Anda di halaman 1dari 10

TOR

(Term Of Reference)
PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT YANG MENGANDUNG RUMPUT LAUT
(Eucheuma Cottonii) AFKIR TANPA FERMENTASI TERHADAP PEMANFAATAN
ENERGI SAPI BALI BETINA MUDA YANG DIBERIKAN PAKAN DASAR SILASE
ATAU FODDER JAGUNG

OLEH :

AGUSTINA CAHAYA
1905030358

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberhasilan usaha peternakan salah satunya ditentukan oleh pakan yang diberikan.
Kekurangan pakan berkualitas musim kemarau merupakan faktor utama penyebab rendahnya
produktivitas ternak ruminansia di Nusa Tenggara Timur. Kualitas rumput yang tersedia
dipadang penggembalaan dengan cepat menurun ketika memasuki musim kemarau karena
rerumputan telah mencapai tingkat kedewasaan atau karena kekeringan. Hijauan pakan
ternak yang tersedia selama musim kemarau yang panjang adalah pakan berkualitas rendah
dengan kadar protein kasar yang rendah. Jelantik dkk, (2019) melaporkan bahwa pada musim
hujan rumput ini mengandung protein kasar (PK) yang cukup tinggi yaitu 12,5% dengan
kecernaan bahan kering (BK) mencapai 70%. Akan tetapi pada saat musim kemarau
kandungan protein kasar (PK) turun mencapai 3,15% dengan total kecernaan hanya mencapai
45%. Dengan karakteristik nutrisi seperti ini maka tingkat konsumsi dan kecernaan pakan
pada umumnya rendah sehingga mengakibatkan rendahnya pertumbuhan dan produktivitas
ternak kambing di daerah ini. Mulik dan Jelantik (2010) melaporkan bahwa ternak sapi yang
mengkonsumsi pakan berkualitas rendah selama musim kemarau mengalami penurunan berat
badan hampir pada semua tingkat umur. Penurunan berat badan yang terjadi pada sapi betina
dara bedampak serius terhadap ketercapaian waktu pubertas yang singkat dan rendahnya
efisiensi reproduksi sapi betina seumur hidupnya (livetime reproductive efficiency).
Sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah peternak mampu
memanfaatkan teknologi pengolahan pakan dengan cara mengawetkan hijauan yang tersedia
melimpah selama musim penghujanan dengan kualitas yang tinggi. Silase merupakan hijauan
yang sengaja diawetkan dengan kadar air berkisar antara 60-70% dan mampu bertahan
selama musim kemarau. Pengawetan rumput dalam bentuk silase selama ini telah menjadi
teknologi handal dalam mengatasi permasalahan kekurangan pakan selama musim kemarau.
Namun demikian, pada skala usaha peternakan kecil dengan fasilitas pengawetan yang sangat
minim, teknlogi ini belum banyak dikembangkan. Dengan demikian dibutuhkan sumber
hijauan lain yang dapat diproduksi dengan mudah selama musim kemarau. Pemanfaatan
fodder jagung sebagai suplemen berbasis hijauan pada ternak kambing dapat dikembangkan
menjadi alternatif dengan pertimbangan bahwa fodder juga bisa diproduksi kapan saja tanpa
dibatasi musim.
Hal ini ditunjang oleh sistem perkembangan fodder jagung yang mudah dengan
menggunakan sistem hidroponik yang tidak membutuhkan banyak air, dan hanya dalam
kurun waktu satu minggu sudah bisa dipanen dan diberikan pada ternak sebagai sumber
hijauan yang berkualitas tinggi (Naik et al, 2012) sehingga fodder jagung diharapkan menjadi
alternatif pakan murah dan tersedia melimpah sepanjang musim kemarau. Sebelumnya Naik
et al, (2012) melaporkan bahwa protein kasar dari fodder jagung yang dipanen pada hari ke-7
lebih tinggi pada sistem penanaman secara hidroponik dibandingkan penanaman secara
konvensional (13.30 vs 11.40%). Sementara Gebremedhin, (2015) melaporkan peningkatan
berturut-turut pada konsumsi bahan kering ( 415.36 vs 504.51 g/hari), efisiensi konversi
pakan (12. 15 vs 10.56%), dan penambahan bobot badan (61.93 vs 56.70 g/hari) pada
kambing konkal kanyal yang diberi pakan berbasis hijauan fodder jagung dan fodder barley.
Naik et al, (2015) menyimpulkan bahwa fodder jagung yang diberikan pada sapi laktasi
mampu meningkatkan tingkat kecernaan nutrient dan produksi susu yang berakibat pada
penigkatan profit. Hal ini mengindikasikan bahwa fodder jagung memiliki potensi besar
sebagai pakan ternak sumber hijauan bagi ternak ruminansia khususnya karena kandungan
nutrisi yang tinggi yang diharapkan dapat meningkatkan produktifitas ternak. Namun
demikian, hasil penelitian sebelumnya di NTT menunjukkan bahwa pemberian fodder jagung
sebagai pengganti silase belum memberikan hasil yang diharapkan. Bennu dkk. (2019)
melaporkan bahwa peningkatan proporsi fodder jagung belum mampu meningkatkan
konsumsi dan kecernaan pada ternak sapi Ongole sapihan dan bahkan sebaliknya
menurunkan konsumsi bahan kering ransum. Fenomena tersebut mengisyaratkan akan
adanya hambatan dalam pemanfaatan fodder jagung oleh ternak yang umurnya relatif masi
muda. Hal ini juga nampaknya dibutuhkan pakan konsentrat untuk dapat memacu
pemanfaatan fodder jagung oleh ternak sehingga menjamin produksi yang tinggi.
Sejauh ini telah banyak yang melaporkan bahwa pemanfaatan konsentrat sebagai pakan
ternak sapi dapat meningkatkan performa ternak, namun demikian pemanfaatan konsentrat
pada ternak ruminansia yang skala usahanya peternakan kecil masih menjadi kendala utama
dengan harga yang relative mahal. Dengan demikian diupayakan untuk memasukkan pakan
non-konvensional seperti rumput laut afkir khususnya sp. Eucheuma cottonii yang
merupakan jenis alga merah (rhodopiceae) yang banyak dibudidayakan di Indonesia
mempunyai prospek untuk digunakan sebagai penyusun pakan komplit untuk pedet sapih
dini. Pemanfaatan rumput laut nampaknya memenuhi kriteria tersebut karena memiliki nilai
nutrisi yang tinggi dan puncak produksinya justru terjadi selama musim kemarau (Becker,
2007; Siddhanta et al., 2001). Disamping itu beberapa peneliti melaporkan bahwa nutrisinya
juga tergolong tinggi, mengandung antioksidan, provitamin A, serta dapat mengurangi
mikroorganisme pathogen (Diler et al. 2007; Chojnacka et al. 2012; Burtin, 2003; Braden et
al. 2004. Sehingga dapat dijadikan sebagai pakan suplementasi pada ternak. Namun demikian
hasil penelitian sebelum menunjukan bahwa penggunaan Ecott 10 dan 15 % pada ransum
dapat menurunkan konsumsi gross energi dan energi tercerna dan meningkatkan kehilangan
energi melalui urine. Penggunaan ecott hingga 15% dalam ransum komplit tidak
mempengaruhi kehilangan energi melalui feses dan kecernaan energi serta konsumsi energi
termetabolis (ME) pada pedet sapi Bali yang disapih dini.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis perlu melakukan penelitian dengan
judul “,Pengaruh Pemberian Konsentrat Yang Mengandung Rumput Laut (Eucheuma
Cottonii) Afkir Tanpa Fermentasi Terhadap Pemanfaatan Energi Pada Sapi Bali Betina Muda
Yang diberikan Pakan Dasar Silase Atau Fodder Jagung.”
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemberian konsentrat yang mengandung rumput laut merah
(Eucheuma Cottonii) afkir tanpa fermentasi terhadap pemanfaatan energi pada sapi bali
betina muda yang diberikan pakan dasar silase atau fodder jagung ?
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konsentrat yang
mengandung rumput laut merah (eucheuma cottonii) afkir tanpa fermentasi terhadap
pemanfaatan energi pada sapi bali betina yang diberikan pakan dasar silase atau fodder
jagung.
1.4. Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang nutrisi dan makanan ternak, serta dapat
memberikan informasi mengenai pakan suplemen ternak sapi.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UPT. Laboratorium Lapangan Terpadu Lahan Kering

Kepulauan Universitas Nusa Cendana Kupang. Penelitian ini direncanakan akan berlangsung

selama empat periode masing-masing setiap periode selama 15 hari yang terdiri dari 10 hari

masa penyesuaian dan 5 hari terakhir koleksi data.

