Anda di halaman 1dari 133

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI DAN PENURUNAN TIANG

PANCANG PADA PROYEK PENGEMBANGAN GEDUNG PENDIDIKAN


DAN PRASARANA SERTA SARANA PENDUKUNG
POLITEKNIK NEGERI MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas


Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan Oleh:
INDRA PARDAMEAN PARINDURI
080424018

BIDANG STUDI GEOTEKNIK


PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga

dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat serta salam kepada pemilik

pribadi mulia Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, yang

membawa kita dari zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh dengan ilmu

pengetahuan.

Adapun judul yang diajukan adalah “Analisis Daya Dukung Pondasi dan

Penurunan Tiang Pancang Pada Proyek Pengembangan Gedung Pendidikan

dan Prasarana Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri Medan”.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan

dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin

sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, selaku dosen pembimbing utama yang telah

membimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini;

2. Bapak Prof.Dr.Ir. Roesyanto,MSCE, sebagai pembanding dan penguji;

3. Bapak Dr.Ir.M. Sofyan Asmirza, M.Sc, sebagai pembanding dan penguji;

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Ir. Syahrizal, MT; selaku seketaris Jurusan Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara;

6. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc selaku Koordinator Program

Pendidikan Ekstension;

Universitas Sumatera Utara


7. Seluruh Dosen dan pegawai Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan

Teknik Sipil yang telah mendidik dan membina penulis sejak awal hingga

akhir perkuliahan;

8. Pimpinan dan seluruh Staff PT. PP, sebagai Pelaksana proyek yang telah

memberi bimbingan kepada penulis;

9. Teristimewa, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

Ayahanda Drs. H. Hasanuddin Parinduri dan Ibunda Hj.Maryani Daulay, Spdi

atas seluruh bantuan, dukungan, do’a dan pengorbanan yang tidak terhingga

kepenulis selama ini. Begitu juga abang, kakak serta adik yang telah memberi

seni kehidupan dan dukungan yang tiada henti-hentinya kepada penulis untuk

menyelesaikan Tugas Akhir ini;

10. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa extensen’08

pada Kelis, Husin, Zul, Dedi, Edo, Fahdi,extensen’09,extensen’10,dan teman-

teman lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah memberikan

dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini kemungkinan belum sempurna,

untuk itu penulis dengan tulus dan terbuka menerima kritikan dan saran yang

bersifat membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata, penulis

berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Medan, 21 Agustus 2013

Penulis,

INDRA PARDAMEAN PARINDURI


080424018

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Pondasi tiang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum
digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah
keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam
didalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang
digunakan. Hasil masing – masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas
yang berbeda – beda.
Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung dan menganalisis daya
dukung tiang pancang pada proyek pembangunan gedung pendidikan dan
prasarana serta sarana pendukung politeknik negeri medan. Dimana menghitung
daya dukung tiang berdasarkan data lapangan yaitu data sondir, data SPT, dan
data manometer. Menghitung gaya lateral ijin. Menghitung daya dukung
kelompok tiang berdasarkan nilai effisiensi, Serta menghitung penurunan tiang.
Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik
dilihat dari penggunaan metode perhitungan Mayerhof Qu= 408,64 ton, metode
Aoki De Alencer Qu = 201,56 ton untuk data sondir, metode Mayerhoff Qu =
201,09 ton untuk data SPT dan manometer Qu = 209,50 ton, pada alat hydraulic
jack. Dari hasil perhitungan daya dukung tiang pancang, lebih aman memakai
perhitungan dari hasil data manometer pada alat hydraulic jack karena lebih
aktual.
Kata kunci : pondasi tiang, daya dukung tiang

Universitas Sumatera Utara


DARTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i

ABSTRAK……………………………………………………………………….iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv

DAFTAR TABEL……………………………………………………………….ix

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..x

DAFTAR NOTASI……………………………………………………………...xii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang……………………………………………………1

1.2. Tujuan…………………………………………………………….4

1.3. Maanfaat…………………………………………………………..4

1.4. Pembatasan Masalah……………………………………………...5

1.5. Metode Pengumpulan Data……………………………………….5

1.6. Sistematika Penulisan……………………………………………..6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum………………………………………………………8

2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)…………………………….10

2.2.1. Sondering test/cone penetration test (CPT)……………….10

2.2.2. Standard Penetration Test (SPT)………………………….14

2.3. Macam-macam Pondasi……………………………………………..15

2.4. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang……………………………...17

2.4.1. Pondasi t iang pancang menurut pemakaian baha n

dan karakteristik strukturnya……………………………..18

Universitas Sumatera Utara


2.4.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya………….28

2.5. Alat Tiang Pancang………………………………………………….29

2.6. Hidrolik Sistem……………………………………………………...32

2.7. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang……………………….34

2.8. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek……………………………..42

2.9. Kapasitas Daya Dukung……………………………………………..43

2.9.1. Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil sondir…..43

2.9.2. Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil SPT……..46

2.9.3. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Bacan

Jack Manometer…………………………………………..51

2.10. Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)…………………………...52

2.11. Perhitungan pembagian tekanan pada tiang pancang kelompok…...55

2.11.1. Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal

sentris……………………………………………………55

2.11.2. Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal

eksentris………………………………………………….56

2.11.3. Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan

momen yang bekerja pada dua arah……………………..57

2.12. Tiang Mendukung Beban Lateral………………………………….58

2.12.1. Metode Broms……………………………………………58

2.12.2. MetodeBrinch Hansen……………………………………63

2.13. Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang Pancang……………….65

2.14. Penurunan Pondasi Tiang (settlement)……………………………..69

2.14.1. Penurunan pondasi tiang tunggal………………………...71

Universitas Sumatera Utara


2.14.2. Penurunan pondasi tiang kelompok……………………...74

2.14.3. Penurunan diijinkan……………………………………...75

2.15. Faktor Keamanan…………………………………………………..76

BAB III. DATA PROYEK

3.1. Data Umum………………………………………………………….78

3.2. Data Teknis Tiang Pancang…………………………………………79

3.3. Metode Pengumpulan Data………………………………………….80

3.4. Metode Analisis……………………………………………………..80

3.5. Lokasi Titik Sondir,SPT dan Jack Manometer……………………...82

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 . 1 . M e n g h i t u n g K a p a s it a s D a ya D u k u ng T i a n g P a n c a n g

dari Data Sondir……………………………………………………..84

4. 1.1. P er hit ungan kapasit as daya dukung t iang pancang

dengan metode Aoki dan De Alencar………………………..84

4. 1.2. P er hit ungan kapasit as daya dukung t iang pancang

dengan Metode Meyerhof. ………………………………….87

4 . 2 . M e n g h i t u ng K a p a s i t a s D a ya D u k u ng T i a ng P a n c a n g

dari Data SPT……………………………………………………….89

4.3. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pada Saat Penekanan

Berdasarkan Bacaan Manometer dari Alat hydraulic jack…………..91

4.4. Menghitung analisa gaya yang bekerja pada kelompok tiang...…….93

4.5. Perhitungan Gaya Lateral Ijin………………………………………95

4.6. Menghitung kapasitas kelompok tiang berdasarkan effisiensi…......105

Universitas Sumatera Utara


4.6.1. Metode Converse – Labarre……………………………..105

4.6.2. Metode Los Angeles Group……………………………..107

4.7. Menghitung Penurunan Tiang Tunggal (single pile), Penurunan

Kelompok Kiang (pile group) dan Penurunan ijin……………........109

4.7.1. Mehingtung penurunan tiang tunggal (single pile)…….. .109

4.7.2. Menghitung Penurunan yang diijinkan (Sijin)…………...112

4.7.3. Menghitung Penurunan kelompok tiang (Sg)…………...112

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan…………………………………………………………114

5.2. Saran………………………………………………………………..116

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Faktor empirik Fb dan Fs…………………………………………………….44

2.2. Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda………………………...45

2.3. Hubungan Dr, Ф dan N dari pasir…………………………………………..46

2.4. SPT hammer efficiencies……………………………………………………48

2.5. Borehole, Sampler and Rod correction factors……………………………...48

2.6. Nilai koefisien Cp…………………………………………………………...72

2.7. Modulus Elastis……………………………………………………………..73

2.8. Angka Poisson……………………………………………………………...73

4.1. Perhitungan daya dukung ultimate dan ijin tiang pancang ( S-1 )…………88

4.2. Perhitungan daya dukung tiang pancang pada titik (BH-II)……………….90

4.3. Perhitungan daya dukung tiang berdasarkan bacaan manometer………….92

4.4.Perhitungan daya dukung tiang pada saat pemancangan berdasarkan

data (daily piling record)……………………………………………………92

4.5. Perhitungan beban tiang maksimum……………………………………….95

4.6. Spesifikasi spun pile (WIKA Beton)……………………………..9 9

4.7. Perhitungan pada masing – masing lapisan………………………………101

4.8. Perkiraan penurunan tiang tunggal……………………………………….111

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Dimensi Alat Sondir Mekanis……………………………………………….12

2.2. Macam-macam tipe pondasi………………………………………………...17

2.3. Tiang pancang beton precast concrete pile………………………………..19

2.4. Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile………………………………20

2.5. Tiang pancang Cast in place pile………………………………………….21

2.6. Tiang pancang baja………………………………………………………..23

2.7. Skema pemukul tiang………………………………………………………..31

2.8. Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan…………………………………37

2.10. Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan…………………………….40

2.11. Urutan pemancangan……………………………………………………..41

2.12. Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya…………………………………….42

2.13. Grafik Variasi harga α berdasarkan kohesi tanah…………………………49

2.14. Pola-pola kelompok tiang pancang khusus...................................................53

2.15. Jarak antar tiang dalam kelompok………………………………………….54

2.16. Pengaruh tiang akibat pemancangan.............................................................55

2.17. Beban mormal sentris pada kelompok tiang pancang...................................56

2.18. Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang……………………56

2.19. Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y…………………...57

2.20. Tahanan lateral ultimit tiang dalam tanah kohesif…………………………59

2.21. Tiang ujung jepit dalam tanah kohesif……...……..……………………….60

2.22. Defleksi lateral tiang di atas permukaan tanah…………………………….62

Universitas Sumatera Utara


2.23. Metode Brinch Hansen …………………………………………………..63

2.24. Koefisien tahanan lateral …………………………………………………..64

2.25. Tiang menonjol mengalami beban lateral…………………………………65

2.26. Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang……………………………………66

2.27. Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak samping……………….66

2.28. Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak atas……………….67

2.29. Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang…………………………….69

2.30. Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan…………………………….70

3.1. Peta Kesampaian Lokasi…………………………………………………….79

3.2. Bagan alir penelitian………………………………………………………81

3.3. Lokasi titik – titik penyelidikan………………………………………...…82

3.4. Denah tiang pancang………………………………………………………83

4.1. Perkiraan nilai q ca (base)…………………………………………………..84

4.2. Nilai qc (side) pada titik sondir 1 (S-1)……………………………………..85

4.3. Gaya yang bekerja pada tiang……………………………………………….93

4.4. Nilai-nilai tahanan tanah cuKc…………………………………………..….102

4.5. Tiang kelompok……………………………………………………………105

4.6. Nilai qc (side) pada titik sondir……………………………………………..109

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²)

PPK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm²)

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm

I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

S = Jarak masing-masing tiang dalam kelompok (spacing)

D = Diameter tiang.

N = Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang.

V = Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris.

Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.

V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang.

P1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

= Jumlah beban vertikal (ton)

Mx = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu x (tm)

My = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu y (tm)

xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah X (m)

yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah Y (m)

= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah x (m2)

= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah y (m2)

n = Jumlah tiang dalam kelompok.

po’ = Tekanan overburden efektif.

Kp = (1 + sin φ”)/(1 – sin φ’) = tg2 (45°+φ/2)

φ’ = Sudut gesek dalam efektif

Universitas Sumatera Utara


po = Tekanan overburden vertical

c = Kohesi

Ko Kq = Faktor yang merupakan fungsi φ dan z/d

z = Kedalaman dari permukaan tanah(m)

zf = 1/3 dari panjang tiang yang tertanam

k1 = Modulus subgade

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan.

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

Qa = Beban maksimum tiang tunggal.

m = Jumlah baris tiang.

n' = Jumlah tiang dalam satu baris.

θ = Arc tg d/s, dalam derajat.

s = Jarak pusat ke pusat tiang

d = Diameter tiang.

qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang.

JHL = Jumlah hambatan lekat.

K11 = Keliling tiang.

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

Qult = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.

Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.

Qs = Kapasitas tahanan kulit.

qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

Ab = Luas di ujung tiang.

Universitas Sumatera Utara


f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.

As = Luas kulit tiang pancang.

qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang.

Fs = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

N-SPT = Harga SPT lapangan.

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

Cu = Kohesi Undrained

p = Keliling tiang

Li = Panjang lapisan tanah

fs = Tahanan satuan skin friction, kN/m2.

As = Luas selimut tiang.

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (Ton)

P = Bacaan manometer (Kg/cm2)

A = Total luas efektif penampang piston (cm2)

Sp = Penurunan dari ujung tiang

Sps = Penurunan tiang akibat beban yang diahlikan sepanjang

tiang.

