Anda di halaman 1dari 21

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA


PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-2 TEKNIK GEOLOGI



TUGAS AKHIR
Matakuliah Analisis Data Spasial

Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa
di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo,
Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dengan Motode Analytical Hierrarchy Process (AHP)





Diajukan Oleh:

Karlina Triana
12/339143/PTK/8300




YOGYAKARTA
2013
2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo merupakan kecamatan yang berada di
Kabupaten Bantul Provinsi D.I.Yogyakarta yang berpotensi terhadap gerakan tanah dan
batuan. Sebagian wilayah ini berada di kaki Gunungapi Merapi dan morfologinya didominasi
oleh daerah berbukit dengan lapisan tanah yang subur dan relatif tebal. Di samping itu,
Kabupaten Bantul dilewati oleh beberapa sesar mayor dan sangat rentan dengan bahaya
geologi. Kondisi ini sangat memungkinkan menjadi penyebab gerakan tanah dan batuan
yang sering kali terjadi pada lokasi penelitian. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian
tentang zonasi wilayah yang memiliki potensi bahaya terjadinya gerakan massa, dan wilayah
yang memiliki resiko kerugian secara fisik maupun sosial ekonomi akibat bencana longsor.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Pundong, Kecamatan Imogiri, dan Kecamtan Dlingo yang
merupakan wilyah terpadat di Kabupaten Bantul.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang perlu untuk diteliti adalah:
1. Wilayah mana saja yang memiliki potensi bahaya terjadinya gerakan tanah dan batuan
pada lokasi penelitian?
2. Wilayah mana saja yang memiliki resiko kerugian secara fisik maupun sosial akibat
potensi bencana yang dapat terjadi pada lokasi penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang memiliki
potensi bahaya terjadinya gerakan tanah dan batuan, dan juga untuk menentukan daerah-
daerah yang memiliki resiko kerugian secara fisik maupun sosial ekonomi akibat potensi
bencana yang dapat terjadi pada lokasi penelitian.

1.4. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Seloharjo, Desa Girirejo, dan Desa Karang Tengah di
Kecamatan Pundong, Desa Selopamioro dan Desa Sriharjo di Kecamatan Imogiri, dan Desa
Mangunan dan Desa Muntuk di Kecamatan Dlingo. Area penelitian berada di Kabupaten
Bantul, Provinsi D.I.Yogyakarta dengan luas area 69 km
2
. Lokasi penelitian secara lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 1.1.
3

Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian

1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang akan dilakukan, diharapkan dapat diketahui daerah-daerah
yang memiliki potensi bahaya terjadinya gerakan tanah dan batuan, dan juga daerah-daerah
yang memiliki resiko kerugian secara fisik maupun sosial ekonomi akibat potensi bencana
yang dapat terjadi pada lokasi penelitian. Selanjutnya dapat dilakukan penyampaian arahan
rekomendasi dalam mitigasi penanggulangan gerakan tanah dan batuan di lokasi penelitian.
Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat diterapkan pada daerah lain yang
memiliki kemiripan kondisi geologi seperti pada daerah penelitian.

1.6. Batasan Penelitian
Parameter bahaya yang dijadikan pertimbangan dalam pembobotan adalah faktor
kemiringan lereng, jarak dari struktur, curah hujan, litologi, kerapatan vegetasi, dan tekstur
butiran. Parameter resiko yang dijadikan pertimbangan dalam pembobotan adalah total
populasi tiap desa, penggunaan lahan dan jarak dari jalan yang ketiganya di overlay dengan
peta bahaya yang telah dibuat sebelumnya.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

Analytical Hierrarchy Process (AHP) adalah suatu metoode pengambilan keputusan
yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ilmuwan Amerika. Metode ini
menggunakan perhitungan matriks sebagai perbandingan berpasangan untuk menentukan
kepentingan relatif dari masing-masing parameter. Dalam penelitian ini, bobot faktor yang
dapat menangkap kepentingan relatif dari satu parameter terhadap parameter yang lain
didirikan dengan perbandingan berpasangan berdasarkan skala 9 poin. Kesembilan poin
tersebut mewakili sembilan ekspresi linguistik dan nilai-nilai numerik yang sesuai. Ekspresi
linguistik menjelaskan keadaan atau deskripsi, sementara nilai-nilai numerik yang
dikuantifikasi berguna untuk menghitung faktor bobot. Namun, ilmu ini masih kurang dalam
cara mengevaluasi langsung intuisi atau ekspresi, validitas dari nilai-nilai numerik yang
mungkin dinilai oleh bobot parameter, dan konsistensi dari proses perhitungan.