3.2. Materi Penelitian

 Ternak - Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekor sapi bali betina

muda dengan rataan berat badan berkisar 156,2-178,4 kg.

Kandang - Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu

berukuran 2 x1 meter dimana masing-masing dilengkapi dengan tempat makan, tempat

minum, serta koleksi urine dan feses.


 Bahan - Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : konsentrat yang

mengandung rumput laut merah (eucheuma ecottonii) afkir yang terdiri dari tepung ikan,

tepung jagung, dedak padi, dan mineral. Sedangkan untuk hijauannya terdiri dari silase

rumput alam dengan fodder jagung.

 Peralatan - Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : timbangan

Weighing Indicator XK3190-A12/A12E khusus untuk ternak berkapasitas 3000 kg,

timbangan Portal Electronic Scale berkapasitas 50 kg untuk menimbang pakan, Sapu

lidi, karung, plastik klip, isolasi, buku, pena, nampan, tabung kontener untuk penampung

sampel urine, dan plastik besar untuk penampung sampel feses, ember, skop, gerobak,

gelas ukur, jarum suntik untuk pengambilan sampel darah, dan pompa vakum untuk

pengambilan cairan rumen.

3.3. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan bujur sangakar latin (RBSL)

dengan 4 perlakuan dan 4 periode sebagai ulangan.

Adapun perlakuan yang dicobakan diantaranya :

SKC0 = Silase rumput alam 60% + konsentrat yang mengandung ecottonii tanpa
fermentasi 40%
SKC0F = Silase rumput alam 60% + konsentrat yang mengandung ecottonii yang
difermentasi 40%
FJK0 = Fodder jagung 60% + konsentrat yang mengandung ecottonii tanpa fermentasi
40%
FJK0F = Fodder jagung 60% + konsentrat yang mengandung ecottonii yang difermentasi
40%.
3.4. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan 4 periode, dimana setiap periode terdiri
dari 10 hari masa penyesuaian, dan 5 hari terakhir masa koleksi data. Selama masa penyesuaian
ini kegiatan yang dilakukan adalah mempersiapkan bahan pakan diantaranya konsentrat yang
mengandung rumput laut (Eucheuma Cottonii), silase, dan fodder jagung. Prosedur pemberian
pakan yaitu konsentrat diberikan terlebih dahulu sebelum pemberian hijauan, Pemberiannya pada
pagi dan sore hari. Sedangkan untuk pemberian air minumnya dilakukan secara terus-menerus
(adlibitum).
Koleksi data ini dapat dilakukan dengan cara feses dan urine ditampung hingga 1x24 jam
selama 5 hari terakhir dari setiap periode. Total koleksi dilakukan pada pukul 07.00 dan berakhir
pada jam yang sama dihari yang ke berikutnya. Kemudian feses ditimbang dan dicatat untuk
mengetahui berat segarnya. Setelah itu ambil feses sebanyak 10% dari berat segar yang telah
diketahui, lalu dimasukan kedalam plastik klip sebagai sampel segar yang kemudian dibawa ke
laboratorium untuk menganalisis bahan keringnya. Kemudian 10% dari berat segar yang lainnya
dijemur, setelah kering fesesnya ditimbang kembali untuk mengetahui berat keringnya, lalu
dimasukan kedalam plastik klip yang telah diberi label sesuai perlakuan untuk dianalisis
komposisi kimianya. Sedangkan urin ditampung dalam wadah berupa bening berukuran besar
yang telah di teteskan H2SO4 0,01N sebanyak 10 tetes untuk mencegah nitrogen dalam urin
menguap. Hasil total koleksi urin selama 5 hari dicampur dan diaduk hingga homogen, kemudian
diambil sampel untuk dianalisis kandungan nitrogen dengan metode kjeldhal.
Pada hari terakhir dari setiap periode dilakukan pengambilan sampel darah dan cairan
rumen. Pengambilan darah dapat dilakukan melalui venajugularis menggunakan jarum hisap
(Multi Drawing Needle) standar tube holder dengan ukuran nomor 14,16,dan 18. Serta tabung
hisap (vaccum tube) yang terdiri dari 2 warna sesuai kebutuhan yaitu warna merah : tanpa
heparin(zat anti pembekuan darah) dan warna ungu : dengan anti koagulan EDTA (Ethylene
Diamaine Tetraacetic Acid) berukuran 3 ml. Setiap periode total darah yang diambil dari ke
empat ekor sapi berjumlah sebanyak 8 tabung. Prinsip dalam pengambilan sampel darah ini,
harus dilakukan sebelum pemberian pakan pada pagi hari. Kemudian sampel darah tersebut akan
dianalisis di Laboratorium Peternakan Undana. Sedangkan pengambilan cairan rumen dapat
dilakukan 3 jam setelah pemberian konsentrat, silase, dan fodder jagung. Selanjutnya sapi
dihandling sebaik mungkin hingga benar- benar dalam keadaan tenang, kemudian mulut sapi
dibuka lalu masukkan selang yang telah dihubungkan dengan pompa vakum dan diaktifkan
hingga sampel cairan rumen dapat tersedot sesuai dengan yang dibutuhkan. Sampel tersebut
diukur pHnya kemudian dimasukan kedalam tabung kontner yang telah disediakan yang akan
disentrifuge 1500 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan supernatan. Sampel tersebut ditutup
rapat dan dimasukan dalam frezzer sebelum dianalisis di laboratorium untuk mengetahui
kandungan amonianya.
Prosedur Pembuatan Silase
1. Siapkan alat dan bahan
2. Rumput alam yang akan dibuat silase dilayukan terlebih dahulu untuk mengurangi
kadar air, kemudian dicooper menggunakan mesin pencacah rumput
3. Rumput tersebut dimasukkan kedalam silo, kemudian dipadatkan lalu ditutup rapat
menggunakan karet ban
4. Silo yang telah diisi disusun didalam ruangan dan disimpan selama 21 hari
5. Pada hari ke 21 silo tersebut dibuka untuk memastikan apakah silase yang dibuat
telah berhasil atau masih gagal
6. Untuk mengetahui bahwa berhasil atau tidaknya silase yang telah dibuat, dapat dilihat
dari warna, tekstur, dan berbau asam.
7. Jika silasenya telah berhasil dan memiliki ciri khas yang sebenarnya maka silase
tersebut siap untuk diberikan pada ternak
8. Sebelum diberikan pada ternak, silase tersebut diangin-anginkan terlebih dahulu.
Parameter yang diukur dan teknik pengukuran
a. Konsumsi Energi (GE)
Konsumsi energi (GE) dihitung sebagai konsumsi bahan kering ransum dikalikan dengan
kandungan GE ransum. Kandungan GE ransum dihitung dari kandungan protein, lemak, dan
karbohidrat ransum. Sampel pakan akan diambil setiap hari dan dikeringkan dibawah sinar
matahari ditimbang dan selanjutnya dianalisis proximat. Sementara itu, sisa pakan dikoleksi
setiap hari sebelum pemberian pakan pagi. Sisa pakan yang dikoleksi kemudian ditimbang dan
diambil sampel untuk selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari. sampel yang telah kering
kemudian dikomposit untuk dianalisis bahan kering.
b. Digestible Energi (DE)
Digestible energy (DE) dihitung sebagai konsumsi energi (GE) dikurangi energy feses (E
feses). Untuk menghitung energy feses, feses dikoleksi secara total setiap hari selama 5 hari pada
minggu ke-dua periode penelitian. Feses yang dikoleksi ditimbang dan diambil sampel sebanyak
10% dan dikeringkan dibawah sinar matahari. sampel feses tersebut ditimbang lalu dikomposit
selama 5 hari dalam setiap perlakuan. Selanjutnya sampel feses dianalisis proximat dan energy
diestimasi dari kandungan protein, lemak dan karbohidrat.
c. Metabolisable Energi ( ME)
Energi metabolisable dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Energi metan diestimasi menggunakan formula moss et al. (2000) dimana energi CH₄
(Mm) = 0.45C₂ – 0.275C₃ + 0.40C₄ (C₂ = acetic acid; C₃ = propionic acid; C₄ = butyric acid).
Sementara itu, energy urine diestimasi dari kandungan nitrogen urine dimana 1 gr nitrogen urine
= 34 KJ (Astuti et al., 2000).
Koleksi urine dilakukan selama 5 hari berturut-turut seperti pengumpulan feses. Urine
ditampung dalam wadah plastic yang telah dimodifikasi untuk dapat menampung urine. Urine
ditampung selama 24 jam mulai dari pagi sampai keesokan harinya. Sebelumnya penampungan
telah ditetesi H₂SO₄ 0,01 N sebanyak 10 tetes. Fungsi H₂SO₄ 0,01 N agar mencegah penguapan
nitrogen yang terkandung dalam urine. Kemudian urine yang telah tertampung dipindahkan pada
jerigen besar kemudian komposit dan diambil sampel ± 10 ml pada setiap ulangan untuk
dianalisis kandungan nitrogen dengan metode kjeldhal.

ME = DE –(EcH₄ + E urine)

Analisis Data
Semua data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (analysis of variance)
menggunakan software SPSS dengan model matematis sesuai dengan rancangan percobaan yang
digunakan sebagai berikut :
Yi j = µ + Ji + ε i j

Keterangan :
Yi j = Hasil pengamatan pada baris ke-I, lajur (kolom) ke-j, untuk perlakuan ke-k
M = nilai tengah umum
Jk = pengaruh ransum (perlakuan) ke-j
ε i j = pengaruh acak (galat percobaan)
DAFTAR PUSTAKA
Burtin, p. 2003. Nutritional value of seaweeds. Electron. J. Environ. Agric. Food Chem. 2 (4) :
498-503.
Braden, K. W., J. R. Blanton, J. L. Montgomery, V. G. Allen, M. F. Miller, K. R. Pond. 2004.
Ascophyllum nodosum Suplementation: apre-harvest intervention for reducing Esherichia
coli O157:H7 and Salmonella spp. In: Fedloot Sterrs. J. Food Protect. 67 : 1824-1828.
Becker, E.W.2007. Micro-algae as a source of protein. Biotechnology Advances 25:207-210.
Crowder, L. V. dan H. L. Chedda. 1982. “Herbage Quality and Nutritive Value.” Tropical
Grasslands Husbandry. Longman.
Chojnacka, K., A. Saeid, and I. Michalak. 2012. The possibilities of the application of algal
biomass in the agriculture. CHEMIK. 66 (11) : 1235-1248.
Diler, I., A. A. Tekinay, D. Guroy, B. Kut, and S. Murat. 2007. Effects of U. rigida on the
Growt, feed intake and Body Composition of Common Carp, Cyprinus carpio L. Journal
of Biological Science 7 (2) : 305-308.
Gebremedhin, W.K. 2015. Nutritional benefit and economic value of feeding hydroponically
grown maize and barely fodder for Konkan Kanyal goats. IOSR Journal of Agricultural
and Vaterinary Science. Vol. 8. Issue 7 Ver II. Pp 24-30.
Jelantik, IGN., Nikolaus, TT., and Leo Penu, CLO. 2019. Memanfaatkan Padang Penggembalaan
Alam Untuk Meningkatkan Populasi Dan Produktivitas Ternak Sapi Di Daerah Lahan
Kering. Myria Publisher.
Lassa E, Jelantik IGN., Benu I. 2021. Pengaruh level penggunaan rumput laut merah (Eucheuma
Cottonii) dalam pakan komplit terhadap pemanfaatan energi pada pedet sapi bali yang
disapih dini. Jurnal Peternakan Lahan Kering. Vol. 3 No. 3: 1150-1158.
Mulik ML, Jelantik IGN. 2010 Strategi peningkatan produktivitas sapi bali pada sistem
pemiliharaan ekstensif di daerah lahan kering. Pengalaman Nusa Tenggara Timur.
Dalam: prosiding seminar nasional pengembangan sapi bali berkelanjutan dalam sistem
peternakan rakyat. Mataram 28 oktober 2009.

Naik PK, Dhuri PB, Swain BK & Singh NP. 2012. Nutrient changes with growth of hydroponic
fodder corn. Indian Journal of Animal Nutrition. 29 (2): 161-163
Naik, P.K, Swain B.K and Singh N.P.2015. Production and utilisation of hydroponics fodder.
Review. Indian Journal of Animal Nutrition. 32 (1) : 1-9.
Sutardi T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan
manfaatnya bagi peningkatan produksi ternak. Prosiding seminar dan penunjang
peternakan. LPB Bogor.

Anda mungkin juga menyukai