Qp = Kapasitas dukung ujung tiang (ton)

Qs = Kapasitas dukung selimut tiang (ton)

L = Panjang tiang (m )

Ap = Luaas penampang tiang (m2)

Qp = Kapasitas dukung ujung tiang

qp = Daya dukung batas diujung tiang

Universitas Sumatera Utara


Cp = Koefisien empiris

Ep = Modulus elastisitas tiang

α = Koefisien yang tergantung pada distribusi gesekan selimut sepanjang

tiang.

Es = Modulus Elastisitas tanah

Vs = Poisson Ratio tanah

Pt/pL = Gesekan rata-rata yang bekerja sepanjang tiang

S = Penurunan fondasi tiang tunggal

Sg = Penurunan fondasi kelompok tiang

d = Diameter tiang tunggal

q = Tekanan pada dasar pondasi

Bg = Lebar kelompok tiang

Qc = Nilai konus pada rata – rata kedalaman Bg

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Pondasi tiang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum
digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah
keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam
didalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang
digunakan. Hasil masing – masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas
yang berbeda – beda.
Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung dan menganalisis daya
dukung tiang pancang pada proyek pembangunan gedung pendidikan dan
prasarana serta sarana pendukung politeknik negeri medan. Dimana menghitung
daya dukung tiang berdasarkan data lapangan yaitu data sondir, data SPT, dan
data manometer. Menghitung gaya lateral ijin. Menghitung daya dukung
kelompok tiang berdasarkan nilai effisiensi, Serta menghitung penurunan tiang.
Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik
dilihat dari penggunaan metode perhitungan Mayerhof Qu= 408,64 ton, metode
Aoki De Alencer Qu = 201,56 ton untuk data sondir, metode Mayerhoff Qu =
201,09 ton untuk data SPT dan manometer Qu = 209,50 ton, pada alat hydraulic
jack. Dari hasil perhitungan daya dukung tiang pancang, lebih aman memakai
perhitungan dari hasil data manometer pada alat hydraulic jack karena lebih
aktual.
Kata kunci : pondasi tiang, daya dukung tiang

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan suatu konstruksi, pertama – tama sekali yang dilaksanakan

dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan pondasi ( struktur bawah ) baru

kemudian melaksanakan pekerjaan struktur atas. Pembangunan suatu pondasi

sangat besar fungsinya pada suatu konstruksi. Secara umum pondasi didefinasikan

sebagai bangunan bawah tanah yang meneruskan beban yang berasal dari berat

bangunan itu sendiri dan beban luar yang bekerja pada bangunan ke tanah yang

disekitarnya.

Bentuk dan struktur tanah merupakan suatu peranan yang penting dalam

suatu pekerjaan konstruksi yang harus dicermati karena kondisi ketidaktentuan

dari tanah berbeda-beda. Sebelum melaksanakan suatu pembangunan konstruksi

yang pertama-tama dilaksanakan dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan

pondasi (struktur bawah). Pondasi merupakan suatu pekerjaan yang sangat

penting dalam suatu pekerjaan teknik sipil, karena pondasi inilah yang memikul

dan menahan suatu beban yang bekerja diatasnya yaitu beban konstruksi atas.

Pondasi ini akan menyalurkan tegangan-tegangan yang terjadi pada beban struktur

atas kedalam lapisan tanah yang keras yang dapat memikul beban konstruksi

tersebut.

Pondasi sebagai struktur bawah secara umum dapat dibagi dalam 2 (dua)

jenis, yaitu pondasi dalam dan pondasi dangkal. Pemilihan jenis pondasi

tergantung kepada jenis struktur atas apakah termasuk konstruksi beban ringan

Universitas Sumatera Utara


atau beban berat dan juga tergantung pada jenis tanahnya. Untuk konstruksi beban

ringan dan kondisi tanah cukup baik, biasanya dipakai pondasi dangkal, tetapi

untuk konstruksi beban berat biasanya jenis pondasi dalam adalah pilihan yang

tepat.

Secara umum permasalahan pondasi dalam lebih rumit dari pondasi

dangkal. Untuk hal ini penulis mencoba mengkonsentrasikan Tugas Akhir ini

pada perencanaan pondasi dalam, yaitu Pondasi tiang pancang. Pondasi tiang

pancang adalah batang yang relative panjang dan langsing yang digunakan untuk

menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya dukung rendah

kelapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang relative

cukup dalam dibanding pondasi dangkal. Daya dukung tiang pancang diperoleh

dari daya dukung ujung ( end bearing capacity ) yang diperoleh dari tekanan

ujung tiang, dan daya dukung geser atau selimut ( friction bearing capacity ) yang

diperoleh dari daya dukung gesek atau gaya adhesi antara tiang pancangdan tanah

disekelilingnya.

Secara umum tiang pancang dapat diklasifikasikan antara lain: dari segi

bahan ada tiang pancang bertulang, tiang pancang pratekan, tiang pancang baja,

dan tiang pancang kayu. Dari segi penampang, tiang pancang bujur sangkar,

segitiga, segi enam, bulat padat, pipa, huruf H, huruf I, dan bentuk spesifik. Dari

segi teknik pemancangan, dapat dilakukan dengan palu jatuh (drop hammer),

diesel hammer, dan hidrolic jack hammer.

Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak

lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat

menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai

Universitas Sumatera Utara


oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan

perencanaannya.

Adapun fungsi dari tiang pancang pada umumnya di gunakan sebagai:

1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau

melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal

dan beban lateral boleh jadi terlibat.

2. Untuk menahan gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk

telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau

untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas

melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran

dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau

telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang

kemampatannya tinggi.

5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk

mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem

tersebut.

6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan

atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas

permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air

tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang

Universitas Sumatera Utara


ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal

(dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, 1991).

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

a. Menghitung daya dukung pondasi tiang pancang dari hasil Sondir, SPT

(Standart Penetration Test) dan berdasarkan dari Bacaan Jack

Manometer.

b. Membandingkan hasil daya dukung tiang pancang dengan metode

penyelidikan dari data Sondir, SPT (Standart Penetration Test) dan

Bacaan Jack Manometer.

c. Menhitung analisa gaya yang bekerja pada kelompok tiang.

d. Menghitung daya dukung horizontal.

e. Menghitung kapasitas kelompok ijin tiang berdasarkan effisiensi.

f. Menghitung penurunan yang terjadi pada pondasi tiang pancang.

1.3. Manfaat

Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat bagi :

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pembanding kelak

jika akan melakukan suatu pekerjaan yang sama atau sejenis.

b. Terutama bagi penulis sendiri sebagai penambah ilmu pengetahuan

dan pengalaman agar mampu melaksanakan kegiatan yang sama pada

saat bekerja atau terjun ke lapangan.

c. Dapat membantu mahasiswa lainnya sebagai referensi atau contoh

apabila mengambil topik bahasan yang sama.

Universitas Sumatera Utara


1.4. Pembatasan Masalah

Pada pelaksanaan proyek Pengembangan Gedung Pendidikan dan

Prasarana Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri Medan, terdapat banyak

permasalahan yang dapat ditinjau dan dibahas, maka didalam Penulisan Tugas

Akhir ini sangatlah perlu kiranya diadakan suatu pembatasan masalah. Yang

bertujuan menghindari kekaburan serta penyimpangan dari masalah yang

dikemukakan sehingga semua sesuatunya yang dipaparkan tidak menyimpang dari

tujuan semula. Walaupun demikian, hal ini tidaklah berarti akan memperkecil arti

dari pokok-pokok masalah yang dibahas disini, melainkan hanya karena

keterbatasan belaka. Namun dalam penulisan laporan ini permasalahan yang

ditinjau hanya dibatasi pada :

a. Perhitungan penurunan hanya pada tiang pancang yang ditinjau.

b. Perhitungan daya dukung horizontal dengan menggunakan Metode

Broms dan Brinch Hansen.

c. Hanya ditinjau pada jenis tiang pancang beton pracetak.

d. Tidak meninjau penurunan konsolidasi primer, karena lapisan tanah

pada dasar pondasi di dominasi oleh pasir.

1.5. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan beberapa cara untuk dapat

mengumpulkan data yang mendukung agar Tugas Akhir ini dapat diselesaikan

dengan baik. Beberapa cara yang dilakukan antara lain:

a. Metode observasi

Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan data teknis pondasi

tiang pancang diperoleh dari hasil lokasi proyek pembangunan Gedung

Universitas Sumatera Utara


Pendidikan dan Prasarana Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri

Medan.

b. Pengambilan data

Pengambilan data yang diperlukan dalam perencanaan diperoleh dari

PT. PP (Persero) selaku Kontraktor pelaksana berupa data hasil

sondir, hasil SPT (Standart Penetration Test), data hasil Bacaan Jack

Manometer dan gambar struktur.

c. Melakukan studi keperpustakaan

Membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang ditinjau

untuk penulisan Tugas Akhir ini.

1.6. Sistematika Penulisan

Rencana sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini

terdiri dari 5(lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut :

Bab I: Pendahuluan

Berisi mengenai latar belakang, tujuan,manfaat, pembatasan

masalah, dan metode pengumpulan data.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Berisi mengenai penjelasan umum mengenai defenisi tanah,

penggolongan pondasi tiang pancang, kapasitas daya dukung tiang

pancang dari hasil Sondir, hasil SPT (Standart Penetration Test) , dan

hasil Bacaan Jack Manometer, Tiang pancang kelompok, penurunan

tiang dan penurunan yang diizinkan.

Universitas Sumatera Utara


Bab III : Data Proyek

Berisi mengenai struktur bangunan proyek Pengembangan Gedung

Pendidikan dan Prasarana Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri

Medan , Data teknis tiang pancang, Cara analisis, lokasi titik sondir, SPT

(Standart Penetration Test) dan Bacaan Jack Manometer.

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Berisi mengenai data-data yang diperoleh dari proses pengumpulan

diloklasi proyek dan selanjutnya dilakukan pengolahan untuk

kepentingan analisis yang menghasilkan desain.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan dari analisa yang dilakukan dan saran-saran

berdasarkan kajian yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Tinjauan Umum

Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu,

beton, dan atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan)

beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam

massa tanah (Bowles, J. E., 1991).

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila

tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung

(bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang

bekerja padanya (Sardjono, H. S., 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai

daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang

bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman

> 8 m (Bowles, J. E., 1991).

Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk

memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super

struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak

lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat

menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai

oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan

perencanaannya.

Universitas Sumatera Utara


Tiang Pancang umumnya digunakan :

1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau

melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal

dan beban lateral boleh jadi terlibat.

2. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk

telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau

untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas

melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran

dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau

telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang

kemampatannya tinggi.

5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk

mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem

tersebut.

6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan

atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas

permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air

tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang

ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal

(dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, J. E., 1991).

Universitas Sumatera Utara


2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Dalam Perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya

penelitian untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan

dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat

berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar

diperoleh perencanaan yang optimal dan efisien.

Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure)

yang berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (upper structure) yang

harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper

structure) serta berat sendiri pondasi.

Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah

(soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter-

parameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan

lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat

tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian

Laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara

perbaikan tanah.

2.2.1. Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat

sondir type Dutch Cone Penetration yang mempunyai konus seluas 10 cm2, sudut

lancip kerucut 60o untuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel

(sleave) yang berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm2, untuk

mengukur lekatan (friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara

ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik,

Universitas Sumatera Utara


sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga

terus diukur.

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan

untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m,

dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan

pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm² atau

kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang

terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan

pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT,

dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan

langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah

untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang

merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan

dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai

selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi

tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan

geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir

mekanis yaitu pada (Gambar 2. 1) :

Universitas Sumatera Utara


(a). Konus (b). Bikonus

Gambar 2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis (Sardjono, 1991)

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya

digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan

lekatnya kecil;

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan

lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan

dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan

tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau

perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan

luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus

yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai

Universitas Sumatera Utara


jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan

lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :

1. Hambatan Lekat (HL)

A
HL  ( JP  PK ) x ..................................................................................... (2.1)
B

2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

JHL  i 0 JHL
n
........................................................................... (2.2)

dimana :

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²)

PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm²)

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm

I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil

tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan

menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap

kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung

tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu

dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada

kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan

untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan

jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah,

Universitas Sumatera Utara


maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan

ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah.

2.2.2. Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan

daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan

dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung

sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan

massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760

mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam

305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif

lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui

jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk

memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta

menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit dia mbil

sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,

split spoon sampler, hammer, dan lain – lain;

2. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban

penumbuk;

3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari

kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian

dasar lubang bor;

4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;

Universitas Sumatera Utara


5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan

palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman

tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm

(N value);

Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

N2 = 5 pukulan/15 cm

N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13

pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm

pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada

dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi

gangguan;

6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke

permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang

meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan

ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;

Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval.

2.3. Macam-macam Pondasi

Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban

bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi

dibagi 2 (dua) yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Pondasi dangkal

Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara

langsung seperti :

1. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam

mendukung kolom (Gambar 2.2b).

2. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk

mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila

dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya

(Gambar 2.2a).