Skala kepentingan relatif (Scale of relative importance) Saaty (1980):
Tabel 2.3. Skala Kepentingan Relatif (Saaty, 1980)
Skala Kepentingan Keterangan
1 Sama
Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai
pengaruh yang sama besar.
3
Sedikit lebih
penting
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen
yanga lainnya. Pengalaman dan penilaian sedikit
menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya.
5 Lebih penting
Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya.
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu
elemen dibandingkan elemen yang lainnya.
7 Sangat penting
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen
lainnya. Satu elemen yang kuat disokong dan dominan
terlihat dalam praktek.
9 Mutlak penting
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya,
Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen lain
memeliki tingkat penegasan tertinggi yang menguatkan.
2, 4,
6, 8,
Nilai menengah
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan
yang berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua pilihan.
5

III. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam analisis data, digunakan metode analisis pembobotan parameter secara
kualitatif. Metode analisis kualitatif dilakukan dengan melakukan deskripsi dengan
pembobotan dari parameter-parameter yang diperoleh seperti kemiringan lereng, litologi
batuan, dan sebagainya. Karena terdapat berbagai pendekatan pemetaan kerentanan gerakan
massa, maka metode pembobotan kualitatif yang digabungkan dengan metode prediksi
gerakan massa secara statistik akan digunakan sebab sesuai dengan lokasi penelitian dan
metode akuisisi data. Prinsip metode ini adalah melakukan overlay pada peta-peta parameter.
Masing-masing parameter dapat dianalisis dengan menggunakan aturan pengambilan
keputusan subyektif berdasarkan pengalaman ilmuwan bumi. Dalam pendekatan ini, bobot
diberikan secara berbeda-beda untuk setiap peta parameter yang dipertimbangkan. Subdivisi
pada tiap peta parameter juga diberikan skor. Pemilihan parameter juga memiliki unsur
subyektif yang dominan dalam metode ini.


Gambar 3.1. Kerangka Alur Pikir Penelitian
Kemiringan
lereng
Populasi
Penduduk
Jarak dari
struktur
Kerapatan
vegetasi
Litologi
Batuan
Curah
hujan
Penggunaan
Lahan
Jarak dari
jalan
Pembobotan
Peta Resiko
Gerakan Massa
Peta Bahaya
Gerakan Massa
Pembobotan
Tekstur
Butiran
6

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran umum dari lokasi penelitian yang akan dijelaskan dalam bab ini adalah
bedasarkan parameter-parameter yang dipertimbangkan dalam pembobotan potensi bahaya
dan resiko. Pada parameter bahaya diantaranya ada kondisi kemiringan lereng, jarak dari
struktur, curah hujan, litologi batuan, kerapatan vegetasi dan tekstur butiran. Pada parameter
resiko diantaranya terdapat populasi penduduk, penggunaan lahan, dan jarak dari jalan.

4.1. Kemiringan Lerang
Kemiringan lereng pada lokasi penelitian dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas
rendah, menengah, dan tinggi. Kelas rendah tersebar diseluruh desa dan merupakan kelas
kemiringan lereng yang memiliki luasan terbesar pada lokasi penelitian. Kelas menengah
terdapat di seluruh desa namun terpusat disekitar Desa Muntuk dan Desa Mangunan,
membentang diagonal dengan arah timurlaut baratdaya. Kelas tinggi merupakan kelas
kemiringan lereng yang kecil persentasenya dan terpusat pada lembah sungai yang
membatasi Desa Sriharjo dan Desa Selopamioro.

