Anda di halaman 1dari 63

GEOLOGI DAN EVALUASI KESTABILAN LERENG

PADA TAMBANG TERBUKA NIKEL PIT B DAN


SEKITARNYA
BLOK KEUNO, DESA KEUNO, KECAMATAN PETASIA
TIMUR, KABUPATEN MOROWALI UTARA, PROVINSI
SULAWESI TENGAH

OLEH :
L U T H F I Q O W Y Z H A F R A N I / 111 . 1 6 0 . 0 1 5 Pembimbing I : Dr. Ir. Purwanto, M.T.
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI Pembimbing II : Dr. Ir. Jatmiko Setiawan,
M.T.
FA K U LTA S T E K N O L O G I M I N E R A L
Pembahas I : Ir. Puji Pratiknyo, M.T.
U P N “ V E T E R A N ” Y O G YA K A RTA
Pembahas II : Dr. Herry Riswandi, S.T. M.T.
OUTLINE PRESENTASI

Metodologi dan Geologi Daerah Evaluasi Kestabilan Kesimpulan


Pendahuluan Geologi Regional
Kajian Pustaka Keuno Lereng
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Daerah penelitian termasuk ke dalam formasi Kompleks Ultramafik dan merupakan
bagian dari lajur Ofiolit Sulawesi Timur yang tersusun dari batuan ultramafik.
Batuan ultramafik yang telah terekspos ke permukaan rentan mengalami proses
lateritisasi. Hal ini menyebabkan terbentuknya endapan nikel laterit pada daerah
penelitian.
Dalam kegiatan penambangan nikel, salah satu metode yang sering digunakan adalah
metode tambang terbuka. Pada umumnya kegiatan penambangan nikel dengan metode
tambang terbuka akan berhadapan dengan permasalahan kestabilan lereng.
Pada kondisi aktual di daerah penelitian masih terdapat kejadian longsornya lereng yang
menunjukan masih adanya kondisi lereng yang tidak aman sehingga perlu dilakukannya
upaya untuk meningkatkan stabilitas lereng.
Berdasarkan aspek – aspek tersebut, pada daerah tersebut perlu dilakukan penelitian
dengan judul Geologi dan Evaluasi Kestabilan Lereng Pada Tambang Terbuka Nikel Pit B dan
Sekitarnya Blok Keuno, Desa Keuno, Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara
Provinsi Sulawesi Tengah.
PENDAHULUAN

RUMUSAN MASALAH
1) Kondisi Geologi Daerah Penelitian
a. Bagaimana kondisi geomorfologi pada daerah penelitian?
b. Bagaimana tatanan stratigrafi daerah penelitian?
c. Bagaimana struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian?
d. Bagaimana sejarah geologi daerah penelitian?
e. Bagaimana potensi geologi pada daerah penelitian?

2) Kajian Kestabilan Lereng


a. Bagaimana kelas massa batuan pada daerah penelitian?
b. Bagaimana jenis potensi longsor pada lereng daerah penelitian?
c. Bagaimana kondisi kestabilan lereng daerah penelitian?
d. Bagaimana rekomendasi yang dibutuhkan guna meningkatkan stabilitas lereng pada
daerah penelitian?
PENDAHULUAN

MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk melakukan pengamatan dan
pengambilan data geologi, dan mengevaluasi kestabilan lereng berdasarkan kondisi geologi
teknik di daerah penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kondisi geologi pada daerah penelitian yang
meliputi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan juga untuk mengevaluasi kondisi
geologi teknik pada daerah penelitian yang meliputi karakterisitk massa batuan, jenis
potensi longsor, tingkat stabilitas lereng aktual, yang berguna untuk memberikan
rekomendasi lereng guna meningkatkan stabilitas lereng pada daerah penelitian.
PENDAHULUAN

LOKASI PENELITIAN

Gambar. Lokasi Daerah Penelitian Secara Administratif


METODOLOGI DAN KAJIAN
PUSTAKA
METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA
METODOLOGI PENELITIAN

Gambar. Diagram Alir Penelitian


METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA
Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Bijih Nikel Laterit (Waheed,2008) :