3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan

untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau

digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat

disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi-

sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2c).

b. Pondasi dalam

Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke

tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:

1. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan

peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.2d),

digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman

yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan

pondasi dangkal Df/B ≤ 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).

Universitas Sumatera Utara


2. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi

pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya

dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam

(Gambar 2.2e). Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil

dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, J.

E., 1991).

(a) (b)

(c)

(d) (e)

Gambar 2.2. Macam-macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi

telapak , (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang

(Hardiyatmo, H. C.,1996)

Universitas Sumatera Utara


2.4. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan,

cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan

satu persatu.

1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik

strukturnya

Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991),

antara lain :

A. Tiang pancang kayu

Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan

dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi

biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan

untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana

tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang

tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.

Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang

pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air

tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan

kering dan basah selalu berganti-ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian

obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari

kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.

Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang

didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu

tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air

Universitas Sumatera Utara


tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan

untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.

B. Tiang pancang beton

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini

dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E.,

1991), yaitu:

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang

dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras

kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan

praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka

tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan

momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk

setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast

Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi

delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, J. E., 1991)

Universitas Sumatera Utara


b. Precast Prestressed Concrete Pile

Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton

yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess,

yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton

mengeras seperti dalam (Gambar 2.5). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya

dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan

panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991)

c. Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara

membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran.

Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.

Universitas Sumatera Utara


2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam

tanah.

Gambar 2.5 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)

C. Tiang pancang baja

Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari

baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam

pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya

pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat

bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan

ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap

tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban

tanah.

Universitas Sumatera Utara


a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang

terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati

keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka;

b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan

menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi

karena terendam air;

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah

yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir

tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang

pancang baja.

Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat

dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan

udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan

organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja

tersebut dengan ter ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” (

± 60 cm ) dari muka air tanah terendah.

Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada

bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti

pada konstruksi baja biasa.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)

D. Tiang pancang komposit

Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan

yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang.

Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan

bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di

atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya.

Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara

ini diabaikan.

1. Water Proofed Steel and Wood Pile.

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah

permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui

bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini

diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.

Universitas Sumatera Utara


Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini

menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara

singkat sebagai berikut:

a. Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga

mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang

pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah

yang terendah.

b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam

casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core

ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai

penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini

memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur

spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut:

a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman

yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari

casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus

dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan

tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang

tidak rusak atau pecah.

c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing.

Universitas Sumatera Utara


d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan

dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan

berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa

sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan

padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi

ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung

atas shell.

3. Composit Ungased – Concrete and Wood Pile.

Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan

untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau

menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah

dalam transport dan mahal.

 Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang

pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang

kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah.

Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut:

a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga

sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )

b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan

casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

Universitas Sumatera Utara


c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing

dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi

dalam casing.

d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak

tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola

diatas tiang pancang kayu tersebut.

e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi

sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah.

Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik

keatas sampai keluar dari tanah.

f. Tiang pancang composit telah selesai

Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur

Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile

Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

 Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place

concrete.

 Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit

yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya

masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.

Universitas Sumatera Utara


b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah

dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core

sampai ke tanah keras.

c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli.

d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing

hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa

baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam

shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan

casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan

tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang

pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini

pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari

baja.

Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut:

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa

baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah

keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.

b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan,

pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer

sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton

seperti bola.

Universitas Sumatera Utara


c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai

bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan

kerikil atau pasir.

2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian

besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam

acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan

dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri

dari :

1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam

tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam

tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai

kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi

ditimbun lagi dengan tanah.

Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan:

a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah

sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.

b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah

dari bagian dalam tiang.

Universitas Sumatera Utara


c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam

tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang

keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan

kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik

penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah

kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang

digunakan antara lain :

a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang

pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang

masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat

dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya

mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang

pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan

bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih

canggih.

2.5. Alat Tiang Pancang

Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat

pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau

Universitas Sumatera Utara


pemukul yang hanya dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul

diperlihatkan dalam Gambar 2.7a sampai dengan 2.7d. Pada gambar terebut

diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada kepala tiang dalam pemancangan.

Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang

dibentuk dalam geometri tertutup.

A. Pemukul Jatuh (drop hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat

ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang.

Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat,

sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil

B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik

oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan

oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram

dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.7a).

(a) (b)

Universitas Sumatera Utara


(c) (d)

Gambar 2.7 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting
hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer), (c)
Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory
hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2006)

C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)

Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram

dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.7b). Kecepatan pukulan

dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

D. Pemukul Diesel (diesel hammer)

Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan

bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan

menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan

adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan

(Gambar2.7c).

E. Pemukul Getar (vibratory hammer)

Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi

tinggi (Gambar 2.7d).

Universitas Sumatera Utara


2.6. Hidrolik Sistem

Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan

menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini

telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New

Zealand.

Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel

dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut

ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak

tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian

tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara

kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada

dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi

dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar

kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok –

balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya

disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.

Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi,

antara lain adalah :

1. Bebas getaran

Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan,

pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang

bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan

masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

Universitas Sumatera Utara


2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan

Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika

menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika

menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara

pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang

membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di

tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya

terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi

berwawasan lingkungan (environment friendly).

3. Daya dukung aktual per tiang diketahui

Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan

dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda

ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic

jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor

langsung dari manometeryang dipasang pada peralatan hydraulic jacking

system sepanjang proses pemancangan berlangsung.

4. Harga yang ekonomis

Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan

ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang

pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang

simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

5. Lokasi kerja yang terbatas

Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat

digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas,

Universitas Sumatera Utara


Alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa

komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar

lokasi kerja.

Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah :

1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang

yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat

pemancangan;

2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur

(biasanya pada areal tanah timbunan);

3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat

permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut

akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan

tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan

pekerja;

4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses

pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.

2.7. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang

Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.

Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan

pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman,

sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi.

Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


A. Pekerjaan Persiapan

1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat

tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus

dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah

perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan

hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak

diinginkan.

3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana

pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah

pukulan terakhir (final set).

4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver

alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan.

5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang

berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan

level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang :

a. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang

dilakukan pada batang pertama.

b. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama

sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit

dan menempel menjadi satu.

c. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.


d. Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.

Universitas Sumatera Utara


7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang

dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai

mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.

8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai

lapisan tanah keras/final set yang ditentukan.

9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

B. Proses Pemancangan

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada

patok titik pancang yang telah ditentukan.

2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.

3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet

yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.

4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah

ditentukan.

5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil

diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul

vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan

center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama

pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara

kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.

C. Metode pengangkatan tiang pancang

1. Pengangkatan tiang untuk disusun ( dengan dua tumpuan )

Universitas Sumatera Utara


Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya dilaksanakan pada saat

penyusunan tiang pancang, baik itu dari pabrik ( PT. Wika Beton ) ke trailer

ataupun dari Trailer ke penyusunan lapangan.

Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang

adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum

pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang

sehingga dihasilkan momen yang sama.

Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah

dalam tanda pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat

yang terdapat pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat

dilihat oleh gambar.

Gambar 2.8 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan di lapangan

Universitas Sumatera Utara


Kabel baja pengangkat

titik angkat (garis rantai)

bantalan

kepala tiang
permukaan tanah

Kabel baja pengangkat

1/5L 3/5L 1/5L

Gambar 2.8 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan

2. Pengangkatan dengan satu tumpuan

Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap

akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan

yang telah ditentukan di lapangan.

Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini

adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk

mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada

tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan dilapangan.

Universitas Sumatera Utara


Kepala tiang

Kabel baja pengangkat

Ujung tiang 1/3L

2/3L Permukaan tanah

-
+

Diagram Lintang

Diagram Momen

Gambar 2.10 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan

Universitas Sumatera Utara


D. Quality Control
1. Kondisi fisik tiang

a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak

b. Umur beton telah memenuhi syarat

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan

2. Toleransi

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan

berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan

penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.

3. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di

sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat

jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai

perhitungan.

(a) (b) (c)


Gambar 2.11 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan
tiang, (c) Calendering/final set

Universitas Sumatera Utara


2.8. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek

Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua)

macam (Hardiyatmo, H. C.,2002), yaitu :

1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas

dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang

dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas

tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau

lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan

tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang

sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada

dibawah ujung tiang (Gambar 2.11a).

2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya

lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah

disekitarnya (Gambar 2.11b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi

lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas

tiang.

(a) (b)

Gambar 2.12 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya


(Hardiyatmo, H. C., 2002)

Universitas Sumatera Utara


2.9. Kapasitas Daya Dukung

2.9.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir

Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT)

seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini

tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya

dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar.

CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat

memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan

pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan

kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum

pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang

pancang.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil

pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De

Alencar dengan persamaan sebagai berikut :

Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As ........................................................... …(2.3)

dimana :

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.

Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.

Qs = Kapasitas tahanan kulit.

qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

Ab = Luas di ujung tiang.

f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.

As = Luas kulit tiang pancang.

Universitas Sumatera Utara


Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Q u) dipakai

Metode Aoki dan De Alencar.

Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung

ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (q b) diperoleh

sebagai berikut :

qca (base)
qb = ............................................................................. …(2.4)
Fb

dimana :

qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D

dibawah ujung tiang dan Fb adalah faktor empirik

tergantung pada tipe tanah.

Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :

s
F = qc (side) ........................................................................... …(2.5)
Fs

dimana :

qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang

tiang.

Fs = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik αs

diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor empirik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999 )

Tipe Tiang Pancang Fb Fs


Tiang Bor 3,5 7,0
Baja 1,75 3,5
Beton Pratekan 1,75 3,5

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsak1999 )

αs
Tipe Tanah Tipe Tanah αs (%) Tipe Tanah αs (%)
(%)
Lempung
Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2 2,4
berpasir
Lempung
Pasir berlanau
Pasir kelanauan 2,0 2,8 berpasir 2,8
dengan lempung
dengan lanau
Pasir kelanauan Lempung
dengan 2,4 Lanau 3,0 berlanau 3,0
lempung dengan pasir
Pasir Lanau
Lempung 4,0
berlempung 2,8 berlempung 3,0
berlanau
dengan lanau dengan pasir
Pasir Lanau
3,0 3,4 Lempung 6,0
berlempung berlempung

Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 persen, nilai αs untuk lanau = 3,0

persen dan nilai αs untuk lempung = 6,0 persen.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil

pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhof.

Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11) ......................................................... …(2.6)

dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.

qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang.

Universitas Sumatera Utara


JHL = Jumlah hambatan lekat.

K11 = Keliling tiang.

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

qc xAc JHLxK11
Qijin =  ............................................................. …(2.7)
3 5

dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang.

JHL = Jumlah hambatan lekat.

K11 = Keliling tiang.

2.9.2. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan

memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan

percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah

(Ф) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut

geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.3 Hubungan Dr, Ф dan N dari pasir (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi,

Sosrodarsono Suyono Ir, 1983)

Sudut Geser Dalam


Nilai N Kepadatan Relative (Dr) Menurut Menurut
Peck Meyerhof
0-4 0,0-0,2 Sangat lepas < 28,5 < 30
4-10 0,2-0,4 Lepas 28,5-30 30-35
10-30 0,4-0,6 Sedang 30-36 35-40

Universitas Sumatera Utara


30-50 0,6-0,8 Padat 36-41 40-45
> 50 0,8-1,0 Sangat Padat < 41 > 45

Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data

uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan

koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman).

1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :

Em . CB . CS . CR
N60 = ............................................................... …(2.8)
0,60

dimana :

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.

Em = Hammer eficiency (Tabel 2.4).

CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.5).

CS = Koreksi sampler (Tabel 2.5).

CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.5).

N = Harga SPT lapangan.

2. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut :

N’60 = CN . N60 .............................................................................. …(2.9)

Pasir halus normal konsolidasi :

2
CN = ............................................................................. …(2.10)
1
 v'
r

Pasir kasar normal konsolidasi :

3
CN = ............................................................................ …(2.11)
2
 v'
r

Universitas Sumatera Utara


Pasir over konsolidasi :

1,7
CN = .......................................................................... …(2.12)
0,7 
 v'
r

dimana :

N’60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden.

σ'v = Tegangan overburden efektif.

σr = Reference stress = 100 kPa.

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.

Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)

Hammer Release Hammer


Country Hammer Type
Mechanism Effeciency, Em
Argentina Donut Cathead 0.45
Brazil Pin weight Hand dropped 0.72
Automatic Trip 0.60
China Donut Hand dropped 0.55
Donut Cathead 0.50
Colombia Donut Cathead 0.50
Tombi trigger
Donut 0.78-0.85
Japan Cathead 2 turns +
Donut 0.65-0.67
Special release
UK Automatic Trip 0.73
Safety 2 turns on cathead 0.55-0.60
USA
Donut 2 turns on cathead 0.45
Venezuela Donut Cathead 0.43

Tabel 2.5 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)

Factor Equipment Variables Value

Borehole diameter factor,


CB 2.5-4.5 in (65-115 mm) 1.00
6 in (150 mm) 1.05
8 in (200 mm) 1.15

Universitas Sumatera Utara


Sampling methode factor,
CS Standard sampler 1.00
Sampler without liner (not 1.20
recommended)
Rod lenght factor,
CR 10-13 ft (3-4 m) 0.75
13-20 ft (4-6 m) 0.85
20-30 ft (6-10 m) 0.95
> 30 ft (> 10 m) 1.00

Gambar 2.13 Grafik Variasi harga α berdasarkan kohesi tanah

Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir

dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan

sebagai berikut :

1. Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976).