4.2. Jarak Dari Struktur
Struktur yang terdapat pada lokasi penelitian yaitu sesar normal, sesar geser, dan sesar
yang masih diperkirakan. Pada jenis sesar normal diantaranya terdapat Sesar Kaliurang
berarah utara selatan, Sesar Girijati berarah utara selatan, dan Sesar Opak-Parangtritis
berarah timurlaut baratdaya. Pada jenis sesar geser kanan terdapat Sesar Ngunut berarah
baratlaut tenggara, sedangkan pada sesar geser kiri terdapat Sesar Opak-Putat berarah utara
selatan. Terdapat beberapa sesar yang masih diperkiran berjenis sesar normal.

4.3. Curah Hujan
Lokasi penelitian terbagi menjadi dua wilayah kelompok curah hujan. Kelompok
pertama dengan curah hujan 1500 2000 mm/tahun terdapat di Desa Seloharjo, Desa
Selopamioro, Desa Sriharjo, Desa Karangtengah, Desa Girirejo, dan sebagian dari Desa
Mangunan. Sedangkan kelompok kedua dengan curah hujan 2000 2500 mm/tahun terdapat
di Desa Muntuk dan sebagian dari Desa Mangunan.



7

Gambar 4.1. Peta Kelas Lereng Lokasi Penelitian
Gambar 4.2. Peta Jarak Struktur Lokasi Penelitian

8

Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Lokasi Penelitian
Gambar 4.4. Peta Litologi Batuan Lokasi Penelitian


9

4.4. Litologi Batuan
Jenis batuan yang terdapat di lokasi penelitian adalah batuan volkanik dan batuan
sedimen. Batuan Volkanik berusia Oligosen-Miosen sebagian besar terdapat di Desa
Seloharjo dan sebagian kecil Desa Selopamioro. Batuan Volkanik berusia Miosen memiliki
persentasei tersebesar dari seluruh batuan penyusun lokasi penelitian, berada di tengah lokasi
penelitian dan memanjang ke arah timurlaut. Disamping itu juga terdapat batuan volkanik
muda dari Gunungapi Merapi di bagian barat lokasi penelitian. Batuan sedimen berumur
Miosen hanya menempati sebagian kecil dari area penelitian yang berbatasan dengan
Kabupaten Gunung Kidul, sedangkan sedimen yang lebih muda terdapat di Desa
Selopamioro dan Desa Sriharjo.

4.5. Kerapatan Vegetasi
Kerapatan vegetasi pada lokasi penelitian dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas
rendah, menengah, dan tinggi. Kelas rendah terdapat di seluruh desa, dominan di Kecamatan
Imogiri, dan merupakan kelas kerapatan vegetasi yang memiliki luasan terbesar pada lokasi
penelitian. Kelas menengah tersebar di seluruh desa dan menduduki peringkat kedua. Kelas
tinggi merupakan kelas yang paling kecil persentasenya, sebagian besar terdapat di Desa
Mangunan dan Desa Muntuk, dan sebagian kecil di Desa Selopamioro dan Desa Sriharjo.

4.6. Tekstur Butiran
Tekstur butiran pada lokasi penelitian dibagi menjadi empat kelas, yaitu kelas sangat
halus, halus, sedang, dan kasar. Kelas sangat halus terdapat di seluruh desa dan merupakan
kelas tekstur butiran yang memiliki luasan terbesar pada lokasi penelitian. Kelas halus
terdapat di baratlaut lokasi penelitian. Kelas sedang menempati peringkat kedua dan tersebar
di seluruh lokasi penelitian kecuali di Desa Girirejo. Kelas kasar merupakan kelas yang
paling kecil persentasenya, dan hanya terdapat sedikit sekali pada Desa Girirejo dan Desa
Mangunan.
10

Gambar 4.5. Peta Kerapatan Vegetasi Lokasi Penelitian
Gambar 4.6. Peta Tekstur Butiran Lokasi Penelitian


11

Gambar 4.7. Peta Total Populasi Penduduk Lokasi Penelitian
4.7. Populasi Penduduk
Populasi penduduk di lokasi penelitian bervariasi dari jumlah ribuan hingga puhan
ribu. Jumlah populasi penduduk menurut desa di lokasi penelitian ditampilkan dalam tabel
sebagai berikut: Desa Muntuk 15.173 jiwa, Desa Mangunan 13.130 jiwa, Desa Selopamioro
22.545 jiwa, Desa Sriharjo 6.329 jiwa, Desa Giriejo 3.377 jiwa, Desa Karangtengah 3.369
jiwa, dan Desa Seloharjo 12.754 jiwa (Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik Tahun 2010).


4.8. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan yang terdapat pada lokasi penelitian diantaranya lahan hutan,
semak belukar, tanah atau rumput kosong, tegalan, sawah irigasi, perkebunan, air tawar, dan
permukiman. Perkebunan menempati luasan terluas dalam lokasi penelitian, diikuti oleh
tegalan dan selanjutnya sawah irigasi. Area permukiman tersebar di seluruh lokasi penelitian.

4.9. Jarak Dari Jalan
Apabila lokasi terjadinya gerakan massa dekat dengan jaringan jalan, dapat
menimbukan korban jiwa dan juga dapat merusak sarana dan prasarana dareah. Akibatnya,
merusak infrastruktur daerah yang menghubungkan antar kecamatan bahkan kabupaten. Jarak
dari jalan dibagi menjadi tiga kelas jarak, yaitu kelas jarak 0 50 meter, 51 100 meter, dan
di atas 100 meter. Zonasi jarak dilakukan pada tiap kelas jalan di seluruh lokasi penelitian.
12

Gambar 4.8. Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian
Gambar 4.9. Jarak Dari Jalan di Lokasi Penelitian

13

V. PENGOLAHAN DATA

Memprioritaskan kelima kriteria:
Sebelum melakukan pembobotan, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan
pemberian peringkat dari masing-masing parameter berdasarkan dengan skala
kepentingannya. Pada penelitian kali ini, faktor yang dianggap paling mempengaruhi
terjadinya gerakan massa adalah kemiringan lereng, pada peringkat kedua diikuti oleh jarak
dari struktur geologi, kemudian curah hujan, diikuti oleh litologi batuan, kerapatan vegetasi,
dan tekstur butiran. Seluruh parameter selanjutnya dimasukkan ke dalam matriks dan diberi
nilai skala kepentinganya sebagai berikut :

Slope Structure Rainfall Lithology Vegetation Texture
Slope 1 2 2 3 5 8
Structure 1/2 1 1 2 4 7
Rainfall 1/2 1 1 2 4 7
Lithology 1/3 1/2 1/2 1 2 5
Vegetation 1/5 1/4 1/4 1/2 1 5
Texture 1/8 1/7 1/7 1/5 1/5 1
SUM 2.658 4.893 4.893 8.700 16.200 33

Sebuah matriks n x n adalah matriks persegi di mana n adalah jumlah baris dan
kolom. Dalam hal ini n = 6. Sebuah elemen sama pentingnya bila dibandingkan dengan
elemen lainnya. Oleh karena itu, diagonal utama harus menjadi 1. Dengan konvensi,
perbandingan kekuatan dari suatu kegiatan selalu muncul dalam kolom sebelah kiri
berlawanan dengan kegiatan lain yang muncul di baris di atas. Slope adalah 2 kali lebih
penting daripada Structure. Perbandingan terbalik menghasilkan timbal balik dari
perbandingan dasar, hal ni disebut matriks timbal balik. Sehingga nilai Structure adalah
kali pentingga dari Slope.

Menormalisasi matriks:
Matriks di atas dinormalisasi dengan membagi setiap nilai dengan jumlah kolom
(misalnya 1/2.658 = 0,376). Normalisasi dilakukan pada seluruh sel, kemudian dihitung rata-
rata setiap barisnya.
14



Slope Structure Rainfall Lithology Vegetation Texture PV
Slope 0.376 0.409 0.409 0.345 0.309 0.242 0.35
Stucture 0.188 0.204 0.204 0.230 0.247 0.212 0.21
Rainfall 0.188 0.204 0.204 0.230 0.247 0.212 0.21
Lithology 0.125 0.102 0.102 0.115 0.123 0.152 0.12
Vegetation 0.075 0.051 0.051 0.057 0.062 0.152 0.07
Texture 0.047 0.029 0.029 0.023 0.012 0.030 0.03
SUM 1 1 1 1 1 1 1
Nilai rata-rata di atas disebut dengan priority vector (PV) dan merupakan bobot dari
kriteria. Jumlah seluruh nilai sama dengan 1.

