Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2016), Volume 3, No.

2:150 - 160 ISSN : 2355-9942

PENGARUH PEMBERIAN Clitoria ternatea BENTUK HAY DAN SILASE


TERHADAP KONSUMSI, KECERNAAN NUTRISI PADA SAPI ONGOLE

(EFFECT OF FEEDING Clitoria ternatea HAY AND SILAGE ON NUTRIENT INTAKE AND
DIGESTIBILITY OF ONGOLE CATTLE)

Eben Umbu Kamaru Langga, Gustaf Oematan, Marthen Yunus

Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Jln Adisucipto Penfui, Kupang 85001
Email: umbukamaru@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Clitoria ternatea dalam bentuk
silase dan hay terhadap konsumsi, kecernaan nutrien pada ternak sapi Ongole. Dalam penelitian ini
digunakan Ternak sebanyak 12 ekor sapi Ongole, dengan umur ternak 2 - 2,5 tahun dengan kisaran berat
badan 192 kg – 248,5 kg dengan rataan 209,08 kg, KV (16,71%). Ternak sapi secara acak dibagi dalam tiga
kelompok perlakuan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan.
Perlakuan yang diberikan adalah R0: rumput alam ad libitum + polard 1% BB sebagai control, R1: rumput
alam ad libitum + polard 1% BB + 1% BB silase Clitoria ternatea R2: rumput alam ad libitum + polard 1%
BB + 1% BB hay Clitoria ternatea. Hasil penelitian menunjukan Pemberian pakan Clitoria ternatea dalam
bentuk Silase 1% BB dan Hay 1%BB berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering,
bahan organik, serat kasar, BETN, namun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap protein kasar, lemak kasar
dan energi pada ransum sapi Ongole. Dan Pemberian pakan Clitoria ternatea dalam bentuk Silase dan Hay
1% BB berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak
kasar, serat kasar, BETN dan energi pada ransum sapi Ongole. Hasil analisis statistik menunjukan perlakuan
yang lebih berpengaruh adalah pakan hay Clitoria ternatea lebih baik dari pada silase terhadap konsumsi dan
kecernaan nutrisi ternak sapi Ongole.
_____________________________________________________
Kata kunci: Silase, Hay, Clitoria ternatea, Konsumsi, Kecernaan

ABSTRACT

The study was aimed at evaluating the effect of feeding Clitoria ternatea hay and silage on nutrient
intake and digestibility of Ongole cattle. There 12 Ongole cattle of 2-2.5 years old with 192-248.5 kg (avg
209.08 kg), CV (16,71%) initial body weight were used in the study. The cattle were randomly allotted into
the 4 treatment diets offered based on Block design of 4 treatments and 3 replicates procedure. The 4
treatment diets offered were formulated as: R0: local grass ad libitum + polard 1% BW (control); R1: local
grass ad libitum + polard 1% BW + 1% BW of Clitoria ternatea silage; R2: local grass ad libitum + polard
1% BW + 1% BW of Clitoria ternatea hay. Statistically analysis shows that, effect of feeding 1% BW of
Clitoria ternatea hay and silage is significant (P<0.05) on crude protein, fat and gross energy intake, and on
dry matter, organic matter, protein, and fat, crude fiber, NFE and energy digestibility values, but not
significant (P>0.05) on dry matter, organic matter, crude fiber and NFE intake. Feeding hay performed
higher results than feeding silage in both nutrient intake and digestibility of Ongole cattle.
__________________________________________________________
Keywords: Silage, Hay, Ongole, Clitoria ternatea, intake, digestibility

PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang memberikan yang menentukan suatu keberhasilan produksi
kontribusi tertinggi terhadap rendahnya peternakan ruminansia, terutama pada saat
produktivitas ternak sapi di daerah ini adalah kemarau panjang. Kondisi ternak menurun
ketersediaan hijauan pakan merupakan faktor dikarenakan langkanya ketersediaan hijauan

150
Langga et al : Pengaruh Pemberian Clitoria Ternatea Bentuk Hay Dan Silase Terhadap Konsumsi....

yang berkualitas. Hal inilah yang menyebabkan sementara kapasitas kecernaan BK dan BO
rendahnya produktivitas ternak sapi di NTT berturut-turut sebesar 50,15% dan 53,47%.
dan berdampak terhadap penurunan jumlah Data-data tersebut diatas menggambarkan
pengeluaran sapi dari daerah ini. Pada hijauan Clitoria ternatea tidak berbeda dengan
umumnya ternak ruminansia khususnya sapi konsentrat serta tidak memberikan respon
mengkonsumsi pakan dalam bentuk hijauan negatif terhadap pertumbuhan ternak
yang terdiri atas berbagai jenis rumput dan ruminansia, sehingga tanaman ini berpotensi
daun-daunan. Dengan demikian, sebagai sumber protein dan energi untuk ternak
pengembangan pakan suplemen berbasis ruminansia. Oleh karena belum terdapat cukup
hijauan merupakan salah satu jawaban. Akhir- data yang berhubungan dengan hay dan silase
akhir ini leguminosa herba seperti Clitoria Clitoria ternatea terhadap kapasitas konsumsi
ternatea telah dicoba digunakan sebagai dan kecernaan pada ternak ruminansia, perlu
suplemen. Tanaman Clitoria ternatea dilakukan kajian tentang konsumsi dan
mengandung protein berkisar 16-18%, energi kecernaan dari Clitoria ternatea dalam bentuk
kasar 18,6 MJ/kg, kecernaan bahan organik hay dan silase. Melalui pemberian silase dan
69,7%, kecernaan energi 66,6% dan energi hay Clitoria ternatea diharapkan terjadi
termetabolis pada ruminan 12,4 MJ/kg. Hasil peninggkatan dalam kecernaan zat-zat pakan
penelitian Nulik (2009) melaporkan ternak sapi dan pada akhirnya penggunaan zat pakan yang
Bali yang diberikan pakan hay Clitoria dapat dicerna dapat meningkatkan
ternatea secara ad libitum memberikan pertumbuhan ternak.
pertambahan bobot hidup 0,36 kg/ekor/hari. Tujuan Penelitian ini adalah untuk
Kemampuan konsumsi dan kecernaan zat mengetahui pengaruh pakan Silase Clitoria
pakan pada dasarnya merupakan suatu usaha ternatea terhadap konsumsi, kecernaan nutrien
untuk mengetahui banyaknya zat makanan pada ternak sapi Ongole. Untuk mengetahui
yang dikonsumsi dan diserap oleh saluran pengaruh pakan Hay Clitoria ternatea terhadap
pencernaan. Hasil kajian selanjutnya yang konsumsi, kecernaan nutrien pada ternak sapi
dilaporkan Rubianti dkk, (2010) dengan Ongole. Untuk mengetahui jenis pakan mana
memberikan 100% hay Clitoria ternatea pada yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
sapi Bali lepas sapih mendapatkan kapasitas konsumsi, kecernaan nutrien pada ternak sapi
konsumsi BK mencapai 1,57 kg/ekor/hari Ongole.

METODE PENELITIAN

Materi Penelitian Clitoria ternatea, R2: rumput alam ad libitum


Ternak yang digunakan sebanyak 12 ekor + pollard 1% BB + 1% hay Clitoria ternatea.
sapi Ongole, dengan umur ternak 2 - 2,5 tahun
dengan kisaran berat badan 192 kg – 248,5 kg Persiapan Pakan
dengan rataan 209,08 kg (16,71%). Materi persiapan pakan terdiri atas: pengadaan
penelitian berupa pakan Clitoria ternatea yang polard merek cap kepala kuda dan pembuatan
terdiri dari hay dan silase, rumput alam serta silase dan hay Clitoria ternatea. Clitoria
pollard. Kandang individu yang terdiri dari 12 ternatea dipotong pendek-pendek (±1-3cm)
petak berukuran 2x1 m dengan lantai besi, dengan menggunakan mensin chopper agar
beratap seng dan dilengkapi dengan tempat mempermudah dalam penyimpanan. Clitoria
pakan dan air minum Penelitian ini akan ternatea yang sudah dipotong tersebut
dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak kemudian dimasukkan ke dalam silo (drum
Kelompok dengan 3 perlakuan selama 4 plastik) sedikit demi sedikit sambil dilakukan
ulangan.Adapun perlakuan pakan yang proses pemadatan dengan cara diinjak-injak di
dicobakan adalah : R0: rumput alam ad libitum dalam silo tersebut. Bahan ini kemudian diisi
+ pollard 1% BB sebagai control, R1: rumput sampai meluap dalam silo dengan tujuan
alam ad libitum + pollard 1% BB +1% silase untuk menjaga kemungkinan adanya

151
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2016), Volume 3, No. 2:150 - 160 ISSN : 2355-9942

penyusutan volume pada saat penyimpanan. Penyiapan bantalan dan alas, Penyiapan
Selanjutnya drum tersebut ditutup dengan monitor timbangan yang disambungkan dengan
menggunakan plastik dan pengikatan dilakukan bantalan timbangan. Masukkan sapi ke dalam
menggunakan ban dalam bekas. Kemudian kandang jepit untuk menimbang ternak.
dieramkan selama 3 minggu (21 hari). Penulisan data berat badan sapi. Setelah
Setelah itu proses ensilase telah selesai dan mendapatkan berat badan ternak, akan
silase dapat dipanen untuk diberikan langsung dilakukan pengelompokan ternak berdasarkan
pada ternak penelitian. berat badan untuk mendapatkan pakan
Pembuatan Hay Clitoria ternatea: Clitoria perlakuan.
ternatea dipotong pendek-pendek (±1-3cm)
dengan menggunakan mensin chooper agar Variabel yang Diukur
mempermudah dalam penyimpanan. Clitoria Parameter yang diukur termasuk
ternatea yang sudah dipotong tersebut konsumsi dan Kecernaan bahan kering dan
kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari nutrisi (BO, PK, LK, SK, BETN, Energi).
untuk mengurangi kadar air. Setelah
diperkirakan kadar airnya menjadi ±10% Analisis Statistik
kemudian diisi dalam karung dan siap untuk Analisis data yang digunakan adalah
diberikan ke ternak. Analysis of Variance (ANOVA) untuk melihat
pengaruh perlakuan dan apabila terjadi
Penimbangan ternak perbedaan yang nyata antara perlakuan
Ternak dipuasakan ± 12 jam agar dilakukan uji lanjut Duncan (Steel dan
mendapatkan BTK (Berat Tubuh Kosong), Torrie,1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi konsumsi bahan kering terendah dicapai oleh
Bahan Kering ternak dengan perlakuan R0 sebesar 4,29 g/e/h.
Pada Tabel 1 diatas terlihat bahwa nilai Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
rataan konsumsi bahan kering paling tinggi pemberian legum Clitoria tarnatea dalam
adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan bentuk hay yakni perlakuan R2 mampu
perlakuan R2 yakni sebesar 4,95 g/e/h , meningkatkan konsumsi bahan kering pada
kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat sapi ongole.
perlakuan R1 sebesar 4,43 g/e/h, sedangkan

Tabel 1. Rataan konsumsi BK, BO, PK, SK, LK, BETN dan energi

Perlakuan
Parameter
R0 R1 R2
a a
BK kg/e/ hari 4,29 4,43 4,95a
BO kg/e/ hari 4,02a 4,13a 4,63a
PK g/e/ hari 459,97a 558,26a 649,69b
SK kg/e/ hari 1,02a 0,99a 1,10a
LK g/e/ hari 162,45a 214,16b 215,87b
BETN kg/e/ hari 2,39a 2,37a 2,67a
Energi kkal/e/hari 15.179,06a 22.957,43a 25.829,32b
Keterangan: Superscript yang berbedah pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Ket: BK= bahan kering, BO= bahan organic, PK= protein kasar, SK= serat kasar, LK= lemak kasar, BETN=
bahan ekstrak tanpa nitrogen, E= energi

152
Langga et al : Pengaruh Pemberian Clitoria Ternatea Bentuk Hay Dan Silase Terhadap Konsumsi....

Berdasarkan hasil Analysis of variance sapi ongole. Hal ini sejalan dengan konsumsi
(ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan bahan kering pada penelitian ini yang juga
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
konsumsi bahan kering sapi ongole. Hal ini Konsumsi pakan BO sangat dipengaruhi oleh
membuktikan bahwa pemberian legum Clitoria kandungan protein dan SK bahan penyusun
ternatea dalam bentuk silase dan hay yakni pakan yang digunakan. Pakan konsentrat yang
perlakuan R1 dan R2 tidak mampu tinggi mengakibatkan tinggi konsumsi pakan
meningkatkan konsumsi bahan kering pada BK karena laju pakan di dalam saluran
sapi ongole. Hal ini diduga disebabkan karena pencernaan menjadi lebih cepat (Yakin dkk.,
bentuk sifat serta jenis, silase dan hay yang 2012). Efek asosiasi merupakan pengaruh
mempunyai palatabilitas yang sama sehingga kecernaan suatu pakan dalam ransum dapat
tidak terdapat perbedaan terhadap konsumsi meningkatkan kecernaan pakan lainnya.
bahan kering Legum Clitoria ternatea merupakan bahan
sapi ongole. Palatabilitas ransum ditentukan ol pakan yang mudah dicerna
eh rasa, bau dan warna dari hijauan pakan ; De
ngan sinkronisasi NH3 dan VFA yang sama- Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi
sama berasal dari ampas tahu menyebabkan Protein Kasar
nutrien untuk pertumbuhan mikroba rumen Pada Tabel 1 diatas terlihat bahwa nilai
menjadi seimbang dan mencukupi untuk semua rataan konsumsi protein kasar paling tinggi
perlakuan sehingga degradasi bahan kering dan adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan
organik, termasuk protein baik dari ampas tahu perlakuan R2 yakni sebesar 649,69 g/e/h,
maupun rumput gajah menjadi sama Hernaman kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat
dkk., 2008. Ketersediaan karbohidrat perlakuan R1 sebesar 558,26 g/e/h, sedangkan
fermentable sebagai sumber energi pada konsumsi protein kasar terendah dicapai oleh
akhirnya dapat meningkatkan kecernaan bahan ternak dengan perlakuan R0 sebesar 459,97
kering (Bata 2008). g/e/h. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
legum Clitoria ternatea dalam bentuk hay
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi yakni perlakuan R2 mampu meningkatkan
Bahan Organik konsumsi protein kasar pada sapi ongole.
Pada Tabel 1 diatas terlihat bahwa nilai Berdasarkan uji jarak berganda duncan,
rataan konsumsi bahan organik paling tinggi perlakuan R0-R1, R1-R2, R0-R2, berpengaruh
adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan nyata (P<0.05) terhadap Peningkatan konsumsi
perlakuan R2 yakni sebesar 4,63 g/e/h, protein kasar yang terjadi akibat pemberian
kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat legum Clitoria ternatea dalam bentuk silase
perlakuan R1 sebesar 4,13 g/e/h, sedangkan dan hay. Hal ini disebabkan karena bentuk,
konsumsi bahan organik terendah dicapai oleh ukuran dan partikel pakan legum Clitoria
ternak dengan perlakuan R0 sebesar 4,02 g/e/h. ternatea dalam bentuk silase dan hay yang
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian telah dicacah dan melalui proses pengawetan
pemberian legum Clitoria ternatea dalam pakan sehingga mudah dicerna serta
bentuk hay yakni perlakuan R2 mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme rumen
meningkatkan konsumsi bahan organik pada dalam mencerna pakan dan laju pengosongan
sapi ongole. rumen meningkat sehingga keseimbangan zat
Berdasarkan hasil Analysis of variance makanan dalam ransum yang pada akhirnya
(ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan meningkatkan konsumsi protein ransum.
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap Dengan sinkronisasi NH3 dan VFA yang
konsumsi bahan organik sapi ongole. Hal ini sama-sama berasal dari ampas tahu
membuktikan bahwa pemberian legum Clitoria menyebabkan nutrien untuk pertumbuhan
ternatea dalam bentuk silase dan hay yakni mikroba rumen menjadi seimbang dan
perlakuan R1 dan R2 tidak mampu mencukupi untuk semua perlakuan sehingga
meningkatkan konsumsi bahan organik pada degradasi bahan kering dan organik, termasuk

153
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2016), Volume 3, No. 2:150 - 160 ISSN : 2355-9942

protein baik dari ampas tahu maupun rumput kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat
gajah menjadi sama perlakuan R1 sebesar 214,16 g/e/h, sedangkan
(Hernaman dkk., 2008). Semakin tinggi kandu konsumsi lemak kasar terendah dicapai oleh
ngan protein kasar dalam pakan maka konsums ternak dengan perlakuan R0 sebesar 162,45
i PK akan meningkat. Kejadian yang terjadi pa g/e/h. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
da kecernaan bahan organic serupa dengan yan legum Clitoria ternatea dalam bentuk hay
g terjadi pada kecernaan bahan kering. yakni perlakuan R2 mampu meningkatkan
konsumsi lemak kasar pada sapi ongole.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Berdasarkan uji jarak berganda duncan,
Serat Kasar perlakuan R0-R1, R0-R2, menunjukkan bahwa
Pada Tabel 1 diatas terlihat bahwa nilai perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)
rataan konsumsi serat kasar paling tinggi adalah terhadap konsumsi lemak kasar. Hal ini
dicapai oleh ternak yang mendapatkan membuktikan bahwa pemberian legum Clitoria
perlakuan R2 yakni sebesar 1,10 g/e/h, ternatea dalam bentuk silase dan hay mampu
kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat meningkatkan konsumsi lemak kasar pada sapi
perlakuan R0 sebesar 1,02 g/e/h, sedangkan ongole yang disebabkan karena legum Clitoria
konsumsi serat kasar terendah dicapai oleh ternatea mampu menyediakan zat-zat makanan
ternak dengan perlakuan R1 sebesar 0,99 g/e/h. yang seimbang terutama serat protein dan serat
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kasar sehingga mampu meningkatkan kosumsi
pemberian legum Clitoria ternatea dalam lemak kasar pada sapi ongole. Menurut Van
bentuk hay yakni perlakuan R2 mampu Soest (1994) bahwa lemak kasar merupakan
meningkatkan konsumsi serat kasar pada sapi bagian dari isi sel tanaman dan sebagian juga
ongole. terdeposisi pada dinding sel sehingga konsumsi
Berdasarkan hasil Analysis of variance lemak kasar juga tergantung pada konsumsi
(ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan serat kasar.
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap
konsumsi serat kasar. Hal Ini membuktikan Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi
bahwa pemberian legum Clitoria ternatea BETN
dalam bentuk silase dan hay tidak dapat Pada Tabel 1 diatas terlihat bahwa nilai
meningkatkan konsumsi serat pada sapi rataan konsumsi BETN paling tinggi adalah
ongole, dan diduga disebabkan karena dicapai oleh ternak yang mendapatkan
kandungan serat kasar dalam legum clitoria perlakuan R2 yakni sebesar 2,67g/e/h ,
ternatea telah mengalami penurunan kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat
kandungan serat kasar akibat proses perlakuan R0 sebesar 2,39 g/e/h, sedangkan
pengawetan pakan sehingga tidak memberikan konsumsi BETN terendah dicapai oleh ternak
pengaruh terhadap peningkaran konsumsi serat dengan perlakuan R1 sebesar 2,37 g/e/h. Hal ini
kasar. Menurut Parakkasi (1995) bahwa menunjukkan bahwa pemberian pemberian
konsumsi pakan ternak ruminansia secara fisik legum Clitoria ternatea dalam bentuk hay
dikontrol oleh keterbatasan kemampuan rumen yakni perlakuan R2 mampu meningkatkan
dalam menampung pakan (distensi rumen), konsumsi BETN pada sapi ongole.
yaitu semakin banyak (voluminous) pakan Berdasarkan hasil Analysis of variance
sumber serat maka ternak semakin cepat terasa (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan
kenyang. berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap
konsumsi BETN . Hal ini membuktikan bahwa
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi pemberian legum Clitoria ternatea dalam
Lemak Kasar bentuk silase dan hay tidak mampu
Pada Tabel 1 diatas terlihat bahwa nilai meningkatkan konsumsi lemak kasar pada sapi
rataan konsumsi lemak kasar paling tinggi ongole. Hai tersebut juga disebabkan karena
adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan tidak seimbangnya nutrien yang dikonsumsi
perlakuan R2 yakni sebesar 215,87 g/e/h, seperti bahan organik terdiri dari lemak, protein

154
Langga et al : Pengaruh Pemberian Clitoria Ternatea Bentuk Hay Dan Silase Terhadap Konsumsi....

kasar, serat kasar, dan BETN. (Tillman et al., konsumsi energi pada sapi ongole. Hal ini
1998), konsumsi pakan dipengaruhi oleh umur dimungkinkan karena konsumsi energi sapi
ternak, jenis ternak,kandungan nutrisi dalam ongole pada semua perlakuan yang juga
bahan pakan, dan juga tergantung pada berbeda dengan pemberian legum clitoria
keserasian zat-zat makanan yang terkandung ternatea dalam bentuk silase dan hay. Hal ini
didalamnya. dikarenakan kandungan energi pakan dan
kebutuhan energi ternak berdasar bobot badan
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi pada penelitian ini telah mencukupi pada
Energi kandungan pakan pada penelitian ini. Lebih
Pada Tabel 1 diatas terlihat bahwa nilai lanjut dijelaskan Anggorodi (1994) bahwa
rataan konsumsi energi paling tinggi adalah kandungan nutrien pakan yang relatif berbeda
dicapai oleh ternak yang mendapatkan menyebabkan adanya perbedaan konsumsi
perlakuan R2 yakni sebesar 25829.32 pakan.
kkal/e/hari, kemudian diikuti oleh ternak yang
mendapat perlakuan R1 sebesar 22957.43 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan
kkal/e/hari, sedangkan konsumsi energi Bahan Kering
terendah dicapai oleh ternak dengan perlakuan Pada Tabel 2 diatas terlihat bahwa nilai
R0 sebesar 15179.06 kkal/e/hari. Hal ini rataan Kecernaan bahan kering paling tinggi
menunjukkan bahwa pemberian legum Clitoria adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan
ternatea dalam bentuk hay yakni perlakuan R2 perlakuan R2 yakni sebesar 63,27%, kemudian
mampu meningkatkan konsumsi energi pada diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1
sapi ongole. sebesar 51,21%, sedangkan kecernaan bahan
Berdasarkan hasil Analysis of variance kering terendah dicapai oleh ternak dengan
(ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan perlakuan R0 sebesar 51,10%. Hal ini
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap membuktikan bahwa pemberian Hay yakni
konsumsi energi. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan R2 meningkatkan kecernaan bahan
pemberian legum Clitoria ternatea dalam kering pada ransum sapi Ongole.
bentuk silase dan hay mampu meningkatkan

Tabel 2. Rataan kecernaan BK, BO, PK, SK, LK, BETN dan Energi

Parameter Perlakuan
(Kecernaan) R0 R1 R2
BK (%) 51,10a 51,21a 63,27b
BO (%) 54,71a 54,78a 65,21b
PK (%) 69,04a 71,77a 76,00b
SK (%) 63,32a 82,22b 78,51b
LK (%) 46,21b 34,52a 52,56b
BETN (%) 54,98a 56,77a 66,73b
Energi (%) 47,41a 64,72b 72,33c
Keterangan: Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
BK= bahan kering, BO= bahan organic, PK= protein kasar, SK= serat kasar, LK= lemak kasar, BETN=
bahan ekstrak tanpa nitrogen, E= energy.

Berdasarkan uji lanjut duncan pada pada legum Clitoria ternatea dalam bentuk hay
perlakuan R0–R2, R1–R2 menunjukkan sehingga jumlah zat gizi atau bahan kering
perbedaan yang nyata (P<0,05). Namun pada yang terdeposit didalam tubuh ternak lebih
perlakuan R0–R1 tidak menunjukkan pengaruh tinggi dibandingkan dengan perlakuan R0–R1.
yang nyata. Hal ini disebabkan tingginya Hal yang menyebabkan perlakuan R2
jumlah zat gizi atau bahan kering yang terdapat memperoleh nilai kecernaan yang tertinggi

155
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2016), Volume 3, No. 2:150 - 160 ISSN : 2355-9942

karena legum clitoria tarnatea yang diberikan menunjukkan perbedaan yang nyata yang
dalam bentuk hay telah mengalami proses disebabkan karena kecernaan bahan kering
pengawetan pakan dengan cara dikeringkan pada ransum sapi ongole yang juga
memiliki kandungan bahan kering dan protein berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena
yang cukup tinggi. Faktor-faktor lain yang BO tersebut merupakan bagian dari BK
dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering Sebagaimana diketahui, bahwa kandungan
adalah aktivitas mikroba dalam rumen, kualitas serat kasar bahan pakan sangat memperngaruhi
cairan rumen yang digunakan, persentase kecernaan degradasi bahan kering dan bahan
lignin dalam bahan pakan, pengontrolan pH organik Riswandi. 2014. Pernyataan tersebut
rumen, kondisi temperatur dalam shaker didukung oleh Mathius et al., (2001) yang
waterbatch, kondisi fisik bahan pakan dan jenis menyatakan bahwa banyaknya BK yang
kandungan gizi yang terkandung dalam pakan dikonsumsi akan mempengaruhi besarnya
(Nurlaili 2013). Ketersediaan karbohidrat nutrien yang dicerna, oleh karena itu apabila
fermentable sebagai sumber energi pada BK yang dicerna semakin banyak maka
akhirnya dapat meningkatkan kecernaan bahan kecernaan BO juga meningkat begitu pula
kering (Bata 2008). sebaliknya.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan


Bahan Organik Protein Kasar
Pada Tabel 2 diatas terlihat bahwa nilai Pada Tabel 2 diatas terlihat bahwa nilai
rataan Kecernaan bahan organik paling tinggi rataan Kecernaan protein kasar paling tinggi
adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan
perlakuan R2 yakni sebesar 65.21%, kemudian perlakuan R2 yakni sebesar 76.00%, kemudian
diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1 diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1
sebesar 54.78%, sedangkan konsumsi bahan sebesar 71.77%, sedangkan kecernaan protein
organik terendah dicapai oleh ternak dengan kasar terendah dicapai oleh ternak dengan
perlakuan R0 sebesar 54.71%. Hal ini perlakuan R0 sebesar 69.04%. Hal ini
membuktikan bahwa pemberian Hay yakni menunjukkan bahwa pemberian legum Clitoria
perlakuan R2 meningkatkan kecernaan bahan ternatea dalam bentuk hay yakni perlakuan R2
organik pada ransum sapi Ongole. meningkatkan kecernaan protein kasar pada
Berdasarkan hasil Analysis of variance sapi Ongole.
(ANOVA) pada perlakuan R0–R2, R1–R2 Berdasarkan hasil Analysis of variance
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian legum berpengaruh nyata (P<0,05). Hal ini
Clitoria ternatea dalam bentuk hay mampu menunjukkan bahwa pemberian legum Clitoria
meningkatkan kecernaan bahan organik. ternatea dalam bentuk hay dan silase
Namun pada perlakuan R0–R1 tidak meningkatkan kecernaan protein kasar pada
menunjukkan pengaruh yang nyata. Nilai ransum sapi Ongole dan meningkatkan
Kecernaan BO yang relatif sama antar efektifitas mikroba rumen dalam mencerna
perlakuan selain disebabkan oleh komponen protein yang masuk ke dalam rumen. Hal ini
BO dan BETN juga disebabkan oleh juga disebabkan oleh kemampuan mikroba
kandungan SK pakan perlakuan yang relatif rumen dalam mencerna bahan pakan.
sama. Hal ini diduga karena mikrobia tidak Peningkatan kecernaan protein kasar akibat
mampu untuk mencerna komponen SK yang pemberian legum Clitoria ternatea dalam
terkandung dalam pakan secara optimal pada bentuk silase dan hay diduga kandungan
perlakuan R1–R2. Kandungan SK dalam pakan protein kasar dalam legum Clitoria ternatea
Ketersediaan karbohidrat fermentable sebagai yang cukup tinggi sehingga menghambat
sumber energi pada akhirnya dapat mikroba rumen dalam mencerna protein
meningkatkan kecernaan bahan kering (Bata sehingga, banyak protein yang terbuang
2008). Namun pada perlakuan R0–R1, R0–R2 melalui feses Peningkatan daya cerna protein

156
Langga et al : Pengaruh Pemberian Clitoria Ternatea Bentuk Hay Dan Silase Terhadap Konsumsi....

kasar yang terjadi akibat penambahan jumlah berpengaruh terhadap penyerapan atau
pemberian konsentrat disebabkan karena pemanfaatan zat-zat makanan, sehingga
konsentrat dapat menyediakan protein yang kecernaan BETN terjadi kecenderungan
lebih banyak yang diperlukan dalam meningkat Budiman dkk., 2006. Kadar serat
pertumbuhan mikroba rumen Koddang 2008. kasar terlalu tinggi dapat mengganggu
Namun demikian hanya sebagian kecil saja pencernaan zat lain. kecernaan serat kasar
mikroba rumen yang dapat memanfaatkan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
langsung oligopeptida dan asam-asam amino. kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun
Kurang lebih 82% mikroba rumen hanya dapat serat kasar dan aktivitas mikroorganisme
menggunakan nitrogen amonia untuk rumen. Sebagaimana diketahui, bahwa
perkembangannya. Oleh karena itu mikroba kandungan serat kasar bahan pakan sangat
akan merombak asam-asam amino ke dalam memperngaruhi kecernaan degradasi bahan
bentuk amonia dan nitrogen yang berasal dari kering dan bahan organik. Faktor yang sangat
amonia inilah yang dimanfaatkan oleh mikroba mempengaruhi kecernaan adalah komposisi
rumen. kimiawi dari rumput kumpai dan legum turi
mini, terutama serat kasar. Serat kasar dengan
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan penambahan legum turi mini mengalami
Serat Kasar penurunan dibandingkan tanpa penambahan
Pada Tabel 2 diatas terlihat bahwa nilai legum, hal ini dikarenakan adanya tersedianya
rataan Kecernaan serat kasar paling tinggi jumlah karbohidrat yang mudah dicerna dan
adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan protein yang berasal dari legum dan rumput
perlakuan R1 yakni sebesar 82.22 %, kemudian rawa untuk pertumbuhan bakteri asam laktat,
diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R2 dengan meningkatnya populasi bakteri asam
sebesar 78.51%, sedangkan kecernaan serat laktat sehingga mampu merenggangkan ikatan
kasar terendah dicapai oleh ternak dengan lignoselulosa dan lignohemiselulosa dari
perlakuan R0 sebesar 63.32%. Hal ini rumput kumpai sehingga menurunkan
menunjukkan bahwa pemberian pemberian kandungan serat kasar, dengan terjadinya
legum Clitoria tarnatea dalam bentuk silase penurunan serat kasar pada bahan silase maka
yakni perlakuan R1 dapat meningkatkan akan meningkatkan kecernaan bahan kering
kecernaan serat kasar pada sapi Ongole. dari silase rumput kumpai Riswandi. 2014.
Berdasarkan hasil Analysis of variance
(ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap Lemak Kasar
kecernaan serat kasar, pemberian legum Pada Tabel 2 diatas terlihat bahwa nilai
Clitoria ternatea dalam bentuk silase yang rataan Kecernaan lemak kasar paling tinggi
tingkat palatabilitas baik dan yang mudah adalah dicapai oleh ternak yang mendapatkan
dicerna sehingga meningkatkan kecernaan perlakuan R2 yakni sebesar 52.56%, kemudian
serat kasar pada ransum basal sapi Ongole. diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R0
Nilai kecernaan BETN sejalan dengan sebesar 46.21%, sedangkan kecernaan lemak
kecernaan serat kasarnya. Komponen BETN kasar terendah dicapai oleh ternak dengan
terbesar adalah karbohidrat nonstruktural, perlakuan R1 sebesar 34.52%. Hal ini
seperti pati, monosakarida atau gula-gula . menunjukkan bahwa pemberian pemberian
Komponen ini banyak terdapat pada bijian legum Clitoria ternatea dalam bentuk hay
cerealia. Trend kecernaan BETN meningkat yakni perlakuan R2 meningkatkan kecernaan
sejalan dengan meningkatnya tingkat protein lemak kasar pada sapi Ongole.
dalam ransum, memberi indikasi bahwa protein Hasil uji lanjut duncan pada perlakuan
mempengaruhi pemanfaatan zat makanan R0–R1, R0–R2 menunjukkan perbedaan yang
lainnya. Zat makanan relatif sama (kecuali nyata (P<0,05). Namun pada perlakuan R1–R2
protein kasar) dalam setiap ransum tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hal
peningkatan protein mengindikasikan ini disebabkan karena pakan ternak sapi

157
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2016), Volume 3, No. 2:150 - 160 ISSN : 2355-9942

Ongole yang diberikan pada perlakuan R1–R2 terbesar adalah karbohidrat nonstruktural,
memiliki kandungan dan konsumsi serat kasar seperti pati, monosakarida atau gula-gula .
yang relatif sama dan jenis ternak yang Komponen ini banyak terdapat pada bijian
digunakan dalam penelitian ini, sehingga tidak cerealia. Trend kecernaan BETN meningkat
terdapat pengaruh yang nyata, namun pada sejalan dengan meningkatnya tingkat protein
perlakuan perlakuan R0–R1, R0–R2 memiliki dalam ransum, memberi indikasi bahwa protein
kandungan lemak kasar dan konsumsi lemak mempengaruhi pemanfaatan zat makanan
kasar yang juga menunjukkan pengaruh yang lainnya. Zat makanan relatif sama (kecuali
nyata dalam penelitian ini. Kecernaan lemak protein kasar) dalam setiap ransum tetapi
menunjukkan respon yang sangat berbeda peningkatan protein mengindikasikan
dengan nutrien-nutrien lain, yaitu mempunyai berpengaruh terhadap penyerapan atau
hubungan linier negatif dengan taraf onggok pemanfaatan zat-zat makanan, sehingga
dalam ransum. Semakin tinggi taraf onggok kecernaan BETN terjadi kecenderungan
dalam ransum menyebabkan semakin tinggi meningkat Budiman dkk., 2006.
derajat keasaman dalam rumen. Kemungkinan
besar, turunnya pH rumen dapat mengganggu Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan
proses hidrolisis lemak menjadi asam lemak Energi
dan gliserol, sehingga kecernaan lemak secara Pada Tabel 2 diatas terlihat bahwa nilai
keseluruhan menurun Suwandyastuti, 2012. rataan Kecernaan energi paling tinggi adalah
dicapai oleh ternak yang mendapatkan
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan perlakuan R2 yakni sebesar 72.33%, kemudian
BETN diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1
Pada Tabel 2 diatas terlihat bahwa nilai sebesar 64.72%. sedangkan kecernaan energi
rataan Kecernaan BETN paling tinggi adalah terendah dicapai oleh ternak dengan perlakuan
dicapai oleh ternak yang mendapatkan R0 sebesar 47.41%, Hal ini membuktikan
perlakuan R2 yakni sebesar 66.73%, kemudian bahwa pemberian Hay yakni perlakuan R2
diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan R1 meningkatkan kecernaan energi pada ransum
sebesar 56.77%, sedangkan kecernaan BETN sapi Ongole.
terendah dicapai oleh ternak dengan perlakuan Berdasarkan hasil Analysis of variance
R0 sebesar 54.98%. Hal ini menunjukkan (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan
bahwa pemberian pemberian legum Clitoria berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
ternatea dalam bentuk hay yakni perlakuan R2 kecernaan energi. Hal ini membuktikan bahwa
meningkatkan kecernaan BETN pada sapi pemberian legum Clitoria ternatea dalam
Ongole. bentuk silase dan hay mampu meningkatkan
Berdasarkan uji lanjut duncan pada kecernaan energi pada sapi Ongole. Hal ini
perlakuan R0–R2, R1–R2 menunjukkan disebabkan karena kecernaan energi sapi
perbedaan yang nyata (P<0,05). Namun pada Ongole pada semua perlakuan yang juga
perlakuan R0–R1 tidak menunjukkan pengaruh berbeda dengan pemberian legum Clitoria
yang nyata. Hal ini disebabkan karena ternatea dalam bentuk silase dan hay. Hal ini
kecernaan zat-zat pakan lain yang juga dikarenakan kandungan energi pakan dan
berpengaruh nyata terutama bahan kering dan kebutuhan energi ternak berdasar bobot badan
bahan organik yang juga tersusun atas BETN pada penelitian ini telah mencukupi pada
sehingga kecernaan BETN juga terjadi kandungan pakan pada penelitian ini.
peningkatan. Hal ini juga di disebabkan karena Kecepatan aliran digesta diartikan sebagai
jenis ternak, bobot badan dan kemampuan waktu untuk mengeleminasi 5-80% partikel
mikroorganisme rumen yang berbeda-beda residu pakan tidak tercerna dalam feses.
dalam mencerna bahan pakan walaupun Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya
konsumsi yang dihasilkan tidak berpengaruh sumbangan nutrien tertentu pada ternak,
nyata. Nilai kecernaan BETN sejalan dengan sementara itu pakan yang mempunyai
kecernaan serat kasarnya. Komponen BETN kecernaan rendah menunjukan bahwa pakan

158
Langga et al : Pengaruh Pemberian Clitoria Ternatea Bentuk Hay Dan Silase Terhadap Konsumsi....

tersebut kurang mampu mensuplai nutrien makanan serta sintesis protein mikroba rumen
untuk hidup pokok maupun untuk tujuan Suwandyastuti, 2012. Mikroba rumen
produksi ternak. Hasil pencernaan energi di menggunakan energi untuk hidup pokok,
dalam rumen juga sangat menentukan teristimewa untuk melakukan transport aktif .
keberhasilan dan tingkat pencernaan protein

SIMPULAN

Pemberian pakan Clitoria ternatea dalam meningkatkan Kecernaan Bahan Kering,


bentuk Silase dan Hay 1%BB tiadak dapat Bahan Organik, Protein Kasar, Lemak Kasar,
meningkatkan Konsumsi Bahan Kering, Bahan Serat Kasar, BETN dan Energi pada ransum
Organik, Serat Kasar, BETN, namun dapat sapi Ongole. Pemberian pakan Clitoria ternatea
meningkatkan terhadap Konsumsi Protein yang diberikan Hay lebih dominan meningkat
Kasar, Lemak Kasar dan Energi pada ransum dari pada yang dierikan Silase terhadap
sapi Ongole. Pemberian pakan Clitoria ternatea konsumsi dan kecernaan nutrisi pada ternak
dalam bentuk Silase dan Hay 1%BB dapat sapi Ongole.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan Unggulan Lahan Kering Kepulauan


kepada Bapak Ir. I Gusti Ng. Jelantik, M. Peternakan Undana Kupang Nusa
Sc. PhD sebagai pemilik penelitian, yang Tenggara Timur yang membantu dalam
telah dilaksanakan di kandang Pusat penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Mathius IW, Yulistiani D, Puastuti W,


Umum. PT. Gramedia. Jakarta. Martawidjaja M. 2001. The effect of
Bata M. 2008. Pengaruh molases pada feeding mixtures of banana trunk and
amoniasi jerami padi menggunakan urea soybean meal on lambs performance.
terhadap kecernaan bahan kering dan Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6 (3):
bahan organik in vitro. Jurnal Peternakan 196-202.
8 (2): 15-20. Nulik J. 2009. Kacang Kupu (Clitoria
Budiman A, Dhalika T, Ayuningsih B. 2006. ternatea) Leguminosa Herba Alternatif
Uji kecernaan serat kasar dan bahan Untuk Sistem Usahatani Intergrasi Sapi
ekstrak tanpa nitrogen (betn) dalan ransum dan Jagung di Pulau Timor. Wartazoa 19
lengkap berbasis hijauan daun pucuk tebu (1): 43-51.
(saccharum officinarum) Jurnal Ilmu Nurlaili F, Suparwi, Sutardi TR. 2013.
Ternak 6 ( 2): 132 – 135. Fermentasi kulit singkong (manihot
Hernaman I, Budiman A, Ayuningsih B. 2008. utilissima pohl) menggunakan aspergillus
Pengaruh penundaan pemberian ampas niger pengaruhnya terhadap kecernaan
tahu pada domba yang diberi rumput bahan kering (kbk) dan kecernaan bahan
gajah terhadap konsumsi dan kecernaan. organik (kbo) secara in-vitro. Jurnal
Jurnal Ilmu Ternak 8 (1): 1 – 6 Ilmiah Peternakan 1 (3): 856-864.
Koddang MYA. 2008. Pengaruh tingkat Parakkasi A. 1995. Ilmu Nutrien dan Makanan
pemberian konsentrat terhadap daya cerna Ternak Ruminan. Penerbit Universiti
bahan kering dan protein kasar ransum Indonesia, Jakarta. Pp. 142-148.
pada sapi bali jantan yang mendapatkan Riswandi. 2014. Evaluasi Kecernaan Silase
rumput raja (pennisetum purpurephoides) Rumput Kumpai (Hymenachne
ad-libitum J. Agroland 15 (4) : 343 – 348. acutigluma) dengan Penambahan Legum

159
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2016), Volume 3, No. 2:150 - 160 ISSN : 2355-9942

Turi Mini (Sesbania rostrata). Jurnal Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke
Peternakan Sriwijaya 3 (2): 43-52. –V. Gadjah Mada University Press.
Rubianti A, Fernandes P, Marawali TH, Yogyakarta. pp: 249 – 267.
Santoso EB. 2010. Kecernaan Bahan Van Soest PJ. 1994. Nutritional Ecology of
Kering dan Bahan Organik hay Clitoria The Ruminant. 2nd ed. Comstock
ternatea dan Centrosema pascuorum CV Publishing Associates A Division of
Cavalcade pada sapi Bali lepas sapih. Cornell Uniersity Press. Ithaca and
Seminar nasional teknologi peternakan London.
dan veteriner. Yakin EA, Ngadiyono N, Utomo R. 2012.
Suwandyastuti, Rimbawanto EA. 2012. Pengaruh substitusi silase isi rumen sapi
Penggunaan onggok sebagai sumber pada pakan basal rumput dan konsentrat
energi dalam ransum sapi perah. Jurnal terhadap kinerja sapi potong. Buletin
Agripet 12 (1): 1-6 Peternakan 36 (3): 174-180.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprojo S,
Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1998.

160

Anda mungkin juga menyukai