Untuk tanah pasir dan kerikil :

Qp = 40 . N-SPT . L D . Ap < 400 . N-SPT . Ap ........................ …(2.13)

Universitas Sumatera Utara


Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

Qs = 2 N-SPT . p. L

Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis :

Qp = 9 . Cu . Ap ......................................................................... …(2.14)

Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

Qs = α . cu . p . Li

Cu = N-SPT . 2/3 . 10

Dimana : α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

Cu = Kohesi Undrained

p = keliling tiang

Li = panjang lapisan tanah

2. Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976).

Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) :

r
fs = N60.............................................................................. …(2.15)
50

Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) :

r
fs = N60 ............................................................................. …(2.16)
100

dan :

Psu = As . fs ................................................................................. …(2.17)

dimana :

fs = Tahanan satuan skin friction, kN/m2.

N60 = Nilai SPT N60.

As = Luas selimut tiang.

Pus = Kapasitas daya dukung gesekan (skin friction), kN.

Universitas Sumatera Utara


Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif :

QS = 2 . N-SPT . p . Li ............................................................... …(2.18)

dimana :

Li = Panjang lapisan tanah, m.

p = Keliling tiang, m.

2.9.3. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Bacaan Jack

Manometer

Kapasitas daya dukung tiang pancang dapat diketahui berdasarkan bacaan

manometer yang tersedia pada alat pancang hydraulic jack. Kapasitas daya

dukung tiang dapat dihitung dengan rumus :

Q = P x A..............................................................................................(2.19)

Keterangan;

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (Ton)

P = Bacaan manometer (Kg/cm2)

A = Total luas efektif penampang piston (cm2)

Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston.

Untuk mesin kapasitas 320 Ton :

Diameter piston hydraulic jack (1) = 180 mm = 18 cm

(2) = 220 mm = 22 cm

Luas penampang piston (1) = πr2

= π. 92 cm = 254,47 cm2

Luas penampang piston (2) = π.112 cm = 380,132 cm2

Total luas efektif penampang piston = (2 x 254,47) + (2 x 380,132)

= 1269,204 cm2

Universitas Sumatera Utara


2.10. Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang

berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang

pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam (Gambar 2.14).

Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok

tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Daya dukung kelompok

tiang sangat bergantung pada penentuan bentuk pola dari susunan tiang pancang

kelompok dan jarak antara satu tiang dengan tiang lainnya.

Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka intensitas tekanan

bergantung pada beban dan jarak antar tiang pancang yang jika cukup besar sering

kali tidak praktis karena poer di cor di atas kelompok tiang pancang (pile group)

sebagai dasar kolom untuk menyebarkan beban pada beberapa tiang

pancangdalam kelompok tersebut

Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga:

1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan

penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang

datar.

2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.14 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal,

(b) Untuk dinding pondasi ( Bowles, J. E., 1991)

Universitas Sumatera Utara


Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina Marga

Departemen P.U.T.L. adalah:

S ≥ 2,5 D

S≥3D

Gambar 2.15 Jarak antar tiang dalam kelompok (Bowles, J. E., 1991)

dimana :

S = Jarak masing-masing tiang dalam kelompok (spacing)

D = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m

dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D

Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.14) akan menyebabkan :

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan

karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu.

2. Bila S > 3 D

Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar

ukuran/dimensi dari poer (footing).

Universitas Sumatera Utara


Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang

pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka

kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas

bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok

tiang pancang.

Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas

bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-

tiang pancang.

Gambar 2.16 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, H. S., 1988)

2.11. Perhitungan pembagian tekanan pada tiang pancang kelompok

2.11.1. Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris

Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja

secara sentris apabila titik rangkap resultan beban-beban yang bekerja berimpit

dengan titik berat kelompok tiang pancang tersebut. Dalam hal ini beban yang

diterima oleh tiap-tiap tiang pancang adalah :

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.17 Beban mormal sentris pada kelompok tiang pancang

(Sumber : Sardjono Hs, 1988)

V
N= ......................................................................................... (2.20)
n

dimana :

N = Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang.

V = Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris.

n = banyaknya tiang pancang

2.11.2. Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal eksentris

Gambar 2.18 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang


(Sumber : Sardjono Hs, 1988)

Universitas Sumatera Utara


Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang adalah jumlah dari

reaksi akibat beban-beban V dan My, yaitu :

V M y .xi
Qi =  ........................................................................... (2.21)
n x 2

dimana :

Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.

V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang.

xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang

nomor-i.

My = Momen terhadap sumbu y.

∑x2 = Jumlah kuadrat jarak tiang-tiang ke pusat berat kelompok tiang.

2.11.3. Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen

yang bekerja pada dua arah

Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y), dipengaruhi oleh beban

vertikal dan momen (x dan y) yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya

dukung tiang pancang.

Gambar 2.19 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y
(Sumber : Sardjono Hs, 1988)

Universitas Sumatera Utara


Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing tiang adalah

sebagai berikut :

V M y .xi M x . y i
Qi =   ............................................................ (2.22)
n x 2 y 2

Dimana :

P1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

= Jumlah beban vertikal (ton)

N = Jumlah tiang pancang

Mx = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu x (tm)

My = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu y (tm)

Xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah X (m)

Yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah Y (m)

= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah x (m2)

= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah y (m2)

2.12. Tiang Mendukung Beban Lateral

2.12.1. Metode Broms

a). Tiang dalam tanah kohesif

seperti yang telah dipelajari, tahanan tanah ultimit tiang yang terletak pada

tanah kohesif atau lempung (φ = 0) bertambah dengan kedalamannya, yaitu dari

2cu dipermukaan tanah sampai 8 – 12cu pada kedalam kira-kira 3 kali diameter

tiang. Broms (1964a) mengusulkan cara pendekatan sederhana untuk

mengestimasi distribusi tekanan tanah yang menahan tiang dalam lempung. Yaitu,

tahanan tanah dianggap sama dengan nol di permukaan tanah sampai kedalaman

Universitas Sumatera Utara


1,5 kali diameter tiang (1,5d) dan konstan sebesar 9cu untuk kedalaman yang lebih

besar dari 1,5d tersebut.

b). Tiang ujung jepit

Mekanisme keruntuhan tiang ujung jepit, diagram distribusi reaksi tanah dan

momen terjadi secara pendekatan diperlihatkan dalam Gambar 2.21 Dalam

gambar tersebut terlihat bahwa perubahan model keruntuhan akan sangat

ditentukan oleh tanah momen bahan tiangnya sendiri (My). Pada tiang ujung jepit,

Broms menganggap bahwa momen yang terjadi pada tubuh tiang yang tertanam di

dalam tanah sama dengan momen yang terjadi di ujung atas tiang yang terjepit

oleh pelat penutup tiang (pile cap). Dengan memperhatikan Gamba 2.21a, untuk

tiang pendek, dapat dihitung tahanan tiang ultimit terhadap beban latera

H u  9cu d L  3d / 2........................................................................................(2.23)

M mak  H u L / 2  3d / 4...................................................................................(2.24)

Gambar 2.20 Tahanan lateral ultimit tiang dalam tanah kohesif (Broms, 1964a)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.21 Tiang ujung jepit dalam tanah kohesif (Broms, 1964a)

(a) Tiang pendek (b) Tiang sedang (c) Tiang panjang.

Universitas Sumatera Utara


Nilai – nilai Hu diplot dalam grafik hubungan L/d dan Hu/cud2, ditunjuk kan

dalam Gambar 2.20a.

Untuk tiang dengan panjang “sedang”, dimana tiang mengalami keluluhan

ujung atas yang terjepit (Gambar 2.21b). untuk menghitung My, yaitu dengan

mengambil momen terhadap permukaan tanah:

My = (9/4) cud g2 – 9 cud f (3d/2 + f/2)………………………………...(2.25)

Dari Persamaan (2.25) Hu dapat dihitung, yaitu dengan mengambil L =

3d/2+ f + g. Setelah itu perlu dicek apakah momen (positif) maksimum yang

terjadi pada kedalaman (f + 3d/2) lebih kecil dari My. Jika Mmak > My, maka tiang

termasuk tiang panjang dan mekanisme keruntuhan tiang akan seperti dalam

Gambar 2.21c. Dalam hal ini, Hu dinyatakan oleh Persamaan :

2M y
Hu  ..........................................................................................(2.26)
3d / 2  f / 2

Nilai - nilai Hu yang diplot dalam grafik hubungan My/cud3 dan Hu/cud2,

ditunjukkan dalam Gambar 2.20b.

c). Defleksi tiang dalam tanah kohesif

Untuk tiang dalam tanah kohesif defleksi tiang dikaitkan dengan factor tak

berdimensi βL, dengan

`1
 k d  4
   h  ...............................................................................................(2.27)
 4E p I p 

Defleksi ujung tiang di permukaan tanah (yo) dinyatakan oleh persamaan –

persamaan yang bergantung pada tipe jepitan tiang, sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1) Tiang ujung jepit dianggap berkelakuan seperti tiang pendek, bila βL < 0,5

dengan

H
yo  .............................................................................................(2.28)
k h dL

2) Tiang ujung jepit dianggap sebagai tiang panjang (tidak kaku) bila βL > 1,5

dengan

H
yo  ...............................................................................................(2.29)
kh d

Gambar 2.22 Defleksi lateral tiang di atas permukaan tanah

(a) untuk tiang dalam tanah kohesif (φ = 0)

(b) untuk tiang dalam tanah granuler (c = 0) (Broms, 1965)

Universitas Sumatera Utara


2.12.2. Metode Brinch Hansen

Metode Brinch Hansen (1961) dapat digunakan untuk menghitung tahanan

lateral ultimit pada tiang – tiang pendek. Cara yang relatif sederhana ini dapat

digunakan untuk lapisan tanah yang uniform maupun yang berlapis – lapis. Dalam

cara ini, tahanan rotasi tiag yang kaku pada titik x diberikan oleh jumlah momen

tahanan – tahanan tanah diatas dan di bawah titik tersebut.

Gambar 2.23 Metode Brinch Hansen (1961)

Ditinjau tiang yang menahan gaya lateral, dan terletak pada tanah yang

mempunyai kohesi dan gesekan (tanah c – φ) (gambar 2.16). persamaan tahanan

ultimate lateral tanah pada sembarang kedalaman z yang didasarkan pada teori

tekanan tanah lateral, adalah sebagai berikut:

pu = po Kq + c Kc ……………………………...…………………… (2.30)

dengan,

po = tekanan overburden vertical

c = kohesi

Ko Kq = faktor yang merupakan fungsi φ dan z/d

Universitas Sumatera Utara


Nilai – nilai hubungan Kc dan Kq terhadap nilai z/d yang diberikan oleh

Brinch Hansen (1961) ditunjukan dalam Gambar 2.22. tahanan tanah pasif pada

tiap elemen horisontal adalah sebesar pud (L/n).

Gambar 2.24 Koefisien tahanan lateral (Hansen, 1961)

Jika kepala tiang terjepit (tiang jepit), tinggi ekivalen e1 (gambar 2.16) dari

gaya H terhadap permukaan tanah dinyatakan oleh :

e1 = (e + zf) /2 …………………………………………...………...…(2.31)

dengan e adalah jarak gaya H terhadap permukaan tanah dan zf adalah jarak muka

tanah terhadap titik jepit sebenarnya (virtual vixity). Jarak zf tidak diketahui pada

tahaap ini. Namun untuk maksud praktis, zf dapat diambil 1,5 m bila tanah berupa

tanah pasir atau lempung kaku, dan 3 m untuk tanah lempung lunak atau lanau.

Sebuah metode sederhana perhitungan beban utama, yang mungkin cukup

akurat untuk kasus pembebanan jangka panjang pada pondasi tiang pendek atau

tiang panjang, dimana luas penampang diatur oleh pertimbangan – pertimbangan

gaya tekan yang relatif tinggi untuk mengasumsikan zf. Dari gambar 2.25,

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.25 Tiang menonjol mengalami beban lateral

Gaya lateral ultimit pada pondasi tiang ujung bebas Hu = Mu/(e +zf) ……….(2.32)

Gaya lateral ultimit pada pondasi tiang ujung jepit Hu = 2Mu/(e +zf) ……… (2.33)

Nilai – nilai perkiraan zf yang umum digunakan adalah referensi untuk

metode Brinch Hansen. Pada metode Broms di persamaan 2.31 sebagai kriteria

kegagalan pondasi tiang panjang.