Consistency Ratio (CR):
Rasio Konsistensi harus dihitung untuk memverifikasi bahwa keputusan dibuat
sempurna, karena konsistensi yang sempurna apabila x adalah 2 kali lebih besar dari y dan y
adalah 3 kali lipat dibanding z, maka x harus 6 kali lebih besar dari z. Metode Eigenvector
Saaty digunakan untuk mengevaluasi rasio konsistensi.
.....(Saaty, 1980) Persamaan 4.1.

CR kurang dari atau sama dengan 0,1 adalah diterima. Untuk nilai yang lebih besar
diperlukan pengambilan keputusan untuk mengurangi ketidakkonsistenan dengan merevisi
penilaian. Dimana:
CI: consistency index,
.....(Saaty, 1980) Persamaan 4.2.

Keterangan
max
: Eigenvalue Maksimum (Perron Root)
n : Jumlah baris dan kolom

RI: random index,
Tabel 4.1. Indeks Konsistensi Acak (Saaty, 2001)
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Random index 0 0 0.52 0.89 1.11 1.25 1.35 1.4 1.45 1.49

15

Eigenvalue Maksimum (max) dihitung dengan:
Melakukan perkalian pada matriks dengan PV. Contohnya pada baris pertama yang
dikalikan dengan PV akan menjadi : 1 0.35, 2 0.21, 2 0.21, 3 0.12, 5 x 0.07, dan 8 x
0.03. Maka hasilnya menjadi:

Slope Structure Rainfall Lithology Vegetation Texture SUM
Slope 0.348 0.429 0.429 0.360 0.373 0.228 2.167
Stucture 0.174 0.214 0.214 0.240 0.299 0.200 1.341
Rainfall 0.174 0.214 0.214 0.240 0.299 0.200 1.341
Lithology 0.116 0.107 0.107 0.120 0.149 0.143 0.742
Vegetation 0.070 0.054 0.054 0.060 0.075 0.143 0.454
Texture 0.044 0.031 0.031 0.024 0.015 0.029 0.172

Melakukan pembagian antara jumlah total baris dengan (PV). Maka hasilnya menjadi:
Jumlah
Total Baris
PV
Jumlah Total
Baris/PV
2.167 0.35 6.222
1.341 0.21 6.257
1.341 0.21 6.257
0.742 0.12 6.188
0.454 0.07 6.079

Untuk memperoleh Eigenvalue Maksimum, hitung rata-rata dari nilai di atas.

max
= (6.222 + 6.257 + 6.257 + 6.188 + 6.079 + 6.040)/6 = 6.174

Consistency index (CI) dari persamaan 4.2. akan menjadi:


Untuk n = 6, random index (RI) menjadi 1.25
Consistency ratio (CR) dari persamaan 4.1. dapat dievaluasi sebagai berikut:


Karena CR = 0.028 dan kurang dari 0.10 maka bobot parameter dapat diterima.
16

Perhitungan yang sama dilakukan pada parameter resiko. Dimana faktor resiko yang
dianggap paling berpengaruh ketika terjadi gerakan masa adalah populasi penduduk, diikuti
oleh faktor bahaya, penggunaan lahan, dan jarak dari jaringan jalan. Faktor bahaya
merupakan hasil dari pengolahan parameter bahaya yang harus didapatkan sebelum
melakukan pengolahan parameter resiko.


Population Hazard Land Use Road
Population 1 2 5 7
Hazard 1/2 1 3 5
Land Use 1/5 1/3 1 3
Road 1/7 1/5 1/3 1
SUM 1.843 3.533 9.333 16

Menormalisasi matriks dan menghitung PV
Population Hazard Land Use Road PV
Population 0.543 0.566 0.536 0.438 0.52
Hazard 0.271 0.283 0.321 0.313 0.30
Land Use 0.109 0.094 0.107 0.188 0.12
Road 0.078 0.057 0.036 0.063 0.06
SUM 1 1 1 1 1

Melakukan perkalian matriks dan menghitung Eigenvalue Maksimum
Population Hazard Land Use Road SUM SUM/PV
Population 0.520 0.594 0.622 0.407 2.143 4.118
Hazard 0.260 0.297 0.373 0.290 1.221 4.110
Land Use 0.104 0.099 0.124 0.174 0.502 4.034
Road 0.074 0.059 0.041 0.058 0.233 4.017

Diperoleh Eigenvalue Maksimum sebesar 4.070. Dengan n = 4, random index (RI)
menjadi 0.890, nilai CI menjadi 0.023 dan CR = 0.026. Maka, bobot parameter resiko dapat
diterima dan digunakan.


17

Pengolahan Data Menggunakan ArcGIS
Setelah mendapatkan bobot yang akan diberikan terhadap masing-masing parameter
bahaya dan resiko, tahap selanjutnya adalah mengolah data dengan menggunakan software
ArcGIS 9.3. Tahap-tahap yang dilakukan antara lain :
1. Mengkonversi data menjadi tipe raster.
Data yang diperoleh dalam penelitian kali ini adalah dalam tipe vektor, yaitu
dengan format shapefile. Untuk melakukan analisis spasial seperti overlay data-data
tersebut perlu dikonversi menjadi tipe raster dengan cara :
Buka jendela ArcToolBox >> Conversion Tools
To Raster >> Polygon to Raster
Setiap data yang diubah tipe raster harus memiliki ukuran pixel yang sama agar
memudahkan dalam melakukan overlay.

2. Melakukan overlay dan pemberian bobot.
Bobot yang telah diperoleh dengan Analytical Hierrachy Process akan
diberikan dalam tahap overlay berikutnya. Bobot diberikan dalam bentuk persentase
dan merupakan nilai influence dari tiap-tiap parameter.
Buka jendela ArcToolBox >> Spatial Analyst Tool
Overlay >> Weighted Overlay
Selain dilakukan dalam pembuatan peta bahaya, tahap overlay yang sama juga
dilakukan dalam pembuatan peta resiko.

3. Melakukan layouting peta.
Setelah hasil analisis diperoleh, langkah selanjutnya yang merupakan finishing
dari pembuatan peta adalah melakukan layout. Unsur-unsur utama dari peta yang
harus dibuat ketika layouting antara lain adalah :
a. Judul peta
b. Arah mata angin
c. Skala peta
d. Grid koordinat
e. Legenda peta
f. Sumber peta
g. Inset/indeks peta
h. Author/organisasi
18

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Zonasi Bahaya Gerakan Tanah
Berdasarkan hasil penjumlahan bobot parameter bahaya di wilayah penelitian
diperoleh lima kelas yang mempresentasikan tingkatan potensi bahaya terjadinya gerakan
masa. Kelima kelas tersebut adalah kelas sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat
tinggi. Pemberian warna simbol pada peta bahaya dilakukan dengan warna senada sehingga
dapat menampilkan gradasi dari tingkatan bahaya yang tersebar di area penelitian.
Warna kuning mewakili area yang memiliki potensi sangat rendah untuk terjadi
gerakan massa. Penyebaran kelas sangat rendah berada di Desa Muntuk dan sebagian kesil
Desa Mungunan sebelah utara. Kelas rendah diwakilkan dengan pewarnaan oranye muda,
tersebar hampir di seluruh area penelitian kecuali di Desa Muntuk bagian utara. Kemudian
warna oranye yang lebih gelap mewakilkan kelas sedang, tersebar di beberapa lokasi namun
paling banyak dapat ditemukan di Desa Selopamioro. Warna merah mewakili area dengan
potensi bahaya tinggi, berlokasi di sekitar area terdapatnya struktur geologi seperti sesar
normal dan sesar geser. Area berkelas sangat bahaya diwakili dengan warna merah gelap,
terpusat di tengah area penelitian tepatnya Desa Selopamioro dan Desa Sriharjo, dan
sebagian kecil berada di Desa Seloharjo bagian baratdaya.

1.2. Zonasi Resiko Gerakan Tanah
Berdasarkan hasil perkalian bobot parameter resiko di wilayah penelitian diperoleh
enam kelas yang mempresentasikan tingkatan potensi resiko terjadinya gerakan masa.
Keenam kelas tersebut adalah kelas tak ada resiko, resiko sangat rendah, resiko rendah,
resiko sedang, resiko tinggi, dan resiko sangat tinggi. Perbedaan antara peta bahaya dan peta
resiko yaitu pada peta resiko memungkinkan apabila terdapat zona tanpa ada resiko sama
sekali. Zona tersebut masuk ke dalam kelas tak ada resiko. Hal tersebut disebabkan oleh
penggunaan lahan area penelitian yang bervariasi, terdapat lahan yang dibangun menjadi
area permukiman dan ada pula yang tidak terusik aktifitas manusia serti pada lahan hutan
konservasi. Area yang di dalamnya tidak terdapat manusia tidak memiliki resiko untuk
terjadinya kehilangan secara fisik dan sosial ekonomi ketika bahaya geologi terjadi.
Pemberian warna simbol pada peta resiko dilakukan dengan warna senada sehingga dapat
menampilkan gradasi dari tingkatan resiko yang tersebar di area penelitian.

19

Gambar 6.1. Peta Potensi Bahaya Gerakan Massa di Lokasi Penelitian

20

Gambar 6.2. Peta Potensi Resiko Gerakan Massa di Lokasi Penelitian


21

Warna putih mewakili area yang memiliki tidak memiliki potensi resiko ketika terjadi
gerakan massa, hal ini disebabkan karena tidak adanya manusia yang menempati lahan
tersebut. Penyebaran kelas tak ada resiko paling banyak berada pada Desa Mangunan, Desa
Muntuk, dan Desa Girirejo, sementara sebagian kecil tersebar di beberapa area penelitian.
Kelas sangat rendah berada di Desa Muntuk, Desa Mungunan, dan Desa Seloharjo. Kelas
rendah diwakilkan dengan pewarnaan merah muda, tersebar hampir di seluruh area
penelitian, paling banyak terdapat pada Desa Mangunan dan Desa Muntuk. Kemudian warna
oranye mewakili kelas resiko sedang, tersebar di seluruh area penelitian namun terpusat di
tengah area penelitian yaitu pada Desa Selopamioro, Desa Sriharjo, Desa Karangtengah, dan
Desa Girirejo. Warna merah gelap mewakili area dengan potensi bahaya tinggi, paling
banyak ditemukan di Desa Selopamioro dan Desa Sriharjo, tepatnya pada lembahan sungai di
samping lereng perbukitan. Area berkelas sangat bahaya diwakili dengan warna merah yang
lebih gelap lagi, hanya terdapat di Desa Selopamioro di sisi selatan lembahan sungai.

VII. KESIMPULAN

Untuk memperoleh peta zonasi potensi bahaya dan peta zonasi potensi resiko
terjadinya gerakan massa di area penelitian adalah dengan cara melakukan pembobotan dari
masing-masing parameter bahaya dan resiko. Pembobotan dilakukan dengan metode
Analytical Hierrarchy Process, yaitu memberikan skala pada masing-masing parameter
berdasarkan kepentingan atau besar pengaruhnya, sehingga dihasilkan bobot atau nilai
pengaruh dalam melakukan overlay.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah lokasi yang memiliki kelas bahaya sedang
sampai dengan sangat tinggi terdapat di Desa Selopamioro, Desa Sriharjo, Desa Girirejo dan
Desa Seloharjo. Sedangkan area yang aman dari bahaya geologi berada pada bagian utara
lokasi penelitian, yaitu pada Desa Muntuk. Area yang memiliki potensi bahaya tinggi disertai
dengan paramater resiko yang tinggi memiliki resiko kehilangan secara fisik dan sosial
ekonomi yang lebih tinggi. Area dengan kondisi tersebut terdapat pada Desa Selopamioro
dan Desa Sriharjo. Desa Seloharjo, Desa Muntuk, dan Desa Mangunan memiliki kelas resiko
sedang sampai dengan kelas tak ada resiko, hal tersebut disebabkan oleh potensi bahaya dan
parameter resiko yang lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai