5.1. Geoteknik
Kajian geoteknik bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik batuan
penyusun material penutup (overburden), interburden, batuan dasar dan
lapisan batubara. Pengkajian data geoteknik akan menghasilkan data sifat
material yang akan digunakan untuk perancangan tambang, terutama dalam
penentuan dimensi lereng (sudut dan tinggi jenjang) yang aman untuk lereng
penggalian batubara dan lereng timbunan tanah penutup. Kelongsoran suatu
lereng umumnya bergerak pada suatu bidang tertentu yang disebut bidang
gelincir (slip surface). Berdasarkan sifat kesetimbangan batas, kemantapan
lereng tergantung pada gaya penggerak dan penahan yang ada pada bidang
gelincir tersebut. Gaya penggerak adalah yang menyebabkan kelongsoran,
sedang gaya penahan adalah gaya yang melawan longsoran. Perbandingan
antara total gaya penahan dengan total gaya penggerak disebut faktor
keamanan (FK).
Menurut Hoek & Bray (1981), kemantapan lereng dapat dianalisis sesuai
dengan jenis kelongsoran yang dipresentasikan dalam bentuk bidang gelincir.
Beberapa bentuk bidang gelincir yang dapat terjadi adalah bentuk busur,
bidang, baji dan guling. Tujuan dilakukan analisis kemantapan lereng tambang
untuk menentukan geometri lereng yang benar dalam bentuk tinggi dan sudut
lereng. Data masukan yang diperlukan untuk analsis ini adalah keadaan
topografi, struktur geologi berupa perlapisan batuan, serta sifat fisik dan
mekanik material pembentuk lereng. Material pembentuk lereng pada lokasi
penambangan PT Mutiara Merdeka Jaya termasuk dalam klasifikasi tanah.
Tanah dan dapat dianggap sebagai batuan yang mempunyai bidang lemah
berupa rekahan-rekahan yang arahnya tidak menentu tetapi merata pada
seluruh permukaan, oleh karena itu pengaruh struktur bidang lemah tersebut
tidak akan tampak pada tanah. Karena lapisan penutup endapan batubara
berupa material lunak dan bersifat seperti tanah maka masalah struktur tidak
V- 1
berpengaruh dalam analisis kemantapan lereng. Melihat kenyataan ini maka
kemungkinan longsoran yang dapat terjadi pada lapisan penutup tersebut
mempunyai bentuk bidang gelincir berupa busur lingkaran (longsoran busur).
Parameter-parameter geoteknik yang diperlukan adalah sifat fisik dan mekanik
batuan yang menyusun material penutup overburden, interburden maupun
batuan dasar, yang hasilnya diperlukan untuk menentukan tinggi dan sudut
lereng yang mantap untuk penambangan maupun penimbunan. Kegunaan
parameter yang diperoleh dari pengujian, khususnya dalam rancangan
tambang terbuka, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 5.1. Kegunaan Parameter Pengujian
No Jenis Pengujian Kegunaan
1 Sifat fisik Analisis kemantapan lereng
2 Kuat tekan uniaksial Analisis kemantapan lereng
3 Geser langsung Analisis kemantapan lereng
4 Ultrasonik Analisis kemampugaruan
5 Point Load Analisis kemampugaruan
5.1.1.2. Jumlah
Untuk mengambil sampel material penutup dan batu bara yang berada di
wilayah IUP OP PT. Mutiara Merdeka Jaya. Sampel yang diambil berupa inti
core dari pemboran geoteknik full coring. Setiap lapisan litologi diambil
sampelnya sebagai representasi litologi di lapangan.
Pengambilan sample batuan dilakukan pada 2 lubang bor dengan koordinat
dapat dilihat pada Tabel 5.2.
V- 2
5.1.1.3. Sebaran data
PT. Mutiara Merdeka Jaya melakukan 2 pengeboran geotech, dengan target
sudah bisa menggambarkan parameter geotech pada area tersebut. Lokasi
pemboran geoteknik berada di lokasi Pit bagian Barat daya dan Timur laut
Pada lokasi pit tersebut, target area pemboran adalah di sepanjang highwall
pit, dengan target utama adalah untuk menambah keakurasian lokasi interval
material disposal dan material asli (insitu). Keakurasian posisi interval disposal
tersebut mempunyai dampak geoteknik yang cukup penting, mengingat
material disposal bersifat lepas dan mempunyai nilai kekuatan batuan yang
rendah, yang cukup besar berpotensi terjadinya longsoran.
Koordinat
Total Depth
No ID Hole
N E Elevasi (m)
V- 3
Gambar 5.1. Kriteria Indeks Kekuatan Batuan (Franklin dkk, 1971)
V- 4
Kuat Tekan Uniaksial Kondisi Massa Batuan
5 - 25 Lemah
0-5 Sangat lemah
V- 5
dari type material ini berkisar antara 1-6 K N/M2, sedangkan sudut geser
dalam berkisar antara 1-10°. Ketebalan rata-rata dari material ini berkisar
antara 5 M sampai dengan 20M.
Berdasarkan kajian kestabilan lereng, maka sudut lereng untuk material
soft adalah sebesar 8° yang merupakan nilai angle of repose dari material
itu sendiri.
Skema desain lereng untuk material kategori soft adalah seperti gambar di
bawah ini.
V- 6
3) Lereng untuk material normal
Material normal adalah jenis material yang mempunyai kekuatan serta
kekerasan dengan nilai sedang sampai sangat keras. Material yang
tergolong dalam kelompok ini antara lain batupasir, batulempung,
batulanau. Secara proporsional, material jenis ini merupakan material
yang paling banyak jumlahnya dalam suatu area pit. Berdasarkan hasil
kajian geoteknik, maka besar sudut lereng untuk material ini adalah 55°,
tinggi lereng adalah 10 meter, serta lebar lantai jenjang-berm adalah
sebesar 5 meter
V- 7
Blok ID Sample Material UCS (MPa)
GT-01(USCS-04) Claystone 2.88
GT-02(USCS-01) Sandstone 1.79
GT-02(USCS-02) Claystone 1 3.57
GT-02 GT-02(USCS-03) Claystone 2 3.15
GT-02(USCS-04) Siltstone 0.68
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kuat tekan berada pada rentang
kedalaman 60 m yaitu sesuai pada kedalaman pengambilan sampel
didapatkan nilai 0,68 – 10.410 MPa, dengan demikian satuan batuan pada
daerah IUP PT. Mutiara Merdeka Jaya termasuk dalam klasifikasi batuan soft
rock sampai hard rock.
Tabel 5.5
Karakteristik Penggalian Berdasarkan Hubungannya dengan
Kekuatan Batuan, University of Arizona Mining and Geological
Engineering
V- 8
Tabel 5.6
Properties Material Analisis Kemantapan Lereng
Unit
Cohesion
Blok Lithology Sample Code weight Phi(°)
(kPa)
(kN/m3
V- 9
pengujian yang diperoleh dari laporan uji laboratorium material sesuai
kedalamannya.
Siltstone : nilai ρ, c dan ɣ merupakan nilai masing-masing pengujian
yang diperoleh dari laporan uji laboratorium material sesuai
kedalamannya.
Sandstone : nilai ρ, c dan ɣ merupakan nilai masing-masing pengujian
yang diperoleh dari laporan uji laboratorium material sesuai
kedalamannya.
e. Material pada Weathering Zone dianggap sebagai material satuan batuan
dibawahnya.
f. Tinggi muka air tanah pada kondisi jenuh adalah menyesuaikan
bentuk lereng, kondisi setengah jenuh tinggi muka air tanah dianggap
setengah dari tubuh lereng, dan kondisi kering muka air tanah dianggap
tidak ada.
g. Rekomendasi teknis adalah hasil dari analisis simulasi lereng jenuh.
h. Dalam melakukan perhitungan simulasi, tipe longsoran adalah
longsoran busur.
V- 10
Hasil perhitungan dan simulasi lereng dengan menggunakan dua
parameter diatas dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.7.
Hasil Analisis FK High Wall 1 pada GT-01 Pada
Tinggi Lereng 10 meter
Tabel 5.8
Hasil Analisis FK High Wall 1 pada GT-02 Pada Tinggi Lereng 10 meter
V- 11
Single slope tinggi 10 (GT-02)
FK
Slope FK
Material Jenuh
(°) Kering
Air
70 1.339 1.189
C. Analisis Hasil
Hasil perhitungan kemantapan lereng tunggal untuk penggalian
lapisan batuan penutup blok PIT High Wall 1 adalah sebagai berikut :
Tabel 5.9.
Hasil Analisis Lereng Tunggal (Single Slope) Desain Lereng High Wall 1
Gambar 5.5
Rekomendasi Dimensi Lereng Tunggal Pada Material Siltstone GT-01
V- 12
2. Pada material Sandstone 1 pada GT-01 direkomendasikan menggunakan
geometri lereng dengan tinggi (h) = 10 meter dan sudut lereng (α) = 70°
dengan hasil faktor keamanan (FK) = 3.322.
Gambar 5.6
Rekomendasi Dimensi Lereng Tunggal Pada Material Sandstone 1 GT-01
Gambar 5.7
Rekomendasi Dimensi Lereng Tunggal Pada Material Sandstone 2 GT-01
V- 13
4. Pada material Claystone pada GT-01 direkomendasikan menggunakan
geometri lereng dengan tinggi (h) = 10 meter dan sudut lereng (α) = 70°
dengan hasil faktor keamanan (FK) = 2.497.
Gambar 5.8
Rekomendasi Dimensi Lereng Tunggal Pada Material Claystone GT-01
V- 14
geometri lereng dengan tinggi (h) = 10 meter dan sudut lereng (α) = 70°
dengan hasil faktor keamanan (FK) = 2.067.
Gambar 5.9
Rekomendasi Dimensi Lereng Tunggal Pada Material Claystone 1 GT-02
Gambar 5.10
Rekomendasi Dimensi Lereng Tunggal Pada Material Sandstone GT-02
V- 15
3. Pada material Claystone 2 pada GT-02 direkomendasikan menggunakan
geometri lereng dengan tinggi (h) = 10 meter dan sudut lereng (α) = 70°
dengan hasil faktor keamanan (FK) = 4.074.
Gambar 5.11
Rekomendasi Dimensi Lereng Tunggal Pada Material Claystone 2 GT-02
Gambar 5.12
Rekomendasi Dimensi Lereng Tunggal Pada Material Siltstone GT-02
V- 16
2. Lereng Keseluruhan (Overall Slope)
A. Pendekatan Analisis
Pendekatan analisis dalam perhitungan lereng keseluruhan adalah :
a. Analisis dilakukan untuk mendapatkan dimensi lereng yang aman pada
Blok Pit High Wall 1 & Pit High Wall 2
b. Dalam analisis lereng keseluruhan, tubuh lereng terdiri dari beberapa
material penyusun dan mempunyai sudut kelerengan stabil yang
direkomendasikan berdasarkan hasil analisis dan simulasi lereng
tunggal.
c. Nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ρ) yang digunakan dalam
analisis kemantapan lereng diambil berdasarkan analisis statistik,
yaitu dipilih nilai rata-rata / mediannya. Begitu juga dengan nilai berat
jenis jenuh (ɣ sat).
d. Untuk kondisi tertentu (hanya terdapat satu sampel atau tidak ada
sampel sama sekali) maka nilai-nilai sifat batuan didekati dengan
pendekatan tertentu. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan yaitu
sebagai berikut,
Untuk blok yang dianalisa :
Lereng HighWall 1 = Menggunakan nilai ρ, c dan ɣ sat merupakan
nilai masing–masing pengujian yang diperoleh dari laporan uji
laboratorium material Siltstone, Sandstone 1, Sandstone 2 dan
Claystone pada GT-01(USCS-01), GT-01(USCS-02), GT-01(USCS-
03), GT-01(USCS-04).
Lereng High Wall 2 = Menggunakan nilai ρ, c dan ɣ sat merupakan
nilai masing–masing pengujian yang diperoleh dari laporan uji
laboratorium material Claystone 1, Sandstone, Claystone 2, dan
Siltstone pada GT-01(USCS-01), GT-01(USCS-02), GT-01(USCS-
03), GT-01(USCS-04.
e. Material pada Weathering Zone dianggap sebagai material satuan
batuan dibawahnya.
f. Tinggi muka air tanah pada kondisi jenuh adalah menyesuaikan
V- 17
bentuk lereng, kondisi setengah jenuh tinggi muka air tanah dianggap
setengah dari tubuh lereng, dan kondisi kering muka air tanah
dianggap tidak ada.
g. Rekomendasi teknis adalah hasil dari analisis simulasi lereng jenuh.
h. Dalam melakukan perhitungan simulasi, tipe longsoran untuk lereng
High Wall 1, dan lereng High Wall 2 adalah longsoran busur.
C. Hasil Analisis
Hasil analisis lereng keseluruhan pada daerah High Wall 1 dan High Wall 2
adalah sebagai berikut :
a. High Wall 1
Tabel 5.11
Hasil Simulasi Lereng Keseluruhan High Wall 1 Pada Tinggi 10 meter
Tinggi
Overall FK
Tinggi Slope Lereng FK
Material Slope Jenuh
Lereng (°) Keseluruhan Kering
(°) Air
(m)
Siltstone 46 40 1.888 1.690
Sandstone 10 60
46 50 1.772 1.556
1
V- 18
Tinggi
Overall FK
Tinggi Slope Lereng FK
Material Slope Jenuh
Lereng (°) Keseluruhan Kering
(°) Air
(m)
Sandstone
45 60 1.674 1.352
2
Claystone 50 40 1.819 1.664
Coal 65 49 50 1.878 1.651
49 60 1.700 1.453
54 40 1.819 1.450
70 53 50 1.530 1.362
52 60 1.481 1.234
Gambar 5.13
Rekomendasi Dimensi Lereng Keseluruhan Pada High Wall 1( GT-01)
V- 19
b. High Wall 2
Tabel 5.12
Hasil Simulasi Lereng Keseluruhan High Wall 2 Pada Tinggi 10 meter
Tinggi
Overall FK
Tinggi Slope Lereng FK
Material Slope Jenuh
Lereng (°) Keseluruhan Kering
(°) Air
(m)
Claystone
46 40 1.767 1.595
1
Sandstone 60 46 50 1.574 1.414
Claystone
45 60 1.494 1.339
2
Siltstone 10 50 40 1.700 1.520
Coal 65 49 50 1.471 1.301
49 60 1.411 1.201
54 40 1.165 1.065
70 53 50 1.148 1.013
52 60 1.321 1.133
Lereng keseluruhan yang direkomendasikan dibentuk dengan sudut lereng
individu 65°, lebar bench 5 m, tinggi 10 m, dan jumlah lereng individu
sebanyak 5 lereng, akan menghasilkan lereng keseluruhan dengan dimensi
sudut lereng 49°, tinggi 50 m, dan memiliki nilai FK 1.301. Dengan
demikian, lereng termasuk ke dalam kategori stabil.
Gambar 5.14
Rekomendasi Dimensi Lereng Keseluruhan Pada High Wall 2 ( GT-02)
V- 20
3. Analisis Lereng Timbunan
A. Pendekatan Analisis
Pendekatan analisis yang digunakan dalam perhitungan lereng
timbunan adalah :
1. Properties material yang digunakan untuk analisis kemantapan
lereng timbunan adalah 50% dari nilai kohesi residual rata-rata (c r) dan
sudut geser dalam residual rata-rata (ρr) serta 50% dari nilai saturated
density rata-rata (ɣ sat
).
2. Lereng diasumsikan dalam kondisi jenuh. Muka air tanah mengisi tubuh
lereng keseluruhan.
3. Dengan menganggap bahwa materialnya berasal dari hasil
penambangan, maka pendekatan yang dilakukan adalah :
Membuat analisis dan simulasi lereng tunggal dan keseluruhan.
Membuat kurva FK vs tinggi lereng (h) dari setiap material
campuran. Mengambil selubung terluar (yang paling tidak aman)
dari kurva
FK vs tinggi lereng (h), material yang dijumpai untuk penentuan
dimensi lereng timbunan dan kurva material campuran untuk
penentuan dimensi lereng keseluruhan timbunan.
Unit
Cohesion
Material weight Phi(°)
(kPa)
(kN/m3
V- 21
Mixed Material 23.554 145.544 23.768
V- 22
C. Hasil Analisis
Dalam melakukan penimbunan harus dilakukan dari level terendah
kemudian berangsur ke level yang lebih tinggi sesuai dengan batas yang
aman. Disamping itu juga harus dilakukan pemadatan dalam penimbunan
lapisan penutup.
Analisis lereng keselurahan pada area waste dump dibatasi dengan faktor
simulasi sebagai berikut :
- Tinggi lereng keseluruhan yang disimulasikan menggunakan tinggi
lereng 10 meter.
- Perhitungan simulasi kemantapan lereng keseluruhan dilakukan
dengan asumsi dimensi sudut lereng sebesar 25° sampai 35°.
Tabel 5.14
Hasil Analisis Lereng Keseluruhan (Overall slope) Pada Waste Dump
Overal
Tinggi Slope l FK
Material FK Kering
Lereng (°) Slope Jenuh Air
(°)
10 25 25 5.848 4.985
10 30 30 5.499 4.767
Mixed Material 10 35 35 5.254 4.558
20 25 23 3.959 3.162
20 30 27 3.676 2.965
20 35 31 3.478 2.814
Dari hasil analisis, dalam kondisi lereng jenuh diketahui bahwa lereng
dalam kondisi yang cukup stabil walau dengan tinggi yang relatif tinggi,
yaitu 20 meter dengan sudut lereng 35° dan lereng keseluruhan Waste
Dump 31°. Ini diakibatkan oleh sifat fisik material berupa material
Claystone, Sandstone dan material Siltstone yang cukup kompak.
Tetapi demi keamanan area timbunan dan menghindari ancaman longsor,
direkomendasikan pembuangan tanah penutup menggunakan lahan yang
berkontur cekungan di sekitar area tambang.
V- 23
5.2. Hidrologi – Hidrogeologi
Kajian hidrogeologi pada lokasi rencana penambangan PT. Mutiara Merdeka
Jaya sangat penting untuk dilakukan. Kajian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut :
Menganalisis karakteristik curah hujan di lokasi rencana penambangan.
Mengidentifikasi lapisan akuifer di lokasi rencana penambangan serta
karakteristiknya.
Memberikan rekomendasi dan masukan berupa parameter rancangan
untuk pekerjaan perancangan sistem penyaliran/penirisan tambang.
Kajian hidrologi mempunyai tujuan untuk memberikan pemahaman kualitatif
dan kuantitatif dari proses hidrologi fisis yang terjadi di daerah penelitian.
5.2.1.2. Jumlah
Kegiatan pemboran bertujuan untuk mengetahui susunan litologi di dalam
lubang bor. Dari jenis lithology tersebut, nantinya dapat ditentukan jenis-jenis
akuifer yang ada.
Kegiatan pemboran dilakukan dengan menggunakan mesin Jacro 175 dan
Jacro 200. Methode pemboran adalah open hole, touch coring maupun full
coring, tergantung kepada kondisi dan keperluan data. Hasil dari kegiatan
pemboran adalah didapatkannya core/sampel batuan. Dari sample tersebut
kemudian ditetukan jenis batuan, ketebalan batuan dan perkiraan lapisan
aquifer.
V- 24
Analisis curah hujan bertujuan untuk menegetahui besarn curah hujan dan
intensitas curah hujan yang terdapat di wilayah penelitian serta menentukan
debit air limpasan yang akan terjadi.
V- 25
pengendapan (settling pond).
Tabel 5.15
Data Curah Hujan Kab.Kutai Kartanegara 2001 – 2010
Parameter Pemantauan
Tahun Curah Hujan Average Hari Hujan
(mm/thn) (mm/day) (HH/thn)
2001 1913,3 5,24 226.00
2002 1676.9 11.16 187.00
2003 2345.3 12.02 220.00
2004 2591.5 12.06 218.00
2005 2550.4 13.15 233.00
2006 1946.7 12.45 193.00
2007 2454.1 12.73 246.00
2008 2757.5 10.57 261.00
2009 2163.2 10.40 208.00
2010 2437.2 9.37 260.00
Total 22836.1 113.89 2252.00
Rata-rata 2283.6 11.39 225.20
Sumber : Stasiun BMKG Bandara Termindung Samarinda
V- 26
Gambar 5.15
Grafik Curah Hujan Kab. Kutai Kartanegara Tahun 2001-2010
B. Air limpasan
Air limpasan (surface run off) adalah bagian dari curah hujan yang
mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau maupun
laut. Aliran tersebut terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan
tanah tidak terinfiltrasi akibat intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi
atau faktor lain, seperti kemiringan lereng, bentuk dan kekompakan
5.2.2.2. Hidrogeologi
Kajian hidrogeologi merupakan kegiatan awal yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai potensi airtanah secara semi-kuantitatif
yang meliputi kajian dimensi, geometri, parameter, dan karakteristik akuifer
maupun non- akuifer serta mengkuantifikasi jumlah dan mutu airtanah yang
terkandung di dalamnya. Metode penyelidikan secara umum meliputi
kegiatan pengumpulan data sekunder dan data primer (pengukuran dan
pengujian lapangan) yang berkaitan dengan sistem air tanah, pengujian
laboratorium, evaluasi, dan analisis data.
Hasil dari penyelidikan ini adalah tersedianya data dan informasi awal
tentang potensi ketersediaan airtanah dan kondisi hidrolika pada
sistem akuifer utama. Data ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
pekerjaan perencanaan selanjutnya, baik dalam rangka upaya
pemanfaatan airtanah sebagai sumberdaya, maupun airtanah sebagai
kendala bagi kegiatan penambangan batubara.
A. Kajian Akuifer
Kajian akuifer dilakukan untuk mengetahui sistem akuifer di daerah
penyelidikan. Kajian ini sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik
akuifer dan potensi air tanah di daerah penyelidikan. Karakteristik akuifer
dapat diketahui dari jumlah lapisan dan sebaran akuifer, jenis akuifer dan
beberapa parameter akuifer maupun kualitas air tanahnya.
Berdasarkan data pemboran, kondisi akuifer dan potensi airtanah dari
daerah sekitar lokasi penyelidikan untuk masing-masing formasi adalah
sebagai berikut :
a. Endapan alluvium
B. Slug Test
Konduktivitas hidrolik atau koefisien permeabilitas adalah sebagai
kemampuan suatu medium untuk mengalirkan sejumlah volume air tanah
persatuan waktu pada luas penampang yang diukur tegak lurus arah
aliran, dibawah suatu kelandaian hidrolik. Analisa pengukuran slug test
yang dilakukan pada lubang bor diolah menggunakan metode Bauwer &
Rice, 1976.
Gambar 5.16
Model parameter perhitungan koefisien permeabilitas (Bauwer & Rice, 1976)
A H2
K= ln
F (t2- t1) H1
Keterangan :
K : Konduktivitas hidrolik
A : Luas penampang lubang bor
F : 2.75 d (di mana d = diameter lubang bor)
t2 : Waktu yang di tempuh dalam pengukuran H2
t1 : Waktu yang di tempuh dalam pengukuran H1
H1 : Ketinggian muka air tanah pada waktu pengukuran awal
H2 : Ketinggian muka air tanah pada waktu pengukuran
akhir
Hasil analisa pengukuran slug test yang dilakukan pada lubang bor
menggunakan metode Bower & Rice, 1976, dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 5.16
Hasil Pengukuran Slug Test
b. Mine Dewatering
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah
penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air
hujan. Adapun metode mine dewatering yang digunakan untuk mengatasi
masalah air pada pit adalah metode open sump. Open sump (kolam terbuka)
adalah suatu metode penyaliran dengan cara membuat sumuran (sump) di
elevasi terendah daerah penambangan (lantai tambang). Sistem ini
diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi kerja tambang. Air
tambang dikumpulkan pada sumuran (sump), kemudian dipompa keluar
pit.
Elevasi sump dibuat lebih rendah dari elevasi daerah penggalian agar daerah
penggalian tidak tergenang air, sehingga semua air mengalir ke dalam
sump. Untuk menjaga agar tidak terjadi genangan air pada lereng (yang
dapat menyebabkan
terganggunya kemantapan lereng), maka lantai jenjang dibuat miring dan pada
sisi jenjang dibuat paritan. Paritan ini akan mengalirkan air langsung ke luar
daerah tambang. Air yang tidak mungkin dialirkan langsung ke luar daerah
tambang akan dialirkan ke sumuran yang terdapat pada lantai tambang.
Selanjutnya air akan dipompa ke luar pit kemudian diendapkan dalam
kolam pengendapan yang ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu,
sebelum dialirkan ke sungai sungai di sekitar daerah tambang.
Q p = A . CH max
Keterangan :
Qp = debit air yang langsung masuk ke area tambang
(m3/detik) CH max = curah hujan harian maksimum (m/detik)
A = luas area penambangan (m2)
Debit air hujan yang langsung masuk ke pit pada daerah penelitian dapat
diketahui dengan perhitungan di bawah ini, yaitu :
Diketahui :
Hari Hujan rata-rata : 225,2 hari
CH rencana maksimum : 2283,6 mm/th = 2,2836 m/th = 0,0062 m/hari
Luas Pit (Blok Pit) : 10,74 Ha = 107.400 m²
Maka, debit air hujan yang masuk ke dalam pit adalah sebagai berikut
: Qh = Curah hujan max x Luas pit (Blok Pit)
Qh = 0,0062 m/hari x 107.400 m2
Qh = 665,88 m³/hari
Qh = 0,0077 m3/detik
Debit air limpasan (run off) yang masuk ke dalam pit pada daerah
penelitian dapat diketahui melalui perhitungan di bawah ini :
Diketahui :
C : 0,75 (merupakan koefisien limpasan untuk dasar pit dan jenjang)
I : 37,33 mm/jam = (1.58 x 10-5 m/detik)
A : 10,74 Ha = 107.400 m2
Maka, banyaknya air limpasan yang masuk ke pit adalah :
Qp = 0.278.C.I.A
Qp = 0,278 x 0,75 x (1.58 x 10-5) x 107.400
Qp = 0,354 m³/detik
A : Lpit . h
: 980 m x 67 m
: 65.660 m2
Maka, debit air tanah yang masuk ke pit adalah :
Qakf : A x k
: 65.660 m2 x (1,58 x 10-5 m/detik)
: 1, 037/detik
Maka, jumlah total debit air yang masuk ke pit pada daerah penelitian
adalah:
Qtotal : Qh + Qp + Qakf
: (0.017+ 0,354 + 1,037) m3/detik
: 1,408 m3/detik (perhitungan pada Blok Pit Tahun/Triwulan ke-1)
Gambar 5.17.
Saluran Trapesium Penyaliran Tambang
baik melalui pori-pori maupun rekahan massa batuan, yang dalam studi ini
adalah lapisan batupasir dan batubara.
Sistem penanggulangan air pada jenjang tambang
Air yang jatuh di dalam bukaan tambang (di dalam Pit area) yang
berjenjang, ditanggulangi dengan cara membuat beberapa saluran
penyaliran pada setiap jenjang, sebagai nampak ilustratif pada gambar di
bawah ini.
Air yang jatuh kedalam Pit akan ditangani dengan menggunakan sistem
penyaliran open sump. Sistem penyaliran open sump ini dilakukan dengan
cara membuat paritan di dekat kaki jenjang (toe) untuk mengalirkan air
menuju ke sumuran serta mencegah genangan air di daerah jenjang (seperti
pada Gambar 5.18). Paritan-paritan ini merupakan paritan yang bersifat
sementara yang akan berubah kedudukannya sesuai dengan kemajuan
penambangan.
Saluran di sekeliling tambang
10 m
550
550
Sistem penyaliran air pada jenjang ini bertujuan untuk mengatur aliran air
pada permukaan jenjang agar dapat mengalir menuju sumuran pada lantai
tambang, sehingga tidak terjadi genangan air di atas jenjang. Pada setiap
level jenjang, dibuat saluran arah vertikal sebagai penghubung antar level
Gambar 5.19.
Rancangan Kolam Pengendap (Settling Pond) Yang Memenuhi Persyaratan Teknis