2.13. Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang Pancang

Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak

padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka

kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan

geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya

keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap

harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung

lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama

untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang

besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak

Universitas Sumatera Utara


kebawah oleh akibat beban yang bekerja (Gambar 2.26 a). Tetapi, jika jarak tiang-

tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang

juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai

satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah

yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model

keruntuhannya disebut keruntuhan blok (Gambar 2.19b). Jadi, pada keruntuhan

blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan

tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang

pancang maupun tiang bor.

(a) (b)

Gambar 2.26 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,

(b)Kelompok tiang (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Gambar 2.27 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak samping

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.28 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak atas

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi

diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan

bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang

berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.

Menurut Coduto (1983), effisiensi kelompok tiang tergantung pada

beberapa faktor, diantaranya:

1. Jumlah tiang, panjang, diameter, dan terutama jarak antara as tiang.

2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).

3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.

4. Urutan pemasangan tiang.

5. Macam tanah.

6. Jangka waktu setelah pemancangan.

7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi

tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Qg = Eg . n . Qa ............................................................................. …(2.34)

Universitas Sumatera Utara


dimana :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan

keruntuhan.

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

n = Jumlah tiang dalam kelompok.

Qa = Beban maksimum tiang tunggal.

Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung

kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.

Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan

mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat

tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Salah satu dari persamaan-

persamaan efisiensi tiang tersebut,sebagai berikut:

 Metode Converse-Labarre Formula

(n'1).m  (m  1).n'
Eg = 1 – θ
90.m.n' ..................................................... .( 2.35)

dimana :

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

m = Jumlah baris tiang.

n' = Jumlah tiang dalam satu baris.

θ = Arc tg d/s, dalam derajat.

s = Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.24)

d = Diameter tiang.

 Metode Los Angeles Group

Eg = 1 
D

s.m.n 

mn   1  n m  1  2 m  1n 1 …………………...(2.36)

Universitas Sumatera Utara


Dimana :

Eg = Effisiensi kelompok tiang

m = Jumlah baris tiang

n’ = Jumlah tiang dalam satu baris

s = Jumlah pusat ke pusat tiang

d = Diameter tiang

Gambar 2.29 Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang


(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

2.14. Penurunan Pondasi Tiang (settlement)

Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui mengenai

penurunan, yaitu :

a. Besarnya penurunan yang akan terjadi.

b. Kecepatan penurunan.

Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik

tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Umumnya, penurunan

yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada penurunan totalnya.

Contoh-contoh bentuk penurunan dapat dilihat pada Gambar 2.28.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.30 Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan

a. Pada gambar (a), dapat diperhatikan jika tepi bangunan turun lebih

besar dari bagian tengahnya, bangunan diperkirakan akan retak-retak

pada bagian tengahnya.

b. Pada gambar (b), jika bagian tengah bangunan turun lebih besar,

bagian atas bangunan dalam kondisi tertekan dan bagian bawah

tertarik. Bila deformasi yang terjadi sangat besar, tegangan tarik yang

berkembang dibawah bangunan dapat mengakibatkan retakan-retakan.

c. Pada gambar (c), penurunan satu tepi/sisi dapat berakibat keretakan

pada bagian c.

d. Pada gambar (d), penurunan terjadi berangsur-angsur dari salah satu

tepi bangunan, yang berakibat miringnya bangunan tanpa terjadi

keretakan pada bagian bangunan.

Selain dari kegagalan kuat dukung (bearing capacity failure) tanah, pada setiap

proses penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan

didalam tanah. Perubahan tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk,

pada umumnya hal ini yang menyebabkan penurunan pada pondasi (Hardiyatmo,

Universitas Sumatera Utara


1996). Penurunan (settlement) pada pondasi tiang dapat dibedakan menjadi dua

yaiutu penurunan pada pondasi tiang tunggal dan penurunan pada pondasi tiang

kelompok. Besarnya penurunan bergantung pada karakteristik tanah dan

penyebaran tekanan pondasi ke tanah di bawahnya

2.14.1. Penurunan Pondasi Tiang Tunggal

1. Tanah pasir

Untuk perhitungan penurunan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu,

dengan metode semi empiris dan metode empiris.

a. Metode semi empiris

Penurunan pondasi tiang tunggal

S = SS + SP + SPS cm..................................................................(2.37)

Dengan :

S = Penurunan total

SP = Penurunan dari ujung tiang

SPS = Penurunan tiang akibat beban yang diahlikan sepanjang

tiang.

Penurunan akibat deformasi aksi

Ss =
QP   .QS .L
cm ..............................................................................(2.38)
AP .E P
Dengan :

QP = Kapasitas dukung ujung tiang (ton)

Qs = Kapasitas dukung selimut tiang (ton)

L = Panjang tiang (m )

AP = Luaas penampang tiang (m2)

EP = Modulus elastisitas tiang

Universitas Sumatera Utara


α = Koefisien yang tergantung pada distribusi gesekan selimut

sepanjang tiang. Menurut Vesic (1977), α = 0,33- 0,5

penurunan dari ujung tiang

C P .QP
Sp = cm .........................................................................................(2.39)
d .qp

Dengan :

Qp = Kapasitas dukung ujung tiang

qp = Daya dukung batas diujung tiang

d = Diameter

Cp = Koefisien empiris

Tabel 2.6 Nilai koefisien Cp

Jenis Tanah Tiang Tekan Hidrolik


Pasir 0,02 - 0,04
Lempung 0,02 - 0,03
Lanau 0,03 - 0,05
(sumber vesic, 1977)

Penurunan akibat pengalihan beban sepanjang tiang


 P  d
SPS =  t  1  2Vs Iws cm...............................................................(2.40)
 p.L  E S
Dengan :

Pt/pL = Gesekan rata-rata yang bekerja sepanjang tiang

p = keliling tiang (m)

L = Panjang tiang yang tertanam (m)

d = diameter tiang (m)

Es = Modulus Elastisitas tanah (tabel 2.7)

Vs = Poisson Ratio tanah (tabel 2.8)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.7 Modulus Elastis (Bowles, 1977)

Jenis Tanah Modulus Elastis (kg/cm2)


Lempung
Sangat lunak 3 s/d 30
Lunak 20 s/d 40
Sedang 45 s/d 90
Keras 70 s/d 200
Berpasir 300 s/d 425
Pasir
Berlanau 50 s/d 200
Tiadk padat 100 s/d 250
Padat 500 s/d 1000
Pasir dan
Kerikil
Padat 800 s/d 2000
Tidak padat 500 s/d 1400
Lanau 20 s/d 200
Loess 150 s/d 600
Serpih 1400 s/d 14000
Kayu 80000 s/d 100000
Beton 200000 s/d 300000
Baja 2150000

Tabel 2.8 Angka Poisson (Bowles, 1968)

Jenis Tanah Angka Poisson


Lempung Jenuh 0,4 - 0,5
Lempung Tak Jenuh 0,1 - 0,3
Lempung Berpasir 0,2 - 0,3
Lanau 0,3 - 0,35
Pasir Padat 0,2 - 0,4
Pasir Kasar (e = 0,4-0,7) 0,15
Pasir Halus (e = 0,4-0,7) 0,25
Batu (agak tergantung dari typenya) 0,1 - 0,4
Loess 0,1 - 0,3

2. Tanah lempung

Penurunan pondasi pada tanah lempung terdiri dari dua komponen yaitu

penurunan seketika (immediate settlement) yang terjadi setelah beban bekerja dan

Universitas Sumatera Utara


penurunan konsolidasi (consolidation settlement). Berbagai metode tersedia untuk

menentukan nilai modulus elastisitas tanah (E s), antara lain dengan percobaan

langsung ditempat yaitu dengan menggunakan data hasil pengujian kerucut statis

(sondir). Karena nilai laboratorium dari E s tidak sangat baik dan mahal untuk

mendapatkan (Bowles, 1977). Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan

dari pengumpulan data pengujian kerucut statis (sondir), sebagai berikut :

Es = 3qc (untuk pasir) .............................................. (2.41a)

Es = 2 sampai 8qc (untuk lempung) ........................................ (2.41b)

Dari analisa yang dilakukan secara mendetail oleh Meyerhoff, untuk nilai

modulus elastisitas tanah dibawah ujung tiang (E b) kira-kira 5-10 kali harga

modulus elastisitas tanah di sepanjang tiang (E s).

Nilai α tergantung kepada unit tahanan friksi ( kulit ) alami pada sepanjang tiang

terpancang di dalam tanah. Nilai α = 0,5 adalah dimana bentuk unit tahanan friksi

( kulit ) alaminya berbentuk seragam atau simetris, seperti persegi panjang

maupun parabolic seragam, umumnya pada tanah lempung atau lanau. Nilai α =

0,67 adalah jika bentuk unit tahanan friksi ( kulit ) alaminya berbentuk segitiga,

umumnya pada tanah pasir.

2.14.2. Penurunan Pondasi Tiang Kelompok

1. Tanah Pasir

Beberapa metode dari penelitian dapat digunakan untuk menghitung

penurunan pondasi kelompok tiang antara lain, yaitu :

a. Metode Vesic (1977)

Bg
Sg  cm .....................................................................................(2.42)
d

Universitas Sumatera Utara


Dengan :

S = Penurunan fondasi tiang tunggal

Sg = Penurunan fondasi kelompok tiang

Bg = Lebar kelompok tiang

d = Diameter tiang tunggal

b. Metode Mayerhof (1976)

Bedasarkan data sondir :

q.B g .I
Sg =. cm .....................................................................................(2.43)
2.qc

Dengan :

 L 
I = 1    0,5
 8.B g 

q = Tekanan pada dasar pondasi

Bg = Lebar kelompok tiang

Qc = Nilai konus pada rata – rata kedalaman Bg

2. Tanah lempung

Penurunan pondasi yang terletak pada tanah lempung dapat dibagi menjadi

tiga komponen, yaitu : penurunan segera (immediate settlement),

penurunan konsolidasi primer dan penurunan konsolidasi skunder.

Penurunan total adalah jumlah dari tiga komponen tersebut.

2.14.3. Penurunan Diijinkan

Penurunan yang diizinkan dari suatu bangunan bergantung pada beberapa

faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi jenis, tinggi, kekakuan, dan fungsi

bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan serta distribusinya. Rancangan

dibutuhkan untuk dapat memperkirakan besarnya penurunan maksimum dan beda

Universitas Sumatera Utara


penurunan yang masih dalam batas toleransi. Jika penurunan berjalan lambat,

semakin besar kemungkinan struktur untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan

yang terjadi tanpa adanya kerusakan strukturnya oleh pengaruh rangkak (creep).

Oleh karena itu, dengan alasan tersebut, kriteria penurunan pondasi pada tanah

pasir dan pada tanah lempung berbeda.

Karena penurunan maksimum dapat diprediksi dengan ketetapan yang

memadai, umumnya dapat diadakan hubungan antara penurunan diizinkan dengan

penurunan maksimum. Dimana syarat perbandingan penurunan yang aman yaitu :

Stotal ≤ Sizin

Sizin = 10 % . D ............................................................................. ....(2.44)

dimana :
D = Diameter tiang

2.15. Faktor Keamanan

Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu angka

pembagi kapasitas ultimit yang disebut dengan faktor aman (keamanan) tertentu.

Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud :

1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan

yang digunakan;

2. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan

kompresibilitas tanah;

3. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung

beban yang bekerja;

4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal

atau kelompok tiang masih dalam batas – batas toleransi;

Universitas Sumatera Utara


5. Untuk meyakinkan bahwa penuruna n tidak seragam diantara tiang-tiang

masih dalam batas-batas toleransi;

Sehubungan dengan alasan butir (4) dari hasil banyak pengujian -

pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter

kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang

terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5.

Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang izin dengan

memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu)

dibagi dengan faktor aman (F) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang

telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang, tergantung pada jenis

tiang dan tanah berdasarkan data laboratorium sebagai berikut:

Qu
Qa = …..………………………….…….......………….…………(2.45)
2,5

Beberapa peneliti menyarankan faktor keamanan yang tidak sama untuk

tahanan gesek dinding dan tahanan ujung. Kapasitas izin dinyatakan dalam

persamaan sebagai berikut :

Qb Q s
Qa =  ………………………………........……………….….(2.46)
3 1,5

Penggunaan faktor keamanan 1,5 untuk tahanan gesek dinding (Qs) yang
harganya lebih kecil dari faktor keamanan tahanan ujung yang besarnya 3, karena
nilai puncak tahanan gesek dinding dicapai bila tiang mengalami penurunan 2
sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (Qb) membutuhkan penurunan yang lebih
besar agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh. Jadi maksud penggunaan
faktor keamanan tersebut adalah untuk meyakinkan keamanan tiang terhadap
keruntuhan dengan mempertimbangkan penurunan tiang pada beban kerja yang
diterapkan.

Universitas Sumatera Utara


65

BAB III

DATA PROYEK

3.1. Data Umum

Data umum dari Proyek Pengembangan Gedung Pendidikan dan Prasarana

Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri Medan adalah sebagai berikut :

1. Nama Proyek : Pengembangan Gedung Pendidikan dan

Prasarana Serta Sarana Pendukung

Politeknik Negeri Medan

2. Pemilik Proyek : Politeknik Negeri Medan

3. Lokasi Proyek : Politeknik Negeri Medan

Jl. Almamater No.1 Medan

4. Sumber Dana : Politeknik Negeri Medan

5. Nilai Kontrak : 14.172.790.360,- (Belum Termasuk PPN)

6. Waktu pelaksanaan : 240 Hari Kalender

7. Masa pemeliharaan : 100 Hari

8. Kontraktor Utama : PT. Pembangunan Perumahan (Persero)

9. Ready Mix Concrete : Dexton

10. Jenis Pondasi : Tiang Pancang Beton

11. Pile Supplier : PT. Wika Beton

12. Alat Berat : Hydraulic Jack ZYJ – 320T

Universitas Sumatera Utara


3.2. Data Teknis Tiang Pancang

Data ini diperoleh dari pihak PT. Pembangunan Perumahan (Persero)

sebagai kontraktor dengan data sebagai berikut :

1. Panjang Tiang Pancang : 9 m dan 12 m

2. Dimensi tiang : Ø 50 (cm)

3. Mutu Beton Tiang Pancang : K-600

4. Denah Titik Tiang Pancang : Dapat dilihat pada Lampiran

5. Detail Titik Pancang : Dapat dilihat pada Lampiran

LOKASI PROYEK

Gambar 3.1. Peta Kesampaian Lokasi

Universitas Sumatera Utara


3.3. Metode Pengumpulan Data

Untuk meninjau kembali perhitungan perencanaan pondasi tiang pancang

pada proyek Pengembangan Gedung Pendidikan dan Prasarana Serta Sarana

Pendukung Politeknik Negeri Medan, penulis memperoleh data dari PT.

Pembangunan Perumahan (Persero) berupa data hasil sondir, hasil SPT, hasil

Bacaan Manometer dan Gambar stuktur.

3.4. Metode Analisis

Dalam perhitungan perencanaan pondasi tiang pancang ini penulis

melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang antara lain :

a. Dari data sondir dengan Metode Aoki De Alencer dan Meyerhof.

b. Dari data SPT dengan Metode Meyerhof.

c. Dari data Bacaan Jack Manometer.

2. Menghitung analisa gaya yang bekerja pada kelompok tiang.

3. Menghitung daya dukung horizontal dengan menggunakan Metode Broms

dan Brinch Hansen.

4. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang kelompok (pile group)

berdasarkan effisiensi.

5. Menghitung penurunan tiang pancang.

Universitas Sumatera Utara


PERSIAPAN
1. Mencari proyek tiang pancang
2. Mengumpulkan referensi

PENGUMPULAN DATA
1. Pengambilan data pemancangan di proyek
2. Pengamatan pemancangan di lapangan

ANALISIS DATA

1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari


data:
 Sondir ( Metode Mayerhof & Aoki de Alencar ).
 SPT ( Metode Mayerhof ).
 Bacaan Jack Manometer.
2. Menghitung analisa gaya yang bekerja pada kelompok
tiang
3. Menghitung Gaya Horizontal dengan menggunakan
Metode Broms dan Brinch Hansen.
4. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang
Kelompok (Pile group) berdasarkan effisiensi.
5. Menghitung Penurunan tiang pancang.

KESIMPULAN

Gambar 3.2 Bagan alir penelitian

Universitas Sumatera Utara


3.5. Lokasi Titik Sondir, (SPT), Bacaan Jack Manometer

Data-data yang digunakan untuk analisa perhitungan pondasi pada lokasi

Pengembangan Gedung Pendidikan dan Prasarana Serta Sarana Pendukung

Politeknik Negeri Medan terdiri dari 2 (dua) titik sondir (S-1) dan (S-4), 1 (satu)

titik data SPT (BH-2), 2 (dua) titik data Bacaan Jack Manometer pada tiang

nomor (9) dan (15).

Adapun petunjuk gambar lokasi titik sondir, titik bor (SPT), dan titik tiang

pancang dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Lokasi titik – titik penyelidikan.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.4 Denah tiang pancang

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data sondir
4.1.1. Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang dengan metode
Aoki dan De Alencar di lapangan pada titik sondir 1 ( S- 1 )
 Pada titik 1 ( S – 1 ) diperoleh data sondir, yaitu :
Data tiang pancang :
Dimensi tiang pancang ( D ) = 50 cm
Keliling tiang pancang (O) = π x 50 cm
= 157,079 cm
Luas tiang pancang (AP) = ¼ x π x 502cm

= 1963,49 cm2
a. Perhitungan kapasitas dukung ujung tiang (Qb)

Kedalaman Perlawanan konus


(meter) (kg/cm2)
Tiang Pancang

7.20 97
7.40 141
7.60 153
7.80 162
8.00 171
8.20 171
8.40 171
8.60 171
8.80 171

Gambar 4.1 Perkiraan nilai q ca (base)

Universitas Sumatera Utara


Nilai qca diambil rata-rata seperti dalam Gambar 4.1
97  141  153  162  171  171  171  171  171
qca =
9
= 156,44 kg/cm2
Dari persamaan (2.4), kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) :
qca (base)
qb = (Nilai Fb dari Tabel 2.1, beton precast = 1,75)
Fb

156,44
qb = = 89,394 kg/cm2
1,75
Kapasitas dukung ujung tiang (Qb) :
Qb = qb x Ap
Qb = 89,394 x 1963,49
= 175529,77 kg = 175,52 ton.
b. Perhitungan kapasitas dukung kulit (Qs)

 2070 
qc (side) = didapat dari nilai rata-rata CR   51,80kg / cm 2 
 40 

0,00 meter
8,00 meter

Pasir Sedang
qc (side) rata-rata = 51,80 kg/cm2

-8,00 meter
Gambar 4.2 Nilai q c (side) pada titik sondir 1 (S-1)

Universitas Sumatera Utara


Untuk lapisan tanah pada titik sondir 1 (S-1), Pasir sedang

Dari Persamaan (2.5), kapasitas dukung kulit persatuan luas (f) :

s
f = qc (side) (Nilai αs dan Fs dari Tabel 2.1 dan Tabel 2.2)
Fs

0,014
f = 51,8 . = 0,2072 kg/cm2
3,5

Kapasitas dukung kulit (Qs) :

Qs = f . As

= 0,2072 .157079 . 800

= 26037,415 kg

= 26,04 ton

Dari Persamaan (2.3), Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang (Qu) :

Qu = Qb + Qs

= 175,52 + 26,037

= 201,56 ton

Dari Persamaan (2.45), kapasitas ijin tiang (Qa) :

Qu
Qa =
SF

201,561
=
2,5

= 80,62 ton

Universitas Sumatera Utara


4.1.2. Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang dengan Metode
Meyerhof pada titik 1 ( S-1 )
 Perhitungan pada titik 1 (S-1) :
Data yang diperoleh dari titik 5 kedalaman 1 meter adalah:
Perlawanan Penetrasi konus ( PPK ), qc = 21 kg/cm2
Jumlah Hambatan Lekat ( JHL ) = 42 kg/cm
Luas Tiang Pancang ( Ap ) = 1/4 x π x 502cm
= 1963,49 cm2
Keliling Tiang Pancang = π x 50 cm
= 157,079 cm

Dari Persamaan (2.6), kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal (Qult):

Qult = (qc . Ap) + (JHL . K)

= ( 21 . 1963,49 ) + ( 42 . 157,07)

= 47,83 ton

Dari Persamaan (2.7), kapasitas daya dukung ijin pondasi (Qijin):

qc xA p JHLxK
Qijin = 
3 5

21x1963,49 42 x157,07
= 
3 5

= 15063,89 kg

= 15,06 ton

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :

Tult = JHL . K

= 42 . 157,07

= 6596,94 kg = 6,59 ton

Universitas Sumatera Utara


Daya dukung ijin tarik :

Tult
Qijin =
3

6,596
= = 2,19 ton
3

Daya dukung terhadap kekuatan bahan :

Ptiang = σbeton . Atiang

= 600 kg/cm2 . 1963,49 = 1178,094 ton

Tabel 4.1 Perhitungan daya dukung ultimate dan ijin tiang pancang ( S-1 )

Kedalaman PPK ( qc ) Ap JHL K Qult Qijin Qult Qijin


2 2 2
(m) ( kg/cm ) ( cm ) ( Kg/cm ) ( cm ) ( kg ) ( kg ) ( ton ) ( ton )
0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
0,20 17 1963,49 8 157,07 34635,89 11377,76 34,64 11,38
0,40 18 1963,49 16 157,07 37855,94 12283,56 37,86 12,28
0,60 21 1963,49 24 157,07 45002,97 14498,37 45,00 14,50
0,80 25 1963,49 34 157,07 54427,63 17430,49 54,43 17,43
1,00 21 1963,49 42 157,07 47830,23 15063,82 47,83 15,06
1,20 12 1963,49 50 157,07 31415,38 9424,66 31,42 9,42
1,40 30 1963,49 58 157,07 68014,76 21456,91 68,01 21,46
1,60 32 1963,49 68 157,07 73512,44 23080,05 73,51 23,08
1,80 35 1963,49 78 157,07 80973,61 25357,68 80,97 25,36
2,00 31 1963,49 88 157,07 74690,35 23053,83 74,69 23,05
2,20 36 1963,49 98 157,07 86078,5 26640,45 86,08 26,64
2,40 35 1963,49 108 157,07 85685,71 26300,1 85,69 26,30
2,60 37 1963,49 118 157,07 91183,39 27923,23 91,18 27,92
2,80 24 1963,49 126 157,07 66914,58 19666,08 66,91 19,67
3,00 17 1963,49 134 157,07 54426,71 15335,92 54,43 15,34
3,20 15 1963,49 140 157,07 51442,15 14215,41 51,44 14,22
3,40 19 1963,49 148 157,07 60552,67 17084,71 60,55 17,08
3,60 24 1963,49 156 157,07 71626,68 20608,5 71,63 20,61
3,80 23 1963,49 164 157,07 70919,75 20205,32 70,92 20,21
4,00 21 1963,49 172 157,07 68249,33 19147,64 68,25 19,15
4,20 23 1963,49 180 157,07 73432,87 20707,94 73,43 20,71
4,40 22 1963,49 188 157,07 72725,94 20304,76 72,73 20,30

Universitas Sumatera Utara


4,60 21 1963,49 196 157,07 72019,01 19901,57 72,02 19,90
4,80 25 1963,49 206 157,07 81443,67 22833,7 81,44 22,83
5,00 46 1963,49 216 157,07 124247,7 36892,27 124,25 36,89
5,20 50 1963,49 226 157,07 133672,3 39824,4 133,67 39,82
5,40 57 1963,49 238 157,07 149301,6 44782,84 149,30 44,78
5,60 68 1963,49 250 157,07 172784,8 52359,27 172,78 52,36
5,80 56 1963,49 262 157,07 151107,8 44882,28 151,11 44,88
6,00 61 1963,49 276 157,07 163124,2 48594,56 163,12 48,59
6,20 62 1963,49 290 157,07 167286,7 49688,85 167,29 49,69
6,40 70 1963,49 302 157,07 184879,4 55301,79 184,88 55,30
6,60 91 1963,49 314 157,07 227997,6 69423,19 228,00 69,42
6,80 117 1963,49 332 157,07 281875,6 87005,56 281,88 87,01
7,00 86 1963,49 346 157,07 223206,4 67155,96 223,21 67,16
7,20 97 1963,49 360 157,07 247003,7 74795,22 247,00 74,80
7,40 141 1963,49 380 157,07 336538,7 104221,4 336,54 104,22
7,60 153 1963,49 404 157,07 363870,3 112829,2 363,87 112,83
7,80 162 1963,49 434 157,07 386253,8 119662,1 386,25 119,66
8,00 171 1963,49 464 157,07 408637,3 126495 408,64 126,50

4.2. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data SPT

Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang perlapisan dari data SPT

memakai metode Mayerhof dan data diambil pada (BH-II)

 Perhitungan pada titik (BH-II)

Daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah non kohesif adalah :

L
Qp = 40 . N-SPT . . Ap < 400 . N-SPT . Ap
D

1
= 40 . 8 . . 0,1963 < 400.8.0,1963
0,5

= 125,632 kN < 628,16 kN

Untuk tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif adalah :

Qs = 2 . N-SPT . p . Li

= 2 . 8 . 1,57 . 1 = 25,12 kN

Universitas Sumatera Utara


Daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah kohesif adalah :

Qp = 9 . Cu . Ap Cu= N-SPT.2/3.10

= 9 . 53,33 . 0,1963 = 8.2/3.10

= 94,22 kN = 53,33 kN/m2

Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah kohesif adalah :

Qs = α . Cu . p . Li

= 0,783 . 53,33 . 1,57 . 1

= 65,56 kN

Tabel 4.2 Perhitungan daya dukung tiang pancang pada titik (BH-II)

Dept Soil N cu  skin friction End Qult Qult


(m) Layer (KN/m2) local cumm Bearing KN ton
0.0 1,00 0,00 - - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.0 1,00 8,00 53,33 0,783 65,56 65,56 94,22 159,79 15,98
2.0 2,00 11,00 73,33 0,517 59,52 125,09 129,56 254,65 25,46
3.0 2,00 12,00 80,00 0,500 62,80 187,89 141,34 329,22 32,92
4.0 2,00 9,00 60,00 0,650 61,23 249,12 106,00 355,12 35,51
5.0 2,00 11,00 73,33 0,517 59,52 308,64 129,56 438,20 43,82
6.0 3,00 20,00 - - 62,80 371,44 314,08 685,52 68,55
7.0 3,00 26,00 - - 81,64 453,08 816,61 1269,69 126,97
8.0 3,00 31,00 - - 97,34 550,42 1460,47 2010,89 201,09
9.0 4,00 36,00 - - 113,04 663,46 2261,38 2924,84 292,48
10.0 4,00 40,00 - - 125,60 789,06 3140,80 3929,86 392,99
11.0 4,00 47,00 - - 147,58 936,64 3690,44 4627,08 462,71
12.0 4,00 54,00 - - 169,56 1106,20 4240,08 5346,28 534,63
13.0 5,00 48,00 - - 150,72 1256,92 3768,96 5025,88 502,59
14.0 5,00 29,00 - - 91,06 1347,98 2277,08 3625,06 362,51
15.0 5,00 20,00 - - 62,80 1410,78 1570,40 2981,18 298,12
16.0 5,00 20,00 - - 62,80 1473,58 1570,40 3043,98 304,40
17.0 5,00 29,00 - - 91,06 1564,64 2277,08 3841,72 384,17
18.0 5,00 44,00 - - 138,16 1702,80 3454,88 5157,68 515,77
19.0 5,00 42,00 - - 131,88 1834,68 3297,84 5132,52 513,25
20.0 6,00 28,00 - - 87,92 1922,60 2198,56 4121,16 412,12

Universitas Sumatera Utara


4.3. Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pada Saat

Penekanan Berdasarkan Bacaan Manometer dari Alat hydraulic jack

Kapasitas daya dukung tiang mini pile dapat diketahui berdasarkan bacaan

manometer yang tersedia pada alat pancang. Kapasitas daya dukung pondasi tiang

dapat dihitung dengan rumus Q  P  A

Keterangan :

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan ( Ton )

P = Bacaan manometer ( kg/cm2 )

A = Total luas efektif penampang piston ( cm2 )

Sistem pemancangan pada proyek pada proyek pengembangan gedung

pendidikan dan prasarana serta sarana pendukung politeknik negeri medan

menggunakan hydraulic jack dengan kapasitas 320 ton.

Luas piston (A) untuk mesin kap. 320 ton = 1269,7 cm²

Working load (Pizin) = 160 ton

Pult = 200% x Pizin

= 200% x 160 = 320 ton

Daya dukung berdasarkan bacaan manometer alat hydraulic jack dengan

mesin 320 ton :

Q =PxA

= P x 1269,204

= 1269,204 P kg

= 1,269204 P ton

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Perhitungan daya dukung tiang berdasarkan bacaan manometer

No Bacaan Manometer Daya Dukung Mesin Kap.320 ton


(kg/cm2) (ton)
1 20 25,38
2 40 50,77
3 60 76,15
4 80 101,54
5 100 126,92
6 120 152,30
7 140 177,69
8 160 203,07
9 180 228,46
10 200 253,84
11 220 279,22
12 240 304,61
13 260 329,99

Pada mesin kapasitas 320 ton, daya dukung 320 ton diperoleh pada bacaan

manometer alat hydraulic jack 260 kg/cm².

Tabel 4.4 Perhitungan daya dukung tiang pada saat pemancangan berdasarkan

data (daily piling record)

Pile Cap Kedalaman Pancang Manometer Daya Dukung Pijin


Nomor Titik (m) (Mpa) (ton) (ton)
15 8 13 165,06 82,53
16 8 16 203,15 101,58
17 8 17 215,85 107,92
18 8 20 253,94 126,94

Daya dukung = didapat dari bacaan manometer dikali luas piston

P ijin = didapat dari nilai daya dukung dibagi 200%

Universitas Sumatera Utara


4.4. Menghitung Analisa Gaya Yang Bekerja Pada Kelompok Tiang

P1 P3

P2 P4

Gambar 4.3 Gaya yang bekerja pada tiang

Data :

V = 250,49 ton (diketahui dari perencana)

Mx = - 40,56 tm (diketahui dari perencana)

My = 9,32 tm (diketahui dari perencana)

Universitas Sumatera Utara


x1 = 0,7 m

x2 = 0,7 m

x3 = 0,7 m

x4 = 0,7 m

y1 = 0,7 m

y2 = 0,7 m

y3 = 0,7 m

y4 = 0,7 m

Ʃx² = ( 4 x 0,7² ) = 1,96 m

Ʃy² = ( 4 x 0,7² ) = 1,96 m

Dari Persamaan (2.22), beban maksimum yang diterima untuk tiang :

V M y .xi M .y
P =   x 2i
n n y .x 2
n x .y

250,49 9,32.0,7 40,56.0,7


=  
4 2.1,96 2.1,96

= 62,6225 + 1,6642 + 7,2428

= 71,53 ton

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5 Perhitungan beban tiang maksimum

Koordinat M y .X i M x .Yi P
no
x² y² V/n
tiang
X Y x 2
 y2 (Ton)

1 0,7 0,7 0,49 0,49 62,6225 -1,6642 -7,2428 53,7155

2 0,7 0,7 0,49 0,49 62,6225 1,6642 -7,2428 57,0439

3 0,7 0,7 0,49 0,49 62,6225 -1,6642 7,2428 68,2011

4 0,7 0,7 0,49 0,49 62,6225 1,6642 7,2428 71,5295

1,96 1,96

4.5. Perhitungan Gaya Lateral Ijin

 Menggunakan Metode Broms

Hu

8,35 m

a) Menghitung gaya lateral ultimit Hu

Tiang dengan ujung jepit pada tanah lempung, bila tiang sangat kuat maka

gaya horizontal ultimit yang meruntuhkan tanah adalah (Persamaan 2.23) :

Universitas Sumatera Utara


H u  9cu d L  3d / 2

 3  0,5 
 9  73,33  0,5 8,35  
 2 

= 2507,88 kN

Pada Hu tersebut, momen yang terjadi pada tiang adalah (Persamaan 2.24):

M mak  H u L / 2  3d / 4

 2507,888,35 / 2  3  0,5 / 4

 11410,85 kN.m > My = 157,5 kN.m (Dalam hal ini, My = momen

maksimum yang dapat ditahan tiang)

Karena Mmak > My, maka tiang termasuk tiang panjang.


Bila menggunakan grafik :
My
 
 157,5 / 73,33  0,53  17,18
cu .d 3

Grafik tahanan lateral ultimit tiang dalam tanah kohesif

Universitas Sumatera Utara


Dari grafik diatas diperoleh :

Hu
2
 17 atau H u  17  73,33  0,5 2  311,65 kN
cu .d

Dengan faktor aman F = 3

H u 311,65
F   103,88kN atau 10,38 ton…………………………………..(a)
3 3

b) Cek jika defleksi tiang akibat beban lateral diperbolehkan 1 cm

Dari Persamaan (2.27)

k h .d
 4
4.E p .I p

Dimana k h  k1 / 1,5.d   25000 / 1,5  0,5  33333,33kN / m 2

E p  33234,01872Mp = 33234018,72 kN / m2

I p  0,0245m 4

33333,33  0,5
 4
4  814233,46

16666,66
4
3256933,84

 4 0,005117

= 0,27

Jadi,  .L  0,27  8,35  2,25

Universitas Sumatera Utara


Dari grafik defleksi lateral tiang dalam tanah kohesif (φ = 0)

y o k h dL
 2,4
H

y o .k h .d .L 1  33333,33  0,5  8,35


H   57986,11kN ……………………….(b)
2,4 2,4

Beban lateral ijin tiang dipilih yang terkecil dari hitungan langkah (a) dan (b).

Jadi, beban lateral ijin Ha = 103, 88 kN atau 10,38 ton.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6. Spesifikasi Spun Pile (WIKA Beton)

Universitas Sumatera Utara


 Menggunakan Metode Brinch Hansen

Hu

Tiang beton

D = 50 cm

Lempung lunak My = 93,2 kN.m

- 2,8 m

8,35 m

Lempung kaku

- 5,55 m

Data teknis tanah

Ep = 33234,01872 Mpa = 33234018,72 KN / m2

I = 0,0245 m4

Lempung lunak ; cu = 73,33 KN/m2, Ø = 0

ɣsat = 16,83 KN/m3

lempung kaku ; cu = 73,33 KN/m2, Ø = 0

ɣsat = 16,83 KN/m3

Modulus subgrade tanah k1 = 25 MN/m3

Universitas Sumatera Utara


Dengan metode Brinch Hansen, menentukan gaya horizontal ultimit yang dapat

didukung tiang.

Faktor kekakuan untuk modulus tanah konstan

R= (EI / K)1/4

Dengan, K = k1/1,5 = 25000/1,5 = 16666,67 KN/m2

R= (814233,4586 / 16666,67)1/4

= 2,64 m

Cek tiang panjang atau tiang pendek

Tiang panjang bila L > 3,5 R

3,5 R = 9,24 m > 8,35 m, jadi L < 3,5 R sehingga diasumsikan sebagai tiang

pendek. Karena tanah berlapis maka digunakan cara Brinch Hansen, sehingga

tanah dibagi dalam beberapa lapisan, Hitung Pu pada masing-masing lapisan

dilakukan pada table dibawah ini, karena  = 0, maka poKq = 0

Nilai – nilai Kc diperoleh dari Gambar 2.24

Tabel 4.7. Perhitungan pada masing-masing lapisan

Z z/d Kc cu.Kc
(m) (kN/m2)
0,00 0,00 2,00 146,66
0,47 0,94 4,30 315,32
0,93 1,86 5,50 403,32
1,40 2,80 6,80 498,64
1,87 3,74 7,10 520,64
2,33 4,66 7,20 527,98
2,80 5,60 7,40 542,64
2,80 5,60 7,40 542,64
3,36 6,72 7,60 557,31
3,91 7,82 7,80 571,97

Universitas Sumatera Utara


4,47 8,94 7,90 579,31
5,02 10,04 8,00 586,64
5,58 11,16 8,20 601,31
6,13 12,26 8,40 615,97
6,69 13,38 8,50 623,31
7,24 14,48 8,60 630,64
7,80 15,60 8,70 637,97
8,35 16,70 8,80 645,30

Nilai-nilai tahanan cuKc yang telah dihitung pada Tabel 4.7 kemudian diplot pada

Gambar dibawah ini

+ 0,0 Hu 146,46
315,32
403,32
498,64
520,64
-2,8 m 527,98
542,64
557,31
571,97
579,31
586,64
8,35 m
601,31
615,97
623,31
630,64
637,97
-5,55 645,30 kN/m2

Gambar. 4.4 Nilai-nilai tahanan tanah cuKc

Universitas Sumatera Utara


Titik rotasi dihitung denganm coba-coba, diperoleh x = 3,52 m dari dasar tiang.

Hasil akhir hitungan momen terhadap puncak tiang ekivalen adalah

0,5 (146,66 + 315,32) x 0,47 x 0,24 = 26,06

0,5 (315,32 + 403,32) x 0,47 x 0,70 = 118,22

0,5 (403,32 + 498,64) x 0,47 x 1,17 = 247,99

0,5 (498,64 + 520,64) x 0,47 x 1,64 = 392,83

0,5 (520,64 + 527,98) x 0,47 x 2,10 = 517,49

0,5 (527,98 + 542,64) x 0,47 x 2,57 = 646,60

0,5 (542,64 + 557,31) x 0,562 x 3,08 = 312,17

0,5 (557,31 + 571,97) x 0,562 x 3,63 = 320,96

0,5 (571,97 + 579,31) x 0,184 x 4,28 = 110,20

-0,5 (579,31 + 586,64) x 0,37 x 4,83 = - 220,53

-0,5 (586,64 + 601,31) x 0,555 x 5,30 = - 334,96

-0,5 (601,31 + 615,97) x 0,555 x 5,85 = - 343,65

-0,5 (615,97 + 623,31) x 0,555 x 6,41 = - 350,40

-0,5 (623,31 + 630,64) x 0,555 x 6,96 = - 355,02

-0,5 (630,64 + 637,97) x 0,555 x 7,52 = - 359,56

-0,5 (637,97 + 645,30) x 0,555 x 8,07 = - 359,56

2692,51 – 2692,50 = 0,01

Universitas Sumatera Utara


Beban lateral ultimit,ditentukan dengan mengambil momen terhadap titik rotasi

yang telah diperoleh.

