59
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 60
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 61
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 62
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 63
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 64
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 65
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 66
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 67
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 68
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 69
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 70
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 71
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 72
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 73
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 74
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 75
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 76
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 77
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 78
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 79
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 80
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 81
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 82
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 83
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 84
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 85
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 86
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 87
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 88
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 89
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 90
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 91
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 92
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 93
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 94
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 95
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 96
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 97
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 98
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 99
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 100
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 101
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 102
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 103
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 104
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 105
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 106
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 107
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 108
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 109
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 110
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 111
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 112
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 113
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 114
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 115
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 116
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 117
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 118
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

XIII - 119
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

LOG OF TEST PIT

PROJECT PLTM SANGIR COORDINAT


LOCATION CHANAL GROUND ELV. 725 M
PIT
NUMBER TP3 DATE OF EXCAVATION 20/07/2013
TOTAL DEPTH 2.5 M LOGGED BY PURWANTO
GROUND WATER LEVEL -

DEPTH ELV. SYMBOL SOIL DESCRIPTION SAMPLES

(M) (M)
0 740
Lapisan atas terdiri dari metrerial
warna coklat , lempung, psair, krikil
banyak mengandung unsur hara

0.5 739.5
Satuan tuffa
Dijumpai bongkah andesit dengan
diameter 20 - 50 cm pada kanan kiri
terbungkus oleh lempung berwarna
1.0 739 coklat, pada posisi ini juga dijumpai
pasir, krakal yang mempunyai keke-
rasan sedang berwarna abu abu ke-
coklatan.

1.5 738.5 Bongkah andesit dengan diameter


40 cm , lempung berwarna
coklat, pada posisi ini juga dijumpai
pasir, krakal yang mempunyai keke-
rasan sedang berwarna abu abu ke-
2.0 738 coklatan.

Dijumpai bongkah andesit dengan


diameter 30 - 50 cm pada kanan kiri
2.5 737.5 terbungkus oleh lempung pasiran ber-
warna abu abu kecoklatan.

XIII - 120
Feasibility Study PLTM Sangir (2 x 5.00 MW)

LOG OF TEST PIT

PROJECT PLTM SANGIR COORDINAT


LOCATION CHANAL GROUND ELV. 730 M
PIT
NUMBER TP4 DATE OF EXCAVATION 23/07/2013
TOTAL DEPTH 1 M LOGGED BY PURWANTO
GROUND WATER LEVEL -

DEPTH ELV. SYMBOL SOIL DESCRIPTION SAMPLES


(M) (M)

0 730
Lapisan atas terdiri dari metrerial
warna coklat , lempung, psair, krikil
banyak mengandung unsur hara

0.5 729.5
Satuan tuffa
Dijumpai bongkah andesit dengan
diameter 20 - 50 cm pada kanan kiri
terlapisi oleh lempung berwarna
1.0 729 coklat, pada posisi ini juga dijumpai
pasir, krakal yang mempunyai keke-
rasan sedang berwarna abu abu ke-
coklatan.

1,5 728,5

XIII - 121

Anda mungkin juga menyukai