Batuan Asal Iklim Reagen Kimia dan Vegetasi

Struktur Geologi Topografi Waktu


METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA
Profil Endapan Laterit

Gambar. Profil Endapan Laterit (Waheed, 2008)


METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA
Kriteria Keruntuhan Mohr Coloumb
Coulomb (1773), membuat sebuah
kriteria kuat geser yang cukup
sederhana tetapi sangat banyak
digunakan hingga saat ini. Coulomb
berpendapat bahwa runtuhan (failure)
sepanjang bidang permukaan geser
dapat ditahan oleh kohesi dan sudut
geser dalam material serta sebuah
konstanta yang dikalikan dengan
tegangan normal.

τ = c’ + σ tan ɸ’

Gambar. Kurva Hubungan Tegangan Geser dan Tegangan Normal


Pada Kriteria Keruntuhan Mohr - Coloumb
METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA Tabel. Nilai Parameter mi (Hoek dan Brown,1980)


Kriteria Keruntuhan Generalized Hoek and Brown
Pada tahun 1980, Hoek-Brown mengusulkan
suatu hubungan antara tegangan utama maximum
dan minimum untuk menentukan runtuhan yang
terjadi pada batuan utuh (intact rock) dan batuan
retak (broken rock). Kriteria keruntuhan Hoek-Brown
juga dikembangkan untuk dapat memperkirakan
kekuatan geser dalam massa batuan yang terkekarkan.
METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA
Rock Mass Rating
Massa batuan adalah batuan yang mempunyai kerusakan secara struktural berupa
bidang diskontinuitas. Bidang diskontinuitas menyebabkan batuan bersifat tidak menerus.
Bidang tersebut berupa kekar, perlapisan, dll. Bieniawski (1976), mempublikasikan suatu
klasifikasi massa batuan yang disebut Rock Mass Rating (RMR). Parameter yang digunakan
dalam klasifikasi RMR yaitu:
(1) Kuat tekan uniaxial batuan utuh
(2) Rock Qualily Designation (RQD)
(3) Spasi bidang diskontinu
(4) Kondisi bidang diskontinu
(5) Kondisi air tanah
METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA
Tabel Rock Mass Rating (Bienawski, 1989)
METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA Tabel Penentuan nilai GSI (Hoek dan


Brown, 1980)
Geological Strength Index (GSI)
Nilai GSI diperoleh dari hasil deskripsi geologi
berdasarkan struktur dan kondisi permukaan struktur.
Nilai GSI dapat juga didekati dari nilai RMR yang
diperoleh dari klasifikasi massa batuan menurut
Bieniawski (1989), dengan persamaan sebagai berikut
GSI = RMR – 5.
METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA
Metode Kesetimbangan Batas
Salah satu metode analisis kestabilan lereng yang banyak digunakan adalah metode kesetimbangan
batas (Limit Equilibrium Method) /LEM. Metode kesetimbanagan batas adalah metode yang menggunakan
prinsip kesetimbangan gaya. Dalam menganalisis stabilitas lereng menggunakan metode kesetimbangan
batas diperlukan metode irisan untuk mendapatkan hasil faktor keamanan lereng. Material diatas
permukaan gelincir dibagi menjadi beberapa irisan tegak.

Gambar. Gaya – gaya Yang Bekerja Pada Irisan


METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA
Metode Kinematik
Berbagai jenis longsoran/keruntuhan
lereng (slope failure) berhubungan dengan
struktur – struktur geologi yang mengakibatkan
adanya suatu diskontinuitas pada suatu massa
batuan. Dalam memperhitungkan stabilitas
lereng batuan, data kedukan bidang-bidang
diskontinuitas hasil pengukuran scanline
sampling digunakan di dalam stereoplot. Hasil
ploting sangat berguna untuk dapat memilih
antara bidang-bidang yang berpotensi
mengalami keruntuhan, dengan bidang-bidang
yang kemungkinan tidak akan terlibat di dalam
longsoran.

Gambar. Hubungan hasil proyeksi orientasi struktur


dan lereng terhadap tipe longsoran
GEOLOGI REGIONAL
GEOLOGI REGIONAL

FISIOGRAFI REGIONAL
Secara umum daerah Sulawesi dapat
dikategorikan dalam tatanan geologi yang
kompleks, karena terletak pada zona
konvergen di antara tiga lempeng lithosfer,
yaitu lempeng Australia yang bergerak ke
utara, lempeng pasifik yang bergerak ke
barat, dan lempeng Eurasia di bagian
selatan – tenggara. Sulawesi Tengah
tersusun oleh Kompleks Pompangeo,
batugamping malih, dan ofiolit. Ofiolit
juga disebut Lajur Ofiolit Sulawesi Timur,
yang didominasi oleh batuan ultramafik,
basal, sedimen pelagik. Batuan ultramafik
terdiri atas harzburgit, dunit, werlit,
lerzolit, websterit, serpentinit, dan
peridotit (Simandjuntak dkk., 1997, Dalam
Surono, 2013).
Gambar. Peta Geologi Sulawesi (Parkinson,1996)
GEOLOGI REGIONAL

TEKTONIK REGIONAL
(a) Pembentukan MOR pada zaman Kapur
Awal – Kapur Akhir.
(b) Obduksi pada kala Eosen – Oligosen.
(c) Subduksi pada kala Miosen Awal.
(d) Kolisi pada kala Miosen Akhir.

Gambar. Tektonik Regional Sulawesi Timur (Kadarusman,


2004)
GEOLOGI REGIONAL

STRATIGRAFI REGIONAL

Gambar. Daerah Penelitian dalam Peta Geologi Gambar. Korelasi Satuan Peta dari Peta Geologi Lembar
Lembar Bungku (Simandjuntak dkk, 1993) Bungku (Simandjuntak dkk, 1993)
GEOLOGI DAERAH KEUNO
GEOLOGI DAERAH KEUNO
GEOMORFOLOGI DAERAH KEUNO
Tabel. Geomorfologi Daerah Keuno (mengacu pada Van Zuidam, 1983)

Rock Mass Rating


PETA GEOMORFOLOGI DAERAH KEUNO

Rock Mass Rating


GEOLOGI DAERAH KEUNO
STRATIGRAFI DAERAH KEUNO
Satuan Peridotit
Didominasi litologi peridotit dengan
kehadiran serpentinit di beberapa tempat,
berumur Kapur Awal - Kapur Akhir.
(Simandjunak,dkk. 1993)

Gambar. Kenampakan Singkapan Litologi Peridotit Pada LP 1


(arah kamera : N031oE)
Satuan Serpentinit
Didominasi litologi serpentinit dengan kehadiran
peridotit di beberapa tempat, berumur Kapur
Awal - Kapur Akhir. (Simandjunak,dkk. 1993)

Gambar. Kenampakan Singkapan Litologi Sepentinit Pada LP 21


(arah kamera : N186oE)
Satuan Peridotit
Sayatan tipis batuan beku plutonik ultrabasa;
warna absorbsi netral-kecoklatan, indeks warna
90%; Derajat Kristalisasi Holokristalin;
Granularitas Fanerik sedang-kasar; Bentuk Kristal
Subhedral-Anhedral; Ukuran Kristal 0.5mm -
5mm; Relasi Inequigranular Hipidiomorfik;
Memiliki tekstur khusus Mesh Structure pada
mineral olivin; disusun oleh mineral Olivin (Oliv),
Klinopiroksen (Cpx), Orthopiroksen (Opx), Oksida
(Oks). Gambar. Analisis Petrografi LP 1 dengan Nama
Lherzolite (Streckeisen, 1973)
Satuan Serpentinit
Sayatan tipis batuan metamorf non foliasi;
warna absorbsi netral-kecoklatan; Struktur
non foliasi; Tekstur nematoblastik; Disusun
oleh mineral Olivin (Oliv), Clinopiroxen
(Cpx), Antigorit (Atg), Oksida (Oks), Crysotil
(Crys).
Gambar. Analisis Petrografi LP 1 dengan Nama
Serpentint (Winkler, 1979)
PETA LINTASAN DAN LOKASI PENGAMATAN

Rock Mass Rating


GEOLOGI DAERAH KEUNO

STRATIGRAFI DAERAH KEUNO


Mengacu pada Simandjuntak,1993 daerah penelitian termasuk ke dalam Formasi Kompleks Ultramafik
berdasarkan litologi yang dijumpai pada daerah penelitian yakni peridotit dan serpentinit. Litologi yang
menyusun stratigrafi daerah penelitian tersebut terbentuk pada zona Mid Oceanic Ridge (MOR) pada kala
Kapur Awal – Kapur Akhir.

Gambar. Kolom Stratigrafi Daerah Keuno


STRUKTUR GEOLOGI KEKAR
GEOLOGI DAERAH KEUNO

Berdasarkan analisa kekar pada lokasi


pengamatan 2 maka didapatkan kedudukan shear
joint 1 N134°E/56°, shear joint 2 N246°E/60°,
tegasan maksimum (σ1) 47°, N100°E, extension
joint N 99°E /89°, dan release joint N 195°E /41°
yang menunjukan tegasan utama pada daerah
penelitian berarah relatif barat – timur.

Tabel. Tabulasi Data Pengukuran Kedudukan Kekar Gambar. Kenampakan Kenampakan Struktur Geologi Kekar
Pada LP 2 (arah kamera foto A N271oE)
Satuan Serpentinit
Didominasi litologi serpentinit dengan kehadiran
peridotit di beberapa tempat, berumur Kapur
Awal - Kapur Akhir. (Simandjunak,dkk. 1993)

Gambar. Hasil Analisa Stereografis Struktur Kekar LP 2


STRUKTUR GEOLOGI SESAR MENDATAR KIRI

Setelah dilakukan analisa stereografis


didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu
N109°E/74°, netslip 004°, N288°E dan rake 3°
dengan arah pergerakan relatif ke kiri.
Berdasarkan data lapangan dan hasil analisis
stereografis diperoleh nama sesar Sesar Mendatar
Kiri (Rickard, 1972).

Gambar. Kenampakan Zona Hancuran Pada LP 18 (arah kamera N155oE)


Tabel. Tabulasi Data Pengukuran Breksiasi dan SF GF

Gambar. Hasil Analisa Stereografis Struktur Sesar LP 18


STRUKTUR GEOLOGI SESAR NAIK KANAN GEOLOGI DAERAH KEUNO
Setelah dilakukan analisa stereografis didapatkan kedudukan
bidang sesar yaitu N200°E/72°, netslip 67°, N249°E dan rake 68° dengan
arah pergerakan relatif ke kanan. Berdasarkan data lapangan dan hasil
analisis stereografis diperoleh nama sesar Sesar Naik Kanan (Rickard,
1972)

Gambar. Kenampakan Bidang Sesar Dengan Gores Garis pada LP 62 (arah kamera Gambar. Hasil Analisa Stereografis Sesar LP 62
N097oE)
PETA GEOLOGI DAERAH KEUNO
SEJARAH GEOLOGI DAERAH KEUNO
Kapur Awal – Kapur Akhir
(A)
Daerah Keuno tersusun dari peridotit dan
serpentinit yang mulai terbentuk pada zaman
Kapur Awal (120 Ma.), batuan ini diperkirakan
terbentuk dari pembekuan magma pada Mid
Oceanic Ridge Samudra Pasifik yang dikenal
dengan nama Pacific Superplume (Kadarusman et
al., 2004). Kerak samudera yang membentuk
sekuen ofiolit merupakan penyusun utama batuan
peridotit dan serpentinit pada daerah penelitian.

Eosen - Oligosen (B)


Pada kala Eosen (40 Ma.) daerah Keuno
bergerak kearah barat mendekati dengan batas
dari mikrokontinen Australia yang diapit oleh
kerak samudra di belakangnya. Pada kala
Oligosen (30 Ma.) daerah Keuno mengalami
obduksi dengan batas kerak samudra sehingga
terdapat beberapa bagian dari daerah Keuno
yang mengalami pengangkatan di permukaan Gambar. (A) Sejarah Geologi Pada Kapur Awal – Kapur Akhir
pada bagian barat. (B) Sejarah Geologi Pada Eosen - Oligosen
GEOLOGI DAERAH KEUNO
SEJARAH GEOLOGI DAERAH KEUNO
Miosen Akhir
Pada kala Miosen Akhir (10 Ma.) daerah (A)
Keuno mengalami kolisi akibat adanya pergerakan
mikrokontinen Banggai-Sula kearah barat sehingga
menyebabkan daerah Keuno terbentuk sesar naik
yang dapat dijumpai di daerah penelitian. Sesar
naik ini yang meningkatkan tingkat serepntinisasi
litologi serpentinit pada daerah penelitian.