Hu ( 8,35 – 3,52) = 4,83 Hu

0,5 (146,66 + 315,32) x 0,47 x (4,83 - 0,24) = 498,31

0,5 (315,32 + 403,32) x 0,47 x (4,83 - 0,70) = 697,48

0,5 (403,32 + 498,64) x 0,47 x (4,83 - 1,17) = 775,78

0,5 (498,64 + 520,64) x 0,47 x (4,83 - 1,64) = 764,10

0,5 (520,64 + 527,98) x 0,47 x (4,83 - 2,10) = 672,74

0,5 (527,98 + 542,64) x 0,47 x (4,83 - 2,57) = 568,61

0,5 (542,64 + 557,31) x 0,562 x (4,83 - 3,08) = 540,90

0,5 (557,31 + 571,97) x 0,562 x (4,83 - 3,63) = 380,79

0,5 (571,97 + 579,31) x 0,184 x (4,83 - 4,28) = 57,99

-0,5 (579,31 + 586,64) x 0,37 x (4,83 - 4,83) = - 0,54

-0,5 (586,64 + 601,31) x 0,555 x (5,30 – 4,83) = - 154,94

-0,5 (601,31 + 615,97) x 0,555 x (5,85 – 4,83) = - 344,55

-0,5 (615,97 + 623,31) x 0,555 x (6,41 – 4,83) = - 543,51

-0,5 (623,31 + 630,64) x 0,555 x (6,96 – 4,83) = - 741,37

-0,5 (630,64 + 637,97) x 0,555 x (7,52 – 4,83) = - 946,99

-0,5 (637,97 + 645,30) x 0,555 x (8,07 – 4,83) = - 1153,83

1070,97 kN.m

1070,97
Sehingga Hu = = 221,73 kN per meter lebar tiang
4,83

Untuk 1 tiang berdiameter 0,5 m, maka Hu = 0,5  221,73  110,87 kN=11,08 Ton.

Universitas Sumatera Utara


4.6. Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan Effisiensi
Perhitungan effisiensi group :

Gambar 4.5 Tiang kelompok

4.7.3. Metode Converse - Labarre

Dari Persamaan (2.35), effisiensi kelompok tiang (E g) :

(n'1).m  (m  1).n'
Eg = 1 – θ
90.m.n'

dimana :

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

m = Jumlah baris tiang.

n' = Jumlah tiang dalam satu baris.

θ = Arc tg d/s, dalam derajat.

s = Jarak pusat ke pusat tiang

d = Diameter tiang.

θ = Arc tg d/s = 50/140 = 19,653°

Universitas Sumatera Utara


n' = 2 ; m = 2

(2  1).2  (2  1).2
Eg = 1 – θ
90.2.2

= 0,781

Dari Persamaan (2.34), kapasitas kelompok ijin tiang (Qg) :

1. Data Sondir

 Qa = 80,62 ton ( Metode Aoki De Alecar )

Kapasitas ultimit kelompok tiang (Qg) :

Qg = Eg . n . Qa

= 0,781 . 4 . 80,62 ton

= 252,06 ton

 Qa = 163,45 ( Metode Mayerhof )

Kapasitas ultimit kelompok tiang (Qg) :

Qg = Eg . n . Qa

= 0,781 . 4 . 163,45 ton

= 510,62 ton

2. Data SPT

 Qa = 85,44 ton ( Metode Mayerhof )

Kapasitas ultimit kelompok tiang (Qg) :

Qg = Eg . n . Qa

= 0,781 . 4 . 85,44

= 266,91 ton

Universitas Sumatera Utara


3. Data bacaan manometer

 Qa = 83,80 ton dari rata-rata titik 15,16,17 dan 18 pada kedalaman 8

meter

Kapasitas ultimit kelompok tiang (Qg) :

Qg = Eg . n . Qa

= 0,781 . 4 . 83,80

= 261,79 ton

4.7.4. Metode Los Angeles Group

Dari Persamaan (2.36), effisiensi kelompok tiang (Eg) :

Metode Los Angeles Group

D
Eg =1– [ m (n’-1) + n’ (m-1) + 2 (m-1) (n’-1)]
s.m.n'

50
Eg =1– [ 2 ( 2-1) + 2 ( 2-1 ) + 2 ( 2-1 ) ( 2-1 )]
140.2.2

Eg = 0,52

Dari Persamaan (2.34), kapasitas kelompok ijin tiang (Qg) :

1. Data Sondir

 Qa = 80,62 ton ( Metode Aoki De Alecar )

Kapasitas ultimit kelompok tiang (Qg) :

Qg = Eg . n . Qa

= 0,52 . 4 . 80,62 ton

= 167,68 ton

Universitas Sumatera Utara


 Qa = 163,45 ( Metode Mayerhof )

Kapasitas ultimit kelompok tiang (Qg) :

Qg = Eg . n . Qa

= 0,52 . 4 . 163,45 ton

= 339,97 ton

2. Data SPT

 Qa = 85,44 ton ( Metode Mayerhof )

Kapasitas ultimit kelompok tiang (Qg) :

Qg = Eg . n . Qa

= 0,52 . 4 . 85,44

= 177,72 ton

3. Data bacaan manometer

 Qa = 83,80 ton dari rata-rata titik 15,16,17 dan 18 pada kedalaman 8

meter

Kapasitas ultimit kelompok tiang (Qg) :

Qg = Eg . n . Qa

= 0,52 . 4 . 83,80

= 174,30 ton

Universitas Sumatera Utara


4.8. Menghitung Penurunan Tiang Tunggal (single pile), Penurunan

Kelompok Tiang (pile group) dan Penurunan Ijin

4.8.3. Mehitung Penurunan Tiang Tunggal (single pile)

0,00meter
8,00 meter

Pasir Sedang
qc (side) rata-rata = 51,8 kg/cm2

-8,00 meter

Gambar 4.6 Nilai qc (side) pada titik sondir 1 (S-1)

Modulus Elastisitas tanah di sekitar tiang (E s) :

Es = 3. qc

= 3. 51,8 kg/cm2

= 155,4 kg/cm2

= 15,54 Mpa

Universitas Sumatera Utara


Menentukan modulus elastisitas tanah dibawah tiang :

Eb = 10. Es

= 10. 15,54 Mpa

= 155,4 Mpa

Menentukan Modulus Elastisitas dari beban tiang :

Ep = 4700.

= 4700. 50

= 33234,018 Mpa

= 332340 kg/cm2

= 3323400 ton/m2

 Penurunan pondasi tiang tunggal dengan menggunakan data sondir 1(S-1) :

S = Ss + Sp + Sps

Penurunan akibat deformasi aksial (S s) :

Q   .Qs .L
Ss 
p

Ap .E p

Ss 
175,52  0,67.26,037.8
0,196349.3323400

1543,7183

652546,266

= 0,00236 m

 Penurunan dari ujung tiang (Sp) :

qp = QP/A = 175,52 ton/0.196349 m2 = 893,918 ton/m2

C p .Q p
Sp 
d .qp

Universitas Sumatera Utara


0,04.175,52

0,5.893,92

= 0,0157 m

 Penurunan akibat pengalihan beban sepanjang tiang (Sps)

L
Iws  2  0,35
d

8
 2  0,35
0,5

= 3,4

 Pt  0,5
Sps    1  2Vs ..Iws
 p.L  155,4

 26,037  0,5
  1  2.0,43,4
 1,575079.8  155,4

= 2,07196 . 0,003217 . 0,68

= 0,004532 m

Tabel 4.8 Perkiraan penurunan tiang tunggal

No Bentuk Penurunan Penurunan tiang (m)


1 Penurunan akibat pengalihan beban sepanjang tiang 0,00453
2 Penurunan untuk tiang dukung ujung 0,0157
3 Penurunan akibat deformasi aksial 0,00236
Perkiraan penurunan total 0,0225

Universitas Sumatera Utara


4.8.4. Menghitung Penurunan yang diijinkan (Sijin)

Penurunan yang diijinkan (Sijin) :

Sijin = 10% . D

= 10%. 50

= 5,00 cm = 50 mm

Penurunan total tiang tunggal < penurunan ijin

2,25 cm < 5,00 cm....maka, perkiraan total tiang tunggal memenuhi syarat

aman.

4.8.5. Menghitung Penurunan Kelompok Tiang (Sg)

 Penurunan berdasarkan data sondir dengan Metode Mayerhof :

q.B g .I
Sg 
2.qc

Dimana :

Qs
q
Ls .Bs

26,037

2,5.2,5

= 4,16 ton/m2

Ls
I  1  0,5
8.Bs

2,5
 1  0,5
8.2,5

= 0,87 > 0,5

Universitas Sumatera Utara


maka,

q.B g .I
Sg 
2.qc

26,037.2,5.0,875

2.518

= 0,0549 m

= 5,49 cm

 Penurunan dengan Metode Vesic :

Bg
Sg 
d

2,5
 0,0225
0,5

= 0,0503 m

= 5,03 cm

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil perhitungan daya dukung ultimit tiang pada kedalaman 8,00 m

berdasarkan data sondir, data SPT, dan data dari bacaan manometer pada

saat pemancangan adalah sebagai berikut :

 Dari data sondir Metode Aoki dan De Alenciar, Qult = 201,56 ton

 Dari data sondir Metode Mayerhof, Qult = 408,64 ton

 Dari data SPT Metode Mayerhof, Qult = 201,09 ton

 Dari data bacaan manometer rata-rata, Qult = 209,50 ton

2. Hasil perhitungan daya dukung kapasitas ijin kelompok tiang (pile group)

berdasarkan effisiensi dengan menggunakan 4 tiang / kelompok :

 Metode Converse Labbare diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang

(Eg= 0,781)

 Dari data sondir Metode Aoki dan De Alencar, Qg = 252,06 ton

 Dari data sondir Metode Mayerhof, Qg = 510,62 ton

 Dari data SPT Metode Mayerhof, Qg = 266,91 ton

 Dari data bacaan manometer rata-rata, Qg = 261,79 ton

 Metode Los Angeles Group diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang

(Eg = 0,52)

 Dari data sondir Metode Aoki dan De Alencar, Qg = 167,68 ton

 Dari data sondir Metode Mayerhof, Qg = 339,97 ton

Universitas Sumatera Utara


 Dari data SPT Metode Mayerhof, Qg = 177,72 ton

 Dari data bacaan manometer rata-rata, Qg = 174,30 ton

3. Dari perhitungan analisa gaya yang bekerja pada kelompok tiang, beban

maksimum yang diterima tiang; P = 71,53 ton.

4. Dari perhitungan dengan Metode Broms dan Metode Brinch Hansen

diperoleh gaya horizontal ijin pada pondasi untuk satu tiang yaitu

 Metode Broms Hijin = 10,38 ton.

 Metode Brinch Hansen Hijin = 11,08 ton.

5. Hasil perhitungan penurunan tiang tunggal (single pile), penurunan

kelompok tiang (pile group) dan penurunan ijin sebagai berikut :

 Penurunan tiang tunggal, S = 0,0225 m atau S = 2,25 cm.

 Penurunan kelompok tiang kelompok dengan Metode Mayerhof,

Sg = 5,49 cm.

 Penurunan kelompok tiang kelompok dengan Metode Vesic,

Sg = 5,03 cm.

 Penurunan yang di ijinkan,

Sijin = 10% . D

= 10%. 50

= 5,00 cm = 50 mm

Penurunan total tiang tunggal < penurunan ijin

2,25 cm < 5,00 cm....maka, perkiraan total tiang tunggal memenuhi

syarat aman.

Universitas Sumatera Utara


6. Tidak semua perhitungan horizontal dikerjakan dengan metode Broms,

karena dapat dilakukan dengan metode Brinc Hansen walaupun jenis tanah

berbeda-beda.

5.2. Saran

Dari hasil perhitungan dan kesimpulan diatas penulis memberi saran sebagai

berikut :

1. Sebelum melakukan perhitungan hendaknya kita memperoleh data teknis

yang lengkap, karena data tersebut sangat menunjang dalam membuat

rencana analisa perhitungan, sesuai dengan standar dan syarat-syaratnya.

2. Pada saat perencanaan pondasi lebih baik memakai hasil dari data sondir

dengan memakai metode Aoki dan De Alencar, sedangkan hasil dari data

SPT lebih baik memakai metode Meyerhof.

3. Dalam menganalisa daya dukung pondasi penulis menyarankan lebih baik

memakai data manometer pada alat hydraulic jack karena lebih aktual.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Sosarodarsono, S. dan Nakazawa, K., 1983, Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi,

PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Bowlesh, J. E., 1991, Analisa dan Desain Pondasi, Edisi keempat Jilid 1,

Erlangga, Jakarta.

Sarjono, H.S., 1988, Pondasi Tiang Pancang, Jilid 1, Penerbit Sinar Jaya Wijaya,

Surabaya.

Titi, H. H. and Farsakh, M. A. Y., 1999, Evaluation of Bearing Capacity of Piles

from Cone Penetration Test, Lousiana Transportation Research Center.

Hardiyatmo, H. C., 1996, Teknik Pondasi 1, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Hardiyatmo, H. C., 2002, Teknik Pondasi 2, Edisi Kedua, Beta Offset,

Yogyakarta.

Das, M. B., 1984, Principles of Foundation Engineering Fourth Edition, Library

of Congress Cataloging in Publication Data.

Manoppo, j, Fabian., Pengaruh jarak antar tiang pada daya dukung tiang pancang

kelompok di tanah lempung lunak akibat beban vertikal

(Pacific journal, juli 2009)

Pertiwi, D,2006. Jurnal. Korelasi Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Dengan

Menggunakan Data-Data Sondir Dan Jack In Pile.

(Jurnal Aksial, Vol.No.1, April 2006)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai