2 : 257 - 265 (Juli 2019) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698
257
Zootec Vol. 39 No. 2 : 257 - 265 (Juli 2019) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698
R1, R2 and R3. Based on this research, it tersebut salah satunya adalah dengan
can be concluded that pumpkin waste meal
memanfaatkan bahan pakan alternatif yang
could be utilized to replace some parts up to
15% in ration of broilers. bisa dijadikan sebagai bahan pakan ternak
unggas.
Keyword: Pumpkin waste meal,
digestibility, broiler Limbah sebagai salah satu bahan
pakan alternatif merupakan solusi dalam
PENDAHULUAN meningkatkan ketersediaan bahan baku
penyusun pakan. Limbah yang
Seiring dengan pertambahan dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan
populasi penduduk dan berkembangnya dapat berasal dari bagian tanaman atau
pengetahuan masyarakat akan manfaat gizi hewan yang dijadikan sebagai sumber
bagi pertumbuhan, kesehatan dan protein, energi, vitamin dan mineral. Salah
kecerdasan manusia, tuntutan kebutuhan satu limbah yang dapat dimanfaatkan
akan sumber gizi hewanipun terus adalah limbah labu kuning. Limbah labu
mengalami peningkatan dari tahun ke kuning adalah sisa pengolahan bahan
tahun. Kondisi tersebut, tentunya akan pangan. Labu kuning merupakan tanaman
memicu pengembangan jenis – jenis ternak musiman, sehingga produksi labu kuning
sumber daging sebagai substitutor akan sangat besar ketika musimnya tiba.
kebutuhan daging masyarakat, salah satu Tingkat produksi labu kuning di Indonesia
jenis ternak yang mampu menyediakan relatif tinggi, dan produksinya dari tahun ke
kebutuhan daging secara cepat adalah ayam tahun terus meningkat yaitu 428,197 ton
pedaging. Strain-strain baru ayam pedaging (2011) dan meningkat 523,063 ton (2014)
hasil pemuliabiakan yang dikembangkan (Badan Pusat Statistik 2014).
oleh beberapa industri peternakan dengan Komposisi nutrien limbah labu
capaian umur pemasaran relatif singkat (5– kuning per 100 g antara lain; protein
6 minggu). Hal tersebut menjadi pemicu 23,14%, lemak 14,59%, serat kasar
usaha peternakan ayam pedaging di 17,48%, kalsium 0,76%, fosfor 0,75% dan
Indonesia pada umumnya dan Sulawesi energi bruto 3882,4 kcal (Komalig, et al.,
Utara pada khususnya berkembang sangat 2016). Kecernaan suatu bahan
pesat, sampai sekarang ini. Pakan didefinisikan sebagai bagian yang tidak
merupakan komponen terbesar dari total diekskresikan dalam feses, dan
biaya produksi yaitu mencapai 60-70%. diasumsikan sudah diabsorbsi oleh ternak.
Upaya yang bisa dilakukan untuk Kecernaan suatu bahan merupakan
mengatasi masalah ketersediaan pakan pencerminan dari tinggi rendahnya manfaat
258
Zootec Vol. 39 No. 2 : 257 - 265 (Juli 2019) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698
259
Zootec Vol. 39 No. 2 : 257 - 265 (Juli 2019) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698
Tabel 1. Komposisi Zat Nutrient dan Energi Bruto Pakan Basal dan Tepung Limbah Labu
Kuning.
rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie, R2 = Pakan Basal 90% + Tepung Limbah
1995) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 Labu Kuning 10%
ulangan. Susunan perlakuan adalah sebagai R3 = Pakan Basal 85% + Tepung Limbah
berikut : Labu Kuning 15%
R0 = Pakan Basal 100% (Tanpa Tepung Data yang diperoleh dianalisis, dan
Limbah Labu Kuning) bila terdapat perlakuan yang berbeda nyata
R1 = Pakan Basal 95% + Tepung Limbah dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur
Labu Kuning 5% (BNJ).
260
Zootec Vol. 39 No. 2 : 257 - 265 (Juli 2019) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698
Tabel 3. Rataan Nilai Kecernaan Bahan Organik, Kecernaan Serat Kasar dan Kecernaan Lemak
Kasar Pakan Ayam Pedaging yang Menggunakan Tepung Limbah Labu Kuning.
Perlakuan
Parameter
R0 R1 R2 R3
Bahan Organik (%) 79,39 83,56 82,48 80,82
Serat Kasar (%) 56,92a 63,10b 67,71b 66,30b
Lemak Kasar (%l) 78,74 78,24 77,56 76,06
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01).
moschata) dapat dilihat pada Tabel 3. Pada limbah labu kuning sampai 15% tidak
Tabel 3, terlihat bahwa rataan nilai menimbulkan efek negatif terhadap nilai
kecernaan bahan organik pada penelitian kecernaan bahan organik. Sutardi (1980)
ini berkisar antara 79,39 - 83,56%. Rataan melaporkan bahwa peningkatan kecernaan
nilai kecernaan bahan organik dalam bahan organik sejalan dengan
penelitian ini lebih rendah dibandingkan meningkatnya kecernaan bahan kering,
dengan hasil penelitian Abun, et al. (2003) karena sebagian besar komponen bahan
penentuan kecernaan pakan mengandung kering terdiri atas bahan organik sehingga
ampas umbi garut yang berkisar antara faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi
84,03% – 85,30% dan lebih tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan
dibandingkan dengan hasil penelitian berpengaruh juga terhadap tinggi
Rahmayanti, et al. (2016) kecernaan bahan rendahnya bahan organik. Kecernaan bahan
organik yang mengandung limbah tepung organik dipengaruhi oleh kecernaan dari
ikan gabus pasir 76,75% - 78,41%. Hasil komponen bahan organik, yaitu protein,
Penelitian menunjukkan bahwa kecernaan karbohidrat (BETN dan serat kasar) dan
bahan organik berturut-turut dari yang lemak. Guna mencapai daya cerna bahan
terendah diperoleh pada perlakuan R0 organik yang optimal, nilai nutrien dari
(79,39%) selanjutnya diikuti oleh R3 komponen bahan organik harus
(80,82%), R2 (82,48%) dan R1 (83,56%). disesuaikan dengan kebutuhan ternak itu
Hasil penelitian ini menunjukkan sendiri (Mangisah et al., 2006).
bahwa pakan perlakuan tidak memberikan
Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap
Kecernaan Serat Kasar
kecernaan bahan organik. Hal ini
Hasil penelitian kecernaan serat
membuktikan bahwa penggunaan tepung
kasar pakan ayam pedaging yang diberi
262
Zootec Vol. 39 No. 2 : 257 - 265 (Juli 2019) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698
264
Zootec Vol. 39 No. 2 : 257 - 265 (Juli 2019) pISSN 0852 – 2626 eISSN 2615 – 8698
265