Pliosen (B)

Saat Pliosen, seluruh area didominasi oleh


block faulting dan sesar utama seperti sesar
Palu-Koro dan sesar Matano. Pergerakan
struktur sesar ini membentuk morfologi Pulau
Sulawesi yang sekarang (Sompotan, 2012). Sesar
mendatar kiri pada daerah penelitian berkaitan
dengan segmen dari sesar regional Matano
Gambar. (A) Sejarah Geologi Pada Kapur Miosen Akhir (B)
Sejarah Geologi Pada Pliosen
POTENSI POSITIF DAERAH GEOLOGI DAERAH KEUNO

PENELITIAN

Endapan Bijih Nikel Laterit


PETA SEBARAN LATERIT DAERAH KEUNO

Rock Mass Rating


POTENSI NEGATIF DAERAH GEOLOGI DAERAH KEUNO

PENELITIAN

Potensi Gerakan Massa Tanah Perubahan Bentuk Morfologi Akibat Proses


Penambangan
EVALUASI KESTABILAN
LERENG
Gambar. Peta Topografi Daerah Penelitian dan Garis Sayatan Penampang Geotek
Analisa Kinematika Penampang A – A’
Data yang digunakan dalam analisis kinematik
pada penampang A – A’ yakni data struktur kekar,
sudut geser dalam, dan geometri lereng. Didapatkan
potensi terjadinya longsoran bidang sebesar
3,13% ,potensi longsoran baji 4,23%, potensi longsoran
jungkiran untuk direct toppling sebesar 1,21% ,oblique
toppling sebesar 0% ,dan base plane sebesar 12,50%.

Gambar. Analisa Stereografis Potensi Longsoran Baji

Gambar. Analisa Stereografis Potensi Longsoran Bidang Gambar. Analisa Stereografis Potensi Longsoran Jungkiran
EVALUASI KESTABILAN LERENG

Analisa Kinematika Penampang B – B’


Data yang digunakan dalam analisis kinematik pada penampang B – B’ yakni data struktur
kekar, sudut geser dalam, dan geometri lereng. Didapatkan potensi terjadinya longsoran baji
sebesar 0,89%.

Gambar. Analisa Stereografis Potensi Longsoran Baji


EVALUASI KESTABILAN LERENG
EVALUASI KESTABILAN LERENG PENAMPANG A – A’
Material Properties
Lereng penampang A-A’ disusun oleh variasi zonasi berupa top soil, limonit, saprolit, dan bedrock. material properties yang
didapatkan dari hasil analisa laboratorium bor geotek yang dilintasi / terdekat dari sayatan yakni bor geotek GT-06 untuk nilai berat
volume, kohesi, sudut geser dalam, dan UCS. Sedangkan nilai GSI didapatkan dari pembobotan massa batuan di lapangan.

Tabel. Perhitungan RMR (Bieniawski, 1989), GSI = RMR - 5


EVALUASI KESTABILAN LERENG AKTUAL PENAMPANG A – A’

Gambar. Korelasi Bawah Permukaan Penampang A-A’ Gambar. Nilai FK Lereng A (1,770)

Gambar. Nilai FK Lereng B (1,233) Gambar. Nilai FK Lereng C (0,816)


REKOMENDASI LERENG B PENAMPANG A – A’

Gambar. FK Per Single Slope Tanpa Beban (FK 1,908–3,012) Gambar. Nilai FK Overall Slope Tanpa Beban (FK 1,540)

Gambar. FK Per Single Slope Dengan Beban (FK 1,889–2,847) Gambar. Nilai FK Overall Slope Dengan Beban (FK 1,376)
REKOMENDASI LERENG C PENAMPANG A – A’

Gambar. FK Per Single Slope Tanpa Beban (FK 1,895–3,334) Gambar. Nilai FK Overall Slope Tanpa Beban (FK 1,348)

Gambar. FK Per Single Slope Dengan Beban (FK 1,823–3,102) Gambar. Nilai FK Overall Slope Dengan Beban (FK 1,262)
EVALUASI KESTABILAN LERENG
EVALUASI KESTABILAN LERENG PENAMPANG B – B’
Material Properties
Lereng penampang B-B’ disusun oleh variasi zonasi berupa top soil, limonit, saprolit, dan bedrock. material properties yang
didapatkan dari hasil analisa laboratorium bor geotek yang dilintasi / terdekat dari sayatan yakni bor geotek GT-05 untuk nilai berat
volume, kohesi, sudut geser dalam, dan UCS. Sedangkan nilai GSI didapatkan dari pembobotan massa batuan di lapangan.

Tabel. Perhitungan RMR (Bieniawski, 1989), GSI = RMR - 5


EVALUASI KESTABILAN LERENG

EVALUASI KESTABILAN LERENG AKTUAL PENAMPANG B – B’

Gambar. Korelasi Bawah Permukaan Penampang B-B’ Gambar. Nilai FK Lereng Penampang B – B’ (1,343)
REKOMENDASI LERENG PENAMPANG B – B’

Gambar. FK Per Single Slope Tanpa Beban (FK 1,310–2,987) Gambar. Nilai FK Overall Slope Tanpa Beban (FK 1,348)

Gambar. FK Per Single Slope Dengan Beban (FK 1,262–2,947) Gambar. Nilai FK Overall Slope Dengan Beban (FK 1,258)
EVALUASI KESTABILAN LERENG
EVALUASI KESTABILAN LERENG PENAMPANG C – C’
Material Properties
Lereng penampang B-B’ disusun oleh variasi zonasi berupa top soil, limonit, saprolit, dan bedrock. material properties yang
didapatkan dari hasil analisa laboratorium bor geotek yang dilintasi / terdekat dari sayatan yakni bor geotek GT-03 dan GT-06 untuk
nilai berat volume, kohesi, sudut geser dalam, dan UCS. Sedangkan nilai GSI didapatkan dari pembobotan massa batuan di lapangan.

Tabel. Perhitungan RMR (Bieniawski, 1989), GSI = RMR - 5


EVALUASI KESTABILAN LERENG

EVALUASI KESTABILAN LERENG AKTUAL PENAMPANG C – C’

Gambar. Korelasi Bawah Permukaan Penampang C-C’ Gambar. Nilai FK Lereng Penampang C – C’ (1,072)
EVALUASI KESTABILAN LERENG

REKOMENDASI LERENG PENAMPANG C – C’

Gambar. Rekomendadi Desain Lereng Penampang C – C’


REKOMENDASI LERENG A PENAMPANG C – C’

Gambar. FK Per Single Slope Tanpa Beban (FK 1,687–2,653) Gambar. Nilai FK Overall Slope Tanpa Beban (FK 1,781)

Gambar. FK Per Single Slope Dengan Beban (FK 1,539–2,486) Gambar. Nilai FK Overall Slope Dengan Beban (FK 1,577)
REKOMENDASI LERENG B PENAMPANG C – C’

Gambar. FK Per Single Slope Tanpa Beban (FK 1,887–3,339) Gambar. Nilai FK Overall Slope Tanpa Beban (FK 2,002)

Gambar. FK Per Single Slope Dengan Beban (FK 1,675–3,230) Gambar. Nilai FK Overall Slope Dengan Beban (FK 1,798)
KESIMPULAN
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Kondisi Geologi Daerah Penelitian
a. Kondisi geomorfologi dibagi menjadi dua bentukasal dan empat bentuklahan. Bentukasal antropogenik terdiri dari
lahan bukaan tambang dan waiste dump. Bentukasal denudasional terdiri dari bukit laterit dan lereng laterit.
b. Startigrafi pada daerah penelitian disusun oleh satuan Peridotit, dan satuan Serpentinit. Kedua satuan ini termasuk
dalam formasi Komplek Ultramafik yang terbentuk akibat pemekaran lantai samudera pada Kapur Awal – Kapur Akhir.
c. Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian yakni kekar dengan arah tegasan utama relatif barat -
timur, Sesar Mendatar Kiri berkedudukan N109°E/74° dengan nama Left Slip Fault (Rickard, 1972), Sesar Naik Kanan
berkedudukan N200°E/72° dengan nama Right Reverse Slip Fault (Rickard, 1972).
d. Sejarah geologi Daerah Keuno tersusun dari peridotit dan serpentinit yang mulai terbentuk pada zaman Kapur Awal
(120 Ma.), batuan ini diperkirakan terbentuk dari pembekuan magma pada Mid Oceanic Ridge Samudra Pasifik. Pada
kala Oligosen (30 Ma.) daerah Keuno mengalami obduksi dengan batas kerak samudra sehingga terdapat beberapa
bagian mengalami pengangkatan di permukaan pada bagian barat. Pada kala Miosen Akhir (10 Ma.) daerah Keuno
mengalami kolisi akibat adanya pergerakan mikrokontinen Banggai-Sula kearah barat sehingga menyebabkan daerah
Keuno terbentuk sesar naik yang dapat dijumpai di daerah penelitian. Saat Pliosen, seluruh area didominasi oleh block
faulting dan sesar utama seperti sesar Matano.
e. Potensi geologi positif pada daerah penelitian yakni terdapatya endapan nikel laterit yang bernilai ekonomis.
Potensi negatif pada daerah penelitian yakni dearah rawan gerakan massa tanah dan perubahan bentuk morfologi
akibat kegiatan penambangan nikel.
KESIMPULAN

KESIMPULAN
2. Kajian Kestabilan Lereng
a. Kelas massa batuan pada zona bedrock memiliki nilai 50 dengan nilai Geological Strength
Index sebesar 45.
b. Potensi longsor pada daerah penelitian berupa longsoran tipe baji, tipe bidang, dan tipe
jungkiran
c. Untuk intensitas kelongsoran berdasarkan nilai faktor keamanan (Bowles,1991) dengan nilai
minimal FK 1,25 untuk kelas stabil, pada lereng aktual penampang A – A’ untuk lereng A
tergolong dalam kelas stabil (FK >1,25), lereng B tergolong pada kelas kritis (FK 1,07 – 1,25), dan
lereng C tergolong dalam kelas labil (<1,07). Pada lereng aktual penampang B – B’ tergolong
dalam kelas stabil (FK >1,25). Sedangkan pada lereng aktual penampang C – C’ tergolong
dalam kelas kritis (FK 1,07 – 1,25).
d. Rekomendasi yang diberikan yakni mengubah geometri lereng dengan lebar tiap bench
selebar 3,5 m, beda tinggi crest dan toe setinggi 6 meter, dan sudut single slope sebesar 55 o.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, I., 2016. Geoteknik Tambang: Mewujudkan Produksi Tambang yang Berkelanjutan dengan
Menjaga Kestabilan Lereng. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Bieniawski, Z.T., 1976. Rock Mass Classification in Rock Engineering. Symposium Proceedings of Exploration
for Rock Engineering, Cape Town, Vol. 1, pp. 97106.
Bieniawski, Z.T., 1989. Engineering Rock Mass Classification. Canada: John Willey & Sons, Inc.
Bowles, J. E., 1991. Sifat – Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta : Erlangga.
Giani., G.P. 1992. Rock Slope Stability Analysis. Turin: A.A.Balkema Publishers.
Hardiyatmo, H.C., 1994. Mekanika Tanah 2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Herman, D., Sidi, H. F., 2000. An Outline Of The Geology of Indonesis. Jakarta : Ikatan Ahli Geologi Indonesia.
Hoek, E., and Bray, J.W., 1974. Rock Slope Engineering (3rd ed.). London: The Institution of Mining &
Metallurgy.
Hoek, E., and Brown, E.T., 1980. Empirical Strength Criterion for Rock Masses. Journal of the Geotechnical
Engineering Division: Proceedings of American Society of Civil Engineers, Vol. 106, Issue 9, pp. 1013-1035.
Hoek, E., Kaiser, P.K., and Bawden, W.F. 1995. Support of Underground Excavations in Hard Rock.
Rotterdam: Balkema.
Hoek, E., Carranza-Torres, C., and Corkum, B. 2002. Hoek Brown Failure Criterion. Proceedings of the 5th
North American Rock Mechanics Symposium and 17th Tunnelling Association of Canada Conference, Toronto,
Vol. 1, pp. 267-273.
DAFTAR PUSTAKA
Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C. D., Ishikawa, A., 2004. Petrology, Geochemistry and
paleogeographic Reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia, Techtonophysics Vol 392, pp 55-83,
2004.
Karnawati, D., 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Parkinson, C.D., 1996. Emplacement of the East Sulawesi Ophiolite : Evidence from Subophiolite Metamorphic
Rocks. Journal of Asian Earth Sciences, Vol. 16, No. 1, pp. 13-28, 1998, hal 11.
Pasha, S. R., Sunarwan, B., Syaiful, M., 2019. Analisis Potensi Longsor Menggunakan Metode Kinematik Pada
Tambang Terbuka Limestone Narogong PT Holcim Indonesia Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Bogor : Fakultas Teknik Universitas Pakuan.
Prijono, A., 1977. The Indonesian Mining Industry : Its Present and Future. Jakarta : Indonesian Mining Association.
Rickard, M.J. 1972. Fault Classification: Discussion. Geological Society of America Bulletin, Vol. 83, Issue 8, pp.
2545-2546.
Rocscience Inc. 2010. Slide Version 6.0 [Software]. Rocscience Inc., Toronto.
Simandjuntak, T.O., E. Rusmana, J.B. Supandjono, A. Koswara, 1993. Peta Geologi Lembar Bungku, skala 1 : 250.000.
Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, hal 12, 13, 34 & 36.
Smith, R. E., Anand R. R., Churcward, H. M., Robertson, I. D. M., Grunsky, E. C., Laterite Geochemistry for
Detecting Concealed Mineral Deposits, Yilgran Craton, Western Australia – Final Report. Perth : CSIRO Division of
Exploration Geoscience, Restricted Report 236R (Reissued as Open File Report 50, CRC LEMME, Perth, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
Sompotan, A. F., 2012. Struktur Geologi Sulawesi. Bandung : Perpustakaan Sains dan
Kebumian Isntitut Teknologi Bandung.
Surono., 2013. Geologi Sulawesi. Jakarta : LIPI Press, hal 11 &12.
Van Zuidam, R.A., 1983. Guide to Geomorphologic Interpretation and Mapping, Section of
Geology and Geomorphology. Amsterdam : ITC Finschede The Nederland.
Van Zuidam, R.A. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and
Geomorphologic Mapping. Amsterdam: Smith Publisher.
Waheed, A., 2002. Nickel Laterite – A Short Course On The Chemistry, Mineralogy And
Formation Of Nickel Laterites. Sorowako : PT INCO Indonesia.
Waheed, A., 2008. Nickel Laterite – Fundamentals of Chemistry, Mineralogy, Weathering
Processes, and Laterite Formation. Sorowako : PT INCO Indonesia.
Wyllie, D.C dan Mah, C., 2004. Rock Slope Engineering Civil and Mining 4th Edition. London
: Spon Press Taylor and Francis Group.
TERIMAKASIH 🙏
Metode ini adalah salah satu metode yang
berdasarkan prinsip kesetimbangan batas yang
dikembangkan oleh Morgenstern dan Price
pada tahun 1965, dimana proses analisanya
merupakan hasil dari kesetimbangan setiap
gaya-gaya normal dan momen yang bekerja
pada tiap irisan dari bidang kelongsoran lereng
tersebut. Dalam metode ini, dilakukan asumsi
penyederhanaan untuk menunjukkan
hubungan antara gaya geser di sekitar irisan
(X) dan gaya normal di sekitar irisan (E).

X= λ. f(x). E

Anda mungkin juga menyukai